Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
untuk menyempurnakan makalah ini agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
1
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Tinjauan Tentang Ma’rifah
Dari segi bahasa, ma’rifah berasal dari kata ‘arafa, yaitu ya’rifu,’irfan
dan ma’rifah yang artinya mengetahui atau pengalaman. Dan apabila
dihubungkan dengan pengalaman tasawwuf, maka istilah ma’rifah disini
berarti mengenal allah ketika Sufi mencapai suatu maqam dalam tasawwuf.
Tidak semua orang yang menuntut ajaran tasawwuf dapat sampai pada
tingkatan ma’rifah. Karena itu, Sufi yang sudah mendapat ma’rifah,
memiliki tanda-tanda tertentu, sebagaimana keterangan Dzun Nun Al-
Mishri yang mengatakan; ada beberapa tanda yang dimiliki oleh sufi bila
sudah sampai kepada tingkatan ma’rifah, antara lain:
2
Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seorang Sufi tidak membutuhkan
kehidupan yang mewah, kecuali tingktan kehidupan yang hanya sekedar
dapat menunjang kegiatan ibadahnya kepada Allah SWT. Sehingga asy
Syekh Muhammad bin Al- Fadhal mengatakan bahwa Ma’rifah yang
dimiliki Sufi, cukup dapat memberikan kebahgiaan batin padanya, karena
merasa selalu bersama-sama dengan Tuhannya.
3
2. Zikir dan Tafakkur Untuk Mencapai Ma’rifah
4
Al-Samarqandi membagi tafakkur menjadi lima bagian;
Dari lima macam tafakkur ini, akan muncul pelajaran batin yang sangat
berharga, hingga datangnya kondisi fana’. Inilah yang disebut tafakkur bi-
al-ibrah mina al-asyya’ wa -al-fana’.
5
Al-Ghazali sering mengemukakan penghargaannya
kepada Sufi yang sering mengalami ma’rifah, dengan
menyebutnya sebagai hamba Allah yang suci, karena
sama sekali tidak terpengaruh oleh kondisi alam dan
sosial yang sedang berlangsung disekelilingnya, kecuali
ia selalu berkonsentrasi kepada Allah. Hamba tersebut
sangat tuli terhadap lingkungan hidupnya, tetapi sangat
tajam pendengarannya terhadap seruan Allah. Ia sangat
buta terhadap seluruh kejadian pada lingkungan
hidupnya, tetapi sangat tajam penglihatannya terhadap
terhadap kehebatan dan keangungan Allah. Ketika
filosof mengatakan bukalah matamu, supaya engkau
dapat melihat. Sebaliknya Sufi mengatakan, tutuplah
matamu, supaya engkau dapat melihat. Artinya, mata
dikepala yang dipejamkan, mata hati (basirah) yang
dibuka, untuk melihat-Nya. Disamping sufi tersebut,
dinamai orang suci oleh al-Ghazali, mereka juga disebut
hamba pilihan dari sekian banyak hamba-hamba yang
sedang mengabdi kepada Allah SWT.
6
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
7
Daftar Pustaka
http://blogspot.com/2022/05/makalah-ma’rifah-akhlak-tasawuf.html
https://ma’rifah-sebagai-tujuan-tasawuf/Nizamia,Maret2006.pdf