Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“TASAWUF AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH”


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah ASWAJA
Dosen Pengampu :
Jenal Abidin, M.Pd

Disusun oleh kelompok 5 :

Burhanudin
Kamaludin
Rama Aditya
Dede Asiah
Ulpah Nupusiah

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH NAHDATUL ULAMA
STITNU AL-FARABI
PANGANDARAN
Oktober 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur pertama kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan nikmat-Nya kami diberikan kesempatan untuk dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa pula sholawat dan salam
kami curahkan kepada Rasulullah SAW semoga kita selalu dalam lindungan
beliau.

Makalah yang berjudul tentang Tasawuf Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ini
disusun untuk melengkapi tugas kelompok mata kuliah Pembelajaran ASWAJA.
Penulisan makalah ini dimungkinkan oleh adanya bantuan dan bimbingan dari
berbagi pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan
dan bimbingan kepada:

1. Dosen pembimbing mata kuliah Aswaja Pak Jenal Abidin, M.Pd


2. Teman-teman yang sudah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak


kekurangan karena masih dalam proses belajar. Oleh karena itu, kami dengan
terbuka dan senang hati akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini menjadi lebih baik. Kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih dan kurang lebihnya mohon maaf,
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pangandaran, Oktober 2020


Tim Penyusun

KELOMPOK 5
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...........................................................................................i

Kata Pengantar ..........................................................................................ii

Daftar Isi ..................................................................................................iii

BAB 1 (PENDAHULUAN)

A. Latar Belakang ..............................................................................1


B. Rumusan Masalah .........................................................................1
C. Tujuan Pembahasan.......................................................................1

BAB II (PEMBAHASAN)

A. Pengertian Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)..............2


B. Sejarah Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)................6
C. Tokoh-tokoh Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah).......7

BAB III (PENUTUP)

A. Kesimpulan dan saran..................................................................12

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar tasawuf yang sangat penting bagi umat Islam bukan
pekerjaan yang mudah dilakukan dari segi asal-muasal kata saja, karena
sering terjadi pro dan kontra. Belum lagi aplikasi praktisnya untuk
menjalani kehidupan ala tasawuf itu sendiri.Ilmu tasawuf bukan hanya
teori, melainkan juga praktik. Tulisan ini mengajak pembaca untuk
bersama-sama meyakinkan bahwa ajaran tasawuf itu murni dari ajaran
Islam bukan pengaruh dari luar Islam. Pemikiran dan praktek tasawuf
yang dihasilkan dari pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-Hadits berbeda
dengan pemikiran bebas yang tidak bersumber dari keduanya.Untuk lebih
jelasnya, dalam makalah ini kami akan mencoba memaparkan beberapa
persoalan yang berhubungan dengan tasawuf ahlus sunnah wal jama’ah,
yaitu pengertian tasawuf Aswaja, sejarah perkembangan tasawuf Aswaja
dan tokoh-tokoh dalam tasawuf Aswaja.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)?
2. Bagaimana Sejarah Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)?
3. Siapa saja Tokoh-tokoh Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah)?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui Pengertian Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah).
2. Untuk mengetahui Sejarah Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah).
3. Untuk mengetahui Tokoh-tokoh Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah).
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)


a. Menurut Bahasa
Para ulama tasawuf berbeda pendapat tentang asal usul penggunaan
kata tasawuf. Dari berbagai sumber rujukan buku-buku tasawuf, paling
tidak ada lima pendapat tentang asal kata dari Tasawuf.
Pertama, kata tasawuf dinisbahkan kepada perkataan Ahlu suffah,
yaitu sekelompok orang pada masa Rasulullah yang hidupnya diisi dengan
banyak berdiam di serambi-serambi masjid, dan mereka mengabdikan
hidupnya untuk beribadah kepada Allah. 1 Mereka adalah diantara orang-
orang yang tidak punya rumah, maka menempati gubuk yang telah
dibangun Rasulullah di luar masjid di Madinah. Ahl al-Shuffah adalah
sebuah komunitas yang memiliki ciri yang menyibukkan diri dengan
kegiatan ibadah. Mereka meninggalkan kehidupan dunia dan memilih pola
hidup zuhud. Mereka tinggal di masjid Nabi dan tidur di atas bangku batu
dengan memakai pelana (sofa), mereka miskin tetapi berhati mulia. Para
sahabat nabi hasil produk shuffah ini antara lain Abu Darda’, Abu Dzar al
Ghifari dan Abu Hurairah.
Kedua, ada pendapat yang mengatakan tasawuf berasal dari kata Shuf,
yang berarti bulu domba atau wol. Mereka disebut sufi karena memakai
kain yang terbuat dari bulu domba. Pakaian yang terbuat dari bulu domba
menjadi pakaian khas kaum sufi, bulu domba atau wol saat itu bukanlah
wol lembut seperti sekarang melainkan wol yang sangat kasar, itulah
lambang dari kesederhanaan pada saat itu. Berbeda dengan orang kaya saat
itu yang memakai kain sutra.2 Dalam sejarah tasawuf banyak kita dapati
cerita bahwa ketika seseorang ingin memasuki jalan kedekatan pada Allah
mereka meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti
dengan kain wol kasar yang ditenun sederhana. Tradisi pakaian sederhana
1
Muchlisin Riadi, https://www.kajianpustaka.com/2019/09/pengertian-tujuan-dan-nilai-
tasawuf.html, Diakses pada 07 September 2019
2
Ibid.,
dan compang camping ini dengan tujuan agar para ahli ibadah tidak timbul
rasa riya’, ujub atau sombong.
Ketiga, tasawuf berasal dari kata Berasal dari kata safa’ (‫ =)صفا‬suci
bersih, lawan kotor. Karena orang-orang yang mengamalkan tasawuf itu,
selalu suci bersih lahir dan bathin dan selalu meninggalkan perbuatan-
perbuatan yang kotor yang dapat menyebabkan kemurkaan Allah. 3 Mereka
adalah orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan
maksiat.
Pendapat yang keempat mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata
Shaf, yaitu orang-orang yang ketika salat berada di barisan yang paling
depan. Makna shaff ini dinisbahkan kepada para jemaah yang selalu
berada pada barisan terdepan ketika solat, sebagaimana solat yang berada
di barisan pertama maka akan mendapat kemuliaan dan pahala.4
Sementara pendapat yang lain mengatakan bahwa tasawuf bukan
berasal dari bahasa Arab melainkan bahasa Yunani, yaitu sophia, yang
artinya hikmah atau filsafat. Menisbahkan dengan kata Sophia karena jalan
yang ditempuh oleh para ahli ibadah memiliki kesamaan dengan cara yang
ditempuh oleh para filosof. Mereka sama-sama mencari kebenaran yang
berawal dari keraguan dan ketidakpuasan jiwa. Contoh ini pernah dialami
oleh Iman al Ghazali dalam mengarungi dunia tasawuf.5
Masih banyak pendapat lain yang menghubungkan kata tasawuf
dengan perkataan-perkataan lain yang dapat dirujuk dalam buku-buku
tasawuf.
Yang jelas dari segi bahasa terlepas dari berbagai pendapat yang ada,
dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban
untuk kebaikan dan selalu bijaksana serta mengutamakan kebajikan.
b. Menurut Istilah

3
Yusuf, https://kumpulanmakalahkuliah.blogspot.com/2013/09/pengertian-tasawuf.html Rabu, 11
September 2013
4
Ibid,.
5
Muhammad Hafiun, http://ejournal.uin-suka.ac.id/dakwah/jurnaldakwah/article/download/
391/361 2012
Selanjutnya tasawuf dari aspek terminologis (istilah) juga didefinisikan
secara beragam, dan dari berbagai sudut pandang. Hal ini dikarenakan
bebeda cara memandang aktifitas para kaum sufi. Ma’ruf al Karkhi
mendefinisikan tasawuf adalah “mengambil hakikat dan meninggalkan
yang ada di tangan mahkluk”.6 Abu Bakar Al Kattani mengatakan tasawuf
adalah budi pekerti “Barangsiapa yang memberikan bekal budi pekerti
atasmu, berarti ia memberikan bekal bagimu atas dirimu dalam tasawuf”. 7

Selanjutnya Muhammad Amin Kurdi mendefinisikan tasawuf adalah


“Suatu yang dengannya diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa,
cara membersihkannya dari yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat
terpuji, cara melaksanakan suluk dan perjalanan menuju keridhaan Allah
dan meninggalkan larangannya”.8
Dari kajian sudut bahasa maupun istilah sebagaimana dijelaskan di
atas, menurut Nicholson, bahwa masalah yang berkaitan dengan sufisme
adalah sesuatu yang tidak dapat didefinisikan secara jelas dan terang,
bahkan semakin banyak didefinisikan maka semakin jauh dari makna dan
tujuan. Hal ini biasa terjadi karena hasil pengalaman sufistik tergantung
pada pengamalan masing-masing tokoh sufi.
Namun, menurut Abuddin Nata, bahwa walaupun setiap para tokoh
sufi berbeda dalam merumuskan arti tasawuf tapi pada intinya adalah
sama, bahwa tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan
yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia,
sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah. Atau
dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan
dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dan bersama Allah.
Dari kesimpulan ini maka kemudian melahirkan beberapa teori tentang
asal usul ajaran tasawuf, apakah ajaran-ajaran tentang pembersihan jiwa
itu murni dari Islam atau justru pengaruh unsur lain di luar Islam. Maka

6
https://santripedia.wordpress.com/2015/03/26/maruf-al-karkhi-tasawuf-dan-keramat/ 26
maret 2015
7
Ibid,.
8
Ibid,.
untuk memaknai tujuan dan hakekat tasawuf dalam Islam, kita harus
mengkaji pendapat-pendapat lain tentang teori asal usul ajaran tasawuf.

2. Sejarah Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)


Aswaja memiliki prinsip, bahwa hakikat tujuan hidup adalah
tercapainya keseimbangan kepentingan dunia-akherat dan selalu
mendekatkan diri kepada Allah Swt. Untuk dapat mendekatkan diri kepada
Allah, dicapai melalui perjalanan spiritual, yang bertujuan untuk
memperoleh hakikat dan kesempurnaan hidup manusia (insan kamil).
Namun hakikat yang diperoleh tersebut tidak boleh meniggalkan garis-
garis syari’at yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah Saw. Syari’at harus merupakan dasar untuk pencapaian
hakikat. Inilah prinsip yang dipegangi tashawuf (tasawuf) Aswaja.
Bagi penganut Aswaja, Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah
merupakan rujukan tertinggi. Tasawuf yang benar adalah yang dituntun
oleh wahyu, Al-Qur’an maupun As- Sunnah (Thariqah ar-Rasulullah
Saw).
Para sufi harus selalu memahami dan menghayati pengalaman-
pengalaman yang pernah dilalui oleh Nabi Muhammad selama
kehidupannya. Demikian juga pengalaman-pengalaman para sahabat yang
kemudian diteruskan oleh tabi’in, tabi’it tabi’in sampai pada para ulama
sufi hingga sekarang. Memahami sejarah kehidupan (suluk) Nabi
Muhammad hingga para ulama Waliyullah itu, dapat dilihat dari
kehidupan pribadi dan sosialnya. Kehidupan individu artinya, ke-zuhud-an
(kesederhanaan duniawi), wara’ (menjauhkan diri dari perbuatan tercela)
dan dzikir yang dilakukan mereka. Demikian juga perilaku mereka dalam
bermasyarakat, seperti sopan santun, tawadlu’ (andab asor) dan sebagainya
harus selalu diresapi dan diteladani dengan penuh kesungguhan dan
kesabaran.
Secara jama’ah, kaum Nahdliyin dapat memasuki kehidupan sufi
melalui cara-cara yang telah digunakan oleh seorang sufi tertentu dalam
bentuk thariqah (tarikat). Tidak semua tarikat yang ada dapat
diterima.Kaum Aswaja An-Nahdliyah menerima tarikat yang memiliki
sanad sampai dengan Nabi Muhammad, sebab beliau pemimpin seluruh
perilaku kehidupan umat Islam. Dari Nabi, seorang sufi harus merujuk dan
meneladani. Apabila ada tarikat yang sanadnya tidak sampai kepada Nabi
Muhammad, maka kaum Aswaja An-Nahdliyah tidak dapat menerima
sebagai thariqah mu’tabarah.
Jalan sufi yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan para
pewarisnya adalah jalan yang tetap memegang teguh perintah-perintah
syari’at. Karena itu, kaum Aswaja An-Nahdliyah tidak dapat menerima
jalan sufi yang melepaskan diri dari kewajiban-kewajiban syari’at, seperti
yang terdapat dalam tasawuf Al-Hallaj (al-hulul) dengan pernyataannya
“ana al-haqq” atau tasawuf Ibnu ‘Arabi (ittihad; manunggaling kawula
gusti). Karena itu, kaum Aswaja An-Nahdliyah hanya menerima ajaran-
ajaran tasawuf yang tidak meninggalkan syari’at dan akidah seperti yang
terdapat dalam tasawuf Al-Ghazali dan Junaid al-Baghdadi.
Penerimaan tasawuf model tersebut, bertujuan memberikan jalan
tengah (tawasuth) di antara dua kelompok yang berbeda. Yaitu kelompok
yang menyatakan : Setelah seseorang mencapai tingkat hakikat, tidak lagi
diperlukan syari’at, dan kelompok yang menyatakan : Tasawuf dapat
menyebabkan kehancuran umat Islam. Oleh karenanya mereka menolak
kehidupan tasawuf secara keseluruhan. Ini seperti yang dituduhkan Ibnu
Taimiyah.9
Dengan demikian, yang diikuti dan dikembangkan oleh kaum Aswaja
An-Nahdliyah adalah tasawuf yang moderat. Pengadopsian tasawuf
demikian, memungkinkan umat Islam secara individu memiliki hubungan
langsung dengan Tuhan, dan secara ber-jama’ah dapat melakukan gerakan
ke arah kebaikan umat. Dengan tasawuf seperti itu, kaum Aswaja An-
Nahdliyah, dapat menjadi umat yang memiliki kesalehan individu dan
keshalehan sosial (jama’ah).
Dengan tasawuf Al-Ghazali dan Junaid al-Baghdadi, kaum Aswaja
An-Nahdliyah diharapkan menjadi umat yang selalu dinamis dan dapat
9
https://nuansa-aswaja.blogspot.com/2016/10/tasawuf-aswaja-nahdliyah.html#gsc.tab=0 09
Oktober 2016
menyandingkan antara tawaran-tawaran kenikmatan bertemu dengan
Tuhan dan sekaligus dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang
dihadapi oleh umat.Ini pernah ditunjukkan oleh para penyebar Islam di
Indonesia, Wali Songo. Secara individu, para wali itu memiliki kedekatan
hubungan dengan Allah dan pada saat yang sama mereka selalu
membenahi akhlaq masyarakat dengan penuh kebijaksanaan. Dan akhirnya
ajaran Islam dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat dengan penuh
keikhlasan dan ketertundukan.10

3. Tokoh – tokoh Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)


a. TASAWUF  AL-JUNAIDI AL-BAGHDADI
Nama lengkapnya adalah abu Al-Qasim al-Junayd bin Muhammad bin
al-junaid al-Khazzaz al-Qawariri al-nahawandi al-baghdadi, dia lahir dan
wafat (297 H/910 M) dikota baghdad. Dalam bidang tasawuf selain
berguru pada pamanya Sari Al-Saqathi, dia juga berguru kepada Al Harits
bin Asaad  Al-Muhasibi (165-123 H/ 781-856 M), dan yang lainya.
Menurutnya: “Tasawuf adalah membersihkan hati dari sifat yang
menyamai binatang dan melepaskan akhlaq yang fitri, menekan sifat
basyariya (kemanusiaan), menjahui hawa nafsu, memberikan tempat bagi
sifat-sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan
sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya, memberikan nasihat
kepada umat , benar-benar menepati janji kepada Allah SWT, dan
mengikuti syariat Rasulullah SAW”.11Al-Junaidi disepakati sebagai ulama
yag brdiri  di persimpangan jalan. Semua kalangan menerima mazhab
yang dibangunnya.
Menurut sejarawan sebagian ulama, ada empat faktor yang
mengantarkan madhzab al-junaidi menjadi standard dalam tasawuf
Ahlusunnah Waljama’ah sehingga al-junaidi menjadi satu-satunya figur
yang berhak menyandang gelar ” syaikh al-tha’ifah al-shufiyyah wa
sayyiduha’’. Keempat faktor tersebut adalah :

10
Ibid,.
11
https://bangjunes.blogspot.com/2017/04/pemikiran-tokoh-aswaja-bidang-tasawuf.html 21
April 2017
1. Konsistensi Al-Kitab dan Sunnah
Penguasanya terhadap bidang studi ilmu al-quran, hadis dan fikih
membawa pengaruh positif terhadaf  junaidi untuk mebangun
mazhabnya diatas fondasi alquran dan sunnah. Diantara perkataan
junaidi yang terkenal dan dijadikan kaedah oleh kalangan shufi adalah
kalimatnya yang berbunyi: “Ilmu kami ini (tasawuf) dibangun dengan
fundasi alkitabdn sunnah. Barang siapa yang belum hafal al-quran,
belum menulis hadis dan belajar ilmu agama secara mendalam, maka
ia tidak bisa dijadikan panutan dalam tasawuf”.
2. Konsistensi tehadap syari’ah
Junaidi juga membangun tasawufnya diatas fondasi konsistensi
terhadap syari’ah. Menurut junaidi seseorang yang melenceng dari
sunnah rasul, maka pintu kebaikan akan tertup baginya.
3. Kebersihan dalam akidah
Al-Junaidi juga membangun mazhabnya diatas fondasi akidah
yang besih yakni akidah Ahlussunnsh Wal-jamaah. Dalam hal ini
junaidi mengatakan : “ pertama kali yang dibutuhkan oleh sseorang
yang mendalami agama adalah mengenal pencipta kepada makhluk,
mengenalkaan kepada yang baru bagaiman di menciptakanya,
bagaimana pemulaan dirinya dan bagaimana pul setelah kematianya,
sehingga dia dapat membedakan antara sifat sang khalik dari sifat
makhluknya, mengesakanya dan mengakui akan kewajiban
menaatinya.
4. Ajaran tasawuf yang moderat.
Al-Junaidi membangun mazhabnya diatas fondasi ajaran moderat,
yang meruphkan cirri khas ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah.Dalam
hadis dikatakan bahwa “sebaik-baik perkara adalah yang moderat”.
Jadi pada intinya, tasawuf adalah usaha untuk menyucikan jiwa sesuci
mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT, sehingga
kehadiran Alloh SWT.senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan.
Menurut ajaran tasawuf, apabila seorang muslimin meningkatkan kualitas
pendekatan dirinya kepada Allah SWT, lebih dahulu ia harus memahami
syariat sebaik-baiknya. Dalam hal ini, harus mempelajari fiqh dalam
segala bidangnya secara baik yang meliputi bidang ibadah, muamalah,
pernikahan, warisan dan sebagainya ssesuai dengan yang telah dirumuskan
dalam mazhab-mazhab fiqh,yaitu mazhab hanafi, mliki, syafi’i, dan
hanbali. Imam Malik bin anas (w. 179 H./795 M.) pendiri madzab Maliki,
mengatakan: “Barang siapa yang menjalani kehidupan tasawuf tanpa
dilandasi oleh pengalaman fiqih, maka ia akan menjadi zindiq
(menyimpang dari agama yang benar), barang siapa yang melaksanakan
fiqh tanpa dilengkapi pengalaman tasawuf, ia telah fasiq (banyak dosa),
dan barang siapa yang melakukan keduanya secara seimbang, maka ia
telah meraih hakikat kebenaran”.12
Selain junaidi kemi juga mengutip defenisi tasawuf  menurut imam
zakariya al-Anshori : “ Tasawuf mengajarkan cara untuk menyucikan diri ,
meningkatkan akhlaq dan membangun kehidupan jasmani maupun rohani
untuk mencapai kehidupan abadi ”.13 Sesungguhnya islam secara utuh
adalah mengikuti apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Serta
mengimaninya. Dan ajaran-ajaranya melalui  para sahabat dan diteruskan
oleh para tabi’in, selanjutnya para ulama-ulama generasi berikutnya
sampai pada masa kita.

b. TASAWUF  AL-GHAZALI
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali al Thusi. Dia lahirkan di kota Thus, pada tahun
450 H/ 1058 M. Dalam ajaran  tasawufnya, al-ghazali memilih tasawuf
sunni yag berdasarkan Alquran dan As-Shunnah Nabi ditambah dengan
doktrin Ahl-As-Sunnah  wa Al-Jama’ah. Dan tasawuf Al-Ghazali
bercorak  psiko-moral yang mengutamakan pendidikan moral.Selain
belajar tasawuf kepada syaikh Yusuf al-Nassaj (487 H/1094 M), beliau
juga belajar tasawuf kepada Syaikh Abu Ali al-Fadhal bin muhammad bin
Ali al Farmadzi(477 H/108 M), dan beberapa guru beliau yang lain. 14Ada

12
Ibid,.
13
Ibid,.
tiga karangan Al-Ghazali yang menggambarkan corak intelektual dan
sosok kepribadian Al-Ghazali, yaitu:15

1. Al-Munqidz min Al-Dhalal (penyelamat dari kesesatan)


2. Tahafut Al-Falasifah (runtuhnya para filosof)
3. Ihya’ Ulum Al-Din (menghidupkan ilmu-ilmu agama)
Menurut Al-Ghazali jalan menuju tasawuf dapat dicapai dengan cara
mematahkan hambatan-hambatan jiwa dan membersihkan diri dari moral
yang tercela sehingga kalbu lepas dari segala sesuatu selain allah dan
selalu mengingatnya. Dan ia berpendapat bahwa sosok yang terbaik, jalan
mereka adalah yang paling benar, dan moral mereka adalah yang paling
bersih sebab, gerak,dan diam mereka, baik lahir maupun batin, diambil
dari cahaya kenabian.
Dalam tasawufnya Al-Ghazali menilai negatif terhadap syahahat. Ia
menganggap syahahat mempunyi dua kelemahan yaitu:16
1. Syahahat mengatakan bahwa Allah dapat disaksikan.
2. Syahahat merupakan hasil pemikiran yang kacau dan
hasil  imajinasi sendiri.
Al-Ghozali juga menolak paham hulul dan ittihad. Untuk
mengantisipasi itu ia mengeluarkan paham baru tentng ma’rifat, yaitu
pendekatan diri kepada allah tanpa diikuti penyatuan dengan-Nya. Jalan
menuju ma’rifat adalah perpaduan ilmu dan amal, Sedangkan buahnya
adalah moral. Menurut Al-Ghazali ma’rifat adalah mengetahui rahasia
Allah dan mengetahui peraturan-peraturan-Nya tentang segala yang ada.
Dan begitu juga dalam memahami  As-Sa’adah (kebahagian) dalam
kitab Kimiya’ As-Sa’adah, Al-Ghazali juga menjelaskan bahwa
kebahagian itu sesuai denagn watak, Sedangkan watak sesuai dengan
ciptaan-Nya. Nikmatnya mata terletak ketika melihat gambar yang bagus
dan indah. Nikmatnya telinga ketika bisa mendengar suara yang bagus dan
14
https://manorarjunes.blogspot.com/2016/04/makalah-aswaja-pemikiran-tokoh-aswaja.html 12
April 2016
15
Ibid,.
16
Ibid,.
merdu. Demikian juga dengan seluruh anggota tubuh , mempunyai
kenikmatan tersendiri. Kenikmatan kalbu sebagai alat ntuk memperoleh
ma’rifat terletak ketika melihat Allah. Melihat-Nya merupakan
kenikmatnan yang paling agung dan tiada taranya.
Ada dua hal pokok tentang inti tasawuf yang disepakati semua pihak,
yaitu:
1. Kesucian jiwa untuk menghadapi allah SWT yang maha suci.
2. Upaya pendekatan diri kepada Allah SWT.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah). Menurut
Bahasa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian
diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan
selalu bijaksana serta mengutamakan kebajikan.
2. Sejarah Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)’
Aswaja memiliki prinsip, bahwa hakikat tujuan hidup adalah
tercapainya keseimbangan kepentingan dunia akhirat dan selalu
mendekatkan diri kepada allah swt. Bagi penganut aswaja al-qur’an
dan as-sunnah rosullullah merupakan rujukan tertinggi. Tasawuf yang
benar adalah yang dituntun oleh wahyu al-qur’an maupun as-
sunnah.dengan tasawuf al-ghazali dan junaidi al-baghdadi kaum
aswaja an-nahdliyah diharapkan menjadi umat yang selalu dinamis
dan dapat membandingkan antara tawaran-tawaran kenikmatan
bertemu dengan tuhan dan sekaligus dapat menyelesaikan persoalan-
persoalan yang dihadapi oleh umat.
c. Tokoh-tokoh Tasawuf Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)
diantaranya Tasawuf  Al-Junaidi Al-Baghdadi dan Tasawuf Al-
Ghazali.

B. SARAN
Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan kita
untuk mengetahui tentang tasawuf Ahlus Sunnah Wal Jama’ah An
Nahdhiyah. Sebagai penulis kami menyadari bahwa makalah kita masih
banyak terdapat kekurangan, maka dari itu kritik dan saran sangat kami
harapkan dari teman-teman semua, supaya lebih baik untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Muchlisin Riadi, https://www.kajianpustaka.com/2019/09/pengertian-tujuan-dan-


nilai-tasawuf.html, 07 September 2019
Yusuf, https://kumpulanmakalahkuliah.blogspot.com/2013/09/pengertian-
tasawuf.html Rabu, 11 September 2013
Muhammad Hafiun,
http://ejournal.uin-suka.ac.id/dakwah/jurnaldakwah/article/download/391/361
2012
https://nuansa-aswaja.blogspot.com/2016/10/tasawuf-aswaja-
nahdliyah.html#gsc.tab=0 09 Oktober 2016
https://manorarjunes.blogspot.com/2016/04/makalah-aswaja-pemikiran-tokoh-
aswaja.html?m=1
Anwar, Rosihon, Mukhtar Sholihin. 2000. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai