Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FILSAFAT RASIONALISME

DISUSUN OLEH :

Andi Syahira Az Zahrah T E031231017

Nayla Zahwa Nuraini E031231070

Rahmania E031231082

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


JURUSAN SOSIOLOGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat serta
pertolongan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad saw yang senantiasa kita nanti-nantikan syafa'atnya di dunia dan
di akhirat.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah adanya makalah ini
kami berharap dapat memberikan manfaat dan edukasi kepada kita semua Tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen mata yang telah memberikan
kesempatan pada kami untuk menyusun makalah ini.
Namun tidak dipungkiri bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kami mengucapkan mohon
maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dan kekurangan di
dalamnya dan kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para
pembaca sehingga di kemudian hari kami dapat memperbaikinya menjadi lebih
baik lagi.

Makassar, 17 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. Sejarah Munculnya Rasionalisme .............................................................. 3

B. Pengertian Rasionalisme ........................................................................... 3

C. Pemikiran Tokoh-tokoh Rasionalisme ....................................................... 5

D. Hubungan Filsafat Rasionalisme dengan Ilmu Pengetahuan..................... 11

E. Kelebihan Dan Kekurangan Aliran Rasionalisme .................................... 14

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 15

A. Kesimpulan ............................................................................................. 15

B. Saran ....................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh manusia
untuk merubah sumber daya manusia menjadi lebih baik. Dalam pendidikan ada
banyak hal yang bisa dipelajari. Pendidikan juga tidak hanya bersifat formal
tetapi juga nonformal. Pendidikan formal bisa kita dapatkan di sekolah-sekolah
yang berada dibawah naungan pemerintah baik itu pemerintah pusat, maupun
pemerintah daerah. Kemudian Lembaga-Lembaga non formal bisa kita temukan
di berbagai plaform maupun lembaga lembaga bimbingan belajar. Pendidikan
memberikan peran penting dalam kita mendapatkan ilmu pengetahuan. Dalam
ilmu pengetahuan manusiai berperani sebagaii subjeki sekaligusi objek. Objek
meliputi manusia dan lingkungannya. Manusia memiliki akal dan budi,
sehingga selalu mempelajari serta melakukan kegiatan untuk mengetahui
berbagai macam fenomena dalam kehidupan agar bisa dibuktikan
kebenarannya.Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran.
Dalam sejarah pemikiran filsafat, datangnya abad 17 ditengarai sebagai
datangnya abad 'kelahiran kembali nalar (ratio, reason) manusia, yang dalam
istilah asingnya dikenal dengan istilah the age of renaissance. Dikatakan
demikian, karena pada dan sejak masa itulah muncul paham filsafat yang
disebut 'rasionalisme'. Rasionalisme yang tak bisa dilepaskan dari asosiasinya
dengan paradigma Galillean adalah suatu paham yang menyatakan dengan
penuh keyakinan bahwa alam gagasan dan kemampuan manusia
mengembangkan potensi pikirannya dan bukan tradisi dan kepercayaan yang
diikuti secara membuta, itulah yang harus dipercaya sebagai sumber
pengetahuan manusia tentang dunia berikut isinya.
Peralihan dari filsafat dari abad pertengahan menuju filsafat modern awal
paling baik digambarkan melalui perubahan kosndisi sosial para filosof itu
sendiri. Usaha manusia untuk memberi kepada akal suatu kedudukan yang
berdiri sendiri‘, sebagaimana yang telah dirintis oleh para pemikir renaisans

1
berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad ke-17 adalah abad dimulainya
pemikiran-pemkiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya. Semakin lama
manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan
akal(rasio), sehingga tampaklah adanya keyakinan bahwa dengan kemampuan
akal itu pasti dapat dijelaskan segala macam persoalan, dan dapat
dipecahkannya segala macam masalah kemanusiaan.
Akibat dari keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal itu,
dinyatakanlah perang terhadap mereka yang malas mempergunakan akalnya,
terhadap kepercayaan yang bersifat dogmatisseperti yang terjadi pada abad
pertengahan, terhadap tata susila yang bersifat tradisi, terhadap apa saja yang
tidak masuk akal, dan terhadap keyakinan-keyakinan dan anggapan-anggapan
yang tidak masuk akal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Munculnya Rasionalisme?
2. Apa Pengertian Rasionalisme?
3. Apa saja Pemikiran Tokoh-tokoh Rasionalisme?
4. Bagaimana Hubungan Filsafat Rasionalisme dengan Ilmu Pengetahuan?
5. Apa Kelebihan Dan Kekurangan Aliran Rasionalisme?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui Sejarah Munculnya Rasionalisme.
2. Mengetahui Pengertian Rasionalisme.
3. Memahami Pemikiran Tokoh-tokoh Rasionalisme.
4. Untuk mengetahui Hubungan Filsafat Rasionalisme dengan Ilmu
Pengetahuan.
5. Memahami Kelebihan Dan Kekurangan Aliran Rasionalisme.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Rasionalisme


Sejarah rasionalisme sudah sangat lama, bila dilihat pada masa Yunani
tepatnya pada masa Thales (624-546 SM) rasionalisme sudah di terapkan dalam
filsafatnya. Thales menggunakan logika dan pengamatan yang berasal dari ilmu
alam dimana semua kehidupan di bumi ini berasal dari air. Munculnya
rasionalisme menandai suatu perubahan tentang sejarah filsafat, karena aliran
yang dipelopori oleh Descartes ini adalah cikal bakal atau tunas dari filsafat
pada masa modern sejarah perkembangan filsafat. Kata modern biasa hanya
dipakai untuk menunjukkan sebuah filsafat yang memiliki corak yang sangat
berbeda,bahkan kadang bertolak belakang dengan filsafat yang ada pada Abad
Pertengahan Kristen. Model dan keunikan berbeda yang dimaksud di sini adalah
digunaknya paham rasionalisme seperti pada waktu Yunani Kuno. Gagasan itu
didasari pada argumen yang sangat kuat oleh seorang Descartes. Oleh sebab itu,
pemikiran Descartes sering disebut renaissance, yaitu bangkitnya sebuah paham
rasionalisme seperti pada zaman Yunani yang terulang kembali. Pengaruh
agama dan iman kristen yang sangat kuat pada Abad Pertengahan, telah
membuat para pemikir takut untuk mengemukakan pemikiran yang berbeda
dengan para tokoh Gereja. Descartes sudah sangat lama merasa tidak puas
dengan perkembangan filsafat yang sangat lambat dan memakan begitu banyak
korban. melihat tokoh-tokoh Gereja yang selalu mengatas namakan agama
menyebabkan lambatnya perkembangan filsafat. Ia ingin filsafat dipisahkan
dari dominasi agama Kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan seperti pada masa
filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berlandaskan padai rasio atau akal.

B. Pengertian Rasionalisme
Rasionalisme adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason)
adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Jika empirisme

3
mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam dan mengalami objek
empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan
dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu adalah kaidah-kaidah logis atau
aturan-aturan logika. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam
memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera diperlukan untuk merangsang
akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akan
tetapi, untuk sampainya manusia kepada kebenaran, adalah semata-mata
dengan akal. Laporan indera menurut rasionalisme merupakan bahan yang
belum jelas dan kacau. Bahan ini kemudian dipertimbangkan oleh akal dalam
pengalaman berpikir. Akal mengatur bahan itu sehingga dapatlah terbentuk
pengetahuan yang benar.
Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris
rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti "akal".
A.R. Lacey menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya rasionalisme
adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber
bagi pengetahuan dan pembenaran. Sementara itu, secara terminologis aliran ini
dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi
peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai
sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas)
dari pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal
yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai
untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan
pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari dirinya sendiri, yaitu atas
dasar asas-asas pertama yang pasti.
Rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman
hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya, aliran ini
yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide, dan bukannya di
dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang
sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya
dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja.
Demikian juga Descartes masih dalam koridor semangat skolastik yaitu

4
penyelarasan iman dan akal. Descartes mempertanyakan bagaimana ide tentang
Tuhan sebagai tak terbatas dapat dihasilkan oleh manusia yang terbatas.
Jawabannya jelas. Tuhanlah yang meletakkan ide tentang-Nya di benak
manusia karena kalau tidak keberadaan ide tersebut tidak bisa dijelaskan.

C. Pemikiran Tokoh-tokoh Rasionalisme


1. Rene Descartes (1596-1650)
Metode Kesangsian dan "Cogito Ergo Sum" Untuk memperoleh titik
kebenaran pengetahuan, Descartes mulai dengan sebuah kesangsian atas
segala sesuatu. Menurut Dascartes, sekurang-kurangnya aku yang
menyangsikan bukanlah hasil tipuan. Semakin kita dapat menyangsikan
segala sesuatu, entah kita sungguh ditipu atau ternyata tidak, termasuk
menyangsikan bahwa kita tidak dapat menyangsikan, kita semakin mengada
(exist). Justru kesangsianlah yang membuktikan kepada diri kita bahwa kita
ini nyata. Selama kita ini sangsi, kita akan merasa semakin pasti bahwa kita
nyata-nyata ada. Jadi, meski dalam tipuan yang lihai, kepastian bahwa aku
yang menyangsikan itu ada tidak bisa dibantah. Menyangsikan adalah
berpikir, maka kepastian akan eksistensiku dicapai dengan berpikir.
Descartes kemudian mengatakan Je pense donce je suis atau cogito ergo
sum (aku berpikir, maka aku ada).

2. Baruch De Spinoza (1632-1677)


Baruch De Spinoza lahir di kota Amsterdam pada 24 November 1632.
Spinoza merupakan keturunan Yahudi yang juga dari keluarga yang
berimigrasi dari Portugal ke negeri Belanda, karena di Portugal dikuasai
oleh kaum beragama kristen dimana orang yang bukan beragama kristen
akan diusir. Spinoza hidup dalam sebuah masyarakat yang masih percaya
pada takhayul dan tabu-tabu religius, pikiran-pikiran Spinoza berakar dalam
tradisi filsafat Yahudi, yang memadukan ilmu pengetahuan dan mistik.
Spinoza berusaha melepaskan diri dari teror mitologis ini dengan kebebasan
berpikir. Filsafat Descartes merupakan pengaruh terbesar dalam

5
pemikirannya. Di masa kecilnya, spinoza sudah menunjukan
kecerdasannya, dia tidak hanya belajar matematika dan ilmu-ilmu alam,
tetapi juga bahasa Latin, Yunani, Belanda, Spanyol, Prancis, Yahudi,
Jerman, dan Italia. Spinoza tidak puas dengan ajaran-ajaran kuno dalam
agamanya dan lambat laun dia memihak cara berpikir modern yang banyak
dipengaruhi oleh Descartes. Ketika dia mendiskusikan masalah-masalah
agama secara tebuka, gagasan-gagasannya mengejutkan teman-teman dan
para tokoh agama saat itu. Misalnya dia berpendapat bahwa malaikat itu
fiksi atau imajinasi belaka, dan Allah bersifat material. Gagasannya ini
benar-benar menggoyangkan kemapanan dogma agama, baik dikalangan
Yahudi maupun Kristen. Para tokoh Yahudi saat itu menjadi gelisah dengan
ajaran-ajaran Spinoza. Dengan berbagai cara, termasuk suap, mereka
berusaha memaksanya untuk kembai keortodoksi agama, tetapi gagal. Di
tahun 1656, Spinoza dikucilkan dari Sinagoga. Dia dianggap mati oleh
komunitasnya. Keluarganya memutuskan hubungan dengannya. Hidupnya
terasing di pinggiran Amsterdam, beberapa lama kemudian ia pindah di
Voorburg, dekat Den Haag, dan dia mengganti namanya menjadi
Benediktus de Spinoza. Disana ia mencari nafkah dengan bekerja sebagai
pengasah lensa sambil terus menulis pikiran-pikirannya. Dia pernah
ditawarkan untuk mengajar di Universitas Heidelberg, namun ia
menolaknya karena ingin fokus meneruskan tulisannya. Spinoza
menemukan konsep substansi yang dia definisikan sebagai sesuatu yang ada
pada dirinya sendiri dan dipahami melalui dirinya sendiri. Spinoza tidak
setuju dengan Descartes. Spinoza berpendapat bahwa ada satu dan hanya
ada satu substansi itu adalah Allah. Itulah sebabnya pendiriaan spinoza
disebut panteisme, yaitu pandangan bahwa alam semesta identik dengan
Allah, atau Allah disamakan dengan segala sesuatu yang ada, Jadi ia
menentang baik Yahudi maupun Kristen. Spinoza beranggapan bahwa satu
substansi itu memiliki ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya, yang
dirumuskan dalam konsep ‘attribute’ yaitu berupa keluasan dn pemikiran

6
sebagai hakikat substansi, dan ‘modus’ yaitu hal-hal yang berubah-ubah
pada substansi berupa warna, ukuran, dan lain-lain.
Menurut Spinoza, ada tiga taraf pengetahuan, yaitu berturut-turut: taraf
persepsi indrawi atau imajinasi, taraf refleksi yang mengarah pada prinsip-
prinsip dan taraf intuisi. Hanya taraf kedua dan ketigalah yang dianggap
pengetahuan sejati. Dengan ini, Spinoza menunjukkan pendiriannya sebagai
seorang rasionalis. Pendiriannya dapat dijelaskan demikian, menurutnya
sebuah idea berhubungan dengan ideatum atau obyek dan kesesuaian antara
idea dan ideatuminilah yang disebut dengan kebenaran. Dia membedakan
idea ke dalam dua macam, yaitu idea yang memiliki kebenaran intrinsik dan
idea yang memiliki kebenaran ekstrinsik. Idea yang benar secara intrinsik
menurutnya memiliki sifat -memadai, sedangkan idea yang benar secara
ekstrinsik disebutnya-kurang memadai. Misalnya, anggapan bahwa
matahari adalah bola raksasa yang panas sekali pada pusat tata surya lebih
memadai dari pada anggapan bahwa matahari adalah bola merah kecil.
Memadai atau tidaknya suatu idea, tergantung dari modifikasi badan yang
mengamatinya, dan modifikasi ini menyertai pula modifikasi mental. Jadi,
karena kita mengamatinya dari jauh, maka matahari tampak kecil. Teori
pengetahuannya pada akhirnya menyarankan bahwa setiap idea adalah
cermin proses- proses fisik dan sebaliknya setiap proses fisik adalah
perwujudan idea.

3. Leibniz (1.646-1716 M)
Gottfried Wilhelm Leibniz lahir pada tanggal 1 Juli 1646, di Leipzig,
Jerman. Pada usia 20 tahun Leibniz sudah meraih gelar doktor. Leibniz
hampir mengetahui segalanya, karena ia mengeluti banyak bidang dan
menemukan banyak hal, yaitu dalam bidang matematika, fisika, astronomi,
hukum, ekonomi, pertambangan, pengairan, pertanian, dan minatnya yang
terdalam adalah filsafat. Leibniz menjalin kontak dengan beberapa tokoh
penting, bahkan ia pernah mengunjungi Spinoza di negeri Belanda. Spinoza
menunjukkannya manuskrip dari bukunya, Eticha. Meskipun tak pernah

7
mengakui secara terang-terangan, lantaran tak mau dicap subversif,
sesungguhnya leibniz banyak menimba inspirasi dari pemikiran Spinoza.
Penuntun filsafat Leibniz ialah-prinsip akal yang mencukupi‖, yang secara
sederhana dapat dirumuskan, sesuatu harus mempunyai alasan. Bahkan
Tuhan juga harus mempunyai alasan untuk setiap yang diciptakan-Nya.
Pemikiran Leibniz tentang Substansi, berbeda dengan Descartes maupun
Spinoza. Leibniz berpendapat bahwa substansi itu banyak, ia menyebut
substansi-substansi itu monad (monos = satu, monad = satu unit). Dalam
matematika ada yang terkecil yaitu titik, dalam fisika yaitu atom, dan dalam
metafisika yang terkecil adalah monad, menurutnya. Yang dimaksud
terkecil bukanlah ukuran. Monad-monad bukanlah kenyataan jasmaniah,
melainkan kenyataan mental, yang terdiri dari persepsi dan hasrat, tidak
material melainkan spiritual. Setiap monad berbeda satu dengan yang lain,
dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satu-satunya monad yang tidak
dicipta) adalah pencipta monad-monad itu. Karya Leibniz tentang ini diberi
judul Monadology (studi tentang monad). Kemudian, bagaimana cara
membedakan satu monad dengan monad yang lain?, menurut prinsip akal
mencukupi, tidak akan ada sesuatu yang mengada tanpa alasan yang cukup.
Bila ada monad yang sama, untuk apa Tuhan menciptakan yang sama, karna
satu saja cukup. Oleh karena itu, tidak akan ada dua monad yang sama.
Dalam menemukan hubungan antara satu substansi dengan substansi
lainnya, Descartes yang seorang dualisme saja, menemui kesulitan dalam
menemukan hubungan antara jiwa dan tubuh, bagaimana dengan Leibniz
yang seorang pluralis?, terlebih lagi ia menyatakan bahwa diantara monad-
monad tidak ada interaksi, karena ia menyatakan bahwa monad itu tidak
mempunyai jendela, tempat sesuatu keluar atau masuk. Leibniz menjawab
bahwa Allah pada saat penciptaan monad, mengadakan pre-established
harmony‖ yaitu suatu harmoni atau keselarasan yang ditetapkan
sebelumnya.
Pemikiran Leibniz yang terkenal adalah-monadologi-nya, dia
berpendapat bahwa banyak sekali subtansi yang terdapat di dunia ini, yang

8
disebutnya "monad" (monos:satu, monad: satu unit). Secaraa singkat, sistem
Leibniz dijelaskan dalam lima tesisnya, yaitu:
a. Alam semesta itu sepenuhnya rasional
b. Setiap bagian elementer alam semesta berdiri sendiri
c. Ada harmoni yang dikehendaki Allah di antara segala hal di alam
semesta ini
d. Dunia ini secara kuantitatif dan kualitatif tidak terbatas
e. Alam dapat dijelaskan secara mekanistis sepenuhnya

Monad ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang


satu itu dengan caranya sendiri. Tiap-tiap pencerminan yang terbatas ini
mengandung kemungkinan tidak terbatas karena dalam seluruhnya dapat
diperkaya dan dipergandakan oleh sesuatu dari sesuatu yang
mendahuluinya. Dalam rentetan ini ada tujuan yang terakhir, yaitu menuju
yang tak terbatas sesungguhnya. Tuhan itu transendent, artinya Tuhan di
luar makhluk, Tuhan merupakan dasar dari segala rentetan yang ada.

4. Blaise Pascal
Blaise Pascal lahir pada tanggal 19 Juli 1623 di Clermont-Ferrand
Prancis. Ia dididik ayahnya secara ketat dalam pendidikan, ia meminati
fisika dan matematika. Dibanding dengan para rasionalis pada zamannya,
Pascal punya kecenderungan yang menyimpang. Pemikiran Blaise Pascal
jelas bersifat reaksioner. Pascal yang seperti Descartes- menyukai ilmu alam
dan matematika ini mengkritik Descartes yang mau menerapkan prinsip
ilmu pasti dalam berfilsafat atau upaya untuk mengetahui segala sesuatu,
termasuk untuk menjelaskan Tuhan. Menurut Pascal, keseluruhan realitas
tidak bisa dijelaskan hanya dengan rasio. Jika itu dilakukan, akibatnya
adalah terjadinya banyak hal yang bertentangan, misalnya: problem
hubungan jiwa dengan badan sebagaimana dialami oleh Descartes. Menurut
Pascal, hati (le coeur) lebih penting dari rasio. Dengan rasio, kita hanya
mampu memahami kebenaran-kebenaran matematis dan ilmu alam. Namun
dengan hati, kita mampu memahami kebenaran-kebenaran yang melampaui

9
semua kebenaran itu, umpamanya pengetahuan tentang Tuhan. Keyakinan
ini diungkapkan Pascal dalam satu kalimatnya yang terkenal: Le ceour a ses
raisons que la raison ne connait point artinya Hati mempunyai alasan-alasan
yang tidak dimengerti oleh akal. Orang mengalami hal ini dalam banyak
perkara. Kata Hati di sini tidak boleh dipahami sebagai pusat emosi,
melainkan pusat aktivitas jiwa manusia terdalam yanng mampu menangkap
sesuatu secara intuitif dan spontan; hati adalah inti eksistensi. Kata Pascal:
Kita mengenal kebenaran tidak hanya lewat akal, melainkan juga lewat
hati‖. Kesadaran diri yang paling dalam dengan demikian tidak terletak pada
rasio, melainkan pada hati yang sanggup menerima kenyataan Ilahi. Dalam
konfrontasi dengan Descartes, hal ini bisa kita rumuskan dengan cara lain:
bukan cogito ergo sum (Aku berpikir, maka aku ada), melainkan credo ergo
sum‖ (Aku percaya, maka aku ada). Dalam sejarah, seringkali dipersoalkan
tentang ada tidaknya Tuhan atau Allah. menurut Pascal, manusia harus
memutuskan tentang ada tidaknya Allah dengan sebuah pertaruhan (Le
Pari). Doktrin pengakuan terhadap eksistensi tuhan a la Pascal ini, semata
bermotif apologet. Sebab, Pascal ingin memberi penjelasan pada orang-
orang skeptis pada zamannya yang mencemooh orang Kristen yang percaya
eksistensi tuhan. Para skeptikus itu bertanya, bagaimana eksistensi Tuhan
dibuktikan? Menjawab pertanyaan mereka, Pascal malah menantang
mengajak mereka bertaruh-berjudi. Yang dipertaruhkan adalah eksistensi
Tuhan. Tak ada ruginya bagi manusia mempertaruhkan eksistensi tuhan.
Jika Tuhan ada, artinya manusia tadi menang. Sebaliknya, jika Tuhan tak
ada, kita tak mengalami kerugian apa pun; tak ada yang hilang dari manusia.
Manusia bahkan mendapat keutamaan-keutamaan. Manusia yang
mempercayai adanya Tuhan, tentu akan menuruti apa yang telah tertuang
jelas pada wahyunya: moralitas normatif teologis. Hidupnya sejalan dengan
isi kitab suci. Hidup yang demikian tak membawa kerugian, malah
menguntungkan, walau akhirnya kita tahu bahwa tuhan tak ada. Jika Tuhan
ada, pelaksanaan moralitas normatif teologis bernilai ganjaran di akhirat
kelak pada kehidupan yang abadi. Kalau kau percaya (akan adanya Allah),

10
kalau kau menang, kau memenangkan segalanya, kalau kau kalah (ternyata
Allah tak ada), kau tak kehilangan apa pun. Jadi, percayalah jika kau dapat‖.
Ini menunjukkan bahwa untuk beragama dibutuhkan Le Coeur, hati;
dibutuhkan keyakinan akan eksistensi tuhan. Dengan argumen pertaruhan
(le pari) ini Pascal ingin menunjukkan bahwa soal kepercayaan kepada
Tuhan merupakan hal yang tidak menyangkut rasio saja melainkan
keseluruhan eksistensi manusia (kehendak, emosi, daya pertimbangan, dsb).

5. Nicolas Malerbrance
Nicolas Malerbrance adalah orang Prancis, ia berusaha mendamaikan
filsafat baru yang dirintis oleh Descartes dengan tradisi pemikiran Kristiani.
Nicolas Malerbranche mengikuti ajaran Descartes bahwa manusia memiliki
dua substansi yaitu pemikiran(jiwa) dan keluasan(tubuh). Akan tetapi untuk
hubungan antara jiwa dan tubuh ia memiliki pendiriannya sendiri, yaitu jiwa
tidak dapat mempengaruhi tubuh, demikian pula sebaliknya.

6. Chritian Wolff
Wolff menyadur menyadur filsafat Leibniz serta menyusunnya menjadi
satu sistem. Disamping itu, dalam penyusunan tersebut ia banyak
menggunakan unsur skolastik. Karena Wolff inilah rasionalisme di jerman
pada masanya merajalela di semua universitas.

D. Hubungan Filsafat Rasionalisme dengan Ilmu Pengetahuan


Filsafat rasionalisme dan ilmu pengetahuan memiliki hubungan satu sama
lain, bila melihat realitas hubungan filsafat rasionalisme dan ilmu pengetahuan
bahwa semuanya merupakan dari kegiatan manusia. Filsafat rasionalisme dan
ilmu pengetahuan adalah satu kesatuan dan saling berhubungan antara satu
dengan lainnya. Semua keilmuan sudah dibicarakan di dalam filsafat
rasionalisme, bahkan beberapa ilmu pengetahuan lahir dari filsafat
rasionalisme, berarti ilmu yang memisahkan diri dari filsafat. Misalnya
matematika, astronomi, dan fisika. Ilmu pengetahuan kadang hanya menggarap

11
satu lapangan ilmu pengetahuan sebagai objeknya sehingga Ilmu bersifat
analitis. Sedangkan filsafat berdasarkan ilmu pengetahuan yang menekankan
pada keseluruhan dari sesuatu, karena semuanya mempunyai sifat sendiri yang
tidak sama dengan bagian yang lain. Ilmu bersifat deskriptif tentang objeknya
sehingga bisa menemukan teknik-teknik, alat-alat dan fakta-fakta.
Filsafat bukan hanya melukiskan sesuatu, tetapi membantu manusia dalam
mengambil keputusan tentang sebuah tujuan, nilai dan tentang apa yang harus
dilakukan manusia. Faktor-faktor subjektif memegang peran penting dalam
berfilsafat, ilmu mulai dengan asumsi sehingga filsafat dikatakan tidak netral.
Filsafat juga mempunyai asumsi-asums dalam menyelidiki serta
merenungkannya karena filsafat meragukan asumsi tersebut. Ilmu pengetahuan
menggunakan eksperimentasi yang terkontrol sebagai sebuah metode yang
khas. Verifikasi terhadap sebuah teori bisa dilakukan dengan cara mengujinya
dalam praktik berdasarkan pengalaman dan penginderaan. Sedangkan filsafat
bisa melalui akal pikiran yang didasarkan pada semua pengalaman insani,
sehingga dengan filsafat bisa menelaah masalah yang tidak bisa ditemukan
solusinya oleh ilmu. Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa hubungan ilmu
pengetahuan dan filsafat saling berkaitan karena semuanya merupakan kegiatan
manusia. Hubungan keduanya diibaratkan filsafat sebagai induknya ilmu
sedangkan ilmu pengetahuan sebagai anak filsafat. Mengapa demikian, karena
filsafat sifatnya lebih luas atau universal objeknya. Sedangkan ilmu
pengetahuan objeknya terbatas karena hanya di dalam bidang tertentu. Filsafat
dengan ilmu pengetahuan dapat saling bertemu sebab ikeduanya menggunakan
metode pemikiran reflektif dalam usaha untuk menghadapi fakta dunia serta
kehidupan. Keduanya menunjukkan sikap kritik, serta pikiran terbuka dan tidak
memihak, dalam mengetahui hakikat kebenaran. keduanya berkepentingan
dalam mendapatkan pengetahuan yang teratur. Filsafat dibekali oleh ilmu
dengan bahan yang deskriptif serta faktual sehingga sangat penting untuk
membangun filsafat. Para filsuf dalam suatu periode lebih condong untuk
merefleksikan dan memberikan pandangan ilmiah pada periode yang mereka
lalui. Sementara itu, filsafat dicek oleh ilmu pengetahuan, dengan

12
imenghilangkan ide yang kurang sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Sedangkan
filsafat menempatkan pengetahuan yang terpotong-potong serta berbagai ilmu,
kemudian menyusunnya pada pandangan hidup yang sempurna dan terpadu.
Dalam hubungan itu, kemajuan ilmu pengetahuan mendorong kita semua untuk
melihat kembali ide-ide dan interpretasi, baik dalam bidang ilmu pengetahuan
maupun dalam bidang ilmu lainnya. Sebagai contoh, konsep evolusi memaksa
kita untuk menelaah dan meninjau kembali pemikiran, hampir idalam semua
bidang.
Kontribusi yang nyata, yang diberikan filsafat pada ilmu pengetahuan,
yaitu kritik terhadap asumsi, analisa kritik tentang stilah yang dipakai dan
postulat ilmu. Hubungan filsafat dengan ilmu berawal dari ilmu yang pertama
kali muncul ialah filsafat dan ilmu khusus yang menjadi bagian dari filsafat.
Sedangkan filsafat merupakan ibu dari ilmu sehingga segala ilmu bisa
menjelaskan tentang abstraksi/sebuah yang ideal. Filsafat tidak terbatas,
sedangkan ilmu masih terbatas sehingga ilmu bisa menarik bagian filsafat agar
mudah dimengerti oleh manusia. Filsafat dan ilmu saling berhubungan satu
dengan lain, keduanya tumbuh dan berkembang dari sikap refleksi manusia,
rasa ingin tahu, dan dilandasi pada kecintaan tentang kebenaran. Filsafat pada
metodenya mampu mempertanyakan sebuah keabsahan dan kebenaran ilmu itu
sendiri, sedangkan ilmu tidak bisa mempertanyakan asumsi, metode,
kebenaran, serta keabsahannya sendiri.
Ilmu merupakan masalah hidup bagi filsafat itu sendiri dan membekali
filsafat dengan bahan deskriptif serta faktual yang sangat perlu dalam
membangun filsafat. Filsafati bisa memperlancar integrasi antara beberapa
ilmu yang diperlukan.
Filsafat adalah meta ilmu, sehingga mendorong peninjauan kembali pada
ide dan interpretasi baik dari ilmu maupun bidang lainnya. Ilmu merupakan
sesuatu yang konkret dari filsafat itu sendiri. Filsafat bisa dilihat serta dikaji
sebagai sebuah ilmu, yaitu ilmu filsafat. Sebagai ilmu, filsafat memiliki objek
serta metode yang khas dan bahkan bisa dirumuskan dengan sistematis. Ilmu
pengetahuan dan filsafat bisa mengkaji seluruh fenomena yang ada dan

13
dihadapi manusia baik secara integral, radikal, logis, kritis, refleksi, sistematis,
dan universal sehingga mencapai tujuan yang diinginkan. Sehingga Filsafat
Rasionalisme merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu pengetahuan
dimana dasar ilmu pengetahuan ada sesuatu yang bisa diterima oleh akal dan
pikiran manusia itu sendiri.

E. Kelebihan Dan Kekurangan Aliran Rasionalisme


1. Kelebihan
a. Mampu menyusun sistem-sistem kefilsafatan yang berasal dari manusia.
b. Dalam menalar dan menjelaskan pemahaman-pemahaman yang rumit,
kemudian Rasionalisme memberikan kontribusi pada mereka yang
tertarik untuk menggeluti masalah-masalah filosofi.

2. Kekurangan
a. Doktrin-doktrin filsafat rasio cenderung mementingkan subyek daripada
objek, sehingga rasionalisme hanya berfikir yang keluar dari akal
budinya saja yang benar, tanpa memerhatikan objek-objek rasional
secara peka,
b. Cara memahami objek di luar cakupan rasionalitas sejingga titik
kelemahan tersebut mengundang kritikan tajam, sekaligus memulai
permusuhan baru dengan sesama pemikir filsafat yang kurang setuju
dengan sistem-sistem filosofis yang subjektif tersebut.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakan bahwa akal adalah
alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Suatu pengetahuan diperoleh
dengan cara berfikir. Disebut aliran rasionalisme, karena aliran ini mengaggap
sumber kebenaran hanyalah rasio. Adapun pengetahuan indra dianggap sering
menyesatkan. Dalam bidang agama, aliran rasionalisme adalah lawan dari
otoritas, dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama. Dalam bidang
filsafat, rasionalisme adalah lawan kata dari empirisme dan sering berguna
dalam menyusun teori pengetahuan.
Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes.
Tokoh besar rasionalisme lainnya yaitu Baruch Spinoza dan Leibniz, tokoh
lainnya Nicolas Malerbranche dan Critian Wolff. Descartes telah menemukan
dasar (basis) bagi filsafatnya. Basis itu bukan filsafat Plato, bukan filsafat Abad
Pertengahan, bukan agama atau yang lainnya. Fondasi itu ialah aku yang
berpikir. Pemikiranku itulah yang pantas dijadikan dasar filsafat karena aku
yang berpikir itulah yang benar-benar ada, tidak diragukan, bukan kamu atau
pikiranmu. Disini terlihatlah sifat subjektif, individualistis, humanis dalam
filsafat Descartes. Sifat-sifat inilah, nantinya, yang mendorong perkembangan
filsafat Abad Modern.

B. Saran
Besar harapan kami dengan terselesaikannya makalah ini, sehingga
pelaksanaan belajar mengajar akan lebih mudah. Kami dapat menyelesaikan
makalah ini berkat bimbingan dosen dan buku referensi. Kami memahami
bahwa makalah yang kami buat jauh dari sempurna. oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anugrah. M. N., 2022. Filsafat Rasionalisme Sebagai Dasar Ilmu Pengetahuan.


Jurnal Filsafat Indonesia. 5(3) : 182-187.

Kariarta, I. Wayan. 2020. "Filsafat Ketuhanan Menurut Baruch de Spinoza." Genta


Hredaya: Media Informasi Ilmiah Jurusan Brahma Widya STAHN Mpu
Kuturan Singaraja 4(2) : 124-134.

Muhamad Ngafifi .2019. Kemajuan Teknologi Dan Pola Hidup Manusia Dalam
Persfektif Sosial Budaya. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi
dan Aplikasi. 2(1) : 33- 46.

Muannif Ridwan, Ahmad Syukri & Badarussyamsi. 2021. Studi Analisis Tentang
Makna Pengetahuan Dan Ilmu Pengetahuan Serta Jenis Dan
Sumbernya. Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin. 4(1) : 31 - 54.

Fikri, Mursyid. 2020 "Rasionalisme Descartes dan Implikasinya Terhadap


Pemikiran Pembaharuan Islam Muhammad Abduh." TARBAWI: Jurnal
Pendidikan Agama Islam. 3(2) :128-144.

16

Anda mungkin juga menyukai