Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“ Cabang Cabang Ilmu Filsafat “


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
filsafat umum
Dosen Pengampu :

Dr. Rina Raehayati, M.Ag

Di susun oleh:

Samsul Bahri 12130412162


Wahyudi Saputra 12130414364

ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF
KASIM RIAU
2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah swt, yang senantiasa memberikan kenikmatan-


kenikmatan dan limpahan karunia dan hidayahnya sehingga kami dapat
menyalaesaikan pembuatan makalah ini yang berjudul “ cabang-cabang filsafat “.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda nabi besar
muhammad saw, segenap keluarga, para sahabat, serta umumnya yang konsisten
dalam mejalanakan dan mendakwahkan ajaran islam yang telah dibawanya,
karena berkat kegigihan dan perjuangan beliau lah kita semua dapat merasakan
nikmatnya islam, iman, serta indahnya ilmu pengetahuan sebagaimana yang dapat
kita rasakan saat ini.
Di daalm penulisan makalah ini kami sangat menyadari bahwa di dalam
makalah ini masih sangat banyak kekurangan baik dalam tatanan bahasa maupun
dalam penulisan kata, oleh karnea itu saya sangat mengharapkan kritk dan saran
dari pembaca agar pembuatan makalah kami berikutnya menjadi lebih baik lagi,
semoga makalah ini dapat menjadi media bagi kita semua dalam penambahan
wawasan kita semua.

Pekanbaru, 14 maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................... 1
C. TUJUAN ............................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ................................................................................................. 2
A. Cabang-cabang Filsafat .......................................................................... 2
B. Epistemologi.......................................................................................... 2
C. Ontologi ................................................................................................ 5
D. Aksiologi ............................................................................................. 10
BAB III ............................................................................................................. 12
PENUTUP ........................................................................................................ 12
A. Kesimpulan.......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Filsafat ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis karena kelahiran suatu ilmu tidak lepas dari
peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan
filsafat. Kelahiran filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa
Yunani dari pandangan mitologi yang akhirnya lenyap dan pada gilirannya
rasiolah yang dominan.

Perkembangan filsafat tidak berhenti begitu saja, hingga saat ini kita
mengenal berbagai versi dalam pembagian cabang-cabang dari filsafat itu
sendiri. Dari sekian banyak versi tersebut, tentulah ada cabang-cabang
filsafat yang banyak digunakan saat ini. Oleh karena itu, cabang-cabang
filsafat yang banyak digunakan sekarang akan dibahas dalam makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH

1.1. Pengertian dan cabang-cabang epistimologi


1.2. Pengertian dan cabang-cabang ontologi
1.3. Pengertian dan cabang-cabang aksiologi

C. TUJUAN

1.1. mengetahui pengertian dan cabang-cabang epistemologi


1.2. mengetahui penegrtian dan cabang-cabang ontologi
1.3. mengetahui pengertian dan cabang-cabang aksiologi

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cabang-cabang Filsafat
Filsafat sebagai penghubung antara inter-displiner menunjukkan
bahwa meskipun filsafat “ pecah “ menjadi berbgai disisplin ilmu,
aktifitaas filsafat tetap hidup dengan corka baru yaitu sebagai ilmu
itsmewa yang mencoba memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh
jangkauan ilmu.
Yang menjadi bagian filsafat dalam corak yang baru yaitu
perbincangan tentang cabang-cabang filsafat. Antara lain para ahli berbeda
pendapat tenatng cabang-cabang filsafat ini sebagai berikut :
Prof. Alburey Castell (An Introduction: 1959) membagi masalah-
masalah filsafat enam bagian, yaitu:
1. Theological Problem (masalah teologis)
2. Metaphisical Problem (masalah metafisika)
3. Epistemological Problem (masalah epistemologi)
4. Ethical Problem (masalah etika)
5. Polical Problem (masalah politik)
6. Historical Problem (masalah sejarah).
MJ. Langeeld mengemukakan bahwa filsafat dapat diberikan sebagi
satu kesatuan yang terdiri dari tiga hal:
1. tentang keadaan, seperti: metafisika, manusia, alam;
2. tentang pengetahuan, yaitu teori kebenaran, teori logika, teori
pengetahuan;
3. tentang nilai-nilai, yaitu teori nilai, etika, estetika dan nilai
yang berasal dari agama.
Adapun H. De os mengelompokkan filsafat sebagai berikut:
(1) metafisika;
(2) Logika;
(3) ajaran tentang ilmu pengetahuan;
(4) filsafat alam;
(5) filsafat kebudayaan:
(6) filsafat sejarah;
(7) filsafat etika;
(8) filsafat estetika;
(9) Antropologi.
Adapun pembagian yang dilakukan oleh Abu Ahmadi pada
cabang-cabang filsafat sebagai berikut:

B. Epistemologi
1. Pengertian Epistemologi
Salah satu cabang fundamental filsafat adalah epistemologi.
Secara spesifik, epistemologi berhubungan dengan karakter,

2
sumber, batasan, dan validitas pengetahuan. Tidak hanya itu,
semua konsep-konsep tentang kehidupan manusia, teori-teori
tentang alam semesta, bahkan penegasan tentang kejadian sehari-
hari, membutuhkan semacam pembenaran rasional (justification).
Dengan demikian, pertanyaan- pertanyaan epistemologis
mendasari seluruh penjelajahan filosofis lainnya (philosophical
inquiries).1

Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme


pengetahuan dan logos sama dengan perkataan, pikiran, ilmu. Kata
"episteme" dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai,
artinya mendudukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka,
secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya
intelektual untuk "menempatkan sesuatu dalam kedudukan
setepatnya". Selain kata "episteme", untuk kata "pengetahuan"
dalam bahasa Yunani juga dipakai kata "gnosis", maka istilah
"epistemologi" dalam sejarah pernah juga disebut gnoseologi.
Sebagai kajian filosofis yang membuat telaah kritis dan analitis
tentang dasar-dasar teoretis pengetahuan, epistemologi kadang juga
disebut teori pengetahuan (theory of knowledge; erkentnistheorie).
Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud
mengkaji dan mencoba menemukann ciri-ciri umum dan hakiki
dari pengetahuan manusia. Epistemologi juga bermaksud secara
kritis mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis
yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba
memberi pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran
dan objektivitasnya.
Epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga
merupakan suatu upaya rasional untuk menimbang dan
menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya
dengan diri, lingkungan sosial, dan alam sekitarnya. Maka,
epistemologi adalah suatu displin ilmu yang bersifat evaluatif,
normatif, dan kritis. Evaluatif berarti bersifat menilai, ia menilai
apakah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori
pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau
memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar.
Normatif berarti menentukan norma atau tolok ukur, dalam hal ini
tolok ukur kenalaran bagi kebenaran pengetahuan
2. Cabang epistemologi
a. Empirisme
Empirisme merupakan suatu doktrin filsafat yang menekankan
peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan

1
"Manuel Velasquez, Philosophy A Text With Reading (New York: Wadsworth
Publishing Company, 1999), hlm. 345.

3
mengecilkan peranan akal." Seorang penganut empirisme biasanya
berpendirian bahwa kita dapat memperoleh pengetahuan melalui
pengalaman.

Dengan demikikan, dapat dibedakan dua macam unsur: "yang


mengetahui" dan "yang-diketahui". Orang yang mengetahui
merupakan subjek yang memperoleh pengetahuan dan dikenal
dengan suatu perkataan yang menunjukkan seseorang atau suatu
kemampuan Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan indra,
kata seorang penganut empirisme. John Locke, bapak empirisme
Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan,
akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa),
dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman
indrawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh
dengan jalan menggunakan serta membandingkan ide-ide yang
diperoleh dari pengindraan dan refleksi yang pertama-tama dan
tersebut.
b. Rasionalisme
Rasionalisme adalah pandangan bahwa kita mengetahui apa
yang kita pikirkan dan bahwa akal mempunyai kemampuan untuk
mengungkapkan kebenaran dengan diri sendiri, atau bahwa
pengetahuan itu diperoleh dengan membandingkan ide dengan ide.

Pengetahuan yang paling tinggi terdiri atas pertimbangan-


pertimbangan yang benar yang bersifat konsisten satu dengan yang
lainnya. Rasa (sensation) dan pengalaman yang kita peroleh dari
indra penglihatan, pandangan, suara, rasa, dan bau, hanya
merupakan bahan baku untuk pengetahuan. Rasa tadi harus disusun
oleh akal sehingga menjadi sistem, sebelum menjadi pengetahuan.
Bagi seorang rasionalis, pengetahuan hanya terdapat dalam konsep,
prinsip dan hukum, dan tidak hanya rasa dalam fisik.
c. Kritisisme
Kritisme digulirkan oleh filsuf besar asal Jerman abad ke-18,
Immanuel Kant. Dalam perspektif kritisisme, pengetahuan kita
tentang semua realitas eksternal hanyalah penampakannya saja
yakni hanya pandangan kita mengenainya. Kita hanya mengetahui
pengalaman kita tentang dunia luar, bukan dunia luar itu secara
hakiki. Sebab bagi kritisisme, dalam diri setiap manusia sudah ada
kondisi-kondiri tertentu dalam pikiran yang mengatur cara kerja
pikiran dan memengaruhi cara mereka dalam memandang dunia.

4
Berpijak pada argumentasi di atas, bagi kritisisme ada kerja
sama (korelasi) antarrealitas empiris dan proses penalaran dalam
mengonstruksi pengetahuan.2

d. Intuisionisme
Intuisionisme merupakan paham yang menekankan tidak
taranya pengetahuan atau bukti-bukti dari karakter ide-ide tertentu.
Dalam metode untuk memperoleh pengetahuan, intuisionisme
mengajarkan bahwa tidak ada pemisahan antara knower (yang
mengetahui) dengan yang diketahui." Secara tidak langsung,
sebenarnya intuisionisme merupakan kelanjutan atau metode yang
bisa melengkapi kekurangan metode kritisisme dalam mencandra
realitas. Kritisisme mengatakan bahwa dalam menyibak realitas.3
Intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolik, yang
pada dasarnya bersifat analitis, dan memberikan kepada kita
keseluruhan yang bersahaja, yang mutlak tanpa sesuatu ungkapan,
terjemahan atau penggambaran secara simbolik. Maka menurut
Bergson, intuisi ialah suatu sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Analisis, atau pengetahuan yang diperoleh
dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil
pengenalan secara langsung dari penglihatan intuitif. 4
d. Metode Ilmiah
Metode ilmiah lazimnya digunakan dalam bidang pengetahuan
alam atau sains." Metode ilmiah berupaya menggabungkan antara
pengalaman empiris (observasi) dan akal dalam memperoleh
pengetahuan atau menyelesaikan persoalan-persoalan yang tengah
dihadapi oleh ilmuwan (saintis). Secara sederhana, sains
merupakan pengetahuan yang rasional dan didukung dengan bukti
empiris.

C. Ontologi
1. Pengertian Ontologi
Secara etimologi ontologi berasal dari bahasa yunani, yang
memiliki dua kata yaitu onto yan berarti ada atau keberadaan
seadangkan logos yang berarti studi atau ilmu. Jadi secara sederhana,
onotologi berarti ilmu atau studi tentang ada atau keberadaan.
Sedangkan dalam kamus oxford ontologi ( ontology ) merupakan
sebuah cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan inti keberadaan.

2
S.E. Frost, Basic Teaching, hlm. 40-41.
3
"Milton D. Hunnex, Peta Filsafat, hlm. 27
4
. "Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat., hlm. 141.

5
Sementara itu, secara terminologis dalam kajian filsafat, terdapat
sejumlah pengertian umum tentang ontologi, yakni pertama , studi
tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri yang
berada di dalam studi tentang hal-hal yang khusus. Kedua, cabang
filsafat yang menggeluti dan sturuktur realitas dalam arti seluas
mungkin, yang menggunakan kategori-kategori seperti ada/menjadi,
actualitas/potensialitas, nyata/tampak perubahan, waktu,
eksistensi/noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang ada sebagai yang
ada, ketergantungan pada diri sendiri, hal yang mencukupi diri sendiri,
dan hal-hal yang terakhir, serta dasar.
Kedua, cabang filsafat yang menggeluti tata dan struktur realitas
dalam arti yang seluas mungkin, yang menggunakan kategori-kategori
seperti berikut : ada/menjadi, aktualitas/potensial, nata/tampak,
perubahan, waktu, eksisteni/noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang
adad sebagai yang ada, ketergantungan kepada diri sendiri, hal yang
mencukupi diri sendiri, hal-hal yang terakhir, dasar.
Ketiga, cabang filsafat yang mencoba : a) melukiskan hakikat Ada
yang terakhir (Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi Sempurna), b)
menunjukkan bahwa segala hal tergantung padanya bagi
eksistensinya,c) menghubungkan pikiran dan tindakan manusia yang
bersifat individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu.5
Jadi sebenarnya, ontologi merupakan sebuah studi yang mempelajari
hakikat keberadaan sesuatu, dari yang berbentuk konkret sampai yang
berbentuk abstrak, tentang sesuatu yang tampak sampai sesuatu yang
tidak tampak, mengenai eksistensi dunia nyata maupun eksistensi
dunia dan kasat mata, eksistensi gaib. Ini salah satu makna ontologi
yang ditekankan oleh Sidi Gazalba. 6

2. Aliran-aliran Ontologi
Beberapa aliran ontologi terkenal yang berupaya menjelaskan
hakikat realitas antara lain: monisme, dualisme, pluralisme,
materialisme, idealisme, nihilisme, dan agnotisisme: Itulah aliran-
aliran yang umumnya diuraikan ketika membahas tentang ontologi.
Namun, karena ontologi juga berbicara tentang realitas supranatural,
maka tulisan ini akan menghadirkan pula aliran mistisisme dalam
menjelaskan realitas supranatural tersebut.
a. Monisme
Istilah monisme berasal dari bahasa Yunani monos yang
berarti tunggal atau sendiri. Dari istilah tersebut, terdapat
beberapa pengertian tentang monisme: 1) Teori yang
menyatakan bahwa segala hal dalam alam semesta dapat

5
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 746
6
Joanna Tunrbull (eds.), Oxford Advanced Learner's Dictionary (New York: Oxford
University Press, 2010), hlm. 1027

6
dijabarkan pada (atau dijelaskan dalam kerangka) kegiatan satu
unsur dasariah. Misalnya, Allah, materi, pikiran, energi,
bentuk; 2) Teori yang menyatakan bahwa segala hal berasal
dari satu sumber terakhir tunggal; 3) Keyakinan bahwa realitas
adalah satu, dan segala sesuatu lainnya adalah ilusi. Berbeda
dengan Dualisme dan Pluralisme; dan 4) Ajaran yang
mempertahankan bahwa dasar pokok seluruh eksistensi adalah
satu sumber.5-Jadi monisme berpandangan bahwa realitas
secara mendasar adalah satu dari segi proses, struktur,
substansi, atau landasannya. 7
b. dualisme
Istilah dualisme berasal dari bahasa latin, dualis yang
berarti sua. Jika monisme brpendapat bahwa hanya ada satu
substansi yang tidak tersentuh perubahan dan bersifat abadi,
maka dualisme justru berpandangan bahwa ada dua substansi
dalam kehidupan ini. 8
Pertama, dualisme pada umumnya, berbeda dengan
monisme, mempertahankan perbedaan-perbedaan mendasar
yang ada dalam realitas antara eksistensi yang kontingen dan
eksistensi yang absolut (dunia dan Allah), antara yang
mengetahui dan yang ada dalam bidang kontingen, antara
materi dan roh (atau antara materi dan kehidupan yang terikat
pada materi), antara substansi dan aksiden, dan sebagainya. 9
Kedua, dualisme merupakan pandangan filosofis yang
menegaskan bahwa eksistensi dari dua bidang dunia yang
teroisah, tidak dapat direduksi unik, contoh adikodrati/kodrati,
allah/alam semesta, roh/materi, jiwa/raga, dunia nyata/dunia
yang tidak nyata, dunia indrawi,/realitas kemungkinan, dunia
noumenal/dunia fenomenal. Kekeutan kebaikan/kekuatan
kejahatan, alam semesta dapat dijelaskan dengan kedua bidang
bidang (dunia) itu."
c. Pluralisme
Pluralisme adalah berakar pada kata dalam bahasa Latin
pluralis yang berarti jamak atau plural. Aliran pluralisme secara
umum dicirikan oleh keyakinan-keyakinan berikut: Pertama,
realitas fundamental bersifat jamak; berbeda dengan dualisme
(yang menyatakan bahwa realitas fundamental ada dua) dan
monisme (yang menyatakan bahwa realitas fundamental hanya
satu).Kedua, ada banyak tingkatan hal-hal dalam alam semesta
yang terpisah,yang tidak dapat direduksi, dan pada dirinya
independen.Ketiga, alam semesta pada dasarnya tidak
tertentukan dalam bentuk; tidak memiliki kesatuan atau

7
Lorens Bagus, Kamus, op.cit., him. 746-474.
8
Bertrand Russell, History of Western Philosophy (London: Unwin University Books.
1955), hlm. 66
9
"Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat II (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), him. 6.

7
kontinuitas harmonis yang mendasar, tidak ada tatanan koheren
dan rasional fundamental.". 10
d. Materialisme
Materialisme memiliki sejumlah pengertian berikut:
Pertama, pada satu kutub ekstrem, materialisme
merupakan keyakinan bahwa tidak ada sesuatu selain materi
yang sedang bergerak. Pikiran (roh, kesadaran, jiwa) tidak lain
adalah materi yang sedang bergerak. Pada kutub ekstrem
lainnya, materialisme merupakan keyakinan bahwa pikiran
sungguh-sungguh ada, tetapi disebabkan oleh perubahan-
perubahan materiil dan sama sekali tergantung pada materi.
Pikiran tidak memiliki kedayagunaan kausal, juga tidak mutlak
perlu untuk berfungsinya alam semesta material.
Kedua, materi dan alam semesta sama sekali tidak
memiliki karakteristik-karakteristik pikiran seperti: maksud,
kesadaran, intensi, tujuan-tujuan, arti, arah, inteligensi,
kehendak, dorongan.
Ketiga, setiap perubahan (peristiwa, aktivitas) mempunyai
sebab material, dan penjelasan materiil tentang gejala-gejala
merupakan satu- satunya penjelasan yang tepat. Segala sesuatu
dalam alam semesta dapat dijelaskan dalam kerangka kondisi-
kondisi materiil (fisik).
Keempat, bentuk material dari barang-barang dapat diubah,
dan materi itu sendiri mungkin ada dalam dimensi yang
beragam dan rumit, tetapi materi tidak dapat diciptakan atau
dibinasakan.11
Mengenai masalah hakikat materi, seorang materialis
sebagai filsuf tidak dapat menambah bahan keterangan apa pun
terhadap penjelasan yang diberikan oleh ilmuwan (positif).
Meskipun seorang ilmuwan kadang- kadang menggunakan
istilah "material" dalam arti yang terbatas, kaum materialis
berpendirian bahwa para filsuf tidak dapat menambah, dalam
arti memperbaiki pengertian mengenai materi yang bersifat
deskriptif yang diberikan oleh ilmuwan (positif) yang sedang
bekerja pada masa hidupnya.
e. Idealisme
Istilah idealisme berasal dari kata "idea" yaitu sesuatu yang
hadir dalam jiwa. Secara sederhana, idealisme hendak
menyatakan bahwa realitas terdiri atas ide-ide, pikiran-pikiran,
akal (mind) atau jiwa (selves) dan bukan benda material dan
kekuatan. Idealisme menekankan mind sebagai hal yang lebih
dahulu daripada materi. Jika materialisme mengatakan bahwa
materi riil dan akal (mind) adalah fenomena yang
10
S. E. Frost, Basic Teaching of The Great Philosophers (New York: Anchor Books,
1989), hlm. 31-32. "Lorens Bagus, Kamus, hlm. 853
11
"Jostein Gaarder, Dunia Sophie, hlm. 61.

8
menyertainya, maka idealisme mengatakan bahwa akal itulah
yang riil dan materi adalah produk sampingan. Dengan begitu
maka idealisme mengandung pengingkaran bahwa dunia ini
pada dasarnya adalah sebuah mesin besar dan harus ditafsirkan
sebagai materi, mekanisme atau kekuatan saja.
Idealisme adalah suatu pandangan dunia atau metafisik
yang mengatakan bahwa raealitas dasar terdiri atas, atau sangat
erat hubungan dengan ide, pikiran atau jiwa.12
f. Nihilisme
Istilah nihilisme berasal dari bahasa Latin yang secara
harfiah berarti tidak ada atau ketiadaan. 13 Pengertian nihilisme
dapat dirinci dalam beberapa poin berikut ini:
1.Penyangkalan mutlak. Dalam konteks ini nihilisme berarti
titik pandang yang menolak ideal positif mana pun.
2.Dalam epistemologi, penyangkalan terhadap setiap dasar
kebenaran yang objektif dan real.
3.Teori bahwa tidak ada yang dapat diketahui. Semua
pengetahuan adalah ilusi, tidak bermanfaat, tidak berarti,
relatif (nisbi) dan tidak bermakna.
4.Tidak ada pengetahuan yang mungkin.
5.Keadaan psikologis dan filosofis di mana tidak ada nilai
etis, religius, politis, sosial.
6.Penyangkalan skeptis terhadap semua yang dianggap
sebagai real/tidak real, pengetahuan/kekeliruan, ada/tiada,
ilusi/nonilusi. 14
g. Agnotisisme
Istilah agnotisisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri
dari dua kata yaitu a yang berarti 'bukan', 'tidak', dan gnostikos
yang berarti 'orang yang mengetahui atau mempunyai
pengetahuan tentang'. Secara global, terdapat beberapa
pengertian mengenai agnotisisme, yaitu:
1. keyakinan bahwa kita tiadak dapat memiliki pengetahuan
tentang tuhan atau keyakinan bahwa mustahil untuk
membuktikan ada atau tidak adanya tuhan.
2. Kadang-kadang digunakan untuk menunjuk pada
penangguhan putusan tentang beberapa jenis pengetahuan.
Misalnya pengetahuan tentang jiwa, kebakaan, roh-roh,
neraka, kehidupan di luar bumi.
3. Keyakinan atau ketidakmampuan untuk memahami atau
memperoleh pengertian, terutama pengertian Tuhan dan
tentang asas-asas pokok agama dan filsafat.

12
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), hlm. 212-21
13
. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: Rosda Karya, 2004), hlm. 127.
14
A Mangunhardjana, Isme-isme Dalam Etika dari A-Z (Yogyakarta: Kanisius, 1997).
hlm. 162-163.

9
4. Ajaran yang secara keseluruhan atau sebagian
menyangkal kemungkinan untuk mengetahui Alam
Semesta ) Keyakinan bahwa kita tidak dapat memiliki
pengetahuan tentang Tuhan. Atau keyakinan bahwa
mustahil untuk membuktikan ada atau tidak adanya Tuhan.
h. eksistensi tuhan ( mistisme)
Salah satu realitas fundamental yang diperbincangkan
dalam wacana mistisisme adalah eksistensi Tuhan sebagai
realitas tertinggi yang menjadi sumber bagi eksistensi segala
sesuatu.15

D. Aksiologi
1. Penegrtian Aksiologi
Secara etimologi aksiologi berasal dari bahasa yunani yaitu
yang terdiri dari dua kata yakni axios berarti pantas sedangkan
logos berarti ilmu atau studi. Secara terminologi aksiologi adalah
sebagai berikut :
a. Aksiologi merupakan studi yang menyangkut teori umum
tentang nilai atau studi yang menyanngkut segala yang bernilai.
b. Aksioloi merupakan studi anlisis nilai-nilai.
2. Cabang-cabang aksiologi
a. Hierarki nilai
Untuk mengetahui hierarki nilai-nilai scheler membagi
menjadi 5 kriteria dua diantaranya yaitu :
1. Makin lama sebuah nilai bertahan maka semakin tinggi
kedudukannya.
2. Nilia itu makin tinggi makin ia tidak dapat, ia tidak perlu
dibagi/disampaikan kepada orang lain.
b. Etika
Secara etimolog etika berasal dari bahasa yunani dari kata
ethos yang berarti adat, kebiasaan, dan praktik. Sedangkan
menurut terminologi etika adalah teori tentang laku kehiduan
manusia. Para ahli membagi etika menjadi dua yakni :
1. Etika deskriptif
Etika deskriptif adalah etika yang menjelaskan tentang
kesadaran dan pengalaman moral secara deskriptif. Oleh
karena itu etika deskriptif digolongkan ke dalam bidang
ilmu pengetahuan empiris dan berhubungan erat dengan
sosiologi.
2. Etika normatif
Etika normatif berarti sistem-sistem yang dimaksudkan
untuk memberikan pentunjuk atau penuntun untuk

15
Imam Al-Qusyairy, al-Risalah al-Qusyairiyah, (Beirut: Darul Khoir, tt.)

10
mengmabil keputusan yang menyangkut baik dan buruk,
benar dan salah.

c. Metaetika
Metaetika adalah studi tentang disiplin etika. Yang secara
khusus menyelidiki dan menetapkan arti serta makna istilah-
istilah normatif yang diungkapkan lewat uangkpan-ungkapan
etis yang membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan. 16

16
Zaprulkhan, filsafat ilmu ( depok; raja wali perss, 2019 ) h.93

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan


suatu upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif
pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, lingkungan sosial,
dan alam sekitarnya. Dimana memiliki ebebrapa cabang yaitu monoisme,
dualisme, pluralisme,materialisme, idealisme, nihilisme, agnotisme, dan
mistisme.
studi tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri
yang berada di dalam studi tentang hal-hal yang khusus. Dimana meiliki
beberapa cabang diantaranya yakni logika, empirisme, kritisme,
intuisionisme, dan metode ilmiah.
Aksiologi merupakan studi yang menyangkut teori umum tentang nilai
atau studi yang menyanngkut segala yang bernilai. Sedangkan aksiologi
terbagi menjadi beberapa cabang yaitu hearki nilai, etika, dan metaetika.

12
DAFTAR PUSTAKA

A Mangunhardjana, Isme-isme Dalam Etika dari A-Z (Yogyakarta: Kanisius,


1997). hlm. 162-163.
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: Rosda Karya, 2004), hlm. 127.
Bertrand Russell, History of Western Philosophy (London: Unwin University
Books. 1955), hlm. 66
Imam Al-Qusyairy, al-Risalah al-Qusyairiyah, (Beirut: Darul Khoir, tt.)

Jostein Gaarder, Dunia Sophie, hlm. 61.

Lorens Bagus, Kamushim. H.746-474.

Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), hlm.


212-21
Rehayati, rina, filsafat sebagai induk penegtahuan ( Pekanbaru ; asa riau pers,
2017 ) h. 63
S. E. Frost, Basic Teaching of The Great Philosophers (New York: Anchor
Books, 1989), hlm. 31-32. "Lorens Bagus, Kamus, hlm. 853
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat II (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), him. 6.
Zaprulkhan, filsafat ilmu ( depok; raja wali perss, 2019 ) h.93

13

Anda mungkin juga menyukai