Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

DINAMIKA FILSAFAT HUKUM DI INDONESIA

Dosen Pengampu :

Dr. Laurensius Arliman S, S. H, M. H, M. M, MKN

Oleh :

IKHWANUL KARIM

NPM : 1910003600251

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS EKASAKTI

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “DINAMIKA

FILSAFAT HUKUM DI INDONESIA” dapat di selesaikan dengan baik. Penulis

berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai

kepada kami sehingga makalah ini dapat di susun melalui beberapa sumber yakni

melalui kajian pustaka maupun melalui media internet. Pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu, Bapak Dr. Laurensius Arliman S,

S.H, M.H, M.M, MKN. Semoga informasi dan materi yang terdapat dalam makalah

ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah

SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang

membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan,

atau pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, penulis

mohon maaf. Penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar

bisa membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Padang, 12 Januari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang .....................................................................................................1
B. Tujuan Makalah .................................................................................................. 4

C. Manfaat Makalah ................................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian dan Istilah Filsafat .............................................................................5

B. Pengertian Filsafat Hukum ................................................................................. 6

C. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat .......................................................................7

D. Pancasila Sebagai Dasar Negara .......................................................................13

BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 16

LAMPIRAN ................................................................................................................. 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Awal mula perkembangan filsafat tidak dapat ditentukan secara pasti

baik itu tahun ke berapa dan tanggal ke berapa karena tidak ada yang bisa

memastikan, hanya saja dapat diketahui awal mula perkembangan filsafat

tersebut mulai sekitar awal abad ke 6 (enam) Sebelum Masehi. Pada awal

mula perkembangannya yang dimaksudkan dengan pemikiran filsafat tersebut

tidak hanya filsafat yang berasal dalam arti sempit melainkan pemikiran-

pemikiran ilmiah pada umumnya. Pada saatnya sampai pada masa modern

filsafat tersebut membentuk satu keseluruhan yang tidak dapat dipisahkan

dengan ilmu pengetahuan alam. Dalam hal menentukan tanggal lahirnya

filsafat secara pasti sangat sulit untuk ditentukan seperti apa yang telah

dijelaskan di atas sebelumnya namun untuk menentukan tempat lahirnya tentu

tidaklah sulit karena dari ketiga filsuf yang pertama kali memperkenalkan

filsafat tersebut berasal dari pesisir kota kecil yang disebut dengan Miletos

sebuah kota perantauan di Yunani. Thales adalah orang yang pertama kali

mendapatkan kehormatan untuk digelari sebagai filsuf. Kemudian muncul

filsuf baru lainnya yang bernama Anaximandros dan Anaximenes, tidak

seperti filsuf pertama yang tidak pernah menuliskan pemikirannya ke dalam

sebuah karya, kedua filsuf yang muncul belakangan setelah Thales ini justru

1
membukukan pemikiran mereka, tapi diketahui kemudian karangan-karangan

mereka dinyatakan hilang. Dari ketiga filsuf pertama yang diketahui mereka

semua menaruh perhatian khusus pada alam dan kejadian-kejadian alamiah,

yang membuat mereka tertarik adalah perubahan-perubahan yang terjadi

secara terus menerus yang dapat disaksikan dalam alam mereka mencari suatu

asas dan prinsip yang tetap tinggal sama di belakang perubahanperubahan

yang tak henti-hentinya itu. Kemudian masih tidak dapat dipastikan hanya

dapat dikira-kira satu abad kemudian masih di sebuah kota perantauan di Asia

kecil tepatnya di Ephesos ada seorang Yunani lain yang bernama Herakleitos

beliau masih memikirkan hal-hal yang sama beliau beranggapan bahwa dalam

dunia alamiah tidak ada satupun yang tetap atau kekal tidak ada satupun yang

dianggap sempurna segala sesuatu yang ada senantiasa “sedang menjadi”

maka dari apa yang diucapkannya tersebut terkenalah ucapan beliau dengan

istilah Pantharei yang diartikan semua mengalir, sebagaimana air sungai

senantiasa mengalir terus, demikian pula dalam dunia jasmani tidak ada

sesuatu pun yang tetap. Semuanya berubah terus-menerus.

Kemudian masih dari Yunani pada waktu yang sama yaitu Pythagoras

beliau menempuh jalan yang berbeda, beliau tidak mencari suatu asas pertama

yang dapat ditentukan dengan pengenalan indra sebagaimana filsuf yang

terdahulu, menurut beliau segala sesuatu ada dapat diterangkan dengan dasar

bilangan-bilangan, beliau berpendapat demikian, karena beliau menemukan

bahwa notnot tangga nada sepadan dengan perbandingan-perbandingan antara

2
bilangan-bilangan. Jika ternyata sebagian realitas terdiri dari bilanganbilangan,

mengapa tidak mungkin bahwa segala-galanya yang ada terdiri dari bilangan-

bilangan? Pythagoras dan murid-muridnya mempunyai jasa besar juga dalam

memperkembangkan ilmu pasti. Dalam bidang ini di sekolah-sekolah kita

namanya masih hidup terus karena “dalil Pythagoras”. Dari beberapa filsuf di

atas dapat diketahui bahwa awal mula perkembangan filsafat tersebut muncul

di Yunani, selanjutnya lebih berkembang lagi menjadi zaman keemasan

filsafat di Yunani muncul nama Sokrates (470-399), ia membela yang benar

dan yang baik yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang.

Dalam sejarah umat manusia Socrates merupakan contoh yang baik dan

istimewa Socrates sendiri memiliki murid yang amat setia yang bernama Plato,

Plato dilahirkan di Athena (427-347) dalam filsafatnya Plato berhasil

memperdamaikan pertentangan antara pemikiran Herakleitos dan Parmenides,

Plato terutama mementingkan ilmu pasti, selanjutnya muncul Aristoteles

(384-322) perhatian Aristoteles secara khusus diarahkan kepada ilmu

pengetahuan alam dengan sedapat mungkin menyelidiki dan mengumpulkan

data-data konkret, menurut pendapat Aristoteles setiap benda jasmani

mempunyai bentuk dan materi, tetapi maksudnya bukan bentuk dan materi

yang dapat dilihat melainkan bentuk dan materi sebagai bentuk metafisis.

Selanjutnya kita masuk pada filsafat modern, yang terkenal dalam filsafat

modern ini yaitu Rene Descartes beliau disebut sebagai bapak filsafat modern,

di sini beliau menyatakan bahwa ia tidak merasa puas dengan filsafat dan ilmu

3
pengetahuan yang menjadi bahan pendidikannya, di bidang ilmiah tidak ada

satupun yang dianggap pasti, semuanya dapat dipersoalkan dan pada

kenyataannya memang dipersoalkan juga satu-satu pengecualiannya adalah

matematika dan ilmu pasti.

B. Tujuan Makalah

1. Apa pengertian dan istilah filsafat

2. Bagaimana pengertian filsafat hukum

3. Menjelaskan pancasila sebagai sistem Filsafat

4. Pancasila sebagai dasar negara

C. Manfaat Makalah

1. Mengetahui pengertian dan istilah filsafat

2. Mengetahui pengertian filsafat hukum

3. Mengetahui pancasila sebagai sistem filsafat

4. Mengetahui pancasila sebagai dasar negara

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Istilah Filsafat

Filsafat lahir di Yunani pada abad keenam Sebelum Masehi (SM).

Dalam bahasa Yunani filsafat disebut philosophia yang berasal dari dua akar

kata yakni “philos” atau “philia” dan “sophos” atau “sophia”. “Philos”

mempunyai arti cinta, persahabatan, sedangkan “sophos” berarti hikmah,

kebijaksanaan, pengetahuan, dan inteligensia. Dengan demikian maka

philosophia ini dapat diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan. Istilah

philosophia ini masih menjadi perdebatan tentang siapa yang paling awal

memperkenalkannya. Ada yang mengatakan bahwa philosophia ini untuk

pertama kali diperkenalkan oleh Heraklitos (540-480 SM), dan ada pula

pendapat lain yang mengemukakan bahwa Pythagoras yang pertama kali

memperkenalkannya. Pada periode filsafat Sokratik (abad ke lima SM), kata

filsafat digunakan dalam karya Plato yang berjudul Phaidros. Dalam karya ini

Plato menerangkan bahwa “makhluk bijak” (sophos) terlalu luhur untuk

seorang manusia. Kata itu hanya pantas untuk dewa. Oleh karenanya bagi

Plato lebih baik manusia dijuluki pecinta kebijakan atau philosophos. Sejak

saat itu philosophos berkembang sebagai sebuah sebutan bagi manusia yang

mencari dan mencintai kebijaksanaan. Dengan demikian, pengakuan bahwa

manusia bukanlah makhluk yang sudah bijaksana, tetapi sedang berproses

5
menjadi bijaksana. Kata philosophos menjadi penanda adanya kegiatan

manusia yang mencari dan mengejar kebijaksanaan karena kecintaannya akan

kebijaksanaan itu. Karena itulah filsafat diartikan sebagai cinta akan

kebijaksanaan. Menurut Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, S.H., M.Hum.

dalam bukunya yang berjudul “Filsafat Ilmu Hukum”, Filsafat adalah hasil

berpikir filsafat. Berpikir filsafat adalah berpikir tentang sebab (thingking of

cause).

B. Pengertian Filsafat Hukum

Seusai menjelaskan pengertian filsafat dan hukum sebagaimana di atas,

maka menarik kemudian untuk menganalisis bagaimana filsafat dan hukum

bersinergi sehingga menghasilkan filsafat hukum. Dalam beberapa literatur

filsafat hukum digambarkan sebagai suatu disiplin modern yang memiliki

tugas untuk menganalisis konsep-konsep perskriptif yang berkaitan dengan

yurisprudensi. Istilah filsafat hukum memiliki sinonim dengan legal

philosophy, philosophy of law, atau rechts filosofie. Pengertian filsafat hukum

pun ada berbagai pendapat. Ada yang mengatakan bahwa filsafat hukum

adalah ilmu, ada yang mengatakan filsafat teoretis, ada yang berpendapat

sebagai filsafat terapan dan filsafat praktis, ada yang mengatakan sebagai

subspesies dari filsafat etika, dan lain sebagainya. Dikenal beberapa istilah

Filsafat Hukum dalam bahasa asing, seperti di Inggris menggunakan 2 (dua)

istilah yaitu Legal Philosophy atau Philosophy of Law, kemudian di Belanda

6
juga menggunakan 2 (dua) istilah yaitu Wijsbegeerte van het Recht dan

Rechts Filosofie dan di Jerman menggunakan istilah Filosofie des Rechts.

Istilah Filsafat Hukum dalam Bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari

istilah Philosophy of Law atau Rechts Filosofie. Menurut Mochtar

Kusumaatmadja, lebih tepat menerjemahkan Filsafat Hukum sebagai padanan

dari Philosophy of Law atau Rechts Filosofie daripada Legal Philosophy.

Istilah Legal dalam Legal Philosophy sama pengertiannya dengan Undang-

Undang atau hal-hal yang bersifat resmi, jadi kurang tepat digunakan untuk

peristilahan yang sama dengan Filsafat Hukum. Hal ini didasarkan pada

argumentasi bahwa hukum bukan hanya Undang-Undang saja dan hukum

bukan pula hal-hal yang bersifat resmi belaka. Pengsinoniman istilah di atas,

menimbulkan komentar yang lahir dari beberapa pakar. Penggunaan istilah

legal philosophy misalnya dirasakan tidak sesuai atau tidak sepadan dengan

filsafat hukum. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, istilah filsafat hukum lebih

sesuai jika disinonimkan dengan philosophy of law atau rechts filosofie. Hal

ini dikarenakan istilah legal dari legal philosophy sama dengan undang-

undang atau resmi. Jadi kurang tepatlah, jika legal philosophy disinonimkan

dengan filsafat hukum. Hukum bukan undang-undang saja, dan hukum bukan

hal-hal yang sama dengan resmi belaka. Secara sederhana, filsafat hukum

dapat dikatakan sebagai cabang filsafat yang mengatur tingkah laku atau etika

yang mempelajari hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum adalah

ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis.

7
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat, yakni filsafat tingkah

laku atau etika yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain,

filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Objek

filsafat hukum adalah hukum dan objek tersebut dikaji secara mendalam

sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat. Selanjutnya

oleh Satjipto Raharjo dikatakan bahwa filsafat hukum mempelajari

pertanyaanpertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan

tersebut meliputi pertanyaan tentang hakikat hukum, dasar kekuatan mengikat

dari hukum. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap

bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut yang berbeda sama

sekali. Filsafat Hukum juga merupakan bagian dari ilmu-ilmu hukum. Adapun

masalah yang dibahas dalam lingkup filsafat hukum, meliputi: 1) Masalah

hakikat dari hukum; 2) Masalah tujuan hukum; 3) Mengapa orang menaati

hukum; 4) Masalah mengapa negara dapat menghukum; 5) Masalah hubungan

hukum dengan kekuasaan.

Filsafat hukum memberi landasan kefilsafatan bagi ilmu hukum dan

setelah lahirnya teori hukum sebagai disiplin mandiri, juga landasan

kefilsafatan bagi teori hukum. Sebagai pemberi dasar filsafat hukum menjadi

rujukan ajaran nilai dan ajaran ilmu bagi teori hukum dan ilmu hukum

(Sidharta, 2006: 352). Jadi hukum dengan nilai-nilai sosial budaya, bahwa

antara hukum di satu pihak dengan nilai-nilai sosial budaya di lain pihak

terdapat kaitan yang erat. Kaitan yang erat antara hukum dan nilai-nilai sosial

8
budaya masyarakat, ternyata menghasilkan pemikiran bahwa hukum yang

baik tidak lain adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup

dalam masyarakat.

C. Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pancasila adalah dasar negara dan secara yuridis konstitusional

digunakan sebagai landasan yang dibagikan terkait dengan negara. Secara

objektif ilmiah, Pancasila adalah suatu paham filsafat, cara berpikir filosofis

atau sistem filosofis. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat dapat

diimplementasikan dan dibicarakan secara mendalam, karena berpikir

filosofis merupakan sifat atau kodrat manusia. Manusia yang normal memiliki

sifat “ingin tahu” bukan ingin tahu “ingin tahu” ingin tahu “ingin tahu” yang

benar. Manakala harus tahu yang benar, maka ia bisa membantu orang lain

atau masyarakatnya. Setelah mengetahui sesuatu yang benar-benar akan

menarik perhatian pada kebutuhan untuk mempertahankan sesuatu agar tetap

baik dan bermanfaat serta dapat diamalkan dalam kehidupan dan kehidupan

selama ia berada. Namun, manusia yang menyadari kebenaran yang

dicapainya adalah kebenaran yang relatif, suatu kebenaran yang diselesaikan

pada waktu, tempat, situasi, dan kondisi dan yang disebut kebenaran yang

tidak disetujui. Kenapa tidak disetujui? Alasan menganggap manusia itu

sendiri tidak disetujui. Manusia itu buah atau hasil ciptaan yang ada kumpulan.

Jelaslah kebenaran yang setuju pada sang pencipta manusia yang disebut

9
Tuhan (Allah) pencipta alam semesta dan seisinya di mana ciptaan itu

memiliki ukuran atau kadarnya.

Dalam hal Pancasila sebagai sistem filsafat harus diawali dengan

pengertian sila pertama dalam sangkut pautnya dengan sila-sila yang berada di

bawahnya. Sebagai sistem filosofis Pancasila harus memakai perhitungan

yang universal, yaitu 1, 2, 3, 4, 5 yang berarti angka 1 (satu) tidak dapat

ditempatkan di bawah, angka 2 (dua) di atas, dan angka 3 (tiga) di tengah,

atau dapat angka 1 (satu) di tengah angka 2 (dua) di bawah angka 3 (tiga) di

atas yang akan menghilangkan urutan berhitung yang membahas universal itu.

Dengan meminta uraian tersebut jelaslah Pancasila sebagai sistem filsafat

harus memiliki urutan yang harus diselesaikan penuh atau bulat. Memahami

Pancasila sebagai Pancasila sebagai kebulatan adalah alat hidup untuk setiap

bangsa Indonesia dan pemerintahan negara Indonesia dan ke berikutnya dalam

tata nilainya ditentukan pada Pembukaan UUD 1945 alinea 4 (empat).

Pancasila dapat dimisalkan sebagai Pancaindra yang lima yang harus dibatasi

dan digunakan untuk setiap manusia yang lengkap, termasuk juga alat yang

terdiri dari tinju tidak akan sempurna jika tidak dilengkapi dengan lima jari.

Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem filsafat harus diuraikan dan tidak

boleh dilepaskan dari komposisinya, atau dengan kata lain Pancasila yang

merupakan kebulatan alat yang tidak boleh diartikan sebagai lima sila yang

dapat digunakan satu demi satu secara lengkap.

Memahami Pancasila secara lengkap dapat diuraikan sebagai berikut:

10
• Pertama: Ketuhanan yang Maha Esa, yang mengalirkan pemahaman tentang

yang adil dan beradab yang selengkap-lengkapnya, dan dari sila:

• Kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab yang lengkap saya barulah

mulai kegunaan sila yang:

• Ketiga: Persatuan Indonesia, dalam hubungan ke dalam dan di antara yang

mewakili hubungan internasional dalam kerangka perwakilan sedunia dan dari

sini timbul pengertian sila yang:

• Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah yang terkait dengan ketiga

dalam permusyawaratan, atau melibatkan tugas-tugas terkait di dalam negeri,

sehingga menginsafi kebebasan di dalam perikatan yang dianggap

ditimbulkan oleh pengertian Ketuhanan Yang Maha Esa yang menghasilkan

dan membendungi perikemanusiaan yang menghasilkan demokrasi yang

berkenaan dengan kebebasan, bukan karena ikatan paksaan akan tetapi karena

keinsafan terkait Ketuhanan Yang Maha Esa dan berperikemanusiaan. Diakui

tentang kebersihan keinsafan untuk mengikat diri sendiri membutuhkan

pengawasan, meminta jangan keluar dari batas yang murni yang bersumber

pada Ketuhanan Yang Maha Esa melalui hubungan yang adil dan beradab

dalam istilah Islam, ikut tauhid melalui amal yang saleh;

• Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagai faset yang

terakhir yang harus memperoleh masyarakat adil dan makmur adalah pagar

yang terdiri 4 (empat), yaitu 4 (empat) faset Pancasila tersebut, yaitu

Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan

11
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah aduan dalam

permusyawaratan/perwakilan. Jika buah yang disetujui itu diusahakan di luar

4 (empat) lapis pagar yang ini, umpamanya dengan tiada ada pagar Ketuhanan

Yang Maha Esa, maka pagar yang mengandung kekayaan yang adil dan

beradab pagar yang jumlah yang akan ditentukan oleh manusia dengan

kodrat-kodrat yang bersumber kepada hawa nafsu sendiri, sehingga pagar

yang terdiri dari yang adil dan beradab itu (tanpa diikutsertakan Ketuhanan

Yang Maha Esa) memiliki bagian-bagian yang dapat digunakan angkara

murka dan akan dapat membantu memastikan yang tidak adil dan tidak

beradab. Jika di dalam negara kita ini ada pihak yang mengakui Tuhan Yang

Maha Esa, maka tidak boleh menyalurkan amalnya dari pemahaman

Ketuhanan Yang Maha Esa itu sebagai pimpinan yang hidup dan hanya mau

mendasarkan amalnya pada saat pengarahan saja, lalu terbelahlah kembali ke

kesahihan yang berbantuan yang ditujukan bagi orang yang hidup

kemasyarakatan yang sempurna. Dari lima macam sila itu ada satu sila yang

memiliki kedudukan yang istimewa, yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa,

karena sila itu berada di luar ciptaan akal budi manusia. Keempat sila yang

lain itu bersumber dari hidup bersama di antara manusia yang lain tentang

hidup pergaulan manusia dalam perkembangan sejarah masyarakat manusia

itu sendiri yang memunculkan satu tata kehidupan yang normatif, yaitu hidup

yang dituntun dengan kaidah kesusilaan dan hidup yang dikungkung dengan

kaidah hukum.

12
D. Pancasila sebagai Dasar Negara

Dalam pembukaan (preambule) UUD 1945 sebuah naskah dan

amendemennya, deklarasi Pancasila yang kelima, yaitu dari sila Ketuhanan

yang Maha Esa hingga sila Keadilan Sosial Rakyat Indonesia telah menjadi

landasan (ideologis) untuk pembentukan negara kesatuan Republik Indonesia

(NKRI). Hal ini sejalan dengan pandangan Bung Hatta dalam penerimaannya

gelar doktor kehormatan bidang Studi Hukum untuk Bung Hatta pada tanggal

30 Agustus 1975 di Universitas Indonesia, yang menyatakan bahwa Indonesia

adalah negara hukum berdasarkan Pancasila. Jadi, terlepas dari hierarki

hukum, Pancasila tidak secara eksplisit disebut sebagai payung Hukum Positif

Indonesia, sebagaimana UU No. 12 tahun 2011 mengacu pada pembentukan

undang-undang, tetapi merupakan persyaratan yang tidak dapat dibatalkan

bahwa setiap perumusan atau perubahan mulai dari Hukum Dasar, Hukum,

Peraturan Pemerintah, Hukum, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah

harus selalu mengacu pada Pancasila. Ini adalah dasar bahwa dalam politik

hukum pembentukan UndangUndang dan Peraturan Ordonansi, Pancasila

selalu dianggap sebagai satu-satunya dasar, di samping keberadaan UUD

1945 beserta semua amendemen konstitusionalnya. Karena itu, setiap badan

di Indonesia baik legal maupun tidak, dalam pengoperasian roda

organisasinya tidak boleh bertentangan dengan Pancasila sebagai norma dasar

dalam hukum nasional. Dengan demikian, sejalan dengan penjelasan Pasal 59

ayat 4 huruf c, pemahaman tentang ajaran Ateisme, Komunisme, Marxisme,

13
dan Leninisme, serta semua pemahaman lainnya termasuk kekhalifahan yang

berlawanan dan dimaksudkan untuk menggantikan Pancasila sebagai ideologi

NKRI, tentu tidak bisa menjadi dasar dan pedoman bagi semua agama dalam

menjalankan roda organisasinya di Indonesia. Ketentuan ini tidak boleh

ditafsirkan sebagai bertentangan dengan ajaran agama tertentu karena bahkan,

ide pertama Pancasila, Dewa Tertinggi, sebagai “kata sifat” telah mengadopsi

ajaran agama dan aliran kepercayaan yang telah diakui di seluruh Indonesia.

Dengan berbagai perspektif dan argumen saat ini beberapa banding

telah diajukan terhadap Ormas di Mahkamah Konstitusi. Salah satunya juga

adalah konstitusionalitas prinsip contrariusactus untuk memengaruhi

pencabutan status hukum suatu entitas, bukanlah hal baru di Indonesia.

Wawasan tentang penerapan fundamental contrariusactus dalam pencabutan

status hukum dari sebuah perusahaan disampaikan oleh salah satu pakar

hukum terkemuka dan mantan ketua Mahkamah Agung Wirjono Prodjodikoro,

dalam bukunya Law and Society of Indonesia in Indonesia (Dian Rakyat)

pada tahun 1985. Wirjono berpendapat bahwa ada dua hal yang akan

menyebabkan anak yatim kehilangan badan hukum, baik dengan

pengangkatan menteri kehakiman karena bertentangan dengan ketertiban

umum, atau oleh putusan pengadilan tentang penyimpangan dari

anggaran/hukum. Oleh karena itu, penerapan prinsip contrariusactus saat ini

adalah cara paling efektif untuk memerintahkan organisasi yang bertentangan

dengan Pancasila sebagai prinsip tunggal, tanpa mengurangi hak wali/

14
anggota untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Bisnis Negara untuk

menguji validitas putusan.

Upaya negara (beschikking) tidak dapat mencabut status hukum

perusahaan. Terakhir namun tidak kalah pentingnya, perlu ada tingkat

kesadaran yang tinggi dari seluruh masyarakat Indonesia, yaitu bahwa sesuai

dengan Pasal 28 I Konstitusi 1945, kemerdekaan dan hak untuk berorganisasi

di Indonesia tetap ada jangkar pembatasan yang ditetapkan oleh hukum Jan

dengan kewajiban untuk menghormati hakhak orang lain dalam hal ras, agama,

dan ras dalam tatanan masyarakat, nasional, dan kehidupan nasional.

Menggaris bawahi kesimpulan di atas, Pancasila adalah bagian integral dari

nilai-nilai Indonesia. Massa dasar kehidupan nasional. Dan sementara

kehidupan nasional dan nasional belakangan ini telah terguncang oleh

masalah rasionalisasi dan kesalahpahaman lainnya, Pancasila semakin relevan.

Bahkan, sebagai filosofi dan sudut pandang ganda, kita membutuhkan lebih

dari sebelumnya. Namun di sisi lain, timbul pertanyaan di dalam diri kita,

mengapa kebijakan negara yang kita simpulkan sebagai bagian integral dari

nilai-nilai negara tidak larut dalam hati setiap warga negara? Mungkin yang

kita butuhkan sekarang adalah penggunaan Pancasila yang tidak

diindoktrinasi sehingga Pancasila adalah ideologi lintas generasi bagi

masyarakat Indonesia.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada yang mengatakan bahwa filsafat hukum adalah ilmu, ada yang

mengatakan filsafat teoretis, ada yang berpendapat sebagai filsafat terapan dan

filsafat praktis, ada yang mengatakan sebagai subspesies dari filsafat etika,

dan lain sebagainya. Filsafat hukum dapat dikatakan sebagai cabang filsafat

yang mengatur tingkah laku atau etika yang mempelajari hakikat hukum.

Adapun masalah yang dibahas dalam lingkup filsafat hukum, meliputi:

1) Masalah hakikat dari hukum; 2) Masalah tujuan hukum; 3) Mengapa orang

menaati hukum; 4) Masalah mengapa negara dapat menghukum; 5) Masalah

hubungan hukum dengan kekuasaan. Kaitan yang erat antara hukum dan nilai-

nilai sosial budaya masyarakat, ternyata menghasilkan pemikiran bahwa

hukum yang baik tidak lain adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai

yang hidup dalam masyarakat. Pancasila yang merupakan kebulatan alat yang

tidak boleh diartikan sebagai lima sila yang dapat digunakan satu demi satu

secara lengkap. Memahami Pancasila secara lengkap dapat diuraikan sebagai

berikut:

• Pertama: Ketuhanan yang Maha Esa, yang mengalirkan pemahaman tentang

yang adil dan beradab yang selengkap-lengkapnya, dan dari sila:

16
• Kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab yang lengkap saya barulah

mulai kegunaan sila yang:

• Ketiga: Persatuan Indonesia, dalam hubungan ke dalam dan di antara yang

mewakili hubungan internasional dalam kerangka perwakilan sedunia dan dari

sini timbul pengertian sila yang:

• Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah yang terkait dengan ketiga

dalam permusyawaratan, atau melibatkan tugas-tugas terkait di dalam negeri,

sehingga menginsafi kebebasan di dalam perikatan yang dianggap

ditimbulkan oleh pengertian Ketuhanan Yang Maha Esa yang menghasilkan

dan membendungi perikemanusiaan yang menghasilkan demokrasi yang

berkenaan dengan kebebasan.

• Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagai faset yang

terakhir yang harus memperoleh masyarakat adil dan makmur adalah pagar

yang terdiri 4 (empat), yaitu 4 (empat) faset Pancasila tersebut, yaitu

Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan

Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah aduan dalam

permusyawaratan/perwakilan.

Terakhir namun tidak kalah pentingnya, perlu ada tingkat kesadaran

yang tinggi dari seluruh masyarakat Indonesia, yaitu bahwa sesuai dengan

Pasal 28 I Konstitusi 1945, kemerdekaan dan hak untuk berorganisasi di

Indonesia tetap ada jangkar pembatasan yang ditetapkan oleh hukum Jan

17
dengan kewajiban untuk menghormati hakhak orang lain dalam hal ras, agama,

dan ras dalam tatanan masyarakat, nasional, dan kehidupan nasional.

B. Saran

Pada dasarnya hakekeat hukum yang ideal sebagai objek filsafat

hukum tentunya mempersoalkan pernyataan-pernyataan yang bersifat dasar

dari dinamika filsafat hukum di indonesia.

18
DAFTAR PUSTAKA

Laurensius Arliman S, Antropologi Hukum, Deepublish, Yogyakarta, 2023.


Laurensius Arliman S, Filsafat Hukum, Deepublish, Yogyakarta, 2023.
Laurensius Arliman S, Pendidikan Kewarganegaraan : Tantangan Warga Negara
Milenial Menghadapi Revolusi Industri 4.0, , Deepublish, Yogyakarta, 2019.
Laurensius Arliman S, Pengaturan Kelembagaan Hak Asasi Manusia Terhadap Anak
Di Indonesia, Disertasi Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, 2022.
Laurensius Arliman S, Kajian Naratif Antropologi Dan Pendidikan, Ensiklopedia
Education Review, Nomor 2, Nomor 1, 2020.
Laurensius Arliman S, Participation Non-Governmental Organization In Protecting
Child Rights In The Area Of Social Conflict, Ushuluddin International
Conference (USICON) 1, 2017.
Laurensius Arliman S, Penyelesaian Konflik Antar Umat Beragama (Studi Pada
Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat), Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum,
Volume 2, Nomor 2, 2015.
Laurensius Arliman, Ernita Arif, Pendidikan Karakter Untuk Mengatasi Degradasi
Moral Komunikasi Keluarga, Ensiklopedia of Journal, Volume 4, Nomor 2,
2022.
Laurensius Arliman S, Pendidikan Karakter Dalam Tinjauan Psikologi, Ensiklopedia
of Journal, Volume 3, Nomor 3, 2021.

19

Anda mungkin juga menyukai