Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Pengertian Tasawuf secara Etimologi dan Terminologi

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu :

Sudarto, M.Pd.I.

Disusun Oleh :

1. Devi Sri Yuliyani 33020180075


2. Rizky Hidayati 33020180122
3. Alifah Luthfi Fauzia Fatmawati 33020180157

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

S-1 HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya kepada penyusunnya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas kami
dengan judul “Pengertian Tasawuf secara Etimologi dan Terminologi”. Disamping itu, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama
pembuatan makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Kami mengharap kritik dan saran yang membangun
terhadap makalah ini agar kedepannya kami dapat memperbaikinya. Karena kami sadar, makalah
ini masih banyak kekurangan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Salatiga, 23 September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................


a. LATAR BELAKANG ............................................................................................

b. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................

c. TUJUAN .................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................


a. Pengertian secara Etimologi ...................................................................................
b. Pengertian secara Terminologi ...............................................................................

BAB III PENUTUP ............................................................................................................


a. KESIMPULAN……………………………………………………………..........
b. SARAN……………………………………………………...................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhlak tasawuf secara umum adalah merupakan salah satu khasanah intelektual
muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan, secara historis dengan teologis
akhlak tasawuf tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan
akhirat. Tidaklah berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad SAW adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung
keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima.
Dalam persoalan akhlak, manusia sebagai makhluk berakhlak berkewajiban
menunaikan dan menjaga akhlak yang baik serta menjauhi dan meninggalkan akhlak yang
buruk. Akhlak merupakan dimensi nilai dari syariat islam. Kualitas keberagaman justru
ditentukan oleh nilai akhlak. Dengan demikian, dikarenakan akhlak merupakan dimensi nilai
dari syariat islam, maka islam sebagai agama yang bisa dilihat dari berbagai dimensi, sebagai
keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Agama islam sebagai aturan atau sebagai hukum
dimaksud untuk mengatur tata kehidupan manusia. Sebagaiaturan, agama berisi perintah dan
larangan, ada perintah keras (wajib) dan larangan keras (haram), ada juga perintah anjuran
(sunah) dan larangan anjuran (makruh). Khazanah pemikiran dan pandangan di bidang akhlak
dan tasawuf kemudian menemukan momentum pengembangan dalam sejarah, antara lain
ditandai oleh munculnya sejumlah besar ulama tasawuf dan ulama dibidang akhlak. Melihat
demikian pentingnya akhlak tasawuf dalam kehidupan ini tidaklah mengherankan jika akhlak
tasawuf ditentukan sebagai mata kuliah yang wajib diikuti oleh kita semua dikarenakan
pentingnya tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tasawuf secara etimologi?
2. Apa pengertian Tasawuf secara terminologi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tasawuf secara etimologi
2. Untuk mengetahui pengertian tasawuf secara terminologi

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf secara Etimologi


Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk
infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan yang berarti perangai, kelakuan, tabi’at, watak
dasar, kebiasaan, kelaziman, peradaban yang baik, dan agama. Kata akhlaq adalah jamak dari
kata khilqun atau khuluqun secara bahasa berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai,
muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi’at.1
Secara etimologi pengertian tasawuf terdiri atas beberapa macam pengertian berikut.
Pertama, tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan “ahlu suffah”, yang
berarti sekelompok orang pada masa Rasulullah yang hidupnya diisi dengan banyak berdiam
di serambi-serambi masjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah.
Kedua, ada yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata “shafa”. Kata “shafa” ini
berbentuk fi’il mabni majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf ya’ nisbah, yang
berarti nama bagi orang-orang yang “bersih” atau “suci”. Maksudnya adalah orang-orang yang
menyucikan dirinya di hadapan Tuhan-Nya.
Ketiga, ada yang mengatakan bahwa istilah tasawuf berasal dari kata “shaf”. Makna
“shaf” ini dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika shalat selalu berada di saf yang paling
depan.2
Keempat, ada yang mengatakan bahwa istilah tasawuf dinisbahkan kepada orang-orang
dari Bani Shuffah.
Kelima, tasawuf ada yang menisbahkannya dengan kata istilah Grik atau Yunani, yakni
“saufi”. Istilah ini disamakan maknanya dengan kata “hikmah”, yang berarti kebijaksanaan.
Orang yang berpendapat seperti ini adalah Mirkas, kemudian diikuti oleh Jurji Zaidan, dalam
kitabnya Adab Al-Lughah Al-‘Arabiyyah. Dia menyebutkan bahwa para filosof Yunani dahulu
telah menjelaskan pemikiran atau kata-kata yang dituliskan dalam buku-buku filsafat yang
mengandung kebijaksanaan. Ia mendasari pendapatnya dengan argumentasi bahwa istilah sufi

1
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2002), hlm.1
2
M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf (Bandung:Pustaka Setia,2014), hlm.11

5
atau tasawuf tidak ditemukan sebelum masa penerjemahan kitab-kitab yang berbahasa Yunani
ke dalam bahasa Arab. Pendapat ini didukung juga oleh Nouldik, yang mengatakan bahwa
dalam penerjemahan dari bahasa Yunani ke dalam Arab terjadi proses asimilasi. Misalnya,
orang Arab mentransliterasikan huruf “sin” menjadi huruf “shad”, seperti dalam kata
“tasawuf” menjadi kata “tashawuf”.
Keenam, ada juga yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata “shaufanah”, yaitu
sebangsa buah-buahan kecil yang berbulu-bulu, yang banyak sekali tumbuh di padang pasir
tanah Arab, dan pakaian kaum sufi itu berbulu-bulu seperti buah itu pula, dalam
kesederhanaannya.
Ketujuh, ada juga yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata “shuf” yang berarti
bulu domba atau wol.3
Tampaknya, dari ketujuh terma itu, yang banyak diakui kedekatannya dengan makna
tasawuf yang dipahami sekarang adalah terma yang ketujuh, yakni terma “shuf”. Diantara
mereka yang lebih cenderung mengakui terma yang ketujuh ini antara lain Al-Kalabadzi, Asy-
Syukhrawardi, Al-Qusyairi dan lainnya, walaupun dalam kenyataannya tidak setiap kaum sufi
memakai pakaian wol.
Begitu juga, dari terma-terma tersebut diatas, tampaknya yang lebih mendekati pada
kata tasawuf adalah terma yang ketujuh. Barmawie Umarie, misalnya, mengatakan bahwa
hingga saat ini belum ada yang menggoyahkan pendapat bahwa tasawuf berasal dari wazan
tafa’ul, yaitu tafa’ ‘ala-yatafa’alu-tafa’ ‘ulan dengan imbangnya, yaitu, tashawwafa-
yatashawwafu-tashawwufan.
Barmawie Umarie lebih lanjut menegaskan bahwa tasawuf dapat berkonotasi makna
dengan tashawwafa ar-rajulu. Artinya, “seorang laki-laki telah men-tasawuf”. Maksudnya,
laki-laki itu telah pindah dari kehidupan biasa kepada kehidupan sufi. Apa sebabnya? Sebab,
para sufi, bila telah mamasuki lingkungan tasawuf, mereka mempunyai simbol-simbol pakaian
dari bulu, tentunya bukan wol, tetapi hampir-hampir menyamai goni dalam
kesederhanaannya.4

3
Ibid, hlm.12
4
Ibid, hlm.13

6
B. Pengertian Tasawuf secara Terminologi
Secara istilah, akhlak adalah:
1. Ibnu Miskawih: sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melaksanakan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2. Imam Ghazali: sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam
perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
3. Ibrahin Anis: sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam
perbuatan baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
4. Kitab Dairatul Ma’arif : sifat-sifat manusia yang terdidik.5
Pengertian tasawuf secara istilah telah banyak diformulasikan pula ahli yang satu
dengan yang lainnya berbeda, sesuai dengan seleranya masing-masing.
1. Al-Jurairi : Dan/atau masuk ke dalam segala budi (akhlak) yang mulia dan keluar dari budi
pekerti yang rendah.
2. ‘Amir bin Usman Al-Makki : tasawuf adalah melakukan sesuatu yang baik setiap saat.
3. Muhammad Ali Al-Qassab : akhlak mulia yang timbul pada waktu mulia dari seorang yang
mulia di tengah-tengah kaumnya yang mulia pula.
4. Syamnun : tasawuf adalah hendaklah engkau memiliki sesuatu dan tidak memiliki sesuatu.
5. Ma’ruf Al-Kurkhi : tasawuf adalah mengambil hakikat dan tidak berharap terhadap apa
yang ada ditangan makhluk.
6. Al-Junaidi : tasawuf adalah membersihkan hati dari apa saja yang mengganggu perasaan
makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (instink) kita, memadamkan
sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati
sifat-sifat suci kerohanian, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang
penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang teguh
janji dengan Allah dalam hal hakikat, dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syariat.
Tasawuf adalah (kesadaran) bahwa hak Allah adalah yang mematikanmu dan yang
menghidupkanmu. Adalah beserta Allah tanpa adanya penghubung.
Maka ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha-usaha membersihkan diri,
berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan jalan makrifat menuju

5
Abuddin Nata, Op Cit., hlm.3-5

7
keabadian, saling mengingatkan antar manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah dan
mengikuti syariat Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridaan-Nya.
Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur
hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi
vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf,
sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.6
C. Implikasi Nilai-Nilai Tasawuf dalam Kehidupan Sehari Hari
Tasawuf merupakan upaya membersihkan pandangan, memurnikan orientasi,
meluruskan niat dan cara bersikap untuk tidak terlalu mementingkan “yang selain Allah”
(dunia). Dalam tasawuf ada nilai-nilai yang menjadi hal penting untuk tasawuf itu sendiri. Pada
kenyataanya diera milienium ini nilai-nilai tasawuf itu sendiri mulai diabaikan. Padahal jika
nilai-nilai itu bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka peluang untuk mendapatkan
masyarakat islami itu sangat besar, dengan kesopan-santunan dan kekentalan unsur spritual.
Berikut beberapa nilai-nilai tasawuf yang bisa diimplikasikan dalam kehidupan sehari-hari :
a. Zuhud
Orang yang zuhud tidak merasa senang dengan berlimpah ruahnya harta dan tidak
merasa susah dengan kehilangannya. Firman Allah dalam surah Al-Hadid:3, yang artinya :
Agar kalian tidak merasa susah dengan apa yang hilang, dan juga tidak merasa bangga dengan
apa yang datang kepada kalian.
Zuhud menurut Al-Junaid adalah kosongnya tanga dari kemilikan dan bersihnya hati daripada
keinginan untuk memiliki sesuatu.
Al-Harraz dalam kitab as-shidqu menyebutkan bahwa zuhud adalah orang yang meniadakan
keinginan keduniaan dari hatinya secara sedikit demi sedikit, dan ia akan melihat tujuan dari
zuhud itu.
Untuk nilai zuhud ini, Nabi Muhammad jelas menjadi contoh yang tepat untuk kita jadikan
pedoman. Banyangkan saja seorang pemimpin umat dan khalifah besar seperti beliau pernah
tidur dengan beralas pelepah kurma, dimana ketika begitu terbangun bekas pelepah tersebut
menempel ditubuhnya. Padahal beliau bisa hidup jauh lebih mewah dari hal itu, tapi beliau
dengan kesederhanaannya memilih tidak begitu mencintai dunia.

6
Fauzi Anwar, Defenisi Akhlak Tasawuf, https://www.academia.edu/34750856/Defenisi_akhlak _tasawuf, diakses
pada 16 September 2019.

8
Artinya kita bisa melakukan nilai-nilai zuhud dengan bentuk kesederhanaan kita dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Ridho
Secara harfiah, Ridho artinya rela, suka, senang. Harun nasution mengatakan ridho tidak
berusaha, tidak menentang qada’ dan qadar tuhan. Dalam hal ini ketika kita mampu melakukan
ridho dengan penerimaan atas qada dan qadar, secara tidak langsung kita telah mengeluarkan
perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal didalam hati kita hanya perasan sengan dan
gembira.
Dengan demikian penting sekali implikasi dari ridho untuk kehidupan kita. Contohnya ketika
kita harus mengikuti ujian, dan mendapatkan hasil. Pada akhirnya ketika kita mendapat IPK
yang baik atau tidak, ketika sifat ridho telah tertanam dalam diri kita maka, apapun hasil dari
IPK yang ada, akan diterima dengan kerelaan sebagai bentuk penerimaan atas qada dan qadar.
c. Qanaah
Qanaah merupakan satu dari nilai-nilai tasawuf yang juga begitu penting dalam
pengaplikasiaannya. Dalam keseharian kita terkadang apa yang kita inginkan tidak sesuai
dengan apa yang kita harapkan. Boleh digambarkan ketika kita berjalan dipinggir jalan, seusai
huja reda. Tiba-tiba saja sebuah mobil sedan lewat dan menyebabkan genangan air setelah
hujan membasahi kita. Sementara si pengendara mobil tampaknya tak menyadari
kekeliruannya dan tetap melaju. Pertanyaanya, apa yang akan anda lakukan untuk menghadapi
hal semacam ini? Marah? Atau anda akan menggerutu?. Marah atau menggerutu, itu pilihan
anda, hanya saja pada siapa anda akan marah atau menggerutu? Sementara si pengendara mobil
sudah berlalu meninggalkan anda.
Disinilahqanaah diperlukan, sifat menerima takdir Allah dengan lapang dada, itulah qanaah
yang perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari kita.
d. Tawakal
Tawakal adalah perasaan dari seorang mu’min dalam memandang alam, bahwa apa yang
terdapat didalamnya tidak akan luput dari tangan Allah, dimana di dalam hatinya digelar oleh
Allah ketenangan, dan disinilah seorang muslim merasa tenag dengan tuhannya, setelah ia
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Pada hakikatnya sebelum bentuk ketawakalan itu muncul, hal yang pertama kita lalui adalah
ikhtiar. Dimana ikhtiar merupakan proses yang dilakukan semaksimal mungkin dengan fisik

9
dan raga, lalu setelah proses tersebut dilakukan, kini giliran hati atau jiwa untuk bersika pasrah
secara penuh kepada ketentuan ALLAH SWT, inilah yang kemudian disebut tawakal.
Namun dalam keseharian kita terkadang sering terlihat kekeliruaan akan hal seperti ini. Banyak
terkadang dari mereka yang berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan sesuatu, tanpa
melakukan proses tawakkal setelah itu. Inilah yang membuat kita tak jarang menganggap
semua yang dihasilkan hanya atas kerja keras pribadi, bukan bantuan atau campur tangan
tuhan.
Padahal ketika kita telah berusaha keras, dan dilanjutkan dengan proses tawakal. Maka
kebimbangan hati atau kekecewaan kita akan segera terobati ketika apa yang kita usahakan
tidak terlaksana dengan baik.
e. Sabar
Secara hafiah, sabar berarti tabah hati. Menurut Zun Al-Nun al-Mishry, sabar artinya
menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tenang ketika
mendapatkan cobaan, dan manampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya berada dalam
kefakiran dalam bidang ekonomi. Selanjutnya ibn Atha mengatakan sabar artinya tetap tabah
dalam menghadapi cobaan dengan sikap yang baik.
Dikatakan bahwa sabar adalah sesuatu yang tak ada batasnya, sebab sabar tidak memiliki tolak
ukur. Hanya Allah pemilik sifat sabar yang sempurna. Tapi kesabaran tetap saja harus kita
implikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun dalam hal ini juga diperlukan kejelian kita dalam menghadapi suatu masalah.
Terkadang apa yang dicobakan untuk kita adalah buah untuk melihat sejauh mana
kesabarannya ataupun melatih sikap sabar yang ada pada diri kita sendiri,
f. Syukur
Menurut Al- Kharraz syukur dibagi menjadi tiga, yaitu syukur dengan hati meliputi
keyakinan kita bahwa nikmat yang adalah hanyalah dari Allah bukan dari selain-Nya.Yang
kedua, syukur dengan lisan, berupa ucapan Alhamdulillah, yang kita ucapkan atas nikmat yang
diberikan. Dan ketiga syukur dengan jasmani, dimana perwujudannya dilakukan dengan
mempergunakan setiap anggotanya, yang telah disehatkan oleh Allah dan yang telah
dicipkanan dengan bentuk yang sangat baik.
Apa yang terjadi jika Allah menskor 3 menit tanpa nikmatya, maka dalam tiga menit orang
akan hancur dan sibuk mencari pertolongan. Udara berhenti dan manusia kesusahan bernapas,

10
itu salah satu contoh kecilnya. Betapa besar nikmat yang diberikan untuk kita para manusia,
tapi terkadang manusia jarang mengapresiasikan nikmat itu. Bersyukur itu menjadi jalan keluar
yang mesti didukung pelaksanaanya. Allah telah memberi banyak, jadi rasa syukur merupakan
hal yang pastinya menjadi wajib untuk kita lakukan.7

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasawuf berasal dari kata “shuf” yang berarti bulu domba atau wol. Maksudnya, laki-
laki itu telah pindah dari kehidupan biasa kepada kehidupan sufi. Sebab, para sufi, bila telah
mamasuki lingkungan tasawuf, mereka mempunyai simbol-simbol pakaian dari bulu, tentunya
bukan wol, tetapi hampir-hampir menyamai goni dalam kesederhanaannya.
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha-usaha membersihkan diri, berjuang
memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan jalan makrifat menuju keabadian,
saling mengingatkan antar manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengikuti
syariat Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridaan-Nya. Contoh akhlak
tasawuf meliputi : zuhud, ridho, qanaah, tawakal, sabar, syukur, dan lain sebagainya.
B. Saran
Demikian sedikit uraian tentang pengertian tasawuf. Kami yakin bahwa disana sini
masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan khususnya analisis yang tumpul sehingga
belum menghasilkan sesuatu yang diharapkan secara maksimal. Oleh karena itu kami
menerima dengan senang hati dan tangan terbuka setiap saran dalam rangka menggali
khazanah intelektual muslim untuk mengambil nilai-nilai positif demi membangun intelektual
muslim di masa mendatang.

7
Singkrof, Tasawuf dan Implikasinya dalam Kehidupan Sehari-hari, http://singkrof.blogspot.com/2012/09/tasawuf-
dan-implikasinya-dalam.html?m=1, diakses pada 22 Oktober 2019.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Fauzi. Akhlak Tasawuf. https://www.academia.edu/34750856/Defenisi_akhlak _tasawuf.

Nata, Abuddin. 2002. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Singkrof. Tasawuf dan Implikasinya dalam Kehidupan Sehari-hari. http://singkrof.blogspot.com

/2012/09/tasawuf-dan-implikasinya-dalam.html?m=1

Solihin, M dan Rosihon Anwar. 2014. Ilmu Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia.

12

Anda mungkin juga menyukai