Anda di halaman 1dari 3

Haji Adalah Puncak Metamorfosis Manusia

Ibadah Haji adalah Satu satunya ibadah yang ada dalam rukun Islam yang wajib
dilaksanakan oleh mereka yang mampu saja. Seperti Halnya yang terdapat dalam Al-Qur’an
surat Ali Imran ayat 97 yang bunyinya, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.”

Menurut Imam Malik kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji ini dilihat dari
kemampuan setiap orang. Ada yang mampu dilihat dari bekal perjalanan dan kendaraan,
Namun tidak mampu dalam kondisi fisiknya yang lemah. Ada yang memiliki fisik yang sehat
dan bugar tapi belum mampu secara finansialnya. Kedua kriteria ini adalah yang utama.
Karena ketika Allah S.W.T mewajibkan Haji cuma diisyaratkan dengan kemampuan. Mampu
yang bersifat universal, ketika seseorang mampu secara harta dan fisiknya maka itu dikatakan
mampu.

Seseorang yang bisa beribadah haji adalah manusia yang memiliki tekad yang sangat
kuat, yang mencita-citakannya sepanjang hidupnya dan berusaha mati-matian
mewujudkannya. Mereka rela banting tulang menjemput rezeki Allah dan dengan sabar
berdoa disepanjang hari agar suatu saat bisa menyempurnakan rukun islam yang lima itu.
Dan bisa bersujud langsung dihadapan Baitullah adalah momen momen dalam impian.

Itulah refleksi singkat mengapa haji adalah puncak dari metamorfosis hidup manusia.
Ketika Ibadah dijabarkan orang akan mengenal nilai nilai yang sangat tinggi dalam
perjalannya menguak jati diri .

Haji sendiri juga berarti sebuah simbol. Ibadah yang sarat makna dalam setiap
ritualnya. Napak tilas kehidupan manusia dalam mempraktikan nilai-nilai ketuhanan. Seperti
Thawaf yaitu mengitari ka’bah sebanyak tujuh kali berlawanan arah jarum jam. Itu
melambangkan bahwa alam ini selalu bergerak. Planet terus berotasi pada sumbunya,
planetpun berevolusi mengelilingi matahari. Sama halnya manusia, yang harus selalu
bergerak tanpa henti dengan pusat tujuan gerak ini adalah yang memberi hidup. Bahwa
semua tindakan yang kita lakukan adalah arena allah. Jangan sampai kita berhenti bergerak
karena berhenti berarti mati walau tak di liang lahat.

Lalu Sa’i. Sa’i adalah berlari-lari kecil dari bukit Saffa ke Marwah. Ini adalah napak
tilas saat Siti Hajar kebingungan mencari air di ladang yang sangat tandus yaitu Mekkah pada
waktu itu. Ditambah ia mengendong anaknya yang masih bayi yaitu Nabi Ismail As yang
menangis kelaparan. Ketika Mereka lari mencari air ke Saffa mereka tidak menmukan
setetespun dan melihat ke arah Marwah. Ketika mereka mencarinya di Marwah pun mereka
tak menemukan air dan memandang lagi ke Saffa. Sampai sampai muncullah air dari bekas
tanah yang dihentak hentakan oleh kaki Ismail.

Seperti itulah hidup, kita harus berusaha semaksimal mungkin. Walaupun apa yang
kita jalani dirasa sangat berat dan seakan kita mustahil menghadapinya. Tetapi satu yang pasti
yaitu Allah tidak membebani hambanya diluar batas kemampuannya.

Kemudian melempar jumroh. Ibadah yang didasarkan pada Nabi Ibrahim as saat
melempar setan yang menghalanginya saat ingin melaksanakan perintah Allah S.W.T untuk
menyembelih anaknya yaitu Nabi Ismail as.

Itupun yang harus kita lawan. Setan yang ada pada diri kita adalah musuh yang nyata
bagi kita. Setan yang menyerupai kesombongan, yang menjelma kedengkian, yang
membangkitkan kemunafikan. Itu semua yang harus kita lempar keluar dari diri kita. Dan
orang yang berhaji pastilah harus memiliki kemampuan itu.

Keempat, Wukuf di Padang Arafah. Dalam Islam di daerah inilah dipertemukannnya


Nabi Adam as dan Siti Hawa, yang kemudian melakukan taubat kepada Allah Swt
sebagaimana firman-Nya dalam Alquran: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri dan jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya
pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 23)

Padang Arafah dikenal sebagai miniaturnya padang Mahsyar. Jutaan jamaah haji dari
seluruh dunia berkumpul di tempat ini. Tak ada beda antara pejabat dan rakyat, antara yang
kaya dan miskin, dan tak ada sekat-sekat negara bangsa, yang ada hanya manusia sebagi
makhluk Allah.

Kita sadar bahwa kita tidak ada apa-apanya di hadapan Allah. Tidak ada yang perlu
disombongkan. Kita diajak untuk lebih mengenal diri kita sebagaimana asal kata Arafah yang
bermakna mengenal diri. Dalil yang terkenal di kalangan sufi: “Man 'arafa nafsahu faqad
'arafah robbahu” (Siapa yang kenal dirinya akan kenal siapa tuhannya).

Itulah kenapa ketika kita ber haji kita akan menyempurnakan ibadah kita. Kita akan
keluar dari kepompong kita. Kita menuju pemahaman baru mengenai perjalan hidup ini.
Mengetahui bahwa semua pergerakan kita ada arti dan maknanya. Dan sebenar benarnya
makna adalah menyadarkan kita, siapa, dari mana, dan akan kemana.

Anda mungkin juga menyukai