Anda di halaman 1dari 10

PERTEMUAN VI

KETUHANAN YANG MAHA ESA DARI BERBAGAI TINJAUAN DISIPLIN ILMU

Sejak dulu, ilmu pengetahuan mempunyai posisi penting dalam aktivitas berpikir manusia.
Istilah ilmu pengetahuan terdiri dari dua gabungan kata berbeda makna, ilmu dan pengetahuan.
Segala sesuatu yang kita ketahui merupakan definisi pengetahuan, sedangkan ilmu adalah
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode tertentu.

Sikap kritis dan cerdas manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa di sekitarnya,
berbanding lurus dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Namun dalam perkembangannya,
timbul gejala dehumanisasi atau penurunan derajat manusia. Hal tersebut disebabkan karena produk
yang dihasilkan oleh manusia, baik itu suatu teori mau pun materi menjadi lebih bernilai ketimbang
penggagasnya. Itulah sebabnya, peran Pancasila harus diperkuat agar bangsa Indonesia tidak
terjerumus pada pengembangan ilmu pengetahuan yang saat ini semakin jauh dari nilai-nilai
kemanusiaan.

KYME yang merupakan sila pertama dalam Pancasila menuntut agar bangsa Indonesia
memeluk ajaran agama sesuai dengan pilihannya sebagai hak azasinya dan memlilki integritas yang
tinggi menerima perbedaan faham dan aqidah dari setiap warga negara. Oleh hal tersebut beberapa
tinjauwan disiplin ilmu dapat membantu pengetahuan agar menjadi bagian yang sudah tahan uji
secara ilmiah dapat dibuktikan kebenaranya sebhingga kebersamaan dalam faham KYME sebagai
bangsa namun berbeda dalam aqidah, sikap toleransi beragama dapat terwujud.

A. KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM TINJAUWAN TASAWUF


Istilah Tasawuf dalam Islam sudah populer, namun pada umumnya manusia, khusus umat
Islam sendiri sebahagian meragukan tentang status serta fungsinya dalam agama Islam. Berdasarkan
analisa filsafat serta kitab-kitab suci agama Samawi dan aqidah serta kaidah agama Islam, maka
sesungguhnya Tasawuf (yang hanya populer dalam agama Islam) adalah bagian dari teologi Islam
(ilmu Agama Islam) yang dikenal dengan teosofi Islam. Tasawuf melampaui batas lingkup filsafat,
karena memiliki empiris-empiris metafisik terutama mengenai pendekatan diri kepada Tuhan (Allah
SWT). Tasawuf adalah perasaan-perasaan kuat keagamaan kesadaan luroh akan keagungan
diucapkan atau tak terucapkan desakan kuat untuk mengabdi dan hati baik serta kesholehan. Tasawuf
adalah pakaian sehari-hari, bukan barang mewah atau bekakas antic.
Tasawuf bukanlah kajian teoritis saja, tetapi memiliki “Technical Know How” dan jika
tasawuf dikaji dan dipelajari dengan teotis dalam kajian filsafat saja, hal inilah yang dapat
menyimpangkan umat Islam menjadi sekuler tersembunyi, ini akan bertentangan dengan tuntutan
agama Islam itu sendiri. Dan ini pulalah yang menyebabkan sila pertama dari Pancasila yakni
Ketuhanan yang maha esa yang sebagai inti tersebut belum berhasil melahirkan individu masyarakat
Indonesia yang Pancasilais dengan nilai-nilai jiwa yang baik dan benar. M. Abdul Karim dalam
bukunya “Menggali Muatan Pancasila dalam Perspektif Islam” menjelaskan bahwa pemahaman dan
pemaknaan terhadap Pancasila hendaknya tidak di seragamkan melainkan menghargai keragaman,
karena tantangan Indonesia ke depan lebih berat dan kompleks sehingga sosialisasi dan pemaknaan
atas jati diri bangsa Indonesia, Pancasila, juga harus di pertautkan dengan tantangan zaman dan
realitas Sehingga keseimbangan antara kegiatan jasmani dengan rohani tidak serasi. Dengan
demikian ibadahnya terlalu berspekulasi, dan hasilnya pun tidak dapat dihayati benar secara hakiki
sampai kehadirat Allah SWT. Dan perlu diingat bahwa para sahabat bersama Rasulullah SAW dalam
ibadahnya telah menyatu didalam syariat, jadi bukan ditambah dari syariat yang ada. Justru syariat
itu lahir dari produk pendekatan diri kehadirat Allah SWT. Contoh peringatan Allah SWT dalam
Alquran :“Tegakkan shalat yang khusuk” “Tegakkan shalat dengan mengingat Allah” “Shalatmu
adalah mikrajmu, bagi seorang mukmin”
Peringatan Tuhan terhadap shalat jelas terlihat pada Surat Al Mauun, dan pelatihan shalat
yang khusuk yang memenuhi syariat secara objektif, reliable, dan valid adalah dalam metode
Tasauf / Thariqatullah dengan tehnik zikirullah sebagai Technical Know how” yang disebut juga
“Teknologi Alquran” (Prof. DR.H.SS. Kadirun Yahya; 1981)
Berdasarkan penggunaan istilah “Teknologi Alquran” tersebut, di dalam penjelasan
ilmiahnya, Prof. Dr. Kadirun Yahya mempergunakan Metafisika Eksakta (seperti dijelaskan pada
Bab II) kepada para teknokrat yang mengikuti ajaran tarekatullah/Tasauf/Sufi yang beliau pimpin
sehingga menjadi sangat dalam pemahaman serta penghayatan Ilmu Kerohanian Islam sebagai Islam
yang Kaffah dalam ibadahnya sejalan dengan kajian teoritisnya. Jadi kesimpulannya, bahwa Tasauf
adalah intinya Syariat Islam, khusus dalam Hablum Minallah, sebagai Islam yang Kaffah.

1. Etimologi
Pengertian tasawuf secara etimologis, terdapat beberapa pendapat mengenai asal kata dari
tasawuf. Beberapa pendapat tersebut diantaranya ialah tasawuf berasal dari ṣuf (bulu domba), ṣafa
(bersih/jernih), ṣaf (barisan terdepan), ṣuffah (emper masjid Nabawi) dan lain sebagainya.
Menurut Prof. Kamil Katapraja,Tasawuf berasal dari kata sufi. Menurut sejarah, orang
yang pertama memakai kata sufi ialah seorang zahid atau ascetic bernama Abu Hasyim Al-Kufi (150
H). Adapun mengenai etimologi kata Sufi adalah :
a. Ahli Suffah adalah orang-orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke
Madinah, dan karena kehilangan harta benda dan dalamkeadaan miskin sehingga
mereka tinggal di mesjid Nabi dan tidur diatas bangku batu dengan memakai pelana
sebagai bantal. Pelana itu disebut suffah (Sadle Cushion). Para ahli suffah berhati baik
dan mulia, tidak mementingkan keduniaan dan miskin. Sifat kaum sufi adalah miskin
tetapi berhati baik dan mulia.
b. Shaf Pertama. Sebagaimana halnya dengan orang shalat di saf pertama akan
mendapat kemuliaan dan pahala, demikian pula halnya dengan kaum sufi dimuliakan
Allah dan diberi pahala.
c. Sufi dan Safaa yaitu suci. Seorang sufi ialah orang yang disucikan dan kaum sufi ialah
orangorang yang mensucikan dirinya melalui latihan berat dan lama.
d. Shopos artinya hikmat (Yunani).
e. Suf, kain yang dibuat dari bulu yaitu wol. Hanya kain wol yang dipakai kaum sufi
adalah kain wol yang kasar. Pemakaian wol yang kasar pada saat itu adalah simbol
kesederhanaan dan kemiskinan.
Kaum sufi ialah orang-orang yang hidup sederhana dan dalam keadaan mis-kin, tetapi
berhati suci dan mulia, menjauhi pemakaian sutera dan sebagai gantinya memakai wol yang kasar.

2. Terminologi
Berdasarkan etimologi kata Tasawuf identik dengan sufi yang mengan-dung arti orang yang
hidup sederhana (zuhud). Tasawuf dalam arti yang se-sungguhnya masuk lingkup Theosophia
(Teologi Islam) bukan philosophia.
Theo - Tuhan (Ketuhanan)
Sophia - Hikmah, kebenaran, kebijaksanaan, kecakapan.
Theosophia (Tasawuf) berarti :
- Kebijaksanaan Tuhan : Tuhan Maha Bijaksana,
- Hikmah Tuhan : Tuhan Maha Hikmah,
- Kebenaran Tuhan : Tuhan Maha Benar,
- Kecakapan Tuhan : Tuhan Maha Cakap.
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai Tasawuf seperti ;
Tasawuf adalah aliran mistik dalam Islam. Kaum Orientalis menyebutnya sufisme, suatu
istilah yang dikhususkan untuk agama Islam. Baik sufisme maupun mistisisme (agama-agama diluar
Islam), membawa para pengikutnya untuk melakukan hidup zuhud, artinya meninggaklkan atau
menjauhi hidup kematerian dan lebih banyak mementingkan kerohanian.
Tekun beribadah dan berusaha mensucikan dirinya dengan jalan menjauh-kan diri dari
keramaian dunia dan berkontemplasi (meditasi/perenungan). Tujuan mereka adalah untuk
memperoleh hubungan langsung dan secara sadar kepada Tuhan (ensiklopedi Indonesia edisi
khusus). Tasawuf atau sufisme, mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari
benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Intisari dari sufisme ialah kesadaran akan adanya
komunikasi dan dialog antara roh ma-nusia dengan Tuhan dengan cara mengasingkan diri dan
berkontemplasi. Hal ini sesuai dangan harapaan dari Sila KYME menghendaki agar bangsa
Indonesia berketuhanan dengan menjiwai sifat kasih sayang Nya dan menjadikan-Nya sebagai
sumber moralitas dalam kehidupan dan kemasyarakatan. Kesungguhan mencintai Tuhan bisa
memancarkan kasih sayang kepada sesama makhluk melalui sikap keagamaan yang lapang dan
toleran, bersedia membuka ruang pergaulan dalam rangka bergotong royong menghadirkan rahmat
kebajikan bagi semua, dengan memperjuangkan kebenaran dan keadilan serta berbuat amal
kesalehan dengan sikap hidup yang amanah, jujur, dan bersih
Tasawuf atau sufisme, dasarnya ialah Islam, mengajarkan bagaimana orang Islam dapat
berada sedekat mungkin dengan Allah SWT. Para ulama sepakat bahwa Tasawuf termasuk kedalam
Ihsan. Ihsan adalah masalah rasa dan pengalaman seseorang pada waktu dia beribadah kepada Allah
SWT. Ihsan adalah muraqabah, mawas diri, rasa hadirnya Allah pada waktu seseorang beribadah.
Kehadiran Allah terasa melalui penglihatan hati sanubarinya, atau merasa dilihat atau diawasi oleh
Allah SWT. Ibadah de-ngan Ihsan inilah yang membuahkan khusuk dalam shalat, makbul dalam
zakat, taqwa dalam puasa dan mabrur dalam haji. Tujuan pengamal tasawuf adalah untuk
mendapatkan musyahadah (penyaksian) terhadap Allah SWT.
Definisi dari Tasawuf adalah bahwa Tasawuf adalah ajaran dalam Islam, yang bertujuan
agar ibadah seorang muslim kepada Allah SWT menuju Haqqul Yakin dalam Ridha Allah SWT,
atau merasa dekat dengan Allah SWT.
Apabila ditelusuri dan diperhatikan ajaran-ajaran para Rasul dan para Nabi, terutama 25
Nabi Utama, maka sifat serta sikap perilaku mereka serta ibadahnya adalah identik dengan apa yang
menjadi kriteria tasawuf, walau-pun Nabi Daud AS (David) dan Nabi Sulaiman AS (Solomon)
adalah raja dan sangat kaya, namun kepribadiannya adalah zuhud dan berjiwa fakir, hal ini dapat
dilihat dari doa-doanya dalam Zabur (Mazmur). Bahkan harta kekaya-annya dipergunakan untuk
mentauhidkan umat (kasus Ratu Balqish dengan Nabi Sulaiman AS).
Inti ibadah para Nabi Utama , tujuannya adalah selalu mendekatkan di-ri kehadirat Allah
SWT, dengan sikap kesederhanaannya namun bersih dan suci jasmani dan rohaninya.
Pertama: Ajaran Nabi Adam AS hingga Nabi Ibrahim AS. Tanpa kitab suci, wahyu (firman)
langsung lisan via malaikat atau langsung Allah SWT.
Kedua: Ajaran Nabi Musa AS hingga Rasulullah Muhammad SAW; wahyu sudah mulai
memakai kitab suci, yang secara bertahap dilengkapi dengan syariat.
Ibadah (mendekatkan diri) kepada Tuhan adalah tuntutan Allah SWT, sehingga tidak
mungkin tasawuf Islam meniru ajaran agama lain. Tasawuf Islam harus berada didalam qaidah dan
aqidah syariat Islam dan berdasar kan Alquran dan Hadits. Bahkan dapat dikatakan bahwa tasawuf
adalah inti dari agama Islam.
Dalam Alquran dan Hadits tercantum ayat-ayat yang dianggap mendasari tasawuf/sufi,
seperti: Q.S. Al Hadid/57:20 yang artinya: Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan didunia
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak.
Q.S. Al Qashash/28:77 yang artinya “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagian dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
padamu.
Q.S. An Nur/24:36 yang artinya: “Bertasbih kepada Allah di mesjid-mesjid yang telah
diizinkan Allah untuk dijunjung tinggi dan disebut nama Nya didalamnya waktu pagi dan waktu
petang.
Q.S. An Nur/24:37, yang artinya: “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak
(pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan
zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (dihari itu) hati dan penglihatan nmenjadi goncang”.
Q.S. Al Baqarah/2:186, yang artinyaJika hamba-Ku bertanya tentang diri-Ku kepadamu,
Aku dekat dan mengabulkan seruan yang memanggil jika Allah dipanggil”.
Q.S. Al Baqarah/2:115, yang artinya: Timur dan barat adalah kepunyaan Tuhan. Kemana
saja kamu berpaling disitu ada wajah Tuhan”.
Q.S. Qaaf/50:16, Telah kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya
kepadanya. Kami lebih dekat kepada manusa dari pembuluh darah yang ada dilehernya”.
Q.S. Al Anfal/8:17, Bukanlah kamu, tetapi Allah lah yang membunuh mereka, dan
bukanlah engkau melontar ketika engkau melontar, tetapi Allah lah yang me-lontar.
Q.S. Al Baqarah/2:208, yang artinya: Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu dalam
Islam secara keseluruhan.
Q.S. Al Mu’minun/23:1-2, Yang artinya: Sesungguhnya mendapat kemenanganlah orang-
orang mukmin yang berhati khusyuk dalam shalatnya”.
Q.S. Al An’aam/6:162, yang artinya: Katakanlah : Sesungguhnya shalatku dan segala
ibadahku dan hidup matiku bagi Allah, Tuhan sekalian alam”.
Q.S. Al Attaubah/9:40, yang artinya: Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang taqwa”.
Q.S. An Nur/24: 35, yang artinya: Nur Illahi berdampingan Nur Muhammad, itulah
diberikan Nya kepada manusia yang dikehendaki Nya.
Q.S. Ali Imran/3:164, yang artinya: “Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada
orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari go- longan
mereka sendiri. Ia membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, memberikan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu mereka
berada dalam kesesatan yang nyata”.
Q.S. Ali Imran/3: 200, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu
dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah, supaya
kamu beruntung”.
Q.S. Al Fajr//89:27-30, yang artinya: “Hai nafsu (jiwa) yang tenang (suci). Kembalilah
kamu kepada Tuhan mu, dengan (hati) ridha dan diridhai (Tuhan). Maka masuklah kamu dalam
golongan hamba-hamba Ku. Dan masuklah kamu kedalam surga Ku”.
Kemudia dalam Hadist Riwayat Muslim dari Abu Hurairah, yang artinya: Permulaan Islam
ini asing, dan akan kembali asing pula, maka bergembiralah orang-orang yang dianggap asing”.
HR. Abu Daud, yang artinya:“Sesungguhnya Allah akan membangkitkan untuk umat ini
tiap-tiap seratus tahun orang-orang (hamba Nya) yang membaharui (cara pengertian) agama Nya”.
HR. Bukhari, yang artinya: “Islam adalah ilmiah dan amaliah”.
HR. Ahmad dari Wahab bin Munabbih, yang artinya: “Alah Ta’ala berfirman : Tak dapat
memuat zat Ku, bumi dan langit Ku; yang dapat memuat zat Ku ialah hati hamba Ku yang mukmin,
lunak dan tenang”.
HR. Imam Muslim, yang artinya: “Tiada akan datang kiamat kecuali kalau tidak ada lagi
orang yang membaca Allah, Allah”.
HR. Bukhari, yang artinya: “Islam adalah sangat tinggi tiada yang dapat melebihinya”.
HR. Bukhari, yang artinya: “Atas nama Allah yang tiada memberi mudharat apa-apa yang
dilangit dan dibumi ialah bagi orang-orang yang beserta dengan nama Nya”.
HR. Abu Daud, yang artinya: Adakanlah/jadikanlah dirimu itu beserta Allah, jika engkau
(belum bisa) menjadikan dirimu beserta Allah, maka adakanlah (jadikanlah) beserta orang-orang
yang beserta Allah, maka sesungguhnya (orang itulah) yang menghubungkan engkau kepada Allah
(yaitu rohaninya)”.
Dari ayat-ayat Alquran dan Al Hadist diatas terlihat bahwa Tasawuf (sufi) adalah murni
bagian dari Islam itu sendiri dan juga Tasawuf (sufi) adalah Ilmu Metafisika dalam Islam dibidang
kerohanian Islam. Tasawuf bukan kajian-kajian teoritis belaka seperti ilmu akhlak dalam Islam.
namun secara ilmiah, disertai bagaimana teknologinya (Technical Know How).
Dalam Islam, khususnya ilmu taswuf yang benar diakui oleh para Ulama dan para Aulia
adalah Tarekatullah sebagai metode (system) dalam Technical Know How, atau “Teknologi
Alquran”
Tarekat (Tarekatullah) atau teknikal Alquran ilmiah yang akan memberi empiris-empiris
bagi seorang umat dalam usaha mendekatkan diri kehadirat Allah SWT, yaitu pengalaman-
pengalaman terarah secara rohaniah melalui bimbingan (petunjuk) seorang Ulama yang benar-benar
pewaris Nabi (Al Ulama Warisathul Anbiya).
Ulama pewaris Nabi ini berdasarkan kriteria ilmiah adalah ulama yang menguasai,
menerima amanah Rasulullah. Ulama tersebut pasti memiliki ilmu pengetahuan yang didalam
Alquran disebut “Islam Kaffah”, yaitu orang yang menguasai isi kandungan Alquran dan AL Hadist,
serta praktikum kerohanian (ibadah sebagaimana Rasulullah beribadah).
Sebagaimana diketahui bahwa seseorang akan sampai dalam ibadahnya secara rohaniah
disisi Allah SWT, apabila ia memiliki kompetensi beribadah seperti Rasulullah beribadah. Artinya
harus ada korelasi ibadah orang tersebut secara Rohaniah dengan Rohani Rasul, sebagai jaminan
objektifitas (kebenaran), releabilitas (kebajikan) serta validitas (Kesahihan) suatu ibadah (QS. An
Nur 35). Inilah status ilmu Tasauf serta Tarekatullah, sebagai kajian teori dan praktek (Technical
Know How) kerohanian Islam, dapat juga disebut “Teknologi Alquran”.
Ilmu Tasauf intinya adalah usaha umat dalam beribadah untuk selalu mendekatkan diri
(beserta) Allah SWT berimamkan Rohaniah Rasulullah sebagai garansinya, yang akan memberi
dampak/efek positif terhadap keimanan serta ketaqwaan kehadirat Allah SWT. Misalnya shalat yang
khusuk, puasa yang makbul, Haji yang mabrur dll, yang sekaligus juga memberikan efek kepribadian
yang positif seperti rendah hati (bukan rendah diri), berjiwa fakir (hidup sederhana walaupun kaya),
berakhlak tinggi, bekerja maksimal di dunia (sebagai bagian dari ibadah kehadirat Allah SWT) dll.
Prof. DR. H. Kadirun Yahya mengukapkan, Insan-insan seperti inilah yang diartikan dengan
Khalifah dimuka bumi, dan beliau mengajarkan Tasawuf (tarekatullah) dengan metode teknologi
Alquran (Metafisika Eksakta), serta mendirikan lembaga pendidikan yang setara dengan kemajuan
IPTEK (peradaban manusia) didunia modern menuju era globalisasi yang melenial dengan sistem
kesurauan. Beliau aktif sebagai pejuang bangsa yang dari awal Proklamasi Kemerdekaan 1945 s/d
1949 aktif di medan perang, tanpa cacat dan terakhir sebagai perwira tinggi dan sangat kreatif pada
kegiatan duniawi bagi kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Prof. DR. H. Kadirun Yahya sebagai metafisikawan mengatakan bahwa Tasauf itu timbul
dalam agama Islam sesudah ± 2 abad sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW adalah tidak benar.
Yang benar adalah Islam Kaffah yang menjadi misi Rasulullah adalah sebagai agama sempurna yang
sangat kodrati dan fitrah, memiliki bobot serta lingkup mendasar, mendalam dan meluas dan
berkembang terus, namun tetap memiliki standar acuan yaitu Alquran dan Hadits sampai akhir
zaman.
Pada saat Rasul menerapkan misinya, Ilmu Agama Islam yang multi dimensional dipegang
secara bulat belum berpilah-pilah. Setelah Nabi Muhammad wafat dan agama Islam semakin
berkembang, umat bertambah dan permasalahan juga bertambah banyak dari berbagai bidang dan
wilayah bertambah luas. Demikian pula hal nya dalam beribadah (Hablumminallah), para ulama
tentu menerapkan cara-cara Rasul beribadah, yang berpedoman pada Alquran dan Hadits.
Dengan semakin dalam dan meluasnya ibadah dalam agama Islam, maka umat mulai
belajar bertahap atau bagian demi bagian (seolah-olah terbagi-bagi), maka terjadilah pembagian-
pembagian dalam ilmu agama Islam yang dikenal dengan Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqih, Ilmu Syarof,
Ilmu Nahu, Ilmu Kalam, Ilmu Alquran, Ilmu Filsafat, Ilmu Tasauf dll. Dalam ibadah seolah-olah
terpisah antara Syariat dengan Tasauf, yang sesungguhnya Tasauf itu sendiri adalah isi atau inti dari
ibadah Syariat.
Dalam kuliah umumnya pada fakultas Filsafat Metafisika Islam di UNPAB di Medan tahun
1975, Prof. DR. H. SS. Kadirun Yahya memberikan ilustrasi melalui suatu bagan tentang terjadinya
pemisahan terhadap kedua disiplin ilmu tersebut, berdasarkan Alquran surah An Nur 35, sebagai
berikut;
Dari bagan diatas, secara logika dapat dipahami bahwa ibadahnya para Rasul pada
eksistensinya adalah beserta Nur Ilahi yang langsung kehadirat Allah SWT. Demikian juga keadaan
Rasulullah Muhammad SAW yangg pada eksistensi dirinya terdapat Nur Illahi, bahkan Nur
Muhammad berada dalam Nur Illahi (Surah An Nur : 35); sehingga setiap ibadahnya pasti langsung
kehadirat Allah SWT. Ibadah yang demikianlah yang diajarkan kepada para sahabat serta umatnya
saat itu, karena memiliki syariat yang nyata dalam ke-satuan dengan ajaran rohaniah yang murni
(ghaib / metafisis).
Didalam proses perjalananannya yang sedemikian lama maka para ulama/ahli agama ada
yang mempelajari secara lengkap syariat dan praktek kerohaniannya sehingga ibadahnya sempurna
(Islam Kaffah) berdasarkan Alquran dan Hadits dan secara rohaniah berimam kan Rohaniah Rasul
yang berhubungan dengan Nur Illahi (yang merupakan jalan lurus menuju hadirat Allah SWT sebgai
hikmah/garansi).
Dengan berkembangnya Teologi Islam, yang dalam mempelajari ibadahnya hanya
mendalami syariat saja tanpa mengikuti pendekatan tasawuf (bimbingan rohaniah) seperti I’tikaf,
Khalwat, Shalat yang khusuk dsb, sehingga tidak ada jaminan apakah ibadahnya mengandung nilai
langsung kehadirat Allah SWT (Ingat ! Tekad syetan untuk menggoda anak cucu Adam dalam
munajad kehadirat Allah SWT).
Harun Nasution mengatakan mengenai hakekat tasawuf adalah mendekatkan diri pada
Tuhan. Tasawuf yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan sedekat mungkin sehingga sufi melihat Tuhan
dengan mata hatinya bahkan rohnya dapat bersatu dengan Tuhan
Secara rasional jelas terlihat bahwa, jika ritual ibadah yang hanya memakai petunjuk syariat
(zahir) saja, sementara nilai kerohanian yang pembelajarannya melalui Qalbu, tidak disertakan sama
sekali maka terjadi keurang lengkapan atau kurang sempurnanya perlakuan dalam ibadah seseorang.
Sehingga keseimbangan antara kegiatan jasmani dengan rohani tidak serasi. Dengan
demikian ibadahnya terlalu berspekulasi, dan hasilnyapun tidak dapat dihayati benar secara hakiki
sampai kehadirat Allah SWT. Dan perlu diingat bahwa para sahabat bersama Rasulullah SAW dalam
ibadahnya telah menyatu didalam syariat, jadi bukan ditambah dari syariat yang ada. Justru syariat
itu lahir dari produk pendekatan diri kehadirat Allah SWT.
Contoh peringatan Allah SWT dalam Alquran :
“Tegakkan shalat yang khusuk”
“Tegakkan shalat dengan mengingat Allah”
“Shalatmu adalah mikrajmu, bagi seorang mukmin”
Peringatan Tuhan terhadap shalat jelas terlihat pada Surat Al Mauun, dan pelatihan shalat
yang khusuk yang memenuhi syariat secara objektif, reliable, dan valid adalah dalam metode
Tasauf / tarekatullah dengan teknik zikirullah sebagai Technical Know how” yang disebut juga
“Teknologi Alquran.
Berdasarkan penggunaan istilah “Teknologi Alquran” tersebut, didalam penjelasan
ilmiahnya Beliau mempergunakan Metafisika Eksakta kepada para teknokrat yang mengikuti ajaran
Tarekatullah/Tasauf/Sufi yang beliau pimpin sehingga menjadi sangat dalam pemahaman serta
penghayatan Ilmu Kerohanian Islam sebagai Islam yang Kaffah dalam ibadahnya sejalan dengan
kajian teoritisnya.
Jadi dalam kesimpulannya, beliau berpendapat bahwa Tasauf adalah intinya Syariat Islam,
khusus dalam Hablum Minallah, sebagai Islam yang Kaffah. Dalam Islam kaffah inilah baru nilai-
nilai ketuhanan dapat terealisasi kepada umat beragama sehingga manusia seperti inilah yang dapat
merefleksikan dan merelisasikan nilai-nilai dari sila pertama ketuhanan yang maha esa sehingga
keempat nilai dari lima sila Pancasila tersebut dapat di empelementasikan pada individu jiwa bangsa
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai