Anda di halaman 1dari 16

MA’RIFAT

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu :

Asep Kurniawan, M.Pd.I

Disusun Oleh :

1. Khoirotul Nisa’ Srirejeki (NIM : 2093244051)


2. Puji Astutik (NIM : 2093244052)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI

TEBUIRENG JOMBANG

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kami mengucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, karunia dan hidayahnya. Tak lupa sholawat serta salam kita
curahkan kehadirat Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
kebodohan sampai zaman terang benerang ini. Penulis juga mengucapkan puji syukur kepada
allah SWT yang telah memberikan nikmat berupa fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
bisa menyelesaikan tugas makalah dari mata kuliah Akhlak Tasawuf yang berjudul “Ma’rifat”.

Dalam hal ini penulis mengerti bahwa karya ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Dengan ini penulis berharap para pembaca memberikan saran dan
masukan agar penulisan karya ilmiah mendapat hasil yang baik.

Jombang, 19 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i

KATA PENGANTAR........................................................................................ ii

DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1

A. Latar Belakang........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan.................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3

A. Pengertian Ma’rifat................................................................................. 3

B. Manfaat Ma’rifat..................................................................................... 4

C. Tanda-Tanda Orang Memperoleh Ma’rifat............................................ 6

D. Macam-Macam Marifat.......................................................................... 6

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 11

A. Kesimpulan.......................................................................................... 11

B. Saran.................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Ma'rifat merupakan salah satu aspek dari kajian disiplin ilmu tasawuf yang
disandarkan kepada sumber ajaran Islam, yaitu al-Qur'an dan Hadis atau sunnah yang
tercermin dalam praktek kehidupan Rasulullah saw. Kata ma'rifat yang secara khusus
menjadi konsep spiritual Islam di dalam al-Qur'an memang tidak ditemukan secara
harfiah. Akan tetapi dapat digali makna ma'rifat yang menjadi inti kesufian dari
subtansi berbagai pesan dalam al-Qur'an, Kata yang berakar dari arafa dalam
keseluruhan al-Qur'an disebutkan sebanyak 71 kali. Dari 71 kali penyebutan itulah
dapat diketahui bahwa ma'rifat dalam al-Qur'an memiliki banyak arti: mengetahui,
mengenal, sangat akrab, hubungan yang patut, hubungan yang baik, dan pengenalan
berdasarkan pengetahuan mendalam. Maka jika semua pengertian itu dihimpun dalam
satu pengertian, maʼrifat menurut subtansi al-Qur'an memiliki maksud sebagai
pengenalan yang baik serta mendalam berdasarkan pengetahuan yang menyeluruh dan
rinci. Sebagai buah dari hubungan yang sangat dekat dan baik.
Ma'rifat merupakan pengetahuan eksperensial (zauqi) yang disuntikan
(infused) sangat berbeda dengan pengetahuan lainnya yang biasa didapatkan melalui
metode rasional diskursif. la menangkap objeknya secara langsung, tidak melalui
representasi, image atau simbol-simbol dari objek-objek penelitian. Seperti indra
menangkap objeknya secara langsung, demikian juga hati atau intuisi menangkap
objeknya juga secara langsung. Perbedaannya terletak pada jenis objeknya. Kalau
objek indra adalah benda-benda yang bersifat indrawi (mahsusat) sedangkan
objekobjek intuisi adalah entitas-entitas spiritual (ma'qulat). Dalam kedua modus
pengetahuan ini manusia mengalami objek- objeknya secara langsung, dan kerena itu
ma'rifat disebut dengan ilmu eksperensial yang biasanya dikontraskan dengan
pengetahuan melalui nalar (bahsi).
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Ma’rifat?
2. Bagaimana Manfaat Ma’rifat?
3. Bagaimana Tanda-Tanda Orang Memperoleh Ma'rifat?
4. Bagaimana Macam-macam Ma’rifat?
1
3. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Ma’rifat
2. Untuk Mengetahui Manfaat Ma’rifat
3. Untuk Mengetahui Tanda-Tanda Orang Memperoleh Ma'rifat
4. Untuk Mengetahui Macam-macam Ma’rifat
1.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ma’rifah
Ma’rifat berasal dari kata `arafa, yu’rifu, irfan, berarti: mengetahui, mengenal,
atau pengetahuan Ilahi. Orang yang mempunyai ma’rifat disebut arif.1 Menurut
terminologi, ma’rifat berarti mengenal dan mengetahui berbagai ilmu secara rinci,
atau diartikan juga sebagai pengetahuan atau pengalaman secara langsung atas
Realitas Mutlak Tuhan. Dimana sering digunakan untuk menunjukan salah satu
maqam (tingkatan) atau hal (kondisi psikologis) dalam tasawuf. Oleh karena itu,
dalam wacana sufistik, ma’rifat diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan
melalui hati sanubari. Dalam tasawuf, upaya penghayatan ma’rifat kepada Allah SWT
(ma’rifatullah) menjadi tujuan utama dan sekaligus menjadi inti ajaran tasawuf.2
Ma’rifat merupakan pengetahuan yang objeknya bukan hal-hal yang bersifat
eksoteris (zahiri), tetapi lebih mendalam terhadap penekanan aspek esoteris
(batiniyyah) dengan memahami rahasia-Nya. Maka pemahaman ini berwujud
penghayatan atau pengalaman kejiwaan. Sehingga tidak sembarang orang bisa
mendapatkannya, pengetahuan ini lebih tinggi nilai hakikatnya dari yang biasa
didapati orangorang pada umumnya dan didalamnya tidak terdapat keraguan
sedikitpun.
3
Ma’rifat bagi orang awam yakni dengan memandang dan bertafakkur melalui
penz}ahiran (manifestasi) sifat keindahan dan kesempurnaan Allah SWT secara
langsung, yaitu melalui segala yang diciptakan Allah SWT di alam raya ini. Jelasnya,
Allah SWT dapat dikenali di alam nyata ini, melalui sifat-sifat-Nya yang tampak oleh
pandangan makhlukNya.
Menurut Al-Husayn bin Mansur al-Hallaj (w. 921 M) ma’rifat adalah apabila
seorang hamba mencapai tahapan ma’rifat, Allah SWT menjadikan pikiran-
pikirannya yang menyimpang sebagai sarana ilham, dan Dia menjaga batinnya agar
tidak muncul pikiran-pikiran selain-Nya. Adapun tanda seorang arif yaitu bahwa dia
kosong dari dunia maupun akhirat.
1 Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrulah), Tasawuf Perkembangan dan
Pemurnianny, (Jakarta: Pustaka Panji Mas), 1993, hal. 103
2 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers), 1996, hal. 220
3 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Penerbit
Amzah, 2005), hal. 47
3
Para sufi ketika berbicara tentang ma’rifat, maka masing-masing dari mereka
mengemukakan pengalamannya sendiri dan menunjukkan apa yang datang kepadanya
saat tertentu. Dan salah satu tanda ma’rifat adalah tercapainya rasa ketentraman dalam
hati, semakin orang bertambah ma’rifat maka semakin bertambah ketentramannya.
Sehingga apa yang diketahui dari pengalaman itu, membuahkan manfaat berupa
ketenangan batin
Dalam pandangan Harun Nasution (w. 1998 M) ma’rifat berarti mengetahui
Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat memandang Tuhan, hal itu memiliki
ciri sebagai berikut :
1. Orang arif adalah bangga dalam keadaanya, apabila disebut nama Allah SWT dia
bangga. Apabila disebut nama dirinya dia merasa miskin.4
2. Jika mata yang terdapat dalam hati terbuka, mata kepalanya akan tertutup, dan
saat itu yang dilahatnya hanya Allah SWT.
3. Ma’rifat merupakan cermin, jika seorang arif melihat ke cermin maka yang
dilihatnya hanyalah Allah SWT.
4. Semua yang dilihat orang arif baik waktu tidur maupun saat terjaga hanyalah
Allah SWT.
5. Seandainya ma’rifat berupa bentuk materi, semua orang yang melihat padanya
akan mati karena tak tahan melihat betapa sangat luar biasa cantik serta indahnya,
dan semua cahaya akan dikalahkan dengan cahaya keindahan yang sangat
gemilang tersebut.5
Dari beberapa definisi bisa diketahui bahwa ma’rifat adalah mengetahui
rahasia-rahasia Tuhan dengan menggunakan hati sanubari, sehingga akan
memberikan pengetahuan yang menimbulkan keyakinan yang seyakinyakinnya dari
keyakinan tersebut akan muncul ketenangan dan bertambahnya ketaqwaan kepada
Allah SWT.
B. Manfaat Ma’rifat
Mengenal Allah adalah aset terbesar. Mengenal Allah akan membuahkan
akhlak mulia. Betapa tidak, dengan mengenal Allah kita akan merasa ditatap,
didengar, dan diperhatikan selalu. Inilah kenikmatan hidup sebenarnya. Bila

4 Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrulah), Tasawuf Perkembangan dan


Pemurnianny, hal. 91
5 Sudirman, Kecerdasan Sufistik Jembatan Menuju Mahrifat, (Jakarta: Kencana,
2004), hal. 84
4
demikian, hidup pun jadi terarah, tenang, ringan, dan bahagia. Sebaliknya, saat kita
tidak mengenal Allah, hidup kita akan sengsara, terjerumus pada maksiat, tidak
tenang dalam hidup, dan sebagainya.
Ciri orang yang ma'rifat adalah laa khaufun 'alaihim wa lahum yahzanuun. Ia
tidak takut dan sedih dengan urusan duniawi. Karena itu, kualitas ma'rifat kita dapat
diukur. Bila kita selalu cemas dan takut kehilangan dunia, itu tandanya kita belum
ma'rifat. Sebab, orang yang ma'rifat itu susah senangnya tidak diukur dari ada
tidaknya dunia. Susah dan senangnya diukur dari dekat tidaknya ia dengan Allah.
Maka, kita harus mulai bertanya bagaimana agar setiap aktivitas bisa membuat kita
semakin kenal, dekat dan taat kepada Allah6. Salah satu ciri orang ma'rifat adalah
selalu menjaga kualitas ibadahnya. Terjaganya ibadah akan mendatangkan tujuh
keuntungan hidup.
1. Hidup selalu berada di jalan yang benar (on the right track)
2. Memiliki kekuatan menghadapi cobaan hidup. Kekuatan tersebut lahir dari
terjaganya keimanan.
3. Allah akan mengaruniakan ketenangan dalam hidup. Tenang itu mahal
harganya. Ketenangan tidak bisa dibeli dan ia pun tidak bisa dicuri. Apa pun yang
kita miliki, tidak akan pernah ternikmati bila kita selalu resah gelisah.
4. Keempat, seorang ahli ibadah akan selalu optimis. Ia optimis karena Allah akan
menolong dan mengarahkan kehidupannya. Sikap optimis akan menggerakkan
seseorang untuk berbuat. Optimis akan melahirkan harapan. Tidak berarti
kekuatan fisik, kekayaan, gelar atau jabatan bila kita tidak memiliki harapan.
5. Seorang ahli ibadah memiliki kendali dalam hidupnya, bagaikan rem pakem
dalam kendaraan. Setiap kali akan melakukan maksiat, Allah SWT akan memberi
peringatan agar ia tidak terjerumus. Seorang ahli ibadah akan memiliki
kemampuan untuk bertobat.
6. Selalu ada dalam bimbingan dan pertolongan Allah. Bila pada poin pertama Allah
sudah menunjukkan jalan yang tepat, maka pada poin ini kita akan dituntun untuk
melewati jalan tersebut.
7. Seorang ahli ibadah akan memiliki kekuatan ruhiyah, tak heran bila kata-katanya
bertenaga, penuh hikmah, berwibawa dan setiap keputusan yang diambilnya selalu
tepat.

6 Ibid;
5
Kemampuan Manusia untuk melakukan Ma’rifat Allah menciptakan manusia
dengan sempurna yaitu diberikannya bentuk tubuh yang baik, akal pikiran dan
nafsu, kemudian manusia itu sendiri yang menentukan mampu atau tidaknya
menggunakan pemberian Allah dengan baik (QS. Attin: 4-5)
C. Tanda-Tanda Orang Memperoleh Ma'rifat
Orang yang memperoleh ma'rifat tidak sama dengan orang yang tidak
memperolehnya. Ada tanda-tanda tertentu dari orang yang memperoleh ma'rifat.
Tanda-tanda seseorang yang sudah menjadi arif menurut Zunnun al-Mishri adalah
sebagai berikut: Tanda seorang disebut arif sesungguhnya ada tiga,
1. cahaya al ma'rifat tidak memadamkan cahaya kewaraannya
2. Dia tidak berkeyakinan bahwa ilmu batin merusak hukum lahir dan banyaknya
nikmat Tuhan tidak mendorongnya menghancurkan tirai- tirai larangan Tuhan.
3. Seorang 'arif yang sempurna selalu melaksanakan perintah Allah, terikat hanya
kepada-Nya, senantiasa bersama-Nya dalam kondisi apa pun dan semakin dekat
serta menyatu kepada Allah.
Menurut Asy-Syatibi, ciri-ciri ahli ma'rifat, antara lain dapat dilihat dari
keterangan di bawah ini:
“ialah orang yang hatinya bagaikan cermin yang dapat terlihat di dalamnya hal-hal
yang gaib daripada selain dia, dan sinar hatinya tidak lain kecuali nurul iman dan
nurul yaqin (cahaya keyakinan). Atas sekadar kekuatan imannya, bersinarlah nur
hatinya. Dan atas kadar kekuatan sinar nur hatinya, dapatlah ia bermusyawarah
dengan Al-Haqqu Ta'ala. Dan atas kadar kekuatan musyahadah dapatlah ia berma'rifat
dengan Asma Allah, shifatullah. Dan atas kadar kekuatan ma'rifatullah dengan
keduanya itu, dapatlah ia mencapai ma'rifat Dzatullah yang Maha Agung."
D. Macam Macam Ma’rifat
Secara garis besar dapat diambil sebuah kejelasannya, bahwa Ma’rifat dapat
dibagi kedalam dua kategori : pertama, Ma’rifah Ta’limiyat, dan kedua Ma’rifah
Laduniah.
1. Ma’rifah Ta’limiyat
Ma’rifah Ya’limiyat merupakan istilah lain Ma’rifah yang di lontarkan oleh al-
Ghazali, dapat di definisikan sebagai Ma’rifah yang dihasilkan dalam usaha
memperoleh Ilmu. ta’limiyat berasal dari kata ta’lama, yuta’limu, ta’liman-
ta’limiyatan yang berarti mencari pengetahuan atau dalam arti lain memperoleh
6
ilmu pengetahuan. Sedangkan orang yang yang sedang mencari ilmu disebut
muta’alim. Oleh karena itu Ma’rifah ta’limiyat yaitu berjalan untuk mengenal
Allah dari jalan yang biasa, “mulai dari bawah hingga keatas”.
Di sisi teori yang lain Ma’rifah ta’limiyat dapat disebut juga dengan Ma’rifah
orang salik. Pada mulanya salik mengenal alam sebagai ciptaan Tuhan, kemudian
mengenal nama-nama-Nya, kemudian mengenal sifat-sifat-Nya dan pada akhirnya
mengenal Dzat Pencipta alam Allah. Adapun penjelasan mengenai Ma’rifat
terhadap Asma, Sifat, dan Dzat Tuhan, diuraikan dalam 99 Nama-nama Tuhan,
dalam istilah lain disebut asamul al-husna.
Ma’rifat ta’limiyat secara lebih luas dapat didefinisikan sebagai proses
bagaimana cara mengenali Tuhan (Ma’rifat). artinya salik (muta’alim)
memerlukan metode untuk meraih Ma’rifat baik metode yang dilakukan secara
khusus misalnya menjadi murid untuk melakukan proses perjalanan ruhani
(suluk) dalam tarekat sufi secara metodik, maupun metode yang dilakukan secara
umum atau tarekat yang secara langsung mengkaji dari sumber-sumber Tasawuf
atau mengikuti jejak langkah yang dilakukan oleh Rasulullah, Para sahabat,
Tab’iin, Atba At-Tabi’in sampai ulama sekarang yang sejalan dengan al-Quran
dan Hadits.
Adapun Arifubillah Muhammad bin Ibrahiim mendefinisikan bahwa hakikat
cara (suluk), ialah mengosongkan diri Dari sifat-sifat mazmumah/buruk (dari
maksiat lahir dan dari maksiat batin) dan mengisinya dengan sifat-sifat
terpuji/mahmudah (dengan taat lahir dan batin). Tujuan dari pada suluk, bukan
sekedar untuk maksud mendapat ni’mat dunia dan akhirat atau untuk memperoleh
limpahan-limpahan karunia Allah, atau mendapatkan sorotan cahaya (nur), dan
lain-lain, sehingga salik (muta’alim) dapat mengetahui suratan nasib. Tetapi suluk
bertujuan untuk Allah semata. Dengan jalan suluk, maka semua pelajaran-
pelajaran yang dipelajari dalam Tasawuf/ Tarekat, dengan karunia-Nya salik
sendiri akan mengalami keyakian dekat dengan Tuhan. Firman Allah :

‫َفْاسُلِك ى ُسُبَل َ ّر ِبَك ُذ لًّال‬

7
Artinya : “Maka tempuhlah jalan Tuhan-Mu yang telah dimudahkan bagimu.
Dalam menempuh jalan Tuhan (suluk) maka ahli-ahli Tasawuf/Tarekat merasa
yakin akan sapai kepada Tuhan”.
Adapun fase-fase yang harus ditempuh kerah mencapai hakikat, salik
(muta’alim) dapat melakukan amal ibadat cara menuju kepada Tuhan dengan
menempuh empat fase :
a. Fase 1. Disebut dengan murhalah amal lahir. Artinya : berkenalan melakukan
amal ibadat yang dipardukan dan sunnat, sebagai mana yang dilakukan
Rosulullah Saw.
b. Fase 2. disebut amal batin atau moraqabah (mendekatkan diri pada Allah)
dengan jalan menyucikan diri dari maksiat lahir dan batin (takhalli),
memerangi hawa nafsu, dibarengi dengan amal yang terpuji (mahmudah) dari
taat lahir dan batin (tahalli) yang semuanya itu merupakan amal qalb (hati).
c. Fase 3. disebut murhalah riadhah/ melatih diri dan mujahadah/ mendorong
diri. Maksud dari pada mujahadah yakni melakukan jihad lahir dan batin
untuk menambah kuatnya kekuasaan ruhani atas jasmani, guna membebaskan
jiwa kita dari belenggu nafsu duniawi, supaya jiwa itu menjadi suci.
d. Fase 4. disebut murhalah “fana kamil” yaitu jiwa salik telah mencapai pada
martabat menyaksikan langsung yang haq dengan al-haqq (syuhudul haqqi bil
haqqi). Pada fase keempat ini, sebagai puncak segala perjalanan, maka
didatangkan nur yang dinamakan “nur kehadiran”7.
2. Ma’rifah laduniyah
Ma’rifah laduniyah yaitu Ma’rifat yang langsung dibukakan oleh Tuhan
dengan keadaan kasf, mengenal kepada-Nya. Jalannya langsung dari atas dengan
menyaksikan Dzat yang Suci, kemudian turun dengan melihat sifat-sifat-Nya,
kemudian kemudian kembali bergantung kepada nama-nama-Nya. Ibnu
‘Atha’illah memberi istilah lain terhadap Ma’rifah laduniyah dengan sebutan
Ma’rifah orang mahjdub. Ma’rifah orang mahjdub yang diungkapkan oleh Ibnu
‘Atha’illah merupakan sebuah Ilmu yang diberikan secara langsung oleh Tuhan
kepada manusia yang ada sisi kesamaannya dengan Ma’rifah Laduniyah.
Tidak sama dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh secara biasa

7 Ahmad Mustafa, Akhlak Tasawuf , (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 39.

8
(Ma’rifah talimiyat), ilmu laduni bersifat tetap dan tidak dapat hilang atau
terlupakan. Seseorang yang telah dianugrahi ilmu laduni disebut dengan ‘alim
sejati’ (alim yang sebenarnya). Sebaliknya, seseorang yang tidak memperoleh dari
ilmu laduni, belum bisa disebut sebagai alim sejati. Dengan demikian Ma’rifah
laduniyah juga dapat disebut Ma’rifah orang Mahjdzub juga dapat disebut ‘alim
ar-Rabani yaitu orang yang langsung dibukakan oleh Tuhan untuk mengenal
kepada-Nya. Jalannya langsung dari atas dengan menyaksikan Dzat yang Suci,
kemudian turun dengan melihat sifat-sifat-Nya, kemudian kemudian kembali
bergantung kepada nama-nama-Nya.
Firman Allah dalam al-Qur’an :

‫اَتْيَناُه َر ْح َم ًة ِم ْن ِع ْنِد َناَو َع َلْم َناُه ِم ْن َلُد ّنَاِع ْلًم ا الكهف‬

Artinya : “…yang telah berikan padanya rakmat dari sisi kami, dan yang telah
kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi kami” (al-Kahfi : 65).
Ma’rifah laduniyah tidak jauh bedanya dengan ‘alim Rabbani yang berbeda
dengan Ilmu yang dipelajari para Ilmuwan, dalam istilah al-Ghazali disebut
dengan Ilmu ta’limiyat. Namun, keduanya tetap berhubungan. Hubungan antara
keduanya, menurut al-Ghazali laksana naskah asli dengan duplikatnya. Hal ini
mirip dengan teori plato bahwa Ilmu yang ada di alam ide itu lebih murni dari
pada ilmu yang telah digelar di alam raya, namun kedunya persis sama, seperti
halnya naskah asli dengan duplikatnya atau fotokopinya. Ilmu laduniyah, ‘alim
Ar-Rabani, ‘alim sejati, dan Ma’rifat orang mahjdub dapat dicapai oleh para sufi
dalam keadaan penghayatan Kasyf, sedang ilmu ta’limyah hanya dapat dipelajari
oleh para ilmuwan setapak demi setapak dengan susah payah.
Dalam hal ini Ibnu ‘Atha’illah mengemukakan hikmahnya sebagai berikut :

‫َاْش َهَدَك ِم ْن َقْبِل َاْن َيْسَتْش َهَدَك َفَنَطَقْت ِبِإَلِهَّيِتِه اّلَظَو ِهُر َو َتَح َّقَقْت ِبَأَحِد يــَّـــِتِه اْلُقُلْو ُب َو الَّس َر ِائِر‬

Artinya : “Allah memperlihatkan Dzat-Nya kepadamu sebelum Dia menuntut


kepadamu harus mengakui keberadaan-Nya. Maka anggota lahir mengucapkan
(mengakui) sifat ke-Tuhanan-Nya dan hati menyatakan dengan sifat-sifat ke
Easaan-Nya”.

9
Maksud perkataan hikmah tersebut adalah “Tuhan menampakan keluhuran
dan keagungan Dzat-Nya didalam hati seseorang, setelah itu Allah menunutut
persaksian kepadamu mengenai kebesaran dan keluhuran-Nya dengan melakukan
dzikir dan Ibadah. Ibadah yang dilakukan dengan anggota lahir sebagai
persaksian mengenai keagungan dan keluhuran-Nya, dan dzikir yang dilakukan
dalam hati sebagai pengakuan dari sifat-sifat ke-Esaan-Nya8

8 Ibrahim Hilal, Tasawuf Antara Agama dan Filsafat, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), hlm
13
10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut terminologi, ma`rifat berarti mengenal dan mengetahui berbagai ilmu
secara rinci, atau diartikan juga sebagai pengetahuan atau pengalaman secara
langsung atas Realitas Mutlak Tuhan. Sehingga tidak sembarang orang bisa
mendapatkannya, pengetahuan ini lebih tinggi nilai hakikatnya dari yang biasa
didapati orang-orang pada umumnya dan didalamnya tidak terdapat keraguan
sedikitpun. Manfaat dari ma’rifat adalah Hidup selalu berada di jalan yang benar (on
the right track),Memiliki kekuatan menghadapi cobaan hidup. Kekuatan tersebut lahir
dari terjaganya keimanan. Dan Allah akan mengaruniakan ketenangan dalam hidup.
Tenang itu mahal harganya. Ketenangan tidak bisa dibeli dan ia pun tidak bisa dicuri.
Apa pun yang kita miliki, tidak akan pernah ternikmati bila kita selalu resah gelisah.
Ma’rifat dibagi menjadi 2 macam yaitu : Ma’rifat Ta’limiyat dan Ma’rifat
Laduniyah. Ma’rifat Ya’limiyat merupakan istilah lain Ma’rifat yang di lontarkan
oleh al-Ghazali25, dapat di depinisikan sebagai Ma’rifat yang dihasilkan dalam usaha
memperoleh Ilmu. ta’limiyat berasal dari kata ta’lama, yuta’limu, ta’liman-
ta’limiyatan yang berarti mencari pengetahuan atau dalam arti lain memperoleh ilmu
pengetahuan. Sedangkan orang yang yang sedang mencari ilmu disebut muta’alim.
Oleh karena itu Ma’rifat ta’limiyat yaitu berjalan untuk mengenal Allah dari jalan
yang biasa, “mulai dari bawah hingga keatas”. Sedangkan Ma’rifat laduniyah yaitu
Ma’rifat yang langsung dibukakan oleh Tuhan dengan keadaan kasf, mengenal
kepada-Nya. Jalannya langsung dari atas dengan menyaksikan Dzat yang Suci,
kemudian turun dengan melihat sifat-sifat-Nya, kemudian kemudian kembali
bergantung kepada nama- nama-Nya. Ibnu ‘Atha’illah memberi istilah lain terhadap
Ma’rifat laduniyah dengan sebutan Ma’rifat orang mahjdub.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu jika ada kesalahan penulisan ataupun ejaan kata dalam makalah ini dimohon kritik
dan sarannya. Karena kritik dan saran akan sangat membantu demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga penulisan makalah ini bisa berguna dan dapat dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya.
11
12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali. (2012). Ihya Ulumuddin. Jakarta: Republika Penerbit Azra, A. (2008),


Ensiklopedi Tasawuf. Angkasa
As, Asmaran. 2002. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Fadhlalla Hairi, Syaikh. 2000. Jenjang-Jenjang Sufisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hasan F Abdillah. 2004. Tokoh-tokoh Masyhur Dunia Islam. Surabaya: Jawara.
Hasyim, Muhammad. 2002. Dialog antara Tasawuf dan Psikologi. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Hilal, Ibrahim. 2002. Tasawuf Antara Agama dan Filsafat. Bandung: Pustaka Hidayah.
Jamaluddin, Kafie. 2003. Tasawuf Kontemporer. Jakarta: Repubika
Mahrus, 2009. Buku Aqidah, Jakarta
Mustafa, Ahmad. 2008. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Renard, John. 2006. Mencari Tuhan Menyelam ke Dalam Samudra Makrifat. Bandung:
Mizan.
Solihin, M. (2000). Penyucian Jiwa dalam Perspektif Tasawuf al-Ghazali. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Syukur, Amin. 2004.Tasawuf Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tebba, Sudirman. 2006. Merengkuh Makrifat Menuju Ekstase Spiritual. Jakarta: Pustaka
Irvan.

13

Anda mungkin juga menyukai