Anda di halaman 1dari 15

ILMU DALAM TINJAUAN RASIONALISME

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Oleh :

ST. RISMAWATI NASIR


NIM 2205040007

Pembimbing:

1. Prof. Dr. H. M. Said Mahmud, Lc, M.Ag


2. Dr. Hasbi, M.Ag.

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS


FAKULTAS PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO
2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah swt Tuhan semseta alam yang telah memberikan
nikmat serta hidayah- Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Filsafat Ilmu dengan judul
“Ilmu dalam Tinjauan Rasionalisme”.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada : Bapak Prof. Dr. M. Said Mamud, Lc. M.A. dan Dr. Hasbi, M.Ag
selaku dosen mata kuliah filsafat ilmu yang telah meluangkan waktu, tenaga dalam
pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan teman-teman. Demikian makalah ini penulis susun, dan jika ada yang
kurang berkenan serta terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar
besarnya.

Belopa, 16 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3

A. Pengertian Rasionalisme .................................................................. 3

B. Hubungan Ilmu dengan Rasionalisme ............................................. 4

C. Tinjauan Islam terhadap Ilmu dan Rasionalisme ............................ 7

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 11

A. Kesimpulan ...................................................................................... 11

B. Saran ................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang diberikan keistimewaan serta bekal hidup

yang luar biasa oleh Allah swt. Manusia dibekali akal fikiran dan hati yang

berfungsi mengelola sistem kehidupan.1 Ibnu ‘Arabi menggambarkan keunggulan

manusia dengan mengatakan “tidak ada makhluk Allah yang lebih bagus daripada

manusia, karena manusia memiliki daya hidup seperti mengetahui, berkehendak,

berfikir dan memutuskan.”2 Ciri yang membedakannya dari makhluk lain ada pada

kapasitasnya untuk selalu berfikir. Berfikir dipacu oleh keingintahuan, manusia

ingin tahu jawaban dari semua pertanyaan hidup yang dihadapinya, ia ingin tahu

kebenaran dari segala sesuatu yang ditemuinya.

Perkembangan pengetahuan manusia pada tahap selanjutnya ditandai

dengan tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis mempermasalahkan dasar-dasar

pikiran yang benar jika ditinjau dari alur-alur logika yang digunakannya untuk

mencapai kebenaran ilmiah tentang objek tertentu.

Salah satu cara dalam menemukan kebenaran ilmu yaitu melalui rasio yang

dikenal sebagai aliran rasionalisme. Rasionalisme merupakan sebuah paham yang

1
Azmi, M.N, Manusia, Akal dan Kebahagiaan. (Jurnal Ilmiah Al-Qalam, 2018), 124.
2
Al Faruq, I.R, Islam dan Kebudayaan, (Bandung: Mizan, 1984)

1
menekankan pikiran atau daya nalar sebagai sumber utama dalam menemukan

pengetahuan serta pemegang otoritas penentu kebenaran.3 Rasionalisme memiliki

peran yang besar dalam perkembangan ilmu hingga mencapai peradaban manusia

yang kritis serta mampu bertahan sebagai identitas unggul di alam semesta ini.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat didalam makalah ini antara lain:

1. Apa Pengertian Rasionalisme?

2. Bagaimana Hubungan antara Ilmu dengan Rasionalisme?

3. Bagaimana Tinjauan Islam terhadap Ilmu dan Rasionalisme?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain:

1. Mengetahui pengertian Rasionalisme.

2. Mengetahui hubungan antara Ilmu dengan Rasionalisme.

3. Mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap Rasionalisme.

3
Lubis, A.Y. Pengantar Filsafat Pengetahuan. (Depok: Penerbit Koekoesan, 2011).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Rasionalisme

Secara etimologis, rasionalisme berasal dari kata Bahasa Inggris

rationalism. Kata ini berakar dari kata dalam Bahasa latin ratio yang berarti “akal”.

Berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah sebuah pandangan yang

berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran.

Rasionalisme merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-

ide yang masuk akal.

Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang

berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan.

Akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului dan bebas dari

pengamatan indrawi.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa rasionalisme ialah faham filsafat yang

menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh

pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Rasionalisme percaya bahwa cara untuk

mencapai pengetahuan adalah menyandarkan diri pada sumber daya logika dan

intelektual. Akan tetapi, untuk sampainya manusia kepada kebenaran, adalah semata-

mata dengan akal.4

4
von Leibniz, Gottfried Wilhelm, and Christian Wolff. "A. Pengertian Rasionalisme dan
Empirisme."

3
Rene Descartes yang mendirikan aliran rasionalisme ini berpendapat bahwa

sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang

diperoleh lewat akal-lah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu

pengetahuan ilmiah. Dengan akal, dapat diperoleh kebenaran dengan metode

deduktif,

B. Hubungan Ilmu dengan Rasionalisme

Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau

mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu berarti memahami suatu

pengetahuan, sedangkan pengetahuan merupakan segala hal yang diketahui

manusia sebagai proses dan produk dari rasa dan kapasitasnya untuk mengetahui

sesuatu. Dari himpunan berbagai serapan pengetahuan indrawi, manusia kemudian

berfikir dan berfikir, hingga ia menyimpulkan dan menghimpun pengetahuan hasil

olahan otak yang berfikir, pengetahuan ini disebut pengetahuan rasional.

Jadi pengetahuan merupakan proses dan hasil serapan tahu manusia secara

umum. Setelah ini semua disistematiskan, disusun rapi dan ditata menurut metode

dan sistematika tertentu maka disebut Ilmu pengetahuan. Pengetahuan yang

bertujuan untuk mencapai kebenaran ilmiah tentang objek tertentu yang diperoleh

melalui pendekatan, metode dan sistem tertentu di sebut sebagai ilmu (sains).

Adapun persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu,5 yaitu:

5
Al-Qattan, Manna'Khalil, and A. S. Mudzakir. "Studi ilmu-ilmu Quran."

4
1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan

masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari

dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji

keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni

persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif;

bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.

2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi

kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.

Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran.

Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara

umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk

pada metode ilmiah.

3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu

objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan

logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh,

terpadu, dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut

objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab

akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.

4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang

bersifat umum (tidak bersifat tertentu).

5
Dalam pembahasan tentang suatu teori pengetahuan, maka Rasionalisme

menempati sebuah tempat yang sangat penting. Paham ini dikaitkan dengan kaum

rasionalis abad ke-17 dan ke-18, tokoh-tokohnya ialah Rene Descartes, Spinoza,

leibzniz, dan Wolff, meskipun pada hakikatnya akar pemikiran mereka dapat

ditemukan pada pemikiran para filsuf klasik misalnya Plato, Aristoteles, dan

lainnya.6 Prinsip-prinsip tadi oleh Descartes kemudian dikenal dengan istilah

substansi, yang tak lain adalah ide bawaan yang sudah ada dalam jiwa sebagai

kebenaran yang tidak bisa diragukan lagi. Ada tiga ide bawaan yang diajarkan

Descartes,7 yaitu:

1. Pemikiran; saya memahami diri saya makhluk yang berpikir, maka harus

diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.

2. Tuhan merupakan wujud yang sama sekali sempurna; karena saya mempunyai

ide “sempurna”, mesti ada sesuatu penyebab sempurna untuk ide itu, karena

suatu akibat tidak bisa melebihi penyebabnya.

3. Keluasaan; saya mengerti materi sebagai keluasaan atau eksistensi,

sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.

Paham Rasionalisme ini beranggapan bahwa sumber pengetahuan manusia

adalah rasio. Jadi dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki

6
Mohammad Muslih,. FILSAFAT ILMU; Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan. Vol. 1. No. 1. LESFI, 2004.
7
Tedy Machmud,. "RASIONALISME DAN EMPIRISME Kontribusi dan dampaknya pada
perkembangan filsafat matematika." (Jurnal Inovasi 8.01. 2011).

6
oleh manusia harus dimulai dari rasio. Tanpa rasio maka mustahil manusia itu

dapat memperolah ilmu pengetahuan. Semakin banyak manusia itu berpikir maka

semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Berdasarkan pengetahuanlah

manusia berbuat dan menentukan tindakannya. Sehingga nantinya ada perbedaan

perilaku, perbuatan, dan tindakan manusia sesuai dengan perbedaan pengetahuan

yang didapat tadi. Jadi, kualitas pengetahuan manusia ditentukan seberapa banyak

rasionya bekerja. Semakin sering rasio bekerja dan bersentuhan dengan realitas

sekitar maka semakin dekat pula manusia itu kepada kesempunaan.8

C. Tinjauan Islam terhadap Ilmu dan Rasionalisme

Islam memberikan kedudukan sangat tinggi kepada akal manusia. Hal ini

dapat dilihat dari beberapa ayat Al Qur’an yang menganjurkan manusia agar selalu

menggunakan akalnya untuk menalar dan memahami berbagai macam persoalan.9

Muhammad Abduh adalah salah seorang Pemikir Pembaharu Islam yang

sangat berpengaruh dalam sejarah pemikiran Islam. Abduh adalah seorang tokoh

salaf yang menghargai kekuatan akal. Menurut pendapat Abduh bahwa ajaran

Islam didasarkan pada rasionalisme dan kekuatan akal. Melalui kekuatan akal-lah

kaum muslimin diharapkan dapat membedakan yang benar dari yang salah, dan

8
Fikri, Mursyid. "Rasionalisme Descartes dan Implikasinya Terhadap Pemikiran
Pembaharuan Islam Muhammad Abduh." (Tarbawi: Jurnal Pendidikan Agama Islam 3.02, 2018), 128-
144.
9
S.Waqar Ahmed Husaini, Sistem Pembinaan Masyarakat Islam, terj.Anas Mahyuddin,
(Bandung: Pustaka, 1983), hlm.11.

7
karenanya ini berarti mengikuti ajaran agama.10 Bagi Abduh pemikiran rasional ini

adalah jalan untuk memperoleh iman sejati. Iman tidaklah sempurna, bila tidak

didasarkan atas akal, iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat

dan akal-lah yang menjadi sumber keyakinan pada Tuhan, ilmu serta

kemahakuasaan-Nya.

Pada dasarnya Muhammad Abduh mengajak kita untuk berfikir kreatif dan

melarang kita berdiam diri dengan keadaan yang ada.. Sebagaimana firman Allah

dalam Q.S. Ali Imran/191.

Artinya : (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau
dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau
menciptakan semua ini sia-sia; mahasuci Engkau. Lindungilah kami
dari azab neraka”.

Sungguh Islam telah memerintahkan kita untuk berfikir. Namun, tidak

semua hal bisa dan mampu untuk difikirkan mengggunakan akal. Islam

mengajarkan tentang batasan dalam berfikir yang meliputi apa saja yang boleh

10
Achmad Jainuri, Ideologi Kaum Reformis Melacak Pandangan Keagamaan Muhammadiyah
Periode Awal, Cet.I, (Surabaya: LPAM, 2002).

8
difikirkan dan apa saja yang tidak boleh difikirkan, akan tetapi cukup dengan

diimani sesuai apa yang telah Allah informasikan lewat wahyu.

Dalam Al Qur’an Allah telah memaparkan melalui ayatnya tentang

makhluk-makhluknya agar manusia mau berpikir, sehingga lebih iman,

mengesakan dan mengagungkan Allah, bukanlah memikirkan tentang dzat Allah.

Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Asy Syura/11.

ْ َ ‫س َك ِم ْث ِل ٌِه‬ َ ُ ُ ْ ً َ َْ َ ْ َ َ ً َ َْ ْ ُ ُ َْ ْ ْ ُ َ َ َ َ َّ ‫َفاط ُ ٌر‬


ٌ‫شء‬‫ي‬ ٌَ ‫يه ل ْي‬ ٌْ ‫اجا َيذ َرؤك‬
ٌِ ‫م ِف‬ ‫ام أزو‬
ٌ ِ ‫ن األنع‬
ٌ ‫م أزواجا و ِم‬
ٌ ‫ن أنف ِسك‬
ٌ ‫م ِم‬
ٌ ‫ل لك‬ ْ ‫ات َو‬
ٌ ‫األرضٌ جع‬ ٌ ِ ‫الس َم َاو‬ ِ
ْ َّ ‫َو ُه ٌَو‬
ٌُ ‫الس ِم‬
ٌ‫يع ال َب ِص ُي‬

Artinya: “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan
(pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu
pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.”ٌ(AsyٌSyuuraa:ٌ11)

Dalam Islam rasionalisme juga diperlukan dalam kajian-kajian keagamaan.

Lahirnya rasionalisme dalam dunia Islam tidak lepas dari pengaruh pikiran dan

filsfat Yunani. Menurut Lauis Gardet dan Anawati, kemunculan sistem berpikir

rasional dalam Islam, didorong oleh beberapa faktor, pertama, didorong oleh

munculnya madzhab-madzhab bahasa, lantaran adanya kebutuhan dalam

memahami ajaran-ajaran yang ada dalam Al Qur’an dengan baik dan benar. Al

Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, namun tidak semua lafadz-lafadz bisa

langsung dipahami dengan mudah, maka diperlukan adanya pemikiran-pemikiran

yang juga berasal dari akal (rasio). Sebab yang kedua, munculnya madzhab-

madzhab fiqih. Persoalan yang ada terkadang tidak bisa lagi langsung dipecahkan

9
oleh Al Quran dan Sunnah, sehingga muncullah pemikiran baru dalam bidang

hukum yang akhirnya melahirkan madzhab-madzhab fiqih. Ketiga, rasionalisme

muncul juga karena adanya usaha umat Islam untuk menterjemahkan buku-buku

Yunani Kuno. Dan dengan adanya usaha penerjemahan ini, kaum muslimim mulai

belajar logika, fisika dan metafisika Aristoteles.11

11
A. Khudori Sholeh, Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm.
21-24.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Rasionalisme adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason)

adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan dan menetes

pengetahuan. Rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh

dengan cara berfikir.

2. Faham rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan manusia

adalah rasio. Rasio itu adalah berfikir. Dan manusia yang berfikirlah yang

akan memperoleh pengetahuan.

3. Berpikir merupakan hal yang diperintahkan oleh Allah swt. Berfikir yang

diperintahkan Allah swt adalah berfikir tentang apa yang telah diciptakan

Allah, namun tidak berfikir tentang dzat Allah swt karena tidak semua hal

bisa ditemukan kebenaranya melalui pemikiran rasional, karena hal-hal

yang bersifat metafisika tidak dapat difikir melainkan diimani.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini Tentu masih banyak terdapat

kekurangan didalamnya baik dari segi penulisan, tutur Bahasa dan lain

sebagainya, sehingga penulis sangat menerima bilamana ada kritikan yang

sifatnya membangun dari pembaca guna kesempurnaan penulisan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al Faruq, I.R. (1984). Islam dan Kebudayaan. Bandung : Mizan.

Al-Qattan, Manna'Khalil, and A. S. Mudzakir. "Studi ilmu-ilmu Quran."

Azmi, M.N. 2018. Manusia, Akal dan Kebahagiaan. Jurnal Ilmiah Al-Qalam, 124.

Fikri, Mursyid. "Rasionalisme Descartes dan Implikasinya Terhadap Pemikiran


Pembaharuan Islam Muhammad Abduh." TARBAWI : Jurnal Pendidikan
Agama Islam 3.02 (2018): 128-144.

Jainuri Achmad, Ideologi Kaum Reformis Melacak Pandangan Keagamaan


Muhammadiyah Periode Awal, Cet.I, (Surabaya: LPAM, 2002).

A. Khudori Sholeh, Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogayakarta: Pustaka Pelajar,


2004), hlm. 21-24.

Lubis, A.Y. (2011). Pengantar Filsafat Pengetahuan. Depok : Penerbit Koekoesan.

Machmud Tedy,. "RASIONALISME DAN EMPIRISME Kontribusi dan dampaknya


pada perkembangan filsafat matematika." (Jurnal Inovasi 8.01. 2011).

Muslih, Mohammad. FILSAFAT ILMU; Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan. Vol. 1. No. 1. LESFI, 2004.

S.Waqar Ahmed Husaini, Sistem Pembinaan Masyarakat Islam, terj.Anas Mahyuddin,


(Bandung: Pustaka, 1983), hlm.11.

Von Leibniz, Gottfried Wilhelm, and Christian Wolff. "Rasionalisme dan Empirisme."

iv

Anda mungkin juga menyukai