Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH MATA KULIAH

FILSAFAT ILMU

“ Mendeskripsikan Metode Dalam Mencari Pengetahuan Rasionalisme,


Empirisme, Dan Metode Keilmuan Rasionalisme”

Dosen Pembimbing :

Mohammad Taufiq, S.Si., M.Pd.

Disusun oleh :

Kelompok 7

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2019
ANGGOTA KELOMPOK :

DHIMAS MAULANA. Y. A 6130017001


A’IDATUL FAROKH 6130017015
REVANI YUNI NAILUVAR 6130017014
AMELIA KRISMAWATI 6130017049

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala, serta
Shalawat dan salam kita panjatkan kepada junjungan kita, Nabi Agung Muhammad
SAW. Alhamdulillah, dengan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyusun makalah
berjudul “ Mendeskripsikan Metode Dalam Mencari Pengetahuan Rasionalisme,
Empirisme, Dan Metode Keilmuan Rasionalisme”. Semua ini tidak lepas dari Rahman
dan Rahim serta pertolongan-Nya, sehingga semua hambatan dan kendaladalam
penyusunan makalah ini dapat dilalui dengan mudah.

Makalah ini kami sampaikan kepada Pembina mata kuliah Filsafat Ilmu yang
dibina oleh Bapak Mohammad Taufiq, S.Si., M.Pd. sebagai salah satu tugas mata
kuliah tersebut. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak yang telah berjasa
mencurahkan ilmunya kepada kami dengan ikhlas mengajar mata kuliah Filsafat Ilmu.

Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini, bermanfaat bagi semua orang
khususnya untuk kami sendiri maupun untuk pembaca. Atas perhatianya, kami
mengucapkan terima kasih.

Surabaya, 20 Maret 2019

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

ANGGOTA KELOMPOK .............................................................................. ii


KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Mendeskripsikan Metode Dalam Mencari Pengetahuan Rasionalisme ........ 3
2.2 Mendeskripsikan Metode Dalam Mencari Pengetahuan Empirisme ........... 4
2.3 Mendeskripsikan Metode Keilmuan Rasionalisme ...................................... 4
2.4 Mengkaji Metode Dalam Mencari Pengetahuan Rasionalisme.................... 5
2.5 Mengkaji Metode Dalam Mencari Pengetahuan Empirisme........................ 8
2.6 Mengkaji Metode Dalam Metode Keilmuan Rasionalisme ......................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang sering terkait, baik secara
substansialmaupun hisfories karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat,sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadapan filsafat.
Menurut Lewis White Beck, filsafat ilmu bertujuan membahas dan
mengevaluasi metode-
metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan nilai dan pentingnya upa
ya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
Rasionalsime memandang rasio atau akal sebagai sumber segala pengertian
karena akal itu manusia menempati yang sangat penting. Pangkal dari aliran
rasionalisme adalah keraguan, sehingga muncul sebuah kesadaran baru yaitu
mendayagunakan akal.
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan deduktif, ternyata mempunyai
kelemahan, maka munculah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman
konkret. Mereka yang mengembangkan peratusan berdasarkan pengalaman
konkret ini disebut penganut empirisme.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan rasionalisme ?


2. Bagaimana metode dalam mencari pengetahuan rasionalisme ?
3. Apa yang dimaksud dengan empirisme ?
4. Bagaimana metode dalam mencari pengetahuan empirisme ?
5. Apa yang dimaksud dengan metode keilmuan rasionalisme ?

1.3 Tujuan

1
Tujuan penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk mendeskripsikan metode dalam mencari pengetahuan rasionalisme


2. Untuk mendeskripsikan metode dalam mencari pengetahuan empirisme
3. Untuk mendeskripsikan metode keilmuan rasionalisme
4. Untuk mengkaji metode dalam mencari pengetahuan rasionalisme
5. Untuk mengkaji metode dalam mencari pengetahuan empirisme
6. Untuk mengkaji metode keilmuan rasionalisme

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DESKRIPSI METODE DALAM MENCARI PENGETAHUAN

RASIONALISME

Aliran ini memandang rasio atau akal sebagai sumber segala


pengertian karena akal itu manusia menempati yang sangat penting. Pangkal
dari aliran rasionalisme adalah keraguan, sehingga muncul sebuah
kesadaran baru yaitu mendayagunakan akal. Ragu-ragu tersebut adalah
awal untuk mencapai kepastian. Rasionalisme pada dasarnya ada dua
macam yaitu dalam bidang agama dan filsafat. Dalam agama rasionalisme
adalah lawan otoritas, sedangkan dalam bidang filsafat rasionalisme adalah
lawan emperisme. Rasio dalam bidang agama biasanya digunakan untuk
mengkritik ajaran agama, sedangkan dalam bidang filsafat digunakan untuk
sebagai teori pengetahuan.
Tokoh utama aliran ini adalah Rene Descartes (1596-1650)
sekaligus pelopor pemikiran sifat modern. Ungkapan terkenalnya adalah
‘’Cogito Ergo Sum’’ (saya ragu maka ada’’ atau saya berfikir maka saya
ada). Tokoh lain adalah Spinoza (1632-1667), Leibniz (1646-1716), dan
Blaise Paskal (1623-1662). Dari beberapa tokoh tersebut Rene Descartes
dianggap eksponen paling signifikan. Descartes dianggap sangat berjasa
dalam membangkitkan kembali rasionalisme di bart. Bangunan rasionalnya
beranjak dari keraguan atas realita dan pengetahuan, ia mencari dasar
keyakinan terhadap alam dan jiwa. Ia mendapatkan bahwa yang menjadi
dasar keyakinan dan pengetahuannya, yaitu indra dan akal. Keduanya tidak
memberikan hal yang pasti dan meyakinkan, lantas ia berpikir bahwa segala
sesuatu bisa diragukan.
Dalam menyusun pengetahuan kaum rasionalisme menggunakan
penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah cara berfikir untuk bertitik
tolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk mencari kesimpulan yang
bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan

3
pola pikir yang disebut sillogisme. Sillogisme terdiri atas dua prnyataan,
premis mayor dan minor, serta kesimpulan

2.2 DESKRIPSI METODE DALAM MENCARI PENGETAHUAN


EMPIRISME

Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan deduktif, ternyata


mempunyai kelemahan, maka munculah pandangan lain yang berdasarkan
pengalaman konkret. Mereka yang mengembangkan peratusan berdasarkan
pengalaman konkret ini disebut penganut empirisme. Paham empirisme
menganggap bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang
diperoleh langsung dari pengalaman konkret. Menurut paham empirisme
gejala alam itu bersifat konkret dan dapat ditangkap dengan panca indra
manusia . melalui pancaindra manusia berhasil menghimpun banyak
pengetahuan.

Pada paham empirisme dinyatakan bahwa tidak ada suatu dalam


pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. Paham ini bertolak belakang
dengan paham rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian
yang bersifat apriori. Penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan
menggunakan penalaran induktif, yakni cara berfikir dengan menarik
kesimpulan umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus.
Tokoh lairan ini adalah Francis Bacon (1561-1626). Aliran ini kemudian
dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679), Jhin Locke (1632-1704),
dan David Hume (1711-1776)

2.3 DESKRIPSI METODE KEILMUAN RASIONALISME

Rasionalisme memberikan kerangka pemikiran yang koheren dan


logis, menuntut penjelasan yang koheren dengan pengetahuan yang telah
diketahui sebelumnya. Dengan perkataan lain suatu gejala harus dapat
dijelaskan bedasarkan pengetahuan sebelumnya yang telah dikumpulkan

4
secara sistematis. Penjelasan ini mungkin juga disasarkan dengan kaidah
baru yang sebelumnya belum diketahui. Dalam keadaan seperti ini maka
kaidah itu harus konsisten dengan sistem pengetahuan yang telah tersusun.
Sesekali kadang timbul suatu pemikiran baru yang merombak keseluruhan
pemikiran yang telah tersusun secara sistematis itu. Teori relativitas einstein
umpamanya merombak struktur prmikiran mekanika klasik newton.
Kiranya jelas dari pembahasan ini bahwa salah satu aspek dari kegiatan
keilmuan adalah menyusun konsep penjelasan atau berfikir secara teoritis.
Pemikiran teoritis ini bersifat deduktif dan pada dasarnya mrupakan suatu
proses berfikir yang logis dan sistematis. Sifat inilah yang mencirikan salah
satu dari karakteristik-karakteristik pokok ilmu.

2.4 KAJIAN METODE DALAM MENCARI PENGETAHUAN


RASIONALISME

Secara etimologis Rasionalisme berasal dan kata bahasa lnggris


rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”.
A.R. Lacey menamhahkan bahwa berdasarkan akar katanva Rasionalisme
adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber
bagi pengetahuan dan pembenaran.
Sementara itu,, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai
aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama
dalam penjelasan. la menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama
pengetahuan. Mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dan
pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal
yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya
dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak
memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari dirinya
sendiri, yaitu atas dasar asas-asas pertama yang pasti.
Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) yang
disebut sebagai bapak filsafat modern. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum,
dan ilmu kedokteran. Ia menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu,

5
tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang
berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Beliau berpendapat bahwa
sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan
yang diperoleh lewat akallah yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh
semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran
dengan metode deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti.
Rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan
pengalaman hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran.
Karenanva, aliran ini yakin bahwa kehenaran dan kesesatan terletak di
dalam ide dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna
sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada
kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya
dapat diperoleh dengan akal saja. Kaum Rasionalisme mulai dengan sebuab
pernyataan yang sudah pasti. Aksioma dasar yang dipakai membangun
sistem pemikirannya diturunkan dan ide yang menurut anggapannya adalah
jelas, tegas dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia mempunvai
kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun manusia tidak
menciptakannya maupun tidak mempelajari lewat pengalaman. Ide tersebut
kiranva sudah ada “di sana” sebagai bagian dari keyataan dasar dan pikiran
manusia.’ Dalam pengertian ini pikiran menalar kaum rasionalis berdalil
bahwa karena pikiran dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus ada.
Artinya prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip ¡tu tidak ada, orang tidak
mungkin akan dapat menggambarkannva. Prinsip dianggap sebagai sesuatu
yang apriori, dan karenanya prinsip tidak dikembangkan dari pengalaman.
bahkan sebaliknya pengalaman hanva dapat dimegerti bila ditinjau dan
prinsip tersebut. Dalam perkembangannya Rasionalisme diusung oleh
banyak tokoh. masing-masingnya dengan ajaran-ajaran yang khas. Narnun
tetap dalam satu koridor yang sama. Pada abad ke- 17 terdapat beherapa
tokoh kenamaan seperti René Descartes. Gottfried Wilhelm von Leibniz,
Christian Wolff dan Baruch Spinoza. Sedangkan pada abad ke- 18 nama-
nama seperti Voltaire, Diderot dan D’ Alembert adalah para pengusungnya.

6
Implikasi Aliran Rasionalisme Terhadap Dunia Pendidikan. Seperti
kita ketahui bahwa Logika adalah kaidah-kaidah berfikir. Subyeknya akal-
akal rasional. Obyeknya adalah proposisi bahasa. Proposisi bahasa yang
mencerminkan realitas, apakah itu realitas di alam nyata ataupun realitas di
alam fikiran. Kaidah-kaidah berfikir dalam logika bersifat niscaya atau
mesti. Penolakan terhadap kaidah berfikir ini adalah mustahil (tidak
mungkin). Bahkan mustahil pula dalam semua khayalan atau “angan-
angan” yang mungkin (all possible intelligebles).
Contohnya, sesuatu apapun pasti sama dengan dirinya sendiri, dan
tidak sama dengan yang bukan dirinya. Prinsip berfikir ini telah tertanam
secara niscaya sejak manusia lahir. Tertanam secara kodrati dan spontan.
Dan selalu hadir kapan saja fikiran digunakan. Dan ini harus selalu diterima
kapan saja realitas apapun dipahami. Bahkan, lebih jauh, prinsip ini
sesungguhnya adalah satu dari watak niscaya seluruh yang maujud (the very
property of being). Tidak mengakui prinsip ini, yang biasa disebut dengan
prinsip non-kontradiksi, akan menghancurkan seluruh kebenaran dalam
alam bahasa maupun dalam semua alam lain. Tidak menerimanya berarti
meruntuhkan seluruh arsitektur bangunan agama, filsafat, sains dan
teknologi, dan seluruh pengetahuan manusia.
Rasionalisme memiliki kelemahan apabila digunakan sebagai
metode ilmiah. Pertama, pengetahuan yang dibangun oleh Rasionalisme
hanyalah dibentuk oleh ide yang tidak dapat dilihat dan diraba. Eksistensi
tentang ide yang sudah pasti maupun yang bersifat bawaan itu sendiri belurn
dapat didukung oleh semua orang dengan kekuatan dan keyakinan yang
sama. Kedua, kebanyakan orang merasa kesulitan untuk menerapkan
konsep Rasionalisme ke dalam kehidupan keseharian yang praktis. Ketiga,
Rasionalisme gagal dalam menjelaskan peruhahan dan pertambahan
pengetahuan manusia. Banvak dari ide yang sudah pasti pada satu waktu
kemudian berubah pada waktu yang Iain.

2.5 KAJIAN METODE DALAM MENCARI PENGETAHUAN EMPIRISME

7
Empirisme adalah suatu aliran filsafat yang memberikan tekanan
pada empirisis pengalaman sebagai pengetahuan. Istilah empiris ini berasal
dari kata yunani, έμπειρία ( emperia) yang berarti pengalaman inderawi.
Empirisme bersumber dari filsafat Aristoteles yang menyatakan bahwa
realitas adalah pada benda-benda konkreat saja yang dapat dilihat, bukan
pada ide sebagaimana pendapat plato.

Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui


pengalamannya, yang artinya pengalaman dalam filsafat biasanya
dipertentangkan dengan rasionalisme. Berbeda dengan rasionalisme yang
menjadikan akal manusia sebagai sumber dan penjamin kepastian suatu
kebenaran pengetahuan manusia. Empirisme memandang hanya
pengalaman inderawilah sebagai satu-satunya sumber kebenaran dan
kepastian pengetahuan manusia. Aliran ini muncul di Inggris pada awalnya
dipelopori Francis Bacon (1531-1626). Pada perkembangannya dilanjutkan
oleh tokoh-tokoh pasca Descartes seperti Thomas Hobbes (1588-1679),
John Locke (1632-1704), Berkeley (1685-1753), dan yang terpenting adalah
David Hume (1711-1776).

Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah


pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan indrawi dengan
dunia fakta. Pengetahuan merupakan sumber pengetahuan yang sejati.
Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kita sudah terlalu lama
dipengaruhi oleh induktif. Dari dogma-dogma diambil kesimpulan haruslah
kita memperhatikan yang konkret, itulah tugas ilmu pengetahuan.

Sedangkan John Locke berpendapat dalam pandangannya tentang


empirisme bahwa manusia pada awal dilahirkan di bumi ini diibaratkan
seperti kertas putih, tidak memiliki kemampuan apapun. John Locke
menyelidiki kemampuan pengetahuan manusia, sampai kemanakah ia dapat
mencapai kebenaran dan bagaimanakah mencapainya itu. John Locke
memperkenalkan teori tabula rasa (sejenis buku catatan kosong),
maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalamanya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia

8
memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk itu
sederhana lama-lama menjadi komplek, lalu tersusunlah pengetahuan
berarti.

Kemudian Empirisme diteruskan oleh David Hume, dalam


pandangannya ia mengatakan bahwa manusia tidak membawa pengtahuan
bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan.
Pengamatan memberikan dua hal yaitu kesan-kesan (impressions) dan
pengertian-pengertian atau idea-idea (ideas). Impressions atau kesan-kesan
adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman baik
pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah yang menampakkan diri
dengan jelas, hidup dan kuat seperti merasakan tangan terbakar. Adapun
ideas adalah gambaran tentang pengamatan yang hidup, samar- samar yang
dihasilkan dengan merenungkan kembali atau ter-refleksikan dalam kesan-
kesan yang diterima dari pengalaman. Perbedaan kedua-keduanya terletak
pada tingkat kekuatan dan garisnya menuju jiwa dan jalan masuk kesadaran.
Persepsi yang termasuk denagn kekuatan besar dan kasar
disebut impression (kesan) dan semua sensasim nafsu emosi termasuk
kategori ini begitu mereka masuk kedalam jiwa. Idea adalah gambaran
kabur (faint image) tentang persepsi yang masuk kedalam pemikiran.

Jadi, Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan


bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia (doktrin
filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh
pengetahuan dan mengecilkan peranan akal,. Empirisme menolak anggapan
bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika
dilahirkan. Metode Empiris dan penelitian empiris, Konsep sentral dalam
ilmu pengetahuan dan metode ilmiah adalah bahwa semua bukti harus
empiris, atau berbasis empiris, yaitu, bergantung pada bukti-bukti yang
diamati oleh indera. Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki kemampuan
untuk memberikan gambaran tertentu, kalaupun menggambarkan
sedemikian rupa, tanpa pengalaman hanyalah khayalan belaka.

9
Jadi dalam empirisme, sumber utama untuk memperoleh
pengetahuan adalah dengan pengalaman inderawi. Maka, empirisme sangat
menekankan metode eksperimen dalam proses pencapaian pengetahuan
manusia. Seseorang yang tak memiliki satu jenis indera tertentu maka ia
tidak dapat memiliki konsepsi tentang pengetahuan yang berhubungan
indera tersebut.

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA RASIONALISME DAN


EMPIRISME

Terdapat dua aspek umum dalam realisme yang digambarkan dengan


melihat pada realisme mengenai dunia keseharian dari obyek makroskopik
beserta sifat- sifatnya. Aspek pertama, yaitu terdapat sebuah klaim tentang
dimensi eksistensi suatu obyek yang nyata (terlihat). Sementara itu, aspek
yang kedua dari realisme tentang dunia keseharian dari obyek makroskopis
beserta sifat-sifatnya memiliki dimensi kebebasan dalam hal kepercayaan
yang dianut seseorang, bahasa yang digunakan, skema konseptual, dan
sebagainya (realisme generik).
Sifat dan penjelasan-penjelasan yang masuk akal dari paham realisme
merupakan issu-issu yang hangat diperdebatkan dalam metafisik
kontemporer mengenai berbagai obyek dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Hume (1999) di dalam aliran empiris terdapat tiga prinsip
pertautan ide. Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara
apa yang ada di benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip
kedekatan, misalnya apabila kita memikirkan sebuah rumah, maka
berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir tentang adanya jendeka,
pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang kita dapatkan lewat
pengalaman inderwi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab- akibat yaitu jika
kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit akibatnya. Bagi
Hume, ilmu pengetahuan tidak pernah mampu memberi pengetahuan yang
niscaya tentang dunia ini. Kebenaran yang bersifat a priori seperti

10
ditemukan dalam matematika, logika dan geometri memang ada, namun
menurut Hume, itu tidak menambah pengetahuan kita tentang dunia.
Pengetahuan kita hanya bisa bertambah lewat pengamatan empiris atau
secara a posteriori. Perbedaan antara rasionalisme dengan empiris secara
umum adalah kalau pada aliran rasionalisme pengetahuan itu berupa a priori,
bersumber dari penalaran dan pembuktian-pembuktian pada logika dan
matematika melalui deduksi, sedangkan pada aliran empirisisme
pengetahuan bersumber pada pengalaman , terutama pada pengetahuan
dalam pembuktian- pembutiannya melalui eksperimentasi, observasi, dan
induksi.

Perbedaan antara Rasionalisme dan Empirisisme oleh Immanuel


Kant diambil jalan tengahnya, yaitu Immanuel Kant mengajukan sintesis a
priori. Menurutnya pengetahuan yang benar bersumber rasio dan empiris
yang sekaligus bersifat a priori dan a posteriori. Sebagai gambaran, kita
melihat suatu benda dikarenakan mata kita melihat ke arah benda tersebut
(rasionalisme) dan benda tersebut memantulkan sinar ke mata kita
(empirisme).
Menurut Edward (1967) secara terminologi rasionalisme dipandang
sebagai aliran yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama
pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari
pengalaman inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang
memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai
untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak
memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari diri
sendiri, yaitu atas dasar asas-asas petama yang pasti.
Menurut Kattsoff (2004) rasionalisme tidak mengingkari nilai
pengalaman, melainkan hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi
pikiran. Karenanya aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesehatan terletak
pada ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna
sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau dengan yang menunjuk
kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita
dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja.

11
Persamaan antara rasionalisme dan empirisme adalah rasio dan indra
manusia sama-sama berperan dalam pembentukan pengetahuan.

2.6 KAJIAN METODE DALAM MENCARI PENGETAHUAN METODE

KEILMUAN RASIONALISME
Sulit dimengerti adanya ilmu tanpa guna dalam praksis hidup
manusia. Hal ini menjadi anggapan luas, yakni bahwa pada dasarnya ilmu
adalah metode induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan. Namun
analisis yang mendalam terhadap metode keilmuan menyingkap kenyataan
bahwa pengetahuan lebih tepat digambarkan sebagai kombinasi antara
prosedur empiris dan rasional. Maka jelas pula bahwa rasionalisme dan
empirisme sama-sama berperan dalam metode keilmuan.
Pengetahuan ilmiah menurut Suriasumantri, harus memenuhi dua
syarat utama. Pertama, pengetahuan itu harus bersifat harus konsisten,
yakni sejalan dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak
terjadinya kontradiksi. Kedua, pengetahuan tersebut harus cocok dengan
fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimanapun konsistennya jika
sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima
kebenarannya secara ilmiah.

Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan


yang berupa rangkaian prosedur tertentu guna mendapatkan jawaban
tertentu dari pernyataan tertentu pula. Alur berpikir yang tercakup dalam
metode keilmuan dapat dijabarkan dalam beberapa langkah berikut:
1. Perumusan masalah; berisikan pertanyaan mengenai objek empiris
yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan berbagai
faktor yang terkait di dalamnya.
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis;
argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat
antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk
permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional

12
berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya
dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan
permasalahan.
3. Perumusan hipotesis; jawaban sementara atau dugaan terhadap
pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan
dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
4. Pengujian hipotesis; pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan
hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat
fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5. Penarikan kesimpulan; penilaian apakah sebuah hipotesis yang
diajukan itu ditolak atau diterima. Apabila dalam proses pengujian
terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis, maka hipotesis
diterima. Sebaliknya, apabila dalam proses pengujian tidak terdapat
fakta yang cukup mendukung hipotesis, maka hipotesis ditolak.
Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian
pengetahun ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yang
mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan
pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya
secara korespondensi.
Tahap awal metode keilmuan menganggap dunia sebagai suatu
kumpulan obyek dan kejadian yang dapat diamati secara empiris. Kepada
dunia yang sedemikian itu kemudian kita terapakn suatu peraturan atau
struktur hubungan sehingga suatu lingkup yang terbatas dari fakta yang
tertangkap indra dapat diberi arti. Hal itu menajamkan kepekaan terhadap
masalah yang ktia hadapi.
Masalah yang didefinisikan secara jelas merupakan pernyataan yang
harus dijawab. Karena itu tahap selanjutnya pengumpulan fakta dengan
berbagai alat secara induktif-empiris. Dan untuk menjamin pengamatan
yang teliti perlu dilakukan penyusunan dan klasifikasi data.
Namun fakta tidak dapat berbicara tentang dirinya sendiri. Maka
perlu disusun sebuah hipotesis, pernyataan sementara tentang hubungan
antar benda/ hal. Hipotesis diajukan secara khas dengan dasar trail and

13
error untuk memperoleh rumusan terbaik. Hubungan antara fakta empiris
maupun deduktif pada dasarnya merupakan hasil penalaran deduktif, karena
pengetahuan keilmuan lebih bersifat teoritis daripada empiris dan bahwa
ramalan sangat bergantung pada bentuk logika silogistik.
Tes atau verifikasi yang kemudian dilakukan adalah untuk mencari
fakta yang mendukung kebenaran hipotesis, kendati metode keilmuan tidak
mengajukan diri sebagai sebuah metode yang membawa manusia kepada
suatu kebenaran akhir yang takkan pernah berubah.
Kritik terhadap Metode Keilmuan:

1. Metode keilmuan cenderung membatasi manusia pada benda-benda /


hal yang dapat dipelajari dengan alat dan teknik keilmuan tertentu.
2. Kesatuan dan konsistensi pengetahuan keilmuan ternyata tidak sejelas
yang dapat diduga sebelumnya.
3. Ilmu menggambarkan hakikat mekanistis, yakni bagaimana hubungan
antarbenda/ hal sebagai hubungan sebab-akibat, tetapi tidak cukup
menjelaskan apakah hakikat suatu benda/ hal dan mengapa seperti itu.
4. Meskipun sangat tepat, pengetahuan keilmuan bukanlah keharusan
universal maupun merupakan persyaratan tertentu. Pengetahuan
keilmuan hanyalah pengetahuan yang mungkin dan secara tetap
berubah setiap saat.

Terlihat bahwa metode keilmuan merupakan gabungan antara


logika deduktif dengan logika induktif yang ditandai dengan Rasionalisme
dan Empirisme hidup secara berdampingan dengan sebuah mekanisme
korektif.

14
15
BAB III

KESIMPULAN

Rasionalisme Descartes dan Empirisme Hume masing-masing memiliki


kelemahan apabila digunakan sebagai sebagai sebuah metode ilmiah. Kelemahan-
kelemahan ini misalnya diperlihatkan oleh Honer dan Hunt. Pada Rasionalisme,
dibutuhkan sebuah metode lain yang lebih dapat dimunculkan sebagai sebuah
metode yang handal untuk pencarian pengetahuan tersebut. Salah satunya adalah
dengan mengawinkan Rasionalisme dengan Empirisme sehingga kelemahan-
kelemahan masing-masing aliran sebagai sebuah metode dapat diatasi.

Perkawinan antara Rasionalisme dengan Empirisme ini dapat digambarkan


dalam metode keilmuan dengan langkah-langkah berupa perumusan masalah,
penyusunan kerangka berpikir, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis dan
penarikan kesimpulan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Dinus. Empirisme John Locke. Semarang. Universitas Dian Nuswantoro.
Honer, Stanley M. dan Thomas C. Hunt. 2003. Metode dalam Mencari
Pengetahuan: Rasionalisme, Empirisme dan Metode Keilmuan.
Dalam Jujun s. Suriasumantri. Ilmu dalam Prespektif: Sebuah
Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Kattsoff, Louis O. 2004. Element of Philosophy. Diterjemahkan
Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Suriasumantri, Jujun S. 1988. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Usdiyana, Dian. Pengertian Rasionalisme Dan Empirisme, Tugas Akhir.
Bandung. FPMIPA UPI.
Utama, Ferdian. 2014. Teori Empirisme Thomas Hobbes Dan Relevansinya
Dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta. Universitas Islam Negri
Sunan
Kalijaga Yogyakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai