Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan yang diampu
oleh Ibu Dr. Murni Sapta Sari, M.Si.
Disajikan pada hari Jumat, 4 Oktober 2019
Oleh
Kelompok 5
Hesty Nurwijayati (190341764449)
Nurul Annisa Husain (190341764444)
Refsya Aulia Fikri (190341864413)
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, kemudahan, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah Landasan Pendidikan yang berjudul “Keterkaitan Pendidikan dan
Pembelajaran, Pendidikan Sepanjang Hayat, 4 Pilar Pendidikan, Taksonomi
Belajar, dan Mitra dalam Pendidikan”.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan banyak bantuan
dari berbagai pihak hingga mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
terlibat dan membantu penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun para pembacanya.
Penulis
i
ABSTRAK
Pembelajaran dan pendidikan atau dalam bahasa arab disebut ta’alim dan
menurut ilmu tarbiah adalah dua perkara penting di dalam membina manusia.
Pembelajaran dan pendidikan adalah dua perkara yang berbeda tetapi banyak orang
yang tidak faham tentang kedua perkara ini. Pembelajaran khusus ditujukan pada
akal. Sedangkan pendidikan adalah pembinaan insan yang tidak saja melibatkan
perkara fisik dan mental tetapi juga hati dan nafsu karena sesungguhnya yang
dididik adalah hati dan nafsu. Konsep pendidikan dan pembelajaran yang diajarkan
oleh pakar pendidkan Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara adalah pembelajaran dan
pendidikan yang berlangsung dimana saja dan kapan saja. Setiap orang adalah guru
dan setiap rumah dan tempat adalah sekolah. Pendidikan dan Pembelajaran sudah
menjadi perhatian utama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga
UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization)
yang bergerak di bidang pendidikan, pengetahuan dan budaya mencanangkan
empat pilar pendidikan yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning
to be, dan (4) learning to live together. Taksonomi dalam bidang pendidikan,
digunakan untuk klasifikasi tujuan instruksional; ada yang menamakannya tujuan
pembelajaran, tujuan penampilan, atau sasaran belajar. Taksonomi tujuan
instruksional ialah adanya hierarki yang dimulai dari tujuan instruksional pada
jenjang terendah sampai jenjang tertinggi. Perubahan zaman modern ke zaman
postmodern telah membentuk model baru sebuah keluarga yang bersifat permeabel
dan keluarga pekerja. Anak-anak yang berkembang pada kedua zaman ini memiliki
perkembangan yang berbeda. Masyarakat membentuk iklim di sekolah dengan cara
menjadikan masyarakat itu sendiri, baik masyarakat pedesaan, pinggiran kota dan
perkotaan sebagai sumber daya dalam lingkungan sekolah dan menghargai nilai
dalam sebuah keluarga.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang……………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................ 2
D. Manfaat ......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 4
A. Keterkaitan Pendidikan dan Pembelajaran .................................................. 4
B. Pendidikan Sepanjang Hayat ..................................................................... 11
C. 4 Pilar Pendidikan menurut UNESCO ...................................................... 13
D. Taksonomi Belajar......................................................................................18
E. Mitra dalam Pendidikan..............................................................................20
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 44
A. Kesimpulan ................................................................................................ 44
B. Saran ......................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 45
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan dalam alam demokrasi bersifat individual yang sekaligus juga
bersifat sosial. Bersifat individual karena pendidikan itu memperhatikan aspek-
aspek pribadi yang unik dengan segala kemungkinannya, dan bersifat sosial karena
pendidikan mengaitkan pribadi dengan lingkungan masyarakat. Pendidikan tidak
hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab orang tua dan
masyarakat. Dalam UU Sisdiknas Nomor 23 Tahun 2013 disebutkan bahwa orang
tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar
kepada anaknya, masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan, masyarakat
berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan.. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa peran serta masyarakat dan orang
tua bertujuan mendayagunakan kemampuan yang ada pada orang tua dan
masyarakat bagi pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan, sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal hidup dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk
masyarakat. Masyarakat memiliki potensi-potensi yang dapat digunakan dalam
mendukung program-program sekolah, untuk itu agar sekolah dapat tumbuh dan
berkembang, maka program sekolah harus sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
Partisipasi orang tua, keluarga, dan masyarakat di sekitar sekolah sangat
penting. Di satu sisi sekolah memerlukan masukan dari masyarakat dalam
menyusun program yang relevan, sekaligus memerlukan dukungan masyarakat
dalam melaksanakan program tersebut. Dilain pihak, masyarakat memerlukan jasa
sekolah untuk mendapatkan program-program pendidikan sesuai dengan yang
diinginkan. Jalinan semacam itu dapat terjadi, jika orang tua, keluarga, dan
masyarakat dapat saling melengkapi untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan
pendidikan. Partisipasi orang tua, keluarga, masyarakat hendaknya diperhatikan
oleh pihak sekolah. Pada akhirnya apabila partisipasi telah terpelihara dengan baik,
maka sekolah tidak akan mengalami kesulitan yang berarti dalam
mengembangkan berbagai jenis program, karena semua pihak telah memahami dan
1
2
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan menulis dan
memahami kajian Landasan Pendidikan tentang keterkaitan pendidikan dan
pembelajaran, pendidikan sepanjang hayat, 4 pilar pendidikan menurut
UNESCO, taksonomi belajar dan mitra dalam pendidikan.
2. Bagi pembaca dapat memperoleh manfaat dan menambah referensi dan
pengetahuan mengenai keterkaitan pendidikan dan pembelajaan, pendidikan
sepanjang hayat, 4 pilar pendidikan menurut UNESCO, taksonomi belajar,
dan mitra dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
sekolah, dan luar sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang brtujuan
optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar dikemudian
hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat (Mudyahardjo, 2012).
Karakteristik khusus pendidikan secara alternatif adalah:
1. Masa pendidikan.
Pendidikan berlangung seumur hidup,yang kegiatan-kegiatannya tidak
berlangsung sembarang, tetapi pada saat-saat tertentu.
2. Lingkungan pendididkan.
Pendidikan berlangsung dalam sebagian dari lingkungan hidup. Pendidikan
tidak berlangsung dalam lingkungan hidup yang tergelar dengan sendirinya.
Lingkungan alam sekitar yang alami tidak merupakan lingkungan pendidikan.
Pendidikan hanya berlangsung dalam lingkungan hidup kultural.
3. Bentuk kegiatan.
Pendidikan dapat berbentuk pendidikan formal, pendidikan informal, dan
pendidikan non-formal. Kegiatan pendidikan dapat berbentuk
bimbingan,pengajaran,dan atau latihan. Pendidikan selalu merupakan usaha
sadar yang tercakup di dalamnya usaha pengelolaan pendidikan, baik dalam
bentuk pengelolaan pendidikan nasional maupun satuan pendidikan, serta usaha
melaksanakan kegiatan pendidikan. Pendidikan berorientasi kepada
komunikasi pendidikan-pendidkan. Kegiatan pendidikan berbentuk belajar
mengajar.
4. Tujuan.
Tujuan pendidikan merupakan perpaduan tujuan-tujuan pendidikan yang
bersifat pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi secara optimal dengan
tujuan-tujuan sosial yang bersifat manusia seutuhnya yang dapat memainkan
peranannya sebagai warga dalam berbagai lingkungan persekutuan hidup dan
kelompok sosial. Tujuan pendidikan mencakup tujuan-tujuan setiap jenis
kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran, dan latihan), tujuan-tujuan satuan
pendidikan sekolah dan luar sekola, dan tujuan-tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan adalah sebagian dari tujuan hidup, yang bersifat menunjang
terhadap pencapaian tujuan-tujuan hidup (Mudyahardjo, 2012).
8
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah usaha
mempengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan
kehendaknya sendiri. Melalui pembelajaran akan terjadi proses pengembangan
moral keagamaan, aktivitas, dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi
dan pengalaman belajar. Pembelajaran berbeda dengan mengajar yang pada
prinsipnya menggambarkan aktivitas guru, sedangkan pembelajaran
menggambarkan aktivitas peserta didik (Abuddin, 2009).
Pembelajaran harus menghasilkan belajar pada peserta didik dan harus
dilakukan suatu perencanaan yang sistematis, sedangkan mengajar hanya salah satu
penerapan strategi pembelajaran diantara strategi-strategi pembelajaran yang lain
dengan tujuan utamanya menyampaikan informasi kepada peserta didik. Kalau
diperhatikan, perbedaan kedua istilah ini bukanlah hal yang sepele, tetapi telah
menggeser paradigma pendidikan, pendidikan yang semula lebih berorientasi pada
“mengajar” (guru yang lebih banyak berperan) telah berpindah kepada konsep
“pembelajaran” (merencanakan kegiatan-kegiatan yang orientasinya kepada siswa
agar terjadi belajar dalam dirinya) (Evelin, 2010).
Secara garis besar, ada 4 pola pembelajaran. Pertama, pola pembelajaran guru
dengan siswa tanpa menggunakan alat bantu atau bahan pembelajaran dalam bentuk
alat raga. Kedua, pola (guru+alat bantu) dengan siswa, ketiga, pola (guru)+(media)
dengan siswa. Keempat, pola media dengan siswa atau pola pembelajaran jarak
jauh menggunakan media atau bahan pembelajaran yang disiapkan.
Berdasarkan pola-pola pembelajaran diatas, maka pembelajaran bukan hanya
sekedar mengajar dengan pola satu, akan tetapi lebih dari pada itu seorang guru
harus mampu menciptakan proses pembelajaran yang bervariasi. Menurut paham
konvensional, pembelajaran diartikan sebagai bantuan kepada anak didik yang
dibatasi pada aspek intelektual dan keterampilan. Unsur utama dari pembelajaran
adalah pengalaman anak sebagai seperangkat event sehingga terjadi proses belajar.
3. Keterkaitan Pendidikan dan Pembelajaran
Pendidikan dan pembelajaran adalah dua istilah yang memiliki konteks
berbeda dalam lingkup pekerjaan yang sama. Perbedaan konotasi kedua istilah ini
telah turut dijelaskan oleh banyak ilmuwan lain di dunia. Dalam bahasa Inggris,
9
misalnya, dibedakan makna konotatif education and teaching. Begitu juga dalam
bahasa Arab, para ahli pendidikan membedakan antara al-tarbiyah wa altaâlim.
Mahatma Ghandi, seorang tokoh pergerakan India, memberikan perspektif,
bahwa pendidikan tidak berakhir dengan kemampuan membaca, menulis dan
berhitung. Baginya, kemampuan membaca, menulis dan berhitung, bukan awal dari
sebuah pendidikan. Lebih dari itu, kata Ghandi, pendidikan merupakan proses
pengembangan dan pembinaan rasa percaya diri serta membina dan
mengembangkan kemampuan untuk menghidupi diri sendiri, mandiri dan
kemampuan melepaskan diri dari ketergantungan ekonomi pada orang lain. Untuk
itu, pendidikan harus memberikan penekanan pada pembentukan karakter, dan
semua aspek perkembangan fisik, mental, sosial, moral, rasa keindahan, dan juga
agama. Dia berpandangan, bahwa pendidikan harus mampu membina anak untuk
menjadi anggota masyarakat yang ideal (Gupta, 2014). Oleh sebab itu, sekolah,
menurutnya harus sudah sampai pada tahap mengembangkan cara berpikir dan
bertindak. Sekolah bukan sekedar untuk mendengar, tapi menurutnya, sekolah
harus mampu menghubungkan antara materi yang dipelajari dengan realitas sosial
kehidupan masyarakat. Belajar bukan semata akademik dan pemahaman
pengetahuan, tapi justru bisa membawa perubahan.
Pendidikan adalah segala daya upaya dan semua usaha untuk membuat
masyarakat dapat mengembangkan potensi manusia agar memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan,
berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota
masyarakat dan warga negara. Di samping itu pendidikan merupakan usaha untuk
membentuk manusia yang utuh lahir dan batin cerdas, sehat, dan berbudi pekerti
luhur.
Sedangkan pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru secara
terprogram dalam disain instruksional yang menciptakan proses interaksi antara
sesama peserta didik, guru dengan peserta didik dan dengan sumber belajar.
Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan perubahan secara terus-menerus dalam
perilaku dan pemikiran siswa pada suatu lingkungan belajar.
Ada beberapa hal yang dapat menunjukkan sebuah perbedaan antara
pendidikan dan pembelajaran. Bahwa secara sederhana, pendidikan merupakan
10
usaha sadar dan sengaja untuk mendewasakan peserta didik dengan mentransfer
nilai-nilai (value). Sedangkan pembelajaran merupakan usaha sadar dan sengaja
untuk mendewasakan peserta didik dengan mentransfer pengetahuan.
Secara mendasar, perbedaan antara pendidikan dan pembelajaran dapat
dilihat dari perbedaan antara kata mengajar dan mendidik. Mengajar ialah
memberikan pengetahuan atau melatih kecakapan-kecakapan (keterampilan)
kepada anak-anak. Sedangkan mendidik adalah membentuk budi pekerti dan watak
anak-anak. Jadi, dengan pengajaran, guru membentuk kecerdasan. Dan dengan
pendidikan, guru membentuk kesusilaan pada anak. Namun pada pendidikan dan
pembelajaran juga terdapat keterkaitan yaitu:
1. Sama-sama proses utama dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, baik
pembelajaranmaupun pengajaran merupakan aktivitas yang paling utama.
Karenamerupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru,
dansiswa yaitu saling bertukar informasi.
2. Menggunakan guru sebagai pelaku, transfer dan pembimbing peran yang
dimiliki oleh seorang guru dalam tahap ini adalah sebagai fasilitator dengankata
lain ialah sebagai pelaku dalam pentransferan pengetahuan sekaligussebagai
pembimbing. Untuk menjadi fasilitator yang baik.
3. Tujuannya sama-sama untuk perubahan atas sikap dan perilaku untuk
memperoleh suatu perubahan yang dilakukan secara sadar dan
untukmemperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya dan menetap
dalamtingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu dan
latihan berinteraksi dengan lingkungannya.
4. Akan dapat mencapai tujuan jika pembelajaran bermakna dengan
pengajaranyang tepat. Sebaliknya pendidikan tidak akan mencapi tujuan
jika pembelajaran tidak bermakna dengan pengajaran yang tidak tepat.
Antara pendidikan, pembelajaran dan pengajaran saling terkait. Pendidikan
akan dapat mencapai tujuan jika pembelajaran bermakna dengan pengajaran yang
tepat. Sebaliknya pendidikan tidak akan mencapi tujuan jika pembelajaran tidak
bermakna dengan pengajaran yang tidak tepat.
11
d. Aspek Sosiologis
Pendidikan seumur hidup yang dilakukan oleh orang tua merupakan solusi
untuk memecahkan masalah pendidikan. Dengan orang tua bersekolah maka
anak-anak juga bersekolah.
e. Aspek Teknologis
Semakin maju zaman semakin berkembang pula ilmu pengetahuan dan
teknologinya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut setiap
orang untuk terus belajar agar bisa bertahan hidup. Selain itu dengan teknologi
maka Pendidikan Sepanjang Hayat (Life long education) akan semakin mudah.
Begitu pula sebaliknya, dengan majunya ilmu pengetahuan 5 dan teknologi,
para pemimpin, teknisi, guru dan sarjana dari berbagai disiplin ilmu senantiasa
menyesuaikan perkembangan ilmu teknologi untuk menambah pengetahuan di
samping keterampilannya.
f. Aspek psikologis dan pedagogis
Pendidikan pada dasarnya dipandang sebagai pelayanan untuk membantu
pengembangan personal sepanjang hidup yang disebut development.
Konseptualisasi pendidikan seumur hidup merupakan alat untuk
mengembangkan individu yang akan belajar seumur hidup agar lebih bernilai
bagi masyarakat.
C. 4 Pilar Pendidikan menurut UNESCO
1. Pengertian pilar pendidikan
Dalam kamus umum, pilar adalah tiang penyangga/ penguat, dari beton dan
sebagainya, juga sekaligus dipakai untuk keindahan/ keserasian, penunjang untuk
kegiatan (Bahri, 1993).
M.J. Langelveld mengatakan bahwa : “Pendidikan adalah setiap usaha,
pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak didik yang
bertujuan pada pendewasaan anak itu”.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pilar pendidikan
UNESCO adalah tiang atau penunjang dari suatu kegiatan usaha, pengaruh,
perlindungan dan bantuan yang akan diberikan kepada anak didik yang bertujuan
pada pendewasaan anak dan direkomendasikan oleh UNESCO (Kiswati, 2012).
14
lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga,
sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Sekolah
diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada di
dalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan kehidupan
sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari kehidupan dan
kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan budayanya.
Learning to know tidak hanya sekedar memperoleh pengetahuan saja, tetapi
harus mengusai teknik cara memperoleh pengetahuan tersebut. Secara implisit
learning to know bermakna belajar sepanjang hayat. Pilar ini berpotensi untuk
mencetak generasi muda yang memiliki intelektual dan akademik yang tinggi.
(Muhardi, 2012).
b. Learning to do
Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu.
Dalam pilar ini, belajar dimaknai sebagai upaya untuk membuat peserta didik
bukan hanya mengetahui, mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi
pengetahuan, tetapi lebih kepada dapat melakukan, terampil berbuat atau
mengerjakan kegiatan tertentu (sesuatu) sehingga menghasilkan sesuatu yang
bermakna bagi kehidupan. Fokus pembelajaran dalam pilar ini lebih
memfokuskan pada ranah psikomotorik. Jenis belajar ini sebagai bentuk
aktualisasi dari materi yang didapatnya yaitu berkarya dan berbuat. Berkarya
berdasarkan potensi yang dimiliki dibarengi materi yang didapatnya. Dengan
berkarya, tidak saja membuat ma ndiri tapi juga dapat membantu orang lain
melalui karyanya tersebut.
Learning to do mengupayakan terhadap diberdayakannya peserta didik agar
mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya sehingga
mampu menyesuaikan diri dan berpartisipasi dalam masyarakat. Dengan
demikian seorang individu perlu belajar berkarya, dan belajar berkarya erat
kaitannya dengan belajar mengetahui, karena pengetahuan melandasi suatu
perbuatan. Peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkrit
yang tidak hanya terbatas pada penguasaan ketrampilan yang mekanitis melainkan
juga terampil dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola
dan mengatasi suatu konflik. Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu
16
mencetak generasi muda yang cerdas dalam bekerja dan mempunyai kemampuan
untuk berinovasi.
Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know. Learning to
do bukanlah kemampuan berbuat yang mekanis dan pertukangan tanpa pemikiran
tetapi action in thingking dan learning by doing. Dengan ini peserta didik akan
terus belajar bagaimana memperbaiki dan menumbuhkembangkan kerja, juga
bagaimana mengembangkan teori atau konsep intelektualitasnya (Ma’arif, 2005).
Belajar berbuat, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk tidak
hanya memperoleh keterampilan kerja, tetapi juga memperoleh kompetensi untuk
menghadapi pelbagai situasi serta kemampuan bekerja dalam tim, berkomunikasi,
serta menangani dan menyelesaikan masalah dan perselisihan. Termasuk didalam
pengertian ini adalah kesempatan untuk memperoleh pengalaman dalam
bersosialisasi maupun bekerja di luar kurikulum seperti magang kerja, aktivitas
pengabdian masyarakat, berorganisasi serta mengikuti pertemuan-pertemuan
ilmiah dalam konteks lokal maupun nasional, ataupun dikaitkan dengan program
belajar seperti praktek kerja lapangan, kuliah kerja nyata atau melakukan
penelitian bersama.
Learning to do yaitu proses pembelajaran dengan penekanan agar peserta
didik menghayati proses belajar dengan melakukan sesuatu yang bermakna
“Active Learning”. Peserta didik memperoleh kesempatan belajar dan berlatih
untuk dapat menguasai dan memiliki standar kompetensi dasar yang
dipersyaratkan dalam dirinya. Proses pembelajaran yang dilakukan menggali dan
menemukan informasi (information searching and exploring), mengolah dan
informasi dan mengambil keputusan (information processing and decision
making skill), serta memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving
skill).
c. Learning to be
Learning to be yaitu mengembangkan kepribadian dirinya sendiri dan
mampu berbuat dengan kemandirian yang lebih besar, perkembangan dan
tanggung jawab pribadi. Dalam hubungan ini, pendidikan harus berhubungan
dengan setiap aspek dari potensi pribadi yang berupa: mengingat, menalar, rasa
17
:150) pada tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menangkap makna
dan arti tentang hal yang dipelajari.
c. Penerapan / Application (C3)
Pada jenjang ini siswa mampu menggunakan materi yang bersifat abstrak
disalam situasi yang kongkret. Materi yang bersifat abstrak bisa berupa
gagasan,prinsip–prinsip,dan kaidah–kaidah. Menurut W.S. Winkel (1987:150),
penerapan merupakan suatu kaidah atau metode untuk menghadapi suatu kasus atau
problem yang konkret atau nyata dan baru.
d. Analisa / Analysis (C4)
Menurut Hamalik (2010:79) jenjang ini menuntut siswa untuk membuat
jenjang gagasan–gagasan dalam satu kesatuan materi secara jelas atau membuat
hubungan-hubungan antara gagasan-gagasan secara eksplisit. Analisis diartikan
sebagai pemecahan atau pemisahan konsep menjadi unsur–unsur peyusunnya,
sehingga ide itu relative menjadi lebih jelas. Menurut John W.Santrock (2007:468)
pada tingkat ini, seseorang mampu memecahkan informasi yang kompleks menjadi
bagian–bagian kecil dan mengaitkan informasi dengan informasi lain.
e. Sintesa/ Synthesis (C5)
Jenjang perilaku ini menuntut siswa untuk memadukan bagian-bagian
menjadi satu kesuluruhan atau kesatuan. Kemampuan untuk mengenali data-data
serta informasi yang didapat kemudian menghubungkannya untuk mendapat
solusi yang dibutuhkan.
f. Evaluasi/ Evaluation (C6)
Pada evaluasi terdapat pertimbangan tentang nilai materi dan metode yang
digunakan untuk maksud tertentu. Menurut Dimyanti dan Mudjiono (2009:28)
evaluasi adalah kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap suatu materi
pembelajaran, argumen yang berkenaan dengan sesuatu yang diketahui, dipahami,
dilakukan, dianalisis, dan dihasilkan.
Tiga level pertama (terbawah) merupakan Lower Order Thinking Skills,
sedangkan tiga level berikutnya Higher Order Thinking Skill. Namun demikian
pembuatan level ini bukan berarti bahwa lower level tidak penting. Justru lower
order thinking skill ini harus dilalui dulu untuk naik ke tingkat berikutnya. Skema
22
Gambar 2. Perubahan Pola Level Taksonomi Bloom Sebelum dan Sesudah Revisi.
Jika siswa tidak mengetahui prosedur yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan
permasalahan maka siswa diperbolehkan melakukan modifikasi dari prosedur baku
yang sudah ditetapkan.
Mengimplementasikan muncul apabila siswa memilih dan menggunakan
prosedur untuk hal-hal yang belum diketahui atau masih asing. Karena siswa masih
merasa asing dengan hal ini maka siswa perlu mengenali dan memahami permasalahan
terlebih dahulu kemudian baru menetapkan prosedur yang tepat untuk menyelesaikan
masalah. Mengimplementasikan berkaitan erat dengan dimensi proses kognitif yang
lain yaitu mengerti dan menciptakan.
Menerapkan merupakan proses yang kontinu, dimulai dari siswa
menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur baku/standar yang sudah
diketahui. Kegiatan ini berjalan teratur sehingga siswa benar-benar mampu
melaksanakan prosedur ini dengan mudah, kemudian berlanjut pada munculnya
permasalahan-permasalahan baru yang asing bagi siswa, sehingga siswa dituntut untuk
mengenal dengan baik permasalahan tersebut dan memilih prosedur yang tepat untuk
menyelesaikan permasalahan.
d. Menganalisis (Analyze)
Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan
memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap
bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan
permasalahan. Kemampuan menganalisis merupakan jenis kemampuan yang banyak
dituntut dari kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah. Berbagai mata pelajaran
menuntut siswa memiliki kemampuan menganalisis dengan baik. Tuntutan terhadap
siswa untuk memiliki kemampuan menganalisis sering kali cenderung lebih penting
daripada dimensi proses kognitif yang lain seperti mengevaluasi dan menciptakan.
Kegiatan pembelajaran sebagian besar mengarahkan siswa untuk mampu membedakan
fakta dan pendapat, menghasilkan kesimpulan dari suatu informasi pendukung.
Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut (attributeing)
dan mengorganisasikan (organizing). Memberi atribut akan muncul apabila siswa
menemukan permasalahan dan kemudian memerlukan kegiatan membangun ulang hal
yang menjadi permasalahan. Kegiatan mengarahkan siswa pada informasi-informasi
asal mula dan alasan suatu hal ditemukan dan diciptakan. Mengorganisasikan
menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil komunikasi atau situasi dan mencoba
mengenali bagaimana unsur-unsur ini dapat menghasilkan hubungan yang baik.
26
mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara total berpengaruh pada
kemampuan siswa untuk menciptakan. Menciptakan di sini mengarahkan siswa untuk
dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua siswa.
Perbedaan menciptakan ini dengan dimensi berpikir kognitif lainnya adalah pada
dimensi yang lain seperti mengerti, menerapkan, dan menganalisis siswa bekerja
dengan informasi yang sudah dikenal sebelumnya, sedangkan pada menciptakan siswa
bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baru.
Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (generating) dan memproduksi
(producing). Menggeneralisasikan merupakan kegiatan merepresentasikan
permasalahan dan penemuan alternatif hipotesis yang diperlukan. Menggeneralisasikan
ini berkaitan dengan berpikir divergen yang merupakan inti dari berpikir kreatif.
Memproduksi mengarah pada perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan yang
diberikan. Memproduksi berkaitan erat dengan dimensi pengetahuan yang lain yaitu
pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan
pengetahuan metakognisi. Taksonomi Anderson dan Krathwohl (2001:66-88) disajikan
pada Tabel 1.
28
“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas
orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami
pun pemimpin atas keluarganya, dan isteri juga pemimpin bagi rumah suaminya
dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan
diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya.” (Diriwayatkan oleh al-
Bukhari (no. 893, 5188, 5200), Muslim (no. 1829), Ahmad (II/5, 54, 111) dari
Ibnu ‘Umar radhi-yallaahu ‘anhuma) (Jawas, 2006).
Banyak cara yang dapat ditempuh orang tua siswa dalam perencanaan
pengembangan sekolah. Orang tua dapat datang ke sekolah tanpa/dengan undangan
sekolah yang mengundang. Sekelompok orang tua mengadakan pertemuan di luar
sekolah untuk bersama-sama membahas dan memberikan masukan untuk
peningkatan mutu sekolah, hasilnya kemudian diserahkan kepada sekolah.
Orang tua mendukung proses pendidikan di sekolah dengan cara:
1. Membimbing anak untuk terus melanjutkan apa yang sudah diberikan di
sekolah.
2. Menemukan minat-minat anak yang kemudian hasilnya dapat dikomunikasikan
dengan sekolah
3. Mengkomunikasikan masalah-masalah pendidikan sekolah anak dengan pihak
sekolah
4. Memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Djaelani, 2014)
b) Peran Serta Orang Tua dalam Pengelolaan Kelas
Keterlibatan orang tua siswa dalam pengelolaan kelas memiliki arti yang
sangat luas bukan berarti orang tua turut masuk ke kelas dan campur tangan
mengurusi tempat duduk siswa, memindah siswa yang suka mengganggu temannya
di kelas, dan sebagainya. Tetapi, pengaturan kelas dapat dilakukan berdasarkan
masukan dengan dan/atau kompromi dengan para orang tua.
Misalnya, dalam hal isi dan penataan pajangan kelas, serta pengaturan
tempat duduk dan kenyamanan kelas. Untuk mengetahui kebutuhan kelas yang
menunjang proses belajar di kelas sudah tentu Anda harus mengenali jenis peran
serta orang tua dalam pengelolaan kelas, mencatat keadaan sekarang, dan kondisi
yang dikehendaki, serta menemu-kenali hambatan-hambatan yang dihadapi.
c) Upaya-Upaya yang dilakukan Sekolah untuk Meningkatkan Peran Serta
Orang Tua
Sangat penting bagi sekolah untuk menjalankan peranan kepemimpinan
yang aktif dalam menggalakkan program-program sekolah melalui peran serta aktif
orang tua dan masyarakat. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam
mengupayakan partisipasi orang tua dan masyarakat terhadap keberhasilan program
sekolah, di antaranya:
32
hubungan antar pribadi, kerja sama, disiplin, tingkah laku yang baik, serta
pengakuan akan kewibawaan (Hasbullah, 2005)
Sementara itu, yang berkenaan dengan keluarga menyediakan situasi belajar, dapat
dilihat bahwa bayi dan anak-anak sangat bergantung kepada orang tua, baik karena
keadaan jasmaniahnya maupun kemampuan intelektual, sosial, dan moral. Bayi dan
anak belajar menerima dan meniru apa yang diajarkan oleh orang tua. Sumbangan
keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai berikut:
1) Cara orang tua melatih anak untuk menguasai cara-cara mengurusi diri, berjalan,
berdoa, sungguh-sungguh membekas dalam diri anak karena berkaitan erat
dengan perkembangan dirinya sebagai pribadi.
2) Sikap orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak. Sikap menerima
atau menolak, sikap kasih sayang atau acuh tak acuh, sikap sabar atau tergesa-
gesa, sikap melindungi atau membiarkan secara langsung mempengaruhi reaksi
emosional anak.
Sangat wajar dan logis jika tanggung jawab pendidikan terletak di tangan
kedua orang tua dan tidak bisa di pikulkan kepada orang lain karena ia adalah darah
daging nya, kecuali berbagai keterbatasan kedua orang tua ini. Maka sebagai
tanggung jawab pendidikan dapat di limpahkan kepada orang lain, yaitu melalui
sekolah.
Tanggung jawab pendidikan yang perlu di sadarkan dan dibina oleh kedua
orang tua terhadap anak antara lain:
1) Memelihara dan membesarkannya, tanggung jawab ini merupakan dorongan
alami untuk di laksanakan karena si anak memerlukan makan, minum, dan
perawatan agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.
2) Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah dan rohaniah
dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat
membahayakan dirinya.
3) Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
berguna bagi kehidupannya kelak sehingga bila ia telah dewasa mampu berdiri
sendiri dan membantu orang lain.
4) Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan
Agama sesuai dengan ketentuan Allah swt, sebagai tujuan akhir hidup muslim.
35
Komunikasi yang baik dengan orang tua sangat diperlukan. Komunikasi alami
harus diuji lebih baik dari total jumlah interaksi sekolah dan orang tua (Finn, 1998
dalam Diaz, et.al., 2006). Sebagai sebuah peran umum, kesempatan orang tua
menjadi bagian kecil dari sekolah selama siswa tumbuh dan mandiri. Interkasi
orang tua dan guru juga untuk mengatasi kesulitan siswa di sekolah, perjanjian
orang tua dengan sekolah dan guru tidak seharusnya mengindikasi penilaian
akademik yang tinggi oleh siswa karena sekolah dengan banyak persoalan meminta
orang tua untuk membantu mengatasi masalah. Asosiasi nasional orang tua dan
43
guru menjelaskan lima area fokus sekolah dalam membangun mitra dengan orang
tua dan masyarakat.
Ketika pendidik mengetahui tentang keluarga dan masyarakat yang mereka
layani, kepercayaan diri dan rasa saling percaya untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat bisa dikembangkan, dan informasi yang didapat harus digunakan untuk
memberi manfaat bagi siswa. Pendidik juga harus mengerti bahwa beberapa
keluarga atau masyarakat mungkin tidak ingin mengungkapkan semua aspek
kehidupan mereka kepada perwakilan sekolah. Aspek tertentu mungkin terungkap
pada waktunya, ketika kepercayaan yang lebih besar telah terbentuk (Diaz, et.al.,
2006).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang dibuat, kesimpulan yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan dan pembelajaran memiliki arti dan makna yang berbeda, namun
Pendidikan dan pembelajaran mempunyai kaitan yang sangat erat
2. Pendidikan sepanjang hayat adalah Pendidikan yang dilakukan seumur hidup
manusia, baik melalui Pendidikan formal, informal, maupun non formal.
3. 4 pilar Pendidikan menurut UNESCO yakni: (1) Learning to Know, (2) Learning
to do (3) Learning to be, dan (4) Learning to live together. Keempat pilar
tersebut saling memiliki keterkaitan dan saling melengkapi satu sama lain
4. Taksonomi belajar memiliki tiga aspek yaitu ranah kognitif, ranah psikomotorik,
dan ranah afektif.
5. Orangtua, keluarga, dan masyarakat memiliki peranan yang penting dalam
Pendidikan anak. Selain itu orangtua, keluarga, dan masyarakat juga mempunyai
peranan dalam pelaksanaan Pendidikan di sekolah.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, saran yang dikemukakan
penulis adalah dalam mendidik anak kita harus mendidiknya secara mandiri, karena
Pendidikan anak di dalam keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
sikap anak di masa mendatang. Dalam pelaksanaan pendidikan orangtua, keluarga,
masyarakat memiliki peranannya masing-masing dan saling mengisi.
44
DAFTAR RUJUKAN
46
Yaumi, Muhammad. 2013. Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, Jakarta:
Kencana.
Zahara Idris dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar Pendidikan 1. Jakarta: Grasindo.
47
48