Dosen Pengampu :
Disusun Oleh
Kelompok 7
1. Salifa Belatu
2. Rubia Malawat
3. Saleh Mony
4. Kaisar wattimena
5. La Salmin
Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Tak lupa pula salawat serta
salam tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad Swt, sebagai Nabi penutup
Semogah makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah di susun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kata-
kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi
Halaman Judul...................................................................................................................
Kata Pengantar..................................................................................................................
Daftar Isi.............................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................................
BAB II : PEMAHASAN....................................................................................................
A. Pengertian Tasawuf.................................................................................................
B. Dasar-dasar Tasawuf...............................................................................................
C. Sejarah Perkembangan Tasawuf..............................................................................
D. Aliran-aliran Tasawuf..............................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tasawuf merupakan salah satu aspek (esoteris) Islam, sebagai perwujudan dari
ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba
dengan Tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan rasulullah
saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam sebagaimana
ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Pada masa rasulullah belum
dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada waktu itu hanyalah sebutan sahabat Nabi.
Kembalinya masyarakat saat ini kepada tasawuf adalah cukup beralasan, karena
secara historis, kehadiran tasawuf bermula sebagai upaya untuk mengatasi krisis akhlak
yang terjadi dimasyarakat Islam dimasalalu, yaitu saat umat Islam di abad klasik.
Bergeliman dengan harta dan kemewahan sudah mulai terjerumus dalam kehidupan foya-
foya, berbuat dosa, dan akhirnya ia lupa pada tugasnya sebagai khalifa Tuhan dimuka
bumi. Mereka sakit mentalnya sehingga tidak sanggup lagi memikul beban membangun
masyarakat.
Pentingnya peran tasawuf dalam kelangsungan hidup manusia seutuhnya, maka
tidak mengherankan apabila tasawuf begitu akrab dengan kehidupan masyarakat Islam,
setelah masyarakat tersebut membina akidah dan ibadahnya, melalui ilmu tauhid dan ilmu
fiqih. Dengan demikian terjadilah hubungan tiga serangkai yang amat harmonis yaitu
akidah, syariah dan akhlak.
Sebelum adanya aliran dalam istilah tasawuf memiliki beberapa faktor dan berbagai
macam alirannya. Oleh karena itu, pada makalah ini akan di bahas tentang sejarah
perkembangan tasawuf beserta alirannya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas makalah ini akan membahas beberapa permasalahan
sebagai berikut:
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari penulisan ini
adalah:
A. Pengertian Tasawuf
Pengertian tasawuf, bersumber dari kata Awshaf, yaitu sifat-sifat baik ahli tasawuf
yang selalu tergambar pada wajahnya. Shafwah artinya manusia pilihan Allah. Shufuf
artinya barisan, karena sufi selalu berada pada barisan pertama dalam menyembah Allah.
Shafaan artinya kebersihan dan kejernihan hati bagi para sufi. Shuf artinya kain wol,
karena dilihat dari busana yang selalu dipakai oleh sufi.
Ahli spiritual yang pertama kali muncul di masa Rasulullah SAW. Adalah
beberapa sahabat yang diberi nama oleh nabi sendiri sebagai Ahlu al-Shuffah (penghuni
gubuk-gubuk) yang dibangun di samping masjid Madinah. Sehingga pada abad berikutnya,
ajaran spiritual disebut tasawuf.
Secara lughat, tasawuf berasal dari bermacam-macam kata. Apabila kita perhatikan
dari bahasa arab, maka kata tasawuf berasal dari tasrif: tasawwafa-yatasawwafu-tasaufan.
Misalnya, tasawwafar-rajulu, artinya “seorang laki-laki sedang bertasawuf”.
Dilihat dari aspek bahasa, tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara
kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu
bersikap bijaksana. Sikap dan jiwa yang demikian itu pada hakikatnya merupakan akhlak
mulia.
Asal kata tasawuf mempunyai latar belakang yang beragam. Dalam hal ini ada
beberapa teori, yaitu:
1. Kata Tasawuf berasal dari kata shafa, yang berarti suci/bersih. Disebut shufi (ahli
tasawuf) karena hatinya halus dan bersih di hadapan Allah. Mengingat bahwa Allah itu
Mahasuci, agar seorang hamba dapat mencapai kedekatan dengan Allah, maka hatinya
harus bersih/suci. Tasawuf sendiri mengajarkan kebersihan hati bagi seorang hamba.
Hati yang kotor akan menghambat kedekatan seorang hamba dengan Allah.
2. Teori lain mengatakan kata Tasawuf berasal dari kata shuffah, yang berarti serambi
Masjid Nabawi di Madinah yang ditempati oleh para sahabat yang miskin dari
golongan Muhajirin. Mereka disebut ahlu shuffah karena walaupun mereka miskin
namun berhati mulia dan sifat tidak mementingkan dunia atau materi. Berhati mulia
adalah sifat-sifat kaum shufi.
3. Teori ketiga menganggap bahwa istilah Tasawuf berasal dari kata suf, yang berarti wol
kasar atau bulu domba. Karena orang-orang shufi saat itu selalu hidup sederhana dan
menjauhi hidup keduniaan serta kesenangan jasmani. Untuk itu mereka hidup sebagai
orang miskin dengan mengenakan wol kasar seperti yang dipraktekkan para sahabat
Nabi saw di antaranya Abu Dzar, Abu Darda, dsb.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat
bergantung kepada sudut pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada tiga
sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut
pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus
berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang
manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya
mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan kehidupan dunia, dan
memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang
harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya memperindah diri dengan
akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Dan jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan,
maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (ke-Tuhanan) yang dapat
mengarahkan jiwa agar tertuju pada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan
manusia dengan Tuhan.
Jika ketiga definisi diatas dijadikan satu segera tampak bahwa tasawuf pada intinya
adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan diri
manusia dari pengaruh kehidupan duniawi, selalu dekat dengan Allah, sehingga jiwanya
bersih dan memancarkan akhlak mulia.
B. Dasar-Dasar Tasawuf
1. Al-Qur’an
Dalam hal ini, tasawuf pada awal pembentukannya adalah manifestasi akhlak atau
keagamaan. Moral keagamaan ini banyak disinggung dalam al-Quran dan As-Sunnah.
Dengan demikian, sumber pertama tasawuf adalah ajaran-ajaran Islam, sebab tasawuf
ditimba dari al-Quran dan As-Sunnah, dan amalan-amalan serta ucapan para sahabat tentu
saja tidak keluar dari ruang lingkup Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan begitu, justru dua
sumber utama tasawuf adalah adalah al-Quran dan Sunnah itu sendiri.
Di dalam al-Qur’an banyak ditemui ayat-ayat yang mendorong manusia
memikirkan alam raya ini, dengan berpikir akan nampak keindahannya dan keindahan
pencipta dan dengan demikian akan tumbuh rasa cinta yang mendalam terhadap pencipta.
Di antaranya dalam firman Allah:
ب ٍ ار اَل ٰ ٰي
ِ ۙ ت اِّل ُولِى ااْل َ ْلبَا ِ َف الَّ ْي ِل َوالنَّه
Vِ اختِاَل ِ ْت َوااْل َر
ْ ض َو ِ اِ َّن فِ ْي َخ ْل
ِ ق السَّمٰ ٰو
Terjemahan: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (QS. Ali
Imran 190).
Demikian juga sekian banyak ayat yang memberikan contoh akhlak mulia dan
akhlak yang buruk, melalui cerita umat-umat yang lampau, atau melalui larangan dan
perintah. Demikian pula manusia selalu didorong beramal saleh dan mengendalikan nafsu
keinginannya dan dalam kemampuan mengendalikan nafsu keinginan terletak
keberuntungan hidup. Allah berfirman:
َ َا َوقَ ْد خVَۖا قَ ْد اَ ْفلَ َح َم ْن َز ٰ ّكىهVَۖ فُجُوْ َرهَا َوتَ ْق ٰوىهVس َّو َما َس ٰ ّوىهَ ۖا فَا َ ْلهَ َمهَا
اب َم ْن َد ٰ ّسىهَ ۗا ٍ َونَ ْف
Terjemahan: Dan demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia mengilhamkan
kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang
menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (S. Asy-
Syams 7-10)
Contoh kehidupan shufi banyak pula ditemui dalam kehidupan Rasulullah sehari-
hari, yang penuh dengan penderitaan dan waktunya dihabiskan untuk beribadah dan
berbakti kepada manusia. Sebelum ia diangkat menjadi Rasul, ia sering melakukan
tahannus (khalwat) di gua Hira di Jabal Nur untuk memohon petunjuk. Usman bin Affan
meskipun termasuk orang yang kaya yang mendapat kelapangan rezeki dari Allah, namun
dalam kehidupannya sehari-hari juga sangat sederhana. Di kala ia berada di rumah, kitab
suci al-Qur’an selalu di tangannya, pada malam hari ia selalu menelaah isi al-Qur’an dan
kadang kala sampai larut malam dan ketika ia tewas dibunuh oleh para pemberontak al-
Qur’an masih berada di tangannya.
2. Hadits
Sejalan dengan apa yang telah disitir dalam al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan di
atas, ternyata tasawuf juga dilihat dalam kerangka hadits. Umumnya yang dinyatakan
sebagai landasan ajaran tasawuf adalah hadits berikut:
َُم ْن َع َرفَ نَ ْف ُسهُ فَقَ ْد ع ََرفَ َربَّه
“Barang sisapa yang mengenali dirinya, niscaaya ia akan mengenai Tuhannya”.
Hadits tersebut, di atas melukiskan kedekatan hubungan antara Tuhan dan manusia,
sekaligus mengisyaratkan bahwa manusia dan Tuhan adalah satu. Oleh sebab itu, barang
siapa yang ingin yang ingin mengenal Tuhannya, ia dapat merenungkan perihal dirinya
sendiri.
Dalam sejarah perkembangannya, tasawuf atau ajaran kaum sufi dapat dibedakan
dalam beberapa periode, dan setiap periode tersebut mempunyai karakteristik dan tokoh
msing-masing. Secara rinci akan dibahas mengenai periode-periode tersebut.
Pada akhir periode ini timbul perkembangan baru dalam sejarah tasawuf,
yang ditandai dengan munculnya lembaga pendidikan dan pengajaran, yang di
dalamnya terdapat kegiatan pengajaran tasawuf dan pelatihan rohaniah.
Cirri-ciri yang terdapat pada abad ini adalah makin kuatnya unsur filsafat
yang memengaruhi corak tasawuf karena banyaknya buku filsafat yang tersebar di
kalangan umat Islam hasil terjemahan orang-orang Muslim sejak permulaan
Daulah Abbasiyah.
Akan tetapi tokoh sufi yang sangat masyhur pada saat itu, sehingga kini
masi sangat besar pengaruhnya dalam pergulatan pemikiran Islam adalah Abu
Hamid Bin Muhammad Al-Gazali. Kedatangan Ai-Gazali telah memberikan
harapan baru bagi masa depan tasawuf disaat tasawuf pada periode sebelumnya
telah mengalami dinamika dan coraknya sendiri.
Kehadiran Al-Gazali dalam panggung sejarah tasawuf, telah membawa
tasawuf kepada corak dan krakteristik yang khas sunni. Tasawuf yang selama
periode sebelumnya seakan dipertentangakan dengan fiqih, ilmu kalam, dan bahkan
dengan filsafat, maka atas peran Al-Gazali, tasawuf dapat dipertemukan Kembali
dengan domain kajian Islam lainnya khususnya dengan fiqih dan kalam.
D. Aliran-aliran Tasawuf
2. Akhlak
Unsur yang mendorong terjadinya akhlak yaitu ‘Adah (kebiasaan) dan Iradah
(kehendak).
a. ‘Adah, ada kecenderungan melakukan sesuatu. Terdapat pengulangan yang
sering dikerjakan sehingga tidak memerlukan pikiran.
b. Iradah;
c. Lahir keinginan-keinginan setelah ada rangsangan (stimulus).
d. Muncul kebimbangan, mana yang harus dipilih dari keinginan-keinginan
tersebut.
e. Mengambil keputusan dengan menentukan keinginan yang diprioritaskan dari
banyaknya keinginan-keinginan tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Pengertian tasawuf secara etimologi bersumber dari kata Awshaf, yaitu sifat-sifat
baik ahli tasawuf yang selalu tergambar pada wajahnya. Shafwah artinya manusia
pilihan Allah. Shufuf artinya barisan, karena sufi selalu berada pada barisan
pertama dalam menyembah Allah.
2. Tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang
dapat membebaskan diri manusia dari pengaruh kehidupan duniawi, selalu dekat
dengan Allah, sehingga jiwanya bersih dan memancarkan akhlak mulia.
3. Dasar hukum tasawuf terdapat dalam QS. Ali Imran 190 , Asy-Syams : 7-10 dan
hadis Nabi yang artinya Barang sisapa yang mengenali dirinya, niscaaya ia akan
mengenai Tuhannya
8. perkembangannya, tasawuf atau ajaran kaum sufi dapat dibedakan dalam beberapa
periode yaitu : periode pertama pada masa Rasulullah, period eke dua pada masa
sahabat, period eke tiga pada masa tabi’in, periode ke empat masa penyebaran
tasawuf, periode kelima masa pencerahan tasawuf, period eke enam masa kejayaan
tasawuf falsafi, dan period eke tujuh masa pemurniaan tasawuf.
4. Tasawuf memiliki aliran-aliran yang sangat banyak, diantaranya yang paling
terkenal adalah aliran Thariqat, Akhlak, Akhwal dan Mahqomah
DAFTAR PUSTAKA
Marwan, Nurhasanah Baktiar. Metodologi Studi Islam, Pekan Baru: Cahaya Firdaus, 2016
http://repository.uinbanten.ac.id/172/9/PENGANTAR%20ILMU%20TASAWUF.pdf.
Diakses pada Senin, 20 Desember 2021 pukul 09.35 WIT.
Mashar, Aly. Tasawuf: Sejarah, Mazhab, dan Inti Ajarannya, Vol. XII, No. 1 Januari –
Juni 2015. Diakses pada Senin, 20 Desember 2021 pukul 09.35 WIT.