Anda di halaman 1dari 25

METODE ILMIAH

Dosen Pengampu: Dr. Nirwana Anas, M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Mutiara murni Harahap 0306231002

Evi bunga Lestari Br hite 0306231005

Putri Zaskia Tambunan 0306232119

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2024/2025
KATA PENGANTAR

‫الرحِ ي ِْم‬
َّ ‫ْمن‬
ِ ‫الرح‬
َّ ‫هللا‬
ِ ‫ِبس ِْم‬
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami

ucapkan rasa syukur atas kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan

inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini telah di susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan

banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan hasil

makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan

baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka

kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah

ini.

Medan, 15 April 2024

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
A. Sejarah Pembelajaran Berbasis Metode Ilmiah ............................. 3
B. Definisi dan Konsep Metode Ilmiah ...............................................5
C. Indikator Metode Ilmiah .................................................................8
D. Aktivitas Pembelajaran Berbasis Metode
Ilmiah..............................................................................................10
E. Desain Pembelajaran IPA SD/MI Berorientasi Metode Ilmiah......13

BAB III PENUTUP................................................................................20


Kesimpulan........................................................................................... .20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada masa dahulu sampai dengan sekarang ilmu pengetahuan sangat melekat

dalam kehidupan manusia dan mengalami pola pikir yang berbedabeda dalam

memandang ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan tersebut juga mengalami

kemajuan dari segi yang seknipikan.

Ilmu pengetahuan akan semakin berkembangan dan akan terwujud terus-

menerus karena ada para pemikir-pemikir yang selalau rasa ingin tahu dalam hal yang

baru yang serung disebut-sebut dengan penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan.

manusia tidak akan berhenti berpikir selama manusia itu masih hidup dan masih

sanggup dalam berpikir. Terlepas dari tingkatan masalah yang hendak dipikirnya.

Akankah masalah itu sederhana, apakah ilmiah, dan bahkan filsafat.

Apabila manusia itu berpikir menekankan kegunaannya dari pada kebenaranya

maka hal tersebut termasuk tingkat berpikir sederhana. Kemudian apabila manusia itu

berpikir lebih menekankan kebenaran dari pada kegunaannya maka dia sudah termasuk

berpikir ilmiah. Sedangkan manusia tersebut berpikir secara komprehensif, spekulatif,

logis dnan mendasar jauh dari pengalamannya maka dia sudah termasuk tingkat

berpikir yang filsafat.

Berdasarkan paparan diatas bahwa luasnya kajian filsafat dan filsafat

merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Maka penulis membatasi permasalahan ini

mengenai asal mula metode ilmiah dan perkembangannya dalam sejarah keilmuan

pendidikan Islam di zaman sekarang. Metodologi penelitian penulis gunakan penelitian

1
kepustakaan Library Rescarh, penelitian ini sangat berkaitan dengan sumber data,

pengumpulan data, dan analisis data.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Metode Ilmiah Dalam Dunia Pembelajaran?


2. Apa definisi dan konsep metode ilmiah?
3. Apa indikator metode ilmiah?
4. Apa saja aktivitas pembelajaran metode ilmiah?
5. Apa saja desain pembelajaran IPA berorientasi metode ilmiah?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui Sejarah Metode Ilmiah Dalam Dunia Pembelajaran


2. Mengetahui definisi dan konsep metode ilmiah
3. Memahami indikator metode ilmiah
4. Memahami aktivitas pembelajaran metode ilmiah
5. Memahami desain pembelajaran IPA berorientasi metode ilmiah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Pembelajaran Berbasis Metode Ilmiah

Pertama kali metode atau cara untuk mengali ilmu pengetahuan di perkenalkan oleh

seorang filosof Yunani yaitu Aristoteles. Menurut Aristoteles metode adalah sebagai cara

untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang baru atau benar. Dengan metode Aristoteles

mekemukakan argumen penolakan terhadap idealisme filosof yang bernama Plato. Pada saat

itu Plato berpendapat bahwa dunia ini terbagi dua bagian, pertama dunia ide kendua dunia

inderawi. Plato berpendat dunia inderawi merupakan sebuah cerminan yang tidak sempurna

dari dunia ide yang sempurna. Plato mengibaratkan bahwa jiwa manusia sudah ada di dunia

ide dan kemudian jatuh terjerat dalam tubuh yang membawanya berhadapan dengan semesta

inderawi yang serba semu.

Idealisme Plato ditolak oleh Aristoteles dengan berpendapat ilmu pengetahuan harus

bermula dari material atau benda konkret sehingga terlihat oleh penglihatan, sehingga

diproses menjadi pengetahuan akal budi yang bercirikan universal. Aristoteles sangat

berpegang teguh pada diktumnya, “nihil est in intellectu nisi guod in sensu”. Yang artinya,

tidak ada satu pun yang terdapat di akal budi yang tidak lebih dulu ada pada indera.

Aristoteles mengungkapkan ada tiga metode untuk mendapatkan pengetahuan. Pertama

metode fisik; dari pengamatan, akal melepaskan diri dari pengamatan inderawi menyangkut

hal-hal yang dapat dirasakan untuk menjadi materi abstrak. Kedua, metode matematis; akal

budi melepaskan diri dari materi hanya segi-segi yang dapat dinalar secara matematis

sehingga menghasilkan pengukuran dan penghitungan. Ketiga, metode metafisis; semua

materi yang dapat diamati dan dikenali diabstraksi sehingga menghasilkan pengetahuan

yang meninggalkan bidang fisika dan matesis untuk mendapatkan pengetahuan tentang

3
keseluruhan sementara, tentang asal dan tujuan tentang jiwa manusia tentang Tuhan. Ini

yang dikenal dengan sebutan metafisika.1

Pada abad ke 13 atau pada abad pertengahan abstraksi Aristoteles memperoleh

pengembangan oleh para filosof seperti: John Duns Scotus, William of Ackham

mengembangkan metode Aristoteles menjadi abstraksi persetujuan dan abstraksi perbedaan.

Pertama, abstraksi persetujuan Duns Scotus; adalah teknik untuk menganalisis sejumlah

gejala dimana efek tertentu terjadi. Kedua, Ockham; adalah dengan cara

membandingkandua kasus- satu kasus dimana efek hadir dan satu kasus dimana efek tidak

hadir.2

Dilajutkan pada abad ke 17 timbul berbagai pemikiran tentang abstraksi yang pada

dasarnya menolak otoritas pandangan dunia Aristoteles yang selama ini dianggap

mendominasi wacana ilmu pengetahuan. Bernama Galileo, Francis Bacon dan Rene

Descartes tiga orang pemikir besar pada masa itu

Menurut Galileo dan Francis Bacon menjelaskan salah satu syarat keilmiahan ilmu

pengetahuan seseorang haruslah membersihkan diri dari prasangka buruk, predisposisi agar

bisa kembali lagi menjadi anak kecil yang polos lugu di hadapan alam bahkan tidak tahu

sama sekali dengan alam semesta.

Berikutnya dilanjutkan olah filosof bernama Rene Descartes mengatakan terlebih

dahulu harus terlepas dari semua tradisi, dogma-dogma yang sifatnya distortif kita harus

melakukan suatu keraguan radikal namun sistematis untuk mendapatkan apa yang

disebutnya sebagai clear and distinct ideas (ide-ide yang begitu jelas dan gomblang

sehingga tak tersisa keraguan sedikitpun didalamnya).3

1
Donny Gahral Adian, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Teraju, 2002, hal. 30-32
2
Ibid, hal. 34
3
Donny Gahral Adian, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan,... hal. 36-37

4
B. Definisi Dan Konsep Metode Ilmiah

Abstraksi atau yang lebih dikenal dengan sebutan metode secara etimologis berasal dari

kata Yunani meta yang artinya sesudah dan hodos yang artinya jalan. Maka metode sebuah

langkahlangkah yang diambil, menurut urutan tertentu, untuk mencapai pengetahuan yang

benar yaitu sesuatu tata cara, teknik, atau jalan yang telah dirancang dan dipakai dalam

proses memperoleh ilmu pengetahuan jenis apapun, baik pengetahuan humanistik, dan

historis atau pun pengetahuan filsafat dan ilmiah.

Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan, pikiran,

pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau

mengembangkan pengetahuan yang telah ada.4

Metode ilmiah adalah prosedur yang dipakai oleh pemikir maupun peneliti dan ilmuan-

ilmuan modren guna untuk menjawab permasalahan agar memperoleh sebuah pengetahuan

yang hakiki.5

Untuk mendapatkan sebuah pengetahuan baru dengan cara penelitian yang terencana

dengan mengunakan metode ilmiah supaya penelusuran ataupun guna menemukan suatu

kebenaran dan menemukan gejala-hejala dan fenomena yang ada di lapangan. Menurut

waluyo mengambil sebuah kesimpulan para peneliti maupun pemikir yang pada dasarnya

sesuatu kegiatan terencana dengan mengnakan metode ilmiah tujuan untuk mendapatkan

data-data baru gunanya untuk membuktikan suatu kebenaran atau ketidak benarnya suatu

fenomena (gejala) maupun hipotesa yang ada.6

4
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, Filsafat Ilmu, Yokyakarta: Leberty Yokyakarta, 2010, cet Ke 5, hal. 128
5
Sigit Sujatmika & Tias Emamti, Pengaruh Learning Cycle Dan Inkuiri Terbimbing Ditunjai Dari Pemahaman
Metode Ilmiah Terhadap Prestasi Belajar. Jurnal Wacana Akademika, Vol 1, No 1 Tahun 2007, hal. 4
6
Mezak Meray Hendrik, Jenis, Metode dan Pendekatan Dalam Penelitian Hukum, Jurnal: Fakultas Hukum
Universitas Pelita Harapan, Vol 5, No 3, Tahun 2006, hal. 2-3

5
Selanjutnya jika kata metode tersebut dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti

metode sebagai jalan untuk menanamkan ilmu pengetahuan pada diri seseorang sehingga

terlihat dalam pribadi objek sasaran, yaitu pribadi yang Islami. Selain itu metode dapat pula

membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam,

sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.7

Menurut Popper ada dua metode ilmiah yang paling mendasar guna mencari kebenaran

dalam kajian filsafat. Pertama seorang penyelidik tidak boleh mulai dengan observasi yang

tidak memihak, justru harus fokus pada sutau persoalan. Contoh seorang peneliti hendaknya

bertanya; apa masalahnya? Kedua seorang peneliti harus berusaha menemukan sebuah

solusi dari permasalahan yang ditelitinya dan peneliti juga dituntut untuk berhati-hati dan

berpengang teguh pada fakta yang ada, dan ditambah lagi dengan usaha untuk

menggabungkan sebuah keberanian dengan kritisisme yang tajam.8

Menurut Thomas Kuhn seorang filosof Sains dia sangat menekankan betapa pentingnya

sebuah sejarah sains terhadap perkembagannya. Kuhn berpendapat perkembangan sains

bersifat revolusioner dikarenakan menurut Kuhn sejarah tidak bersifat berkesinabungan dan

perkeinbangan. Sains ditandai dengan lompatan-lompatan revolusi ilmiah bukan bersifat

evolusioner terhadap pendekatan kebenaran dalam arti perkembagan sains bersifat

akumulatif.9 Menurut Mansur dalam jurnalnya, ia memaparkan beberapa cara mencari

kebenaran ilmiah dengan metode-metode seperti:

1. Metode ilmiah bersifat umum: yang kemudian dibagi menjadi dua lagi:

a. Metode Analitiko- Sintesa, penelitian dengan mengunakan analisa sahaja dan

metode sintesa dengan cara bersamaan atau silih berganti.

7
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hal. 91
8
Yulia Samiha Putri, Standar Menilai Teori Dalam Metode Ilmiah Pada Kajian Filsafat Ilmu,...hal. 4
9
Ibid, hal. 6

6
b. Metode no-deduksi dengan cara pengajian sesuatu objek (ilmiah) tertentu

dengan menggunakan deduksi dan induksi secara silih berganti ataupun secara

bersama-sama.

Dengan kata lain, metode deduksi dalam menghadapi objek ilmiah dengan cara pertama

menetapkan ketentuan secara umum kemudian berdasarkan ketentuan umum tadi bisa

menarik kesimpulan yang khusus mengenai kasus tertentu. Metode induksi menyelesaikan

suatu permasalahan dengan cara mencari titik tolak dari sebuah pengamatan atas kasus yang

sejenis, lalu menarik suatu kesimpulan yang sifatnya umum.

2. Metode penyelidikan ilmiah: hal ini dibagi menjadi dua yakni:

a. Metode siklus-empirik, berupa sebuah cara mengkaji sesuatu dengan membuat

bentuk lingkaran atau secara berulang-ulang.

b. Metode linier dalam penyelidikan ilmiahnya, terhadap suatu objek ilmiah yang

sifatnya kejiawaan atau kerohanian dan prosesnya mengambil bentuk sebuah

garis lurus secara bertahap.

Metode siklus-empirik dan metode linier terdapat perbedaan dalam mencari

kebenaran, pertama bersifat kealaman dan yang satunya lagi bersifat kejiwaan atau

kerohanian.10

Dalam jurnal Jhon dikutip dari Kneller mengatakan bahwa metode ilmiah adalah

sebuah suktruk kajian rasional dari penyelidikan ilmiah yang hipotesisnya disusun dan

diujikan.

Berdasarkan beberapa pengertian dan pendapat para ahli di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa metode ilmiah pada hakikatnya merupakan prosedur yang mencakup

10
Rosichin Mansur, Filsafat Ilmu: Filsafat Idola Masa Depan, e-Jurnal Al-Ghazwah, Vol 1, No 1 (-), hal. 47

7
berbagai kegiatan, pikiran, pola kerja, tata kerja, dan cara teknis untuk memperoleh

pengetahuan baru dan mengembangkan pengetahuan yang sudah ada.

Ilmu kimia menjawab banyak permasalahan yang berlandaskan eksperimen dan

penalaran akal sehat. Eksperimen yang dilakukan harus sistematis dan logis. Oleh karena

itu, diperlukan suatu metode standar dalam pelaksanaannya, maka digunakanlah metode

ilmiah. Metode ilmiah merupakan suatu prosedur atau cara pemecahan masalah dengan

menggunakan langkah-langkah yang telah disusun secara sistematis . Langkah-langkah

tersebut dilaksanakan melalui konsep dasar berpikir ilmiah, yaitu analitis, logis, tujuan,

konseptualisasi, dan empiris.

C. Indikator Metode Ilmiah

Metode ilmiah adalah proses menggabungkan antara berpikir induktif dan deduktif

dalam membangaun tubuh ilmu pengetahuan menurut T.H Huxley menjelaskan. Induktif

menghasilkan sifat logis ilmu pengetahuan dan konsisiten dengan pengatahuan yang

diambilkan sebelumnya. Dalam hal ini, proses induktif sangat berperan dalam pengujian

hipotesis dengan mengkonrontasikan melalui dengan fakta-fakta yang emperis. Yakni

apakah hipotesis didukung dengan fakta emperis atau kah tidak. Sedangkan berpikir secara

deduktif berupa mengambil premis-premis dari ilmu pengetahuan ilmiah yang diketahui

sebelumnya.11

Langkah dalam metode ilmiah menurut Irving Copi dalam buku Nunu mengatakan ada

7 (tujuah) langkah yakni : adanya problem, hipotesis awal, mengumpulkan fakta-fakta,

11
Nunu Burhanuddin, Filsafat Ilmu, Jakarta: Prenada Gruop, 2020, hal. 128

8
perumusan hipotesis, menyimpulkan sebak akibat lebih dalam, menguji sebab akibat

tersebut, dan perenapannya.

Menurut The Liang Gie menyebutkan secara umum untuk mencari kebenaran dalam

suatu persoalan penelitian hal ini perlu mempunyai langkah-langkah yang tepat dalam

menelusurinya.

Pertama; sebagai langkah awal sangat penting penentuan permasalahan yang hendak di

cari kebenarannya. Kedua; untuk lebih menyakinkan masalah yang hendak diteliti, sangat

dianjurkan merumuskan hopitesisnya ini pun apabila dianggap penting menurut peneliti.

Ketiga; peneliti perlu mengumpulkan data-data terkait permaslahan yang hendak di cari

solusinya. Keempat; membuat kesimpulan. Kelima; apabila merasa apa yang di teliti sudah

sesuai dengan apa yang di harapkan, maka langkah akhir perlu diuji kebenaran yang didapat

guna untuk mengevaluasi apakah tepat sasaran atau kah tidak.12

Pada dasarnya langkah-langkah yang tertara diatas tentu tidak bersifat mutlak

melainkan dalam prateknya sering mengalami perlompotan dalam penyelesaian suatu

persoalan. Guna dari dibuat langkah-langkah metode ilmiah supaya dalam prosesnya akan

lebih mudan dan dengan adanya langkah metode ilmiah ini diharapkan supaya tidak terlepas

konsistennya dari pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dan teruji kebenarannya.

Metode ilmiah sebenarnya hampir sama banyaknya dengan defenisi dari para ahli dan

filsuf sendiri. Suatu alat pendekatanagar tercapainya hahikat kebenaran dengan cara padang

radikal oleh para filsuf, tentu disesuaikan juga dengan metode-metode yang diinginkan oleh

filsuf itu sendiri yang menurutnya tepat untuk mengali kebenarannya

12
Ibid, hlm. 130-131

9
D. Aktivitas Pembelajaran Berbasis Metode Ilmiah

Pembelajaran abad ke-21 menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang

memungkinkan peserta didik untuk terlibat secara aktif. Pembelajaran abad ke-21 adalah

proses belajar mengajar yang berpusat pada peserta didik dengan menggunakan teknologi

informasi dan komunikasi dengan multi sumber yang menempatkan peserta didik berperan

aktif dalam pemerolehan kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan), kecakapan

abad ke-21, dan literasi serta kecakapan berfikir tingkat tinggi (HOTS) akan otomatis

diperoleh oleh peserta didik.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita

terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu

proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadahi, menginsiprasi,

menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat

dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) Pendekatan

pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan

(2) Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered

approach)

Pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau

berpusat pada siswa (student centered approach). Di dalam pembelajaran dengan

pendekatan saintifik, peserta didik mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Menurut

(Permendikbud nomor 81 A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman

Umum Pembelajaran) bagi peserta didik, pengetahuan yang dimilikinya bersifat dinamis,

berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya

menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak.

Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan/atau akan

10
mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yakni sensori motor, pra-operasional,

operasional konkrit, dan operasional formal.13

Banyak para ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan scientific/ilmiah, selain

dapat menjadikan peserta didik lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan

keterampilannya, juga dapat mendorong peserta didik untuk melakukan penyelidikan guna

menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Peserta didik dilatih untuk

mampu berpikir logis, runut, dan sistematis. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik

simpulan awal bahwa pembelajaran berbasis pendekatan scientific/ilmiah lebih efektif

hasilnya dibandingan dengan pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran berbasis

pendekatan saintifik/ilmiah, retensi informasi dari guru lebih besar.

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah didasarkan pada keunggulan

pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah adalah:

1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat

tinggi siswa.

2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara

sistematik.

3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan

suatu kebutuhan.

4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.

5. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis

artikel ilmiah.

6. Untuk mengembangkan karakter siswa.14

13
John Sabari, Metode Ilmiah Dalam Ilmu-Ilmu Sosial, E-Jurnal Agartya, Vol 1, No 1, Tahun 2011, hal. 3
14
Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Pengembangannya Di Indonesia. Bandung: Aksara, 2007, hal. 11-14

11
Secara umum pembelajaran dengan metode ilmiah dilakukan melalui beberapa

langkah sebagai berikut.

1. Melakukan pengamatan terhadap suatu fenomena untuk menemukan masalah

Pada langkah ini peserta didik mengamati fenomena dengan panca indera

(mendengarkan, melihat, membau, meraba, mengecap) dengan atau tanpa alat (untuk

menemukan masalah atau gap of knowledge/skill). Fenomena dapat berupa kejadian/

keadaan alam (IPA), peristiwa/situasi sosial (IPS dan Pendidikan Agama), interaksi/

komunikasi verbal (Bahasa), sesuai karakteristik mata pelajaran dan kompetensi yang

dipelajari.

2. Merumuskan pertanyaan

Peserta didik merumuskan pertanyaan berangkat dari masalah (gap of

knowledge and/or skill) yang diperoleh dari pengamatan.

3. Mencoba/ mengumpulkan data/ informasi dengan berbagai teknik

Peserta didik mengumpulkan informasi/ data dengan satu atau lebih teknik yang

sesuai, misalnya eksperimen, pengamatan, wawancara, survei, dan membaca dokumen-

dokumen.

4. Mengasosiasi/menganalisis data atau informasi untuk menarik kesimpulan

Dalam tahap ini peserta didik menggunakan informasi/ data yang sudah

dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan. Jawaban terhadap

pertanyaan atau kesimpulan tersebut merupakan pengetahuan dan/atau keterampilan

baru yang diperoleh oleh peserta didik.

5. Mengkomunikasikan kesimpulan

12
Peserta didik menyampaikan jawaban atas pertanyaan (kesimpulan) secara lisan

dan/atau tertulis.

6. Mencipta

Peserta didik menciptakan dan/atau menginovasi produk, model, gagasan, dsb.

dengan pengetahuan dan/atau keterampilan yang telah diperoleh. Mencipta merupakan

kegiatan penerapan pengetahuan dan/atau keterampilan yang diperoleh yang hasilnya

berwujud (misalnya produk dan karya) maupun yang tidak berwujud (seperti gagasan

atau ide).15

E. Desain Pembelajaran IPA SD/MI Berorientasi Metode Ilmiah

Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui

pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu

penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA

yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk

memprediksi apa yang belum diamati, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil

eksperimen, (3) dikembangkannya sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup

pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami

jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang

gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan

diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan

ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Metode ilmiah dalam mempelajari IPA itu

sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 yang meliputi mengidentifikasi masalah,

15
Mulyadhi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan Pengantar Epistemologi Islam, Bandung: Mizan, 2003, hal.
52-54

13
menyusun hipotesa, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan eksperimen untuk

menguji prediksi, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari

hipotesis, prediksi, dan eksperimen

Pembelajaran IPA Terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik

untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan atau hubungan antara

konsep pengetahuan dan nilai atau tindakan yang termuat dalam tema tersebut. Dengan

model pembelajaran yang terpadu dan sesuai dengan kehidupan seharihari, peserta didik

digiring untuk berpikir luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan

konseptual yang disajikan guru. Selanjutnya peserta didik akan terbiasa berpikir terarah,

teratur, utuh, menyeluruh, sistimik, dan analitik. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam

belajar bila mereka merasa bahwa pembelajaran itu bermakna baginya, dan bila mereka

berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya.

Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi

peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah.

Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk

mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut

dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah.

Pembelajaran IPA secara terpadu menekankan pada pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi antar disiplin ilmu agar peserta didik mampu memahami alam

sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu peserta didik

untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu

atau berbuat tersebut dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry

skills” yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan,

menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan,

mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru,

14
menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai

cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses

dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak

percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan,

memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang lain

Kegiatan pembelajaran saintifik dilakukan melalui proses mengamati, menanya,

mencoba, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Lima pengalaman belajar ini

diimplementasikan ke dalam model atau strategi pembelajaran, metode, teknik, maupun

taktik yang digunakan. Berikut akan dijabarkan masing-masing pengalaman belajar.

1. Mengamati/Mengobservasi. Kegiatan mengamati bertujuan agar pembelajaran

berkaitan erat dengan konteks situasi nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat,

mendengar, membaca, dan atau menyimak. Dalam kegiatan mengamati, guru membuka

kesempatan bagi peserta didik untuk secara luas dan bervariasi melakukan pengamatan

melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi

peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan

(melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.

Selanjutnya guru membuka kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya mengenai

apa yang sudah dilihat, disimak, dan dibaca.

2. Menanya. Kegiatan menanya dilakukan sebagai salah satu proses membangun

pengetahuan siswa dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, prosedur, hukum dan terori.

Tujuannnya agar siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi secara kritis, logis,

dan sistematis (critical thinking skills). Proses menanya bisa dilakukan melalui kegiatan

diskusi dan kerja kelompok serta diskusi kelas. Praktik diskusi kelompok memberi

ruang pada peserta didik untuk mengemukakan ide/gagasan dengan bahasa sendiri.

15
Guru membimbing peserta didik agar mampu mengajukan pertanyaan tentang hasil

pengamatan objek yang konkrit sampai abstrak berkenaan dengan fakta, konsep,

prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang disusun dapat bersifat

faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Guru melatih peserta didik

menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dan memberikan bantuan untuk

belajar mengajukan pertanyaan sehingga peserta didik mampu mengajukan pertanyaan

secara mandiri. Melalui kegiatan bertanya rasa ingin tahu peserta didik dikembangkan.

Semakin terlatih dalam bertanya, rasa ingin tahu semakin berkembang. Pertanyaan-

pertanyaan tersebut akan menjadi dasar untuk mencari informasi lebih lanjut dan

beragam melalui sumber yang ditentukan guru sampai yang dipilih peserta didik

sendiri. Dimulai dari sumber kajian yang tunggal sampai yang beragam

3. Mengumpulkan Data/eksperimen/eksplorasi. Kegiatan eksperimen bermanfaat untuk

meningkatkan keingintahuan siswa dalam memperkuat pemahaman fakta, konsep,

prinsip, ataupunprosedur dengan cara mengumpulkan data, mengembangkan

kreativitas, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan ini mencakup merencanakan,

merancang, dan melaksanakan eksperimen, menyajikan data, mengolah data, dan

menyusun kesimpulan.

Pemanfaatan sumber belajar termasuk pemanfaatan teknologi informasi dan

komunikasi sangat disarankan. Tindak lanjut kegiatan bertanya adalah menggali dan

mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Agar terkumpul

sejumlah informasi, peserta didik dapat lebih banyak membaca buku, memperhatikan

fenomena, atau objek dengan lebih teliti, bahkan melakukan eksperimen. Untuk

memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau

melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata

pelajaran IPA, misalnya, peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan

16
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan

proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu

menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah

yang dihadapinya sehari-hari.

Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan

berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas

pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai

dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara

penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar

teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan

mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan

menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan

dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya

merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama

murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan

tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid

(5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6)

Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan

bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya,

bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal

4. Mengasosiasi atau Menalar. Kegiatan mengasosiasi bertujuan untuk membangun

kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah. Informasi (data) hasil kegiatan mencoba

menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu memproses informasi untuk menemukan

keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan

17
informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Data

yang diperoleh diklasifikasi, diolah, dan ditemukan hubungan-hubungan yang spesifik.

Kegiatan dapat dirancang oleh guru melalui situasi yang direkayasa dalam kegiatan

tertentu sehingga siswa melakukan aktivitas antara lain menganalisis data,

mengelompokkan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi

dengan memanfaatkan lembar kerja diskusi atau praktik. Hasil kegiatan mencoba dan

mengasosiasi memungkinkan siswa berpikir kritis tingkat tinggi (higher order thinking

skills) hingga berpikir metakognitif. Sedangkan istilah “menalar” dalam kerangka

proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013

untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik

tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada

guru.

Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang

dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran

dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak

bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan

merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau

penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada

Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi

atau pembelajaran asosiatif.

Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan

beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya

menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak,

pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman

yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman

18
sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari

persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau

mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan

waktu.

5. Mengomunikasikan.Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa

yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan

pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar

peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan mengomunikasikan adalah

sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan,

gambar/sketsa, diagram, atau grafik.

Kegiatan ini dilakukan agar siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan,

keterampilan, dan penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat

laporan, dan/atau unjuk karya. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap

(religius dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran

berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi

ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi

substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan

menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil

akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi

manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan

untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek

kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.16

16
Suwito & Fauzan, Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan, Bandung: Aksara, 2003, hal. 69

19
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Metode ilmiah merupakan serangkaian kegiatan berupa pengenalan, merumuskan masalah,

pengumpulan informasi, hipotesis fakta-fakta, esperimen, publikasi dan penyebaran informasi.

Maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada dua permasalahan yang kiranya perlu

disimpulkan yakni:

1. Melihat dari sejarah perkembangan matodemetode yang dikemukakan oleh para filosof

terdulu sampai dengan pada abad ke 17 metode ilmiah selalu mencirikan hal-hal yang

baru, sehingga dengan lebih mudah para eneliti dengan mudah mengali hakikat asli dari

objek tersebut.

2. Dalam dunia Islam setidaknya ada 3 metode yang digunakan dalam menyelesaikan

permasalahan-permasalahan dalam mencari kebenaran seperti mengunakan

eksperiman, logika/akal, dan intuitif. Menurutnya dengan 3 metode ini sudah bisa

melihat dari objek-objek yang hendak digali kebenrannya. Kemudian para filosof Islam

juga mengakui tidak menutup kemungkinan mengunakan atau mengabungkan dari

semua metode-metode yang ada. Mereka berpendapat dengan mengabungkan metode

akan lebih mudah kebenaran tersebut terungkap.

Maka dari itu, secara umum metode ilmiah sebenarnya bukan hanya ada beberapa saja akan

tetapi metode ilmiah boleh dikatakan seberapa banyak filosof-filosof maka sebanyak itu

pulalah metodenya, karena setiap filosof mempunyai ciri khas masing-masing dalam mencari

ilmu pengetahuan atau dalam mengali permasalahan-permasalahan yang hendak di teliti. Bisa

jadi apabila kita ingin menyelesaikan permasalah yang yang seakan-akan peting untuk diselesai

akan tidak menutup kemungkinan secara tidak langsung kita menciptakan metode-metode yang

unik dan menarik, akan tetapi kita sering lupa akan hal itu
20
DAFTAR PUSTAKA

Al-Attas, S. M. (1995). Islam Dan Filsafat Sains, Diterjemah Oleh Saiful Muzani. Mizan:

Bandung.

Asy'arie, M. (1999). Filsafat Islam Tentang Kebudayaan. Yokyakarta: Lesfi Lembaga Studi

Filsafat Islam.

Astika, dkk. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Sikap Ilmiah

Dan Keterampilan Berfikir Kritis. Jurnal Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja Program Studi IPA. 3

Burhanuddin, N. (2020). Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenada Media Guop.

Kartanegara, M. (2003). Menyibak Tirai Kejahilan Pengantar Epistemologi Islam. Bandung:

Mizan.

Kartanegara, M. (2007). Nalar Religius: Menyelemi Hakikat Tuhan, Alam, Dan Manusia.

Jakarta: Erlangga.

Mansur, R. (-). Filsafat Ilmu, Filsafat Idola Masa Depan. E-Jurnal Al-Ghazwah, 1-12.

Mezak, M. H. (2006). Jenis, Metode Dan Pendekatan Dalam Penelitian Hukum. Jurnal:

Fakultas Hukum Universiius Pelita Harupan, 85-97.

Nata, A. (1997). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Sabari, J. (2011). Metode Ilmiah Dalam Ilmu-Ilmu Sosial. E-Jurnal Agastya, 1-12.

Samiha, Y. T. (2016). Standar Menilai Teori Dalam Metode Ilmiah Pada Kajian Filsafat Ilmu.

Medina-Te, Jurnal Studi Islam, 133-142.

Situmorang, S. H. (2008). Filsafat Ilmu Dan Metode Riset. Medan: Usu Press.

21
Sujatmika, S., & Emamati, T. (2007). Pengaruh Learning Cycle Dan Inkuiri Terbimbing

Ditunjai Dari Pemahaman Metode Ilmiah Terhadap Prestasi Belajar. Jurnal Wacana

Akademika, 1-12.

Surajiyo. (2007). Filsafat Ilmu Dan Pengembangannya Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Suwito, & Fauzan. (2003). Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan. Bandung: Aksara.

Theresia K., (2007). Peningkatan Hasil Belajar Sains Siswa Kelas IV Sekolah Dasar, Melalui

Pendekatan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati di Lingkungan Sekitar. Jurnal

Pendidikan Penabur. 9

Ugm, T. D. (2010). Filsafat Ilmu. Yokyakarta: Leberty Yokyakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai