Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh:
﷽
Dengan mengucapkan terima kasih dan rasa syukur kehadhirat Allah swt.
Yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga penlis telah dapat
menyelesaikan Artikel Mata Kuliah Tasawuf yang berjudul “Rahasia Ajaran
Tasawuf Dalam Menyingkap Ketentraman Jiwa”. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurah atas baginda Nabi Besar Muhammad Saw, beserta keluarga,
sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman nanti.
Dan tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Siti
Munawati, S.Pd.I, M.Pd.I. Selaku dosen mata kuliah Tasawf dan juga kepada
rekan-rekan yang telah membantu sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Artikel ini.
Semoga Artikel ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya
bagi sekalian pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian Tasawuf Secara Lughawi ...................................... 1
B. Pengertian Tasawuf Secara Istilah .......................................... 2
ii
D. Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal ................ 47
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan Ahlus Suffah, yang
berarti sekelompok orang pada masa Rasulullah SAW. Yang hidupnya
berdiam di serambi-seambi masjid, mereka mengabdikan hidupnya untuk
beribadah kepada Allah SWT.
2. Tasawuf berasal dari kata Shafa. Kata Shafa ini berbentuk fi’il mabni majhul
sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf ya’ nisbah, yang berarti nama
bagi orang-orang yang “bersih” atau “suci”. Maksudnya adalah orang-orang
yang menyucikan dirinya di hadapan Tuhannya.
3. Istilah tasawuf berasal dari Shaf. Makna shaf ini dinisbahkan kepada orang-
orang yang ketika shalat selalu berada di shaf yang paling depan.
5. Tasawuf dinisbahkan dengan kata istilah bahasa Grik atau Yunani, yaitu
saufi. Istilah ini disamakan maknanya dengan kata hikmah, yang berarti
kebijaksanaan. Orang yang berpendapat seperti ini adalah Mirkas, yang
kemudian diikuti oleh Jurji Zaidan, dalam kitabnya Adab Al-Lughah Al-
‘Arabiyyah. Jurji Zaidan menyebutkan bahwa para filsuf yunani dahulu telah
menegaskan pemikiran atau kata-katanya yang dituliskan dalam buku-buku
filsafat yang penuh mengandung kebijaksanaan. Ia mendasari pendapatnya
1
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia), Cet. III, 2010, H. 143-144
1
dengan argmentasi bahwa istilah sufi atau tasawuf tidak ditemukan sebelum
ada masa penerjemahan kitab–kitab yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa
Arab. Pendapat ini didukung juga oleh Nouldik, yang mengatakan bahwa
dalam penerjemahan dari Misalnya, orang Arab mentransilterasikan huruf sin
menjadi huruf shad, seperti dalam kata tasawuf menjadi tashawuf
6. Tasawuf berasal dari kata shaufanah, yaitu sebangsa buah-buahan kecil yang
berbulu dan banyak tumbuh di padang pasir di tanah Arab. Ini dilihat dari
pakaian kaum sufi yang berbulu-bulu seperti buah itu pula, dalam
kesederhanaannya.
7. Tasawuf berasal dari kata shuf yang berarti bulu domba atau wol.
Jadi, kalau kita simpulkan dapat kita ringkas sebagai berikut, “Ilmu
tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri,
berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat
menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang
teguh pada janj Allah SWT. Dan mengikuti syariat Rasulullah SAW.
Dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaan-Nya.”2
2
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf , ..., H. 145
2
BAB II
LIMA OBAT HATI
A. Membaca Al-Qur’an
“Kepada kaum yang suka berjama’ah di rumah-rumah ibadah, membaca Al-
Quran secara bergiliran dan mengerjakannya kepada sesamanya, akan turun
kepadanya ketenangan dan ketentraman, akan tercurah kepadanya rahmat yang
berlimpah, dan mereka akan dijaga malaikat, juga Allah akan senantiasa
mengingat mereka.” (H.R. Muslim)
“Saya biasa membaca Al-Qur’an setiap hari selepas salat subuh, dan ayah
selalu mengawasi, dan kemudian menanyakan: ‘Apa yang kau lakukan?’ Saya
menjawab bahwa saya sedang membaca Qur’an. Pertanyaan itu terus-menerus
3
A. Suryana Sudrajat, Menimba Kearifan (Risalah Tasawuf Kontemporer), ..., H. 19
3
diulang setiap hari, selama tiga tahun, dan jawaban sayapun tetap itu juga. Pada
suatu hari saya bertanya kepada beliau: ‘Mengapa ayah selalu bertanya dengan
pertanyaan yang sama, padahal jawaban saya juga sama?’ ‘Yang ingin ku katakan,
Nak, ‘Kata ayah, ‘Bacalah Quran itu seolah-olah diturunkan kepadamu.’ ”
“Ibn Mas’ud, Anda lihat keadaan saya. Dalam beberapa hari ini saya merasa
tidak tentram. Jiwa saya gelisah. Pikiran saya kusut. Makan tidak enak, tidur tidak
nyenyak. Berilah saya nasihat yang bisa mengobati keadaan saya.”5
“Kalau benar itu penyakit kamu, bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat.
Pertama, ke tempat orang yang sedang membaca Al-Qur’an. Anda ikut membaca
4
A. Suryana Sudrajat, Menimba Kearifan (Risalah Tasawuf Kontemporer), ..., H. 21-22
5
A. Suryana Sudrajat, Menimba Kearifan (Risalah Tasawuf Kontemporer), ..., H. 25
4
atau dengarlah orang-orang yang membacanya. Kedua, bisa juga ke majelis
pengajian, yang mengingatkan hati kepada Allah. Atau silahkan anda cari waktu
dan tempat yang sunyi, di sana Anda berkhalwat menyembah Allah. Seperti di
tengah malam. Ketika orang-orang tidur, Anda bangun lalu bersembahyanglah,
memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman pikiran dan kemurnian hati.
Andaikan jiwa Anda belum juga terobati dengan ketiga cara itu? Nah, Anda haru
mminta Allah agar Anda diberi-Nya hati yang lain. Sebab hati yang Anda pakai
bukan lagi hati Anda.”
B. Shalat Malam
Ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mukmin adalah karena dia
melakukan sembahyang malam sedangkan kehormatannya adalah karena dia
tidak membutuhkan (menggantungkan diri pada ) orang lain. (H.R. Thabrani)
Bagi para ahli ibadah, malam merupakan saat-saat yang bagus untuk
menyaksikan keagungan dan kemuliaan Allah. Sabda Nabi, “Tuhan kita Tabaraka
6
A. Suryana Sudrajat, Menimba Kearifan (Risalah Tasawuf Kontemporer), ..., H. 26
7
A. Suryana Sudrajat, Menimba Kearifan (Risalah Tasawuf Kontemporer), ..., H. 33
5
wa Ta’ala (Maha Berkat dan Maha Tinggi) senantiasa turun di setiap malam ke
langit dunia, ketika masih tersisa sepertiga malam terakhir. Dia berfirman,
‘Barangsiapa meminta kepada-Ku, akan Aku kabulkan. Barangsiapa memohon
ampunan-Ku, akan Aku ampuni’.” (H.R. Bukhari). Dalam hadits lain disebutkan:
“Barangsiapa bangun malam hari, lalu membangunkan istrinya, lalu keduanya
salat dua raka’at, mereka akan dicatat sebagai laki-wanita yang banyak dzikir
kepada Allah.” (H.R. Abu Daud). Aktivitas para penggiat Qiamul Lail
(sembahyang malam) juga mendapat pujian Allah: “Mereka sedikit sekali tidur di
waktu malam, sedangkan pada dinihari memohon ampunan.” (Q.S Adz Dzariyat:
17-18)
2. Membaca Fatihah
Ketika membaca Fatihah, terbukalah Pintu Alam Malakut bagi ‘yang
menyembah’. Dia menyaksikan kalimat Alloh melalui penyingkapan (syuhud)
6
akan firman Alloh; “Maliki yaw middin” di dalam Kerajaan Alloh Ta’ala. Dari
takluknya ‘Tiada’ ia menjadi Titik dari NurNya (Nur Muhammadi) . Dengan Nur
Muhammad inilah ‘yang menyembah’ mengenal dirinya ‘man arofa nafsahu’ -
sebagai ‘Ruh-Nya’ yang pernah dihimpunkan di Alam Lahut semasa Adam baru
sempurna kejadiannya, yakni ketika Jibril menepuk tulang sulbi Adam, maka
keluarlah semua ruh anak cucu Adam dari tulang sulbi Adam itu.
Adapun ‘Ruh-Nya’ itu pada hakikatnya adalah satu jua, yaitu daripada
Sirulloh. Ruh anak cucu Adam itu hanyalah bayangan (menumpang) dari Ruh-
Nya.Tanpa hadirnya Nur Muhamad, ‘yang menyembah’ tak mungkin bisa
berhadap di depan Alloh Ta’ala. Dengan perwujudan Nur Muhammad inilah maka
‘yang menyembah’ .... “ Kepada Engkaulah kami sembah dan kepada Engkaulah
kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan mereka yang
Engkau berikan ni’mat, bukan (jalan) mereka yang Engkau murkai, dan bukan
pula (jalan) mereka yang sesat.”. Maka di Amin kan akhir Fatihah itu oleh para
malaikat dari setiap 7 lapis langit, yaitu dari: Alam Mulki, Alam Malakut, Alam
Jabarut, Alam Bahut, Alam Lahut, Alam Ahut dan yang tertinggi Alam Al-Insan
yang di sinilah kemuncaknya Sholat itu. Adapun maksud ‘jalan yang lurus’ bagi
kalangan sufi ialah Mi’roj. Sebagaimana sabda Nabi SAW; “Sholat itu adalah
mi’roj bagi mukmin”. Tujuan Mi’roj itu ialah Penyatuan, yakni kembalinya ‘yang
menyembah’ kepada ‘Yang Disembah’.
3. Rukuk
Takluknya kepada huruf 'Lam' terzohirnya dari Alif - 'yang menyembah'
menampakkan 'Yang Disembah'. Alif adalah Kanzun Mahfiyyan (Yang
Tersembunyi). Yang Tersembunyi ingin dikenali maka dizohirkan Lam sebagai
tabirnya. Sabda Nabi SAW, "Dirikanlah sholat seolah-olah kau melihat
Alloh".Para Arif Billah telah berkata bahwa "Siapa yang kenal dirinya, kenallah
Tuhannya." 'Yang menyembah' dinatijahkan seperti 'angin', manakala tatkala
'yang menyembah' pada posisi berdiri tadi, natijahnya adalah 'api' – fana dalam
wujud. Api itu sifatnya membakar - yakni melenyapkan keakuan diri. Pada tahap
7
'rukuk' ini, 'yang menyembah' berada dalam suatu tarikan yang tersangat kuat dari
Nur Muhammad. Justru itulah ia dinatijahkan kepada angin (tunduk dan
menderu). 'Yang menyembah' ditarik masuk ke dalam Alam Jabarut dan berpisah
dari Alam Malakut. Justru itulah kata para Arif Bilah , "Barangsiapa mencari
Tuhan di luar dirinya, niscaya akan sesat.". Pada tahap ini 'yang menyembah'
melepas qolbunya dan yang tinggal padanya adalah Roh-Nya yang akan naik ke
lapisan yang lebih tinggi untuk kembali kepada Tuhan. Alam Jabarut yang
menghubungkan Perbendaharaan Wujud (batas larangan yang tak bisa ditembus
melainkan kepada Nur Muhammad) di antara yang 'maujud' - 'yang menyembah'.
'Yang menyembah' mengenal dirinya di Alam Jabarut, maka tersingkaplah
baginya seluas-luasnya wujud Alloh tanpa tabir bahwa 'yang menyembah' telah
bersatu dengan 'Yang Disembah' sebagaimana adanya di dalam Misykat itu ialah
Cahaya-Nya. (Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan
cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya
ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang
bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang
berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan
tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. ). Maka bertasbihlah 'yang menyembah', "Maha suci
Tuhanku yang Maha Agung dengan sifat kepujiannya”
Jika difahami ayat itu, maka pengertian bersatu dengan 'Yang Disembah' yang
dimaksudkan di sini bukanlah mengambil kefahaman 'Hulul' sebagaimana yg
diyakini oleh Mansur Al-Hallaj. Yang lebih ditekankan di sini ialah Wahdatusy-
Syuhud (Kesaksian Penyatuan).
4. I’tidal
'Yang menyembah' adalah yang dibangkitkan - ‘Yang menyembah’ masuk
dalam ‘Pintu Kematian.’ “Matikanlan dirimu sebelum mati”. Di sini juga artinya
8
‘waqof’ (sementara) dalam Sholat.
5. Sujud Awal
Takluknya kepada huruf 'Lam' - juga huruf 'Mim'. Nabi Muhammad SAW
bersabda, "Aku dizohirkan ke dunia dalam keadaan sujud". 'Yang menyembah'
dinatijahkan kepada air. Air adalah sumber kejadian Alam Mulki. Arasy Tuhan
berada di atas air. Maka 'yang menyembah' dinatijahkan kepada air, karena di
sinilah 'yang menyembah' sampai di Alam Bahut. Alam Bahut adalah Pembatasan
Terakhir Segala Penzohiran, Ungkapan Syeikh Akbar Ibnu Arobi; Syajarotul -
Kaun (Pohon kejadian) atau sebutan yang sering juga disebut - Sidrotul Muntaha.
Pada tahap ini 'yang menyembah' adalah Ruh-Nya yang di dalam Sirr. Sabda Nabi
Muhammad SAW ketika mi'roj baginda melihat Wajah Alloh, "Aku tidak tahu di
mana aku berada". Pada tahap ini juga 'yang menyembah' menyerap kepada 'Yang
Disembah' seolah-olah 'yang menyembah' itulah 'Yang Disembah,' 'Yang
Disembah' itulah 'yang menyembah, - yang pada hakikatnya wujud terurai dalam
fana fil sifat dan lebur dalam fana fil zat – ‘Melihat Alloh dengan Alloh’ – maka
‘yang menyembah’ diberikan pengetahuanNya – Anal Haq (Akulah Yang
Benar’).
Dari sisi tahap ini, lihatlah kepada ‘Basmalla’. Hanya ‘Ba’ dalam Basmallah
saja yang tercantum dengan Alif. Sabda Nabi SAW; “Seluruh kitab Al-Qur’an itu
terkandung dalam Al-Fatehah. Dan seluruh Al-Fatehah itu terkandung dalam
Basmallah. Dan Basmallah terkandung dalam huruf ‘Ba’. Dan rahasia ‘Ba’ itu
adalah Titik di bawahnya” Inilah yang dimaksudkan oleh Syekh Ibnu ‘Arobi
Wujud Kesatuan – Wahdatul Wujud. Maka bertasbihlah ‘yang
menyembah’, “Maha suci Tuhanku yang Maha Mulia dengan sifat kepujian-Nya.”
9
Perbendaharaan Rahasia Tuhan – Ilahiyat - pada sujud yang akhir nanti,
sebagaimana diistilahkan oleh para Arif Billah melalui tiga tahapan, Yaitu ; (
Ahadiat, - Wahdat, - Wahadiat ). Pada tahap ini ‘yang menyembah’ berada di
Alam Lahut – Alam Tiada, yang tiada sesuatu pun yang tercipta, tiada awal dan
akhir, ‘yang menyembah’ menyaksikan kekosongan tanpa perbatasan, dan
disinilah awalnya Diri yang kemudiannya dizohirkan sebagai Adam. Di kalangan
sufi, ia juga diistilahkan ‘Negeri ‘Adami’. Diri (‘yang menyembah’) dinisbahkan
kepada air yakni Air Mutlak, inilah asal-usul manusia dari alam tiada ‘La’.
Pada tahap ini juga ‘yang menyembah’ adalah di dalam Sirr-Nya – Ruh-Nya
dalam keghoiban Nur Muhammad. Haqiqot Ruh-Nya adalah Nur Muhammad. Di
sinilah ia bermunajat; “ Tuhanku ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah
aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, afiatkanlah aku
dan maafkanlah aku.”
7. Sujud Akhir
Takluknya pada rahsia huruf ‘Ha’ – yang tak kelihatan atau bunyi diujungnya
‘Hu’ dan juga huruf ‘Mim’. Pada tahap ini ‘yang menyembah’ berada di Alam
Ahut’ pada nisbahnya air yang di bawah ‘Arasy Tuhan . Yang tinggal pada ‘yang
menyembah’ adalah Sirulloh. Di dalam Sirr, inilah Aku. Kata Ahli Sufi, ‘Air
dalam gelas, tak dapat dibedakan lagi. Air itulah gelas. Gelas itulah air.” ‘Yang
menyembah’ itulah ‘Yang Disembah’ dalam gedung makrifat, bukan dalam
gedung syari’at, gedung thoriqot dan gedung haqiqot. Pahamkanlah ini ‘Yang
menyembah’ tidak bisa menjadi ‘Yang Disembah’ dalam arti haqiqot. Ini hanya
pada makrifat semata-mata. Ingatlah, bukan faham hamba yang bertukar menjadi
Tuhan. Camkan air di dalam gelas, bersatu dalam kejernihan. Lihatlah pada
‘ombak’- ombak hanya pada nama yang diberikan padahal itu air yang beriak dan
menggelora.
Pada sujud akhir inilah, ‘yang menyembah’ memasuki Wilayah Ilahiyat:
a. Ahadiat – Zat Mutlak atau Zat wajibal wujud
b. Wahdat – Zat Yang Maha Esa
10
c. Wahadiat – ILAH - Zat yang maha kaya daripada tiap-tiap sesuatu yang lain
dan sesuatu yang lain memerlukannya.
Di Alam Insan, ‘yang menyembah’ diliputi dengan Wujud, Ilmu, Nur dan
Syuhud, maka Zat adalah rahasianya, Sifat adalah ruhnya, Asma’ adalah qolbunya
dan Af’al adalah tubuhnya. Di sinilah ia mengucapkan Selamat sejahtera (tahiyat)
ke atas Nabi dan rahmat Alloh dan keberkatan-Nya. Juga kepada hamba-hamba
yang solihin sekaliannya. Dialah yang menyaksi dan dialah yang bersaksi tiada
Tuhan melainkan Alloh dan Muhammad adalah utusan Allah swt.
9. Salam
“Salamun qowlam mir-robbir- rohiim”. Inilah salam ahli syurga. Syurga
inilah yang dinikmati oleh ‘yang menyembah’, yakni syurga yang di dalamnya
tanpa bidadari, sungai, buah-buahan dan pepohonan. Di syurga inilah ‘yang
menyembah’ terlena memandang Wajah Alloh.
Perlu kita renungi ini adalah sutu konsep atau pandangan dari para Arif Bilah
yang pemahamannya sudah jauh dari manusia awam, yang perlu kita tekankan
sholat (sujud) adalah salah satu rahasia diri kita, jadi tidak perlu diungkapakan
dengan kata-kata bagaimana aku sholat (sujud), cukuplah untuk diri kita pribadi,.
11
(semuanya jadi kosong). tapi jika kita berkholwat silahkan berbicara sebebas -
bebasnya.8
“Mereka bisa melaksanakan salat seperti kami. Mereka bisa berpuasa seperti
kami. Namun mereka bisa bersedekah, sementara kami tidak. Mereka bisa
memerdekakan budak, sementara kami tidak.”9
“Bukankah aku pernah mengajarkan kepada kalian sesuatu, yang dengan itu
kalian bisa orang yang telah mendahului kalian, dan dengan itu pula kalian bisa
mendatangi orang yang datang setelah kalian. Tidak ada yang lebih utama dari
kalian, kecuali ia melakukan sebagaimana yang kalian lakukan.”
“Tentu, ya Rasulullah,” kata mereka.
“Bertasbih, bertakbir, dan bertahmidlah kalian 33 kali sesudah salat.”
Berkata Abu Shalih, yang meriwayatkan hadits ini dari Abu Hurairah,
“Orang-orang Muhajirin itu lalu kembali menghadap Rasulullah seraya mengata-
kan, ‘Saudara-saudara kami, para pemilik harta itu mendengarkan apa yang kami
lakukan, sehingga mereka pun melakukan hal yang sama.’ Menjawab Rasulullah
8
http://bimaruci.blogspot.co.id/2012/08/sholat-dalam-pandangan-tasawuf.html, di akses Jum’at
04 Desember 2015, 20:52 WIB.
9
A. Suryana Sudrajat, Menimba Kearifan (Risalah Tasawuf Kontemporer), ..., H. 37
12
SAW: “Itu adalah anugerah Allah SWT. Dia akan memberikan kepada siapa saja
yang Dia kehendaki’.” (H.R. Bukhari)
Zikir dibagi dua: Zikir lisan dan Zikir hati. Anda baru bisa mencapai taraf
zikir hati dengan melakukanzikir lisan. Tetapi zikir hatilah menurut para sufi yang
membuahkan pengaruh sejati. Ia ibarat perang yang mampu menebas setiap
musuh dan menjaga kita dari setiap ancaman.10
Hai Manusia! Ketahuilah olehmu bahwa tidak ada amalan yang paling
disukai Allah dan yang lebih utama selain Zikrullah. Sebagaimana yang di
Firmankan Allah :
“Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS, Al ‘Ankabuut : 45)
10
A. Suryana Sudrajat, Menimba Kearifan (Risalah Tasawuf Kontemporer), ..., H. 39
13
Sungguh! Kesucian jiwa itulah yang akan menjadi saksi bagi mu tatkala engkau
berzikir. Tanpa jiwa yang tersucikan maka zikirmu kepada Allah bukan
mengantarkanmu dekat kepada Nya akan tetapi akan membuatmu semakin jauh
dengan Allah.
Zikir (ingat)mu kepada Allah tatkala di dasari oleh jiwa yang kotor
menyebabkan engkau berzikir bukan karena Allah tapi karena sesuatu selain
Allah, lisan berzikir kepada Allah tetapi yang ada di hatimu bukan Allah
melainkan sesuatu selain Allah. Bukankah pahala, surga, kedudukan, kemuliaan
(karomah) dll itu adalah sesuatu selain Allah? Bukankah itu semua sesuatu yang
datang dari pada Allah dan Bukan Allah! Lalu pantaskah engkau berzikir kepada
Allah tetapi hadap hatimu kepada sesuatu selain Allah?
Jika engkau berzikir kepada Allah tetapi hatimu mengharapkan sesuatu selain
Allah maka engkau berzikir bukan karena Allah tetapi karena menurutkan Hawa
Nafsu (keinginan) di dirimu. Dan itulah suatu tanda bahwa jiwamu masih kotor
dan belum tersucikan.
Sadarlah wahai Manusia! Hidup matimu hanya untuk Allah, sholat dan
ibadahmu hanya bagi Allah seru sekalian Alam, bukan kepada yang lain selain
Allah.
Firman Allah : “Katakanlah: sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS, Al An’aam : 162)
Hai manusia! Kesucian jiwa itu tidak akan engkau dapatkan sebelum engkau
mengenal kepada Allah. Jika engkau kenal kepada Allah maka Allahlah yang
akan mensucikan jiwamu. Kenalilah Allah hai manusia sebelum engkau menemui
kematian, sebelum Sakaratul Maut menjemputmu. Jika engkau belum mengenal
akan Allah sedangkan kematian itu telah datang kepadamu maka kerugianlah
yang akan engkau dapatkan.11
11
https://pengembarajiwa.wordpress.com/2008/09/11/zikir-para-arif-billah-menggetarkan-
arsy/#more-95, di akses Jum’at 04 Desember 2015 21:11 WIB.
14
Firman Allah :
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia
akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)”.(QS, Al Israa’
: 72)
Buta berarti tidak melihat, tidak melihat berarti tidak akan kenal, jika tidak
kenal bagaimana mungkin engkau bisa mengatakan cinta kepada yang engkau
sendiri tidak mengenalnya dan tidak melihatnya. Jika sudah demikian tidaklah
rasa cintamu kepada yang engkau sendiri tidak mengenalnya maka itulah yang
dinamakan “CINTA BUTA”.
Rosulullah Saw bersabda : “Seseorang itu beserta dengan siapa yang ia cintai”.
Jika cintanya kepada Allah dan Rosul Nya karena mengenal kepada Allah dan
Rosul Nya maka ia akan beserta yang ia cintai.
Tetapi jika ia mencintai sedangkan ia sendiri tidak kenal kepada yang dicintai, lalu
kemanakah ia kembali? Dan beserta siapakah ia?
D. Mengosongkan Perut
“Tiga jenis orang yang do’anya tidak ditolak Tuhan: Imam yang adil, orang
yang berpuasa, sampai berbuka, dan orang yang dizalimi.”
12
A. Suryana Sudrajat, Menimba Kearifan (Risalah Tasawuf Kontemporer), ..., H. 48-49
15
Misalnya, puasa tiga hari setiap bulan, dan puasa pada hari-hari Sabtu dan Ahad.
Ketiga puasa pada hari apa saja, pokoknya di luar hari-hari yang dilarang
untuk puasa. “Barangsiapa puasa sehari demi agama Allah semata, maka Allah
pasti akan menjauhkan pandangannya dari neraka, selama 70 musim gugur.” (H.R
Bukhari). Ini yang disebut puasa tathawwu’. Tergolong disini adalah puasa ala
Nabi Daud A.S, puasa sehari dan berbuka sehari.
13
A. Suryana Sudrajat, Menimba Kearifan (Risalah Tasawuf Kontemporer), ..., H. 50-51
16
Ibnu Qaiyim, mengutip pendapat para ulama, mengemukakan enam manfaat
bergaul dengan orang-orang salih:
1. Dapat mengubah diri kita dari ragu-ragu menjadi yakin
2. Dari riya’ menjadi ikhlas
3. Dari lalai menjadi ingat
4. Dari cinta dunia menjadi cinta akhirat
5. Dari sombong menjadi tawadhu
6. Dari buruk perangai menjadi orang yang mau menerima nasihat14
14
A. Suryana Sudrajat, Menimba Kearifan (Risalah Tasawuf Kontemporer), ..., H. 54-55
17
BAB III
TASAWUF DAN KETENTRAMAN JIWA
18
masyarakat. Keintiman di dalam pergaulan hidup sesame anggota masayarakat
adalah sesuatu yang menyuburkan terpenuhinya kebutuhan ini.
19
Dari dua pendapat di atas dapat dipahami bahwa orang yang merasa sejahtera
dan tentram jiwanya adalah apabila orang tersebut mampu memahami kebutuhan-
kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat fisik seperti sandang, pagan, papan dan
kebutuhan psikis seperti rasa aman, rasa ingin tahu, rasa bebas merdeka, mencapai
kesuksesan, dan memperoleh keadilan, serta kebutuhan sosial seperti kebutuhan
memperoleh kasih sayang, kebutuhan dihargai atau memperoleh penghargaan.15
15
http://hakamabbas.blogspot.co.id/2015/03/menggapai-ketentraman-jiwa.html, di akses
Jum’at 04 Desember 2015, 20:32 WIB.
20
beserta terapinya: seperti resah gelisah yang berkepanjangan, iri, dengki, dendam,
riya, sombong, bakhil, sombong dan sebagainya.
2. Krisis Keimanan
Seorang dokter spesialis jiwa, Carl jung mengatakan:" selama 30 tahun
belakang-an telah datang sejumlah ahli psikologi dari berbagai penjuru dunia
21
untuk berkonsultai kepadaku seputar masalah kejiwaan, karena aku telah berhasil
menyembuhkan ratusan orang pasien yang sebagian besar mereka berusia separuh
baya diatas 35 thun, Semua pasien yang kusembuhkan yang memiliki problem
kejiwaan disebabkan oleh krisis keimanan sebagai pedoman hidupnya".
"Kami akan menanamkan rasa takut kedalam hati orang-orang kafir, karena
mereka telah mempersekutukan Allah" (3:151)
22
perasaaan yang mendalam yang berakibat kemurungan dan keresahan yang
berkepanjangan.
Bersedialah menerima apa adanya, sebab menerima apa yang telah terjadi
adalah langkah pertama untuk mengatasi segala akibat kemalangan yang
menimpa. Bila kita ikhlash menerima hal buruk yang terjadi, kita tidak akan
kehilangan apa-apa lagi. Dan secara otomatis ini berarti: segalanya dapat kita
peroleh".
Rasulullah juga mengatakan: "Hendaklah kamu jauhi utang, karena utang itu
menjadi beban pikiran di malam hari dan rasa rendah diri di siang hari."
23
membuat ekspresi senyum dan jiwa menjadi semangat kembali. Bukankah di
balik kesulitan dan kegagalan ada hikmah yang bisa jadi pelajaran? Dan bukankah
dibalik kesulitan ada kemudahan?
Hati buat orang-orang yang beriman adalah ladang yang harus dirawat dan
disiram dengan zikir. Dari zikirlah, ladang hati menjadi hijau segar dan tumbuh
subur. Akan banyak buah yang bisa dihasilkan. Sebaliknya, jika hati jauh dari
zikir; ia akan tumbuh liar. Jangankan buah, ladang hati seperti itu akan menjadi
sarang ular, kelabang dan sebagainya.
24
orang yang berzikir kepada Rabbnya dan yang tidak, seumpama orang hidup dan
orang mati." (Bukhari dan Muslim)
Suatu ketika seseorang datang kepada Ibnu Mas'ud, salah seorang sahabat
utama Rasulullah. Ia mengeluh, "Wahai Ibnu Mas'ud, nasihatilah aku dan berilah
obat bagi jiwaku yang gelisah ini. Hari-hariku penuh dengan perasaan tak
tenteram, jiwaku gelisah, dan pikiranku kusut. Makan tak enak, tidur pun tak
nyenyak," kata orang tersebut. Ibnu Mas'ud menjawab, "Kalau penyakit itu yang
menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat. Pertama, tempat
orang membaca al-Quran. Engkau baca al-Quran atau engkau dengar baik-baik
orang yang membacanya. Kedua, engkau pergi ke majelis pengajian yang
mengingatkan hatimu kepada Allah. Ketiga, engkau cari waktu dan tempat yang
sunyi, di sana engkau berkhalwat mengabdi kepada Allah. Nasihat sahabat Nabi
itu segera dilaksanakan orang tersebut. Sesampainya di rumah, segera ia
berwudhu kemudian diambilnya Al-quran dan dibacanya dengan khusyuk. Selesai
membaca, ia segera dapati hatinya memperoleh ketenteraman, dan jiwanya pun
tenang. Pikirannya segar kembali, hidupnya terasa bergairah kembali. Padahal, ia
baru melaksanakan satu dari tiga nasihat yang disampaikan sahabat Rasulullah
saw tersebut.16
Di dalam beberapa ayat al-qur'an dikatakan bahwa didalam hati manusia itu
ada penyakit. Antara lain penyakit jiwa manusia itu adalah: iri, dengki, takabbur,
resah, gelisah, khawatir, stres, dan berbagai penyakit jiwa lainnya. Dengan
tasawuf manusia akan dapat menghindarkan diri dari penyakit kejiwaan
(psikologis) sebagai mana yang disebutkan diatas. Tasawuf berusaha untuk
melakukan kontak bathin dengan tuhan serta berusaha untuk berada dihadirat
tuhan dengan harapan dapat memberikan ketentraman bathin dan kemerdekaan
jiwa dari segala pengaruh penyakit mental. Kesehatan mental menurut persfektif
tasawuf adalah menumbuh kembangkan sifat-sifat terpuji dan sekaligus
menghilangkan sifat-sifat tercela pada diri pribadi seseorang. Sifat-sifat terpuji
16
http://www.annaba-center.com/berita/tasawuf-dan-ketentraman-jiwa, di akses Rabu, 18
November 2015, 00:44 WIB.
25
adalah sifat-sifat illahiyah, sedangkan sifat-sifat tercela adalah sifat-sifat
syaitaniyah. Masih banyak metode-metode lain yang dikembangkan tasawuf
dalam upaya mewujudkan integritas pribadi dan peningkatan derajat manusia.
Teknik-teknik sebagaimana disebutkan diatas perlu dikaji secara serius agar dapat
memberikan sumbangan pada berbagai bidang psikologi.
26
Amanah terlahir dari prinsip iman dan orang berimanlah yang mampu
mempersepsi hidup dengan segala tanggung jawabnya sebagai amanah yang harus
ditunaikan dengan penuh keikhlasan dan kecintaan.17
Telah terjadi permusyahadahan (Perjanjian) manusia dengan Allah
sebagaimana Firman Allah :
17
http://ahmad-rivauzi.blogspot.co.id/2012/12/spiritualitas-islam-dalam-tasawuf-dan.html, di
akses Jum’at 04 Desember 2015, 20:41 WIB.
18
http://ustadzmubarak.com/rahasia-ketentraman-jiwa/, di akses Senin 07 Desember 2015,
11:25 WIB.
27
BAB IV
KETENTRAMAN JIWA DALAM PERSPEKTIF AL-GHAZALI
Pentingnya jiwa yang tenang dan kesuciannya pada seorang manusia, sebagai
bekal dalam menempuh kehidupan yang sarat dengan problema dan dilema tidak
pernah putus, selalu menghadang sepanjang kehidupan. Apalagi menghadapi
kebutuhandunia serba modern dan kondisi serba sulit, maka pada saat itu sangat
diperlukan sandaran yang kuat, pegangan yang kokoh dan tempat kembali untuk
menyerah diri sepenuhnya dengan iman yang mantap terhadap ajarannya dan
senantiasa mengharap ridha Allah, sehingga jiwa (hati) selalu aman dan tenteram
28
dalam menjalani hidup penuh tantangan, cobaan dan ujian bagi diri seseorang
manusia.
B. Maqamat
Dalam Dunia Sufi Maqam yang masyhur atau yang disepakati oleh para ahli
yaitu:
1. At-Taubah
At-Taubah berasal dari bahasa Arab, yaitu tâbâ, yatûbu, taubatan,yang
artinya kembali. Secara etimoogi : taubat menurut imam al-Ghazali dapat
diartikan dengan “kembali” yakni kembali dari kemaksiatan kepada keta‟atan,
kembali dari jalan yang jauh dari Allah ke jalan yang dekat kepada-Nya. Menurut
para ulama tentang taubat ialah pembersihan hati dari segala dosa dan
29
meninggalakan keinginan untuk kembali membuat kejahaatan dengan tujuan
membesarkan Allah dan menjauhkan diri dari kemurkaan-Nya.
Namun para sufi, yang menyebabkan manausia jauh dari Allah, karena dosa.
Sebab dosa suatu yang kotor, sedang Allah zat yang Maha Suci dan tentu pula
menyukai yang suci pula. Maka apabila seseorang ingin mendekatkan diri kepada-
Nya, ia harus membersihkan dirinya dar segala macam dosa, dengan jalan
bertaubat. Taubat merupakan tahapan pertama yang harus dikerjakan seseorang.
Inilah yang disebut sebagai perubahan (konversi) dan merupakan pertanda dari
kehidupan baru. Taubat yang dimaksud dikalangan sufi ialah memohon ampun
atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguhdan tidak akan
mengulangi perbuatan tercela. Artinya seseorang selalu melakukan secara terus
menerus amal kebaikan. Harun Nasution menyatakan taubat yang dimaksud kaum
sufi ialah taubat yang sebenarnya, yaitu taubat tidak membawa kepada dosa lagi.
Dalam hal ini, untuk mencapai taubat diterima Allah terkadang harus dilakukan
berkali-kali, dikatakan bahwa seorang sufi melakukan taubat sampai tujuh
kali,baru ia merasakan manisnya taubat. Merasa puas hati atau jiwanya dan
merasakan ketenanganjiwa serta aman dan tenteram jiwa dalam hidup
sertakehidupan sehari-hari.
Orang-orang tersebut adalah orang yang telah menemukan jati dirinya dan
sekaligus dicintai Allah yang senantiasa mengadakan kontemplasi dengan Allah.
Dasar taubat yang dilakukan adalah firman Allah SWT :
"Wahai orang-orang yang beriman taubatlah kamu kepada Allah dengan
sebenar-benar taubat, agar Tuhanmu akan mengampunisegala dosa...” (Q.S. At-
Tahrim:6).
30
Dalam surat lain surat An-Nur, Ahmad Mustafa al-Maraghy menafsir kalimat
“ ” ﺗﻮﺑﻮا اﻟﻰ ﷲ ﺣﻤﯿﻌﺎdengan kembalilah wahai orang-orang beriman kepada martadi
dan mengamalkan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Menurut Mustafa Zahri dalam bukunya “Kunci Memahami Umur Tasawuf”
menjelaskan, taubat berbarengan dengan ucapan istighfar (mohon ampun).
Selanjutnya mengatakan bahwa, bagi orang taubat itu cukup dengan membaca
astaghfirullah wa atûbu ilaihi (aku memohon ampun dan aku bertaubat kepada-
Nya) sebanyak 70 kali sehari semalam. Sedangkan bagi orang khawas cara
bertaubatnya dengan menyatakan riadhah badaniyah (mengadakan latihan dan
musyahadah). Bersungguh-sungguh berjuang membuka hijab yang membatasi diri
dengan Tuhan. Karena dalam jiwa manusia terdapat dua potensi dasar sekaligus,
yaitu sifat keburukan dan sifat kebaikan yang mencerminkan sikap baik, keta’atan
dan penuh kesucian. Sementara sifat keburukan menampilkan kejahatan,
kejelekan, kotor dan menimbulkan dosa. Di lain segi manusia memilikikefitrahan,
yaitu senantiasa menginginkan kesucian dan loyalitaas kepada kebenaran, agar
selalu dapat berhubungan langsung dengan Tuhan. Akan tetapi realitasnya,
kebanyakan manusia tergoda, ternoda dengan kejahatan yang mengakibatkan
dosa. Taubatnya menghalangi hubungan tersebut:
31
2. Zuhud
Zuhud secara harfiah berarti tidak ingin kepada suatu yang keduniaan, seperti
makanan dan minuman, pakaian, rumah, harta dan kedudukan segala hal pasti
ditinggalkan ketika ia menemui kematian. Menurut Harun Nasution, zuhud adalah
meninggalkan segala kesenangan dunia dan hidup kemewahan.
Dari keterangan di atas, jelas Allah merendahkan kedudukan dunia yang fana
ini untuk makhluknya dan manusia secara khusus dengan berbagai nama yang
belum pernah dinamakan oleh siapapun. Firman Allah:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan
dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak”. (Q.S. Al-Hadiid: 20)
32
segala kemungkinannya. Apabila seorang hamba sudah mau meninggalkan apa
yang diinginkan oleh hawa nafsu, maka ia pasti akan mendapatkan kenikmatan
dunia.
Sikap zuhud adalah suatu situasi yang harus ditempuh oleh seorang biasa
atau seorang calon sufi. Sifat ini dalam sejarah untuk pertama kali muncul setelah
wafat Rasulullah Saw. Ketika, terjadi kesenjangan sosial antara kaum yang hidup
sederhana dengan kelompok bangsawan atau raja yang hidup penuh kemewahan.
Seperti Mu‟awiyah, disebut raja Romawi dari Persia yang hidup dalam
kemewahan. Begitu juga khalifah-khalifah Bani Abbas yang hidup dalam
kemewahan. Disamping itu sebelumnya telah terjadi hidup dalam kemewahan di
zaman Saidina Ali Ra, dalam hal perlombaan dan persaingan tidak sehat di masa
itu. Merujuk pada situasi tersebut, ada sahabat-sahabat Rasulullah Saw yang mau
mentobatkan diri dan mereka mengasingkan dirinya dari kemewahan serta
persaingan tersebut sehingga timbullah sikap zuhud.
33
3. Al-Wara’
Secara harfiah al-wara’ artinya shaleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
Kata ini mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dalam pengertian
kaum sufi al-wara’ adalah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat
keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat). Kaum sufi menyadari benar
bahwa, setiap makanan, minuman, pakaian dan sebagainya yang haram, dapat
memberi pengaruh negatif bagi yang keras hati, sulit mendapat hidayah dan ilham
dari Allah Swt. Karena dosa-dosa yang dilakukan oleh seorang hamba sangat
berdampak pada pelaku. Seperti hadits Rasulullah SAW :
“Sesungguhnya seorang hamba mengerjakan suatu kesalahan pasti dalam
hatinya bernoda bintik hitam. Makaapabila ia berlepaskan diri dan memohon
ampun, tentu hatinya menjadi bersinar terang. Jika dia mengulangi kembali
melakukan dosa, tentu bintik-bintik hitam hatinya akan bertambah, sehingga
hitamnya bertambah tinggi (tertutup dengan kegelapan). Itulah tutupan
segaimana disebutkan Allah : sekali-kali tidak (demikian). Sebenarnya apa yang
mereka (dari kejahatan), itu menutupi hatinya. (HR. At-Turmuzi, Nasa‟i, Ibnu
Majah dari Ibnu Hurairah r.a).”
Jadi wara’ salah satu sifat yang harus dimiliki seseorang muslim, agar
terpelihara dari dosa dan kesalahan dalam menjalani kehidupan yang penuh
cobaan, rintangan dan godaaan material, maka sangat dituntut kesabaran.
4. Sabar
Secara harfiah, sabar berarti sabar hati, mencegah jiwa dari perasaan was-
was ketika terjadi suatu yang tidak dinginkan, melindungi batin dari pergolakan,
mencegah lidah seseorang dari luluhan, serta menjaga anggota tubuh agar tidak
melakukan perbuatan yang merugikan. Menurut Zunnun al-Mishry, sabar artinya
menjauhkan diri dari hal-hal bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi senang
ketika mendapat cobaan dan menampakkan sikap cukup meskipun sebenarnya
berada dalam kekurangan atau kefakiran dalam bidang ekonomi. Selanjutnya Ibnu
34
Atha’ mengatakan sabar berarti menghilangkan rasa mendapat cobaan tanpa
menampakkan rasa kesal.
Pada dasarnya dalam kehidupan seseorang dindunia ini tidaklah asing lagi
adanya ujian dan cobaan dalam perjalanan hidup manusia, karena itu seseorang
tidak boleh kaget dan heran ketika menemui kesulitan, kegagalan dan dilema.
Sebab semua itu sudah menjadi irama dan variasi dalam kehidupan. Memang
dunia ini diciptakan sebagai tempat cobaan bagi anak manusia, maka kita dituntut
kesabaran. Firman Allah :
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan
pahala mereka tanpa batas.”(Q.S. Az-Zumar: 10)
Berpegang pada kalam Ilahi di atas, seseorang gembira dengan pahala yang
tidak terhingga karena kesabarannya menghadapi ujian di dunia. Sehubungan
35
dengan itu Abu Turabi berkata: “Hai anak manusia kalian mencintai 3 perkara,
sedangkan 3 perkara itu bukanlah milik kalian, yaitu :
1. Kalian mencintai jiwa, sedangkan jiwa itu milik hawa nafsunya.
2. Kalian mencintai ruh, sedangkan ruh itu milik Allah.
3. Kalian mencintai harta, sedangkan harta itu milik ahli waris.
Ketahuilah bahwa kalian mencari dan membutuhkan dua perkara dimana dua
hal tersebut tidak dapat kamu temukan di dunia ini, melainkan kamu temukan di
akhirat, yaitu kesenangan dan kebahagiaan yangbersifat abadi.” Maka, biarlah
fakir di dunia, namun bahagia di akhirat nanti.
5. Kefakiran
Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagi orang yang berhajat,
membutuhkan dan tidak punya harta. Kemudian fakir harus dipahami sebagai
seseorang yang tidak memiliki keinginan terhadap kekayaan dan hal-hal yang
bersifat keduniaan, serta jika sekiranyaia menginginkan hal tersebut, tentu ia tidak
mengumpulkan dan menyimpannya sebagaimana kebiasaan orang lain yang
mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Seorang sufi rela hidup serba
kekurangan, seadanya dan tidak menuntut berlebihan atau tidak mencari
kelebihan, tetapi mereka puas apa adanya dan hidup mereka selalu tawakkal
kepada Allah dan jiwa mereka tetap aman dan tenteram.
6. Tawakkal
Tawakkal berarti menyerahkan diri kepada Allah, setelah berusaha sekuat
tenaga dan pikiran dalam mencapi suatu tujuan. Secara bahasa “menyerah diri”
dan mempercayakan semua urusannya kepada Allah Yang Maha Agung. Dalam
konteks ini seorang hamba berkeyakinan, bahwa Allah memiliki kemampuan
yang lebih tinggi dan kekuasaan-Nya yang lebih besar untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan kehendaknya
36
Selanjutnya Syeikh Haris bin Assad al-Muhasabi, berkata:
“Tawakkal adalah menggantungkan diri dan selalu memohon
pertolongan kepada Allah dengan berusaha untuk menjauhkan diri dari
rakus, kecuali segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah, merasa
cukup dengan apa yang ada, hati dihadapkan kepada Allah Swt dan
selalu dalam beribadah.
3. Tafwit, yaitu orang yang telah ridha menerima ketentuan atau takdir Allah
(sifat ini orang telah sampai ke maqam nihayah).
37
dalam hati, perbuatan anggota tubuh tidaklah bertentangan dengan tawakkal hati.
Jika hati telah tertanam suatu keyakinan yang kokoh dan kuat. bahwa takdir di
tangan Allah, maka manakala mengalami kesulitan niscaya ia yakin itu adalah
takdir Allah, dan apabila terjadi hal menggembirakan seseorang akan sadar bahwa
itu karunia Allah, maka bersyukurlah kita.
7. Syukur
Berarti berterima kasih kepada Allah Swt atas pemberian-Nya kepada
seorang hamba yang mukmin. Menurut Syaikh Haris Assad al-Muhasabi,
mengatakan: “Syukur ialah kelebihan atau kebanyakan pemberian Allah kepada
seseorang. Maka, ia mengucapkan terima kasih kepada-Nya, kemudian Allah akan
menambahnya dan ia pula menambah syukurnya. Menurut Ibnu Qutadah al-
Muqaddasi, mengatakan: “Syukur itu dapat diwujudkan lewat lisan, perbuatan dan
dengan hati.” Syukur dengan lisan akan melahirkan rasa terima kasih, melalui
ucapan-ucapan pujian. Bersyukur dengan perbuatan yaitu mempergunakan segala
nikmat Allah hanya untuk mentaati-Nya dan bukan untuk kegiatan maksiat.
sedangakan bersyukur dengan hati adalah berkeinginanuntuk senantiasa berbuat
baik.
Dalam sebuah defenisi dikatakan sukur ialah merasa tidak sadar rasa terima
kasihnya kepada si pemberi (Allah Swt) terhadap seseorang hamba yang
membutuhkannya. Karena Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar mereka
mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan kepadanya. hal ini sangant relevan
firman-Nya:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih.”(Q.S. Ibrahim : 7)
38
1. Seribu macam makhluk ciptaan Allah yang paling mulia adalah anak
Adam, sedangkan aku termasuk di dalamnya.
2. Pria (derajatnya) melebihi wanita, sedangkan aku berada di dalamnya
3. Islam adalah agama sangat tinggi yang diterima Allah, sedangkan aku
berada di dalamnya (seorang muslim).
4. Umat Muhammad adalah umat terbaik, sedangkan aku berada di dalamnya
(menikmati sebagai umat Muhammad), tentu aku sangat bersyukur
kepada-Nya.
8. Ridha
Ridha berarti rela dengan meninggalkan usaha tanpa adanya ikhtiar. Menurut
Imam al-Qusyairi, ridha adalah “orang tidak memliki sikap tidak menentang (rela
menerima) apa yang telah ditetapkan Allah. Selanjutnya Abu Bakar Thahir
39
mengatakan ridha ialah “Melepaskan atau mengeluarkan rasa tidak senang dalam
hati sehingga tidak ada perasaan selain rasa senang dan gembira.”
Firman Allah:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke
dalam syurga-Ku.” (Q.S. Al-Fajr : 27-30)
19
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=265996&val=7080&title=KETENTRA
MAN%20JIWA%20DALAM%20PERSPEKTIF%20AL-GHAZALI, di akses Rabu 18 November
2015, 22:31
40
BAB V
KISAH TOKOH-TOKOH TASAWUF
Allah SWT berfirman: Wahai Jibril!! Sesungguuhnya aku tidak akan ditanya
apa yang akan Aku perbuat. Dan tidak ada seorangpun diantara makhluk-Ku yang
akan sampai kepada Ilmu-Ku, kecuali orang-orang yang Aku kehendaki. Jibril
berkata: Wahai Tuhan!! Apakah engkau mengizinkan aku untuk mengabarkan apa
yang aku lihat ini kepada hamba itu?
Allah menjawab: Silahkan.
Kemudian Malaikat Jibil turun dan mengabarkan kepada hamba itu tentang
keadaannya kelak. Hamba itu tersungkur bersujud kepada Allah, sambil berkata:
Bagi-Mu segala puji Wahai Tuhanku!! Atas segala Qadha dan Qadar-Mu. Segala
puji hanya bagi-Mu dengan segala pujian orang-orang yang senantiasa memuji-
Mu, begitu juga dengan berbagai macam syukur orang-orang yang senantiasa
bersyukur kepada-Mu. Ia pun terus memanjatkan pujian kepada Allah sampai
Jibril menyangka bahwa ia tidak mendengar apa yang Jibril sampaikan. Sampai
Jibrl bertanya: Wahai hamba Allah!! Apakah kamu tidak mendengar apa yang
sudah aku katakan kepadamu?
Ia menjawab: Ya. Saya mendengarnya. Anda mengabarkanku bahwa Anda
menemukan namaku di Lauhil Mahfuzh ada di deretan orang-orang yang akan
menjadi penghuni neraka
Jibril bertanya: Lalu pujian dan syukur atas apa yang kamu lakukan ini?
41
Ia menjawab: Maha Suci Allah, wahai Jibril!! Sesungguhnya Allah telah
menetapkan bersama kesempurnaan ilmu-Nya, keluasan rahmat dan
kebijaksanaan-Nya, kelembutan ketuhanan-Nya, dan hakikat hikmah-Nya. Maka
siapakah aku, sehingga aku layak bersikap tidak ridha terhadap ketetapan-Nya?
Sungguh Maha Suci Tuhanku.. iapun tersungkur bersujud kembali sambil
bertasbih dan bertahmid.
Jibril kembali, dan ternyata Jibril melihat nama hamba itu di deretan nama-
nama penghuni surga. Allah SWT bertanya: Wahai Jibril!! Apa yang kamu lihat?
Sesungguhnya aku tidak ditanya tentang apa yang akan Aku perbuat.
20
Muhammad Khalid Tsabit, ar-Ridha Rahatu ath-Tha’iin wa Darajatu al-Muqarrabin, Hidup
Mulia Dengan Ridha Allah (Menyingkap Rahasia Ridha, Syukur dan Ikhlas Untuk Mewujudkan
Ketentraman Jiwa: Penerjemah Andi Subarkjah, Lc, (Jakarta: Gema Madinah Mekah), Cet. I,
2008, H. 296-298
42
Tatkala mereka hendak menangkapnya, tiba-tiba mereka bertemu dengan seorang
Rahib dalam pertapaannya, mereka bertanya tentang Sa’id bin Jubair, Rahib balik
bertanya: Jelaskanlah kepadaku tentang ciri-cirinya. Merekapun menyebutkan
ciri-cirinya, kemudian Rahib itu mengarahkan mereka kepadanya. Merekapun
pergi dan mendapati Sa’id tengah bersujud bermunajat kepada Allah. Mereka
mengucapkan salam kepadanya, iapun mengangkat kepala dan menyelesaikan
shalatnya, untuk kemudian membalas salam mereka. Mereka berkata: al Hajjaj
memanggil anda. Ia menjawab: Haruskah aku memenuhinya? Mereka menjawab:
Ya.
Kemudian Sa’id memanjatkan puji dan syukur serta bershalawat kepada Nabi
SA, ia ikur berjalan bersama mereka sampai rombongan itu melintasi tempat
pertapaan si Rahib tersebut. Si Rahib berkata: Wahai kalian para penunggang
kuda! Apakah kalian telah mendapati orang yang kalian cari? Mereka menjawab:
Ya.
43
Tatkala waktu sore tiba, tiba-tiba kelompok singa itu datang dan
mendekatinya, mereka meraung kepadanya, dan semakin mendekatinya,
sedikitpin Sa’id tidak gentar, karena demikianlah singa-singa itu berkelakuan.
Tatkala si Rahib melihat apa yang terjadi, ia jadi banyak bertanya kepada
Sa’id, dan menanyakan tentang hakikat syari’at Islam dan sunah-sunah agama
Islam, Sa’id pun dengan senang hati menjelaskannya, sampai akhirnya si Rahib
tersebut memeluk Islam dan sebaik-baiknya.
Kemudian ia berkata kepada para tentara-tentara itu: Aku tidak ragu lagi,
bahwa ajalku semakin dekat, namun aku hanya meminta kalian untuk
membiarkanku semalam ini saja, untuk mempersiapkan diri dijemput maut dan
mempersiapkan diri untuk Malaikat Munkar dan Nakir. Dan jika sudah datang
waktu pagi, maka tepatilah janji antara aku dan kalian, kemana saja kalian hendak
membawaku ke tempat yang kalian inginkan.
Mereka melihat Sa’id berlinang air mata. Ia tidak pernah tertawa sejenak
kami bertemu dengannya dan mendampinginya. Mereka berkata: Wahai penduduk
bumi terbaik!! Kami berharap tidak pernah mengenalmu, kecelakaanlah bagi kami
selama-lamanya, bagaimana kami akan sanggup untuk menahan ujian, bagaimana
kami sanggup menyampaikan alasan kepada Tuhan kami?
Sa’id berkata: Tidaklah Dia memberiku maaf atas kalian, dan meridhaiku
terhadap apa yang telah lalu dari luasnya ketetapan ilmu Allah atasku.
44
Penjaminnya berkata: Wahai Sa’id! Demi Allah! Aku memintamu untuk
membekali kami dengan do’a, karena kami selamanya tidak akan pernah bertemu
lagi dengan orang seperti kamu. Iapun melakukannya dan memberinya jalan untuk
itu, dan tatkala masuk waktu pagi, Sa’id datang dan mengetuk pintu mereka,
mereka turun menemuinya dan mulai menangis dalam waktu yang sangat lama.
Ia menjawab: Jika maaf itu datangnya dari Allah, maka akan aku terima,
namun jika datangnya darimu, maaf itu tidak akan aku terima. Al-hajjaj akhirnya
berkata: Jika begitu pergi dan bawalah dia, kemudian bunuh dia. Tatkala ia keluar
dari pintu, ia tertawa. Dan para penjaga mengabarkan kembali hal itu kepada al-
Hajjaj. Al-Hajjaj pun memintanya dihadapkan kembali kepadanya.
45
Ia bertanya: Apa yang menyebabkanmu tertawa? Ia menjawab: Aku sangat
heran dengan keberanianmu terhadap Allah, dan kemurahan Allah terhadapmu.
Al-Hajjaj semakin geram berkata: Cepat bunuh dia!21
Beberapa yang hadir terperanjat, melihat orang yang dimuliakan itu di caci
maki tanpa sebab dirumahnya sendiri dan oleh orang yang usianya jauh lebih
muda. Dengan wajah merah padam, beberapa orang murid al-Habib Abdul Qodir
yang duduk berdekatan dengan orang tersebut hendak berdiri. Namun dengan
isyarat tangan sang Habib, ia menenangkan murid-muridnya yang nampak begitu
marah.
Al-Habib Abdul Qodir yang telah di caci maki itu tetap duduk dengan
tenang ditempatnya. Wajahnya yang teduh itu tidak sedikitpun menampakkan
perubahan. Senyum yang ramah tetap tersungging dari bibirnya, sementara
rentetan caci maki masih terus keluar dari mulut orang itu. Setelah puas
melakukan sumpah serapahnya, dengan langkah kasar, si tamu keluar tanpa pamit
dari rumah sang ulama sepuh itu.
21
Muhammad Khalid Tsabit, ar-Ridha Rahatu ath-Tha’iin wa Darajatu al-Muqarrabin, Hidup
Mulia Dengan Ridha Allah (Menyingkap Rahasia Ridha, Syukur dan Ikhlas Untuk Mewujudkan
Ketentraman Jiwa: Penerjemah Andi Subarkjah, Lc, (Jakarta: Gema Madinah Mekah), Cet. I,
2008, H. 346-350
46
Seakan tak terjadi apapun, majelis itu dilanjutkan dan ditutup dengan do’a
sebagaimana biasanya. Namun di akhir majelis, al-Habib Abdul Qodir
memberitahukan kepada para hadirin, bahwa ia meliburkan pengajian itu selama
dua hari. Maksudnya agar para hadirin dapat menenangkan diri dirumahnya
masing-masing. Dua hari kemudian pengajian kembali digelar. Saat itu beberapa
murid menanyakan kepada al-Habib Abdul Qodir: “Wahai habib, kenapa engkau
membiarkan begitu saja orang yang telah berlaku kurang ajar terhadapmu,
padahal orang tu hanya tamu.” “Juga mengapa engkau telah melarang dan
mencegah kami untuk melawan orang itu.” Lanjutnya.
22
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Dua Pilar Hijaz, (Malang: Pustaka Basma), Cet. I, 2010,
H.58-61
47
sokongan dana dari penguasa. Akibatnya, dengan cepat berbagai bentuk bid‘ah
merasuk menyebar ke dalam akidah dan ibadah kaum muslimin. Berbagai macam
kelompok yang sesat menyebar di tengah-tengah mereka, seperti Qadhariyah,
Jahmyah, Asy‘ariyah, Rafidhah, Mu‘tashilah, dan lain-lain.
48
mereka yang menolak pendapat kemakhlukan Al-Quran, termasuk di antaranya
Imam Ahmad. Beliau tetap konsisten memegang pendapat yang hak, bahwa Al-
Quran itu kalamullah, bukan makhluk.
23
http://www.islam2u.net/index.php?option=com_content&view=article&id=108:sejarah-
singkat-imam-hanbali&catid=11:ilmuan-islam&Itemid=76, di akses Senin, 07 Desember 2015,
11:36 Wib.
49
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan mengucapkan Alhamdlillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini, dan penulis ingin mencoba untuk menyimpulkan makalah
ini. Adapun kesimpulannya sebagai berikut:
50
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rosihon, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia), Cet. III, 2010
Umar Abdul Qadir Mauladdawilah, Dua Pilar Hijaz, (Malang: Pustaka Basma), Cet. I,
2010
http://www.annaba-center.com/berita/tasawuf-dan-ketentraman-jiwa
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=265996&val=7080&title=KETENT
RAMAN%20JIWA%20DALAM%20PERSPEKTIF%20AL-GHAZALI
http://hakamabbas.blogspot.co.id/2015/03/menggapai-ketentraman-jiwa.html
http://ahmad-rivauzi.blogspot.co.id/2012/12/spiritualitas-islam-dalam-tasawuf-
dan.html
http://bimaruci.blogspot.co.id/2012/08/sholat-dalam-pandangan-tasawuf.html
https://pengembarajiwa.wordpress.com/2008/09/11/zikir-para-arif-billah-
menggetarkan-arsy/#more-95
http://ustadzmubarak.com/rahasia-ketentraman-jiwa
http://www.islam2u.net/index.php?option=com_content&view=article&id=108:se
jarah-singkat-imam-hanbali&catid=11:ilmuan-islam&Itemid=76