Disusun Oleh :
Kelompok 8
1. Mhd Andre Sahputra
3. Indah Nurasiyah
DAFTAR ISI
D
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kehadiran TUHAN YANG MAHA ESA yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “STUDI ILMU TASAWUF” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak Dr. Mohammad Firman
pada mata kuliah metode studi islam, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Firman, selaku dosen mata kuliah metodologi
studi islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanafaat bagi pembaca pada umumnya dan kami pada
khususnya, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masi jauh dari kata sempurna
untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah
kesempurnaan. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan hidup umat manusia menurut islam adalah mengabdikan diri kepada
Allah Swt. Secara umum yang dikatakan pengabdian mencakup berbagai aktivitas
manusia yang sifatnya baik (positif). Namun secara lebih khusus, sebagian orang
melakukan praktek-praktek ibadah yang lebih maksimal, dan menurut mereka keadaan
seperti itu adalah sebaik-baiknya upaya mendekatkan diri kepada Allah. Setiap orang
tentunya memiliki tingkatan yang berbeda dalam mengabdikan diri kepada Tuhannya,
maka dari itu dalam ilmu tasawuf juga dapat di bedakan dalam berbagai tingkatan.
Pengertian tasawuf kurang lebih meliputi mendekatkan diri pada Tuhan, mensucikan
diri, atau menjauhkan diri dari kemewahan. Tasawuf dapat mempertebal iman seseorang,
memperkuat ketauhidan, memperluas lading amal, membersihkan jiwa, serta memperkuat
ihsan. Jika sudah demikian, maka seseorang akan lebih mengenal Allah dan ingin
mencari ridhoan-Nya semata sehingga secara otomatis akan meningkatkan akhlak
seseorang itu sendiri. Dalam tasawuf, sebelum menjadi seorang sufi, para calon sufi harus
melalui beberapa tingkatan (maqam). Dalam tingkatan-tingkatan tersebut, zuhud menjadi
salah satunya yang harus dilalui oleh calon-calon sufi tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian tasawuf
2. Sejarah berkembangnya tasawuf
3. Ajaran-ajaran tasawuf
4. Apa itu maqamat dan ahwal
5. Model-model penelitian tasawuf
6. Apa hubungan tasawuf dan akhlak
C. Tujuan
1. Dapat memahami apa itu tasawuf
2. Dapat memahami sejarah berkembangnya tasawuf dan ajaran-ajaran tasawuf
3. Untuk mengetahui hubungan antara maqamat dan ahwal dengan ilmu tasawuf
4. Mengetahui penelitian dalam tasawuf
5. Memahami hubungan tasawuf dan akhlak
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Tasawuf
Tasawuf adalah – Ilmu tasawuf masuk ke dalam ajaran agama Islam yang kemudian
dikembangkan oleh para sufi. Istilah ini sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata
“tasawwafa atau yatashowwaru – tashowwuf” yang mengandung makna (menjadi) berbulu
banyak, atau menjadi ciri-ciri dari seorang sufi.
Biasanya seorang sufi memiliki ciri khas pakaian yang terbuat dari wol atau bulu domba.
Ilmu tasawuf kemudian berasal juga dari berbagai pengaruh ajaran agama serta filsafat lain
sehingga pada akhirnya disesuaikan dengan konsep agama Islam.
Tasawuf atau yang dikenal juga sebagai sufisme merupakan suatu ajaran tentang bagaimana
menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, serta membangun dhahir dan batin untuk dapat
memperoleh kebahagian abadi.
Meski memiliki definisi beragam, tasawuf kemudian memiliki arti yang satu yaitu upaya untuk
mendekatkan diri pada Tuhan serta menjauhi hal-hal yang bersifat duniawi.
Masih dalam sumber yang sama, tasawuf sendiri dapat diartikan sebagai metode untuk mencapai
kedekatan serta penyatuan antara hamba dan Tuhan serta mencapai kebenaran atau pengetahuan
hakiki (ma’rifat) serta inti rasa agama.
Pada fase ini, tasawuf mulai berkembang menjadi ilmu yang memiliki konsep-konsep dan
terminologi-terminologi khusus. Tasawuf pada fase ini juga mulai membedakan antara maqamat
(tingkatan-tingkatan dalam perjalanan spiritual) dan ahwal (keadaan-keadaan batin yang dialami
oleh para sufi). Tasawuf pada fase ini juga mulai mengembangkan metode-metode untuk
mencapai kesempurnaan batin, seperti zikir (mengingat Allah), muraqabah (merenungkan diri
dan Allah), muhasabah (mengevaluasi diri), mujahadah (berjuang melawan hawa nafsu), dan
lain-lain.
Beberapa tokoh yang terkenal dalam fase ini adalah Dzun Nun Al-Mishri, Ma’ruf Al-Karkhi,
Sari As-Saqati, Junaid Al-Baghdadi, Bisyir Al-Hafi, Bayazid Al-Bistami, Harits Al-Muhasibi,
dan lain-lain¹.
Pada fase ini, tasawuf mencapai puncak kejayaannya sebagai ilmu yang memiliki sistematisasi
dan metodologi yang lengkap. Tasawuf pada fase ini juga mulai menunjukkan keberagaman
dalam pemikiran dan aliran-aliran. Beberapa aliran tasawuf yang muncul pada fase ini adalah
aliran wahdatul wujud (kesatuan wujud) yang dipelopori oleh Ibnu Arabi, aliran wahdatul
syuhud (kesaksian wujud) yang dipelopori oleh Ibnu Sab’in, aliran syathariyah (tasawuf praktis)
yang dipelopori oleh Abu Al-Hasan Asy-Syadzili, aliran akhlaqiyyah (tasawuf moral) yang
dipelopori oleh Imam Al-Ghazali, dan lain-lain¹.
Beberapa tokoh yang terkenal dalam fase ini adalah Abu Bakr Asy-Syibli, Abu Sa’id Al-
Kharraz, Abu Yazid Al-Bistami, Abu Sulaiman Ad-Darani, Abu Al-Qasim Al-Qusyairi, Abu
Hamid Al-Ghazali, Ibnu Arabi, Ibnu Sab’in, Abu Al-Hasan Asy-Syadzili, dan lain-lain.
Tasawuf juga menyebar ke berbagai negara dan daerah dengan berbagai cara, seperti melalui
perdagangan, pernikahan, dakwah, pendidikan, seni, budaya, dan lain-lain. Di Indonesia, tasawuf
memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan Islam sejak masa awal hingga sekarang.
Beberapa tokoh tasawuf yang terkenal di Indonesia antara lain adalah Syekh Syamsuddin As-
Sumatrani, Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar-Raniri, Syekh Abdurrauf As-Singkili, Wali Songo,
Alawiyyin, dan lain-lain²³.
3. Ajaran-ajaran Tasawuf
Yakni taubat, zuhud, sabar, tawakal, ridha, cinta dan makrifat. Dan taubat merupakan
pondasi awal guna mencapai tingkatan sufi.
Pengertian Maqamat
Maqamat menurut bahasa adalah tahapan, sedangkan menurut istilah adalah upaya sadar untuk
mendekatkan diri kepada Allah Swt. melalui tahapan-tahapan untuk mencapai makrifatullah, di
mana upaya tersebut telah menjadi sifat yang menetap pada diri seseorang. Maqamat merupakan
hasil dari usaha dan ikhtiar seorang sufi dalam membersihkan diri dari noda-noda dosa dan hawa
nafsu. Maqamat juga menunjukkan kedudukan hamba dalam pandangan Allah Swt. berdasarkan
apa yang telah diusahakan.
Contoh Maqamat:
Taubat adalah pintu awal untuk memulai perjalanan menuju Allah Swt. Allah Swt.
memerintahkan hambanya agar bertaubat dengan taubat yang semurni-murninya.
Pengertian Ahwal
Ahwal menurut bahasa adalah keadaan, sedangkan menurut istilah yaitu keadaan jiwa dalam
proses pendekatan diri kepada Allah Swt., di mana keadaan tersebut masih temporer belum
menetap dalam jiwa. Ahwal merupakan anugerah atau karunia dari Allah Swt. kepada seseorang
hamba pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai
pemberian semata. Ahwal juga menunjukkan situasi kejiwaan seorang sufi yang dapat berubah-
ubah sesuai dengan kondisi hatinya.
Contoh Ahwal:
Khauf, yaitu rasa takut kepada Allah Swt. karena dosa-dosa yang telah dilakukan atau karena
azab yang akan ditimpakan. Khauf adalah salah satu cara untuk mengendalikan hawa nafsu dan
menjauhi maksiat.
Mustafa Zahri memusatkan terhadap tasawuf dengan menulis buku berjudul ”kunci
memahami ilmu tasawuf”. Penelitiannya bersifat eksploratif, yakni menggali ajaran
tasawuf dari berbagai literatur ilmu tasawuf. Ia menekankan ajaran yang terdapat dalam
tasawuf berdasarkan literatur yang ditulis oleh para ulama terdahulu serta dengan mencari
sandaran pada Al-Quran dan hadist. Ia menyajikan tentang kerohanian yang di dalamnya
dimuat tentang contoh kehidupannabi, kunci mengenal Allah, sandi kekuatan batin, fungsi
kerohanian dalam menentramkan batin, serta tarekat dan fungsinya. Ia juga menjelaskan
tentang bagaimana hakikat tasawuf, ajaran makrifat, do’a,dzikir dan makna lailaha illa
Allah.
Menerbitkan buku berjudul”Wahdat al-Wujud” yang mengangkat paham dari Ibn Arabi, yaitu
Wahdat al-Wujud. Paham ini menimbulkan banyak kontroversi di kalangan para ulama, karena
paham tersebut dinilai membawa paham reinkarnasi, atau paham serba Tuhan, yaitu Tuhan
menjelma dalam berbagi ciptanya. Dengan demikian orang-orang mengira bahwa Ibn Arabi
membawa paham banyak Tuhan. Mereka berpendapat bahwa Tuhan dalam arti zat-Nya tetap
satu. Namun sifat-sifat-Nya banyak.
Harun Nasution merupakan guru besar bidang teologi dan filsafat islam dan juga menaruh
perhatian terhadap penelitian dan bidang tasawuf. Dalam bukunya yang berjudul “filsafat dan
mistitisme dalam islam”, ia menggunakan metode tematik, yakni penyajian penyajian aajaran
tasawuf dalam tema jalan untuk dekat dengan Tuhan. Pendekatan tematik dinilai lebih menarik
karena dinilai langsung menuju persoalan tasawuf dibandingkan dengan pendekatan yang lain.
Penelitiannya itu sepenuhnya bersifat deskriptif eksploratif, yakni menggambarkan ajaran
sebagaimana adanya dengan mengemukakannya sedemikian rupa, walau hanya dalam garis
besarnya saja.
Model A. J. Arberry
Arberry merupakan salah seorang peneliti barat kenamaan, banyak melalui studi keislaman,
termasuk dalam penelitian tasawuf. Dalam bukunya “Pasang Surut Aliran Tasawuf”, Arberry
mencoba menggunakan pendekatan kombinasi, yaitu antara pendekatan tematik dan pendekatan
tokoh. Dengan pendekatan tersebut ia coba kemukakan tentang firman Allah, kehidupan para
nabi, para zahid, para sufi, para ahli teori tasawuf, struktur teori dan amalan tasawuf, tarekat sufi,
teosofi dalam aliran tasawuf serta runtuhnya aliran tasawuf.
Dari isi penelitiannya tersebut, tampak bahwa Arberry menggunakan analisis kesejarahan, yakni
berbagai berbagai tema tersebut dipahami berdasarkan konteks sejarahnya, dan tidak dilakukan
proses aktualisasi nilai atau mentransformasikan ajaran-ajaran tersebut ke dalam makan
kehidupan modern yang lebih luas.