Anda di halaman 1dari 34

KONSEP ISLAM TENTANG NEGARA DAN

PEMERINTAHAN

Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok MKU PAI

Semester 114

DISUSUN OLEH:

Adnan Ahmad 1502619002

Satya Dwi Arinanto 1502619034

Alya Nur Shabrina 1514620021

Nafisah Shofiyana Nursyabani 1514620037

Dosen pengampu: Firdaus Wajdi, S.Th.I., MA., PhD

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2021
ABSTRAK

Persoalan tentang agama dengan negara merupakan


permasalahan krusial yang terasa menarik. Agama dan negara erat
kaitannya dengan kehidupan manusia. Negara adalah organisasi atau
sekumpulan orang dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan
tertinggi yang sah dan memiliki tujuan yang sama. Negara Islam adalah
negara yang politiknya didasarkan atas nilai-nilai agama Islam.
Sementara agama adalah suatu kepercayaan yang dianut oleh
manusia dan selalu berinteraksi dengan tuhan-Nya. Universalitas Islam
itu sendiri merupakan risalah yang menyeluruh dalam berbagai bidang
dimensi yang meliputi perkara kehidupan dan tingkah laku manusia,
dan semua itu merujuk pada islam adalah sikap hidup yang
mencerminkan penyerahan diri manusia dan kepatuhan kepada
Tuhannya, yang akan mewujudkan kedamaian, kesejahteraan serta
kesempurnaan hidup lahir batin dunia akhirat. Politik dalam islam
disebut juga dengan siyasah. Politik islam adalah pengurusan
kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara‟. Siyasah dibagi
menjadi dua yaitu siyasah syar‟iyah dan bukan syar‟iah.

Hubungan antara agama dan negara tidak akan pernah selesai


jika dibicarakan. Keduanya memiliki peran penting bagi masyarakat
dimana agama memiliki hubungan penting dengan sang pencipta dan
juga menjadi sumber etika moral dalam berperilaku kepada seseorang,
sedangkan negara merupakan tempat yang di dalamnya terdapat
aturan yang berlaku. Beberapa ahli berpendapat bahwa agama dan
negara tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Meskipun keduanya
merupakan hal yang berbeda, agama dan negara saling berkaitan dan
saling membutuhkan.
Secara garis besar ada tiga paradigma pemikiran tentang
hubungan agama dan negara, yaitu paradigma sekularistik, paradigma
formalistic, paradigma substansialistik (simbiotik). Islam bukan hanya
sekedar agama saja, tetapi islam memiliki kaidah-kaidah yang
mengatur hubungan antar umatnya. Hubungan antar umat inilah yang

1
menjadi tugas dari seorang pemimpin negara dan jajaran
pemerintahannya.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak pula akan terlepas dari
kencintaan terhadap tanah kelahirannya. Hal ini sebagaimana sabda
Nabi saw ketika ia diusir dari Makkah oleh orang-orang Quraisy: Telah
menceritakan pada kami Qutaibah, telah menceritakan pada kami al-
Laits dari Uqail dari az-Zuhri, dari Abu Salamah dari Abdullah bin Adi
bin Hamra‟ berkata: “Aku melihat Rasulullah saw berdiri di atas al-
Hazwarahsembari bersabda: Demi Allah, sesungguhnya engkau
adalah benar-benar sebaik-baik bumi Allah dan juga merupakan bumi-
Nya yang paling Dia cintai. Seandainya saja aku tidak dikeluarkan
darimu, niscaya aku tidak akan pergi (meninggalkanmu)” (HR at-
Tirmidzi, no: 3860).
. Nasionalisme religious merupakan salah satu jenis dari
nasionalisme yang menunjukan negara memperoleh legitimasi politik
dari persamaan agama. Semangat nasionalisme pun telah tertulis
didalam al-quran yang terdapat pada QS. At-Taubah 9:38-39 ayat ini
menjelaskan tentang pentingnya berjuang di jalan Allah untuk
berperang melawan orang kafir yang menindas dan menyerang kaum
Islam. Didalam perumusan dasar negara Indonesia pun selalu
mengutamakan yang namanya musyawarah dimana musyawarah
yang menunjukan bahwa manusia itu adalah makhluk social.
UUD 1945 adalah konstitusi dasar yang merupakan turunan
Pancasila. Terbukti mereka mampu merumuskan dan mengonstruksi
negara yang religius, dengan dasar ideologi Pancasila yang dalam sila
pertamanya terpampang “Ketuhanan Yang Maha Esa”, menyimbolkan
keagamaan yang telah menyatu dalam nasionalisme. Sekalipun Islam
sebagai agama dengan penganut terbesar di Indonesia, tidak
menjadikan Islam sebagai ideologi.Segala sumber kehidupan telah
diberikan oleh Allah SWT. Maka dari itu manusia harus mencintai
tanah airnya dengan cara memanfaatkan hasil alam dengan sebaik-
baiknya untuk kesejahteraan bangsa. Indonesia memiliki beragam

2
suku, agama, ras, dan lainnya. Dalam islam sangat menghendaki
adanya persatuan dan kesatuan antar umat.

3
TUJUAN

1. Memahami lebih dalam hubungan antara agama dan negara.


2. Diharapkan kita mampu merubah pola pikir masyarakat terhadap relasi
agama dan negara.
3. Menjadi generasi islam yang melek politik.
4. Mampu menerapkan prinsip-prinsip dasar politik
5. Memahami pengertian politik dalam islam
6. Mengetahui dalil berpolitik dalam islam
7. Memahami universalitas islam dalam konsep politik
8. Mengetahui prinsip dasar politik
9. Memahami variasi pandangan umat Islam dalam melihat relasi islam
dan negara
10. Rekonstruksi konsep politik nasionalis-religius

4
PENDAHULUAN
Penurunan moral dan pengikisan identitas Islam yang akhir-akhir ini
terjadi, disebabkan oleh kurangnya pemahaman umat Islam terhadap
universalitas Islam itu sendiri. Islam bukan hanya sekedar agama. Islam
memberikan pedoman bagi segala aspek kehidupan yang didalamnya
mencakup ideologi politik, hukum, ekonomi, dan sosial. Seperti sebuah
doktrin yang berbunyi “Al-Islam huwa al-din wa „I-dawlah” yaitu Islam
adalah agama sekaligus kekuasaan. Hal ini menunjukkan bahwa selain
mengatur dalam hal beribadah, Islam juga berperan dalam menjaga tatanan
hidup manusia.
Relasi antara agama dan negara harus sejajar, bukan saling
menguasai tetapi harus saling melengkapi dan membantu satu sama lain.
Peran Islam dalam negara Indonesia sudah menjadi perbincangan sejak
negara ini masih belum meraih kemerdekaan. Beragamnya agama di
Indonesia dengan tingkat toleransi yang tinggi menyebabkan Indonesia
tidak bisa hanya mengutamakan satu agama saja. Terlebih Indonesia
memiliki Pancasila sebagai ideologi negara. Walaupun demikian, pemikiran
politik Islam hampir menyentuh seluruh aspek politik di Indonesia.
Dunia modern yang telah membawa manusia pada era kemajuan dan
teknologi yang mumpuni, di satu sisi membuat masyarakat maju namun di
sisi lain telah mengubah pandangan hidup sebagian masyarakat, sehingga
memberikan imbas negatif terhadap akhlak generasi muda. Bukan saja
terjadi di dunia barat tetapi sudah merambah juga ke dunia Islam.
Kemerosotan akhlak ini dapat mempengaruhi kualitas pemimpin di masa
yang akan datang.
Mulai munculnya kendaraan politk yang tidak berani menunjukkan jati
diri keislaman yang murni, menunjukkan mulai berubahnya pandangan
umat islam terhadap politik di Indonesia.
Pemikiran ambigu masyarakat Islam menyebabkan terombang-
ambingnya umat di segala bidang dan tidak berani menjadi orang terdepan
yang menunjukkan amar ma‟ruf nahi munkar, termasuk para pemimpin
serta masyarakat pada umumnya. Dan situasi ini lah yang menjadikan

5
masyarakat Islam saat ini terlihat sedikit tertinggal dari masyarakat lainnya.
Kondisi umat Islam saat ini sama persis dengan penggalan sabda
Rasulullah SAW yang mengatakan “Kamu sangat banyak tetapi kamu
seperti buih di atas air”. Maksudnya jumlah umat Islam saat ini sangat lah
banyak namun seperti tidak ada artinya.

6
URAIAN BAB

Universalitas nilai politik dengan lokalitas dan


temporalitas praktik politik

1. Pengertian Politik dalam Islam


Untuk memudahkan pemahaman pembaca, sebelum memasuki
pembahasan tentang pengertian poltik dalam perspektif Islam, terlebih
dahulu akan disuguhkan pengertian politik dalam terminologi yang
berkembang saat ini. Secara umum telah banyak sekali pengertian
tentang politik yang diberikan para sarjana politik. Diantara pengertian
politik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menurut Asad (1954), politik adalah menghimpun kekuatan;
meningkatkan kualitas dan kuantitas kekuatan; mengawasi dan
mengendalikan kekuatan; dan menggunakan kekuatan, untuk
mencapai tujuan kekuasaan dalam negara dan institusi lainnya 1.
2. Dalam pandangan Abdulgani, perjuangan politik bukan selalu “de
kunst het mogelijke” tapi seringkali malahan "de kunst van
onmogelijke" (Politik adalah seni tentang yang mungkin dan tidak
mungkin). Sering pula politik diartikan "machtsvorming en
machtsaanwending" (Politik adalah pembentukan dan penggunaan
kekuatan). 2
3. Bluntschli (1935) memandang politik sebagai "Politik is more an art
a science and to do with the practical conduct or guidance of the
state" (Politik lebih merupakan seni daripada ilmu tentang
3
pelaksanaan tindakan dan pimpinan (praktis negara)).
4. Isjwara (1967) mencatat beberapa arti tentang politik dari sejumlah
ahli. Diantaranya adalah : -Loewenstein yang berpendapat "Politik

1
Atnawi, RELASI AGAMA DAN POLITIK (Kajian relasi Islam dan politik dalam berbagai dimensi), Februari
2018. Vol. 5. No.1, hal. 25.
2
Ibid,25.
3
Ibid,25.

7
is nicht anderes als der kamps um die Macht" (politik tidak lain
merupakan perjuangan kekuasaan);

Politik adalah kegiatan dalam suatu system politik atau negara


yang menyangkut proses penentuan tujuan dari system tersebut
dan bagaimana melaksanakan tujuannya. Politik Islam di dalam
bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di
dalam buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar‟iyyah.
Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam
kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan bererti Qama „alaiha
wa radlaha wa adabbaha(mengurusinya, melatihnya, dan
mendidiknya).

al-Siyasah juga berarti mengatur, mengendalikan, mengurus, atau


membuat keputusan, mengatur kaum, memerintah, dan memimpinya.
Secara tersirat dalam pengertian siyasah terkandung dua dimensi yang
berkaitan satu sama lain, yaitu:

1. “Tujuan” yang hendak di capai melalui proses pengendalian,

2. “Cara” pengendalian menuju tujuan tersebut

Secara istilah politik islam adalah pengurusan kemaslahatan umat


manusia sesuai dengan syara4‟. Pengertian siyasah lainya oleh Ibn
A‟qil, sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Qayyim, politik Islam adalah
segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada
kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan, sekalipun Rasullah
tidak menetapkannya dan (bahkan) Allah SWT tidak menentukanya.
Pandangan politik menurut syara‟, realitanya pasti berhubungan
dengan masalah mengatur urusan rakyat baik oleh negara maupun
rakyat. Sehingga definisi dasar menurut realita dasar ini adalah netral.
Hanya saja tiap ideologi (kapitalisme, sosialisme, dan Islam) punya

4
Atnawi, RELASI AGAMA DAN POLITIK (Kajian relasi Islam dan politik dalam berbagai dimensi), Februari
2018. Vol. 5. No.1, hal. 25

8
pandangan tersendiri tentang aturan dan hukum mengatur sistem
politik mereka. Dari sinilah muncul pengertian politik yang mengandung
pandangan hidup tertentu dan tidak lagi “netral”.

Dalil Berpolitik Dalam Islam

Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam


sabdanya :

"Adalah Bani Israil, mereka diurusi (siyasah) urusannya oleh para


nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain
datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada
banyak para khalifah." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Jelaslah bahawa politik atau siyasah itu bermakna adalah


mengurusi urusan masyarakat. Rasulullah SAW. bersabda :

"Siapa saja yang bangun di pagi hari dan dia hanya memperhatikan
urusan dunianya, maka orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi
Allah; dan barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum
Muslimin, maka dia tidak termasuk golongan mereka (iaitu kaum
Muslim). (Hadis Riwayat Thabrani)

Politik dalam Pandangan Cendekiawan dan Ulama

Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Siyasah as-Syar‟iyyah, hal 168


menjelaskan:

“Wajib diketahui bahwa mengurusi dan melayani kepentingan


manusia merupakan kewajiban terbesar agama dimana agama dan
dunia tidak bisa tegak tanpanya. Sungguh bani Adam tidak akan
lengkap kemaslahatannya dalam agama tanpa adanya jamaah dan
tidak ada jamaah tanpa adanya kepemimpinan. Nabi bersabda: „Jika
keluar tiga orang untuk bersafar maka hendaklah mereka mengangkat

9
salah satunya sebagai pemimpin‟ (HR. Abu Daud). 5 Nabi mewajibkan
umatnya mengangkat pemimpin bahkan dalam kelompok kecil
sekalipun dalam rangka melakukan amar ma‟ruf nahi munkar,
melaksanakan jihad, menegakkan keadilan, menunaikan haji,
mengumpulkan zakat, mengadakan sholat Ied, menolong orang yang
dizalimi, dan menerapkan hukum hudud.”

Lebih jauh Ibnu Taimiyyah –mengutip Khalid Ibrahim Jindan


berpendapat bahwa kedudukan agama dan negara ”saling
berkelindan, tanpa kekuasaan negara yang bersifat memaksa, agama
berada dalam bahaya, sementara tanpa wahyu, negara pasti menjadi
sebuah organisasi yang tiranik.”

2. Universalitas Islam dalam konsep politik


Universalitas secara etimologi berasal dari bahasa inggris
universal yang berarti: Semesta dunia dan universally, yaitu: Disukai di
seluruh dunia atau Universe berarti seluruh bidang. Dalam kamus Al-
Munjid As-syamlah universalitas adalah sesuatu yang luas.
Adapun Universalitas Islam dalam pengertian istilah menurut
Yasuf Al-Qardhawi adalah: “Bahwa risalah Islam meliputi seluruh
dimensi waktu, tempat dan kemanusiaan, yang secara realitas
mencakup tiga karakteristik yaitu: Keabadian, internasionalitas dan
aktualisasi. Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan Universalitas
Islam adalah “System yang universal meliputi seluruh perkara
kehidupan dan tingkahlaku manusia”. Adapun menurut pejuang
unversalitas Islam Imam Hasan Al-Banna adalah “Islam adalah sistem
yang universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan, maka Islam
adalah Negara dan tanah air, Pemerintahan dan Rakyat, budi pekerti
dan kekuatan, rahmat dan keadilan, hukum dan Intelektualitas, ilmu
pengetahuan dan undang-undang, asset dan materi, usaha dan
kekayaan, jihad dan da‟wah, pemikiran dan militer. Sebagaimana Islam
adalah akidah yang lurus dan ibadah yang benar.”

5
SITI MUHAYATI, PENINGKATAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM MENGHADAPI MEA DENGAN
MATERI ISLAM, IKIP PGRI MADIUN, hal. 140.

10
Kalam Allah yang bersifat universal dan abadi di Lauh al-Mahfuz,
ketika diwahyukan, kemudian diucapkan dan dituliskan dengan
menggunakan bahasa Arab oleh utusan Allah SWT. Telah terjadi
proses lokalitas dan temporalitas al-Quran. Pesan yang universal dan
abadi telah mengambil bentuk nyata yang bersifat lokal dan temporer.
Dari berbagai uraian diatas universalitas berupa sifat menyeluruh
yang mencakup berbagai hal. Sedangkan universalitas islam itu sendiri
merupakan risalah yang menyeluruh dalam berbagai bidang dimensi
yang meliputi perkara kehidupan dan tingkah laku manusia, dan
semua itu merujuk pada islam adalah sikap hidup yang mencerminkan
penyerahan diri manusia dan kepatuhan kepada Tuhannya, yang akan
mewujudkan kedamaian, kesejahteraan serta kesempurnaan hidup
lahir batin dunia akhirat.
Dalam Pandangan Islam, politik dalam bahasa Arab dikenal
dengan istilah siyasah. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha
siyasatan berarti Qama „alaiha wa radlaha wa adabbaha
(mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al
amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara). Pelaku urusan
tersebut disebut politikus (siyasiyun). Dalam bahasa Arab dikatakan ulil
amri mengurusi (yasûsu).
Menurut Hasan Al-Banna siyasah dibagi menjadi dua yaitu
siyasah syar‟iyah dan bukan syar‟iah. Siyasah syariyah artinya
membawa seluruh urusan umat manusia sesuai dengan pandangan
syari‟at, dan pemerintahan yang bekerja untuk menjaga agama dan
dunia.6 Sedangkan siyasah yang bukan syar‟iyah adalah siyasah yang
membawa manusia sesuai dengan pandangan manusia yang
dituangkan dalam perundang-undangan buatan manusia sebagai
pengganti dari ajaran Islam dan berbeda dengan syariat Islam. Hasan
Al-Banna meyakini bahwa politik adalah bagian yang tidak mungkin
dipisahkan dari Islam. Islam memiliki politik, yang padanya terletak
tujuan kebahagiaan dunia dan akhirat. Itulah politik kami, yang kami

6
Hani Ammariah, Studi Pemikiran Hasan Al-Banna Tentang Negara Islam, hal. 164

11
tidak menginginkan pengganti untuknya, maka berpolitiklah kalian
dengannya dan antarkan orang lain melakukan yang serupa, niscaya
kalian akan memperoleh kehormatan di akhirat.
Rasulullah SAW pula menggunakan kata politik (siyasah) dalam
sabdanya: “Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para
nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain
datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada
banyak para khalifah;” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan demikian
sudah jelas bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah
mengurusi urusan masyarakat.

3. Prinsip Dasar Politik


a. Prinsip Keadilan
Sebagai umat muslim yang beriman kita harus menegakkan keadilan
dalam perkataan maupun perbuatan. Prinsip keadilan ini juga meliputi
segala sesuatu yang ada di dalam kehidupan manusia, seperti keadilan
di antara orang tua dan anak, pemerintah dengan rakyatnya, keadilan
di antara pihak yang bermasalah dengan pihak pengadilan, dan
lainnya. Keadilan sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Perintah untuk
berbuat adil dalam segala aspek kehidupan manusia tertuang dalam
surat An-Nahl ayat 90 :

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat


kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

12
b. Prinsip Kebebasan
Manusia diberi kebebasan untuk memilih kebaikan atau
keburukan sesuai dengan ajaran agama Islam. Kebebasan berpikir dan
berbuat ini tidak boleh digunakan dalam hal sepele. Kebebasan
tersebut dibatasi oleh perintah dan larangan dalam batasan nilai agama
dan social. Dalam surat Al Isra (17) ayat 15 :
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka
sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi
(kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat
memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum
Kami mengutus seorang rasul”

c. Prinsip Persamaan
Manusia diikat dalam satu persaudaraan. Tiap individu memiliki
hak dan kewajiban. Manusia juga diciptakan untuk bisa menerima dan
menghargai perbedaan, baik agama, suku, ras, budaya, warna kulit,
dan lainnya. Hal itu semua sama di mata Allah Swt., yang membedakan
hanyalah ketaqwaannya. Seperti yang tertuang dalam surat Al Hujurat
ayat 13 :

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang


laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
d. Prinsip Musyawarah
Asas musyawarah sangat diperlukan dalam politik. Dalam
pemerintahan, penentuan kebijaksanaan haruslah didasarkan atas

13
kesepakatan musyawarah. Begitupun juga dengan perselisihan yang
terjadi harus diselesaikan dengan musyawarah. Seperti di dalam al
Qur‟an surat Ali „Imran ayat 159 :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya”
e. Prinsip Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki setiap manusia sejak
lahir hingga akhir hayat. Allah menganugerahkan umatnya berupa akal
yang sehat agar manusia berperilaku dan berkata baik kepada
siapapun, termasuk binatang dan tumbuhan.

Variasi pandangan umat Islam dalam melihat relasi


islam dan Negara

Persoalan tentang islam dengan negara merupakan


permasalahan krusial yang terasa menarik, karena relevansi masalah
yang dibicarakan senantiasa berkembang. Tidak akan pernah selesai
jika membicarakan mengenai agama dan negara, karena keduanya
menjadi hal yang begitu berarti bagi masyarakat. Agama memiliki
kedudukan penting bagi manusia karena agama berhubungan
langsung dengan sang pencipta yang diyakini oleh setiap umat agama
yang ada di dunia ini, sedangkan negara menjadi sebuah tempat yang
didalamnya terdapat segenap aturan yang dimiliki masyarakat.
Persoalan mengenai hubungan islam dengan berbagai gagasan yang
sekaligus membuat banyak perbedaan, di antara mereka adalah al-
Farabi, al-Baqillani, al-Ghazali, Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah, Hasan Al-

14
Banna, Sayyid Quthb, dan lain-lain. Perbedaan pandangan tersebut
terjadi selain karena sejarah masa lalu, juga disebabkan karena tidak
adanya keterangan tegas mengenai negara dan pemerintahan pada
sumber islam seperti dalam al-quran dan sunah. Pada masa Orde
Baru di Indonesia contohnya, permasalahan mengenai hubungan
natara agama dengan negara menjadi polemic, karena berhubungan
dengan ideology Pancasila. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa
masyarakat Indonesia menganggap bahwa kelompok islam memiliki
niat untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi Islam. Menyatakan
secara garis besar paling tidak ada tiga paradigma pemikiran tentang
hubungan agama dan negara. Pertama, paradigma sekularistik, kedua,
paradigma formalistic, ketiga, paradigma substansialistik.
Pertama, paradigma sekularistik, yang mengatakan bahwa Islam
tidak ada hubungannya dengan negara karena Islam tidak mengatur
kehidupan bernegara atau pemerintahan. „Ali „Abd alRaziq
menjelaskan pandangannya dengan beberapa prinsip. Prinsip
pertama, tidak ada sistem khilāfah dalam al-Qur‟an dan Sunnah.7 .Bagi
umat muslim, posisi seorang khalifah ada di dalam posisi Rasul SAW.
Tidak hanya menangani kasus agama, tetapi juga kasus dunia. „Abd
al-Raziq menolak semua alasan di atas. Menurutnya, al-Qur‟an dan
juga hadist tidak mengemukakan persoalan tersebut, melainkan hanya
pernyataan-pernyataan umum agar menghormati mereka yang
memegang kekuasaan. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia
memang membutuhkan sosok seorang pemimpin yang dapat menata
kehidupan manusia. Tetapi pemimpin yang dimaksud bukanlah
seorang khalifah, tetapi dapat bermacam-macam gaya dan keunikan.
Prinsip kedua, Muhammad seorang Rasul bukan penguasa negara.
menyatakan sosok pejabat negara juga bukan seorang Nabi.
Menurutnya, umat muslim cenderung berpandangan jika islam
merupakan himpunan politik dan agama yang dasarnya dibangun oleh
Rasul SAW. Padahal seorang Nabi memiliki tugasnya tersendiri, yaitu

7
Zaprulkhan, RELASI AGAMA DAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF ISLAM , 2014, hal. 107

15
tidak mengurusi keperluan kehidupan duniawi dan tidak mempunyai
ihwal mengenai kekuasaan politik, melainkan Nabi bertugas untuk
menuntun manusia menuju jalan Allah SWT. Prinsip ketiga,
perpolitikan dalam islam adalah murni diberikan oleh Allah SWT
kepada manusia, agar manusia dapat mengembangkan pemerintahan
melalui akal dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dengan caranya
sendiri, manusia dipercayai oleh Allah SWT untuk mengatur negaranya
masing-masing, bukan lagi seorang khalifah atau nabi yang dianggap
sebagai pemimpin pemerintahan di dunia ini.
Kedua, paradigma formalistic, yang menganggap bahwa Islam
adalah agama yang paripurna, yang mencakup segala-galanya,
termasuk masalah negara atau sistem politik. Menurut Zaprulkhan
(2014:114) menyatakan aspek politik yang hendak menjadikan Islam
sebagai pondasi pemerintahan dalam segala dimensinya inilah yang
ditampilkan oleh gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir dan mempunyai
pengaruh yang cukup luas bagi umat Islam diberbagai belahan negara.
8
Gerakan ini merupakan gerakan politik yang akan memberikan
perbaikan terhadap pemerintah yang juga ada hubungannya antara
pemerintah dengan rakyat. Keterlibatan pandangan formalistic
terhadap islam, diantaranya adalah melahirkan suatu kecondongan
memahami islam dalam arti yang sebenarnya, yang hanya
mementingkan dimensi luarnya saja, sehingga dimensi lain dari
pedoman islam menjadi terlupakan. Hal ini memberikan suatu dampak
bagi kaum muslim, yaitu dapat menghambat untuk mengerti pesan-
pesan dalam al-quran sebagai panduan kehidupan manusia.
Ketiga, paradigma substansialistik, yang menolak pendapat
bahwa Islam mencakup segalagalanya dan juga menolak pandangan
bahwa Islam hanya mengatur hubungan antara manusia dan
Penciptanya semata. Menurut paradigma ini seperangkat asas dan
nilai mengenai kehidupan masyarakat termasuk system pemerintahan,
telah dimiliki agama islam. Menyatakan dalam perspektif Muhammad

8
Zaprulkhan, RELASI AGAMA DAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF ISLAM , 2014, hal. 114

16
„Abduh, hakikat pemerintahan Islam tidak bersifat keagamaan tetapi
betul-betul bersifat keduniawian. Pemerintahan Islam bersifat
keduniawian, karena pemerintahannya didasarkan atas demokrasi
kedaulatan manusia yang dijunjung tinggi. Manusia memiliki
kebebasan memperoleh hak dalam kehidupannya yang telah diatur
oleh pemerintahan negara, seperti kebebasan dalam mengutarakan
pendapat. Islam bukan hanya sekedar agama saja, tetapi islam
memiliki kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antar umatnya.
Hubungan antar umat inilah yang menjadi tugas dari seorang
pemimpin negara dan jajaran pemerintahannya. Pemimpin negara
dipilih dan juga dapat diberhentikan oleh rakyat, maka pemimpin ini lah
yang bertanggung jawab atas rakyatnya. menyatakan Muhammad
Husain Haikal mengamini pandangan „Abduh tentang hubungan
agama Islam dan negara. Dalam perspektif Haikal, prinsip dasar
kehidupan kemasyarakatan yang diberikan oleh al-Qur‟an dan sunnah
tidak ada yang langsung berkaitan dengan ketatanegaraan. 9 Manusia
hanya diberikan pedoman dasar oleh agama untuk menjalin kehidupan
dan pergaulan dengan sesamanya. Tidak ada system pemerintahan
yang baku dalam islam, dengan syarat menjunjung persamaan antar
masyarakat, maka islam membebaskan umatnya untuk mengikuti
system pemerintahan yang seperti apapun.
Pemuka agama telah mencari berbagai usaha dalam eksplorasi
konsep tentang relasi agama dan negara, hal tersebut pada dasarnya
memiliki tujuan tertentu, seperti untuk menemukan idealitas Islam
tentang negara dan ntuk melakukan idealisasi dari perspektif Islam
terhadap proses penyelenggaraan negara. (Abd Mannan 2014: 190).
Menurut Edi Gunawan (2017:112) menyatakan dalam memahami
hubungan agama dan negara, ada beberapa konsep hubungan agama
dan negara menurut beberapa aliran/paham, antara lain. Pertama,
Paham Teokrasi, menyatakan hubungan agama dan negara
digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara

9
Zaprulkhan, RELASI AGAMA DAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF ISLAM , 2014, hal. 122

17
melekat dengan agama, karena firman Allah SWT menjadi landasan
dalam menjalankan suatu pemerintahan. Paham teokrasi ini
mengalami perubahan menjadi terbagi atas paham teokrasi langsung
dan tidak langsung. Dalam paham teokrasi langsung, meyakini jika
pemerintahan merupakan kekuasaan langsung dari Allah SWT,
adanya negara di dunia ini menjadi kehendak Allah SWT, karena itu
yang berkuasa juga Allah SWT. Sedangkan paham teokrasi tidak
langsung, meyakini jika pemerintahan bukan merupakan kekuasaan
langsung dari Allah SWT, tetapi yang mempunyai kekuasaan atas
suatu negara adalah seorang kepala negara atau raja. Kedua, paham
sekuler, menyatakan jika hubungan negara dan agama adalah terpisah
dan beda, keduanya tidak memiliki hubungan. Negara menjadi urusan
duniawi, sedangkan agama menjadi urusan rohani. Hukum yang
berlaku di paham ini tidak seperti pada paham teoristik yang
berdasarkan firman Allah, tetapi pada paham sekuler ini, hukum yang
berlaku berdasarkan persetujuan antara manusia. Walaupun terjadi
pemisahan antara agama dengan negara, negara yang menganut
paham sekuler tidak membatasi dan mencampuri tentang keyakinan
yang dipilih oleh penduduknya. Ketiga, paham komunis, yaitu sebelum
mendapatkan jati diri seseorang, agama menjadi kesadaran bagi orang
itu sendiri. Pada paham ini nilai tertinggi dalam negara adalah materi.
Menurut Edi Gunawan (2017:116) menyatakan hubungan agama
dan negara dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pertama, hubungan
agama dan negara yang bersifat antagonistik. Hubungan ini memiliki
ciri adanya kekacauan antara negara dengan islam sebagai agama,
hal ini tidak terlepas dari perbedaan keberpihakan pemahaman agama
antar masyarakat. Negara menduga jika islam memiliki kekuasaan
yang memungkinkan untuk menyaingi keberadaan negara, karena
itulah disebut sebagai hubungan antagonistik. Kedua, hubungan
akomodatif, yaitu antara negara dengan agama memiliki hubungan
yang saling melengkapi, dan berusaha untuk mengurangi agar tidak

18
terjadi konflik. Dalam hubungan ini negara mendukung islam, karena
mengetahui jika umat islam memiliki kekuasaan politik yang potensial.

Rekonstruksi konsep politik nasionalis-religius

Nasionalisme religius merupakan bentuk lain dari nasionalisme,


yang mana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan
agama. Penjajahan yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia,
mendorong Indonesia untuk bersatu dalam melawan penjajahan dari
Belanda. Bersatunya Indonesia menjadikan sebuah pluralitas tersendiri
bagi bangsa Indonesia. Pluralitas Indonesia semakin tinggi dari adanya
keberagaman yang terjadi di Indonesia. Keberagaman juga terjadi
pada agama di Indonesia, yang kedatangan dan perkembangan Islam
di Indonesia, membawa pada perubahan bagi bangsa Indonesia.
Karena agama dan kesadaran tentang kesejahteraan bersama inilah
yang menjadikan faktor terpenting dari nasionalisme. Nasionalisme
atas keberagaman agama inilah, yang menjadikan Indonesia memiliki
kekuatan dalam melawan penjajahan.
Secara historis, sepanjang selama 10 abad kaum muslimin
sesungguhnya tak pernah mengenal paham nasionalisme, hingga
adanya upaya imperialis untuk memecah-belah negara Khilafah pada
abad ke-17 M. Mereka melancarkan serangan pemikiran melalui para
misionaris dan merekayasa partaipartai politik rahasia untuk
menyebarluaskan paham nasionalisme dan patriotism. Upaya nya baru
berhasil pada tahun 1857, penjajah mulai berhasil tatkala berdiri
Masyarakat Ilmiah Syiria (Syrian Scientific Society) yang menyerukan
nasionalisme Arab. Sebuah sekolah misionaris terkemuka dengan
nama AlMadrasah Al-Wataniyah.
Nasionalisme berasal dari dua kata yakni “nasional” dan “isme”
yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan

19
semangat cinta tanah air. Selain itu Nasionalisme berasal dari kata
“nation” yang dipadankan dengan bangsa. Terdapat dua pengertian
dari bangsa, yaitu pengertian antropologis dan sosiologis, dan dalam
pengertian politis. Dalam pengertian antropologis dan sosiologis,
bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan
hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan
hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah,
dan adat istiadat. Sedangkan bangsa dalam pengertian politik adalah
masyarakat dalam suatu daerah yang sama, dan mereka tunduk pada
kedaulatan negaranya segabai suatu kekuasaan tertinggi.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak pula akan terlepas dari
kencintaan terhadap tanah kelahirannya. Hal ini sebagaimana sabda
Nabi saw ketika ia diusir dari Makkah oleh orang-orang Quraisy: Telah
menceritakan pada kami Qutaibah, telah menceritakan pada kami al-
Laits dari Uqail dari az-Zuhri, dari Abu Salamah dari Abdullah bin Adi
bin Hamra‟ berkata: “Aku melihat Rasulullah saw berdiri di atas al-
Hazwarahsembari bersabda: Demi Allah, sesungguhnya engkau
adalah benar-benar sebaik-baik bumi Allah dan juga merupakan bumi-
Nya yang paling Dia cintai. Seandainya saja aku tidak dikeluarkan
darimu, niscaya aku tidak akan pergi (meninggalkanmu)” (HR at-
Tirmidzi, no: 3860)
Kata agama menurut kamus Kamus Besar Bahasa Indonesia,
agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan)
dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya. Selain itu agama atau religi berasal dari bahasa latin
religio yang berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti mengikat
kembali, yang maksudnya mengikat diri dirinya pada Tuhan.
Terdapat berbagai bentuk dari nasionalisme salah satunya
nasionalisme religius, yaitu suatu nasionalisme yang menunjukkan
negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama.
Walaupun begitu, biasanya nasionalisme relegius ini merupakan

20
campuran dengan nasionalisme etnis. Sebagai contoh, nasionalisme
Turki modern yang muncul sebagai reaksi terhadap kehancuran Turki
Usmani. Pada awalnya, nasionalisme Turki merupakan gerakan
agama dengan kecenderungan progresif dan modernis. Setelah
kemenangan kekuatan-kekuatan nasonalis dalam perang
kemerdekaan Turki, nasionalisme kemudian berubah menjadi sekuler.
Sejak tahun 1950, istilah “nasionalis” di Turki melekat pada kelompok
Muslim konservatif. Dan karena partai-partai di Turki tidak bisa
dibentuk berdasarkan agama maka istilah “nasionalis” merujuk kepada
kekuatan “umat Islam” dalam tataran politik. Perkembangan nasionalis
relegius di Indonesia awal merumuskan ideologi ini, pendiri bangsa kita
terbagi menjadi dua kubu, di antaranya kubu nasionalis dan Islamis.
Melalui perdebatan panjang akhirnya mereka mampu melahirkan
ideologi Pancasila. Nasionalisme religius adalah konsep dan karakter
kebangsaan paling cocok dan relevan bagi negara Indonesia yang di
dalamnya memiliki masyarakat plural (plural society). Sedangkan
Pancasila merupakan kalimah sawa` (titik temu) pluralitas agama, etnis
dan budaya yang menjadi idelogi dan dasar Negara.
UUD 1945 adalah konstitusi dasar yang merupakan turunan
Pancasila. Terbukti mereka mampu merumuskan dan mengonstruksi
negara yang religius, dengan dasar ideologi Pancasila yang dalam sila
pertamanya terpampang “Ketuhanan Yang Maha Esa”, menyimbolkan
keagamaan yang telah menyatu dalam nasionalisme. Sekalipun Islam
sebagai agama dengan penganut terbesar di Indonesia, tidak
menjadikan Islam sebagai ideologi. falsafah nasionalisme seperti ini,
setiap umat beragama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta setiap etnis dan budaya dapat memainkan perannya
dalam membangun bangsa.
Umat Islam sebagai warga bangsa terbesar di negeri ini memiliki
kesempatan dan peluang yang terbuka lebar untuk berjihad
(bersungguh-sungguh) mengisi Pancasila dengan nilai agama (atau
nilai syariat Islam), dan begitu juga dengan kandungan nilai agama

21
dalam penafsiran dan penerapan UUD 1945. Dengan peran umat
islam dalam mengamalkan Pancasila akan dapat menjadikan
Indonesia menjadi Muslim dalam arti etika atau substansial, bukan
dalam pengertian formal atau simbolik sebagaimana keinginan masa
lalu menjadi Negara Islam. Untuk menyebut contoh pengisian
Pancasila dengan nilai Islam dimaksud adalah perintah Al-Qur`an
tentang musyawarah dalam QS Ali Imrān/3: 159; Asy-Syurā/42: 38).
Sebagaimana dengan kecintaan dengan tanah air tentunya jiwa
semangat nasionalisme ada pada diri setiap umat, Ada pun semangat
nasionalisme yang tergambar dalam al-Qur‟an di jelaskan dalam surah
al-Fil 105:(1-5). Dalam surah tersebut menurut para ahli tafsir
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tentara bergajah ialah
tentara yang dipimpin oleh Abrahah Gubernur Yaman yang hendak
menghancurkan Ka'bah. sebelum masuk ke kota Mekah tentara
tersebut diserang burungburung yang melemparinya dengan batu-batu
kecil sehingga mereka musnah. Kisah para penduduk Mekkah dalam
menjaga kelestarian peninggalan nenek moyangnya Nabi Ibrahim
alaihissalam, menjadikan penduduk Mekkah bersatu menghalau
penyerangan tentara bergajah untuk menghancurkan Ka‟bah,
kendatipun akhirnya datang bantuan langsung dari Allah Subhanahu
wata‟ala. Ayat ini mengindikasikan bahwa perjuangan membela
keutuhan tempat tinggal yang akan diserang oleh penjajah
mengindikasikan sikap nasionalisme yang harus dipupuk bersama
demi keutuhan tanah air.
Selain itu semangat nasionalisme juga terdapat pada QS. At-
Taubah 9:38-39 ayat ini menjelaskan tentang pentingnya berjuang di
jalan Allah untuk berperang melawan orang kafir yang menindas dan
menyerang kaum Islam. Dalam konteks ini, rakyat Indonesia yang
mayoritas Islam, telah dijajah oleh Kolonial Belanda dan Jepang.
Keduanya merupakan beragama bukan Islam (non Muslim). Ayat ini
memberikan semangat nasionalisme religius yang harus dipertahankan
dari tangan penjajah yang nota benenya dari kalangan orang kafir. Ada

22
pun jihad mempertahankan kesatuan dan persatuan. Seperti diketahui,
bangsa ini terdiri dari berbagai keragaman, baik agama, bahasa, suku,
budaya, dan sebagainaya, sesuai kehendak Allah Subhanahu
wata‟ala. Sikap diatas tersirat dalam al-Qur‟an surah al-Hujarat ayat
13. Keragaman dalam ayat tersebut patut dijaga dan dirawat. Dengan
motivasi inilah kemudian lahir semboyan luhur yang berbunyi: “Bhineka
Tunggal Ika”. Selanjutnya, jihad mengawal kebijakan yang berkeadilan
dan berkemaslahatan bagi rakyat. Dalam hal ini, kaidah fikih
menyebutkan bahwa: “Tashrruf al-iman „ala al-ra‟iyyah manuth bi
mashlahah”, yaitu kebijakan penguasa berorientasi untuk
kemaslahatan rakyat. Tak heran, jika dalam berbagai ayat al-Qur‟an,
Allah Subhanahu wata‟ala berkali-kali menegaskan pentingnya
keadilan.

23
PENUTUPAN
Universalitas berupa sifat menyeluruh yang mencakup berbagai
hal. Nilai-nilai agama menjadi pedoman dalam menjalankan dan
melaksanakan kehidupan bermasyarakat dan politik. Politik berasal dari
Bahasa Yunani “polis” yang berarti kota atau negara kota. Secara
umum politik memiliki arti kegiatan dalam system politik atau
kenegaraan yang berhubungan dengan penentuan tujuan dan
bagaimana melaksanakan tujuan tersebut. Prinsip dasar dalam politik
juga harus dipahami, seperti prinsip keadilan, kebebasan, musyawarah,
persamaan, dan hak asasi manusia. Secara garis besar ada tiga
paradigma pemikiran tentang hubungan agama dan negara, yaitu
paradigma sekularistik, paradigma formalistic, paradigma
substansialistik (simbiotik). Nasionalisme berasal dari dua kata yakni
“nasional” dan “isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung
makna kesadaran dan semangat cinta tanah air. . Manusia sebagai
makhluk sosial tidak pula akan terlepas dari kencintaan terhadap tanah
kelahirannya.

24
DAFTAR ISTILAH

Politik : segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan


sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap
negara lain

Universalitas : keuniversalan

Kapitalisme : sistem dan paham ekonomi (perekonomian) yang


modalnya (penanaman modalnya, kegiatan industrinya)
bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan swasta
dengan ciri persaingan dalam pasaran bebas

Hudud : hukum yang telah ditentukan bentuk dan kadarnya oleh


Allah Swt., seperti hukum potong tangan bagi pencuri

Etimologi : cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata


serta perubahan dalam bentuk dan makna

Jihad : usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai


kebaikan

25
Musyawarah : pembahasan bersama dengan maksud mencapai
keputusan atas penyelesaian masalah

Khalifah : wakil (pengganti) Nabi Muhammad saw. setelah Nabi


wafat (dalam urusan negara dan agama) yang melaksanakan
syariat (hukum) Islam dalam kehidupan negara

Paradigma : kerangka berpikir

Nasionalisme : paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan


negara sendiri

Teokrasi : cara memerintah negara berdasarkan kepercayaan


bahwa Tuhan langsung memerintah negara, hukum negara yang
berlaku adalah hukum Tuhan, pemerintahan dipegang oleh ulama
atau organisasi keagamaan

Rekonstruksi : penyusunan (penggambaran) Kembali

Komunis : penganut paham komunisme

26
DAFTAR PUSTAKA

Albab, Ulil. 2016. Studi pemikiran Mohammad Natsir tentang Islam


sebagai dasar negara. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo.

Armawi, Armaidy. 2013. Kajian Filosofis-Historis Hubungan Agama


dan Negara. Jurnal Paramita. Vol. 23 (1): 13-26

Azhar, Muhammad. 2015. Rekonstruksi Epistemologi Pemikiran Politik


Islam Indonesia Kontemporer. Jurnal Studi Islam. Vol. 16 (1). 71-82

Farizi, M A. 2016. Konfigurasi Pemikiran Relasi Islam dan Negara di


Indonesia. Jurnal Studi Islam dan Sosial. Vol. 10 (2): 2-9

Hadiyanto, Andy dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan


Tinggi. 2020. Jakarta: Fikra Republika.

Mannan, A. 2014. Islam dan Negara. Islamuna Jurnal Studi Islam. Vol.
1 (2): 189-191

Sunandar, Muhammad Nandang. 2017. Konsep Agama dan Sistem


Pemerintahan Dalam Perspektif Islam. Journal of Islamic Law. Vol. 1
(2). 184-187

Zaprulkhan. 2014. Relasi Agama dan Negara Dalam Perspektif Islam.


Jurnal Walisongo. Vol. 22 (1): 107-127

27
Atnawi, A. (2018). RELASI AGAMA DAN POLITIK (Kajian relasi Islam dan
politikdalam berbagai dimensi). Al-Ulum : Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Ke
Islaman, 5(1), 23–33. https://doi.org/10.31102/alulum.5.1.2018.23-33

SOAL DAN JAWABAN

A. Soal Essay
1. Jelaskan pengertian politik
Politik adalah kegiatan dalam suatu system politik atau negara yang
menyangkut proses penentuan tujuan dari system tersebut dan
bagaimana melaksanakan tujuannya. Sementara politik islam adalah
pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara‟.

2. Jelaskan tujuan politik menurut Islam


Tujuan politik menurut Islam adalah membangun sebuah system
pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk
melaksanakan hukum syari‟at Islam.

3. Bagaimana hubungan antara agama dengan politik


Agama dan politik merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, tetapi
juga tidak bisa dicampuradukkan. Keduanya memiliki peranan penting
bagi kehidupan manusia. Agama merupakan sumber etika dan moral
negara, sedangkan negara merupakan instrument untuk menjamin
kebebasan beragama.

4. Jelaskan prinsip – prinsip dasar politik Islam


 Prinsip Keadilan

28
Sebagai umat muslim yang beriman kita harus
menegakkan keadilan dalam perkataan maupun perbuatan.
Prinsip keadilan ini juga meliputi segala sesuatu yang ada
di dalam kehidupan manusia, seperti keadilan di antara
orang tua dan anak, pemerintah dengan rakyatnya,
keadilan di antara pihak yang bermasalah dengan pihak
pengadilan, dan lainnya. Keadilan sangat dijunjung tinggi
dalam Islam.
 Prinsip Kebebasan
Manusia diberi kebebasan untuk memilih kebaikan atau
keburukan sesuai dengan ajaran agama Islam. Kebebasan
berpikir dan berbuat ini tidak boleh digunakan dalam hal
sepele. Kebebasan tersebut dibatasi oleh perintah dan
larangan dalam batasan nilai agama dan social.
 Prinsip Persamaan
Manusia diikat dalam satu persaudaraan. Tiap individu
memiliki hak dan kewajiban. Manusia juga diciptakan untuk
bisa menerima dan menghargai perbedaan, baik agama,
suku, ras, budaya, warna kulit, dan lainnya. Hal itu semua
sama di mata Allah Swt., yang membedakan hanyalah
ketaqwaannya.
 Prinsip Musyawarah
Asas musyawarah sangat diperlukan dalam politik. Dalam
pemerintahan, penentuan kebijaksanaan haruslah
didasarkan atas kesepakatan musyawarah. Begitupun juga
dengan perselisihan yang terjadi harus diselesaikan
dengan musyawarah.
 Prinsip Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki setiap
manusia sejak lahir hingga akhir hayat. Allah
menganugerahkan umatnya berupa akal yang sehat agar

29
manusia berperilaku dan berkata baik kepada siapapun,
termasuk binatang dan tumbuhan.

5. Ada berapa paradigma tentang hubungan agama dan negara?Jelaskan


Ada 3 :
 Paradigma Pertama, paradigma sekularistik. Paradigma ini
memisahkan antara agama dan negara. Keduanya memiliki
wilayah dan fungsinya masing-masing.
 Kedua, paradigma formalistic. Paradigma ini menganggap bahwa
Islam adalah agama yang paripurna, yang mencakup segala-
galanya, termasuk masalah negara atau sistem politik.
 Ketiga, paradigma substansialistik (simbiotik). Dalam paradigm
aini, agama dan negara saling berhubungan secara simbiotik
dimana agama memerlukan negara untuk berkembang begitupun
juga dengan negara memerlukan agama dalam bimbingan etika
dan moral.

B. Soal Pilihan Ganda

1. Paradigma yang memisahkan antara agama disebut dengan ….

a. Paradigma preventif
b. Paradigma sekularistik
c. Paradigma simbiotik
d. Paradigma perspektif

2. Surat yang menjelaskan tentang pentingnya berjuang di jalan Allah


untuk berperang melawan orang kafir yang menindas dan menyerang
kaum Islam …..
a. Q.S Al Isra ayat 40
b. Q.S An-Nahl ayat 75
c. Q.S Al Fiil ayat 1-5
d. Q.S At Taubah ayat 38-39

3. Paham yang menyatakan hubungan agama dan negara digambarkan


sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan ….
a. Paham Teokrasi
b. Paham Komunis
c. Paham Liberalisme

30
d. Paham Nasionalisme

4. Berikut ini adalah prinsip dasar politik, kecuali …


a. Prinsip musyawarah
b. Prinsip kebebasan
c. Prinsip kejujuran
d. Prinsip keadilan

5. Mengatur, mengendalikan, mengurus, atau membuat keputusan,


mengatur kaum, memerintah, dan memimpinya disebut juga dengan
….
a. Universalisme
b. Al Siyasah
c. Nasionalisme
d. Imperialisme

6. Kesadaran akan hukum merupakan cerminan bahwa adanya


kecakapan kewarganegaraan yang timbul akibat nasionalisme.
Tujuan hukum adalah untuk ….
a. Menjaga rakyat agar aman dari ancaman
b. Menjamin keamanan negara dari ancaman
c. Memberikan rasa aman kepada warga
d. Menciptakan ketertiban masyarakat

7. Sebuah paham yang mempersatukan beberapa agama dikenal


dengan ……..
a. Religionisme
b. Sinkretisme
c. Patriotisme
d. Chauvinism

8. Sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang


membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk
mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan
kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu
satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan
Negara. Pengertian tersebut merupakan pendapat ….
a. Drs Sukarno
b. Robert A. Dahl
c. Miriam Budiarjo
d. J. Barrents

9. Dalam kehidupannya, setiap bangsa dan negara harus …….

31
a. Mengutamakan perubahan meskipun mengorbankan stabilitas
negara
b. Mengutamakan stabilitas negara dan mengorbankan perubahan
c. Mengelola perubahan dan stabilitas negara
d. Mengubah seluruh tatanan yang ada

10. Menurut Parmadi menjadi seorang pemimpin yang islami memiliki


beberapa syarat, kecuali …
a. Adil dan jujur
b. Beriman dan bertakwa
c. Bijaksana
d. Memiliki keterbatasan wawasan dan pengetahuan

10. d 9.c 8.a 7. b 6.d 5. b 4. c 3. a 2. d 1.b

LINK YOUTUBE : https://youtu.be/4jTQtWJHdf4

32

Anda mungkin juga menyukai