Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TRILOGI DIMENSI EPISTEMOLOGI KEILMUAN ISLAM (BAYANI,


BURHANI DAN IRFANI)

Dosen pengampu : Muhammad Rasyid, SH, MHI.

Mata kuliah : Filsafat Ilmu

Kelompok 9

Fikri Ahwadjie (200102010174)

Muhammad Ramadhani Abdan (200102010127)

Muhammad Afif Anshari (200102010179)

Nur Khapipah (200102010167)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin Segala puji syukur kita panjatkan atas kehadirat


Allah SWT, karena dengan rahmat, dan hidayah-Nya lah makalah ini dapat di
selesaikan. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan pengikutnya yang selalu
menjalankan sunnahnya hingga akhir zaman.

Tersusunnya tugas makalah kami yang berjudul “Trilogi Dimensi Epistemologi


Keilmuan Islam (Bayani, Irfani dan Burhani)”, kami ucapkan terima kasih kepada
dosen pengasuh Bapak Muhammad Rasyid, SH, MHI., karena telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini, kami semua sangat
menyadari bahwasanya penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kata
sempurna. Namun penyelesaian makalah ini sangat bermanfaat bagi kita semua.

Kami berharap agar makalah yang kami susun ini bermanfaat bagi kita semua
baik dari rekan – rekan mahasiswa. Kami sangat menerima kritik, saran, dan masukan
yang bersifat membangun untuk diri kami.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan .................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 2

A. Pengertian Epistemologi Ilmu Keislaman ........................................................... 2

B. Pengertian Bayani ................................................................................................ 3

C. Pengerti Irfani ...................................................................................................... 4

D. Pengertian Burhani .............................................................................................. 5

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 7

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 7

ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Epistemologi ilmu pengetahuan tidak lepas dari tiga hal yaitu mendasarkan
pada akal (rasionalis) data konkrit (empiris) dan mengkompromikan akal dan
pengalaman (modernis), bahwa pengetahuan merupakan produk bahkan konstruk akal
pikiran manusia dan bukan hanya hasil dari penampakan (disclosure) dari wujud yang
telah ada sebelumnya, karena ilmu pengetahuan terkait dengan fenomena ang harus
ditangkap melalui pengalaman dan kecerdasan akal.

Kelemahan utama wawasan epistemologi dunia barat terletak pada


penyangkalan wahyu sebagai instrumen epistemologis, sedangkan kelemahan utama
dalam dunia islam adalah terletak pada “glorifikasi” wahyu hingga mengabaikan
peran akal dan indera. Oleh karena itu, dunia islam saat ini hanya piawai dalam
melakukan pembacaan ayat Al-Qur‟an (meskipun belum sampai pada pembacaan
produktif), namun mengalami ketertinggalan dalam melakukan pembacaan al-afaq
dan an-fus.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Epistemologi Ilmu Keislaman?

2. Apa yang dimaksud dengan Bayani?

3. Apa yang dimaksud dengan Irfani ?

4. Apa yang dimaksud dengan Burhani?

C. Tujuan Penulisan

1. Agar dapat mengetahui yang di maksud dengan Epistemologi Hukum Islam

2. Agar dapat mengetahui apa itu Bayani

3. Agar dapat mengetahui apa itu Irfani

4. Agar dapat mengetahui apa itu Burhani

1
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi Ilmu Keislaman


Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa
diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori.
Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar dan
lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi
theory of knowledge. 1 Sebagai cabang filsafat, epistemologi menyelidiki asal, sifat,
metode, dan bahasan pengetahuan manusia.2 Istilah epistemologi ini dipakai pertama
kali oleh J.F. Feriere pada tahun 1854,3yang maksudnya untuk membedakan antara
dua cabang filsafat, yaitu epistemologi dan ontologi (metafisika umum).

Persoalan dominan yang menjadi bidikan utama epistemologi, adalah meliputi


seluruh aspek yang mendasari “proses” lahirnya sebuah pengetahuan (teori-teori ilmu
pengetahuan), mulai dari hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan dan cara
4
memperoleh pengetahuan berikut validitas kebenarannya. Sehingga muncullah
beberapa aliran-aliran dalam epistemologi yang lahir dari proses sejarah panjang sejak
zaman filsafat klasik sampai dengan filsafat modern, di antaranya terdapat empat
aliran epistemologi, yaitu empirisme, rasionalisme, positivisme, dan intuisionisme.

Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud mengkaji dan mencoba


menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. bagaimana
pengetahuan itu pada dasaranya diperoleh dan diuji kebenaranya? manakah ruang
lingkup dan batas-batas kemampuan manusia untuk mengetahui? epistemologi juga
bermaksud secara kristis mengakaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis
yang mendasari dimungkinkanya serta memberi pertanggungjawaban rasional
terhadap klaim kebenaran dan objektivitasnya. pertanyaan pokok “bagaimana saya
tahu bahwa saya dapat tahu?” mau dicoba untuk menjawab secara seksama.
epestimologi atau filsafat pengetahuan pada dasranya juga merupakan suatu upaya
rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam
interaksinya dengan diri, lingkungan sosial, dan alam sekitarnya. maka epistemologi

1
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembanganya di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 24.
2
Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 160.
3
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013), 23.
4
Baddrut Tamam, Pesantren Nalar dan Tradisi, Geliat Santri Menghadapi ISIS, Terorisme, dan
Transnasionalisme Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 87.

2
adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif dan kritis. Evaluatif bearti
bersifat menilai ia menilai apakah suatu keyakinan, sikap ,dan penyataan pendapat,
teori pengetahuan dapat dibenarkan dijamin kebenaranya, atau memeiliki dasar yang
dapat dipertanggungjawabkan secara nalar.

Menurut Endang Saifuddin sebagaimana dikutip oleh Ahmad Hasan,


epistemologi pengetahuan dibagi empat bagian, yaitu pengetahuan biasa, pengetahuan
ilmiah, pengetahuan filsafati dan pengetahuan agama.5

1) pengetahuan biasa adalah pengetahuan yang bersifat subjektif, artinya


pengetahuan tersebut sangat terikat pada subjek yang mengenal

2) pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang


khas atau spesifik dengan menerapkan pendekatan metodologisyang khas pula dan
telah mendapatkan kesepakatan di antara para ahli yang sejenis

3) pengetahuan filsafati adalah jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui


metodologi pemikiran filsafat. Sifat pengetahuan ini mendasar dan menyeluruh
dengan model pemikiran yang analitis, kritis dan spekulatif

4) pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang didasarkan pada keyakinan


dan ajaran agama tertentu. Pengetahuan agama memiliki sifat dogmatis, artinya
pernyataan dalam suatu agama selalu didasarkan pada keyakinan yang telah tertentu
sehingga pernyataan-pernyataan dalam ayat-ayat kitab suci agama memiliki nilai
kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.

B. Pengertian Bayani
Bayani adalah sebuah metode berfikir yang berdasarakan pada teks kitab suci
(Al-quran). Pendekatan bayani melahirkan sejumlah produk hukum islam (fiqih islam)
dan bagaimana cara menghasilkan hukum dimaksud (ushul fiqih) dengan berbagai
variasinya. selain itu juga melahirkan sejumlah karya tafsir Al-quran.6

Menurut Abid Al- jabiri, nalar bayani terdapat dalam kajian ilmu kebahasaan,
nahwu, fiqih (yurisprudensi islam), teologi (ilmu kalam) dan ilmu balaghah. nalar
bayai bekerja menggunakan mekanisme yang sama berangkat dari dikotomi antara
lafadz/al-makna, al-ash/al-far‟ dan al-jauhar/al-ardl. Dikalangan ahli bahasa (al-
5
Ahmad Hasan Ridwan, Dasar-Dasar Epistemologi Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), 23
6
Ibid, hal 21

3
lughawiyyun) misalnya, mereka dalam melacak kosa kata (bahasa Arab) dan
mengumpulkannya kedalam sebuah kamus, pertama-tama menghimpun kosa kata
Arab dan memilah-milahnya antara makna kosa kata yang dipakai (al-musta‟mal) dan
makna kosa kata yang tidak dipakai (al-muhmal).Ini berarti bahwa kalangan
lughawiyun telah menjadikan lafadz (kata) sebagai hipotesa teoritis untuk menilai
kemungkinan dipakai tidaknya sebuah kosa kata. Kosa kata yang maknanya masih
dipakai dijadikan sebagai „patokan‟ atau asal (al-asl). Jika ditemukan kosa kata yang
maknanya tidak dipakai maka harus dikembalikan kepada bahasa masyarakat Arab
melalui apa yang dikenal dengan sima‟iy. Setidaknya, cara seperti inilah yang pernah
dilakukan oleh seorang ahli bahasa Arab semisal Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi7

Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks
(nash), secara langsung atau tidak langsung, dan dijustifikasi oleh akal kebahasaan
yang digali lewat inferensi (istidlal). Secara langsung maksudnya memahami teks
sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikannya tanpa perlu pemikiran;
secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga
perlu tafsir dan penalaran. Walaupun demikian, hal ini tidak berarti akal atau rasio
bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi harus tetap bersandar pada
teks.8

Sumber pengetahuan bayani al-Qur‟an dan Sunnah, tidak senantiasa bersifat


pasti (qath‟i) tetapi terkadang juga samar (zhanni), bahkan al-sunnah sendiri bersifat
qath‟i dan zhanni dari segi materi maupun transmisi teksnya. Persoalan pokok yang
diangkat mencakup dua hal: lafal-makna dan ushul furu‟. Analogi bayani tidak hanya
digunakan untuk menggali pengetahuan dari teks, tetapi juga dipakai untuk
memahami realitas-realitas metafisik. Pengetahuan dan teori-teori metafisik-teologis
Islam klasik didasarkan atas metode qiyas bayani ini.

C. Pengertian Irfani

Irfani adalah salah satu model penalaran yang dikenal dalam tradisi keilmuan
Islam, di samping bayani dan burhani. Epistemologi ini dikembangkan dan digunakan
dalam masyarakat sufi, berbeda dengan epistemologi burhani yang dikembangkan

7
Abed al-Jabiri, Bunyah al-Aql al-Arabi, (Beirut: Markaz Dirasat al-Wihdah al-Arabiah), hlm. 18
8
Khudori Soleh, Filsafat Islam: dari Klasik hingga Kontemporer (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014),
237.

4
oleh para filsuf dan epistemologi bayani yang dikembangkan dan digunakan dalam
keilmuan-keilmuan Islam pada umumnya.

Istilah „irfan berasal dari kata dasar bahasa Arab „arafa, semakna dengan
makrifat, yang berarti pengetahuan, tetapi berbeda dengan ilmu („ilm). „irfan atau
makrifat berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan (kasyf)
lewat olah rohani (riyadhah) yang dilakukan atas dasar hub (cinta) atau iradah
(kemauan yang kuat).

Pengeahuan „irfan tidak didasarkan atas objek eksternal atau runtutan logis,
tetapi dari diri sendiri, tepatnya dari realitas kesadaran diri yang dalam bahasa tasawuf
disebut kasyf. Oleh karena itu ia tidak bisa diuji berdasarkan validitas korespondensi
maupun koherensi. Lebih jauh, objeknya tidak lain hanya bersifat immaterial dan
esensial, tetapi sekaligus juga bersifat swaobjektif (self-object-knowledge).

Metode yang dilakukan untuk menggapai pengetahuan adalah lewat tahapan-


tahapan laku spiritual (riyadhah), yang dimulai dari taubat sebagai pensucian diri
sampai tawakkal, ridha, dan seterusnya. Pada puncaknya, yang bersangkutan akan
memperoleh kesadaran diri dan kesadaran akan hal gaib lewat noetic tau pencerahan
atau emanasi. Proses pencerahan dan emanasi inilah yang menuntun salik untuk
menemui dan mampu menjelaskan rahasia-rahasia realitas sehingga tidak tepat jika
dikatakan bahwa pengetahuan „irfan adalah abstraksi atau kontemplasi. Abstraksi dan
kontemplasi belaka tidak mampu membawa pada persoalan-persoalan tersebut.

Pola sistem berpikir seperti itu di kalangan irfaniyun, menurut al-Jabiri dapat
dirujuk misalnya saja pada Abu Hamid al-Ghazali, ia menegaskan bahwa makna yang
dimiliki oleh qur‟an adalah batinnya, bukan dzahirnya: agar hakekat dapat disingkap,
maka makna harus dijadikan asal sementara lafadz mengikutinya. Demikian halnya
al-Muhasibi, sebagaimana telah dikutip oleh al-Jabiri, pernah mengatakan bahwa
“setiap ayat qur‟an ada yang dzahir dan batin. Adapun yang dzahir adalah bacaannya
(tilawah), sedangkan yang batin adalah ta‟wilnya”

D. Pengertian Burhani

Berbeda dengan epistemologi bayani yang mendasarkan diri pada teks dan
„irfani yang mendasarkan pada intuisi atau pengalaman spiritual, burhani
menyandarkan diri pada kekuatan rasio atau akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil

5
logika. Prinsip-prinsip logis inilah yang menjadi acuan sehingga dalil-dalil agama
sekalipun hanya dapat diterima sepanjang sesuai dengan prinsip ini.

Burhani adalah kerangka berfikir yang tidak didasarakan atas teks suci
maupun pengalaman spritual melainkan berdasarkan keruntutan logika. kebenaran
dalam spekulatif metodologi ini persis seperti yang diperagakan oleh metode
keilmuan yunani yang landasanya murni pada cara kerja empirik. kebenaran harus
dibuktikan secara empirik dan diakui menurut penalaran logis. pendekatan burhani
mampu menyusun cara kerja keilmuan dan mampu melahirkan sejumlah teori dan
praktis ilmu seperti : ilmu-lmu biologi,fisika, astronomi, geologi dan bahkan ilmu
ekonomi, pertanian dan pertambangan.

Menurut al-Jabiri, epistemologi burhani merupakan cara berpikir masyarakat


Arab yang bertumpu pada kekuatan natural manusia, yaitu pengalaman empirik dan
penilaian akal, dalam mendapatkan pengetahuan tentang segala sesuatu. Sebuah
pengetahuan bertumpu pada hubungan sebab akibat. Cara berpikir seperti ini tidak
dapat dilepaskan dari pengaruh „gaya‟logika Aristoteles.

Nalar burhani masuk pertama kali kedalam peradaban Arab-Islam dibawa oleh
al-Kindi melalui sebuah tulisannya, yaitu al-Falsafah al-Ula. Sebuah tulisan tentang
filsafat yang „disadur‟dari filsafatnya Aristoteles. Al-Kindi menghadiahkan tulisan ini
kepadakhalifah al-Makmun (218 H – 227 H). Di dalam al-falsafah al-Ula, al-Kindi
menegaskan bahwa filsafat merupakan ilmu pengetahuan manusia yang menempati
posisi paling tinggi dan paling agung, karena dengannya hakekat segala sesuatu dapat
diketahui. Melalui tulisan itu pula, al-Kindi menepis keraguan orang-orang yang
selama ini menepis dan menolak keberadaan filsafat: filsafat adalah jalan untuk
mengetahui kebenaran.

Meskipun al-Kindi telah berjasa dalam memperkenalkan nalar burhani ke


tengah peradaban Arab-Islam, namun menurut Abid Al-jabiri usaha al-Kindi hanya
bersifat parsial. Usaha al-Kindi dengan menulis al-Falsafah al-Ula tidak berada dalam
konteks memperkenalkan “nalar rasional” seperti yang dicirikan dalam filsafat
Aristoteles. Kepentingan al-Kindi menurut Abid Al-jabiri tidak lain adalah menyerang
kalangan fuqaha yang ketika itu menolak mati-matian filsafat. Usaha yang dilakukan
oleh al-Kindi merupakan sekedar usaha yang pragmatis.

6
BAB III PENUTUP
Kesimpulan

Terdapat tiga tipikal epistemologi dalam tradisi Islam, yaitu: bayani, „irfani,
dan burhani. Ketiganya terkadang disebut trilogi epistemologi Islam, yang kemu-dian
melahirkan berbagai hasil pemikiran dari para cedekiawan Muslim. Pe-mikiran
pendidikan Islam memiliki ciri islami, yang dengan cara khas, ia membedakan dirinya
dengan model pemikiran pendidikan lainnya. Metode yang dipakai dengan cara:
deduksi, induksi konsultasi, sehingga ditemukan teori yang kemudian didaftarkan ke
dalam khazanah ilmu pendidikan Islam. Epistemologi ilmu pengetahuan tidak lepas
dari tiga hal yaitu mendasarkan pada akal (rasionalis), data kongkrit (empiris), dan
mengkompromikan akal dan pengalaman (modernis), bahwa pengetahuan merupakan
produk bahkan konstruk akal pikiran manusia dan bukan hanya hasil dari penampakan
(disclosure) dari wujud yang telah ada sebelumnya, karena ilmu pengetahuan terkait
dengan fenomena yang harus ditangkap melalui pengalaman dan kecerdesan akal.
Bayani adalah sebuah metode berfikir yang berdasarakan pada teks kitab suci (Al-
quran). pendekatan bayani melahirkan sejumlah produk hukum islam (fiqih islam) dan
bagaimana cara menghasilkan hukum dimaksud (ushul fiqih) dengan berbagai
variasinya. selain itu juga melahirkan sejumlah karya tafsir Al-quran. Irfani adalah
model penalaran yang berdasarakan atas pendekatan dan pengalaman spiritual
langsung atas realitas yang tampak. bidik irfani adalah esoterir atau bagian batin, oleh
karena itu, rasio yang digunakan hanya untuk menjelaskan pengalaman spritual.
metodologi dan pendekatan irfani mampu menyusun dan mengembangkan ilmu
kesufian. Burhani adalah kerangka berfikir yang tidak didasarakan atas teks suci
maupun pengalaman spritual melainkan berdasarkan keruntutan logika. kebenaran
dalam spekulatif metodologi ini persis seperti yang diperagakan oleh metode keilmuan
yunani yang landasanya murni pada cara kerja empirik. kebenaran harus dibuktikan
secara empirik dan diakui menurut penalaran logis.

7
DAFTAR ISI

- Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembanganya di Indonesia (Jakarta: Bumi


Aksara, 2010),
- Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),
- Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013),
- Baddrut Tamam, Pesantren Nalar dan Tradisi, Geliat Santri Menghadapi
ISIS, Terorisme, dan Transnasionalisme Islam (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015),
- Ahmad Hasan Ridwan, Dasar-Dasar Epistemologi Islam (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2011),
- Ibid
- Abed al-Jabiri, Bunyah al-Aql al-Arabi, (Beirut: Markaz Dirasat al-
Wihdah al-Arabiah),
- Khudori Soleh, Filsafat Islam: dari Klasik hingga Kontemporer
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014),

Anda mungkin juga menyukai