Anda di halaman 1dari 11

Ma’rifah sebagai Tujuan Tasawuf

(Disusun untuk Memenuhi Tugas Ilmu Akhlak)

Dosen Pengampu: Dr. Saepudin, MA


Disusun oleh:
Kelompok 2
1. Nisa Ardila
2. Uyuun Muzizah Dewi

Prodi Ekonomi Islam

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Institut Agama Islam Bakti Negara Tegal


2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan kepada
kami untuk dapat menyelesaikan tugas makalah mata pelajaran Ilmu Akhlak
yang berjudul “Ma’rifah sebagai Tujuan Tasawuf”. Makalah ini disusun agar
pembaca dan pendengar dapat memahami tentang apa itu ma’rifah sebagai
tujuan tasawuf melalui sajian dari berbagai sumber.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada dosen mata kuliah Ilmu Akhlak yang telah memberikan tugas terhadap
kami. Kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
untuk menyempurnakan makalah ini agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Tegal, 16 Mei 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB 1……… ……………………….. ........................................................1
PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................1
C. Tujuan…… ..............................................................................................1
BAB 2…………………………….. .............................................................2
PEMBAHASAN ..........................................................................................2
1. Tinjauan Tentang Ma’rifah ......................................................................2
2. Dzikir dan Tafakur Untuk Mencapai Ma’rifah ........................................4
3. Ma’rifah Sebagai Tujuan Tasawuf ...........................................................5
BAB 3………… ...........................................................................................7
A. Kesimpulan ..............................................................................................7
B. Saran…………… ....................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................8

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam wacana tasawuf, ma’rifat dianggap sebagai tingkatan tertinggi


dalam perjalanan tasawuf. Biasanya ma’rifat dipandang sebagai perolehan
kemuliaan para sufi dan merupakan tema sentral dalam tasawuf yang sangat
menarik perhatian kaum sufi. Perolehan ma’rifat merupakan kebanggaan
tertinggi yang banyak didambakan para sufi. Upaya penghayatan ma’rifat
kepada Allah (ma’rifatullah) merupakan tujuan utama dan sekaligus sebagai
inti ajaran tasawuf. Oleh karena itu, ma’rifatullah tidak dapat dicapai tanpa
melaui suatu proses atau upaya tertentu. Untuk lebih memahami tentang
ma’rifat, pada bagian ini pemakalah akan membahasnya lebih jauh.

Ma’rifah adalah kehidupan hati melalui Allah dan pengabaian batin


manusia dari semua yang bukan Allah. Nilai seorang manusia terletak pada
ma’rifahnya dan orang yang tidak memiliki ma’rifah tidak memiliki apa-apa.
Mutakalimun, fuqoha, dan kelompok ahli lainnya menamakan ma’rifah untuk
pengetahuan yang benar karena adanya rasa yang benar kepada Allah.

Oleh karena itu, mereka mengatakan bahwa ma’rifah lebih utama


daripada ilmu karena perasaan yang benar akibat dari penalaran yang benar,
tetapi penalaran yang benar tidak sama dengan perasaan yang benar.
Maksudnya seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan dengan ilahi
bukanlah orang yang mempunyai ma’rifah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa tinjauan tentang ma’rifah?


2. Bagaimana dzikir dan tafakur untuk mencapai ma’rifah?
3. Mengapa ma’rifah sebagai tujuan tasawuf?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui tinjauan tentang ma’rifah


2. Mengetahui bagaimana dzikir dan tafakur untuk mecapai ma’rifah
3. Mengetahui ma’rifah sebagai tujuan tasawuf

1
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Tinjauan Tentang Ma’rifah

Dari segi bahasa, ma’rifah berasal dari kata ‘arafa, yaitu ya’rifu,’irfan
dan ma’rifah yang artinya mengetahui atau pengalaman. Dan apabila
dihubungkan dengan pengalaman tasawwuf, maka istilah ma’rifah disini
berarti mengenal allah ketika Sufi mencapai suatu maqam dalam tasawwuf.

Kemudian istilah ini dirumuskan definisinya oleh beberapa Ulama


Tasawwuf, antara lain:

a. Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah satu pendapat Ulama’


Tasawwuf yang mengatakan: “Ma’rifah adalah ketetapan hati (dalam
memercayai hadirnya) wujud yang wajib adanya (Allah) yang
menggambarkan segala kesempurnaan.”
b. Asy-Syekh muhammad Dahlan Al-Kadiry mengemukakan pendapat
Abuth Thayyib A-Samiriy yang mengatakan: “Ma’rifah adalah hadirnya
kebenaran Allah (pada sufi) …. Dalam keadaan hatinya selalu
berhubungan dengan Nur Ilahi…”
c. Imam Al-Qusyairy mengemukakan pendapat Abdur Rahman bin
Muhammad bin Abdilah yang mengatakan: “Ma’rifah membuat
ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu pengetahuan membuat
ketenangan (dalam akal pikiran). Barang siapa yang meningkat
ma’rifahnya, maka meningkat pula ketenangan (hatinya).”

Tidak semua orang yang menuntut ajaran tasawwuf dapat sampai pada
tingkatan ma’rifah. Karena itu, Sufi yang sudah mendapat ma’rifah,
memiliki tanda-tanda tertentu, sebagaimana keterangan Dzun Nun Al-
Mishri yang mengatakan; ada beberapa tanda yang dimiliki oleh sufi bila
sudah sampai kepada tingkatan ma’rifah, antara lain:

a. Selalu memancarkan cahaya ma’rifah padanya dalam segala sikap dan


perilakunya, karena itu, sikap wara’ selalu ada pada dirinya.
b. Tidak menjadikan keputusan pada sesuatu yang berdasarkan fakta yang
bersifat nyata, karena hal-hal yang nyata menurut ajaran Tasawwuf,
belum tentu benar.
c. Tidak menginnginkan nikmat Allah yang banyak buat dirinya, karena
hal itu bisa membwanya kepada perbuatan yang haram.

2
Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seorang Sufi tidak membutuhkan
kehidupan yang mewah, kecuali tingktan kehidupan yang hanya sekedar
dapat menunjang kegiatan ibadahnya kepada Allah SWT. Sehingga asy
Syekh Muhammad bin Al- Fadhal mengatakan bahwa Ma’rifah yang
dimiliki Sufi, cukup dapat memberikan kebahgiaan batin padanya, karena
merasa selalu bersama-sama dengan Tuhannya.

a. Imam Rawin mengatakan, Sufi yang sudah mencapai tingkatan


ma’rifah, bagaikan ia berada di muka cermin, bila ia memandanginya,
pasti ia melihat lagi dirinya dalam cermin, karena ia sudah larut (hulul)
dalam Tuhannya. Maka tiada lain yang dilihatnya dalam Tuhannya,
kecuali hanya Allah SWT saja.
b. Al-Junaid Al-Baghdadiy mengatakan, Sufi yang sudah mencapai
tingkatan ma’rifah, bagaikan sifat air gelas yang selalu menyerupai
warna gelasnya. Maksudnya, Sufi yang sudah larut (hulul) dalam
Tuhannya selalu menyerupai sifat-sifat dan kehendaknya. Lalu
dikatakannya lagi bahwa seorang Sufi, selalu merasa menyesal dan
tertimpa musibah bila suatu ketika ingatannya kepada allah terputus,
meskipun hanya sekejap mata saja.
c. Sahal bin Abdillah mengatakan, sebenarnya puncak ma’rifah itu adalah
keaadan yang diliputi rasa kekaguman dan keheranan ketrika sufi
bertatapan dengan Tuhannya sehingga keadaan itu membawa kepada
kelupaan dirinya.

Keempat tahapan yang harus dilalui Sufi ketika menekuni ajaran


tasawwuf, harus dilaluinya secara berurutan; mulai dari Syariat, Tarikat,
Hakikat, dan Ma’rifah. Tidak mungkin dapat ditempuh secara terbalik dan
tidak pula secara terputus-putus. Dengan cara menempuh tahapan
tasawwuf yang berurutan ini, seorang hamba tidak akan mengalami
kegagalan dan tidak pula mengalami kesesatan.

3
2. Zikir dan Tafakkur Untuk Mencapai Ma’rifah

Zikir dan tafakkur merupakan amalan peserta Tasawwuf untuk


memperoleh ma’rifah. Berzikir dengan cara dan metode tertentu, telah
ditetapkan oleh masing-masing penganut Tarekat, dengan waktu tertentu
dan jumlah zikir yang harus diulangi. Selanjutnya melakukan perenungan
(tafkkur) untuk menunggu terjadinya kondisi fana’ dan baqa’.

Zikir adalah mengucapkan kalimat tahlil, tahmid, tasbih, istighfar,


asma’u al-husna, membaca ayat-ayat al Quran dan bersolawat kepada
Rasullah SAW. Tujuannya adalah menenggelamkan pikiran dan perasaan
keduniaan, menimbulkan pikiran dan perasaan keakhiratan.

Nasar bin Muhammad bin Ibrahim al- Samarqandi, mengemukakan


lima macam tujuan zikir. (1) Umtuk mendapat ridha Allah, (2) agar
menimbulkan keinginan yang kuat untuk memperbanyak ibadah, (3) untuk
menghindari pengaruh setan, (4) untuk membersihkan hati, (5) untuk
mencegah keinginan berbuat maksiat. Zikir yang bertujuan mengantarkan
hamba mendapat ma’rifah dengan Tuhannya, disebut zikrun fihi rida Allah
(zikir untuk mendapatkan kerelaan Allah), dilanjutkan dengan tafakkur fihi
al -fana (tafakkur untuk memasuki kondisi fana).

Tafakkur adalah renungan hamba terhadap ciptaan, asma’ dan sifat


Allah. Tujuannya untuk menghadirkan hati, mengenai sifat dunia yang
baharu dan sifat akhirat yang kekal. Itulah yang dimaksud oleh al-Ghazali
dengan tafakkur li-husUli ma’rifatain (tafakkur untuk mengerti sifat dunia
dan akhirat). Tafakkur tentang kehidupan akhirat dengan segala macam
kejadian akan dialami oleh manusia setelah meninggal. Tafakkur tersebut,
segera mewujudkan ma’rifah yang diharapkan, sampai menimbulkan
cahaya yang menerangi penglihatan batin. Dengan demikian, hamba dapat
melihat sesuatu, yang sebelumnya ia tidak pernah dilihatnya (yara ma’lam
yakun yarahu), serta dapat mendengarkan sesuatu, yang sebelumnya ia
tidak pernah didengarkannya (yasma’u ma’lam yakun yasma’uhu). Inilah
yang dimaksud dengan ma’rifah, yang didapatkan dengan kegiatan zikir
dan tafakkur.

4
Al-Samarqandi membagi tafakkur menjadi lima bagian;

a. Pertama, tafakkur tentang tanda-tanda kekuasaan, untuk menambah


keyakinan dan ma’rifah terhadap Allah.
b. Kedua, tafakkur mengenai pemberian nikmat yang sedang dimiliki,
untuk menambah kecintaanya terhadap Pemberian nikamat (al-
Mun’im) atau Allah.
c. Ketiga, tafakkur tentang pahala yang diterima, untuk menanbah
keinginan keras dan kesungguhan agar menaati perintah Allah.
d. Keempat, tafakkur tentang siksaan, untuk menambah keinginan agar
menjauhui perbuatan maksiat.
e. Kelima, tafakkur tentang perbuatan baik Allah, untuk menambah
keinginan agar selalu bertaubat kepada-Nya, dan merasa malu serta
canggung kepada-Nya.

Dari lima macam tafakkur ini, akan muncul pelajaran batin yang sangat
berharga, hingga datangnya kondisi fana’. Inilah yang disebut tafakkur bi-
al-ibrah mina al-asyya’ wa -al-fana’.

3. Ma’rifah sebagai Tujuan Tasawuf

Ma’rifah adalah kondisi kerohanian sufi yang sedang menyaksikan


kebenaran mutlak dari Allah SWT; baik ketika ma’rifah dengan asma’-
Nya, dengan sifat-Nya, maupun ketika berhubungan langsung dengan-Nya
(ma’rifah dengan zat-Nya). Ma’rifah didahului kecintaanya kepada Allah
(Mahabbah Allah); yaitu kecintaanya ketuhan yang selalu mendorong
hamba untuk menempuh jalan menuju kepada-Nya. Hamba yang sangat
cinta kepada Tuhan-nya, selalu ingin memperoleh kepuasan batin ketika
ma’rifah dengan-Nya.

Zun-Nun al-Misri mengatakan, hamba yang sering ma’rifah (al-arif),


selalu terlihat ada cahaya diwajahnya dan sangat berhati-hati terhadap
perbuatan yang syubhat, serta tidak pernah terpengaruh oleh kenikmatan
dunia yang sedang dimilikinya. Inilah Sufi yang telah mencapai puncak
perjalanan spiritual, yang disebut oleh al-Ghazali sebagai al-wasit (Sufi
yang sedang mencapai keberhasilan spiritual), namun keberhasilan
tersebut, tidak selalu sama dari apa yang telah dialami oleh masing-masing
Sufi, sebagaimana yang telah diterangkan diatas.

5
Al-Ghazali sering mengemukakan penghargaannya
kepada Sufi yang sering mengalami ma’rifah, dengan
menyebutnya sebagai hamba Allah yang suci, karena
sama sekali tidak terpengaruh oleh kondisi alam dan
sosial yang sedang berlangsung disekelilingnya, kecuali
ia selalu berkonsentrasi kepada Allah. Hamba tersebut
sangat tuli terhadap lingkungan hidupnya, tetapi sangat
tajam pendengarannya terhadap seruan Allah. Ia sangat
buta terhadap seluruh kejadian pada lingkungan
hidupnya, tetapi sangat tajam penglihatannya terhadap
terhadap kehebatan dan keangungan Allah. Ketika
filosof mengatakan bukalah matamu, supaya engkau
dapat melihat. Sebaliknya Sufi mengatakan, tutuplah
matamu, supaya engkau dapat melihat. Artinya, mata
dikepala yang dipejamkan, mata hati (basirah) yang
dibuka, untuk melihat-Nya. Disamping sufi tersebut,
dinamai orang suci oleh al-Ghazali, mereka juga disebut
hamba pilihan dari sekian banyak hamba-hamba yang
sedang mengabdi kepada Allah SWT.

6
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan

Ma’rifah sebagai akhir perjalanan spiritual Sufi, merupakan hasil


kerja keras yang melelahkan, dapat dicapai dengan melalui pemantapan
kondisi kerohanian dari satu tingkatan kepada tingkatan yang lebih tinggi
yang disebut maqamat dan ahwal. Dari maqam pertama ke maqam yang
kedua selalu dikawal oleh zikir dan tafakur hingga mencapai maqam
yang paling akhir. Zikir dan tafakkur tersebut masih mengawalnya
sampai peserta tasawuf mencapai ma’rifah.
Ma’rifah sama dengan kondisi yaqim, tajali, ittihad, hulul, wihdatu al-
wujud, jam’u dan farqu. Kondisi kerohanian tersebut, diberi istilah
masing-masing oleh Sufi yang pernah mengalaminya dan istilah yang
pernah dikemukakan oleh Sufi tersebut merupakan tujuan atau akhir
perjalanan spiritual sufi sehingga tercapai pendidikan spiritual sufi untuk
mendidik fungsi rohaninya, agar selalu menjadi penuntun yang luhur
dalam segala aspek kehidupannya.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat
menambah wawasan dan bermanfaat bagi pembaca. Aamiin.

7
Daftar Pustaka

http://blogspot.com/2022/05/makalah-ma’rifah-akhlak-tasawuf.html
https://ma’rifah-sebagai-tujuan-tasawuf/Nizamia,Maret2006.pdf

Anda mungkin juga menyukai