Anda di halaman 1dari 6

Makalah Sejarah Perkembangan Tasawuf Salafi,

Falsafi Dan Syii


24 Mei 2014 pukul 9:44

Makalah Sejarah Perkembangan Tasawuf Salafi, Falsafi Dan Syii


Makalah Ilmu Tasawuf
Sejarah Perkembangan Tasawuf Salafi, Falsafi Dan Syii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua arah perkembangan.
Ada tasawuf yang mengarah pada teori-teori prilaku; ada pula tasawuf yang mengarah pada
teori-teori yang begitu rumit dan memerlukan pemahaman yang lebih mendalam.
Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah pertama disebut sebagai
tasawufsalafi, tasawuf akhlaqi, atau tasawuf sunni. Ada pun tasawuf yang berorientasi ke arah
kedua disebut tasawuf falsafi. Tasawuf jenis kedua banyak dikembangkan para sufi yang berlatar
belakang sebagai filosof, disamping sebagai sufi.
1.2.
Rumusan Masalah
Dari uraian tentang tasawuf di atas, kami merumuskan beberapa permasalahan yang akan kita
bahas dalam makalah ini, yaitu:
a.
Bagaimana sejarah perkembangan dan ajaran tasawuf Salafi (akhlaqi) ?
b.
Bagaimana sejarah perkembangan dan ajaran tasawuf Falsafi ?
c.
Dan bagaimana pula sejarah perkembangan tasawuf Syii ?
1.3.
Tujuan Penulisan
Agar dapat menjelaskan:
a.
Sejarah perkembangan serta ajaran tasawuf Salafi (akhlaqi)
b.
Sejarah perkembangan serta ajaran tasawuf Falsafi
c.
Dan sejarah perkembangan tasawuf Syii
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tasawuf Salafi (Akhlaqi)
a.
Sejarah Perkembangan Tasawuf Salafi (Akhlaqi)
Pada mulanya tasawuf merupakan perkembangan dari pemahaman dari intuisi-intuisi Islam.
Sejak zaman sahabat dan tabiin, kecendrungan pandangan orang terhadap ajaran Islam secara
lebih analitis sudah muncul.
1. Abad Kesatu dan Kedua Hijriah
Perkembangan tasawuf dalam Islam telah mengalami beberapa fase: pada abad pertama dan
kedua hijriah dikenal sebagai fase asketisme (zuhud). Sikap asketisme (zuhud)ini banyak

dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Pada fase ini, terdapat individu-individu dari
kalangan muslim yang lebih memusatkan diri pada ibadah. Mereka menjalankan konsepsi
asketis dalam kehidupan, yaitu tidak mementingkan makanan, pakaian, maupun tempat tinggal.
Mereka lebih banyak beramal untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan akhirat, yang
menyebabkan mereka lebih memusatkan diri pada jalur kehidupan dan tingkah laku yang
asketis. Tokoh yang sangat popular dari kalangan mereka adalah Hasah Al-Bashri (wafat pada
110 H) dan Rabiah Al-Adawiyah (185 H). kedua tokoh ini dijuluki sebagai zahid.
2. Abad Ketiga Hijriah
Pada abad ketiga hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan jiwa dan tingkah laku.perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai
dengan upaya menegakkan moral di tengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang saat
itu sehingga di angan mereka, tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan. Kajian
yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat
sederhana dan mudah dipraktekan oleh semua orang terlebih oleh kaum salaf. Kaum salaf
tersebut melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan akhlak yang terpuji,
dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai banyak
mengandung muatan anjuran untuk berakhlak yang terpuji.
Pada abad ketiga ini mulai ada segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti ajaran
tasawuf yang berkembang masa itu, mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu:
Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, yaitu tasawuf yang berisi suatu metode yang lengkap
tentang pengobatan jiwa, yang mengkonsentrasikan-kejiwaan manusia kepada Khaliqnya,
sehingga ketegangan kejiwaan akibat pengaruh keduniaan dapat teratasi dengan baik.
Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak; yaitu didalamnya terkandung petunjuk-petunjuk tentang
tata cara berbuat baik serta cara menghindari keburukan; yang dilengkapi dengan riwayat dari
kasus yang pernah di alami oleh para sahabat Nabi.
Tasawuf yang berintikan metafisika; yaitu didalamnya terkandung ajaran yang melukiskan
hakikat Ilahi, yang merupakan satu-satunya yang ada dalam pengertian yang mutlak, serta
melukiskan sifat-sifat Tuhan, yang menjadi alamat bagi orang-orang yang akantajalli kepadaNya.
3. Abad Keempat Hijriah
Pada abad keempat hijriah ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat
dibandingkan dengan abad ketiga hijriah, karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk
mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Akibatnya, kota Baghdad satu-satunya kota
yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf paling besar sebelum masa itu tersaingi oleh kotakota besar lainnya.
Upaya untuk mengembangankan tasawuf diluar kota Baghdad pada abad keempat ini dipelopori
oleh beberapa ulama tasawuf yang terkenal kealimannya, antara lain:
Musa Al-Anshary; mengajarkan ilmu tasawuf di Khurasan (Persia atau Iran), dan wafat disana
tahun 320 H.
Abu Hamid bin Muhammad Ar-Rubazy; mengajarkannya disalah satu kota di Mesir, dan wafat
disana tahun 322 H.
Abu Zaid Al-Adamy; mengajarkannya di Semenanjung Arabiyah, dan wafat disana tahun 314
H.
Abu Ali Muhammad bin Abdil Wahhab As-Saqafy; mengajarkannya di Naisabur dan kota
Syaraz, hingga ia wafat tahun 328 H.

Perkembangan tasawuf diberbagai negeri dan kota tidak mengurangi perkembangan tasawuf
kota Baghdad bahkan,penulisan kitab-kitab tasawuf disana mulai bermunculan, misalnya
kitab Qutubul Qultib Fi Muamalatil Mahbub, yang dikarang oleh Abu Thalib Al-Makky (meninggal
di Baghdad tahun 386 H).
Ciri-ciri lain yang terdapat pada abad keempat ini adalah semakin kuatnya unsur filsafat yang
mempengaruhi corak tasawuf, karena banyaknya buku filsafat yang tersebar dikalangan umat
Islam hasil dari terjemahan orang-orang musliam sejak permulaan Daulah Abbasiyah. Pada
abad ini pula mulai dijelaskan perbedaan ilmu zahir dan ilmu batin, yang dibagi oleh ahli tasawuf
menjadi empat macam:
Ilmu Syariah
Ilmu Thariqah
Ilmu Haqiqah
Ilmu Marifah
4.
Abad Kelima Hijriah
Pada abad kelima hijriah muncullah Imam Al-Ghazali, yang sepenuhnya hanya menerima
tasawuf berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah serta bertujuan asketisme, kehidupan sederhana,
pelurusan jiwa, dan pembinaan moral. Pengetahuan tentang tasawuf berdasarkan tasawuf
dikajinya dengan begitu mendalam. Di sisi lain, ia melancarkan kritikan tajam terhadap para
filosof, kaum Mutazilah dan Batiniyah. Al-Ghazali berhasil mengenalkan prinsip-prinsip tasawuf
yang moderat, yang seiring dengan aliran ahlu sunnah waljamaah, dan bertentangan dengan
tasawuf Al-Hajjaj dan Abu Yazid Al-Busthami, terutama mengenai soal karakter manusia.
5.
Abad Keenam Hijriah
Pada abad keenam hijriah, sebagai akibat pengaruh keperibadian Al-Ghazali yang begitu besar,
pengaruh tasawuf Sunni semakin meluas ke seluruh pelosok dunia Islam. Keadaan ini memberi
peluang bagi munculnya para tokuoh sufi yang mengembangkantarikat-tarikat untuk mendidik
para murid mereka, seperti Sayyid Ahmad Ar-Rifai (wafat pada tahun 570 H) dan Sayyid Abdul
Qadir Al-Jailani (wafat pada tahun 651 H).
b.
Ajaran Tasawuf Salafi (Akhlaqi)
1.Takhalli
Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi.Takhalli adalah
usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu dari akhlak tercela yang
paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain adalah kecintaan yang berlebihan kepada
urusan duniawi.
2.Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap,
perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari
akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar)
maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat
formal seperti sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan,
ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan. Sikap mental dan perbuatan yang baik sangat penting
diisikan kedalam jiwa manusia akan dibiasakan dalam perbuatan dalam rangka pembentukan
manusia paripurna, antara lain:
Taubat: Yaitu rasa penyesalan sungguh sungguh dalam hati yang disertai permohonan
ampun serta berusaha meninggalkan perbuatan yang menimbulkan dosa.

Cemas dan Harap (Khauf dan Raja) : yaitu perasaan yang timbul karena banyak berbuat
salah dan seringkali lalai kepada Allah.
Zuhud: Yaitu meninggalkan kehidupan duniawi dan melepaskan diri dari pengaruh materi.
Al-Faqr: Yaitu sikap yang tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan
merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain.
Al-Sabru: Yaitu suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian.
Ridha: Yaitu menerima dengan lapang dada dan hati terbuka terhadap apa saja yang datang
dari Allah.
Muraqabah: yaitu seseorang menyadari bahwa dirinya tidak pernah lepas dari pengawasan
Allah sehingga selalu membawanya pada sikap mawas diri atau self correction.
3. Tajalli
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka rangkaian
pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib.
Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh yang telah terisi dengan butir-butir
mutiara akhlak dan sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang,
maka, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan
kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan
rasa rindu kepada-Nya.
2.2. Tasawuf Falsafi
a.
Sejarah Perkembangan Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi, disebut juga denga tasawuf nazhari, merupakan tasawuf yang ajaran-ajarannya
memadukan antara visi mistis dan visi rasional sebagai penggagasnya. Berbeda dengan tasawuf
salafi (akhlaqi), tasawuf filodofi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya.
Selama abad kelima hijriah, aliran tasawuf salafi (akhlaqi) terus tumbuh dan berkembang.
Sebaliknya, aliran tasawuf falsafi ini mulai tenggelam dan muncul kembali dalam bentuk lain
pada pribadi-pribadi sufi yang juga filosof. Tenggelamnya aliran ini adalah imbas dari kejayaan
teologiAhlussunnah Wal Jamaah di atas aliran-aliran lain.
Sejak abad keenam hijriah muncul sekelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf mereka
dengan filsafat, dengan teori mereka yang bersifat setengah-setengah. Artinya, disebut murn
tasawuf bukan, disebut murni filsafat juga bukan. Di antara mereka yaitu Syukhrawardi Al-Maqtul
(meninggal tahun 549 H), penyusun kitab Hikmah Al-Insyraqiyah, Syekh Akbar Muhyidin Ibnu
Arabi (meninggal pada Tahun 638 H), dan lain-lain. Mereka banyak menimba berbagai sumber
dan pendapat asing, seperti filsafat Yunani dan khususnya Neo-Platonisme. Mereka pun banyak
mempunyai teori mendalam mengenai jiwa, moral, pengetahuan, wujud dan sangat bernilai baik
ditinjau dari segi tasawuf maupun filsafat, dan berdampak besar bagi para sufi mutakhir.
Dengan munculnya para sufi yang juga filosof, orang mulai membedakannya dengan tasawuf
yang mula-mula berkembang , yakni tasawuf akhlaqi. Kemudian, tasawuf akhlaqi ini didentik
dengan tasawuf sunni. Hanya saja, titik tekan penyebutan tasawuf sunni dilihat pada upaya yang
dilakukan oleh sufi-sufi yang memegari tasawufnya dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan
demikian terbagi menjadi dua, yaitu sunni yang lebih berorientasi pada pengokohan akhlak , dan
tasawuf falsafi, yakni aliran yang menonjolkan pemikiran-pemikiran filosofis dengan ungkapanungkapan ganjilnya (syathahiyat) dalam ajaran-ajaran yang dikembangkannya. Ungkapanungkapan syathahiyat itu bertolak dari keadaan yang fana menuju pernyataan tentang terjadinya
penyatuan ataupun hulul.

Tokoh-tokoh yang terkenal dalam tasawuf falsafi antara lain, yaitu Ibn Masarrah (dari Cordova,
Andalusia, wafat tahun391 H), Syukhrawardi (dari Persia, wafat dibunuh di Aleppo tahun 587 H),
dan Ibn Arabi (sufi Andalusia, wafat di Damaskus tahun 638 H). bila tasawuf sunni memperoleh
bentuk final pada pengajaran Al-Ghazali, maka tasawuf falsafi mencapai puncak
kesempurnaannya pada pengajaran Ibn Arabi. Dengan pengetahuannya yang amat kaya, baik
dalam lapangan keislaman mapun dalam lapangan filsafat, ia berhasil membuat karya tulis yang
luar biasa banyaknya (di antaranya, Futuhat Al-Makkiyah dan Fushush Al-Hikam). Hampir semua
praktik, pengajaran, dan ide-ide yang berkembang dikalangan sufi diliputinya dengan penjelasanpenjelasan memadai. Ajaran sentral Ibn Arabi adalah tentang kesatuan wujud (Wahdah AlWujud).
b.
Ajaran Tasawuf Falsafi
Ciri umum tasawuf falsafi menurut At-Taftazani adalah ajarannya yang samar-samar akibat
banyaknya istilah khusus yang hanya dapat difahami oleh siapa saja yang memahami ajaran
tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak hanya dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan
metodenya didasarkan pada rasa (dzauq), tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf
dalam pengertian yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan
lebih berorientasi pada panteisme. Para sufi yang juga filosof pendiri aliran tasawuf ini mengenal
dengan baik filsafat Yunani serta berbagai alirannya seperti Socrates, Aristoteles, aliran Stoa,
dan aliran Neo_Platonisme dengan filsafatnya tentang emanasi. Bahkan mereka pun cukup
akrab dengan filsafat yang sering kali disebut hermenetisme yang karya-karyanya sering
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, dan filsafat-filsafat Timur kuno, baik dari Persia maupun
dari India serta filsafat-filsafat Islam seperti yang diajarkan oleh Al-Farabi dan Ibn Sina. Mereka
pun dipengaruhi aliran Batiniyah sekte Ismailiyah aliran Syiah dan risalah-risalah Ikhwan AshShafa.
Berbagai paham dalam tasawuf falsafi selalu dipresentasikan dalam ungkapan-ungkapan ganjil
dan aneh (syathahat) yang meresahkan umat Islam. Karena itu wajar jika para fuqaha merasa
gelisah sehingga mengeluarkan berbagai kritik bahkan kecaman serius terhadap para sufi falsafi.
Objek yang menjadi ajaran para tasawuf filosof adalah:
1. Latihan rohaniah dengan rasa, instiusi serta intropeksi diri yang timbul darinya.
2. Iluminasi atau hakekat yang tersingkap dari alam gaib, seperti sifatsifat rabbani, arsy,
kursi, malaikat dll.
3. Peristiwaperistiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai
bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4. Penciptaan ungkapan ungkapan yang pengertiannya sepintas samarsamar (syatahiyyat).
2.3. Sejarah Perkembangan Tasawuf Syii
Diluar dua aliran tasawuf di atas, ada juga yang memasukkan tasawuf aliran ketiga, yaitu
tasawufSyiI atau Syiah. Pembagian tasawuf aliran ketiga ini didasarkan atas ketajaman
pemahaman kaum sufi dalam menganalisis kedekatan manusia dengan Tuhan. Kaum Syiah
dinisbatkan kepada pangikut Ali bin Abi Thalib. Dalam sejarahnya, setelah perang Shiffin (yakni
perang antara pendukung Khalifah Ali dengan pendukung Muawiyah bin Abu Sufyan), para
pendukung fanatik Ali memisahkan diri, dan banyak berdiam didaratan Persia. Daratan Persia
terkenal sebagai daerah yang telah banyak mewarisi tradisi pemikiran semenjak Imperium Persia
Berjaya, dan disinilah kontak budaya antara Islam dan Yunani telah berjalan sebelum dinasti
Islam berkuasa di Persia.

Perkembangan tasawuf Syii dapat ditinjau melalui kaca mata keterpengaruhan Persia oleh
pemikiran-pemikiran filsafat Yunani. Ibnu Khaldun dalm Al-Muqaddimah telah menyinggung soal
kedekatan kaum Syiah dengan paham tasawuf. Ibnu Khaldun melihat kedekatan tasawuf
falosofis dengan sekte ismailiyah dan Syiah. Sekte ismailiyah menyatakan terjadinya hulul atau
ketuhanan para imam mereka. Menurutnya, kedua kelompok ini memiliki kesamaan, khususanya
dalam persoaalan quthb dan abdal. Bagi para sufi filosof, quthb adalah puncak kaum arifin,
sedangkan abdal merupakan perwakilan. Ibnu Khaldun menyatakan bahwa doktrin yang seperti
ini mirip dengan doktrin aliran Ismailiyah tentang imam dan para wakilnya begitu juga tentang
pakaian compang-camping yang disebut-sebut berasal dari imam Ali. Jika berbicara tentang
tasawuf syii, maka akan diikuti oleh tasawuf sunni. Dimana dua macam tasawuf yang dibedakan
berdasarkan kedekatan atau jarak ini memiliki perbedaan. Paham tasawuf syii beranggapan,
bahwa manusia dapat meninggal dengan tuhannya karena ada kesamaan esensi antara
keduanya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari segi linguistik tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana.
Sikap yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak mulia yang mampu membentuk
seseorang ke tingkat yang mulia.
Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang berkonsentrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi
pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf
seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah.
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi
rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi menggunakan
terminologi filosofis dalam pengungkapannya.
Tasawuf Syii atau Syiah, tasawuf aliran ketiga ini didasarkan atas ketajaman pemahaman kaum
sufi dalam menganalisis kedekatan manusia dengan Tuhan.
3.2. Saran
Setelah para pembaca selesai membaca makalah ini, pastilah terdapat banyak kesalahan di
dalam penulisan makalah di atas, memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan dalam penulisan makalah kami
yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
M. Solihin & Rosihan Anwar. 2008. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia
http://ukhuwahislah.blogspot.com/2013/06/makalah-sejarah-perkembangan-tasawuf.html

Anda mungkin juga menyukai