Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENGANTAR FILSAFAT HUKUM

Perkembangan Ilmu Filsafat Hukum

Diajukan untuk memenuhi tugas UAS Pengantar Filsafat Hukum

Dosen Pengampuh :

Prof. Dr. Fence M. Wantu,S.H.,M.H

OLEH :

Nama : Hapsa J. Daulima

Nim : 1011422116

Kelas : L

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena dengan ridho-Nya jua lah, kami dapat
menyusun serta dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul "Perkembangan Ilmu
Filsafat Hukum”. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Pengantar Filsafat Hukum.

Saya menyadari, meskipun Saya telah berusaha dengan sebaik-baiknya dalam menyelesaikan
makalah ini. Tetapi, Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.

Karena itu, Saya mohon kritik serta saran, yang kiranya dapat membangun bagi Saya,
sehingga Saya dapat menyelesaikan makalah yang lebih baik lagi dan saya berharap makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pembacanya. Amin.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Latar belakang perkembangan ilmu filsafat hukum melibatkan evolusi pemikiran manusia
dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan di masyarakat. Sejak zaman Yunani Kuno
hingga zaman modern, filsafat hukum telah menjadi wahana refleksi intelektual untuk
memahami prinsip-prinsip dasar yang membentuk dasar hukum dan keadilan. Pada masa pra-
Sokrates, pemikiran filsafat hukum muncul seiring dengan upaya para filsuf menggali akar
masalah alam semesta. Thales, Anaximandros, Anaximenes, dan Pitagoras menyumbangkan
pandangan mereka tentang sumber dan esensi alam semesta, dan Pitagoras menyentuh secara
singkat tentang peran manusia dalam konsep katharsis.

Socrates, Plato, dan Aristoteles membawa filsafat hukum ke tingkat baru dengan
menekankan peran manusia dalam struktur sosial dan politik. Socrates memandang tugas negara
sebagai pendidikan warga dalam keutamaan dan ketaatan terhadap hukum. Plato dan Aristoteles
mengembangkan konsep keadilan dan mengaitkannya erat dengan prinsip-prinsip hukum yang
adil. Masa Stoa menandai pengembangan pemikiran tentang hukum kodrat dan hukum
kesusilaan alam. Filsafat ini memandang bahwa ada suatu hukum alam yang mengatur baik dan
jahat, dan hukum positif masyarakat harus mencerminkan standar keadilan ini.1
Perkembangan filsafat hukum pada masa Romawi, abad pertengahan, dan Renaissance
juga tercermin dalam pandangan manusia terhadap hukum. Romawi fokus pada penerapan
hukum untuk menjaga ketertiban dalam kekaisaran yang luas. Abad pertengahan ditandai dengan
pandangan religius, di mana hukum dipahami sebagai bagian dari kehendak ilahi. Renaissance
membawa perubahan signifikan dengan membebaskan pikiran manusia dari ikatan keagamaan
dan menempatkan manusia sebagai pusat pemikiran. 2 Zaman Baru melihat pergeseran fokus dari
filsafat hukum alam ke pemikiran seperti yang diusung oleh Thomas Hobbes, yang menekankan

1 Atjeh, Aboebakar, Sejarah Filsafat Islam, Semarang, Solo : Ramadhani, 1970. Hal 67

2 Atjeh, Aboebakar, Sejarah Filsafat Islam, Semarang, Solo : Ramadhani, 1970. Hal 72
pentingnya kepentingan pribadi dan kondisi alamiah umat manusia. Zaman Modern
mencerminkan kebangkitan pemikiran filsafat hukum setelah periode kodifikasi, dengan pemikir
seperti Rudolf von Jhering menekankan pentingnya memahami tujuan-tujuan yang mendasari
fenomena hukum.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana perkembangan pemikiran filsafat hukum dari masa pra-Sokrates hingga
zaman modern?
2. Apa peran Socrates, Plato, dan Aristoteles dalam membentuk konsep hukum dan
keadilan, serta bagaimana pandangan mereka memengaruhi perkembangan filsafat
hukum?
1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui dan memahami apa saja yang termasuk dalam Sejarah perkembangan
ilmu filsafat hukum dan juga untuk menumbuhkan sifat kritis sebagai mahasiswa Hukum
sehingga mampu menilai dan menerapkan kaidah-kaidah Hukum.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan Filsafat


Awal mula perkembangan filsafat tidak dapat ditentukan secara pasti baik itu tahun ke
berapa dan tanggal ke berapa karena tidak ada yang bisa memastikan, hanya saja dapat
diketahui awal mula perkembangan filsafat tersebut mulai sekitar awal abad ke 6 (enam)
Sebelum Masehi. Pada awal mula perkembangannya yang dimaksudkan dengan pemikiran
filsafat tersebut tidak hanya filsafat yang berasal dalam arti sempit melainkan pemikiran-
pemikiran ilmiah pada umumnya. Pada saatnya sampai pada masa modern filsafat tersebut
membentuk satu keseluruhan yang tidak dapat dipisahkan dengan ilmu pengetahuan alam.
Dalam hal menentukan tanggal lahirnya filsafat secara pasti sangat sulit untuk ditentukan
seperti apa yang telah dijelaskan di atas sebelumnya namun untuk menentukan tempat
lahirnya tentu tidaklah sulit karena dari ketiga filsuf yang pertama kali memperkenalkan
filsafat tersebut berasal dari pesisir kota kecil yang disebut dengan Miletos sebuah kota
perantauan di Yunani.3 Thales adalah orang yang pertama kali mendapatkan kehormatan
untuk digelari sebagai filsuf. Kemudian muncul filsuf baru lainnya yang bernama
Anaximandros dan Anaximenes, tidak seperti filsuf pertama yang tidak pernah menuliskan
pemikirannya ke dalam sebuah karya, kedua filsuf yang muncul belakangan setelah Thales
ini justru membukukan pemikiran mereka, tapi diketahui kemudian karangan-karangan
mereka dinyatakan hilang. Dari ketiga filsuf pertama yang diketahui mereka semua menaruh
perhatian khusus pada alam dan kejadian-kejadian alamiah, yang membuat mereka tertarik
adalah perubahan-perubahan yang terjadi secara terus menerus yang dapat disaksikan dalam
alam mereka mencari suatu asas dan prinsip yang tetap tinggal sama di belakang perubahan-
perubahan yang tak henti-hentinya itu. 4 Kemudian masih tidak dapat dipastikan hanya dapat
dikira-kira satu abad kemudian masih di sebuah kota perantauan di Asia kecil tepatnya di
Ephesos ada seorang Yunani lain yang bernama Herakleitos beliau masih memikirkan hal-hal
yang sama beliau beranggapan bahwa dalam dunia alamiah tidak ada satupun yang tetap atau

4
kekal tidak ada satupun yang dianggap sempurna segala sesuatu yang ada senantiasa "sedang
menjadi" maka dari apa yang diucapkannya tersebut terkenalah ucapan beliau dengan istilah
Pantharei yang diartikan semua mengalir, sebagaimana air sungai senantiasa mengalir terus,
demikian pula dalam dunia jasmani tidak ada sesuatu pun yang tetap. Semuanya berubah
terus-menerus. Kemudian masih dari Yunani pada waktu yang sama yaitu Pythagoras beliau
menempuh jalan yang berbeda, beliau tidak mencari suatu asas pertama yang dapat
ditentukan dengan pengenalan indra sebagaimana filsuf yang terdahulu, menurut beliau
segala sesuatu ada dapat diterangkan dengan dasar bilangan-bilangan, beliau berpendapat
demikian, karena beliau menemukan bahwa not- not tangga nada sepadan dengan
perbandingan-perbandingan antara bilangan-bilangan. Jika ternyata sebagian realitas terdiri
dari bilangan- bilangan, mengapa tidak mungkin bahwa segala-galanya yang ada terdiri dari
bilangan-bilangan? Pythagoras dan murid-muridnya mempunyai jasa besar juga dalam
memperkembangkan ilmu pasti. Dalam bidang ini di sekolah-sekolah kita namanya masih
hidup terus karena "dalil Pythagoras".5 Dari beberapa filsuf di atas dapat diketahui bahwa
awal mula perkembangan filsafat tersebut muncul di Yunani, selanjutnya lebih berkembang
lagi menjadi zaman keemasan filsafat di Yunani muncul nama Sokrates (470-399), ia
membela yang benar dan yang baik yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua
orang. Dalam sejarah umat manusia Socrates merupakan contoh yang baik dan istimewa
Socrates sendiri memiliki murid yang amat setia yang bemama Plato, Plato dilahirkan di
Athena (427-347) dalam filsafatnya Plato berhasil memperdamaikan pertentangan antara
pemikiran Herakleitos dan Parmenides, Plato terutama mementingkan ilmu pasti, selanjutnya
muncul Aristoteles (384-322)6 perhatian Aristoteles secara khusus diarahkan kepada ilmu
pengetahuan alam dengan sedapat mungkin menyelidiki dan mengumpulkan data-data
konkret, menurut pendapat Aristoteles setiap benda jasmani mempunyai bentuk dan materi,
tetapi maksudnya bukan bentuk dan materi yang dapat dilihat melainkan bentuk dan materi
sebagai bentuk metafisis. Selanjutnya kita masuk pada filsafat modem, yang terkenal dalam
filsafat modern ini yaitu Rene Descartes beliau disebut sebagai bapak filsafat modern, di sini
beliau menyatakan bahwa ia tidak merasa puas dengan filsafat dan ilmu pengetahuan yang
menjadi bahan pendidikannya, di bidang ilmiah tidak ada satupun yang dianggap pasti,

5 Bakry, Hasbullah, Sistematik Filsafat, (Jakarta: Penerbit ”Widjaya”, 1981.

6 Bakry, Hasbullah, Sistematik Filsafat, (Jakarta: Penerbit ”Widjaya”, 1981.


semuanya dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya memang dipersoalkan juga satu-satu
pengecualiannya adalah matematika dan ilmu pasti. Aliran filsafat yang berasal dari
Descrates biasanya disebut rasionalisme karena aliran ini sangat mementingkan rasio.
2.2 Perkembangan Filsafat dari zaman ke zaman

1. MASA YUNANI

a. Masa pra sokrates (± 500 S.M)

Dimulai dengan masa pra-Socrates (disebut demikian oleh karena para filsuf pada masa itu
tidak dipengaruhi oleh filsuf besar socrates). Boleh dikatakan filsafat hukum belum
berkembang, alasan utama karena para filsuf masa ini memutuskan perhatianya kepada alam
semesta, yaitu yang menjadi masalah bagi mereka tentang bagaimana terjadinya alam semesta
ini. Mereka berusaha mencari apa yang menjadi inti alam. Filsuf Thales yang hidup pada
tahun 624 – 548 S.M. Mengemukakan bahwa alam semesta terjadi dari air. Anaximandros
mengatakan bahwa inti alam itu adalah suatu zat yang tidak tentu sifat-sifatnya yang disebut
to apeiron.Anaxsimenes berpendapaat sumber dari alam semesta adalah uadara. Sedangkan
Pitagoras yang hidup sekitar 532 S.M. bilangan sebagai dasar segala-galanya.7

Filsuf lainya yang memberikan perhatian kepada terjadinya alam adalah Heraklitos, ia
mengatakan bahwa alam semesta ini terjadi dari api. Dia mengemukakan suatu slogan yang
terkenal hingga saat ini, yaitu Pantarei yang berarti semua mengalir. Ini berarti bahwa segala
sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak henti-hentinya berubah.

Dari sekian filsuf alam tersebut diatas. Pitagoras menyinggung sepintas tentang salah satu isi
alam semesta. Tiap manusia itu memiliki jiwa yang selalu berada dalam peroses Katharsis,
yaitu pembersihan diri. setiap kali jiwa memasuki tubuh manusia, maka manusia harus
melakukan pembersihan diri agar jiwa tadi dapat masuk kedalam kebahagiaan. Jika dinilai
tidak cukup untuk melakukan katharis jiwa itu akan memasuki lagi tubuh manusia yang lain.
pandangan Pitagoras diatas penting dalam kaitanya dengan mulai disinggungnya manusia

7 Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Kanisius, 1993.


sebagai objek filsafat. Sebab sebagaimana telah disinggung dimuka, hanya dengan kaitan
manusia ini, pembicaraan akan sampai kepada hukum.

b. Masa Socrates, Plato dan Aristoteles

Socrates (469-399 SM) menurut para penulis filsafat hukum yang mengungkapkan bahwa
orang pertama atau peletak dasar pemikiran tentang manusia. Ia berfilsafat tentang manusia
sampai kepada segala seginya, sehingga filsafat hukum dimulai pada masa ini, kemudian
mencapai puncaknya sesudah socrates. Socrates memandang bahwa tugas utama negara
adalah mendidik warganya dalam keutamaanya, taat kepada hukum negara baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis. Keadilan menjadi jiwa dari pemikiran hukum baik pada Plato
(427-347 SM) maupun Aristoteles.8 Plato percaya bahwa menegakkan keadilan harus menjadi
tujuan negara. Karena itu, hukum dan keadilan menempati kedudukan sentral dalam politik.
Keadilan dan hukum yang adil itulah yang menjadi titik tolak dan sekaligus tujuan dari
karyanya, yaitu Republic. Dalam dialog panjang antara Socrates dengan Glaucon,
Polemarchus, Ademantus, Niceratus, dan yang lain. Plato menekankan pentingnya
membedakan tindakan yang adil dari tindakan yang tidak adil, manusia yang adil dari
manusia yang tidak adil (Plato, 1968:Book One).

Keadilan bagi Plato menjadi penting bukan karena membawa manfaat praktis yang dipahami
kaum sofis. Keadilan merupakan keutamaan atau ideal yang bernilai dalam dirinya sendiri.
Dengan demikian berbuat adil adalah perbuatan yang baik. Menolak undang-undang yang
diskriminatif, dan dengan itu membela keadilan, merupakan tindakan yang baik yang harus
dilakukan tanpa harus bertanya apakah subjek mendapat manfaat praktis dari itu atau tidak.
Dengan kata lain, keadilan merupakan nilai yang harus dibela tanpa harus dilihat apakah
pemembelaan terhadap keadilan secara konkret memberi manfaat bagi pembelanya atau tidak.
Singkatnya keadilan pantas untuk dibela karena bertindak adil itu baik, dan sebalikknya tidak
baik. Karena dalam dirinya sendiri baik maka keadilan harus menjadi watak manusia. Orang
baik adalah orang yang mampu bertindak adil.

c. Masa Stoa
8 Drijarkara S.J., N. Percikan Filsafat, Jakarta : 1962.
Stoa mengembangkan suatu pendapat tentang hukum kodrat dengan menerima suatu
pengertian “Hukum kesusilaan alami” (natuuralijke zedewet) menurut ajaran ini ada satu
hukum kesusilaan alamiah, ketuhanan yang menpunyai kekuasaan untuk memerintahkan yang
baik dan menghalang-halangi apa yang bertentangan denganya. Dalam hukum kodratlah
letaknya perbedaan antara apa yang baik dan apa yang jahat. Dalam hal ini “kodrat” dan
“hukum” dianggap sama.

Stoa berpendapat bahwa hukum alam ini tidak tergantung dari orang, selalu berlaku dan tidak
dapat diubah. Hukum alam ini merupakan dasar dari adanya hukum positif. Selain itu, ia
berpendapat bahwa hukum positif dari suatu masyarakatalah setandar tentang apa yang adil,
bahkan bila hukum tersebut diterima secara adil akan mewujudkan ketentraman .

2. MASA ROMAWI (ABAD III SM – ABAD V SM)

Pada masa Romawi, perkembangan filsafat hukum tidak segemilang pada masa Yunani, hal ini
disebabkan para ahli pikir lebih banyak mencurahkan perhatianya kepada masalah bagaimana
hendak menpertahankan ketertiban dikawasan kekaisaran Romawi yang sangat luas itu. Para
filsuf dituntut memikirkan bagaimana caranya memerintah Romawi sebagai kerajaan dunia.
Namun demikian ahli-ahli pikir seperti Polibius, Cicereo, Seneca, Marcus, aurelius. Banyak
memberikan sumbangan penting pada perkembangan pemikiran hukum yang pengaruhnya masih
tanpak hingga jaman moderen sekarang ini.

1. Masa Cicero (106 – 43 SM)


Filsafat hukum Cicero dalam esensinya bersifat Stoa. ia menolak bahwa hukum positif dari
suatu masyarakat (tertulis atau kebiasaan) adalah stantar tentang apa yang adil, bahkan jika
hukum tersebut diterima secara adil, ia juga tidak menerima utilitas semata-mata adalah
standar: keadilan itu satu hukum, yaitu mengikat semua masyarakat manusia dan bertumpu
diatas satu hukum, yaitu akal budi yang benar diterapkan untuk memerintah dan melarang.
Menurut Cicero hukum terwujud dalam suatu hukum yang almiah yang mengatur, baik alam
maupun hidup manusia. Oleh karena itu filsafat hukum Cicero dalam esensinya
mengemukakan konsepsi tentang persamaan (equality) semua manusia dibawah hukum
alam.

2. Masa St.Agustine
Filsafat hukum yang dikembangkan oleh St.Agustine adalah doktrin hukum dan konsep
hukum yang bersumber dari ajaran kristen katolik. Ia berpendapat bahwa hukum adalah
berasaskan dari kemauan-kemauan pencipta manusia yang berlaku secara alimi dan bersifat
universal.

3. ABAD PERTENGAHAN

1. Masa Gelap (The dark ages)


Masa ini dimulai dengan runtuhnya kekaisaran Romawi akibat serangan bangsa lain yang
dianggap terbelakang datang dari utara. Abad pertengahan merupakan abad yang khas, yang
ditandai dengan suatu pandangan hidup manusia yang merasa dirinya tidak berarti tanpa
adanya tuhan. Selama abad pertengahan tolak ukur setiap pemikiran orang adalah
kepercayaan bahwa aturan semesta alam telah diciptakan oleh Allah sang pencipta. sesuai
dengan kepercayaan itu, hukum pertama-tama dipandang sebagai suatu aturan yang
datangnya dari Allah. Oleh karena itu, untuk membentuk hukum positif manusia hanya ikut
mengatur hidup, sebab, hukum yang ditetapkanya harus dicocokkan dengan aturan yang
telah ada, yaitu sesuai dengan aturan-aturan agama. Hukum yang dibentuk mempunyai akar
dalam agama, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut agama kristiani hukum
berhubungan dengan wahyu secara tidak langsung (Agustinus, Thomas Aquines), yaitu
hukum yang dibuat manusia, disusun dibawah inspirasi agama dan wahyu. Sementara
paham dalam agama islam hukum berhubungan dengan wahyu secra langsung (Al-Syaf’i
dan lain-lain), sehingga hukum agama islam dipandang sebagai wahyu (Syari’ah).

4. ZAMAN RENAISANCE
Abad pertengahan, yang merupakan abad yang khas, yang ditandai dengan suatu pandangan
hidup manusia yang merasa dirinya tidak berarti tanpa tuhan, dimana kekuasaan gereja
begitu besarnya mempengaruhi segala kehidupan, akhirnya berlalu dan muncul suatu zaman
baru yang disebut zaman Renaisance. Zaman ini ditandai dengan tidak terikatnya lagi alam
pikiran manusia dari ikatan-ikatan keagamaan, manusia menemukan kembali kepribadianya.
Akibat dari perubahan ini, terjadi perubahan yang tajam dalam segi kehidupan manusia,
perkembangan teghnologi yang sangat pesat, berdirinya negara-negra baru, ditemukanya
dunia-dunia baru, lahirnya segala macam ilmu-ilmu baru dan sebagainya. Semua itu hanya
akan terjadi oleh karena adanya kebebasan dari pada individu untuk menggunakan akal
pikiranya tanpa adanya rasa takut.

Pada zaman ini perhatian pertama-tama diarahkan kepada manusia, sehingga manusia
menjadi titik tolak pemikiran. Hal ini tidak berarti bahwa sikap religius pada orang-orang
zaman ini hilang, melainkan sikap hidup religius terpisah dengan kehidupan lainya.
Dizaman inilah para filsuf pada umumnya memisahkan urusan yang berkaitan agama
dengan non agama, yang bisa disebut dengan adanya dikotomi antar urusan dunia dengan
urusan akhirat.

Jean Bodin menekankan bahwa hukum tidak lain dari perintah orang yang berdaulat (raja)
didalam menjalankan kedaulatnnya. Namun, kekuasan raja tidaklah melampaui hukum alam
yang didekritkan tuhan. Bodin tidak membenarkan bahwa akal yang benar mempertaruhkan
hukum alam dengan hukum positif dan kebiasaan. Bodin mengungkapakan bahwa,
kebiasaan memperoleh kekuatan hukum pada pengesahan oleh penguasa secara tidak diam-
diam.9

5. ZAMAN BARU
Filsuf hukum yang paling terkenal pada abad tujuh belas adalah Thomas Hobbes (1588 –
1679) memutuskan tradisi hukum alam yang mengandung banyak kontraversi. Ia banyak
menggunakan siatilah “hak alamiah” (law of nature) dan akal benar (right reason). Namun,
yang pertama baginya adalah kemerdekaan yang tiap orang miliki untuk menggunakan

9 Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Kanisius, 1993.


kekuasaan (kekuatan)-nya sendiri menurut kehendaknya sendiri, demi preservasi hakikatnya
sendiri, yang berarti kehidupanya sendiri. Kedua adalah asas-asas kepentingan sendiri yang
sering didefinisikan dengan kondisi alamiah dari ummat manusia. Ketiga, kondisi alamiah
dari ummat manusia adalah peperangan abadi yang didalamnya tidak ada standar perilaku
yang berlaku umum.

6. ZAMAN MODEREN
Walaupun sebelumnya unsur logika manusia sangat berperan dalam perkembangan
pemikiran hukum, namun dirasakan bahwa filsafat hukum dinilai kurang berkembang
sebagai akibat adanya gerakan kodifikasi yang ada, yang pada mulanya orang kurang
memberikan perhatian terhadap masalah-masalah keadilan. Baru setelah banyak dirasakan
kepincangan dalam kodifikasi-kodifisi karena berubahnya nilai-nilai yang menyangkut
keadilan dalam masyarakat, membangkitkan kembali orang-orang yang mencari keadilan
melalui filsafat hukum. Namun demikian pada masa kini ada tendensi peralihan, yaitu yang
tadinya filsafat hukum adalah filsafat hukum dari masa filsuf, kini beralih kepada filsafat
hukum dari para ahli hukum.10

Rudolf von Jhering (1818 – 1892) menolak teori Hegel, karena Hegel menganggap hukum
sebagai ekspresi dari kemauan umum (general will) dan tidak mampu melihat bahwa faktor-
faktor utilitaritis dan kepentingan-kepentingan menentukan eksistensi hukum. 11 Jhering juga
menolak bahwa anggapan hukum adalah ekspresi kekuatan spontan dari alam bawah sadar
(subconscious forcess) seperti yang dikatakan Savigny, karena Savigny tidak dapat melihat
peranan dari perjuangan secara sadar untuk melindungi kepentingan-kepentingan. Namun,
seperti juga para hegelian,Jhering menganut orientasi kultural yang luas. kontribusi Jhering
adalah keyakinanya bahwa penomena hukum tidak dapat dipahami tanpa pemahaman

10 Geisler, Norman L., dan Paul D. Feinberg, Introduction to Philosophy, Grand Rapids: Baker Book House, 1982.

11 Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Kanisius, 1993.


sistematik terhadap tujuan-tujuan yang telah menimbulkan (penomena hukum), studi tentang
tujuan-tujuan itu yang berakar dalam kehidupan sosial, yang tanpa itu tidak akan mungkin
ada aturan-aturan hukum. Tidak ada tujuan berarti tidak ada kemauan.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dalam perjalanannya sepanjang masa Yunani, Romawi, Abad Pertengahan, Renaissance, Zaman
Baru, hingga Zaman Moderen, perkembangan filsafat hukum mencerminkan evolusi pemikiran
manusia terhadap konsep hukum, keadilan, dan peran individu dalam masyarakat.Masa Yunani,
dengan pemikiran Sokrates, Plato, dan Aristoteles, meletakkan dasar-dasar pemikiran manusiawi
dan keadilan. Masa Romawi membawa kontribusi besar melalui tokoh seperti Cicero, yang
menggagas konsep persamaan di bawah hukum alam. Abad Pertengahan ditandai oleh pengaruh
gereja dan pandangan bahwa hukum berasal dari wahyu Tuhan. Zaman Renaissance membawa
pembebasan pemikiran dari ikatan keagamaan, menempatkan individu sebagai fokus utama.
Zaman Baru, dengan tokoh seperti Jean Bodin dan Thomas Hobbes, menghadirkan pandangan
baru tentang kekuasaan dan kondisi alamiah manusia.

Pada Zaman Moderen, filsafat hukum berkembang pesat setelah gerakan kodifikasi. Rudolf von
Jhering menyoroti faktor utilitarianisme dan kepentingan dalam hukum, menandai peralihan dari
pemikiran filsafat hukum dari masa filsuf ke para ahli hukum.Dari fokus pada alam semesta
hingga peran individu dalam masyarakat, filsafat hukum terus berkembang mengikuti perubahan
zaman dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian, pemahaman terhadap filsafat hukum
membuka jendela wawasan terhadap perkembangan dan kompleksitas norma serta nilai-nilai
yang membentuk dasar hukum dan keadilan dalam masyarakat.

3.2 SARAN

Sebagai Mahasiswa Hukum sudah sepatutnya kita belajar apa itu Sejarah Perkembangan Ilmu
filsafat hukum Makalah dapat diperkaya dengan memberikan pengembangan lebih lanjut pada
setiap masa yang dijelaskan. Misalnya, menjelaskan dampak kontribusi tokoh-tokoh tertentu
pada perkembangan filsafat hukum pada masanya.
DAFTAR PUSTAKA

Alisyahbana, Sutan Takdir, Pembimbing ke Filsafat I: Metafisika, Jakarta: Dian Rakyat, 1957.

Atjeh, Aboebakar, Sejarah Filsafat Islam, Semarang, Solo : Ramadhani, 1970.

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Bakry, Hasbullah, Sistematik Filsafat, (Jakarta: Penerbit ”Widjaya”, 1981.

Beerling, E.F., Filsafat Dewasa Ini, terj. Hasan Amin, Jakarta : P.N. Balai Pustaka, 1966.

Drijarkara S.J., N. Percikan Filsafat, Jakarta : 1962.

Ewing, A. C. , The Fundamental Question of Philosophy, New York: 1962.

Geisler, Norman L., dan Paul D. Feinberg, Introduction to Philosophy, Grand Rapids: Baker
Book House, 1982.

Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Kanisius, 1993.

Hanifah, Abu, Rintisan Filsafat, Jakarta : 1950

Anda mungkin juga menyukai