Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“ Teori filsafat Aksiologi”

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
semester 1 yang diampu oleh Anindya Aryu Inayati, M. P.I

Disusun oleh:

Muhammad Niszam Maulana (1521109)

Widia Puspita Sari (1521102)

Fatih Rizqi Ramadhani (1521088)

KELAS HTN C

PRODI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini kami beri judul Pengantar
Teori Aksiologi.
Tidak jarang dari kalangan mahasiswa yg masih belum mengenal
tentang teori-teori Filsafat umum. Apa lagi bagi mahasiswa baru seperti kami.
Makalah ini dibuat dalam upaya meningkatkan wawasan pengetahuan tentang
teori-teori filsafat umum dan sistematika cabang-cabang filsfat.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Umum semester 1. Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada
ibu Anindya Aryu Inayati, M. P.I selaku dosen mata kuliah Filsafat Umum yang
telah banyak memberi arahan dan petunjuk yang jelas, sehingga mempermudah
kami menyelesaikan tugas ini. Terima kasih juga kepada teman-teman
seperjuangan yang telah mendukung selesainya makalah ini tepat waktu. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karna itu, kami
sangat terbuka pada kritik dan saran yang membangun, sehingga makalah ini bisa
lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu Filsafat Umum. Terima kasih.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

C. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II ISI ........................................................................................................... 3

A. Filsafat Umum .......................................................................................... 3

B. Pengertian Aksiologi ................................................................................. 4

C. Aliran Filsafat Aksiologi ......................................................................... 11

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 14

A. Simpulan ................................................................................................. 14

B. Saran ....................................................................................................... 14

DAFTAR ISI ..................................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia merupakan mahluk yang selalu mencari
kebenaran. Manusia kadang merasa tidak puas akan jawaban- jawaban yang sudah
ada, tetapi ia selalu mencari terus menerus dan bertanya-bertanya untuk
mengetahui jawaban. Namun ia juga harus mengujinya dengan metode-metode
tertentu untuk mengetahui kebenaran yang didapat bukanlah kebenaran yang
bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa
diukur dengan cara ilmiah.
Perkembangan pengetahuan pada zaman sekarang ini berkembang
dengan sangat pesat. Hal ini tidak menjadikan manusia berhenti untuk mencari
kebenaran, justru sebaliknya, manusia akan semakin mencari tahu akan kebenaran
yang di dasarkan pada teori-teori yang sudah ada sejak dulu atau teori-teori yang
baru ditemukan.
Maka dari pada itu setiap manusia harus berpikir secara filosofis dalam
menghadapi sebuah realitas kehidupan ini yang menjadikan ilmu filsafat harus
dipelajari. Filsafat/ filosofis berasal dari bahasa yunani kuno philosophia dari akar
kata pilo berarti cinta, dan sophiaa yang berarti kebijaksanaan atau hikmah. ini
merupakan hasil dari pemahaman manusia yang mengandung empat aspek utama
yaitu metafisika, logika, ilmu, dan ontologi.

Oleh karena itu berdasarkan paparan di atas dan sumber masalah yang
ditemukan, maka kami tertarik untuk menyusun makalah dengan judul Pengantar
Teori Aksilogi.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari filsafat ?
2. Apa pengertian dari Aksiologi ?
3. Apa saja aliran dari filsafat Aksiologi ?
4. Bagaimana sistematika filsafat Aksiologi ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari filsafat
2. Untuk mengetahui pengertian dari Aksiologi
3. Untuk mengetahui aliran-aliran dari filsafat Aksiologi
4. Untuk mengetahui tentang sistematika filsafat Aksiologi

2
BAB II

ISI
BAB II ISI
A. Filsafat Umum
1. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno “Philosophia”, dari akar pilo
yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan atau hikmah. Jadi fisafat
secara etimologi berarti love of wisdom (cinta kepada kebijaksanaan atau kearifan)
Bagi Socrates (496-399 SM) filsafat ialah kajian mengenai alam semesta ini
secara teori untuk mengenal diri sendiri. Sedangkan menurut Plato (427-347 SM)
dan Aristototeles (384-322) filsafat adalah kajian mengenai hal-hal yang bersifat
asasi dan abadi untuk mengharmonikan kepercayan mistik atau agama dengan
menggunakan akal pikiran.
2. Ruang Lingkup Filsafat
Secara umum ilmu filsafat terdiri atas tiga bagian, yaitu ontologi,
epistemologi, dan Axsiologi
a. Ontologi yaitu mempersoalkan tentang yang ada atau realitas (reality),
dalam alam semesta ini, yang meliputi alam (kosmos), manusia (antropos),
dan Tuhan (Theos), sehingga dikenal adanya filsafat alam (kosmologi),
filsafat manusia (antropologi filsafat), dan filsafat ketuhanan (Theologi).
Ontologi juga disebut Metafisika karena yang dipersoalkan itu termasuk
juga realitas non-fisik atau diluar dunia fisik (beyond the physic), seperti
hal-hal yang gaib.
b. Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang mempersoalkan tentang
kebenaran (truth) meliputi: dasar atau sumber pengetahuan, luas
1
pengetahuan, metode pengetahuan. Ada juga memasukan logika ke dalam
ruang lingkup epistemology karena logika merupakan bagian filsafat yang
membahas tentang sarana berpikir logis.

1
Darwis A. Soelaiman, Filsafai Ilmu Pengetahuan perspektif Barat dan islam (Banda
Aceh: Bandar Publishing, 2019). h. 6

3
c. Aksiologi yang merupakan tentang nilai-nilai kehidupan. Axiologi disebut
juga filsafat nilai, yang meliputi: etika, estetika, dan religi. Etika adalah
bagian filsafat aksiologi yang menilai perbuatan seorang dari segi baik
atau buruk. Estetika adalah bagian filsafat yang menilai suatu dari segi
indah atau tidak indah. Religi merupakan sumber nilai yang berasal dari
agama atau kepercayaan tertentu.

B. Pengertian Aksiologi
Jujun S. Suriasunarti dalam bukunya “Filsafat Ilmu”, mendefinisikan
aksiologi dalam dua tahap pertama, ilmu yang otonom terbebas dari segenap nilai
yang bersifat dogmatik (bebas nilai) sehingga dengan leluasa ilmu dapat
mengembangkan dirinya (fungsi internal).
Tahap kedua, ilmu juga bertujuan memanipulasi faktor-faktor yang
terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang
terjadi. Berbekal konsep mengenai kaitan antara hutan gundul dan banjir
umpamanya, ilmu mengembangkan teknologi untuk mencegah banjir.
Melihat ilmu dari tiga hal ini berarti mendekatinya dari sudut pandang
filosofis. Aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi adalah grand central tema
bahasa dalam dunia filsafat.
Diskusi tentang aksiologi menjadi amat menarik, karena melibatkan
peran dan sumbangsih ilmu kepada masyarakat secara luas berikut juga tanggung
jawab lingkungan ilmuah dalam keilmuan yang dimiliki. Dari sini aksiologi
merupakan tujuan utama dari segala sesuatu yang diperboleh. Sebab, ini
(aksiologi) menjadi pertimbangan utama bagi perkembangan lanjut sebuah ilmu
pengetahuan.
Beberapa definisi tetang aksiologi, yaitu: 1) aksiologi berasal dari
perkataan axios (Yunani) berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi, aksiologi
adalah teori tetang nilai; 2) aksiologi dalam aksiologi dalam bukunya Jujun S.
Suraisumantri disebut sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperboleh; 3) menurut Barnel, aksiologi terbagi menjadi tiga
bagian; (1) moral condut, yaitu tindakan moral, melahirkan disiplin khusus yakni

4
etika, (2) aesthetic exprenssion, yaitu expresi keindahan, melahirkan keindahan,
2
(3) sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, melahirkan filsafat sosial
politik.
Berikut akan dijelaskan mengenai aksiologi sebagai sebuah nilai dan
aksiologi sebagai etika dan aesthetic exprenssion manusia itu dinila dari manusia
lain dalam tindakanya. Ada penilaian menurut indah dan jeleknya. Ada orang
yang merdu suaranya, indah jalanya, dan indah gerak geriknya penilian yang
demikian disebut penilaian secara estetis. Penilaian indah tidak indah itu amat
dipengaruhi oleh rasa manusia yang sudah ditentukan, berdeda-beda, dan
tergantung pada banyak hal.selain itu, tindakan dinilai dari segi baik buruknya.
Tindakan yang keluar dari diri manusia dilakukan dengan sadar atau pilihan
dengan satu kesengajaan. Faktor kesengajaan ini mutlak untuk penilaian baik-
buruk yang disebut penilaian etis atau moral. Berikut dibahas etika dan estetika.
1. Etika
Istilah etika dari kata “ethos” (bahasa Yunani) yang berarti adat
kebiasaan, namun kedua kata ini mempunyai arti berbeda, etika bersifat teori
sedangkan moral bersifat praktik. Etika merupakan cabang filsafat yang
membicarakan berbuatan manusia dari sudut baik dan tidak baik yang berlaku
umum. Etika mempersoalkan bagaimana manusia bertindak, sedangkan moral
mempersoalkan semestinya tindakan manusia itu.
Secara ringkas definisi etika dan moral adalah suatu teori mengenai
tingkah laku manusia, yaitu baik dan buruk yang masih dapai dijangkau oleh
akal atau tindakan manusia yang dilakukan dengan sengaja. Moral adalah suatu
ide tentang tingkah laku manusia (baik/buruk) menurut situasi tertentu. Fungsi
etika adalah untuk mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan
manusia.
Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika harus mempunyai
syarat sebagai berikut: 1) perbuatan manusia harus disertai pengertian. Jika

2
Kristiawan Muhammad, Filsafat Pendidikan (Lampung: Valia Pustaka
Jogjakarta, 2016). h. 159

5
seseorang melakukan perbuatan jahat tetapi ia tak mengetahui bahwaperbuatan
itu melanggar hukum, maka perbuatan itu tidak mendapat sangsi etika; 2)
perbuatan manusia dilakukan dengan sengaja; 3) perbuatan manusia dilakukan
dengan bebas/ dengan kehendak sendiri. Sekurang-kurangnya etika dari sudut
pandangan alamiah, universal, sosiokultural, dan ilmiah atau kritis.
a. Etika Alamiah
Menunjukan fakta tentang sesuatu dan mengevaluasinya telah dikenal
secara luas sebagai dua hal yang berbeda yan saling berhadapan. Telah
terbukti bahwa agar seseorang dapat melakukan suatu pekerjaan yang
berikutnya (katakanlah tahap kedua) dengan baik, maka seseorang itu harus
terlebih dahulu mengerjakan pekerjaan yang mendahuluinya (katakanlah
pekerjaan tahap pertama). Jika seseorang evaluasi tidak berdasarkan
pengetahuan yang kokoh tentang fakta-fakta yang ada, maka ia akan
melakukan dengan tidak benar atau salah. Seseorang harus mengetahui
seluruh fakta yang relevan sebelum ia melakukan penilaian moral (yang
berkenan denga fakta-fakta itu). Dari sini tampak jelas bahwa membangun
serta menunjukan fakta-fakta dan membuat penilaian moral terhadap fakta-
fakta itu merupakan dua pekerjaan yang berbeda sekali (Edwas, 1972: 69).
b. Etika Obyektif
Pengertian kata atau istilah obyektif, sebagai mana istilah subyektif itu
samar dan jauh dari kejelasaan. Istilah etika obyektif untuk menunjuk setiap
kalimat etika yang dikemukakan secara bebas tidak ada muatan suatu
kepentingan appapun dari orang yang mengemukakan (Edwars, 1972: 70).
Obyektifisme-subyektifisme, kedua istilah tersebut telah dipergunakan
secara samar-samar, membingungkan, dan dalam pengertian yang jauh
berbeda dari apa yang kita pikirkan. Kita mengemukakan pengunaan yang
pas, dikarenakan menurut teori yang disebut subyektis jika dan hanya jika,
beberapa pertanyaan etik menanyakan atau menunjukan bahwa seseorang
dalam suatu kondisi tertentu hendak bersikap khusus terhadap sesuatu itu.
Sebuah teori dapat dikatakan sebagai obyektifitas jika tidak
mengikutsertakan hal ini (Brandt, 1959: 153).

6
c. Etika Universal
Dua gejala umum yang kita kenal didalam masyarakat, yaitu pertama,
bentuk-bentuk pranata sisiokultural tertentu terdapat di dalam setiap
masyarakat manusia, seperti keluarga berkewajiban mendidik dan
membesarkan anak-anak mereka. Kedua, adanya kesamaan prinsip-prinsip
dasar dari sistem nilai kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda
(Brant, 1959:286). Profesor Kluckhohn, misalnya mengemukakan bahwa
setiap budaya memiliki konsep tentang pembunuhan, membedakannya dari
hukuman mati, pembunuhan di dalam peperangan, dan berbeda dari jenis
lainnya. Pandangan tentang perzinaan dan pengaturan hubungan seksual
lainnya, dan larangan dusta dalam situasi yang tertentu, tentang gnti rugi
dan imbal balik, dan hak dan kewajiban antara anak dan orang tua, kesemua
konsep-konsep moral tersebut bersifat universal.
d. Etika Sosiakultural
Setiap komunikasi insasi, hampir dapat dipastikan merupakan
komunikasi antara budaya. Hal ini dikarenakan setiap ada dua orang
manusia atau lebih selalu memiliki perbedaan budayanya masing-masing
meski hanya dalam derajat yang sangat kecil (Deddy Mulyana dan
Jalaluddin Rakhmat, 1996:vi). Pendekatan nilai dalam komunikasi
beranggapan bahwa pola-pola komunikasi akan berbeda antara satu
penganut nilai budaya dengan lainnya, sebagaimana anggota masing-masing
entitas budaya juga berorientasi nilai-nilai dasar kultural yang berbeda.
e. Etika Ilmiah atau Etika Kritis
Kristisme etik dan etika kritisme merupakan subyek perhatian yang
sanggat penting di dalam kajian kristis terhadap setiap fenomena
komunikatif. Kritisisme etika dalam konteks ini ditujukan pada segi-segi
moral dari segala sesuatu yang terjadi dan terdapat dalam teks dan dampak
yang mungkin timbul dari teks itu. Dalam hal ini telh terjadi perdebatan seru
tentang bagaimana etika memproduksi teks dan peranan yang hendaknya

7
dimainkan oleh etika di dalam kehidupan dunia seni dan media (Berger,
1998: 195).
2. Estetika
Etika dan estetika hampir tidak berbeda. Estetika berbicara tentang indah
atau tidaknya sesuatu. Tujuannya adalah untuk menemukan ukuran yang
berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah. Dalam hal ini seperti
karya seni manusia atau mengenai alam semesta. Kedua hal (etika dan estetika)
mempunyai kesamaan, yaitu sampai sekarang belum ada ukuran baku yang
diberlakukan untuk umum. Estetika disebut juga dengan filsafat keindahaan
(philosophy of beauty) yang berasal dari kata aishetika atau aishetis (Yunani),
yang artinya hal-hal yang bisa diserap dengan indera atau serapan indera.
Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-
nilai atas sesuatu yang disebut indah atau tidak indah. Istilah estetika
dipopulerkan oleh Alexsander Gottlieb Baumgarten (1714-1762) melalui
beberapa uraian yang berkembang menjadi ilmu keindahan (Encarta
Encylopedia 2001, 1999).
Pemahaman tentang keindahan sendiri harus dibedakan dengan
pengertian estetik. Jika sebuah bentuk mencapai nilai yang betul, maka bentuk
tersebut dapat dinilai estetis. Keindahan seharusnya sudah dinilai begitu karya
seni pertama kali dibuat. Namun rumusan keindahan pertama kali yang
terdokumentasi adalah oleh Filsut Plato yang menentukan keindahan dari
proposi, keharmonisan, dan kesatuan. Sementara Ariototeles menilai keindahan
datang dari aturan-aturan, kesimetrisan dan keberadaan. Sedangkan pada
bentuk yang melebihi nilai betul, hingga mencapai nilai baik penuh arti maka
bentuk tersebut dinilai indah. Dalam pengertian tersebut, maka sesuatu yang
estetis belum tentu indah dalam arti sesungguhnya, sedangkan sesuatu yang
indah pasti estetis. Teori estetika pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Teori Estetika Formal
Banyak berhubungan dengan seni klasik dan pemikiran-pemikiran
klasik. Teori ini menyatakan bahwa keindahan luar bangunan menyangkut
persoalan bentuk dan warna. Teori ini branggapan bahwa keindahan

8
merupakan hasil formil dari ketinggian, lebar, ukuran (dimensi) dan warna.
Rasa indah merupakan emosi langsung yang diakibatkan oleh bentuk tanpa
memandang konsep-konsep lain. Teori ini menurut konsep ideal yang
absolut yang dituju oleh bentuk-bentuk indah, mengarah pada mistik.
b. Teori Estetika Eksprensionis
Teori ini menyebutkan bahwa keindahan tidak selalu terjelma dari
bentuknya tetapi dari maksud dan tujuan atau ekspresinya. Teori ini
beranggapan bahwa keindahan karya seni terutama tergantung pada apa
yang di ekspresikanya. Dalam arsiktektur keindahan dihasilkan oleh
ekspresi yang paling sempurna antara kekuatan gaya tarikdan kekuatan
bahan (material). Kini anggapan dasar utama keindahan arsitektur adalah
ekspresi fungsi atau kegunaan suatu bangunan.
c. Teori Estetika Psikologis
Menurut teori ini, kenindahan mempunyai 3 aspek:
1) Keindahan dalam arsitektur merupakan irama yang sederhana dan
mudah. Dalam arsitektur pengamat merasa dirinya mengerjakan apa
yang dilakukan bangunan dengan cara sederhana, mudah, dan luwes.
2) Keindahan merupakan akibat dari emosi yang hanya dapat
diperlihatkan dengan prosedur psikoanalistik. Karya seni mendapat
kekuatan keindahanya dari reaksi yang berbeda secara keseluruhan.
3) Keindahan merupakan akibat rasa kepuasan si pengamat sendiri
terhadap obyek yang dilihatnya.
Ketiga teori ini merupakan manifestasi untuk menerangkan keindahan
dari macam-macam sudut pandang secara metafisik, emosional, atau ilmiah
intelektual.
Teori yang kemudian muncul, seperti dikutip Maryono (1982-81),
antara lain adalah teori keindahan obyektif dan subyektif. Teori obyektif
berpendapat bahwa keindahan adalah sifat (kualitas) yang melekat pada
obyek. Teori subyektif mengemukakan bahwa keindahan hanyalah
tanggapan perasaan pengamat dan tergantung pada persepsi pengamat.

9
Aksiologi memberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa
ilmu itu dipergunakan. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan nilai
tersebut dengan kaidah-kaidah nilai. Bagaimana penentuan obyek yang
ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan nilai. Bagaimana kaitan antara teknik
prosedural yang merupakan operasional metode ilmiah dengan norma-
norma nilai. Bicara tentang nilai, berikut ada teori tentang nilai.
1) Kebebasan Nilai dan Keterikatan Nilai
Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan
sebuah polemik baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau
yang bisa kita sebut sebagai netralitas pengetahuan (value free).
Sebiknya, ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai
atau yang lebih kita kenal sebagai (value bound).
2) Jenis- jenis Nilai
Berikut adalah jenis-jenis nilaiyang dikategorikan pada
perubahanya: Baik dan Buruk, Sarana dan Tujuan, Penampakan dan
Real, Subyektif Dan Obyektif, Murni dan Campuran, Aktual dan
Potensial.
3) Hakiat Nilai
Berikut adalah beberapa contoh dari hakikat nilai dilihat dari
anggapan atau pendapatnya:
a) Nilai berasal dari kehendak (Voluntarisme)
b) Nilai berasal dari kesenangan (Hedonisme)
c) Nilai dari kepentingan
d) Nilai berasal dari hal yang lebih (Preference)
e) Nilai berasal dari kehendak rasio murni
4) Kriteria Nilai
Standar pengujian nilai dipengaruhi oleh dua aspek yaitu psikologis
dan logis.
a) Kaum hedonis menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan
yang dijabarkan oleh individu atau masyarakat

10
b) Kaum idealis mengakui sistem obyektif norma rasional sebagai
kriteria dan
c) Kaum naturialis menemukan ketahanan biologis sebagai tolak ukur
nilai
5) Status Manifisik Nilai
a) Subyektif adalah nilai semata-mata tergantung pengalaman manusia
b) Obyektivisme logis adalah nilai merupakan hakikat logis atau
subsistensi, bebas dari keeradaan yang dikenal dan
c) Obyektivisme metafisik adalah nilaimerupakan sesuatu yang ideal
bersifat integral, obyektif, dan komponen aktif dari kenyataan
metafisik (misalnya, teisme)
6) Karakteristik Nilai
a) Bersifat abstrak merupakan kualitas inbrenn pada obyek
b) Polaritas, yaitu baik/buruk, indah/jelek, benar/salah dan
c) Bersifat hirarkis nilai kesenangan, nilai viral, nilai kerohanian, nilai
kekudusan

C. Aliran Filsafat Aksiologi


1. Hedonisme
Aliran filsafat nilai yang mementingkan nilai kenikmatan. Dalam
filsafat yunani klasik aliran ini di kembangkan oleh Epicurus (341-217
SM), dan juga dinamakn aliran epicurean. Yang di kejar oleh
penganutnya ialah pleasure, yang di pandang hal itu sebagai kebaikan.
Jadi apa saja yang membawa kenikmatan adalah kebaikan, sedangkan hal
yang membawa kepada ketidak nikmatan atau kesakitan adalah
keburukan. Aliran hedonisme terpecah menjadi beberapa jenis, yaitu
egoistic hedonism yang menekankan pada kenikmatan individu,
universalistic hedonism yang menekankan pada kenikmatan universal,
dan psychological hedonism, yang menganggap bahwa perbuatan

11
seseorang adalah kareana ada dorongan psikologi untuk memperoleh
3
kenikmatan, terutama kenikmatan fisik.
2. Utilitarianime
Aliran filsafat nilai yang mementingkan kegunaan. Menurut paham ini
sesuatu yang baik atau yang benar adalah yang berguna, sebaliknya sesuatu
yang tidak baik atau yang tidak benar adalah sesuatu yang tidak berguna.
Aliran ini dikembangkan oleh filosof inggris jeremy bentham (1748-1832)
dan john stuart mill (1806-1873). Pada dasarnya aliran ini merupakan aliran
versi baru dari aliran hedoism, dimana yang dimaksud dengan kegunaan adalah
kebahagiaan. Bagi bentham prinsip kebahagiaan terbesar itu adalah kenikmatan
bagi golongan terbanyak, yaitu kebahagiaan terbesar bagi jumlah terbesar (the
greatest happines for the greatest number). Walaupun john stuart mill berusaha
mengubah sifat kuantitatif dari pada kenikmatan yang dimaksud bentham lebih
kualitatif, namun tidak mengubah prinsip dasar dari aliran ini yaitu nilai
kegunaan dalam praktek (practical consequenses).
3. Pragmatisme
Filsafat pragmatisme sangat berpengaruh di Amerika Serikat dan Inggris.
Menurut aliran ini sesuatu yang di katakan benar apabila berguna atau
bermanfaat (utility) bagi kehidupan, tentu saja maksudnya adalah kehidupan di
dunia ini. Dan prinsip kegunaan dalam aliran ini bukan hanya menekankan
pada kebahagiaan (utilitarianisme) atau pada kenikmatan (hedonism). Tetapi di
tekankan pada akibat praktisnya (pratical cvonsequences). Pragmatisme di
kenal juga dengan berbagai nama yaitu : intrstrumentalisme , fungsionalisme,
dan ekrprimentalisme. Pelopor aliran pragmatisme ialah Charles Sanders
Pierce (1819-1914). Tokoh lain yang dikenal ialah William James (1842-
1910) dan john Dewey (1859-1952).
Filsafat Pragmatisme berdasarkan empat prinsip utama:
a) Bahwa esensi kenyataan ialah perubahan (change)

3
Darwis A. Soelaiman, Filsafai Ilmu Pengetahuan perspektif Barat dan islam
(Banda Aceh: Bandar Publishing, 2019). h. 106

12
b) Bahwa manusia adalah makhluk biologis atau sosial
c) Bahwa nilai-nilai bersofat relatif

Pragmatisme tergolong filsafat materialisme, dan karena itu aliran ini


menolak filsafat spekulatif dan metafisik, termasuk agama, dan sejalan dengan
utilitarisme, pragmatisme juga mengutamakan akibat dalam praktek (practical
consequense) sebagai ukuran baik atau benar sesuatu.
Menurut pragmatisme, kenyataan atau realitas adalah hasil interaksi
antara manusia dengan lingkunganya, dan kenyataan itumerupakan
keseluruhan dari pengalaman manusia. Kaum pragmatis yakin
bahwaperubahan adalah esensi dari kenyataan, dan bahwa kita harus selalu siap
menghadapi perubahan dalam dunia ini. Karena itu pendidikan sangat penting.
Pendidikan itu menurut John Dewey dipandang sekaligus sebagai tujuan dan
alat. Sebagai tujuan, pendidikan itu tertuju kepvda pengembangan diri manusia,
dan sebagai alat, pendidikan merupakan cara mencapai kemajuan.

13
BAB III

PENUTUP

BAB III PENUTUP


A. Simpulan
1. Pengertian Aksiologi menurut Jujun S. Suriasunarti dalam bukunya “Filsafat
Ilmu”, mendefinisikan aksiologi dalam dua tahap pertama, ilmu yang otonom
terbebas dari segenap nilai yang bersifat dogmatik (bebas nilai) sehingga
dengan leluasa ilmu dapat mengembangkan dirinya (fungsi internal)
2. definisi tetang Aksiologi, yaitu: 1) aksiologi berasal dari perkataan axios
(Yunani) berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi, aksiologi adalah teori
tetang nilai; 2) aksiologi dalam aksiologi dalam bukunya Jujun S.
Suraisumantri disebut sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperboleh; 3) menurut Barnel, aksiologi terbagi menjadi
tiga bagian; (1) moral condut, yaitu tindakan moral, melahirkan disiplin
khusus yakni etika, (2) aesthetic exprenssion, yaitu expresi keindahan,
melahirkan keindahan, (3) sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik,
melahirkan filsafat sosial politik.
3. Cabang-cabang filsafat Aksiologi yaitu Hedonisme, Utilitarianime,
Pragmatisme

B. Saran

1. Untuk mahasiswa, sebaiknya sering membaca beberapa referensi buku


tentang filsafat umum untuk menambah wawasan.

2. Untuk Universitas IAIN Pekalongan sebaiknya mengadakan kuliah secara


offline dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan

14
DAFTAR ISI

Kristiawan, Muhammad. 2016. Filsafat Pendidikan. Lampung: Valia Pustaka

Jogjakarta.

Madjid, Nurcholish. 1992. Islam Doktrin dan Peradaban. Montreal: Yayasan

Wakaf Paramadina.

Palmquist, Stephen. 2002. The Tree Of Philosophy. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soelaiman, Darwis A. 2019. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Banda Aceh: Bandar

Publishing.

15

Anda mungkin juga menyukai