Anda di halaman 1dari 19

OBYEK STUDI FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu

Dosen Pengampu:

Dr. NUR 'AZAH, S.Ag. M.Pd.I

Disusun Oleh Kelompok 2:

1. Ixora Chinensis Azis (2093244017)


2. Rasminih (2093244018)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG JOMBANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang sudah melimpahkan rahmat, ni’mat
serta inayah-Nya sehingga kami bias menyelesaikan Makalah ilmu filsafat tentang “obyek
studi filsafat dan ilmu pengetahuan” dengan baik dan tepat waktu.

Akhir kata, makalah ini kami buat untuk memberikan ringkasan pemahaman bagi kita semua,
semoga makalah ini dapat member manfaat kepada semua pihak, bagi kami khususnya dan
bagi teman-teman mahasiswa Uiversitas Hasyim Asy’ari pada umumnya. Kami sadar bahwa
makalah ini belum sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan.

Olehkarenaitu, kritikdan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah kami. Kepada seluruhpihak yang bersangkutan dalam penyelesaian
makalah ini. Atas perhatian dan waktunya, kami sampaikan terima kasih.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................

Daftar Isi .......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................................


B. Rumusan Masalah ..............................................................................................
C. Tujuan Pembahasan ...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian filsafat ..............................................................................................


b. Sejarah dan perkembangan filsafat ....................................................................
c. Zaman Yunani Kuno ..........................................................................................
d. Zaman patrialistik...............................................................................................
e. Zaman modern ...................................................................................................
f. Zaman postmodern dan kontemporer ................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................................................
B. Saran ..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Filsafat (dalam bahasa Arab adalah falsafah, dan dalam bahasa Inggris adalah
philosophy) berasal dari bahasa Yunani. Kata ini terdiri dari kata ‘philein’ yang
berarti cinta (love) dan ‘sophia’ kebijaksanaan (wisdom). Secara etimologis,
filsafat berarti berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam artinya sedalam-
dalamnya. Seorang filosof (philosopher) adalah pencinta, pendamba dan pencari
kebijaksanaan.

B. RUMUSAN MASALAH
Dalam poin ini, kami akan merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan
“KODIFIKASI AL-QUR’AN”.
Adapun rumusannya adalah sebagai berikut:
a. Apa Pengertian filsafat
b. Sejarah dan perkembangan filsafat
c. Zaman Yunani Kuno
d. Zaman patrialistik
e. Zaman modern
f. Zaman postmodern dan kontemporer

C. TUJUAN PEMBAHASAN

Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

a. Mengetahui Pengertian filsafat


b. Mengetahui Sejarah dan perkembangan filsafat
c. Zaman Yunani Kuno
d. Zaman patrialistik
e. Zaman modern
f. Zaman postmodern dan kontemporer
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FILSAFAT

Filsafat (dalam bahasa Arab adalah falsafah, dan dalam bahasa Inggris adalah
philosophy) berasal dari bahasa Yunani. Kata ini terdiri dari kata ‘philein’ yang berarti
cinta (love) dan ‘sophia’ kebijaksanaan (wisdom). Secara etimologis, filsafat berarti
berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam artinya sedalam-dalamnya. Seorang
filosof (philosopher) adalah pencinta, pendamba dan pencari kebijaksanaan.

Menurut catatan sejarah, kata ini pertama kali digunakan oleh Pythagoras, seorang
filosof Yunani yang hidup pada 582-496 sebelum Masehi. Cicero (106-43 SM), seorang
penulis Romawi terkenal pada zamannya dan sebagian karyanya masih dibaca hingga
saat ini, mencatat bahwa kata ‘filsafat’ dipakai Pythagoras sebagi reaksi terhadap kaum
cendekiawan pada masanya yang menamakan dirinya ‘ahli pengetahuan’ Pythagoras
menyatakan bahwa pengetahuan itu begitu luas dan terus berkembang. Tiada
seorangpun yang mungkin mencapai ujungnya. Jadi, jangan sombong menjuluki diri
kita ‘ahli’ dan ‘menguasai’ ilmu pengetahuan, apalagi kebijaksanaan. Kata Pythagoras,
kita ini lebih cocok dikatakan sebagai pencari dan pencinta pengetahuan dan
kebijaksanaan, yakni filosof.

Kamus Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta merumuskan bahwa filsafat


adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-
asas hukum dan sebagainya daripada segala yang ada dalam alam semesta ataupun
mengenai kebenaran dan arti ‘adanya’ sesuatu.

Menurut Plato (427-347 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakekat.
Bagi Aristoteles (384-322 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran
yang meliputi logika, fisika, metafisika dan pengetahuan praktis.

Menurut R. Beerling, bahwa filsafat adalah pemikiran-pemikiran yang bebas,


diilhami oleh rasio, mengenai segala sesuatu yang timbul dari pengalaman. (Er zijn
eigenlijksheidvragen dalam Filosofic als sciencefiction, 1968: 44).
B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT

Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7
SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikirpikir dan berdiskusi akan
keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri
kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang
bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab
lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di
Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara
intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah
Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang
terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato
sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah
filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini
menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.

C. PERIODE YUNANI (600 SM = 400M)


1. Pra Socrates
Ciri ; Kosmosentris
Bahwa alam itu merupakan suatu susunan yang teratur dan harmonis. Pada
zaman Yunani kuno terdapat 3 masa perkembangan yaitu masa awal, masa kaum
sofis serta masa keemasan (masa Socrates). Pada masa awal ini, filsafat hanya
membahas tentang alam dan kejadian alamiah terutama dalam hubungannya dalam
perubahan-perubahan yang terjadi. Namun mereka yakin bahwa perubahan-
perubahan ini terdapat suatu unsur yang menentukan, tapi mereka punya perbedaan
pendapat tentang perbedaan unsur-unsur tersebut
Masa awal dengan Filsuf :
- Thales
Bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan manusia berkembang dari
ikan, karena ada satu substansi (zat) tunggal (monisme) pertama serta hukum
alam yang berlaku didunia yang berfungsi mempertahankan keseimbangan
antara berbagai unsur (multiplicity) fenomena alam yang berbeda.
Anaximandros dengan unsur yang tidak terbatas (to apeiron), Anaximenes
dengan unsur udara. Anaximandros dan Anaximenes adalah kedua murid Thales
namun berbeda pendapat dalam pemahamannya tentang unsur-unsur tersebut.
- Pythagoras
Pemikiran Phytaghoras berbeda dengan filosof pada masanya kecuali
Anaximandros dalam memahami unsur tersebut. Menurutnya unsur tersebut
tidak dapat ditentukan dengan pengenalan indrawi, melainkan dapat diterangkan
dengan perbandingan dasar antar bilangan, karena Phytaghoras terkenal sebagai
pengembang ilmu pasti dengan dalil terkenalnya yaitu “dalil Phyitaghoras”.
Perminides dari Elea mengemukakan unsure “metafisika”, yaitu mempersoalkan
“ada” yang berkembang menjadi “yang ada, sejauh ada” (being as being, being
as such). Dari yang ada, ada,dan yang tak ada, mempunyai arti bahwa prulalitas
itu tidak ada.
Filosof berikutnya kembali kepada pengalaman indrawi, antara lain
Demokritos dan Leucippus yang bersama-sama memuat teori “atomisme”.
Mereka berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada terdiri atas bagian-bagian
kecil yang tidak bisa dibagi-bagi lagi, meskipun bentuk atom itu sendiri sangat
kecil dan tidak Nampak oleh indra namun atom selalu bergerak membentuk
realitas yang tampak oleh indra manusia.
Bahwa adanya harmoni pada alam karena alam atau benda-benda dibuat
atas dasar prinsip bilangan (matematika). Jiwa tidak dapat mati, bila seseorang
mati, jiwa akan tetap abadi dan akan berubah menjadi makhlk lain. Segala
sesuatu pada akhirnya dapat direduksi kedalam perhitungan angka-angka.
- Heraclitos (orang yang tidak jelas)
Terkenal dengan pernyataannya “panta rhei kai udai menei” artinya segala
sesuatu berada dalam perubahan, dalam pemahaman bahwa segala sesuatu
mengalir dan dalam proses menjadi. Heraklitos mengatakan unsur tersebut
adalah api, menurutnya api adalah lambang perubahan. Karena tidak ada
didunia yang tetap, definitif dan sempurna, tetapi berubah. Segala sesuatu
berada dalam status “menjadi” kemudian berubah.
Seseorang tidaklah bergerak dalam kehidupan, akan tetapi kehidupan itulah
yang mengalir melalui kita. Kita bukanlah berada dalam dunia, namun kita
adalah bagian dari dunia. Batas-batas antara diri (self) dan dunia tidaklah
absolut akan tetapi mengalir dalam proses yang saling berhubungan (Howard,
2005 : 13-23.)
2. Masa keemasan (Yunani Klasik) :
- Socrates (470SM-399SM)
Socrates menentang kaum sofis yang mengatakan bahwa kebenaran adalah
sifatnya relative dan tidak mutlak. Namun menurut Socrates, kebenaran itu
sifatnya mutlak, universal dan obyektif yang harus dijunjung tinggi oleh semua
orang. Metode yang digunakan olehnya adalah dengan bertanya secara radikal
dan kritis kepada orang yang bersangkutan sampai orang yang ditanya dapat
menemukan apa yan baik dan benar didalam dirinya sendiri. Dari caranya
bersifat, ia mengembangkan secara de facto menjadi suatu metode yang dikenal
dengan metode Induktif. Dalam metode ini dikumpulkan contoh dari peristiwa
khusus yang diambil ciriciri khususnya kemudian dicari ciri-ciri umumnya
hingga memperoleh suatu definisi terhadap sesuatu. Jasa Socrates yang paling
besar adalah mengembalikan tradisi filsafat Yunani yang sempat digoyahkan
oleh kaum sofis.
Ucapannya yang terkenal adalah “Kenalilah Dirimu Sendiri”, Pengenalan
diri menjadi permasalahan penting dalam filsafat manusia dan psikologi
modern. Dalam diskusi dan mengajar Socrates menggunakan metode / tehnik
kebidanan (maieutikos) dengan asumsi bahwa manusia pada dasarnya sebelum
lahir telah membawa/memiliki pengetahuan bawaan. Karena itu menurut
Socrates bagaimana menarik dan mengeluarkan pengetahuan yang ada dalam
kesadaran itu, dengan kata lain dia bertugas seperti seorang bidan yang
membantu seorang ibu melahirkan bayi dari rahim sewaktu persalinan.
Karena ajarannya, keberanian, kejujuran dan keteguhannya dalam bersifat
harus dibayar mahal olehnya, Socrates dituduh meracuni generasi muda pada
waktu itu yang membuat mereka tidak percaya pada dewa-dewa yang
diagungkan oleh masyarakat Yunani. Kemudian pengadilan Yunani
menjatuhkan vonis mati kepada Socrates, dan ajarannya dilanjutkan oleh Plato
dan Aristoteles.
- Plato (427SM-347SM).
Plato mendirikan sekolah filsafat yang disebut Akademia. Dia mengubah
metode Socrates menjadi teori Idea. Menurutnya idea adalah bentuk mula jadi
atau model yang bersifat umum dan sempurna yang disebut prototypa,
sedangkan benda individual dunia hanya merupakan bentuk tiruan yang tidak
sempurna/kekal. Oleh karena itu dalam filsafatnya Plato menentang realisme
karena yang dianggap benar menurut realisme adalah yang dapat diindra dan
ada begitu saja, tapi kata Plato obyek tersebut sebenarnya sudah ada di dalam
idea yang nyata sedangkan objek duniawi hanyalah tiruan dari dunia idea saja.
Gagasan plato ini banyak memberikan dasar pada perkembangan logika.
- Aristoteles (384SM-322SM)
Namun demikian logika ilmiah sesungguhnya baru saja terwujud oleh
muridnya yaitu Aristoteles, karena dia lebih sistematis dalam berfilsafat. Dalam
berfilsafat dia menggarap masalah kategori, struktur bahasa, hokum formal
konsistensi proposisi, silogisme kategoris, pembuktian ilmiah, perbedaan atribut
hakiki dengan bukan hakiki, kesatuan pemikiran, metode berdebat, kesalahan
berpikir sampai menyentuh bentuk-bentuk dasar simbolisme.

D. PERIODE ABAD PERTENGAHAN (400- 1500 M)


1. Zaman Patristik
Istilah patristic berasal dari kata latin “patres” yg berarti bapak dalam
lingkungan gereja. Dalam era ini, filsafat mulai disusupi oleh teologi kristiani,
bahkan terjadi pertentangan juga dikalangan para pemuka agama Kristen ini dalam
menanggapi filsafat. Ada tiga pendapat para bapak gereja dalam menanggapinya,
pertama, setelah adanya wahyu ilahi melalui roh kudus seharusnya pemikiran
filsafat di stop bahkan dihilangkan sama sekali karena dianggap menyalahi alkitab
dan dianggap “kafir”. Kedua, berusaha untuk menengahi dan menggabungkan
kedua pemikiran tersebut. Ketiga, filsafat merupakan langkah awal menuju
pemahaman agama yang harus diterima dan dikembangkan.
Tokoh utama dalam filsafat ini adalah Augustinus, ia mengatakan bahwa
pemikiran merupakan integrasi dari teologi Kristen dan pemikiran filsafatnya dan
filsafat itu sendiri tidak bisa lepas dari iman Kristen. Inti dari filsafat ini hanya
membahas 2 aspek yaitu Tuhan dan manusia. Oleh karena itu maka
pembahasannya mencakup hal-hal yang berhubungan dengan manusia,
kepribadian, kesusilaan dan sifat-sifat tuhan. Menurutnya manusia tidak akan
sanggup mencapai kebenaran tanpa terang (lumens) dari Allah, meskipun demikian
dalam diri manusia sendiri sudah tertanam benih kebenaran yang merupakan
pantulan terang Allah sendiri yaitu hati nurani.
Sebenarnya para bapak gereja menggunakan pemikiran filsafat adalah guna
memudahkan agama Kristen diterima oleh manusia dan mengembangkan agama
Kristen irtu sendiri. Namun pada pelaksanaannya agama Kristen itu sendiri yang
mengurung dan mengekang pola pikir manusia dalam berfilsafat karena jika ada
pemikiran yang ridak sesuai dengan alkitab maka akan langsung dihukum. Dari
situlah nantinya akan muncul sekulerisme dikalangan Eropa pada abad pertengahan
yang memisahkan antara agama dan filsafat bahkan mereka melawan ajaran-ajaran
Kristen dan menjadikan akal sebagai Tuhan.
Pada masa ini kebebasan berpikir yang telah berkembang melalui tradisi
Yunani mengalami kemerosotan. Orang hanya boleh berfikir sejauh mengikuti
rambu-rambu yang ditentukanpemimpin-pemimpin Gereja. Pada masa ini bapak-
bapak gereja (patres) atau ahli-ahli agama Kristen menguasai pemikiran filsafat
sehingga filsafat masa ini disebut dengan zaman Patristik.

Filsuf yang terkenal pada masa ini ;


 Justinus de Martyr (abad 2 M)
 Tertulianis (160-220M)
Terkenal dengan pernyataannya “credo qua absurdum est” ; saya percaya
karena tidak masuk akal
 Origenes (184-254M)
 Augustinus (354-430M)
Mencoba menyatukan antara pemikiran filsafat dengan agama
2. Zaman Skolastik
Filsafat ini mempunyai corak semata-mata agama yang mengabdi kepada
teologi yang mencoba mensintesa kan antara kepercayaan dan akal. Berbeda
dengan patristic, skolastik hanya mengkaji teologi dan menggunakan filsafat
sebagai pembuktiannya.
Tokohnya adalah Thomas Aquinas (1225-1274M), menurutnya pengetahuan
didapat melalui indra dan diolah akal tapi akal tidak mampu mencapai relitas
tertinggi yang ada pada daerah Tuhan. Nah, filsafat inilah yang bisa memperkuat
dalil-dali agama guna lebih mengabdi kepada Tuhan.
Pembuktian Aquinas tentang adanya Tuhan, pertama, dari sifat alam ini yang
selalu bergerak dengan teratur membuktikan bahwa ada yang mengatur semua ini
yaitu tuhan. kedua, allah itu maha besar, sehingga tidak terpikirkan sesuatu yang
lebih besar lagi, ketiga, hal yang terbesar tentulah berada dalam kenyataan karena
apa yang ada dalam pikiran saja tidak mungkin lebih besar, keempat, Allah tidak
hanya berada dalam pikiran tetapi dalam kenyataan juga, jadi Allah benar-benar
ada.
Pandangan etika Aquinas menekankan superioritas kebaikan keagamaan. dasar
kebaikan adalah kemurahan hati yang lebih dari sekedar kedermawanan dan belas
kasih melainkan terdapat didalam jiwa yang penuh cinta. Cinta kepada Tuhan yang
harus diutamakan baru cinta kepada sesama manusia.
Filsuf yang terkenal pada masa ini ;
 Abelardus (1079-1142 )
Terkenal dengan pemikiranya yang berusaha menyatukan pertentangan antara
universalia dengan individualia (particular) yang terjadi antara pendukung
nominalisme dengan realism yang sangat menguasai filsafat abab pertengahan.
 Anselmus (1093-1109)
Terkenal dengan pembuktian ontologisnya dengan Tuhan (dalam tulisannya
Proslogion). Menurutnya, Tuhan adalah suatu yang paling besar untuk
dipikirkan, dan sesuatu yang terbesar untuk dipikirkan itu, pastilah ada. Ia
menyatakan bahwa untuk mengerti Tuhan pertama-tama orang harus percaya
“credo ut intelligam” artinya saya percaya supaya saya mengerti
 Duns Scotus (1270-1308)
Duns Scotus (Scotisisme) tidak setuju dengan pendapat Thomas Aquinas,
dengan kesesuaian antara agama dengan filsafat, karena menurutnya keduanya
adalah dua bidang yang berbeda.
 William Ockham (1290-1349), filsuf Inggris.
Terkenal dengan “Occam‟s Razor” (pisau cukur Okcham) yang disebut juga
prinsip kehematan, maksudnya keharusan untuk bersahaja dalam menguji
teori. Prinsip kebersahajaan itu adalah “apapun jangan dilipatgandakan tanpa
alasan” Jika ada hipotesis yang sederhana, maka hipotesis yang rumit menjadi
irrasional.
 Thomas Aquinas (1225-1274)
Terkenal dengan “Summa Theologia” (1266), ia membedakan tugas antara
ilmu pengetahuan dengan agama, akan tetapi diantara keduanya tida ada
pertentangan.
Ia menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari pengalaman (empirik)
kemudian pengalaman itu diolah rasio kita (bandingkan dengan Immanuel
Kant).
Ia berpendapat bahwa masalah agama harus diselesaikan melalui kepercayaan,
namun rasio/akal tetap dibutuhkan, sebagaimana ia mengemukakan bukti
tentang adanya Tuhan melalui argumentasi rasionalnya yang dikenal dengan
“lima jalan” (dipelajari pada filsafat Ketuhanan).

E. ZAMAN MODERN
Setelah hampir sepuluh abad Eropa diselimuti paham teologis yang
memanipulasi kebenaran dan mematikan pemikiran bebas. Akhirnya munculnya
suatu gerakan cultural yang bertujuan menggulingkan paham gereja yang selama ini
mengekang mereka dalam mencari kebenaran dan berpikir bebas, gerakan ini
disebut “renaisans” yang artinya kelahiran kembali. Semangat renaisans ini
menimbulkan rasa kepercayaan pada otonomi manusia dalam mencari kebenaran.
Ilmu pengetahuan yang tadinya tidak berkembang akibat dominasi gereja mulai
berkembang dengan pesatnya dimasa renaisans.
Kebenaran tidak lagi bersumber dari alkitab tetapi pada pengalaman empiris dan
perumusan hipotesis yang rasional. Oleh karena itu, sumber pengetahuan hanya apa
yang secara alamiah dapat dipakai oleh manusia yaitu, akal (rasio) dan pengalaman
(empiris). Maka pada abad ini muncul dua aliran yang saling bertentangan yaitu
antara aliran rasionalisme dan aliran empirisme. Perdebatan antara kedua aliran ini
terus berlangsung dan mempengaruhi pemikiran filsafat setelahnya.
Tokoh dari aliran rasionalisme adalah Rene Descartes (15961650), aliran ini
menyatakan bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya
adalah rasio, hanya pengetahuan yang diperoleh akal-lah yang memenuhi syarat
untuk dijadikan sumber pengetahuan. Pengalaman inderawi selalu diragukan, selalu
berubah dan tidak pasti. Bisa saja kursi yang kita duduki adalah tidak nyata dan
hanya mimpi belaka. Bahkan dia sendiri meragukan akan kebenaran adanya dirinya
sendiri. Makanya munculah “karena saya berpikir maka saya ada”. Kaum rasionalis
selalu meragukan segala sesuatu dan tidak percaya akan pengalamannya sendiri.
Pengalaman hanya bisa dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah
didapatkan oleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman, karena akal mampu
menurunkan kebenaran dari akal sendiri. Dan metode yang digunakan adalah
deduktif. Namun meskipun begitu, Descartes tidak menafikan tentang adanya Tuhan
karena menurut dia Tuhan adalah “matematikawan agung” yang begitu rasional
dalam menciptakan dunia ini secara terstruktur dan wajib ditemukan oleh akal
manusia dalam penciptaannya itu.
Aliran empirisme dengan tokohnya adalah David Hume (17111776)
mengatakan bahwa, pengalamanlah yang menjadi sumber ilmu pengetahuan baik
pengalaman batiniah maupun lahiriah. Akal hanyalah mengolah bahan-bahan
pengalaman yang diperoleh inderawi. Karena tidak ada satupun ada dalam
pemikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data inderawi. Contohnya,
kita tidak akan mengetahui bahwa api itu panas jika kita sendiri belum mencoba dan
membuktikannya bahwa api itu panas. Oleh akal lalu disimpulkan bahwa api itu
panas. Lalu munculah pengetahuan baru berdasarkan pengalaman. Metode yang
digunakan adalah induktif.
Periode ini dibagi dua :
1. Masa Renaisans (abad 14 hingga abad 17)
Pada masa renaisans muncul kembali upaya membangkitkan kebebasan berpikir
seperti pada masa Yunani. Kombinasi filsafat Yunani dan humanism telah
melahirkan kebebasan individu pada zaman itu. Manusia sebagai individu
menjadi pusat dari segalanya.
2. Masa Pencerahan / era baru (abad 18)
Adalah pemikiran yang menjadi dasar spiritual (pandangan dunia) bagi zaman
modern. Melalui para pemikir zaman ini terjadi perubahan minat yang besar
dari permasalahan metafisika, abad pertengahan ke fisika, dari metode berpikir
spekulatif ke eksperimental matematis, dari pemikiran sosial-politik ke
pemikiran antroposentris (humanis). Renaisans dan Pencerahan adalah pintu
masuk ke zaman modern yang ditandai oleh :
a) Penduniawian ajaran/pemikiran (sekulerisme)
b) Keyakinan akan kemampuan akal rasio
c) Berkembangnya paham utilitarianisme
d) Optimism dan percaya diri
Pemikir-pemikir besar yang melahirkan zaman renaisans antara lain :
a) Roger Bacon (1214-1294)
b) Machiavelli (1469-1527)
c) Copernicus 1473-1543)
d) Francis Bacon (1561-1626)
e) Thomas Hobbes (1588-1679)
f) Rene Descartes (1596-1650)
g) John Locke (1632-1704)
h) George Berkeley (1685-1753)
i) David Hume (1711-1776)
j) Wittgenstein
k) Imanuel Kant
Inti yang dilahirkan oleh pemikir-pemikir ini adalah “mengubah
paradigma berpikir teologis ke paradigm ilmiah”. Pada awal zaman
renaisans telah lahir satu keyakinan akan munculnya kebudayaan baru
dan kepercayaan bahwa manusia dapat melakukan apapun kalau ia mau.
Kebudayaan baru itu didasarkan pada prinsip ; kapitalisme dalam
ekonomi, klasik dalam seni dan sastra, metode ilmiah dalam pendekatan
atau pemecahan terhadap berbagai fenomena alam dan kehidupan.

F. ZAMAN POSTMODERN DAN KONTEMPORER (abad 18)


Secara kebahasaan post (atau beyond) berarti sesudah, lepas. Sedangkan beyond
berarti diluar atau mengatasi modern. Dengan demikia postmodern berarti filsafat atau
pemikiran yang berkembang sesudah era modern.
Era baru ini dimulai dengan “Kritisisme” Immanuel Kant (17241804) yang
berusaha mendamaikan antara aliran rasionalisme dan empirisme. Ia mengatakan
bahwa pengenalan manusia merupakan perpaduan antara unsur apriori dgn unsur
aposteriori. Kant berpendapat bahwa pada taraf inderawi unsur apriori hanyalah kesan
yang diterima oleh inderawi sebagai gejala-gejala. Kemudian datadata inderawi
tersebut diolah oleh sesuatu yang disebut “akal budi”. Peran akal budi disini adalah
memberi putusan-putusan yang kemudian ditransmisikan kedalam otak. Dan oleh otak
lah yang akan memilih dan mengesahkan putusan-putusan yang dibuat akal budi.
Ibaratnya pengalaman adalah suatu soal pilihan ganda, pilhan-pilihan ganda itu adalah
putusan-putusan yang dibuat akal budi kemudian yang bertugas memilih jawaban yang
paling benarnya adalah rasio kita.
Selanjutnya adalah Idealisme yang Tokohnya adalaha G. W. F. Hegel (1770-
1831). Menyatakan bahwa “setiap Tesa pasti ada Antitesa nya dan dari keduanya akan
mengahasilkan Sintesa yang memiliki gabungan sifat dari tesa dan antitesanya tapi
sintesa bukanlah tesa maupun antitesa”. Sebagai contohnya, suatu golongan
menginginkan Negara menguasi segala urusan agama. Pandangan ini mempunyai
dampak positif yaitu adanya kesatuan antara kekuatan dan kekuasaan politik karena
tidak ada batasan agama sehingga ketertiban suatu Negara bisa terwujud, ini yang
disebut tesa. Antitesa dari pernyataan ini ialah kebebasan agama ditiadakan karena
agama harus tunduk kepada pemerintah. Lalu sintesa bagi kedua pendapat tersebut
adalah memisahkan antara agam dan pemerintah, baik agama maupun pemerintah harus
diberi bagiannya masing-masing, sehingga ketertiban nasional terjamin dan kebebasan
agama pun terjamin juga karena tidak tercampur antara kepentingan agama dengan
kepentingan politik.
Era ini dilanjutkan dengan munculnya paham Positivisme yang dipopulerkan oleh
Auguste Comte (1798-1857). Dia menganggap hukum-hukum alam yang
mengendalikan manusia dan gejala sosial dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
mengadakan pembaharuan pembaharuan sosial dan politik untuk menyelaraskan
institusiinstitusi masyarakat dengan hukum-hukum itu. Sehingga Auguste Comte
menemukan ilmu baru tentang masyarakat yaitu “sosiologi”. Positivism erat kaitannya
dengan empirisme namun berbeda dengan empirisme yang menjadikan pengalaman
batiniah dan lahiriah sebagai sumber pengetahuan. Positivism hanya mengambil yang
berdasarkan fakta saja. Sebagai contoh, air mendidih 100° C dan besi ini panjangnya 10
meter. Ukuran-ukuran ini perasional, kuantitatif dan tidak mungkin adanya perbedaan
pendapat. Positivisme merupakan aliran tertinggi dari kehidupan manusia karena
manusia tidak perlu lagi mencari penyebab-penyebab dari suatu fakta. Manusia hanya
berusaha menetapkan relasi-relasi atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat
antara fakta-fakta. Dan disinilah ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Aliran yang muncul kemudian adalah Fenomenologi dipelopori oleh Edmund
Husserl (1859-1938), inti filsafatnya adalah bahwa untuk menemukan pemikiran yang
benar seseorang harus kembali kepada “benda-benda” sendiri yaitu hakikat dirinya
sendiri. Akan tetapi benda-benda itu tidak langsung meperlihatkan hakikat sendirinya,
karena pemikiran pertama tidak membuka tabir yang menutupi hakikat maka
diperlukannya pemikiran kedua yang berupa “intuisi”. Dalam menggunakan intuisi
digunakan suatu metode yang disebut reduksi yaitu penempatan sesuatu diantara dua
kurung. Maksudnya, melupakan pengertian-pengertian tentang objek untuk sementara
dan berusaha melihat objek secara langsung dengan intuisi tanpa bantuan pengertian-
pengertian yang ada sebelumnya. Tujuannya adalah menemukan bagaimana objek
dikonstitusi sebagai fenomena asli dalam kesadaran manusia. Namun fenomenologi
mempunyai kelemahan karena dalam menentukan pengetahuan yang murni objektif
tanpa ada pengaruh apapun, tapi fenomenologi sendiri mengakui bahwa ilmu
pengetahuan yang diperoleh tidak bebas nilai tetapi bermuatan nilai dengan kata lain
status seluruh pengetahuan adalah sementara dan relatif.
Aliran selanjutnya adalah Eksistensialisme, tokohnya adalah Friedrich Wilhelm
Nietzsche ( 1844-1900). Gagasan utama dari dia adalah kehendak berkuasa (will to
power) dimana ditunjukan menjadi ubermensch atau manusia super. Ubermensch
adalah cara manusia memberikan nilai pada dirinya sendiri tanpa berpaling dari dunia
dan menengok keseberang dunia, dengan kata lain tidak lagi percaya akan bentuk nilai
adikodrati dari manusia dan dunia. Sedangkan eksistensi itu sendiri adalah cara
manusia berada didalam dunia dan keberadaannya karena setiap orang mempunyai
tempatnya sendiri dalam kehidupan ini yaitu sesuai dengan kemampuannya
masingmasing. Jadi jangan menghendaki sesuatu yang melebihi kemampuanmu, karena
melakukan sesuatu yang melebihi kemampuan sendiri mengandung cirri kepalsuan
yang menjijikan. Doktrin aliran ini adalah “eksistensi mendahului esensi” yg berarti
setelah manusia berada didunia ini, dia sendiri yang harus menentukan siapa dirinya ini.
Karena pada awalnya manusia bukanlah apa-apa tanpa bereksistensi.
Jurgen Habermas mengartikan postmodern bukan sebagai kebudayaan atau
pemikiran yang berbeda atau terputus dari budaya dan pemikiran modern dengan
mencoba mengatasi berbagai kekurangan yang timbul dari budaya dan pemikiran
modern itu.
Pemikir-pemikir besar Postmodern atau Kon temporer : Francois Lyotard Jacques
Derrida Michel Foucault Gillez Deleuze Felix Guattari Jean Baudrillard (mereka ini
pemikirpemikir postmodern radikal (dekonstruksi onis)
Francois Lyotard, mengemukakan ;
1. Pembahasan tentang postmodern secara filosofis dan ilmiah, telah terjadi
pergeseran dalam ilmu pengetahuan dan budaya dari era modern ke era
postmodern.
2. Ia mengemukakan penilaian tentang tidak memadainya model “pengkotak-
kotakan otak” (cara berpikir) dan spesialisasi intelektual, untuk menghadapi
watak baru ilmu pengetahuan seperti pemrosesan informasi cyberspace yang
mengukur ilmu pengetahuan berdasarkan logika computer yang berkembang
akhirakhir ini.
Francois Lyotard, menolak ; metanarasi modernis tentang sains yang menekankan
“kesatuan spekulatif dari semua ilmu pengetahuan”.
Francois Lyotard, menyatakan ; bahwa perubahan besar dalam dunia ilmiah
terjdai dengan perkembangan teknologi tinggi (teknologi informasi) yang mau tidak
mau mengubah cara berpikir kita.
Gillez Deleuze, Felix Guattari, menyatakan bahwa ; Dalam era informasi sekarang
ini, dunia ibarat sebuah jaringan yang satu sama lain saling berkaitan dan demikian pula
otak (mind) dan cara bepikir kita memilki jaringan yang hampir tak ada batas.
Gillez Deleuze, Felix Guattari ( 1983, 1987) menyebut istilah ini dengan
“rhizomatic” atau rizhome yang berarti ; akar dan batang tumbuh dan menjalar
kesemua arah, dan masing-masing memiliki fungsi yang sama.
Penggunaan istilah rhizomatic berkaitan dengan penolakan pemikir postmodern
pada cara berpikir ilmiah lama (era modern) yang dikemukakan melalui metafor
“pohon ilmu”. Pohon ilmu adalah cara pandang yang melihat ilmu pengetahuan
bersumber dan ditunjang oleh akar tunggang tempat akar-akar lainnya tumbuh untuk
menunjang batang yang berdiri kokoh, pada batang tumbuh cabang, ranting dan
lainnya. Metafor pohon ilmu yang kini kurang tepat digunakan untuk ilmu pengetahuan
dan memahami masalah sosialbudaya (globalisasi).
Pada era informasi dunia justru dilihat sebagai jaringan, yang memerlukan
keterbukaan, model berpikir kritis, dan menuntut pendekatan baru yaitu pendekatan
interdisipliner dan multidisipliner.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Filsafat berarti berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam artinya
sedalam-dalamnya. Seorang filosof (philosopher) adalah pencinta, pendamba
dan pencari kebijaksanaan.
2. Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-
7 SM.
3. Istilah patristic berasal dari kata latin “patres” yg berarti bapak dalam
lingkungan gereja. Dalam era ini, filsafat mulai disusupi oleh teologi kristiani,
bahkan terjadi pertentangan juga dikalangan para pemuka agama Kristen ini
dalam menanggapi filsafat.
B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kami mengharapkan kritk dan saran yang bersifat membangun untuk memotivasi
kami dalam membuat makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua kalangan.
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Akhyar Yusuf, 2016, filsafat ilmu klasik hingga kontenporer, Jakarta : PT Raja
Grafindo persada.

http/www.philosophers.co.uk

http/www.tsemrinpoche-.com

file:///C:/Users/asus/Documents/ISI%20PENGANTAR%20FILSAFAT%20UMUM
%20FADHIL(1).pdf

https://bocahkampus.com/cara-membuat-makalah

Anda mungkin juga menyukai