Anda di halaman 1dari 19

TASAWUF AKHLAQI, IRFANI DAN FALSAFI BERSERTA TOKOH-TOKOHNYA

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah:

“Akhlaq Tasawuf”

Dosen Pengampu : Misbahul Khoir, M.Th.I

Disusun Oleh :

Kelompok 2

- Ari (933200318)
- Sayyid Al-Amin (933201119)
- Rikhlatul Qurba (20106016)

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

I
2024

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT , sholawat dan salam
juga kami sampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan
keluarganya, seayun dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah SWT. Dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu
pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah “ AKHLAK TASAWUF”.


Penulisan ini dilakukan untuk bahan pelajaran kepada kita semua. Dalam penulisan makalah
ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki.

Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, kami menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Kediri, 8 Maret,2024

Penulis

II
DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………………………………………………i

Kata pengantar………………………………………………………………………………ii

Daftar isi…………………………………………………………………………...…………iii

BAB I…………………………………………………………………………………………iv

PENDAHULUAN……………………………………………………………………………v

A. Latar Belakang………………………………………………………………………v
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………...……v
C. Tujuan Masalah…………………………………………………………………...…v

BAB II……………………………………………………………………………………......5

PEMBAHASAN………………………………………………………………….…………5

A. TASAWUF AKHLAQI………………………………………………………...……5
B. TASAWUF IRFANI……………………………………………….…………….......9
C. TASAWUF FALSAFI……………………………………………………………....13

BAB III……………………………………………………………………………………...17

KESIMPULAN…………………………………………………………………………......17

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….....18

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dapat dikatakan bahwa pada perkembangan sejarah Islam abad ke III H./VIII
M. hampir segala aspek dari disiplin intelektual Islam seperti hukum, teologi, tafsir,
hadis, dan tata bahasa mulai didefinisikan dan dikodifikasikan. Begitu pula,
pengetahuan spiritual dan jalan untuk menggapainya yang diwarisi dari Nabi
Muhammad saw telah mulai jelas dan tersistemasi dengan baik. Jalan itu mulai
dikenal sebagai Tasawuf. Ilmu tasawuf adalah cara untuk mendekatkan diri kepada
Allah sedekat mungkin. Namun kebanyakan sekarang ini banyak sekali penulis
melihat orang yang berakhlak tercela. Untuk mengatasi hal tersebut yang harus
dilakukan adalah dengan memperbaiki akhlaknya terlebih dahulu melalui beberapa
tahapan.

Adapun tasawuf sendiri adalah ajaran-ajaran dan amalan-amalan yang


berhubungan dengan jalan yang dapat memandu secara langsung kepada Allah
(attariqah ila Allah). Tasawuf, dalam Islam, bagaikan organ jantung bagi tubuh yang
tidak terlihat dari luar namun ia menyuplai santapan rohani pada seluruh bagian
organismenya. Ia adalah spirit yang menjadi elemen terdalam (esoterik) yang
memberikan nafas bagi bentuk lahiriah (eksoterik) dari agama. 1 Tasawuf telah
mengalami perkembangan, mulai dari yang bersifat individual hingga yang bersifat
terorganisir dalam bentuk suatu tarekat atau ribat Sufi tertentu, sehingga ia dapat
menghadirkan tipe-tipe dari kebutuhan spiritual dan psikologis manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari tasawuf akhlaqi ?
2. Bagaimana pengertian dari tasawuf Irfani ?
1
Seyyed Hossein Nasr, Islam; Agama, Sejarah, Dan Peradaban, Terj. Koes Adiwidjajanto, Islam; Religion,
History, and Civilization, (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), hlm.95-96.
IV
3. Bagaimana pengertian dari tasawuf Falsafi ?
4. Siapa saja tokoh-tokoh dari tasawuf akhlaqi, irfani, dan falsafi ?

C. Tujuan Masalah

Untuk mengetahui tentang tasawuf akhlaqi, irfani, falsafi beserta dengan


tokoh-tokohnya.

V
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tasawuf Akhlaqi
1. Pengertian dari Tasawuf Akhlaqi

Pada dasarnya, tasawuf adalalah ilmu tentang moral Islam, hingga abad
keempat hijriah. Pada periode ini, aspek moral tasawuf berkaitan erat dengan
pembahasan tentang jiwa, klasifikasinya, kelemahan-kelemahannya, penyakit-
penyakit jiwa dan sekaligus mencari jalan keluarnya atau pengobatannya.
Nampaknya pada periode ini para sufi telah melihat, bahwa manusia adalah
makhluk jasmani dan rohani yang karenanya wujud kepribadiannya bukanlah
kualitas-kualitas yang bersifat matrerial belaka tetapi justru lebih bersifat kualitas-
kualitas rohaniyah-spiritual yang hidup dan dinamik. Manusia sempurna adalah
setelah ruh ditiupkan Tuhan ke dalam jasad tubuh, yang tanpa ruh itu ia belum
bernama manusia seutuhnya. Oleh karena itu, adalah cita-cita sufi untuk
menjadikan insan kamil sebagai prototipe kehidupan moralnya melalui peletakan
Asma Al- Husna sebagai cita moral sufi.2

Akhlak dan tasawuf sebenarnya dua displin ilmu Islam yang digali dan
dikembangkan oleh ulama Islam dari konsep dasar keIslaman, Al- Quran dan Al-
Hadits, serta diperkaya dari aktivitas Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sama
dengan ilmu keIslaman yang lain seperti, Fiqh, Tauhid, Tajwid dan lain-lain, ilmu
akhlak tasawuf hadir dalam Islam pada perkembangan keilmuan Islam. Ketika
Islam masih berda di tempat kelahirannya, mekah dan madinah, ilmu-ilmu
keIslaman tersebut belum di kenal, tak terkecuali akhlak dan tasawuf dalam
pengertian Islam secara formal.3 Tasawuf akhlaki adalah tasawuf yang beorientasi
pada perbaikan akhlak, mencari hakikat kebenaran dan mewujudkan manusia
yang dapat makrifat Allah SWT, dengan metode-metode tertentu yang telah
dirumuskan. Tasawuf akhlaki biasa juga disebut dengan istilah sunni. tasawuf
model ini berusaha untuk mewujudkan akhlak yang mulia dalam diri si sufi,

2
H.A. Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo Sufisme (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
hlm.96.
3
Insanllahi Zhahir and Abdulrahman Abdul Khaliq, Pemikiran Sufisme: Di Bawah Bayang-Bayang
Patamorgana, (Jakarta: Amzah, 2002), hlm.13.

6
sekaligus menghindari diri dari akhlak mazmumah (tercela). tasawuf akhlaki ini
dikembnagkan oleh ulama salaf as-salih.

Tasawuf akhlaqi merupakan kajian ilmu yang sangat memerlukan praktik


untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori sebagai sebuah pengetahuan, tetapi
harus dilakukan dengan aktifitas kehidupan manusia. Adapun karakteristik dari
tasawuf akhlaqi diantaranya :

1) Melandaskan diri dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam ajaran-ajarannya


cenderung memakai landasan Qur’ani dan Hadis sebagai kerangka
pendekatannya.
2) Kesinambungan antara hakikat dengan syariat, yaitu keterkaitan antara
tasawuf (sebagai aspek batiniahnya) dan fiqh (sebagai aspek lahirnya).
3) Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antartuhan dan
manusia.
4) Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak dan
pengobatan jiwa dengan cara latihan mental.
5) Tidak mengunakan terminologi-terminologi filsafat.

2. Sejarah Perkembangan Tasawuf Akhlaqi

Sejarah dan perkembngan tasawuf akhlaqi mengalami beberapa fase, yakni


sebagai berikut :4

a) Abad kesatu dan kedua Hijriyah

Disebut pula dengan fase asketisme (zuhud). Sikap asketisme (zuhud)


ini banyak dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Fase
asketisme ini tumbuh pada abad pertama dan kedua hijriyah. Pada fase ini,
terdapat individu-individu dari kalangan muslim yang lebih memusatkan
dirinya pada ibadah. Mereka menjalankan konsepsi asketis dalam
kehidupan, yaitu tidak mementingkan makanana, pakaian maupun tempat
tinggal. Mereka lebih banyak beramal untuk halhal yang berkaitan dengan
kepentingan kehidupan di akhirat, yang menyebabkan mereka lebih
memusatkan diri pada jalur kehidupan dan tingkah laku asketis. Tokoh

4
Abd. Rahman, Tasawuf Akhlaki “Ilmu Tasawuf Yang Berkonsentrasi Dalam Perbaikan Akhlak,” Cet.1
(Parepare: CV. KAAFFAH LEARNING CENTER, 2020), hlm. 12.

7
yang sangat populer dari kalngan meraka adalah Hasan Al-Bashri dan
Rabiah Al-Adawiyah. Kedua tokoh ini dijuluki sebagai Zahid.

b) Abad ketiga Hijriyah

Sejak abad ketiga hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan
doktrindoktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan
moral di tengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang ketika itu.
Di tangan mereka, tasawuf berkembang menjadi ilmu moral keagaman
atau ilmu akhlak keagamaan. Pembahasan mereka tentang moral,
akhirnya, mendorongnya untuk semakin mengkaji hal-hal yang berkaitan
dengan akhlak.

Dengan begitu kajian yang berkenan dengan akhlak ini menjadikan


tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah
dipraktikkan semua orang.

3. Tahapan untuk Mencapai Tasawuf Akhlaqi

Untuk mengatasi sikap mental yang tidak baik menurut seorang sufi tidak
akan berhasil baik apabila terapinya hanya dari aspek lahiriah saja. Itulah
sebabnya, pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang kadidat
diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat.
Tujuannya adalah untuk menguasai hawa nafsu sampai ke titik terendah dan atau
bila mungkin mematikan hawa nafsu itu sama sekali. sistem pembinaan akhlak
disusun sebagai berikut:

a. Takhalli

Takhalli merupakan langkah pertama yang harus dijalani seorang sufi.


Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari akhlak tercela. Salah satu hal
tercela yang paling banyak menyebabkan timbulnya akhlak jelek lainnya
adalah ketergantungan pada kelezatan duniawi. Takhalli berarti
membersihkan diri dari sifat sifat tercela, dari maksiat lahir dan maksiat
batin.5 Maksiat lahir, melahirkan kejahatan kejahatan yang merusak
seseorang dan mengacaukan masyarakat. Adapun maksiat bathin lebih

5
Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.66.

8
berbahaya lagi, karena tidak kelihatan dan biasanya kurang disadari dan
sukar dihilangkan. Maksiat bathin itu adalah pembangkit maksiat lahir dan
selalu menimbulkan kejahatan kejahatan baru yang diperbuat oleh anggota
badan manusia. Dan kedua maksiat itulah yang mengotori jiwa manusia
setiap waktu dan kesempatan yang diperbuat oleh diri sendiri tanpa disadari.
Semua itu merupakan hijab atau dinding yang membatasi diri dengan Tuhan.
Hal ini dapat dicapai dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam
segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu.6

b. Tahalli

Tahalli adalah upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji. Tahapan


tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak akhlak
tercela. Tahalli juga berarti menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri
dengan perbuatan baik. Berusaha agar dalam setiap gerak perilaku selalu
berjalan di atas ketentuan agama, baik kewajiban yang bersifat luar maupun
yang bersifat dalam. Kewajiban yang bersifat luar adalah kewajiban yang
bersifat formal, seperti sholat, puasa, dan haji. Adapun kewajiban yang
bersifat dalam, contohnya yaitu iman, ketaatan, dan kecintaan kepada
Tuhan.

Tahalli merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada


tahap takhalli. Dengan kata lain, sesudah tahap pembersihan diri dari segala
sikap mental buruk (takhalli), usaha itu harus berlanjut terus ke tahap
berikutnya yang disebut tahalli. Apabila satu kebiasaan telah dilepaskan
tetapi tidak ada penggantinya, maka kekosongan itu dapat menimbulkan
frustasi. Oleh karena itu, ketika kebiasaan lama ditinggalkan harus segala
diisi kebiasaan baru yang baik.7

c. Tajalli

Tajalli ialah hilangnya Hijab (penutup) dari sifat sifat kemanusiaan,


jelasnya Nur (cahaya) yang sebelumnya ghaib, dan musnah segala sesuatu
ketika tampaknya wajah Allah SWT. Kata tajalli bermakna terungkapnya
nur ghaib.8 Agar hasil yang telah diperoleh jiwa ketika melakukan takhalli
6
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf (Jakarta: Hamzah, n.d.), hlm.212.
7
Munir Amin, hlm.215.
8
As, Pengantar Studi Tasawuf, hlm.71.

9
dan tahalli tidak berkurang, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut.
Kebiasaan yang dilkakukan dengan kesadaran dan rasa cinta dengan
sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.

Setiap calon sufi perlu mengadakan latihan jiwa, berusaha


membersihkan dirinya dari sifat tercela, mengosongkan hati dari sifat hati,
dan melepaskan segala sangkut paut dengan dunia. Setelah itu mengisi
dirinya dengan sifat terpuji, segala tindakannya selalu dalam rangka ibadah,
memperbanyak zikir, dan menghindarkan diri dari segala yang dapat
mengurangi kesucian diri baik lahir maupun bathin. Seluruh hati semata
mata di upayakan untuk memperoleh tajalli dan menerima pancaran Nur
Ilahi. Apabila Tuhan telah menembus hati hamba-Nya, dengan Nur-Nya
maka berlimpah ruahlah karuniaNya. Pada tingkat ini seorang hamba akan
memperoleh cahaya yang terang benderang dan dadanya lapang.

4. Tokoh-tokoh Tasawuf Akhlaqi

Tasawuf Akhlaki pertama kali berkembang di pertengahan abad kedua


hingga abad keempat hijriyah. Adapun tokoh-tokoh sufi yang tergabung dalam
tasawuf ini , meliputi Hasan Al-Bashri, Imam Abu Hanifa, al-Junaidi
alBagdadi, al-Qusyairi, as-Sarri as-Saqeti, dan al-Harowi. Selanjutnya di abad
kelima hijriyah, imam Al Ghozali, Al Harawi, dan Al Qusyairi mulai
mengadakan pembaharuan dengan mengembalikan dasar-dasar tawasuf yang
sesuai dengan Al Quran dan as Sunnah.

Beberapa tokoh tasawuf ahlaki yang sangat berpengaruh dalam


perkembangan tasawuf ,mereka adalah :

a. Hasan Al bashri (21 H- 110 H)


b. Al-Ghazali (450 H – 505 H)
c. AL-Muhasibi (165 H-243 H)
d. Al-Qusyairi (376 H-465 H)

B. Tasawuf irfani
1. Pengrtian tasawuf irfani

10
Secara konteks Bahasa Irfani dalam bahasa arab adalah sebagai masdar yang
berarti pengetahuan.kata tersebut dikenal sebagai terminology mistis yang berarti
pengetahuan tentang tuhan.

2. Konsep tasawuf irfani

dalam pandangan Suhrawardi dan Husserl (dalam Hanafi) adalah asas atau
landasan bagi teori pencapaian. Menurut Suhrawardi intuisi mendahului
pemehaman teks dan merupakan syarat pencapaian maqam. Intuisi merupakan
mediasi pencapaian substansi dinamis yang mempolarisasikannya dari substansi
statis maupun al-barazikh (objek-objek pertengahan). Intuisi adalah cahaya, kasyf
(penyingkapan), ilmu laduni (yaitu ilmu pengetahuan yang didapatkan secara
langsung dari Allah tanpa melalui proses belajar maupun latihan) atau pengalaman
spritual yang menghasilkan sebuah ilmu pen getahuan. Sedangkan intuisi dalam
pandangan Husserl adalah pencapaian (pencerapan) yang jelas terhadap esensi
otonom independen, atau pandangan kebatinan terhadap objek-objek temporer
yang lebih dekat pada pandangan rasional daripada pengalaman mistik.9

Hal di atas dipertegas oleh pendapatnya Murtadha Muthahhari dalam


Solihin dan Anwar, yang menjelaskan bahwasanya, sebagai sebuah ilmu, ‘irfan
memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan aspek teoritis. Sebagai ilmu teoriti,
‘irfan memiliki arti ilmu yang menjelaskan relasi sekaligus pertanggungjawaban
manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan Allah SWT.

3. Tahapan menjadi tasawuf irfani


Untuk bisa menjadi tasawuf irfani harus melewati beberapa tahapan berikut
yaitu :
a. Maqamat sebagai tahapan persiapan

maqamat adalah tingkatan yang dicapai oleh seseorang dalam


menempuh jalur sufi, dan setiap orang maqamnya berbedabeda. Calon sufi
tersebut tidak bisa naik ke maqam tertentu sebelum memenuhi maqam
tertentu.10 Dan jika dia sudah mencapai maqam tertentu, kemudian dia
melakukan suatu hal yang menjadikan dia rusak maqamnya, maka dia harus
kembali pada maqam yang paling dasar yakni taubat.
9
Hasan Hanafi, Islamologi 2: dari Rasionalisme ke Empirisme, terj. Miftah Faqih, (Yogyakarta: LkiS, 2004), h.
30
10
l-Qusyairi, al-Risalah al-Qusyairiyah, (Beirut: Daar al-Khair, tt), h. 57

11
1. Taubat

Taubat adalah menyesali atas perbuatan tercela yang telah


dilakukan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.
Menurut Imam Ghazali, taubat adalah sebagai tahapan awal para
salik dalam menapaki maqamat.

2. Zuhud
Zuhud adalah upaya melepaskan diri dari ketergantungan nafsu
duniawi dan mengorientasikan segala sesuatu pada kehidupan
ukhrawi. Menurut Ghazali, zuhud adalah mengurangi kecintaan
pada dunia dan selanjutnya menjauhinya secara sadar dan ikhlas.
3. Sabar
Menurut al-Ghazali ada 2 jenis kesabaran, yaitu (1) kesabaran
jiwa, artinya sabar dalam menahan nafsu makan dan seks, dan (2)
kesabaran badani, artinya sabar dalam menahan penyakit
jasmani11Sedangkan Ibnu Abbas mengklasifikasikan kesabaran ke
dalam 3 bentuk yaitu (1) sabar dalam menjalankan perintah Allah,
(2) sabar dalam menjauhi laranganNya, dan (3) sabar dalam
menghadapi musibah dan cobaan.
4. Faqr
Sikap ini dapat menjauhkan seseorang dari keserakahan.
Perbedaan faqr dengan zuhud yaitu jika faqr lebih dalam bentuk
penerimaan dan pemanfaatan fasilitas hidup yang dimiliki,
sedangkan zuhud lebih mengorientasikan segala sesuatu untuk
kehidupan akhirat, tanpa meninggalkan dunia karena dunia sebagai
bekal untuk kehidupan akhirat.
5. syukur

Syukur adalah berterimakasih kepada Allah SWT atas


segala yang telah diberikan kepada kita dalam bentuk apapun dan
berapapun. Syukur adalah menguatnya motivasi agama dalam
mengalahkan motivasi syahwat. Syukur kepada Allah merupakan
bukti rasa terimakasih atasnikmat dan karunia yang diberikan
kepada hamba-Nya.Dengan bersyukur maka hati akan tentram
11
Abu Hamid Ghazali, Ihya Ulum Al-Din, Juz IV, (Beirut : Dar-Al-ma’rifah), h. 58-59

12
karena merasa bahwa segala sesuatu adalah milik allah SWT dan
manusia tidak mempunyai apapun.

6. Tawakal
Tawakal berarti berserah diri kepada Allah SWT atas segala
usaha (ikhtiar) yang telah dilakukan. Dalam tawakkalh hanya Allah
SWT lah yang dijadikan sebagai tempat bergantung.
7. Ridha
Ridha’ diartikan sebagai sikap menerima dengan senang hati
dan puas terhadap apa yang yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Menurut Mahmud, ridha dapat memotivasi manusia untuk
mencapai apa yang disukai dan menjauhi apa yang dibenci oleh
Allah.

4. Tokoh-tokoh dalam tasawuf irfani


a. Rabi’ah Al Adawiyyah
Rabiah al-Adawiyah telah membuktikkan bahwa meskipun seorang
wanita dia mampu mencapai maqamat tertinggi dalam tasawuf. Jadi Jenis
kelamin tidak membatasi orang untuk bisa beribadah secara total kepada
Allah, oleh karena itu Allah tidak pernah melihat hambanya dari aspek apapun
kecuali dari tingkat ketaqwaanya. Dan itulah yang telah dibuktikan oleh
Rabiah al-Adawiyah. Rabiah merupakan tokoh tasawuf pertama yang
dianggap sebaga pelopor dotrin cinta tanpa pamrih (kepada Allah). Di dalam
sejarah perkembangan tasawuf, hal ini merupakan konsepsi baru di kalangan
sufi kala itu. Karena itulah ia disebut “The Mother of The Grand Master atau
Ibu dari para sufi besar.
b. Dzun Nun Al Mishri
Julukan Dzu al-Nun diberikan kepadanya berhubungan dengan berbagai
kelebihan yang diberikan Allah kepadanya. Posisi Al-Mishri dalam tasawuf
dilihat penting karena dia lah orang pertama di Mesir yang membicarakan
masalah ahwal dan maqamat para wali. Dia juga dipandang sebagai bapak
faham ma’rifah

C. Tasawuf Falsafi

13
1. Pengertian Taswuf Falsafi

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi
rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaki, tasawuf falsafi menggunakan
terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut berasal dari
bermacam-macam ajaran filsafat yang telah memengaruhi para tokohnya.
Tasawuf falsafi adalah suatu aliran dalam tasawuf yang menyatukan unsur mistis dan rasional
dengan menggunakan istilah filosofis. Berbeda dengan tasawuf akhlaki, tasawuf falsafi
memanfaatkan terminologi filosofis dari berbagai aliran untuk mengungkapkan ajarannya.
Definisi tasawuf falsafi mencakup kajian dan eksplorasi esoteris dalam Islam, dengan tujuan
mengembangkan kebersihan batin melalui pandangan filosofis.

2. Tahapan mencapai Tasawuf Falsafi

Mencapai tasawuf falsafi melibatkan eksplorasi konsep filosofis dalam tasawuf. Untuk
mencapai tasawuf falsafi dapat dipahami dalam konsep-konsep ini:
- Fana’ dan Baqa’
Dari segi bahasa al-fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana berbeda dengan al-
fasad (rusak). Fana artinya tidak tampaknya sesuatu, sedangkan al-fasad atau rusak
adalah berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain. 12 Bagi para sufi, konsep fana
memiliki beragam makna. Salah satunya dapat diartikan sebagai keadaan moral yang
tinggi, atau sebagai penyingkapan sifat-sifat jiwa yang mulia dan lenyapnya sifat-sifat
yang tercela. Selanjutnya, hasil dari pengalaman fana adalah baqa, yang secara literal
berarti kekekalan. Namun, dalam konteks sufisme, baqa merujuk pada kekekalan
sifat-sifat terpuji dan keberadaan sifat-sifat Ilahi dalam diri manusia.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan fana adalah
lenyapnya sifat-sifat basyariah, akhlak yang tercela, kebodohan dan perbuatan
maksiat dari diri manusia. Sedangkan baqa adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan,
akhlak terpuji, ilmu pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan maksiat untuk
mencapai baqa ini perlu dilakukan usaha-usaha seperti bertaubat, berdzikir, beribadah,
dan menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji.
- Ittihad
Apabila seorang sufi telah berada dalam keadaan fana, maka pada saat itu ia telah
dapat menyatu dengan Tuhan, sehingga wujudiyahnya kekal atau al-Baqa. Di dalam
perpaduan itu ia menemukan hakikat jati dirinya sebagai manusia yang berasal dari
Tuhan, itulah yang dimaksud dengan ittihad. 13 Ittihad merupakan evolusi dari konsep
Fana’ dan Baqa’ itu sendiri, fana mengindikasikan hilangnya sifat-sifat yang
bertentangan dengan norma agama, akhlak buruk, ketidaktahuan, dan perilaku dosa
dari individu. Sebaliknya, baqa menunjukkan kekekalan sifat-sifat ilahi, akhlak baik,
pengetahuan, dan kesucian dari dosa dan perbuatan maksiat dalam diri manusia.
Upaya seperti bertaubat, berdzikir, beribadah, dan mengembangkan akhlak baik
diperlukan untuk mencapai keadaan baqa ini. Kesimpulannya, pembahasan mengenai
fana dan baqa sangat terkait dengan konsep al-Ittihad, di mana penyatuan batin atau
rohaniah dengan Tuhan menjadi tujuan utamanya. Pengertian ittihad, sebagaimana
dijelaskan dalam terminologi sufi, adalah penggabungan dua entitas menjadi satu.
Ittihad merupakan doktrin yang kontroversial di mana terjadi penyatuan antara dua
12
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Grafindo Persada, 2006), h. 231.
13
A. Rivay Siregar, Tasawuf: Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme, (Jakarta; RajaGrafindoPersada, 1999), h.
152.

14
eksistensi. Istilah ini berasal dari kata wahd atau wahdah yang berarti satu atau
tunggal. Jadi, secara singkat, ittihad mengacu pada persatuan manusia dengan Tuhan.
- Hulul

Secara harifah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu,
yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiannya melalui fana.
Menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma sebagaimana dikutip Harun
Nasution, adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh
manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah kemanusiaan dalam
tubuh itu dilenyapkan.14 Sebelum Tuhan menciptakan makhluk, Dia hanya
mengamati diri-Nya sendiri, dan Allah menyelami zat-Nya sendiri serta mengasihi
zat-Nya sendiri. Cinta inilah yang menjadi penyebab eksistensi dan kelimpahan
makhluk-makhluk ini.

Al-Hallaj menyimpulkan bahwa dalam diri manusia terdapat aspek ketuhanan (lahut),
sedangkan dalam diri Tuhan terdapat aspek kemanusiaan (nasut). Apabila aspek
ketuhanan dalam manusia menyatu dengan aspek kemanusiaan dalam Tuhan, maka
terjadi fenomena Hulul.

Penjelasan di atas mengindikasikan bahwa Hulul adalah tahap di mana manusia dan
Tuhan bersatu secara spiritual. Hulul pada dasarnya adalah konsep lain dari al-ittihad
yang telah disebutkan sebelumnya. Tujuan Hulul adalah untuk menjadikan aspek
ketuhanan (lahut) muncul dalam diri manusia (nasut), dan hal ini terjadi ketika
seseorang mencapai kesucian batin dalam perjalanan spiritualnya.

Demikian pula, manusia memiliki aspek kemanusiaan (nasut) dan aspek ketuhanan
(lahut) dalam dirinya. Pandangan al-Hallaj ini tercermin dalam tafsirannya tentang
penciptaan Adam dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 34: "Dan (ingatlah) ketika
kami berfirman kepada para malaikat; sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah
mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur; dan ia termasuk golongan orang-orang
kafir. (QS.2:34).

- Wahdat- Al-wujud
Wahdat al-wujud adalah gabungan dari dua kata, yakni "wahdat" yang berarti tunggal
atau kesatuan, dan "al-wujud" yang berarti eksistensi atau keberadaan. Jadi, secara
harfiah, wahdat al-wujud merujuk pada kesatuan eksistensi. Istilah "wahdah"

14
Abrar M. Dawud Faza, MA, TASAWUF FALSAFI

15
digunakan dengan berbagai makna, di antaranya oleh ulama klasik untuk menyatakan
bahwa suatu entitas tidak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil. Selain
itu, dalam filsafat dan sufisme, istilah "wahdah" juga digunakan untuk merujuk pada
kesatuan antara materi dan roh, hakikat dan bentuk, yang tampak dan yang
tersembunyi, serta antara alam semesta dan Allah, karena alam semesta pada
hakikatnya adalah abadi dan berasal dari Tuhan.

Secara umum, wahdat al-wujud sering dipahami sebagai penyatuan antara Tuhan dan
manusia yang telah mencapai kesucian sejati atau diyakini telah mencapai kesucian.
Namun, secara sebenarnya, konsep ini menggambarkan bahwa Tuhanlah yang
menciptakan alam semesta dan segala isinya. Dia adalah Pencipta, yang telah
menciptakan manusia, Dia adalah Tuhan, dan manusia adalah manifestasi-Nya. Selain
wahdat al-wujud, terdapat juga kepercayaan lain yang serupa, yaitu wahdat al-syuhud,
yang menyatakan bahwa kita dan segala sesuatu adalah bagian dari esensi Tuhan.
Wahdatul wujud sebenarnya adalah suatu ilmu yang tidak disebarluaskan ke orang
awam. Sekalipun demikian, para walilah yang mencetuskan hal tersebut. Karena
sangat dikhawatirkan apabila ilmu wahdatul wujud disebarluaskan akan menimbulkan
fitnah dan orang awam akan salah menerimanya.15

3. Tokoh-Tokoh Tasawuf Falsafi


Tasawuf falsafi adalah aliran dalam tasawuf yang menggabungkan elemen-elemen
filsafat dalam pemahaman spiritualitas Islam.

 Suhrawardi

Dikenal sebagai "Syekh al-Ishraq", Suhrawardi mengembangkan konsep-konsep baru


dalam filsafat Islam, seperti "hikmah al-ishraq" atau filsafat pencahayaan. Dia
menggabungkan pemikiran Plato dengan mistisisme Islam.

 Ibn Sab'in

Ibn Sab'in adalah filsuf Sufi yang aktif di Spanyol Muslim. Dia dikenal karena
mencoba untuk menyatukan pemikiran Aristoteles dengan ajaran-ajaran Sufi.
Karyanya yang terkenal adalah "Risalah al-Anwar" (Pesan Cahaya), di mana dia
mengembangkan konsep-konsep mistis yang kompleks.
15
Ibid 1

16
 Ibnu arabi
Ibn Arabi adalah salah satu figur paling berpengaruh dalam tasawuf dan filsafat Islam.
Dia dikenal karena konsep-konsepnya tentang "Wahdat al-Wujud" (Persatuan
Eksistensi), yang menyatakan bahwa semua keberadaan adalah manifestasi dari satu
realitas ilahi. Karya-karyanya mencakup sejumlah besar teks-teks filosofis dan mistis.

17
BAB III

KESIMPULAN

Dalam makalah ini, telah diuraikan berbagai aspek dari tiga aliran utama dalam tasawuf,
yaitu Tasawuf Akhlaqi, Tasawuf Irfani, dan Tasawuf Falsafi. Tasawuf Akhlaqi menekankan
pada perbaikan akhlak dan moralitas dalam Islam, dengan fokus pada pengembangan diri
secara spiritual. Sejarah perkembangan dan tokoh-tokoh utama seperti Hasan Al-Bashri,
Imam Abu Hanifa, dan Al-Ghazali juga dibahas.

Selanjutnya, Tasawuf Irfani membawa unsur mistis dan rasional dengan menggabungkan
konsep filosofis dalam pemahaman spiritualitas Islam. Konsep seperti fana', baqa', ittihad,
hulul, dan wahdat al-wujud dianalisis dengan menggunakan terminologi filosofis. Tokoh-
tokoh seperti Rabiah al-Adawiyah, Dzun Nun Al Mishri, dan Ibnu Arabi memainkan peran
penting dalam pengembangan aliran ini.

Terakhir, Tasawuf Falsafi memadukan visi mistis dan visi rasional dengan menggunakan
istilah filosofis. Tahapan mencapai tasawuf falsafi, seperti fana', baqa', ittihad, hulul, dan
wahdat al-wujud, serta tokoh-tokoh penting seperti Suhrawardi, Ibn Sab'in, dan Ibnu Arabi,
menjadi fokus pembahasan dalam aliran ini.

Dengan memahami karakteristik, sejarah, tahapan, dan tokoh-tokoh utama dalam ketiga
aliran tasawuf ini, kita dapat memperdalam pemahaman tentang dimensi spiritualitas dalam
Islam serta berbagai pendekatan yang digunakan untuk mencapainya.

18
DAFTAR PUSTAKA

As, Asmaran. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Hossein Nasr, Seyyed. Islam; Agama, Sejarah, Dan Peradaban, Terj. Koes Adiwidjajanto,
Islam; Religion, History, and Civilization,. Surabaya: Risalah Gusti, 2003.
Munir Amin, Samsul. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Hamzah, n.d.
Rahman, Abd. Tasawuf Akhlaki “Ilmu Tasawuf Yang Berkonsentrasi Dalam Perbaikan
Akhlak.” Cet.1. Parepare: CV. Kaaffah Learning Center, 2020.
Rivay Siregar, H.A. Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo Sufisme. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002.
Zhahir, Insanllahi, and Abdulrahman Abdul Khaliq. Pemikiran Sufisme: Di Bawah Bayang-
Bayang Patamorgana,. Jakarta: Amzah, 2002.
A. Rivay Siregar, Tasawuf: Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme, (Jakarta;
RajaGrafindoPersada, 1999), h. 152.

Abrar M. Dawud Faza, MA, TASAWUF FALSAFI


Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Grafindo Persada, 2006), h. 231.
A. Rivay Siregar, Tasawuf: Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme, (Jakarta; RajaGra

19

Anda mungkin juga menyukai