Anda di halaman 1dari 14

PENGANTAR ILMU TASAWUF

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Studi Islam

Dosen Pengampu : Bapak Waki Ats Tsaqofi, S. Hum, M.A.

Disusun oleh:
Siti Salsabila Azis (11210240000004)
Nadia Zahra (11210240000010)
Rizka Bayu Safitri (11210240000013)

PROGRAM STUDI TARJAMAH


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Sang Maha Segalanya, atas izin dan
pertolongan-Nya, makalah ini dapat terselesaikan. Sebab sesungguhnya tiada daya upaya dan
kekuatan kecuali hanya kepada-Nya kita memohon dan meminta. Sholawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada kekasih-Nya, yang melalui beliau Allah memberikan kita petunjuk
menuju jalan yang benar, ialah junjungan kita, Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada Bapak Waki Ats Tsaqofi, S.Hum,
M.A. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Studi Islam Prodi Tarjamah dan kepada
temanteman seperjuangan, serta yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Karena tentu saja
makalah yang berjudul “Pengantar Ilmu Tasawuf" tidak akan dapat tersusun dengan tepat
waktu tanpa adanya dukungan dan doa dari Bapak dan teman-teman. Ucapan terima kasih juga
kami ucapkan untuk sumber referensi sebagai bahan isi yang dapat menyusun makalah ini
hingga terselesaikan.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca agar dapat lebih baik lagi ke depannya. Terakhir penulis
berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan memberi manfaat bagi para pembaca serta
kami sebagai penulis.

Tim Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam Islam, tasawuf merupakan bagian yang sangat penting. Ilmu dasar yang harus
dipahami oleh umat dalam islam memiliki tiga ilmu dasar, diantaranya; ilmu ketauhidan, ilmu
fiqih, dan ilmu tasawuf. Dalam syariat Islam, tasawuf adalah perwujudan dari ihsan. Mengenai
ilmu tasawuf ini, kita berfokus untuk membangunkan diri menjauhi hal-hal duniawi. Ilmu
tasawuf ini juga mempunyai berbagai versi macam asal sejarah-sejarah nya. Ilmu ini
mengenalkan tentang ajaran-ajaran bagaimana menyucikan jiwa, memperbaiki akhlak,
memperkokoh kedzohiran dan bathin serta meraih kebahagiaan yang kekal-abadi.

Terlepas dari banyak nya pendapat yang mengungkapkan bahwa ilmu tasawuf ini terlahir
dari luar Islam, banyak ragam variasi yang mendefinisikan apa yang dimaksud dengan ilmu
tasawuf. Walaupun demikian, ilmu tasawuf memiliki arti yaitu “berupaya mendekatkan atau
menyatukan antara sang pencipta dan yang diciptakan-Nya, selain itu juga berupaya untuk
mendapatkan kebenaran dan inti rasa pada agama”.

Kemunculan ilmu tasawuf ini berbeda-beda macam pendapat yang percaya akan
kemunculan ilmu tasawuf. Ada yang berpendapat ilmu tasawuf muncul sebelum Nabi
Muhammad saw menjadi rasul, ada juga yang berpendapat ilmu ini muncul dari zaman Nabi
Muhammad saw, dan ada pula yang berpendapat bahwa ilmu ini muncul setelah kerasulan Nabi
Muhammad saw.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi dan sejarah munculnya tasawuf ?
2. Apa saja ajaran-ajaran pokok dalam tasawuf ?
3. Bagaimana perkembangan aliran-aliran tasawuf beserta para sufi ?
4. Bagaimana tasawuf dan dinamika pada masyarakat religius kontemporer ?

3
BAB II
PEMBAHASAN

Definisi Tasawuf

Istilah kata tasawuf berasal dari bahasa Arab yaitu kata "tashowwafa – yatashowwafu -
tashowwuf" yang mengandung makna berbulu tebal, yakni menjadi seorang sufi atau
penyerupaan nya dengan ciri khas pakaian nya yang terbuat dari bulu domba/wol (sūf),
walaupun pada praktek nya tidak semua ahli sufi yang memakai pakaian sederhana yang
terbuat dari kulit atau bulu domba (wol). Menurut sebagian pendapat menyatakan bahwa para
sufi diberi nama sufi karena kesucian (shafa) hati mereka dan kebersihan tindakan mereka
untuk mendekatkan jiwa pada Allah swt. Di sisi yang lain ada yang menyebutkan bahwa
seseorang disebut sufi dikarenakan mereka berada pada barisan terdepan (shaff) di hadapan
Allah, melalui pengangkatan keinginan mereka kepada-Nya. Bahkan adapula yang mengambil
dari istilah kata ash-hab al-Shuffah, yang mempunyai makna bahwa para shahabat Nabi Saw
tinggal di kamar/serambi masjid (mereka yang meninggalkan dunia dan rumah hanya untuk
konsentrasi beribadah dan dekat dengan Allah swt serta Rasulullah saw). Adapula yang
berpendapat bahwa tasawuf berasal dari kata (shufannah) yang artinya adalah kayu yang
bertahan tumbuh di sekitar padang pasir. Yang bermakna bahwa tasawuf merupakan ajaran
yang mampu bertahan dalam kondisi maupun situasi yang sangat gempar pada masa itu. Selain
itu juga, kata tawasuf dalam bahasa Yunani (Teoshofi) yang mempunyai arti ilmu ketuhanan,
karena pada dasarnya ilmu tasawuf mengandung pembahasan terkait ketuhanan. Pada
dasarnya, dari definisi yang beragam tersebut tasawuf merupakan suatu usaha dan upaya dalam
rangka mensucikan diri (tazkiyyatunnafs) dan mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan cara
menjauh dari pengaruh kehidupan dunia yang menyebabkan kelalaian dari Allah swt.

Demikian pula, tasawuf atau sufisme adalah suatu istilah yang sangat lazim
dipergunakan untuk mistisisme dalam Islam dengan tujuan pokok untuk memperoleh
hubungan langsung dengan Tuhan. Pada hal-hal seperti ini pokok-pokok ajarannya tersirat dari
Nabi Muhammad SAW yang didiskusikan dengan para sahabatnya tentang sesuatu yang
diperolehnya dari Malaikat Jibril tentang berkenaan nya pokok-pokok ajaran Islam
diantaranya, yaitu: iman, islam, dan ihsan.

4
Sejarah Munculnya Tasawuf

Banyak dari beberapa penulis yang mengira bahwa ada hubungan diantara tasawuf dan
zuhud. Karena, setiap orang yang telah diketahui hidup zuhud dan terlalu mengkonsentrasikan
dirinya kepada Allah swt. itu dinisbatkan kepada tasawuf. Ada beberapa ahli zuhud, seperti;
Fudhayl bin ’Iyadh, Abdullah bin Mubarak, Ibrahim bin Adham, dan ahli-ahli zuhud lainnya
yang sama seperti mereka.1

Pada dasarnya, ada yang berpendapat mengenai pembedaan antara zuhud dan tasawuf.
Yang membedakan antara zuhud dan tasawuf adalah Zuhud di dunia merupakan sebuah
keutamaan dan amalan yang sangat disyari’atkan dan disunnahkan, sekaligus merupakan
akhlak dari para Nabi, wali, dan hamba-hamba yang shalih yang mengutamakan hal- hal yang
berada disisi Allah atas kenikmatan duniawi dan keterlenaan pada sesuatu yang mubah.
Sedangkan tasawuf merupakan konsep yang sangat berbeda, karena jika seorang sufi telah
mantap dalam kesufiannya, maka zuhud bagi nya adalah sesuatu yang tidak bermakna.
Tasawuf terkadang membutuhkan zuhud pada permulaan tarikat sufistik, walaupun pada
akhirnya tasawuf juga harus mencela dari apa yang dibebankan padanya.

Awal mula munculnya tasawuf itu besertaan dengan pertumbuhan dan perkembangan
Islam itu sendiri yang merupakan suatu agama dengan perilaku hidup nan sederhana yang
bersumber dari Rasulullah saw. Pada sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf dalam
Islam bahwa sesungguhnya sama dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam sebagai
agama yang hakikat nya agama Islam ajarannya hampir sama pada kecorakan tasawufnya.
Tidak diherankan kegidupan tasawuf tumbuh dan berkembang besertaan dengan tumbuh dan
berkembangnya agama Islam dari zaman Rasulullah saw bahkan dari sebelum beliau diangkat
menjadi Rasulullah saw. Sebelum Rasul menerima wahyu untuk yang pertama kali, beliau
sering melakukan kegiatan sufi, yaitu; beliau bertahanuts dan berkhalwat di Gua Hira selama
berbulan-bulan bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa, berusaha untuk memperoleh
petunjuk dan hidayah dan mencari hakikat kebenaran. Nabi Muhammad saw. menerima wahyu
dari Allah swt dan diangkat menjadi Rasul. Wahyu pertama yang Nabi saw terima berisi
tentang ajaran- ajaran dan peraturan- peraturan sebagai pedoman dalam mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat. Tasawuf pada zaman Rasul saw. merupakan sifat yang umum
dikalangan para sahabat nya. Perkembangan sufi dilanjut oleh generasi tabi’in. Kemudian pada
abad-abad selanjutnya, ilmu tasawuf ini semakin berkembang dan sejalan dengan

1
Badrudin, Pengantar Ilmu Tasawuf, ed. by Agus Ali Dzawafi, Cetakan 1 (Serang: Penerbit A-Empat, 2015).

5
perkembangan agama Islam di berbagai muka bumi ini. Para sufi sangat berperan besar dalam
menyebarkan dan mengembangkan ajaran-ajaran agama Islam kepada kaum muslim dalam hal
perkembangan agama Islam di penjuru wilayah dunia Islam.2

Ajaran Pokok Tasawuf

Tasawuf Akhlaqi

Tasawuf diarahkan untuk menjadikan manusia bersih jiwa nya dalam rangka mencapai tujuan
mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah. Pandangan para sufi, manusia sangat cenderung
mengikuti hawa nafsu yang mendorong untuk menguasai dunia dan seisinya, sehingga manusia
lupa pada tujuan nya sebagai seorang hamba untuk menggapai ridha Allah swt. Tetapi, ini
menjadi kenikmatan hidup dunia sebagai tujuan utamanya.

Tindakan manusia yang dikendalikan nafsu terswbuut merupakan tabir penghalang bagi
manusia untuk dekat dengan Tuhannya. Sebagai usaha menyingkap tabir yang mengalangi,
ahli tasawuf membuat suatu sistem yang tersusun menjadi tiga tingkatan: takhali, tahalli, dan
tajalli.

Ajaran-ajaran para tokoh sufi sunni/akhlaki itu menyangkut pada keseluruhan akhlak yang
diajarkan dalam al-Qur’an dan hadis. Kedua hukum sumber dan sumber ajaran islam itu
menularkan pada ajran-ajaran akhlak seperti zuhud, taubat, tawakkal, sabar, mahabbah, ridha,
dan lain-lain. Ajaran-ajaran tasawuf tersebut telah dipraktekan dalam kehidupan Rasulullah
dan dilanjutkan oleh para sahabat beliau.

Tasawuf Amali

Tasawuf ini menekankan pada amalan-amalan dan peribadatan. Para penganutnya membagi
ajaran agama kepada ilmu lahir dan ilmu batin yaitu ajaran yang pengamalannya itu
mengandung lahiriyah dan batiniyah. Yang dimaksud lahiriyah adalah amalan-amalan yang
mengikuti aturan-aturan syariah, sedangkan yang dimaksud batiniyah adalah mengikuti semua
aturan-aturan ahli tasawuf.

Tasawuf Falsafi

Tasawuf falsafi merupakan tasawuf yang ajaran-ajarannya menyatukan antara visi mistis
dengan visi rasional. Tasawuf ini berasal dari zuhud kemudian berkembang luas pada filsafat,
yang awal mulanya adalah aplikasi kepada perilaku terpuji lalu berlanjut kepada teori. Dalam

2
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf (Amzah, 2022).

6
fase ini para sufi lebih mengkaji tantang kandungan ilmu tasawuf, sehingga tasawuf
berkembang bukan hanya zuhud saja, tetapi mendapat pengaruh dari luar seperti ajaran filsafat
yunani, dan ajaran dari budaya timur yang kelihatanya seperti ajaran islam. Para sufi
mengajarkan aliran ini yaitu mereka yang terpengaruh pada ajaran-ajaran filsafat. Salah
satunya adalah Abu Yazid Al-Bustami yang mengajarkan Al-Ittihad, Al-Hallaj yang
mengajarkan Hulul, dan lain sebagainya.3

Sejarah Perkembangan Tasawuf

1. Masa Pembentukan (Abad I dan II H)


Pada masa ini mulai pada sekitar abad I dan II Hijriyah. Tokoh-tokoh pada masa ini adalah
Hasan al-Basri, Ibrahim bin Adham, Sufyan al-Sauri, dan Rabi’ah al-Adawiyah.
Disimpulkan oleh Abu al Wafa bahwa karakter zuhud pada abad ini, yaitu sebagai berikut;
a.) Menjauhkan diri dari duniawi yang berakar pada agama yang melatarbelakangi sosio-
politik, yang coraknya sederhana, praktis, yang bertujuan untuk meningkatkan moral.
b.) Bersifat praktis dan pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun prinsip-
prinsip yang teoritis atas kezuhud-an nya.
c.) Motif zuhud yaitu rasa takut, yang muncul atas landasan amal keagamaan secara
sungguh-sungguh. Sedangkan pada akhir abad II Hijriyah saat berada di tangan
Rabi’ah al-Adawiyah muncullah motif rasa cinta yang bebas dari rasa takut terhadap
adzab maupun terhadap pahala.
d.) Pada saat menjelang akhir abad II Hijriyah sebagian dari zahid, khusus nya di Khurasan
dan Rabi’ah al-Adawiyah ditandai pada kedalaman membuat analisa yang dipandang
sebagai fase pendahuluan tasawuf, atau asal muasal pendiri tasawuf falsafi abad III dan
IV Hijriyah.

Pada masa pembentukan ini, zuhud lebih populer daripada tasawuf. Menjadi seorang sufi
harus menjadi zahid, setiap sufi adalah zahid, akan tetapi bukan setiap zahid adalah sufi.
Ada beberapa zuhud yang tersebar luas pada abad pertama dan kedua Hijriyah terdiri dari
berbagai aliran yaitu:

3
Miftahul Ulum, ‘Pendekatan Studi Islam Sejarah Awal Perkenalan Islam Dengan Tasawuf’, 3.No 2 (2020), 203–
17 <https://doi.org/10.31538/almada.v3i2.632>.

7
a. Aliran Madinah

Sejak dini, Madinah telah muncul para zahid. Mereka yang kuat berpegang teguh kepada
al-Qur’an dan al-sunnah, dan mereka juga menetapkan Rasulullah sebagai panutan
kezuhudannya. Aliran ini tidak terpengaruh pada perubahan-perubahan sosial yang
berlangsung pada masa dinasti Umayyah, dan prinsip-prinsip nya tidak berubah walaupun
mendapat tekanan dari Bani Umayyah.

b. Aliran Bashrah

Aliran ini, terkenal dengan sikapnya yang kritis dan tidak percaya kecuali pada hal-hal
yang nyata. Dan dikenal menyukai hal- hal logis dalam nahwu, hal-hal nyata dalam puisi
dan kritis dalam hal hadits. Aliran ini merupakan penganut aliran ahlus sunnah, akan tetapi
cenderung pada aliran-aliran mu’tazilah dan qadariyah. Tokoh aliran ini dalam zuhud
adalah Hasan al-Bashri.

c. Aliran Kufah

Aliran Kufah menurut Louis Massignon, yang berasal dari Yaman. Aliran ini bercorak
idealistis, menyukai hal- hal aneh dalam nahwu, hal-hal image dalam puisi, dan harfiah
dalam hal hadits. Dalam aqidah aliran ini cenderung pada aliran Syi’ah dan Rajaiyyah dan
ini tidak aneh, karena aliran Syi’ah pertama kali muncul di Kufah.

d. Aliran Mesir

Aliran ini bercorak salafi seperti halnya aliran Madinah. Sebagaimana yang telah
diketahui, sejak penaklukan Islam terhadap Mesir, sejumlah para sahabat telah memasuki
kawasan itu, seperti Amru ibn al-Ash.

2. Masa pengembangan (Abad III dan IV H)


Jika pada akhir abad II ajaran sufi ini berupa kezuhudan, maka pada abad ketiga ini sangat
populer membicarakan tentang lenyap dalam kecintaan (fana fi mahbub), bersatu dalam
kecintaan (ittihad fi mahbub), bertemu dengan Tuhan (liqa’) dan menjadi satu dengan
Tuhan (‘ain al jama’). Abu Yazid al-Bushthami (261 H) adalah seorang sufi Persia yang
pertama kali menggunakan istilah fana’ sehingga beliau dibilang sebagai peletak batu
pertama dalam aliran ini.
Masa perkembangan tasawuf terjadi pada abad ke III dan ke IV H. Dalam abad ini mulai
muncul dua aliran yang saling bertentangan dari kalangan sufi, yaitu tasawuf semi-

8
filosofis dan tasawuf sunni. Dua aliran besar tasawuf inilah yang pada gilirannya
berkembang di seluruh dunia Islam.
a.) Tasawuf Semi-Filosofis
Para penganut aliran tasawuf semi-filosofis cenderung mengungkapkan ungkapan-
ungkapan ganjil (syathahiyat) serta bertolak dari keadaan fana’ menuju pernyataan tentang
terjadinya penyatuan ataupun hulul. Tasawuf model ini identik dengan tasawuf tipe
keadaan mabuk (sukr, intoxication), yang dikuasai oleh perasaan kehadiran Tuhan, di
mana para sufi melihat Tuhan dalam segala sesuatu dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara makhluk-makhluk. Keadaan ini disertai oleh keintiman (uns), rasa
kedekatan Tuhan yang mencintai. Tokohnya yaitu Abu Yazid al-Busthami, Abu Mansur
Hallaj, Ibn Atha’, al-Syibli, Bundar Ibn Husain, Abu Hamzah al-Baghdadi, Summun al-
Muhibb, dan beberapa sufi Irak. Tokoh-tokoh pada tasawuf ini, yaitu; Ibn Arabi, Abdul
Karim Al-Jalili, dan Ibn Sabiin.
b.) Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni adalah tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf, dimana
ajaran-ajarannya lebih mengarah pada perilaku yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah
Nabi Muhammad Saw., jalan untuk meningkatkan kualitas diri kepada Allah, untuk
melancarkan misi kaum salaf tersebut maka seorang calon sufi haruslah terlebih dahulu
memahami syari’at dengan sebaik mungkin. Tasawuf sunni berbeda dengan tasawuf semi
falsafi, jika para sufi tasawuf semi-falsafi mengalami syathahiyat, kemabukan spiritual
ataupun ekstase, maka para sufi tasawuf sunni berada dalam keadaan sadar atau tidak
mabuk. Sufi dalam tasawuf sunni selalu dalam keadaan sadar sehingga terus dikuasai oleh
rasa takut dan hormat kepada Tuhan serta tetap khawatir terhadap kemurkaan-Nya. Dari
situlah mereka memelihara kesopanan (adab) terhadap Tuhan. Tasawuf tipe ini tidak dapat
dipisahkan dengan syari’at karena bagi para penganutnya, syari’at adalah jalan awal yang
harus ditempuh untuk menuju tasawuf. Tasawuf sunni diprakarsai oleh Syaikh Junaid al-
Baghdadi. Beliau memagari tasawufnya dengan al-Qur’an dan al-Hadis serta mengaitkan
keadaan dan tingkatan rohaniah mereka dengan keduanya. Ajarannya kemudian
dikembangkan oleh al-Ghazali. Tujuan akhir dari tasawuf sunni adalah terbentuknya moral
yang sempurna serta menuai Ma’rifat Allah. Tokoh-tokoh pada tasawuf ini, yaitu; Hasan
al-Basri, Al-Muhasibi, Al-Qusyairi, dan Al-Ghazali.4

4
Leni Andariati, ‘Aliran-Aliran Dalam Tasawuf’, 1.No.2 (2020).

9
3. Masa Konsolidasi (Abad V H)
Pada masa ini ditandai kompetisi dan pertarungan antara tasawuf semi falsafi dengan
tasawuf sunni. Tasawuf sunni memenangkan pertarungan dan berkembang sedemikian
rupa, sedang tasawuf falsafi tenggelam dan akan kembali lagi pada abad VI Hijriyah dalam
bentuk yang lain. Kemenangan tasawuf sunni ini dikarenakan menangnya teologi ahli al-
Sunnah wa al Jama’ah yang dipelopori oleh Abu al Hasan al Asy’ari (w. 324 H) yang
mengadakan kritik pedas terhadap teori Abu Yazid al Bushthami dan al-Hallaj. Periode ini
ditandai dengan pemantapan dan pengembalian tasawuf ke landasannya Alquran dan
Hadits. Tokoh-tokohnya ialah al-Qusyairi (376- 465 H), Al-Qusyairi adalah salah seorang
sufi utama abad V H ini terkenal dengan karyanya Risalah al-Qusyairiyah, isinya lengkap
bauik secara teoritis maupun praktis. al-Harawi ( 396 H), Al-harawy dengan karya
terkenalnya Manazil al-Sairin ila Rabb al-‘Alamin, dia dikenal sebagai penyusun teori fana
dalam kesatuan, namun fananya berbeda dengan fananya kaum sufi semi falsafi
sebelumnya. dan al-Ghazali (450-505 H) Al Ghazali, corak tasawuf nya dapat dilihat pada
karyanya ihya ulum al-Din, Bidayah al Hidayah, dan lain-lain.
4. Masa Falsafi (Abad VI H)
Pada abad VI Hijriyah telah tampil tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang bercampur dengan
ajaran filsafat, kompromi dalam pemakaian term-term filsafat yang maknanya disesuaikan
dengan tasawuf. Oleh karena itu, tasawuf yang berbau filsafat tidak sepenuhnya bisa
dikatakan tasawuf, dan tidak bisa dikatakan sebagai filsafat. Oleh karena itu disebut
sebagai tasawuf falsafi.
Pada abad VI H dan dilanjutkan abad VII H muncul cikal bakal orde-orde (thariqah) sufi
kenamaan. Thariqah yang terkenal dan berkembang sampai sekarang antara lain Thariqah
Qadariyah yang diciptakan oleh Abdul Qadir al Jailani (471-561 H), Thariqah
Suhrawardiyah yang dicetuskan oleh Syihab al-Din Umar ibn Abdillah al-Suhrawardy
(539-631 H), Thariqah Syadziliyah yang dirintis oleh Abu Hasan al- Syadzily (592-656
H), Thariqah Badawiyah yang dicetuskan oleh Muhammad al- Badawy (596-675 H),
Thariqah Naqsyabandiyah yang dicetuskan oleh Muhammad ibn Baha’ al-Din al-Uwaisi
al-Bukhary (717-791 H).
5. Masa Pemurnian
A.J. Arberry menyatakan bahwa masa Ibnu Araby, Ibnu Faridh dan Ar-Rumy adalah masa
keemasan gerakan tasawuf secara teoritis ataupun praktis. Tasawuf pada waktu itu ditandai
10
bid’ah, khurafat, mengabaikan syari’at dan hukum- hukum moral dan penghinaan terhadap
ilmu pengetahuan, berbentengkan diri dari dukungan awam untuk menghindarkan diri dari
rasionalitas, dengan menampilkan amalan yang irrasional. Bersamaan dengan itu
muncullah pendekar ortodox, Ibnu Taimiyah yang dengan lantang menyerang
penyelewengan-penyelewengan para sufi tersebut. dia terkenal kritis, peka terhadap
lingungan sosialnya, polemis dan tandas berusaha meluruskan ajaran Islam yang telah
diselewengkan para sufi tersebut, untuk kembali kepada sumber ajaran Islam, Alquran dan
Sunnah.5

Sufisme dan Dinamika Masyarakat Religius Kontemporer


Sufisme dalam fase-fase awal sejarah sebenarnya berupa gerakan moral keagamaan
bertujuan kesucian moral. Namun dalam perkembangannya kemudian, berawal pada abad
XII sufisme bermetamorfosis menjadi sufisme populer atau tarekat-tarekat sufi, yang
sebagian sudah menyimpang dari ajaran- ajaran prinsip Islam. Diawali oleh Ibn Taimiyah
pada awal abad XIV, Ahmad Sirhindi menjelang akhir abad XVI sampai awal abad XVII,
hingga Muhammad Iqbal pada awal abad XX yang melakukan kritik sekaligus revitalisasi
terhadap sufisme populer.
Meskipun telah ada usaha dari berbagai tokoh reformis tersebut, sebagai media ekspresi
bagi agama rakyat, sufisme telah memperoleh tempat yang paling tinggi di dalam Islam.
Sejak abad XII, gerakan sufisme menjadi tidak lain dari fakta-fakta mengenai para syeikh
beserta otoritas mutlak mereka, kepatuhan mutlak para murid kepada guru-guru spiritual,
mitos mengenai manusia-manusia suci, keajaiban-keajaiban, berbagai pemujaan wali dan
makam- makam, serta meninggalkan kehidupan bermasyarakat dan mencela kehidupan
duniawi dalam segala aspeknya. Demikian pula, mulai pertengahan abad XX hingga awal
milenium ketiga ini nyaris sebagian besar masyarakat kontemporer menghadapi puspa
ragam problematika, seperti kegelisahan eksistensial, dekadensi moral, keharmonisan
hubungan antar umat beragama, dan epistem ilmu pengetahuan yang lebih cenderung
terhadap objek-objek empirikal semata dan menafikan eksistensi transendental. Namun
yang menarik, menurut sebagian ilmuwan justru tasawuf sebagai dimensi esoteris dalam
Islam mampu menjawab berbagai problematika masyarakat kontemporer tersebut.
Berbagai bentuk amalan-amalan sufistik tersebut sudah menjadi budaya yang menyatu
dengan masyarakat.

5
Safria Andy, ‘Ilmu Tasawuf’ (UIN SUMATERA UTARA, 2019).

11
Penyimpangan substantif dalam sufisme, seperti tidak sedikit para pengikut fanatik
orde sufi yang lebih menyukai amalan-amalan harian dan prinsip-prinsip sekunder orde
sufi daripada Sunnah mulia Nabi; menganggap para wali lebih mulia daripada para sahabat
Nabi; terperangkap dengan memandang bahwa inspirasi atau ilham yang mereka peroleh
sama nilainya dengan wahyu Ilahi; begitu asyik dengan kenikmatan pencerahan, dan
keajaiban- keajaiban spiritual; terjebak dalam kesombongan, keangkuhan, dan
membanggakan diri sendiri; merasa tidak sabar ingin menikmati ganjaran-ganjaran atas
kesalehan yang mereka lakukan di dunia ini juga, serta penyimpangan-penyimpangan
lainnya. Derajat yang diperoleh dengan menunaikan satu perintah kewajiban agama adalah
jauh lebih mulia ketimbang melaksanakan seribu perintah amalan Sunnah dan demikian
pula bahwa menjalankan satu prinsip Sunnah Nabi lebih baik daripada mengamalkan
seribu amalan- amalan dalam orde sufi.6
Dan juga dalam hal zuhud, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Seorang
manusia tidak hanya melakukan shalat dan hanya terfokus untuk memikirkan akhirat
namun juga seimbang dengan dunia. Dunia merupakan jembatan untuk menuju akhirat.
kita tidak hanya terfokuskan untuk shalat di Masjid dan berdzikir tanpa berusaha untuk
menuntut ilmu. Apalagi dalam kehidupan modern sekarang ini, manusia dituntut dengan
berbagai kebutuhan serta perkembangan zaman yang semakin hari semakin canggih. Jadi,
mau tidak mau mereka harus mengikuti perkembangan tersebut. Selain ia mengajar ia juga
berdagang di pasar dan setelah pulang berdagang ia melanjutkan untuk beribadah kepada
Allah. Dengan berdagang ia juga tidak mengabaikan perintah Allah. Ia mampu
melaksanakan syariat Islam sebagaimana mestinya.
Begitu juga sekarang ini, manusia tidak harus meninggalkan kehidupan dunia dengan
terfokus kepada akhirat. harus adanya keseimbangan antara dunia dan akhirat. selain itu
juga tidak dibolehkan untuk terfokus kepada dunia dengan mengabaikan akhirat. Dunia
dan akhirat menurut Junaid al- Baghdadi harus seimbang dengan merujuk kepada konsep
zuhud al-Baghdadi yang lebih moderat maka relevan dengan zaman sekarang ini.7

6
Muhamad Basyrul Muvid, Tasawuf Kontemporer, ed. by Budiyadi, Cetakan Pertama (Jakarta: Amzah, 2020).
7
Atika Yulanda and Ario Putra, ‘Tasawuf Junaid Al-Bagdhdadi Dan Implikasinya Di Era Kontemporer’, 5.2
(2020).

12
KESIMPULAN

Tasawuf adalah bagian dari ilmu Islam yang penting. Dalam Islam, ada tiga ilmu dasar
yang harus dipahami umatnya. Ilmu ini adalah ilmu tauhid, fiqih, dan tasawuf. Tasawuf adalah
perwujudan dari ihsan dalam syariat Islam. Tasawuf adalah ilmu yang berfokus pada
membangun diri untuk menjauhi hal duniawi. Tasawuf adalah ilmu yang memiliki berbagai
versi asal sejarahnya. Beberapa pendapat mengungkapkan tasawuf adalah ilmu yang lahir di
luar Islam. Tasawuf atau yang juga dikenal dengan sufisme adalah ajaran bagaimana
menyucikan jiwa, menjernihan akhlak, membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh
kebahagian abadi. Tasawuf berasal dari kata sufi.

Awal mula munculnya tasawuf itu besertaan dengan pertumbuhan dan perkembangan
Islam itu sendiri yang merupakan suatu agama dengan perilaku hidup nan sederhana yang
bersumber dari Rasulullah saw. Pada sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf dalam
Islam bahwa sesungguhnya sama dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam sebagai
agama yang hakikat nya agama Islam ajarannya hampir sama pada kecorakan tasawufnya.
Tidak diherankan kegidupan tasawuf tumbuh dan berkembang besertaan dengan tumbuh dan
berkembangnya agama Islam dari zaman Rasulullah saw bahkan dari sebelum beliau diangkat
menjadi Rasulullah saw.

Ajaran pokok dalam tasawuf memiliki tiga bagian, yaitu; tasawuf akhlaqi, tasawuf
amali dan tasawuf falsafi. Tasawuf akhlaqi merupakan ajaran yang menyangkut tentang akhlak
yang diajarkan dala Al-Qur’an dan Hadis. Tasawuf amali merupakan ajaran tentang amaan-
amalan dan ibadah. Tasawuf falsafi merupakan ajaran yang mengkaji tentang ilmu tasawuf.

Sufisme dalam fase-fase awal sejarah sebenarnya berupa gerakan moral keagamaan
bertujuan kesucian moral. Namun dalam perkembangannya kemudian, berawal pada abad XII
sufisme bermetamorfosis menjadi sufisme populer atau tarekat-tarekat sufi, yang sebagian
sudah menyimpang dari ajaran- ajaran prinsip Islam. Penyimpangan substantif dalam sufisme,
seperti tidak sedikit para pengikut fanatik orde sufi yang lebih menyukai amalan-amalan harian
dan prinsip-prinsip sekunder orde sufi daripada Sunnah mulia Nabi. Dan juga dalam hal zuhud,
menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Seorang manusia tidak hanya melakukan shalat dan
hanya terfokus untuk memikirkan akhirat namun juga seimbang dengan dunia.

13
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir, Ilmu Tasawuf (Amzah, 2022)

Andariati, Leni, ‘Aliran-Aliran Dalam Tasawuf’, 1.No.2 (2020)

Andy, Safria, ‘Ilmu Tasawuf’ (UIN SUMATERA UTARA, 2019)

Badrudin, Pengantar Ilmu Tasawuf, ed. by Agus Ali Dzawafi, Cetakan 1 (Serang: Penerbit
A-Empat, 2015)

Muvid, Muhamad Basyrul, Tasawuf Kontemporer, ed. by Budiyadi, Cetakan Pertama


(Jakarta: Amzah, 2020)

Ulum, Miftahul, ‘Pendekatan Studi Islam Sejarah Awal Perkenalan Islam Dengan Tasawuf’,
3.No 2 (2020), 203–17 <https://doi.org/10.31538/almada.v3i2.632>

Yulanda, Atika, and Ario Putra, ‘Tasawuf Junaid Al-Bagdhdadi Dan Implikasinya Di Era
Kontemporer’, 5.2 (2020)

14

Anda mungkin juga menyukai