Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH ASWAJA

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

Presdina Ade Paramita ( 230701107 )

Maulida Nur Anisa ( 230701033 )

Reyvo Edi Sudrajat ( 230701108 )

Achmad Shofit At-Thoriqi ( 230701136 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas ini. Tidak lupa shalawat serta salam saya curahkan kepada
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya. Tugas ini merupakan
serangkaian materi kuliah yang bertujuan agar mahasiswa dapat lebih memahami konsep
aswaja, dan menerapkan secara langsung ilmu yang diperoleh selama mengikuti mata kuliah
ini.

makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Aswaja di semester 1.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan
kami sebagai manusia. Untuk itu, kami berharap kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini menjadi lebih baik lagi. Kami berharap semoga laporan tugas ini dapat
bermanfaat, khususnya bagi kami dan bagi para pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………

DAFTAR ISI ……………………………………………...................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah ………………………………………………..


1.2 Rumusan masalah …………………………………...............................
1.3 Tujuan penulisan ……………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tasawuf………………………………………………………….

2.2 Pengertian Tasawuf menurut Ahli……………………………………………

2.3 Sejarah Perkembangan Tasawuf……………………………………………..

2.4 Manfaat mempelajari Ilmu Tasawuf…………………………………………

2.5 Sejarah Biografi Al-Ghazali………………………………………………….

2.6 Sejarah Biografi Junaid Al-Bhagdadi………………………………………...

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………..


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aswaja merupakan salah satu mata kuliah yang dalam kajiannya merujuk pada
al- Qur'an dan as-Sunnah. Dalam tahap pemahaman Aswaja menggunakan cara logis dan
rasional, karena mengaitkan materi dengan pengalaman mahasiswa dalam kehidupan
sehari-hari bukan dengan dogmatis dan doktrin tertentu. Pembelajaran Aswaja juga
bertujuan untuk mendorong mahasiswa supaya mendalami dan mengamalkan ajaran
Islam Ahlusunnah wal Jama'ah , yang diharapkan nantinaya akan lahir generasi-generasi
kiyai yang unggul serta mampu menjadi pilar-pilar kokoh dalam mensyiarkan Islam
ditengah- tengah masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai tawasut, tawazun,
tasamuh.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah sejarah dan perkembangan aswaja?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mahasiswa mengetahui Sejarah dan biografi tokoh aswaja.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN TASAWUF

Tasawuf atau yang dikenal juga sebagai sufisme merupakan suatu ajaran tentang bagaimana
menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, serta membangun dhahir dan batin untuk dapat
memperoleh kebahagian abadi. Sejarah, madzhab, dan inti ajarannya memiliki sejumlah versi
berbeda dalam mengartikan apa itu sufi atau tasawuf. Setidaknya terdapat enam pendapat dalam
hal itu, seperti berikut.

 Kata shuffah yang berarti emperan masjid Nabawi dan didiami oleh sebagian sahabat
Anshar. Hal ini sendiri dikarenakan amalan ahli tasawuf hampir sama dengan apa yang
diamalkan oleh para sahabat tersebut, yaitu dengan mendekatkan diri kepada Allah dan
hidup dalam kesederhanaan.
 Kata Shaf juga dapat berarti barisan. Istilah ini kemudian dianggap oleh sebagian ahli
sebagai akar kata tasawuf karena ahli tasawuf merupakan seorang atau sekelompok orang
yang membersihkan hati, mereka kemudian diharapkan berada pada barisan (shaf)
pertama di sisi Allah SWT
 Kata shafa juga dapat berarti bersih, karena ahli tasawuf kemudian berusaha untuk
membersihkan jiwa mereka untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
 Kata shufanah, sebagai sebuah kayu yang bertahan tumbuh di padang pasir. Hal ini
karena ajaran tasawuf dapat bertahan dalam situasi yang penuh pergolakan, ketika umat
muslim terbuai oleh materialisme serta kekuasaan, sebagaimana kayu shufanah yang
tahan hidup di tengah-tengah padang pasir yang tandus.
 Kata Teosofi, kemudian berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu ketuhanan, karena
tasawuf banyak membahas tentang ketuhanan.
 Kata shuf dapat juga bermakna bulu domba, karena para ahli tasawuf pada masa awalnya
menggunakan pakaian sederhana yang terbuat dari kulit atau bulu domba (wol). Meski
memiliki definisi beragam, tasawuf kemudian memiliki arti yang satu yaitu upaya untuk
mendekatkan diri pada Tuhan serta menjauhi hal-hal yang bersifat duniawi. Masih dalam
sumber yang sama, tasawuf sendiri dapat diartikan sebagai metode untuk mencapai
kedekatan serta penyatuan antara hamba dan Tuhan serta mencapai kebenaran atau
pengetahuan hakiki (ma’rifat) serta inti rasa agama.
2.2 PENGERTIAN TASAWUF MENURUT PARA AHLI

Sesungguhnya, ilmu tasawuf memiliki banyak arti dan dikemukakan dari beberapa ahli.
Berikut ini pengertian ilmu tasawuf dari berbagai sudut pandang.

1. Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Tasawuf merupakan mensucikan hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan khalwat,
riya-dloh, taubah, dan ikhlas.

2. Al-Junaid

Tasawuf memiliki makna kegiatan membersihkan hati dari yang mengganggu perasaan
manusia, serta memadamkan kelemahan, menjauhi keinginan serta hawa nafsu, mendekati hal-
hal yang di ridai Allah, serta bergantung pada ilmu-ilmu hakikat. Selain itu juga memberikan
nasihat kepada semua orang, dengan memegang dengan erat janji dengan Allah dalam hal
hakikat serta mengikuti contoh Rasulullah SAW dalam hal syariat.

3. Syaikh Ibnu Ajibah

Ilmu tasawuf menurut syaikh adalah ilmu yang akan membawa seseorang agar dapat dekat
bersama dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyucian rohani serta mempermanisnya dengan
amal-amal saleh. Jalan tasawuf yang pertama dengan ilmu, yang kedua amal serta yang terakhir
adalah karunia Illahi.

4. H. M. Amin Syukur

Tasawuf sebagai suatu latihan dengan kesungguhan (riya-dloh, mujahadah) untuk kemudian
dapat membersihkan hati, mempertinggi iman serta memperdalam aspek kerohanian seseorang.
Hal Ini sendiri dilakukan dalam rangka mendekatkan diri manusia kepada Allah sehingga
perhatian yang ia miliki kemudian tertuju kepada Allah. Terlepas dari banyaknya pengertian
tasawuf oleh para ahli, beberapa pandangan mengenai tasawuf dapat diartikan sebagai salah satu
upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk menyucikan diri.

Hal ini dilakukan dengan menjauhkan pengaruh kehidupan yang bersifat kesenangan
duniawi serta dengan memusatkan seluruh perhatiannya kepada Allah SWT. Jadi, dengan lebih
menekankan pada aspek kerohanian dibanding aspek jasmani yang ia miliki. Hal Ini karena para
tokoh tasawuf lebih mempercayai keutamaan rohani jika dibandingkan dengan keutamaan jasad
serta lebih percaya dunia spiritual dibandingkan dengan dunia material. Para tokoh mempercayai
bahwa dunia spiritual kemudian lebih lebih nyata jika dibandingkan dengan dunia jasmani,
hingga segala yang menjadi tujuan akhir atau yang disebut Allah juga dianggap bersifat spiritual.
2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF

Terdapat beberapa versi tentang munculnya ilmu tasawuf. Ada yang percaya bahwa tasawuf
telah ada sebelum Nabi Muhammad SAW menjadi rasul. Ada pula yang meyakini bahwa
tasawuf muncul setelah kerasulan Nabi.

Tasawuf sendiri muncul sebelum Nabi Muhammad SAW menjadi rasul. Sebagian pendapat
kemudian mengatakan bahwa paham tasawuf sebagai paham yang telah berkembang sebelum
Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Hal ini kemudian berasal dari orang-orang daerah Irak dan
Iran yang baru masuk Islam (sekitar abad ke-8 M). Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap
memelihara kesahajaan serta menjauhkan diri dari berbagai kemewahan dan kesenangan
keduniaan. Tasawuf yang berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW. Sebagian pendapat lainnya
menyatakan bahwa asal usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW.

Berasal dari kata “beranda” (suffa), dan pelakunya disebut juga dengan ahl al-suffa, seperti
telah disebutkan diatas. Mereka kemudian dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf yang
berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad. Tasawuf muncul setelah zaman Nabi Muhammad
SAW. Pendapat lainnya mengungkapkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat Islam di
zaman Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya disebabkan oleh faktor
politik. Pertikaian yang terjadi antar umat Islam disebabkan oleh faktor politik dan perebutan
kekuasaan yang terus berlangsung dimasa khalifah-khalifah sesudah Utsman dan Ali. Munculah
masyarakat yang bereaksi terhadap hal tersebut kemudian menjadikannya menganggap bahwa
politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor.

Mereka melakukan berbagai gerakan ‘uzlah, yaitu menarik diri dari hingar-bingar masalah
duniawi. Lalu munculah gerakan tasawuf yang saat itu dipelopori oleh Hasan Al-Bashri pada
abad kedua Hijriah.
2.4 MANFAAT MEMPELAJARI ILMU TASAWUF

Faedah Tasawuf ialah membersihkan hati agar sampai kepada Ma'rifat Allah SWT. Sebagai
Ma'rifat yang sempurna untuk keselamatan diakhirat dan mendapatkan keridlaan Allah SWT.
Dan mendapat kebahagiaan abad.

Dengan adanya bantuan Tasawuf, maka ilmu pengetahuan satu dengan yang lainnya tidak

akan dipanggil, karena ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan. Juga Untuk memperoleh
hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga seseorang merasa berada di hadirat-
Nya. Terdapat beberapa kegunaan dalam mempelajari ilmu tasawuf sebagai berikut.

1. Seseorang nan mempelajari ilmu kebatinan bisa membersihkan hatinya.

2. Seseorang akan memiliki sikap nan baik dan berjiwa dermawan.

3. Hati seseorang akan menjadi tenang dan damai.

4. Dapat mengetahui alam nan gaib, yaitu alam nan tak dapat diketahui dengan mata telanjang
dan hanya mata batin nan dapat melihatnya.

5. Seseorang akan memilki sifat budi pekerti nan baik dengan sesama.

2.5 SEJARAH BIOGRAFI AL-GHAZALI

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin
Ta’us Ath-Thusi as-Syafi’i al-Ghazali. Secara singkat dipanggil al-Ghazali atau Abu Hamid al-
Ghazali. Dan mendapat gelar imam besar Abu Hamid al-Ghazali Hujatul Islam. Namanya
kadang diucapkan Ghazzali (dua z), artinya tukang pintal benang, karena pekerjaan ayah beliau
adalah tukang pintal benang wol. Sedang yang lazim ialah Ghazali (satu z), diambil dari kata
Ghazalah nama kampung kelahirannya.

Beliau lahir di Thus, Khurasan, Iran,dekat Masyhad sekarang, pada tahun 450 H/1058 M.
Beliau dan saudaranya, Ahmad, ditinggal yatim pada usia dini. Pendidikannya dimulai di Thus.
Lalu, al-Ghazali pergi ke Jurjan. Dan sesudah satu periode lebih lanjut di Thus, beliau ke
Naisabur, tempat beliau menjadi murid al-Juwaini Imam al-Haramain hingga meninggalnya yang
terakhir pada tahun 478 H/1085 M. Beberapa guru lain juga disebutkan, tapi kebanyakan tidak
jelas. Yang terkenal adalah Abu Ali al-Farmadhi.

Al-Ghazali adalah ahli pikir ulung Islam yang menyandang gelar “Pembela Islam” (Hujjatul
Islam), “Hiasan Agama” (Zainuddin), “Samudra yang Menghanyutkan” (Bahrun Mughriq), dan
lain-lain. Riwayat hidup dan pendapat-pendapat beliau telah banyak diungkap dan dikaji oleh
para pengarang baik dalam bahasa Arab, bahasa Inggris maupun bahasa dunia lainnya, termasuk
bahasa Indonesia. Hal itu sudah selayaknya bagi para pemikir generasi sesudahnya dapat
mengkaji hasil pemikiran orang-orang terdahulu sehingga dapat ditemukan dan dikembangkan
pemikiran-pemikiran baru. Dalam pengantar Ihya’ Ulumuddin disebutkan bahwa : “Pada abad ke
5 H lahirlah beberapa ilmu dari pemikir Islam, yaitu Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad al- Ghazali.”

Sebelum meninggal ayah al-Ghazali berwasiat kepada seorang ahli tasawuf temannya,
supaya mengasuh dan mendidik al-Ghazali dan adiknya Ahmad. Setelah ayahnya meninggal,
maka hiduplah al-Ghazali di bawah asuhan ahli tasawuf itu. Harta pusaka yang diterimanya
sedikit sekali. Ayahnya seorang miskin yang jujur, hidup dari usaha sendiri bertenun kain bulu
(wol), disamping itu, selalu mengunjungi rumah para alim ulama, memetik ilmu pengetahuan,
berbuat jasa dan memberi bantuan kepada mereka. Apabila mendengar uraian para ulama itu
maka ayah al-Ghazali menangis tersedu-sedu seraya memohon kepada Allah SWT kiranya
beliau dianugerahi seorang putra yang pandai dan berilmu.

Pada masa kecilnya al-Ghazali mempelajari ilmu Fiqih di negerinya sendiri pada Syeh
Ahmad bin Muhammad ar-Razikani. Kemudian pergi ke negeri Jurjan dan belajar pada Imam Ali
Nasar al-Ismaili. Setelah mempelajari beberapa ilmu di negeri tersebut, berangkatlah al-Ghazali
ke negeri Nisapur dan belajar pada Imam al-Haramain. Disanalah mulai kelihatan tanda-tanda
ketajaman otaknya yang luar biasa dan dapat menguasai beberapa ilmu pengetahuan pokok pada
masa itu, seperti ilmu Mantik (logika), Filsafat dan Fiqh Mazhab Syafi’i. Setelah Imam al-
Haramain wafat, lalu al-Ghazali berangkat ke al- Askar mengunjungi menteri Nizamul Mulk dari
pemerintahan Dinasti Saljuk. Beliau disambut dengan kehormatan sebagai seorang ulama besar.
Kemudian dipertemukan dengan para alim ulama dan pemuka-pemuka ilmu pengetahuan.
Semuanya mengakui akan ketinggian dan keahlian al-Ghazali.

Pada tahun 484 H/1091 M, beliau diutus oleh Nizamul Mulk untuk menjadi guru besar di
madrasah Nizhamiyah, yang didirikan di Baghdad. Beliau menjadi salah satu orang yang
terkenal di Baghdad, dan selama empat tahun beliau memberi kuliah kepada lebih dari 300
mahasiswa. Pada saat yang sama, beliau menekuni kajian Filsafat dengan penuh semangat lewat
bacaan pribadi dan menulis sejumlah buku. Atas prestasinya yang kian meningkat, pada usia 34
tahun beliau diangkat menjadi pimpinan (rektor) Universitas Nizhamiyah. Selama menjadi
rektor, beliau banyak menulis buku yang meliputi beberapa bidang Fiqh, Ilmu Kalam dan buku-
buku sanggahan terhadap aliran-aliran Kebatinan, Ismailiyah dan Filsafat.

Al-Ghazali telah mengarang sejumlah besar kitab pada waktu mengajar di Baghdad, seperti
Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz dan Al-Khalasah Fi Ilmil Fiqh. Seperti juga kitab-kitab Al-
Munqil Fi Ilmil Jadl, Ma’khudz Al- Khilaf, Lubab Al-Nadhar, Tahsin Al-Maakhidz dan Mabadi’
Wal Ghāyat Fi Fannil Khilaf. Sekalipun mengarang beliau tidak lupa berpikir dan meneliti hal-
hal dibalik hakikat. Beliau tidak ragu-ragu mengikuti ulama yang benar, yang tidak seorangpun
berpikir mengenai kekokohan kesahannya atau untuk meneliti sumber pengambilannya.
Pada waktu itu beliau juga mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Hanya 4 tahun al-Ghazali
menjadi rektor di Universitas Nizhamiyah. Setelah itu beliau mulai mengalami krisis rohani,
krisis keraguan yang meliputi akidah dan semua jenis ma’rifat. Secara diam-diam beliau
meninggalkan Baghdad menuju Syam, agar tidak ada yang menghalangi kepergiannya baik dari
penguasa (khalifah) maupun sahabat dosen seuniversitasnya. Al-Ghazali berdalih akan pergi ke
Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Dengan demikian, amanlah dari tuduhan
bahwakepergiannya untuk mencari pangkat yang lebih tinggi di Syam. Pekerjaanmengajar
ditinggalkan dan mulailah beliau hidup jauh dari lingkunganmanusia, zuhud yang beliau tempuh.

Pada tahun 488 H, beliau mengisolasi diri di Makkah lalu keDamaskus untuk beribadah dan
menjalani kehidupan sufi. Beliau menghabiskan waktunya untuk khalwat, ibadah dan i’tikaf di
sebuah masjid diDamaskus. Berzikir sepanjang hari di menara. Untuk melanjutkan
taqarubnyakepada Allah SWT beliau pindah ke Baitul Maqdis. Dari sinilah beliautergerak
hatinya untuk memenuhi panggilan Allah SWT untuk menjalankanibadah haji. Dengan segera
beliau pergi ke Makkah, Madinah dan setelahziarah ke makam Rasulullah SAW dan nabi
Ibrahim A.S., ditinggalkanlahkedua kota tersebut dan menuju ke Hijaz. Dari Bait Al-Haram, al-
Ghazali menuju ke Damsyik. Al-Maqrizi,dalam Al-Muqaffa, mengatakan :Ketika di Damsyik,
al-Ghazali beri’tikad di sudut menara masjid Al-Umawi dengan memakai baju jelek. Di sini
beliau mengurangi makan,minum, pergaulan dan mulai menyusun kitab Ihya’ Ulumuddin. Al-
Ghazaliputar-putar untuk berziarah ke makam-makam para syuhada’ dan masjidmasjid.Beliau
mengolah diri untuk selalu bermujahadah danmenundukkannya untuk selalu beribadah hingga
kesukaran-kesukaran yangdihadapinya menjadi persoalan biasa dan mudah.

Setelah mengabdikan diri untuk ilmu pengetahuan berpuluh-puluhtahun dan setelah


memperoleh kebenaran yang hakiki pada akhir hidupnya,beliau meninggalkan dunia di Thus
pada 14 Jumadil Akhir 505 H/19Desember 1111 M, dihadapan adiknya, Abu Ahmadi
Mujidduddin. Beliaumeninggalkan tiga orang anak perempuan sedang anak laki-lakinya
yangbernama Hamid telah meninggal dunia semenjak kecil sebelum wafatnya (al-Ghazali),
karena itulah beliau diberi gelar “Abu Hamid” (Bapak si Hamid)

2.6 SEJARAH BIOGRAFI JUNAID AL-BAGHDADI

Nama lengkapnya adalah Abu Qasim al-Junaid ibnu Muhammad ibnu Junaid al-Baghdadi.
Ia kemudian lebih populer dengan panggilan al-Junaid al-Baghdadi, dan terkadang juga
dipanggil al-Junaid saja. Lahir di kota Nihawand, Persia dan wafat pada 298 H/910 M.

Imam Juaid belajar ilmu tasawuf kepada pamannya , Syaikh Sari al-Saqati (w. 253 H/867
M), dan al-Harits al-Muhasibi pendiri Madrasah al-Baghdadiyah. Sejak kecil, al-Junaid terkenal
sebagai seorang anak yang cerdas sehingga sangat mudah dan cepat belajar kepada pamannya.
Karena kecerdasannya itu, ketika berumur tujuh tahun, al-Junaid telah diuji oleh gurunya tentang
makna syukur, maka dijawabnya dengan tangkas: “Syukur adalah jangan sampai anda berbuat
maksiat dengan nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt”.

Kehidupan al-Junaid, disamping sebagai seorang sufi juga sebagai seorang pedagang. Beliau
meneruskan usaha ayahnya, yaitu sebagai pedagang barang pecah-belah di pasar tradisional.
Setelah selesai berdagang, beliau pulang ke rumah dan mampu mengerjakan salat dalam waktu
sehari-semalam sebanyak empat ratus rakaat. Walaupun diberi karunia harta yang banyak, tetapi
gaya hidupnya jauh dari kemewahan. Sebagian besar kekayaannya disumbangkan kepada orang-
orang sufí yang miskin atau digunakan untuk menjamu kawan-kawannya. Dia adalah sufí yang
zuhud, tetapi dia tidak membuat hidupnya terlalu sederhana dan menjauhi kehidupan yang enak.
Dia tidak menyenangi politik, apalagi terjun ke dunia tersebut. Dia hidup menyibukkan diri
dengan memanjangkan ṣalat, memperbanyak puasa, dan sangat senang membaca al-Qur’an

Al-Junaid lebih mementingkan mengajar dan berdiskusi dari pada menulis buku, sehingga
Ibnu Nadim dalam bukunya al-Fihrits hanya menyebutkan dua kitab al-Junaid, yaitu Amtsal al-
Qur’an yang naskahnya sudah tidak ada, dan ar-Rasa’il yang sebagian besar dapat ditemukan.
Oleh karena itu sebagian besar pendapatnya yang dapat kita temukan adalah yang dimuat dalam
kitab-kitab karangan muridnya.

Pada akhir perjalanan hidupnya, ia diakui banyak muridnya sebagai imam. Imam Junaid
meninggal pada hari Jum’at 298 H/910 M dan dimakamkan di dekat makan pamannya sekaligus
gurunya, Sari al-Saqati di Baghdad.

Sejarah suatu wilayah tidak terlepas dari sejarah kehidupan tokoh yang masyhur dan
berpengaruh di wilayah tersebut. Salah satunya adalah sejarah dari Desa Randusanga(Kulon dan
Wetan) yang tidak terlepas dari Syekh Junaidi(Junaedi) Al-Baghdadi yang merupakan tokoh
berpengaruh dan masyhur serta dapat dikatakan sebagai leluhur dari Desa Randusanga. Syekh
Junaidi(Junaedi) Al-Baghdadi merupakan seorang ulama’ dan ahli tasawuf dari Timur Tengah
yaitu dari Kota Baghdad, Irak. Kedatangan beliau ke wilayah Randusanga ini karena adanya
undangan dari para Walisongo yang menginginkan beliau hadir untuk mengikuti acara yang
dilaksanakan oleh para Walisongo. Beliau hadir sebagai perwakilan dari Syekh ‘Abdul Qodir Al-
Jaelani yang berhalangan hadir karena udzur syar’i.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Tasawuf merupakan salah satu bidang kajian Islam yang memusatkan perhatian pada
pembersihan aspek spiritual manusia yang dapat menimbulkan akhlak mulia. Kemudian objek
kajian tasawuf adalah hati atau jiwa manusia , pembahasan tasawuf lebih banyak menekankan
pada masalah jiwa manusia secara immateri. Dalam membersihkan atau mensucikan hati ada
beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencapai derajat (maqam) yang tinggi disisi Allah,
antara lain : Taubat, wara', zuhud, fakir (al-faqr), sabar (as-shabr), tawakal dan ridha (ar-ridha).

Tasawuf memliki tujuan yang baik yaitu kebersihan diri dan taqorrub kepada Allah SWT.
Yakni memperoleh hubungan langsung dengan Allah SWT. Sehingga seseorang akan merasa
berada di hadirat-nya. Faedah Tasawuf ialah membersihkan hati agar sampai kepada Ma'rifat
Allah SWT. Sebagai Ma'rifat yang sempurna untuk keselamatan diakhirat dan mendapatkan
keridlaan Allah SWT. Dan mendapat kebahagiaan abadi

Anda mungkin juga menyukai