Kelompok 9
Kami berharap agar makalah yang kami susun ini bermanfaat bagi kita semua
baik dari rekan – rekan mahasiswa. Kami sangat menerima kritik, saran, dan masukan
yang bersifat membangun untuk diri kami.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 7
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epistemologi ilmu pengetahuan tidak lepas dari tiga hal yaitu mendasarkan
pada akal (rasionalis) data konkrit (empiris) dan mengkompromikan akal dan
pengalaman (modernis), bahwa pengetahuan merupakan produk bahkan konstruk akal
pikiran manusia dan bukan hanya hasil dari penampakan (disclosure) dari wujud yang
telah ada sebelumnya, karena ilmu pengetahuan terkait dengan fenomena ang harus
ditangkap melalui pengalaman dan kecerdasan akal.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1
BAB II PEMBAHASAN
1
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembanganya di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 24.
2
Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 160.
3
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013), 23.
4
Baddrut Tamam, Pesantren Nalar dan Tradisi, Geliat Santri Menghadapi ISIS, Terorisme, dan
Transnasionalisme Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 87.
2
adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif dan kritis. Evaluatif bearti
bersifat menilai ia menilai apakah suatu keyakinan, sikap ,dan penyataan pendapat,
teori pengetahuan dapat dibenarkan dijamin kebenaranya, atau memeiliki dasar yang
dapat dipertanggungjawabkan secara nalar.
B. Pengertian Bayani
Bayani adalah sebuah metode berfikir yang berdasarakan pada teks kitab suci
(Al-quran). Pendekatan bayani melahirkan sejumlah produk hukum islam (fiqih islam)
dan bagaimana cara menghasilkan hukum dimaksud (ushul fiqih) dengan berbagai
variasinya. selain itu juga melahirkan sejumlah karya tafsir Al-quran.6
Menurut Abid Al- jabiri, nalar bayani terdapat dalam kajian ilmu kebahasaan,
nahwu, fiqih (yurisprudensi islam), teologi (ilmu kalam) dan ilmu balaghah. nalar
bayai bekerja menggunakan mekanisme yang sama berangkat dari dikotomi antara
lafadz/al-makna, al-ash/al-far‟ dan al-jauhar/al-ardl. Dikalangan ahli bahasa (al-
5
Ahmad Hasan Ridwan, Dasar-Dasar Epistemologi Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), 23
6
Ibid, hal 21
3
lughawiyyun) misalnya, mereka dalam melacak kosa kata (bahasa Arab) dan
mengumpulkannya kedalam sebuah kamus, pertama-tama menghimpun kosa kata
Arab dan memilah-milahnya antara makna kosa kata yang dipakai (al-musta‟mal) dan
makna kosa kata yang tidak dipakai (al-muhmal).Ini berarti bahwa kalangan
lughawiyun telah menjadikan lafadz (kata) sebagai hipotesa teoritis untuk menilai
kemungkinan dipakai tidaknya sebuah kosa kata. Kosa kata yang maknanya masih
dipakai dijadikan sebagai „patokan‟ atau asal (al-asl). Jika ditemukan kosa kata yang
maknanya tidak dipakai maka harus dikembalikan kepada bahasa masyarakat Arab
melalui apa yang dikenal dengan sima‟iy. Setidaknya, cara seperti inilah yang pernah
dilakukan oleh seorang ahli bahasa Arab semisal Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi7
Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks
(nash), secara langsung atau tidak langsung, dan dijustifikasi oleh akal kebahasaan
yang digali lewat inferensi (istidlal). Secara langsung maksudnya memahami teks
sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikannya tanpa perlu pemikiran;
secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga
perlu tafsir dan penalaran. Walaupun demikian, hal ini tidak berarti akal atau rasio
bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi harus tetap bersandar pada
teks.8
C. Pengertian Irfani
Irfani adalah salah satu model penalaran yang dikenal dalam tradisi keilmuan
Islam, di samping bayani dan burhani. Epistemologi ini dikembangkan dan digunakan
dalam masyarakat sufi, berbeda dengan epistemologi burhani yang dikembangkan
7
Abed al-Jabiri, Bunyah al-Aql al-Arabi, (Beirut: Markaz Dirasat al-Wihdah al-Arabiah), hlm. 18
8
Khudori Soleh, Filsafat Islam: dari Klasik hingga Kontemporer (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014),
237.
4
oleh para filsuf dan epistemologi bayani yang dikembangkan dan digunakan dalam
keilmuan-keilmuan Islam pada umumnya.
Istilah „irfan berasal dari kata dasar bahasa Arab „arafa, semakna dengan
makrifat, yang berarti pengetahuan, tetapi berbeda dengan ilmu („ilm). „irfan atau
makrifat berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan (kasyf)
lewat olah rohani (riyadhah) yang dilakukan atas dasar hub (cinta) atau iradah
(kemauan yang kuat).
Pengeahuan „irfan tidak didasarkan atas objek eksternal atau runtutan logis,
tetapi dari diri sendiri, tepatnya dari realitas kesadaran diri yang dalam bahasa tasawuf
disebut kasyf. Oleh karena itu ia tidak bisa diuji berdasarkan validitas korespondensi
maupun koherensi. Lebih jauh, objeknya tidak lain hanya bersifat immaterial dan
esensial, tetapi sekaligus juga bersifat swaobjektif (self-object-knowledge).
Pola sistem berpikir seperti itu di kalangan irfaniyun, menurut al-Jabiri dapat
dirujuk misalnya saja pada Abu Hamid al-Ghazali, ia menegaskan bahwa makna yang
dimiliki oleh qur‟an adalah batinnya, bukan dzahirnya: agar hakekat dapat disingkap,
maka makna harus dijadikan asal sementara lafadz mengikutinya. Demikian halnya
al-Muhasibi, sebagaimana telah dikutip oleh al-Jabiri, pernah mengatakan bahwa
“setiap ayat qur‟an ada yang dzahir dan batin. Adapun yang dzahir adalah bacaannya
(tilawah), sedangkan yang batin adalah ta‟wilnya”
D. Pengertian Burhani
Berbeda dengan epistemologi bayani yang mendasarkan diri pada teks dan
„irfani yang mendasarkan pada intuisi atau pengalaman spiritual, burhani
menyandarkan diri pada kekuatan rasio atau akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil
5
logika. Prinsip-prinsip logis inilah yang menjadi acuan sehingga dalil-dalil agama
sekalipun hanya dapat diterima sepanjang sesuai dengan prinsip ini.
Burhani adalah kerangka berfikir yang tidak didasarakan atas teks suci
maupun pengalaman spritual melainkan berdasarkan keruntutan logika. kebenaran
dalam spekulatif metodologi ini persis seperti yang diperagakan oleh metode
keilmuan yunani yang landasanya murni pada cara kerja empirik. kebenaran harus
dibuktikan secara empirik dan diakui menurut penalaran logis. pendekatan burhani
mampu menyusun cara kerja keilmuan dan mampu melahirkan sejumlah teori dan
praktis ilmu seperti : ilmu-lmu biologi,fisika, astronomi, geologi dan bahkan ilmu
ekonomi, pertanian dan pertambangan.
Nalar burhani masuk pertama kali kedalam peradaban Arab-Islam dibawa oleh
al-Kindi melalui sebuah tulisannya, yaitu al-Falsafah al-Ula. Sebuah tulisan tentang
filsafat yang „disadur‟dari filsafatnya Aristoteles. Al-Kindi menghadiahkan tulisan ini
kepadakhalifah al-Makmun (218 H – 227 H). Di dalam al-falsafah al-Ula, al-Kindi
menegaskan bahwa filsafat merupakan ilmu pengetahuan manusia yang menempati
posisi paling tinggi dan paling agung, karena dengannya hakekat segala sesuatu dapat
diketahui. Melalui tulisan itu pula, al-Kindi menepis keraguan orang-orang yang
selama ini menepis dan menolak keberadaan filsafat: filsafat adalah jalan untuk
mengetahui kebenaran.
6
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Terdapat tiga tipikal epistemologi dalam tradisi Islam, yaitu: bayani, „irfani,
dan burhani. Ketiganya terkadang disebut trilogi epistemologi Islam, yang kemu-dian
melahirkan berbagai hasil pemikiran dari para cedekiawan Muslim. Pe-mikiran
pendidikan Islam memiliki ciri islami, yang dengan cara khas, ia membedakan dirinya
dengan model pemikiran pendidikan lainnya. Metode yang dipakai dengan cara:
deduksi, induksi konsultasi, sehingga ditemukan teori yang kemudian didaftarkan ke
dalam khazanah ilmu pendidikan Islam. Epistemologi ilmu pengetahuan tidak lepas
dari tiga hal yaitu mendasarkan pada akal (rasionalis), data kongkrit (empiris), dan
mengkompromikan akal dan pengalaman (modernis), bahwa pengetahuan merupakan
produk bahkan konstruk akal pikiran manusia dan bukan hanya hasil dari penampakan
(disclosure) dari wujud yang telah ada sebelumnya, karena ilmu pengetahuan terkait
dengan fenomena yang harus ditangkap melalui pengalaman dan kecerdesan akal.
Bayani adalah sebuah metode berfikir yang berdasarakan pada teks kitab suci (Al-
quran). pendekatan bayani melahirkan sejumlah produk hukum islam (fiqih islam) dan
bagaimana cara menghasilkan hukum dimaksud (ushul fiqih) dengan berbagai
variasinya. selain itu juga melahirkan sejumlah karya tafsir Al-quran. Irfani adalah
model penalaran yang berdasarakan atas pendekatan dan pengalaman spiritual
langsung atas realitas yang tampak. bidik irfani adalah esoterir atau bagian batin, oleh
karena itu, rasio yang digunakan hanya untuk menjelaskan pengalaman spritual.
metodologi dan pendekatan irfani mampu menyusun dan mengembangkan ilmu
kesufian. Burhani adalah kerangka berfikir yang tidak didasarakan atas teks suci
maupun pengalaman spritual melainkan berdasarkan keruntutan logika. kebenaran
dalam spekulatif metodologi ini persis seperti yang diperagakan oleh metode keilmuan
yunani yang landasanya murni pada cara kerja empirik. kebenaran harus dibuktikan
secara empirik dan diakui menurut penalaran logis.
7
DAFTAR ISI