Anda di halaman 1dari 15

MAQAM DI DALAM TASAWUF

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Tasawuf dan Psikoterapi

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Suteja, M.Ag.


Disusun Oleh:
Ahmad Fauzan (2285130061)
Rosihan Anwar (2285130073)

FAKULTAS USHULUDIN DAN ADAB


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan
mengenai mata kuliah Tasawuf dan Psikoterapi, dengan judul Maqam Didalam Tasawuf..

Dengan tulisan ini kami diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami makna dari Maqom
Didalam Tasawuf 2, dan juga hubungan antara keduanya yang menjadi suatu kesatuan yang
diterapkan di seluruh dunia. Dengan demikian, tulisan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi.

Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi pembacanya,
terutama mahasiswa, supaya kelak menjadi pribadi yang berwawasan nusantara, karena kita
adalah penerus bangsa Indonesia.
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 4
C. Tujuan.......................................................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 5
A. Pengertian Maqam dalam Tasawuf............................................................................................. 5
B. Tingkatan Maqam ....................................................................................................................... 5
C. Maqam-Maqam dalam Tasawuf ................................................................................................. 6
BAB III .................................................................................................................................................... 14
PENUTUP ............................................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Maqam dalam tasawuf merujuk pada tingkat spiritual yang dicapai oleh seorang sufi
dalam perjalanan menuju Tuhan. Maqam ini meliputi keadaan-keadaan tertentu dalam
perjalanan sufi, seperti kecintaan, kerinduan, ketakutan, kesedihan, dan lain sebagainya.
Maqam juga dapat diartikan sebagai tingkat pemahaman dan keinsafan seseorang terhadap
realitas ilahi.

Maqam dalam tasawuf berkaitan erat dengan konsep tarekat, yang merupakan suatu jalan
atau metode untuk mencapai maqam tertentu. Setiap tarekat memiliki maqam-maqam khusus
yang harus dicapai oleh para muridnya. Maqam-maqam ini dapat berbeda-beda tergantung
pada tarekat yang diikuti.

Dalam praktik tasawuf, para sufi sering mengalami berbagai macam pengalaman spiritual
yang dianggap sebagai tanda-tanda mencapai maqam tertentu. Misalnya, sufi yang telah
mencapai maqam tawakkal (kepercayaan penuh kepada Tuhan) dapat merasakan ketenangan
dan ketentraman dalam segala situasi kehidupan, sedangkan sufi yang telah mencapai maqam
fana (penyatuan dengan Tuhan) dapat merasakan kehilangan diri dan merasa seperti berada
dalam keadaan trans.

Secara keseluruhan, maqam dalam tasawuf merupakan konsep penting yang


menunjukkan tingkat spiritual seseorang dalam perjalanan menuju Tuhan. Konsep ini
menjadi landasan bagi praktik-praktik tasawuf, seperti zikir, meditasi, dan puasa, yang
bertujuan untuk membantu sufi mencapai maqam tertentu.

B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian Maqam dalam tasawuf?
2) Bagaimana tingkatan maqam dalam tasawuf?
3) Apa saja maqam-maqam dalam taswuf?

C. Tujuan

1) Mengetahui pengertian maqam dalam tasawuf


2) Mengetahui tingkatan maqam dalam tasawuf
3) Mengetahui maqam-maqam dalam tasawuf
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Maqam dalam Tasawuf


Pengertian “maqam” dalam ilmu tasawuf adalah tingkatan spiritual atau derajat
keinsafan yang dicapai oleh seseorang dalam perjalanan menuju Allah. Maqam ini diperoleh
dengan melalui berbagai tahapan dan proses spiritual yang dilakukan oleh seorang hamba
dalam menjalankan ibadahnya. Setiap maqam memiliki ciri khas dan tantangan yang
berbeda-beda, dan semakin tinggi maqam yang dicapai, semakin tinggi pula tingkat keinsafan
dan kesadaran seseorang kepada Allah.

B. Tingkatan Maqam
Tingkatan maqom dalam tasawuf dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang dan
metodologi masing-masing ulama. Namun secara umum, beberapa ulama besar dalam
tasawuf menyebutkan tingkatan-tingkatan maqom yang biasa dicapai oleh para sufi dalam
perjalanan spiritual mereka. Berikut adalah beberapa contoh tingkatan maqom dalam tasawuf
menurut beberapa ulama besar:
1) Al-Junaid Al-Baghdadi (wafat 910 M): Ulama Sufi awal yang merupakan pendiri salah
satu madzhab tasawuf. Ia menyebutkan ada tujuh tingkatan maqom dalam tasawuf, yaitu:
(1) maqam istighraq, (2) maqam istislah, (3) maqam tarqiyah, (4) maqam tadrij, (5)
maqam wusul, (6) maqam wasl, dan (7) maqam fana.
2) Al-Ghazali (wafat 1111 M): Ulama besar Islam yang terkenal sebagai pengarang kitab
Ihya Ulumuddin. Menurut Al-Ghazali, ada sepuluh tingkatan maqom dalam tasawuf,
yaitu: (1) maqam istighraq, (2) maqam istislah, (3) maqam tarqiyah, (4) maqam tadrij, (5)
maqam wara’, (6) maqam zuhd, (7) maqam tawakkul, (8) maqam rida, (9) maqam shukr,
dan (10) maqam mahabbah.
3) Ibn Arabi (wafat 1240 M): Ulama Sufi yang terkenal sebagai pengarang kitab Fusus al-
Hikam. Menurut Ibn Arabi, ada beberapa tingkatan maqom dalam tasawuf, namun tidak
ada jumlah pasti karena setiap sufi memiliki perjalanan spiritual yang berbeda-beda.
4) Abu Abdullah Al-Ansari Al-Harawi (wafat 1089 M): Ulama Sufi yang terkenal sebagai
pengarang kitab Tabaqat al-Sufiyyah. Menurut Al-Harawi, ada tiga belas tingkatan
maqom dalam tasawuf, yaitu: (1) maqam istighraq, (2) maqam istislah, (3) maqam
tarqiyah, (4) maqam tadrij, (5) maqam zuhd, (6) maqam tawakkul, (7) maqam rida, (8)
maqam sabr, (9) maqam shukr, (10) maqam khauf, (11) maqam tawbah, (12) maqam
mahabbah, dan (13) maqam sirr.
5) Al-Qushayri (wafat 1072 M): Ulama Sufi awal yang terkenal sebagai pengarang kitab
Risalah Qushayriyyah. Menurut Al-Qushayri, ada tiga belas tingkatan maqom dalam
tasawuf, namun dia tidak menjelaskan secara rinci tingkatan-tingkatan.

C. Maqam-Maqam dalam Tasawuf


1) Faqr

Faqr adalah istilah dalam tasawuf yang berarti kemiskinan atau kefakiran. Namun dalam
konteks tasawuf, faqr dianggap sebagai suatu keadaan spiritual di mana seseorang mengakui
dan merasakan ketidakmampuannya dan kelemahannya di hadapan Allah SWT. Hal ini
mendorong seseorang untuk merendahkan diri dan meninggalkan keinginan-keinginan
duniawi serta materialistik, sehingga dapat lebih fokus untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT.

Beberapa kitab yang membahas pengertian faqr dalam ilmu tasawuf di antaranya adalah:

1. Al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” mengatakan bahwa faqr adalah


keadaan di mana seseorang merasa miskin dan tidak mampu secara diri sendiri,
sehingga ia hanya mengharapkan pertolongan dari Allah SWT.
2. Abu Bakar bin Salim dalam kitab “Risalah Al-Qusyairiyah” menyatakan bahwa faqr
adalah keadaan di mana seseorang merasa tidak memiliki apa-apa selain Allah SWT
dan mengandalkan-Nya sepenuhnya.
3. Al-Qushayri dalam kitab "Risalah Qushayriyah" menyatakan bahwa faqr adalah
keadaan di mana seseorang merasa tidak memiliki apa-apa kecuali Allah SWT,
sehingga ia merendahkan dirinya di hadapan-Nya dan tidak tergoda oleh kekayaan
dan kekuasaan dunia.

Dalil-dalil Al-Qur’an Tentang Faqr

Berikut ini adalah beberapa ayat Al-Qur’an dan tafsirannya yang berkaitan dengan faqr:

1. “Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan sembelihlah (hewan kurban).” (Al-Insyirah: 8-
9)
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia telah diberikan banyak nikmat oleh Allah SWT,
namun dalam menjalani kehidupan ini, manusia tetap harus merendahkan diri dan
mengakui kefakirannya di hadapan Allah SWT.

2. “Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun.” Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari
Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-
Baqarah: 155-157)

Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang yang sabar di hadapan ujian dan musibah akan
mendapat keberkahan dari Allah SWT. Hal ini menunjukkan bahwa Allah SWT
memberikan pahala bagi orang yang merendahkan diri dan bersabar di hadapan cobaan
hidup.

Dalil dan Tafsirannya Tentang Faqr

Berikut ini adalah beberapa hadits dan tafsirannya yang berkaitan dengan faqr:

Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi dari Anas bin Malik:

.))‫ "الَ يَ ْد ُخ ُل ْال َجنهةَ َم ْن َكانَ فِي قَ ْلبِ ِه مِ ثْقَا ُل ذَ هرةٍ مِ ْن ِكب ٍْر" ((متفق عليه‬:‫اَّللِ ملسو هيلع هللا ىلص‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫سو ُل ه‬
Artinya: Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya
terdapat seberat zarah kesombongan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang memiliki kesombongan dalam hatinya tidak akan
masuk surga. Oleh karena itu, manusia harus merendahkan diri dan mengakui kefakirannya di
hadapan Allah SWT.
2. Hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah:
‫ َو َما ت ََر ْكتُ َش ْيئًا يُبَا ِعدُ ُك ْم َع ِن ه‬،‫اَّللِ إِاله أ َ َم ْرت ُ ُك ْم بِ ِه‬
‫اَّللِ إِاله نَ َه ْيت ُ ُك ْم َع ْنهُ" ((رواه‬ ‫ش ْيئًا يُقَ ِ ِّربُ ُك ْم إِلَى ه‬
َ ُ‫ " َما ت ََر ْكت‬:‫اَّللِ ملسو هيلع هللا ىلص‬
‫سو ُل ه‬ُ ‫قَا َل َر‬
.))‫مسلم‬
Artinya: Rasulullah SAW bersabda, “Aku tidak meninggalkan apa pun yang dapat
mendekatkanmu kepada Allah melainkan aku memerintahkanmu untuk melakukannya, dan
aku tidak meninggalkan apa pun yang dapat menjauhkanmu dari Allah melainkan aku
melarangmu dari hal itu.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa manusia harus melakukan segala sesuatu yang dapat
mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menghindari segala sesuatu yang dapat menjauhkan
diri dari-Nya. Hal ini menunjukkan pentingnya untuk merendahkan diri dan berserah diri
sepenuhnya kepada Allah SWT.
2) Zuhud

Maqam Zuhud dalam tasawuf dapat diartikan sebagai tingkatan kehidupan yang menuntut
seseorang untuk meninggalkan kesenangan dunia dan lebih fokus pada kehidupan akhirat.
Seseorang yang mencapai maqam zuhud dianggap mampu mengendalikan hawa nafsu dan
tidak tergoda oleh kenikmatan duniawi yang bersifat sementara.

Referensi dari kitab karya ulama yang membahas tentang maqam zuhud antara lain:

1. Kitab Al-Hikam karya Ibnu ‘Atha’illah Al-Iskandari


Dalam kitab ini, Ibnu ‘Atha’illah Al-Iskandari menjelaskan bahwa maqam zuhud
merupakan salah satu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Maqam zuhud
melibatkan pengendalian hawa nafsu dan menolak kenikmatan dunia yang bersifat
sementara.
2. Kitab Futuhat Al-Makkiyah karya Ibn Arabi
Ibn Arabi dalam kitabnya Futuhat Al-Makkiyah menjelaskan bahwa maqam zuhud
adalah tingkatan spiritual yang mencakup pengendalian hawa nafsu dan kemampuan
untuk menghargai kebesaran Allah SWT.
Dari kedua referensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa maqam zuhud merupakan
tingkatan spiritual yang penting dalam tasawuf. Maqam zuhud mencakup pengendalian hawa
nafsu, menolak kenikmatan dunia yang bersifat sementara, dan menumbuhkan kesadaran
akan kebesaran Allah SWT.

Dalil Al-Qur’an dan Tafsirnya Tentang Zuhud

Berikut ini adalah beberapa ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang maqam zuhud dan
penjelasan tafsirnya dalam tasawuf:

Surat Al-Baqarah ayat 197:

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terpaksa, maka
bersedekahlah dengan mudah. Dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan.
Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.”

Tafsir: Ayat ini menekankan pentingnya ibadah haji dan umrah sebagai wujud ketundukan
kepada Allah SWT. Orang yang melakukan haji dan umrah dengan ikhlas dan tulus hati dapat
mencapai maqam zuhud karena mengorbankan waktu, tenaga, dan harta untuk mengabdikan
diri kepada Allah SWT.
Dalil Hadits dan Tafsirnya Tentang Zuhud

Berikut adalah beberapa hadis tentang zuhud dan penjelasannya dalam tafsir:

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya dunia itu adalah penjara bagi orang mukmin dan syurga bagi orang kafir.”
(HR. Muslim)

Penjelasan: Hadis ini mengajarkan bahwa dunia tidaklah abadi dan hanya sementara,
sehingga seorang mukmin harus berusaha untuk tidak terlalu terikat pada dunia dan
mengutamakan akhirat.

3) Ridha

Maqam ridha dalam tasawuf merujuk pada tingkat kesempurnaan spiritual di mana
seseorang merasa sepenuhnya ridha dengan kehendak Allah SWT. Maqam ini juga mencakup
penerimaan terhadap takdir dan ketentuan Allah, serta kesediaan untuk menghadapi ujian dan
tantangan hidup dengan penuh keteguhan iman.

Dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali, maqam ridha dijelaskan sebagai
tingkat kepuasan hati yang sempurna dengan segala yang telah Allah berikan, baik dalam
keadaan suka maupun duka. Maqam ini hanya bisa dicapai oleh orang yang benar-benar
ikhlas dalam beribadah dan menjalani hidupnya dengan mematuhi segala perintah Allah dan
Rasul-Nya.

Imam al-Ghazali juga menyebutkan bahwa di antara ciri-ciri orang yang telah mencapai
maqam ridha adalah ia selalu merasa bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT,
tidak meratapi kehilangan sesuatu yang telah hilang, tidak terlalu senang ketika mendapatkan
sesuatu yang diinginkan, serta menerima ujian dan musibah dengan lapang dada.

Dalam pandangan tasawuf, mencapai maqam ridha adalah suatu keutamaan yang sangat
besar karena dapat membantu seseorang untuk mencapai kedekatan dengan Allah SWT dan
mendapatkan keselamatan di akhirat.

Dalil Al-Qur’an dan tafsiranya tentang ridho

Beberapa ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan maqam ridha antara lain:
“Allah meridhai mereka dan merekapun meridhai-Nya. Mereka itu adalah golongan yang
Allah-lah yang memberi petunjuk. Dan merekalah orang-orang yang berakal.” (QS. Al-
Baqarah: 137)

Ayat ini menyebutkan bahwa Allah SWT meridhai orang-orang yang beriman dan
beramal sholeh, dan mereka juga merasa ridha dengan Allah SWT sebagai balasan dari
keimanannya. Ini menunjukkan bahwa maqam ridha terkait erat dengan keimanan dan amal
sholeh.

Dalil Hadits dan Tafsirnya tentang Ridha

Dari Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menginginkan Allah SWT ridha, maka janganlah ia mencari ridha
manusia dengan memurkai Allah, dan barangsiapa yang beribadah untuk Allah SWT
meskipun merasa tidak disukai oleh manusia, maka Allah SWT pasti meridhainya dan
menjadikan manusia mencintainya.” (HR. Ahmad 5: 397, dishahihkan Al-Albani dalam Ash-
Shahihah no. 1480)

Hadis ini menunjukkan bahwa mencari maqam ridha haruslah bersumber dari keikhlasan
dalam beribadah dan menghindari perilaku yang bisa memurkai Allah SWT, meskipun hal itu
dapat membuat orang lain meridhai kita. Jika seseorang mengabdi hanya karena ingin
mendapatkan ridha manusia, maka ia tidak akan mencapai ridha Allah SWT.

4) Tawakkal

Tawakal dalam ilmu tasawuf adalah sebuah konsep yang mengacu pada keyakinan dan
kepercayaan seseorang terhadap Allah SWT sebagai satu-satunya sumber kekuatan,
perlindungan, dan penyelamat dalam setiap aspek kehidupan. Secara harfiah, tawakal berasal
dari kata “wakala” yang berarti mempercayakan atau menyerahkan sesuatu kepada orang
lain. Dalam konteks tasawuf, tawakal memiliki arti menyerahkan diri sepenuhnya kepada
Allah SWT, mengandalkan-Nya dalam segala hal, dan merelakan segala keputusan-Nya.

Beberapa ulama tasawuf menjelaskan bahwa tawakal merupakan bagian penting dari
konsep tauhid. Dalam Islam, tauhid mengajarkan bahwa hanya Allah SWT yang memiliki
kekuasaan mutlak atas segala sesuatu di dunia ini. Oleh karena itu, sebagai seorang hamba
yang taat, tawakal harus selalu dipegang teguh sebagai bentuk penghambaan kepada Allah
SWT.

Beberapa ulama tasawuf menjelaskan bahwa tawakal merupakan bagian penting dari
konsep tauhid. Dalam Islam, tauhid mengajarkan bahwa hanya Allah SWT yang memiliki
kekuasaan mutlak atas segala sesuatu di dunia ini. Oleh karena itu, sebagai seorang hamba
yang taat, tawakal harus selalu dipegang teguh sebagai bentuk penghambaan kepada Allah
SWT.

Beberapa kitab karya ulama yang membahas tentang tawakal antara lain adalah:

1. Kitab al-Tawakkul ‘ala Allah karya Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah.

2. Risalah al-Tawakkul karya Imam al-Ghazali.

3. Kitab al-Mawa’iz wa al-I’tibar bi Dhikr al-Khitab al-Akbar karya Imam Ibnu


Athaillah Al-Iskandari.

Dalam kitab-kitab tersebut, dijelaskan pentingnya tawakal sebagai bentuk pengabdian kepada
Allah SWT, serta cara untuk memperkuat keyakinan dan kepercayaan terhadap-Nya.

Dalil Al-Qur’an dan Tafsirnya

Terdapat banyak ayat dalam Al-Qur’an yang membahas tentang tawakal, di antaranya adalah:

“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Dia akan mencukupkan
(keperluan)nya.” (QS. At-Talaq: 3)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT akan memberikan kecukupan kepada orang yang
bertawakal kepada-Nya. Ini menunjukkan bahwa tawakal adalah suatu sikap yang dihargai
oleh Allah dan dapat membawa manfaat bagi hamba-Nya.

Dalil Hadits dan Tafsirnya

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa yang menutupi aib saudaranya di dunia, niscaya Allah akan menutupi aibnya di
hari kiamat. Dan barang siapa yang menolong saudaranya di dunia, niscaya Allah akan
menolongnya di dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menunaikan tawakal kepada Allah,
niscaya Allah akan mencukupi kebutuhannya.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa tawakal kepada Allah akan mendatangkan keberkahan dalam
hidup seorang muslim. Allah akan memenuhi segala kebutuhan hamba-Nya yang bertawakal
dengan cara yang tidak disangka-sangka.

5) Al-Yaqin

Maqam al-Yaqin dalam tasawuf adalah tingkatan keimanan seseorang yang telah
mencapai kepastian dalam keyakinannya tentang kebenaran ajaran agama Islam. Maqam ini
merupakan salah satu dari tiga tingkatan kepastian dalam Islam, selain Haqul Yakin dan Ainul
Yakin. Maqam al-Yaqin bisa diartikan sebagai kepastian yang diperoleh seseorang setelah
memahami, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama dengan sungguh-sungguh.

Menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, Maqam al-Yaqin adalah
tingkatan keimanan yang diperoleh setelah seseorang telah melewati Maqam al-Ilm dan
Maqam al-Ilham. Pada tingkatan ini, seseorang telah memiliki kepastian penuh tentang
kebenaran ajaran agama Islam tanpa ada keraguan sedikit pun. Seseorang telah memiliki
keyakinan yang sangat kuat tentang kebenaran ajaran Islam, sehingga tidak ada keraguan atau
kebingungan dalam menjalankan ajaran tersebut.

Dalam Maqam al-Yaqin, seseorang juga telah memiliki kemampuan untuk mengetahui
kebenaran melalui pengalaman pribadi yang diperoleh dari praktik ibadah dan amalan-amalan
yang ditekuninya. Seseorang telah memiliki pengalaman langsung tentang kebenaran ajaran
agama Islam, sehingga memiliki kepastian dan keyakinan yang lebih dalam dan kuat.

Dalil Al-Qur’an dan Tafsirnya

Maqam al-Yaqin tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran, namun terdapat
ayat-ayat yang mengandung makna dan implikasi dari konsep tersebut. Berikut beberapa ayat
yang berkaitan dengan maqam al-yaqin:

Surah Al-Hajj ayat 7:

“Dan sesungguhnya kerajaan langit dan bumi adalah milik Allah. Sesungguhnya janji Allah
itu benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Ayat ini menunjukkan bahwa kekuasaan penuh atas langit dan bumi berada di tangan
Allah SWT dan janji-Nya pasti akan terjadi. Bagi orang yang memiliki maqam al-yaqin,
keyakinan ini bukan hanya sekadar keyakinan intelektual, tetapi ia benar-benar merasakan
kekuasaan Allah dan janji-Nya dengan pengalaman yang mendalam.
Dalil Hadits dan Tafsirnya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda, “Seseorang tidak beriman sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku
bawa.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang tidak beriman sampai ia mencapai tingkat yakin yang
tulus dan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.”

Hadith ini menunjukkan bahwa iman tidak cukup hanya dengan keyakinan di hati,
tetapi juga harus tercermin dalam tindakan yang mengikuti sunnah Rasulullah. Ketika
seseorang mencapai maqam al-yaqin, keyakinannya begitu kuat sehingga ia tidak lagi
membutuhkan bukti atau tanda untuk meyakini kebenaran agama dan mengikuti sunnah Nabi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan tentang maqom-maqom dalam tasawuf adalah sebagai berikut:
1. Maqom dalam tasawuf merujuk pada tingkatan-tingkatan spiritual yang dicapai oleh
seorang hamba dalam perjalanan menuju Allah.
2. Maqom-maqom tersebut memiliki karakteristik dan tantangan yang berbeda-beda, dan
semakin tinggi maqom yang dicapai, semakin tinggi pula tingkat keinsafan dan
keclosan seseorang kepada Allah.
3. Maqom-maqom tasawuf mencakup berbagai aspek kehidupan spiritual, termasuk
iman, tawakal, zuhud, ridho, dan keyakinan yang mutlak kepada Allah.
4. Setiap maqom membutuhkan upaya dan perjalanan spiritual yang panjang, melalui
ibadah, pengetahuan, pengalaman, dan transformasi pribadi.
5. Maqom-maqom dalam tasawuf dapat dicapai melalui tuntunan kitab suci Al-Qur’an,
hadis Nabi Muhammad SAW, dan ajaran-ajaran ulama tasawuf yang terpercaya
6. Tujuan utama dari mencapai maqom-maqom tasawuf adalah mendekatkan diri kepada
Allah, memperkuat keimanan, meningkatkan kualitas ibadah, dan mencapai
kesempurnaan spiritual.
7. Maqom-maqom tasawuf membawa hasil dan manfaat yang signifikan, seperti
kedamaian hati, ridho Allah, ketenangan dalam menghadapi ujian hidup, dan
kesempurnaan dalam beribadah.

Penting untuk diingat bahwa pencapaian maqom-maqom dalam tasawuf adalah proses
individu yang unik dan tidak semua orang akan mengalami tingkatan yang sama.
Setiap individu perlu mengikuti tuntunan agama, menumbuhkan kualitas batin, dan
mengembangkan hubungan yang lebih dalam dengan Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Imam Al Gozali (1096) Ihya Ulumuddin Dar Al Kutub Al ilmiyah

Ibnu At Thoilah Al Iskandari (1259M) Al Hikam Dar Al Kutub Al ilmiyah

Imam Nawawi Yahya Bin Syaraf Bin Murri Bin Hasan Bin Husein (1260 M) Riyadusholihin

Anda mungkin juga menyukai