Anda di halaman 1dari 8

DEFENISI TASYAWUF & RUANG LINGKUP TASYAWUF

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Agama Islam
Yang di ampu oleh :
Setyo Pranoto, M.Pd.

Disusun Oleh :
Arildalona Ilhamawan Tarnasta
NIM : 22109020001

UNIVERSITAS ISLAM BALITAR


FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
November 2022
A. Pengertian Tasawuf
Tasawuf atau yang dikenal juga sebagai sufisme merupakan suatu ajaran tentang
bagaimana menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, serta membangun dhahir dan batin untuk
dapat memperoleh kebahagian abadi.
Berasal dari kata safa’ (‫فا‬-‫(= ص‬suci bersih, lawan kotor. Karena orang-orang yang
mengamalkan tasawuf itu, selalu suci bersih lahir dan bathin dan selalu meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang kotor yang dapat menyebabkan kemurkaan Allah.
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para
ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution, menyebutkan lima istilah yang
berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang ikut pindah dengan
Nabi dari mekah ke madinah), saf (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: Hikmat), dan
suf (kain wol).
Dari segi linguistik (kebahasaan), maka dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban
untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya
adalah akhlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli merujuk kepada
tiga sudut pandang, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai
makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang bertuhan. Jika dilihat dari
sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan
sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan
memusatkan perhatian hanya kepada Allah Swt. Selanjutnya jika sudut pandang yang
digunakan manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan
sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. Jika sudut pandang yang digunakan manusia
sebagai makhluk yang bertuhan, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah
(ketuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat
menghubungkan manusia dangan Tuhan.
B. Pengertian Tasawuf Menurut para Ahli
Sesungguhnya, ilmu tasawuf memiliki banyak arti dan dikemukakan dari beberapa
ahli. Berikut ini pengertian ilmu tasawuf dari berbagai sudut pandang.
1. Syekh Abdul Qadir al-Jailani
Tasawuf merupakan mensucikan hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya
dengan khalwat, riya-dloh, taubah, dan ikhlas.
2. Al-Junaid
Tasawuf memiliki makna kegiatan membersihkan hati dari yang mengganggu
perasaan manusia, serta memadamkan kelemahan, menjauhi keinginan serta hawa
nafsu, mendekati hal-hal yang di ridai Allah, serta bergantung pada ilmu-ilmu
hakikat.
3. Syaikh Ibnu Ajibah
Ilmu tasawuf menurut syaikh adalah ilmu yang akan membawa seseorang agar
dapat dekat bersama dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyucian rohani serta
mempermanisnya dengan amal-amal saleh. Jalan tasawuf yang pertama dengan ilmu,
yang kedua amal serta yang terakhir adalah karunia Illahi.
4. H. M. Amin Syukur
Tasawuf sebagai suatu latihan dengan kesungguhan (riya-dloh, mujahadah)
untuk kemudian dapat membersihkan hati, mempertinggi iman serta memperdalam
aspek kerohanian seseorang.
Terlepas dari banyaknya pengertian tasawuf oleh para ahli, beberapa pandangan
mengenai tasawuf dapat diartikan sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh seseorang
untuk menyucikan diri. Hal ini dilakukan dengan menjauhkan pengaruh kehidupan yang
bersifat kesenangan duniawi serta dengan memusatkan seluruh perhatiannya kepada Allah
SWT. Jadi, dengan lebih menekankan pada aspek kerohanian dibanding aspek jasmani yang
ia miliki.
C. Ruang Lingkup Ilmu Tasawuf
Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisisme dalam Islam”. Di kalangan orientalis
Barat dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus
mistisisme Islam, sehingga kata “sufisme” tidak ada pada mistisisme agama-agama lain.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan.
Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia
sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan
dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal tersebut dapat diperoleh melalui cara dengan
mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad”
(bersatu) dengan Tuhan. Hal di atas merupakan inti persoalan “Sofisme” baik pada agama
Islam maupun di luarnya.Gerakan “kejiwaan” penuh dirasakan guna memikirkan betul suatu
hakikat kontak hubung yang mampu menelaah informasi dari Tuhannya.
Tasawuf atau mistisisme dalam Islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai
dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahaduniawi). Tujuan tasawuf untuk bisa
berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di
hadirat Tuhan. Para sufi beranggapan bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara
formal belum dianggap memuaskan karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
Dengan demikian, maka tampaklah jelas bahwa ruang lingkup ilmu tasawuf itu
adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari
Tuhan.
D. Sejarah Singkat Perkembangan Tasawuf
Secara historis tasawuf adalah pemandu perjalanan hidup umat manusia agar selamat
dunia dan akhirat. Hal itu karena tasawuf menjadi salah satu khazanah intelektual muslim
yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Tidaklah berlebihan jika misi utama
kerasulan Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Sejarah juga
mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena
dukungan akhlaknya yang prima.
Tasawuf baru muncul setelah masa sahabat dan tabi’in, tidak muncul pada masa Nabi
Muhammad SAW. Karena pada masa nabi kondisinya tidak membutuhkan tasawuf. Perilaku
umat pada masa itu sangat stabil. Selain itu, dari sudut pandang akal, jasmani, dan rohani
yang menjadi garapan Islam masih dijalankan secara seimbang. Cara pandang hidupnya jauh
dari budaya prakmatisme, materialisme, dan hedonisme.
Tasawuf sebagai sebuah gerakan perlawanan terhadap budaya materialisme belum
ada, bahkan tidak dibutuhkan. Nabi, para sahabat, dan para tabi’in pada hakikatnya sudah
sufi. Mereka mempraktekkan selalu terhadap hal-hal yang tidak pernah mengagungkan
kehidupanm dunia, tapi juga tidak meremehkannya. Selalu ingat kepada Allah sebagai sang
khaliq.
Setelah kekuasaan Islam makin meluas dan terjadi perubahan sejarah yang fenomenal
paska nabi dan sahabat. Ketika kehidupan ekonomi dan sosial makin mapan mulailah orang-
orang lalai pada sisi ruhani dan budaya hedonisme pun menjadi fenomena umum. Saat itulah
timbul gerakan tasawuf sekitar abad ke 2 hijriyah. Gerakan tasawuf bertujuan untuk
mengingatkan tentang hakikat hidup. Menurut pengarang Kasaf al-Dzunnum, orang yang
pertama kali dijuluki al-sufi adalah Abu Hasyim Al-sufi.
Pada masa Rasulullah SAW Islam tidak mengenal aliran tasawuf, dan pada masa
sahabat dan tabi’in (generasi setelah sahabat) mereka itu menuntut ilmu dari para sahabat.
Kemudian datang setelah masa tabi’in suatu kaum yang mengaku zuhud yang berpakain
shuff (pakaian dari bulu domba). Maka karena pakaian inilah mereka mendapat julukan
sebagai nama bagi mereka yaitu sufi dengan nama tarekatnnya tasawuf.
Salah satu argumen yang mengatakan bahwa tasawuf sudah ada pada masa
Rasulullah SAW adalah perilaku nabi yang sering melakukan tahannus di Gua Hiro sebelum
turunnya wahyu. Pertapaan tersebut dilakukan rasul sebagai sebuah upaya untuk
menenangkan jiwa, menyucikan diri sebagai persiapan untuk menerima sabda yang agung
yaitu wahyu Al- Qur’an. Dalam proses itu rasul melakukan riyahah dengan bekal
secukupnya, pakaian sederhana yang jauh dari kemewahan dunia. Setelah menjalani proses
tersebut jiwa rasul telah mencapai tingkat spiritual yang benar-benar siap menerima wahyu
dari Jibril.
Memasuki abad ke tiga dan ke empat hijriyah tasawuf kembali menjalani babak baru.
Pada masa ini tema yang di angkat para sufi lebih mendalam. Berawal dari perbincangan
seputar akhlak dan pekerti, mereka mulai ramai membahas tentang hakikat Tuhan, esensi
manusia serta hubungan antara keduanya dan dari sini muncul tema-tema semacam makrifat,
fana, zauq.
Dari realitas ini dapat disimpulkan bahwa tasawuf mulai menemukan identitasnya.
Tasawuf mulai berkembang dan menjafi satu disiplin ilmu yang berbeda dengan fiqih, tafsir,
hadits dan kalam. Memasuki abad ke 6 dan ke 7 hijriyah tasawuf kembali menemukan suatu
bentuk pengalaman baru. Bersentuhan tasawuf dengan filsafat berhasil mencetak tasawuf
menjadi lebih filosofis yang kemudian dikenal dengan istilah teosofi.
E. Prinsip-Prinsip Tasawuf
Tasawuf bertujuan membantu seseorang untuk tetap berada di jalan Allah SWT.
Dengan tasawuf seseorang kemudian menjadi tidak berlebihan dalam hal duniawi serta tetap
fokus pada iman dan takwa yang ia miliki.
Terdapat beberapa prinsip yang dapat dilakukan dalam ber-tasawuf. Menurut ahli
sufi, Profesor Angha dalam The Hidden Angels of Life, prinsip tasawuf yang bisa dilakukan
adalah sebagai berikut.

1. Zikir
Zikir sebagai suatu proses pemurnian hati, pembersihan serta pelepasan.
Orang-orang yang melakukan zikir kemudian bertujuan mendekatkan diri pada Tuhan
melalui doa serta melantunkan lafaz zikir.
2. Fikr (Meditasi)
Saat pikiran merasa bingung atau bertanya-tanya, pusatkanlah perhatianmu
yang kamu miliki ke dalam diri dengan berkonsentrasi pada satu titik. Meditasi
sebagai suatu perjalanan kegiatan mental dari dunia eksternal menuju suatu esensi
diri.
3. Sahr (Bangkit)
Dengan Membangkitkan jiwa dan tubuh sebagai proses mengembangkan
kesadaran mata dan telinga. Selain itu juga sebagai suatu proses mendengarkan hati,
serta proses meraih akses menuju potensi diri yang tersembunyi.
4. Ju’I (Merasa Lapar)
Merasakan lapar pada hati dan pikiran untuk kemudian bertahan mencari serta
mendapatkan suatu kebenaran. Proses ini kemudian melibatkan hasrat dan keinginan
yang mendalam untuk tetap tabah serta sabar dalam mencari jati diri.
5. Shumt (Menikmati Keheningan)
Berhenti berpikir serta mengatakan berbagai hal yang tidak perlu. Kedua hal
ini merupakan proses menenangkan lidah serta otak serta mengalihkan dari godaan
eksternal menuju Tuhan.
6. Shawm (Puasa)
Tidak hanya pada tubuh yang berpuasa melainkan pikiran juga. Proses ini
kemudian termasuk puasa fisik, bermanfaat untuk dapat melepaskan diri dari hasrat
dan keinginan otak serta pandangan atau persepsi indera eksternal.
7. Khalwat (Bersunyi Sendiri)
Berdoa dalam kondisi sunyi atau kesunyian, baik secara eksternal maupun
internal akan membantu melepaskan diri. Bersunyi sendiri tetap akan
mendekatkanmu dengan orang lain atau di tengah orang banyak.
8. Khidmat (Melayani)
Menyatu dengan kebenaran Tuhan. Seseorang yang menemukan jalan jiwa
untuk pelayanan dan pertumbuhan diri.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-tasawuf/ (diakses pada hari Senin, 18 Desember
2022 pukul 12.11)
https://www.darus.id/2020/06/sejarah-singkat-tasawuf.html?m=1 (diakses pada hari Senin, 18
Desember 2022 pukul 17.43)
http://repository.uinsu.ac.id/5597/6/DIKTAT%20SAFRIA%20ANDY.pdf (diakses pada hari
Senin, 18 Desember 2022 pukul 18.22)

Anda mungkin juga menyukai