Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
A.M.Ismatullah,S.Th.i.,M.S.I
Disusun Oleh:
1. Definisi Tasawuf
1
Cecep Alba,Tasawuf dan Tarekat, (Bandung: PT Remaja Rosdakakarya, 2014), hal 9.
2
Abu Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, (Solo : Ramadhani, 1990), hal 36-37.
3
Aminudin, Sejarah Tarekat dalam dunia Islam, diakses di https://www.google.com/search?
q=pdf+sejarah+tarekat&oq=pdf+sejarah+tarekat&aqs=chrome..69i57.16124j0j1&sourceid=chrome
&ie=UTF-8 pada tanggal 25 April 2019 pukul 16:48 WIB
Secara lughat, tasawuf berasal dari bermacam-macam kata. Apabila
kita perhatikan dari bahasa arab, maka kata tasawuf berasal dari tasrif:
tasawwaf-yatasawwafu-tasawwufan. Misalnya, tasawwafar-rajulu, artinya
“seorang laki-laki sedang bertasawuf”.4 Di lihat dari aspek bahasa, tasawuf
adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup
sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana.
Sikap dan jiwa yang demikian itu pada hakikatnya merupakan akhlak mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat
bergantung kepada sudut pandang yang digunakannya masing-masing. Selama
ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendifinisikan
tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia
sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang
ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang
terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri
dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan kehidupan dunia, dan
memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT. Selanjutnya jika sudut
pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang harus berjuang,
maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya memperindah diri dengan
akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Dan jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai
makhluk yang ber-Tuhan, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai
kesadaran fitrah (ke-Tuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju pada
kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan.5
2. Dasar-dasar Tasawuf
A. Dasar Al-Quran
Dalam hal ini, tasawuf pada awal pembentukannya adalah
manifestasi akhlak atau keagamaan. Moral keagamaan ini banyak disinggung
dalam al-Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian, sumber pertama tasawuf
adalah ajaran-ajaran islam, sebab tasawuf ditimba dari al-quran dan as-
sunnah, dan amalan-amalan serta ucapan para sahabat tentu saja tidak keluar
4
Rosyid Anwar Sholihin, Akhlak Tasawuf,(Bandung; Nuansa 2005),hal 150.
55
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta; Rajagrafindo Persada2 006), hal 180.
dari ruang lingkup Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan begitu, justru dua
sumber utama tasawuf adalah adalah al-Quran dan as-Sunnah itu sendiri.
B. Dasar Hadits
3. Kelahiran Tasawuf
66
Rosihon Anwar Solihin, Ilmu Tasawuf.......................... hal 25.
7
Noer Iskandar Al Barsany, Tasawuf Tarekat Para Sufi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001),
hal 8-14
Ajaran Hindu banyak mendorong umatnya untuk meninggalkan
kehidupan dunia untuk lebih mendekattkan diri dengan
Tuhannya untuk mencapai Atman dengan Brahman.
Ajaran Budha tentang nirwana, untuk mencapainya seorang
budha diawajibkan meninggalkan kehidupan duniawi dan
memasuki hidup kontemplasi.Dalam tasawuf dikenal dengan
konsep fana’.
3) Pengaruh filsafat mistik phytagoras, yaitu kesenangan ruh yang
sebenarnya adalah berada di alam samawi. Maka untuk
memperolehnya, manusia harus membersihkan ruh dengan
meninggalkan kehidupan material. Dalam tasawuf dikenal dengan
zuhud.
4) Pengaruh filsafat emanasi Plotinus, dalam konsep emanasi dijelaskan
bahwa Dzat Tuhan Yang Maha Esa-lah yang memancar dari dalam
wujud ini. Ruh berasal dari Tuhan dan akan kembali kepadaNya.
Dalam tasawuf dikenal dengan wahdatul wujud.
Anggapan yang kedua adalah bahwa tasawuf atau sufisme itu lahir
dari agama Islam sendiri. Hal ini bisa dlihat dari ayat Al-Qur’an maupun
hadits tentang ajaran tasawuf. Dalam surat Al-Baqarah ayat1158
dijelaskan“Dan kepunyaan Allah-lah arah timur dan barat, maka kemanapun
kalian mengarahkan (wajah kalian), di situ ada wajah Allah”. Dalam ayat
lain Allah juga menerangkan, “Telah Kami ciptakan manusia dan kami
mengetahui apa yang dibisikkan olehnya. Kami lebih dekat kepada manusia
ketimbang pembuluh darah yang ada pada lehernya”. ( Q.S. Qaff ayat 16) 9.
Selain itu, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari juga disebutkan hal
serupa, yang artinya “Jika seorang hamba mendekatiKu sejengkal, Aku akan
8
Kementerian Agama , Al-Qur’an dan Terjemahannya , (Bandung: PT Sygma Exameia
Arkanleema, 2007) hal 18
9
Kementerian Agama , Al-Qur’an dan Terjemahannya…….. hal 388
mendekatinya sehasta, jka ia medekatiKu sehasta, niscaya Aku akan
mendekatinya sedepa, dan jika ia mendekatiKu datang dengan berjalan,
niscaya Aku akan mendatanginya dengan berlari”.Selain dalil diatas, masih
banyak lagi ayat Qur’an maupun hadits yang dijadikan dasar tasawuf oleh
para sufi. Oleh karena itu, terlepas dari adanya pengaruh dari luar atau tidak,
Islam sendiri mengajarkan sufisme. Ini berarti kelahiran tasawuf bersamaan
dengan lahirnya Islam sendiri.
3) Abad V Hijriyah
Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf
dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadits atau yang sering
disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi
(sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi
terhadap fase sebelumnya dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari
11
Diakse dalams http://kcpkiainws.wordpress.com/2009/06/18/sejarah-perkembangan-tasawuf/
pada 19 april 2019 pukul 14:42 WIB
koridor syari’ah atau tradisi (sunnah) Nabi dan sahabatnya. Tokoh yang paling
terkenal adalah Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) atau yang lebih dikenal
dengan al-Ghzali yang menjadi acuan para tokoh sufi lainnya. Tokoh tasawuf
pada fase ini adalah:12
4) Abad VI Hijriyah
Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang
memadukan antara rasa ( dzauq ) dan rasio ( akal ), tasawuf bercampur dengan
filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman – pengalaman yang diklaim
sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam
bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang
sebenarnya adalah Allah sedangkan selain Allah hanya gambar yang bisa
hilang dan sekedar sangkaan dan khayalan. Dalam aliran ini para sufi lebih
mengarahkan tasawuf pada “kebersatuan” dengan Allah. Perhatian mereka
sangat tertuju pada aspek ini, sedangkan aspek praktik nyaris terabaikan. Para
tokohnya antara lain:13
Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi ( 560 –
638 H.) dengan konsep wahdah al-Wujudnya.
12
Alwi Syihab, Islam Sufistik; Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia,
(Bandung: Mizan,2001), hal 32.
13
Diakses dalam http://kcpkiainws.wordpress.com/2009/06/18/sejarah-perkembangan-tasawuf/
pada 19 april 2019 pukul 14:42 WIB
Al-Syuhrawardi Al-Maqtul (549 – 587 H.) dengan konsep
Isyraqiyahnya.
Umar ibn Al-Faridh (w. 632 H)
Abd Al-Haqqi ibn Sabi’in (w. 669 H)
5. Perkembangan Tasawuf di Indonesia
14
Rosyid Anwar, sholihin ,Akhlak Tasawuf………………….. hal 231
Sunni (Salaf) dan aliran Falsafi, sebagai aliran yang sudah berkembang di
Jazirah Arabiyah dan sekitarnya.
Ajaran tasawuf yang bercorak Sunni dan Falsafi di pulau Jawa, tetap
dianut oleh masyarakat. Tetapi pada perkembangan selanjutnya, tasawuf yang
bercorak Falsafi inilah yang mengarah kepada aliran kebatinan, sesuai
kenyataan sekarang ini. Tentu saja aliran ini, sudah dimasuki oleh unsur-unsur
kepercayaan lain yang pernah dianut oleh masyarakat Jawa sebelumnya.
Sehingga mewujudkan suatu bentuk lain, yang disebut aliran kebatinan dan
kepercayaan.
Tetapi aliran tasawuf yang beraliran Sunni, tetap dikembangkan oleh
masyarakat Muslim, dengan tidak meninggalkan unsur-unsur keislamannya.
Hanya saja, pada perkembangan selanjutnya, tasawuf yang bercorak Sunni ini
diajarkan lewat Tarekat yang dianggap Mu’tabarah oleh Ulama Tasawuf
Indonesia.
1. Definisi Tarekat16
Perkataan tareqat, kata jamaknya tara’iq dan turuq berasal dari kata
kerja taraqa yatruqu atau tariqa yatraqu yang membawa berbagai perbedaan
bentuk dan kontek penggunaannya dalam sesuatu percakapan atau sesuatu
ayat. Di dalam sebuah hadis Rasulullah SAW. Nabi bersabda:
اعوذ بك من طوارك الليل اال طارقا يطرك بخير
“Aku berlindung dengan Engkau ya Allah SWT dari semua kejadian yang
berlaku pada waktu malam, kecuali kejadian yang akan berlaku dengan
membawa kebaikan”.
Perkataan yatruqu dalam hadis di atas membawa maksud berlaku
atau akan terjadi. Dari keterangan yang ringkas diatas mengenai kata kerja
taraqa yatruqu dan tariqa yatruqu jelas sekali kedua-dua bentuk kata kerja
tersebut mempunyai makna mengikut konteks penggunaannya. Sesuai dengan
kedua bentuk kata kerja itu maka tariqah itu tentu mempunyai berbagai
makna.
Syekh Muhammad Amin Kurdi mendefinisikan tareqat sebagai berikut:
ا لطريقة هي العمل بالشريعة واألخذ بعزائمها والبعد عن التساهل فيما ال ينبغي التساهل فيه
“Tareqat adalah pengamalan syari’at dan dengan tekun melaksanakan
ibadah dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah pada apa yang tidak
boleh dipermudah”.
Sedangkan Muhammad Yusuf Musa dalam kitabnya falsafah al-
Akhlaq fi al Islam mendefinisikan tareqat sebagai berikut:
15
Mahyuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, (Jakarta; Kalam Mulia, 2003), hal 101.
16
Zulkifli, Akhlak Tasawuf; jalan lurus mensucikan diri, (Yogyakarta: Kalimedia, 2018) hal 117
الطريقة اجتناب المنهيات ظاهرا و باطنا وامتثال األوامرااللهبة بقدر الطاعة.
“Tareqat adalah menjauhi larangan-larangan baik secara zahir (terang-
terangan) maupun secara batin (sembunyi-sembunyi), dan menjunjung tinggi
perintah-perintah Tuhan menurut kadar kemampuannya”.
Kemudian Ibnu Arabi menyatakan bahwa tarekat sebagai berikut:
الطريقة هي اجتناب المجرمات والمكووهات وغضول المباحات واداء الفرائض ومااساطاع من
النوافل تحت رعاية عارف من اهل النهايات
“Tareqat adalah menghindari yang haram dan makruh serta berlebih-lebihan
dalam hal yang mubah dan melaksanakan hal-hal yang diwajibkan serta hal-
hal yang sunnah sebatas kemampuan di bawah bimbingan seorang Arif dan
ahli nihayah”.
Sementara itu Harun Nasution berpendapat bahwa tareqat berasal
dari kata thariqah adalah jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi
agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah SWT. Tareqat juga
mengandung arti organisasi yang mempunyai syekh, kemudian mempunyai
upacara ritual dan zikir tertentu.
Menurut Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan
tiga macam definisi, yang berturut-turut disebutkan:
a. Tarekat adalah pengamalan syari’at, melaksanakan beban ibadah
(dengan tekun) dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah ibadah, yang
sebenarnya memang tidak boleh dipermudah.
b. Tarekat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan
sesuai degan kesanggupannya, baik larangan dan perintah yang nyata, maupun
yang tidak nyata (batin).
c. Tarekat adalah meninggalkan yang haram dan makruh,
memperhatikan hal-hal mubah (yang sifatnya mengandung) fadhilat,
menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan yang disunatkan, sesuai dengan
kesanggupan (pelaksanaan) di bawah bimbingan seorang Arif (Syekh) dari
(Shufi) yang mencita-citakan suatu tujuan.
Dari pengertian diatas, maka tarekat itu dapat dilihat dari dua sisi:
yaitu amaliyah dan perkumpulan (organisasi). Sisi amaliyah merupakan
latihan kejiwaan (kerohanian), baik yang dilakukan oleh seorang, maupun
secara bersama-sama. Tarekat berhubungan dengan amalan-amalan atau
latihan-latihan kerohanian dengan cara tertentu untuk dapat dekat dengan
Allah SWT.
Di antara hal-hal yang dapat disimpulkan dari definisi tarekat di
atas adalah:
a. Pengamalan syari’at
b. Menghayati hakekat ibadah
c. Tidak mempermudah dalam beribadah
d. Menjauhi segala yang dilarang baik yang zahir maupun yang batin
e. Menjunjung tinggi perintah-perintah ilahi dengan kadar kemampuan
f. Menghindari segala yang haram, makruh dan berlebih-lebihan dalam
hal yang mubah
g. Menunaikan segala yang difardhukan
h. Melaksanakan amalan-amalan sunnah sebatas kemampuan
i. Dibawah bimbingan para syekh yang arif dan ahli an-nihaya
2. Dasar Tarekat17
Amalan utama yang yang dilakukan dalam tarekat dan tasawuf, yaitu
wirid dan zikrullah. Sehubungan dengan amalan ini Allah SWT berfirman di
dalam surah al-Ahzab : 41-42
.B
17
Zulkifli, Akhlak Tasawuf; jalan lurus ………………hal 123
Ayat diatas membawa maksud perintah kepada orang-orang yang
beriman supaya berzikir dengan menyebut nama Allah SWT serta bertasbih
menyeru nama-Nya di waktu pagi dan petang, siang maupun malam. Amalan
zikir dalam ayat ini adalah bersifat mutlak yang masih belum ada qayyidnya.
Dapat dinyatakan disini bahwa syari’at zikir masih dalam bentuk yang global.
Rasulullah SAW sendiri tidak banyak merinci atau mentaqyidkannya, baik
yang berbentuk syarat, rukun, ataupun kaifiyat dalam beribadah.
Tasawuf seringkali dikenal istilah Thariqah, yang berarti jalan, yakni
jalan untuk mencapai Ridha Allah SWT. Dengan pengertian ini bisa
digambarkan, adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian sufi
menyatakan, At thuruk bi adadi anfasil mahluk, yang artinya jalan menuju
Allah SWT itu sebanyak nafasnya mahluk, aneka ragam dan macam-
macamnya. Orang yang hendak menempuh jalan itu haruslah berhati-hati,
karena ada yang sah dan ada yang tidak sah, ada yang diterima dan ada yang
tidak diterima18. Ada beberapa hal yang menjadi penting dalam pembahasan
sejarah perkembangan tarekat di Indonesia, yakni:
1. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan tarekat19
Berbicara tarekat, tentu tidak bisa terlepas dari tasawuf karena pada
dasarnya tarekat itu sendiri bagian dari tasawuf. Di dunia islam tasawuf telah
menjadi kegiatan kajian keislaman dan telah menjadi sebuah disiplin ilmu
tersendiri. Landasan tasawuf yang telah terdiri dari ajaran nilai, moral dan
etika, kebajikan, kearifan, keikhlasan, serta olah jiwa dalam suatu kekhusyuan
telah terpancang kokoh.
Dalam hal ini praktek ubudiyah dan muamalah dalam tarekat
walaupun sebenarnya kegiatan tarekat sebagai sebuah institusi lahir belasan
abad sesudah adanya contoh kongkrit pendekatan kepada Allah SWT. Yang
telah dicontohkan kepada Nabi Muhammad SAW. kemudian diteruskan oleh
18
Zulkifli, Akhlak Tasawuf; jalan lurus…….. hal 124
19
Zulkifli, Akhlak Tasawuf; jalan lurus…….. hal 125
sahabat-sahabatnya, tabiin, lalu tabi’it tabi’in, dan seterusnya sampai kepada
Auliyaullah, dan sampai sekarang ini. Garis yang menyambung sejak nabi
hingga sampai Syaikh tarekat yang hidup saat ini yang lazimnya dikenal
dengan silsilah tarekat.
Tumbuhnya tarekat dalam Islam sesungguhnya bersamaan dengan
kelahiran/kehadiran agama Islam itu sendiri di sebuah wilayah, yaitu ketika
Nabi SAW diutus menjadi rasul. Fakta sejarah menunjukan bahwa pribadi
nabi Muhammad SAW sebelum diangkat mjadi Rasul telah berulang kali
bertakhannus atau berkhalwat di gua Hira. Disamping itu untuk mengasingkan
diri dari masyarakat Mekkah yang sedang mabuk mengikuti hawa nafsu
keduniaan. Takhannus dan khalwat Nabi adalah untuk mencari ketenangan
jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh problematika dunia yang
kompleks.
Proses khalwat yang dilakukan nabi tersebut dikenal dengan tarekat.
Kemudian diajarkan kepada sayyidina Ali ra. Dan dari situlah kemudian Ali
mengajarkan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya sampai akhirnya
sampai kepada Syaikh Abd Qadir Djailani, yang dikenal sebagai pendiri
Tarekat Qadiriyah.
Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali mengatakan bahwa
tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan)
menuju Allah SWT melalui tahapan-tahapan/maqamat. Dengan demikian
tarekat memiliki dua pengertian, yaitu:
Pertama, Tarekat adalah metode pemberian bimbingan spiritual
kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju
kedekatan diri dengan Tuhan.
Kedua, Tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi yang ditandai
dengan adanya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, dan
khanaqah. Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga
sistem yaitu: system kerahasiaan, system kekerabatan, dan system
hirarki seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau
mursyid, wali atau qutub.
20
Zulkifli, Akhlak Tasawuf; jalan lurus……. hal 128
21
Zulkifli, Akhlak Tasawuf; jalan lurus……. hal 129
22
Diakses dalam https://www.sarjanaku.com/2011/1/pengertian-tarekat-dansejarah.html?m=1
pada 25 April 2019 pukul 21:21 WIB
Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang
memungkinkan terjadinya perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan
menjadikan pengaruh luar tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan
kemudian disesuaikan dengan budaya yang dimilikinya, maka lahirlah dalam
bentuk baru yang khas Indonesia. Misalnya: lahirnya tarekat Qadiriyah Wa
Naqsabandiyah, dua tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-
Sambasy dari berbagai pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati
bangsa Indonesia, kiranya Islam sebagai agama wahyu berhasil memberikan
bentukan jati diri yang mendasar. Islam berhasil tetap eksis di tengah
keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan.
Berbagai agama lainnya hanya mendapatkan tempat di sebagian kecil
rakyat Indonesia. Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan
dengan penuh kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya,
yang diterima oleh rakyat sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan
nuraninya.
D. Kesimpulan
Tasawuf adalah bidang kegiataan yang berhubungan dengan
pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Bertasawuf bertujuan memperoleh hubungan secara sadar antara manusia
dengan Tuhannya untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan mengikuti
konsep-konsep yang ada dalam taasawuf. Sedangkan tarekat yaitu jalan.
Menurut para ahli tasawuf bahwa tarikat adalah jalan atau cara yang ditempuh
menuju kehadirat Allah SWT. Ada pula yang beranggapan bahwa adalah
metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan
kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Secara garis besar,
perkembangan tasawuf dan tarekat baik di dunia Islam maupun di Indonesia
sangat dipengaruhi oleh perkembangan Ilmu pengetahuan dan keadaaan sosial
politik umat Islam saat itu. Hal yang penting adalah bagaimana kita bisa selalu
berupaya untuk mendekatkn diri kepada Allah Swt dengan menjadikan syariat
Islam sebagai pedoman untuk mencapai hakikat.
Daftar Pustaka
Atjeh , Abu Bakar. 1990. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf. Solo : Ramadhani.
Zulkifli. 2018. Akhlak Tasawuf; jalan lurus mensucikan diri, Yogyakarta: Kalimedia.