Anda di halaman 1dari 24

AKHLAK & TASAWUF

Ilmu Tasawuf, Tasawuf, Bertasawuf dan Dasar-dasar Tasawuf

Dosen pengampu : M. Indra Saputra, M.Pd.I

Disusun oleh:

Niken Aufa Rafiki 2211010146

Nuril Laili Qomarul Husna 2211010157

Nurilmi Hidayah 2211010158

Kelompok 7

Kelas/semester : E/2

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH & KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

1444H/2023M
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT, atas
izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tak lupa
pula kami kirimkan Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW. Beserta keluarga-Nya, para sahabat-Nya, dan seluruh umat-Nya yang
senantiasa hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Akhlak & Tasawuf yang berjudul “Ilmu Tasawuf, Tasawuf, Bertasawuf dan
Dasar-dasar Tasawuf”.

Dalam makalah ini kami akan menguraikan mengenai “Ilmu Tasawuf,


Tasawuf, Bertasawuf dan Dasar-dasar Tasawuf”. Penulis berharap makalah ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua.

Kami menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berserta peran dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi semua usaha kita, Aamiin.

Bandar Lampung, 05 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I ..................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang ......................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ....................................................................... 2

BAB II ................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ................................................................................... 3

A. Ilmu Tasawuf ............................................................................ 3


B. Tasawuf ..................................................................................... 4
1. Pengertian Tasawuf .............................................................. 4
2. Objek dan Kajian Tasawuf ................................................... 5
3. Tujuan Tasawuf .................................................................... 7
4. Fungsi Tasawuf .................................................................... 9
C. Bertasawuf ................................................................................ 9
D. Dasar-dasar Tasawuf ............................................................... 12
1. Dasar Tasawuf dalam Al-Qu’an ........................................... 12
2. Dasar Tasawuf dalam As-Sunnah ........................................ 16

BAB III .................................................................................................. 19

PENUTUP ............................................................................................. 19

A. Kesimpulan ............................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagaimana disebutkan Ibn Khaldun memiliki pancaindera


(anggota tubuh), akal pikiran dan hati sanubari. Ketiga potensi ini harus
bersih, sehat, berdaya guna dan dapat bekerja sama secara harmonis. Untuk
menghasilkan kondisi seperti ini ada tiga bidang ilmu yang berperan penting.
Pertama, fikih berperan dalam membersihkan dan menyehatkan panca-indera
dan anggota tubuh Istilah yang digunakan fikih untuk pembersihan dan
penyehatan pancaindera dan anggota tubuh ini adalah thaharah (bersuci).
Karenanya fikih banyak berurusan dengan dimensi eksoterik (lahiriah) dari
manusia. Kedua filsafat berperan dalam menggerakkan, menyehatkan dan
meluruskan akal pikiran. Karenanya filsafat banyak berurusan dengan
dimensi metafisik dari manusia, dalam rangka menghasilkan konsep-konsep
yang menjelaskan inti tentang sesuatu. Inti dari bermacam-macam merek
bulpoint misalnya adalah alat tulis, dan ketika disebut alat tulis maka seluruh
merek bulpoint akan tercakup. Ketiga tasawuf berperan dalam membersihkan
hati sanubari. Karenanya tasawuf banyak berurusan dengan dimensi esoterik
(batin) dari manusia

Adanya tiga potensi yang dimiliki manusia itu dapat dilihat dari isyarat
yang terkandung dalam ayat yang berbunyi di bawah ini:

            



Artinya:

”Katakanlah: Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu


pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi amat sedikit kamu bersyukur” (QS.
Al- Mulk : 23).

Pada ayat tersebut terdapat kata al-afidah yang diartikan hati. Al- Raghib
al-Asfahani, Ahli Kamus Al-Qur'an mengatakan bahwa kata al-af'idah adalah
jamak dari kata fu'ad yang artinya sama dengan al-qalb (hati), namun al-fu'ad
lebih menunjukkan pada bekerjanya hati dalam menimbang-nimbang masalah
secara jernih. Karenanya al-fa'ad lebih cocok disebut hati kecil yang tak
pernah berbohong. Sedangkan al-qalb secara harfiah berarti bulak balik dan ini
menunjukkan pada bekerjanya hati yang tidak tetap, terkadang suka,

1
terkadang benci, terkadang kasihan, terkadang kejam, dan seterusnya.
Karenanya ia bisa dibisikkan setan. Hal ini berbeda dengan kata al-kabidu
yang artinya hati dalam bentuk fisiknya seperti hati kerbau, hati ayam yang
merupakan bahan makanan.

Tasawuf sebagaimana akan diuraikan di bawah ini berurusan dengan


penyucian al-fu'ad (hati sanubari) agar ia tetap jernih, dan dengan jernih ini ia
dapat memancarkan akhlak yang mulia. Dan di sinilah letaknya hubungan
substansial antara tasawuf dan akhlak.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Ilmu Tasawuf?

2. Apa itu Tasawuf?

3. Bagaimana bertasawuf?

4. Apa dasar-dasar Tasawuf?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengengetahui pengertian Ilmu Tasawuf.

2. Untuk mengetahui pengertian Tasawuf.

3. Untuk mengetahui cara bertasawuf.

4. Untuk mengetahui dasar-dasar Tasawuf.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ilmu Tasawuf

Ilmu tasawuf termasuk dalam ajaran agama islam yang


dikembangkan oleh para sufi. Istilah tasawuf berasal dari bahasa Arab,
yaitu dari kata ”tashowwafa – yatashowwafu - tashowwuf” yang
mengandung makna (menjadi) berbulu banyak, yakni menjadi ciri
seorang sufi atau menyerupainya dengan ciri khas pakaian yang terbuat
dari bulu domba atau wol. Diketahui bahwa ilmu tasawuf ini berasal dari
berbagai pengaruh ajaran agama atau filsafat lain hingga pada akhirnya
disesuaikan dengan konsep agama Islam.

Pengertian ilmu tasawuf dari menurut para ahli :

1. Syekh Abdul Qodir al-jailani

Tasawuf adalah mensucikan hati dan melepaskan nafsu dari


pangkalnya dengan khalwat, riya-dloh, taubah dan ikhlas.

2. Al-Junaid

Tasawuf artinya kegiatan membersihkan hati dari yang mengganggu


perasaan manusia, memadamkan kelemahan, menjauhi keinginan
hawa nafsu, mendekati hal-hal yang di ridhai Allah, dan bergantung
pada ilmu-ilmu hakikat. Selain itu juga memberikan nasihat kepada
semua orang, memegang dengan erat janji dengan Allah dalam hal
hakikat serta mengikuti contoh rasullah SAW dalam hal syariat.

3. Syeikh Ibnu Ajibah

Ilmu tasawuf adalah ilmu yang membawa seseorang agar bisa dekat
bersama dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyucian rohani dan
mempermanisnya dengan amal-amal shaleh. Jalan tasawuf yang
pertama dengan ilmu yang kedua amal dan yang terakhirnya adalah
karunia illahi.

4. H.M Amin Syukur

Tasawuf adalah latihan dengan kesungguhan (riya-dloh, mujahadah)


untuk membersihkan hati, mempertinggi iman dan memperdalam
aspek kerohanian. Ini semua dilakukan dalam rangka mendekatkan
diri manusia kepada Allah sehingga segala perhatiannya hanya tertuju
kepada Allah.

3
Terlepas dari banyaknya pengertian tasawuf yang telah dinyatakan
oleh para ahli, beberapa pandangan umum tasawuf dapat diartikan
sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk
menyucikan diri.

Hal ini dilakukan dengan cara menjauhi pengaruh kehidupan yang


bersifat kesenangan duniawi dan akan memusatkan seluruh perhatiannya
kepada Allah SWT. Jadi, lebih menekankan pada aspek kerohanian
daripada aspek jasmani. Ini karena para tokoh tasawuf lebih
mempercayai keutamaan rohani dibandingkan dengan keutamaan jasad
dan lebih percaya dunia spiritual dibandingkan dunia material. Dapat
disimpulkan bahwa yang disebut dengan ilmu tasawuf ialah suatu ilmu
atau pengetahuan yang lebih menekankan pada aspek kerohanian
dibandingkan dengan aspek jasmani.

B. Tasawuf

1. Pengertian Tasawuf

Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-
hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution,
misalnya menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-
suffah (ahl al-suffah), (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah. ke
Madinah), saf (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat). dan suf
(kain wol).

Dari segi Linguistik (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa


tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah,
hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.

Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat
bergantung kepada sudut pandang yang digunakannya masing-masing. Selama
ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan
tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia
sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang
ber-Tuhan.

4
2. Objek Kajian Tasawuf

Tasawuf adalah aspek ruhani (esoteris) dalam Islam. Cara mendekatinya


pun harus dengan pendekatan ruhaniah. Di antara unsur ruhani yang terdapat
pada diri manusia adalah rub. Terkait dengan ini, dikatakan bahwa ada tiga
unsur dalam diri manusia, yaitu ruh, akal, dan jasad. Kemuliaan manusia
dibanding dengan makhluk lainnya adalah karena manusia memiliki unsur rub
ilahi, Ruh yang dinisbahkan kepada Allah Swt. sebagaimana firman Allah
dalam Surah Al- Hijr (15): 29 yang artinya: Maka apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ruh (ciptaan)-Ku, maka
tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. Ruh Ilahi inilah yang
menjadikan manusia memiliki sisi kehidupan ruhani, di mana kecondongan ini
juga dimiliki oleh semua manusia dalam setiap agama. Karena perasaan itu
merupakan fitrah manusia.

Dengan demikian, yang menjadi objek kajian tasawuf adalah "jiwa"


manusia. Tasawuf membahas tentang sikap jiwa manusia dalam berhubungan
dengan Allah Swt. dan sikapnya dalam berhubungan dengan sesama makhluk.
Dalam hal ini tasawuf bertugas membersihkan hati itu dari sifat-sifat buruk
dan tercela (al-madzmumah) dalam kaitan hubungan tersebut.

Dalam sabda Nabi Saw. “"Ketahuilah bahwa di dalam tubuh manusia itu
terdapat segumpal darah, apabila segumpal darah itu baik, baiklah seluruh
tubuhnya; dan apabila segumpal darab itu buruk, buruk jugalah tubuh
seluruhnya. Segumpal darah tersebut adalah hati" (HR Bukhari dan Muslim).
Hati di dalam bahasa Arab disebut al-qalb. Menurut ahli biologi, qalbu adalah
segumpal darah yang terletak di dalam rongga dada, agak ke sebelah kiri,
warnanya agak kecokelatan dan berbentuk segi tiga. Tetapi yang dimaksudkan
di sini bukanlah hati yang terbentuk dari segumpal darah yang bersifat materi
itu, namun yang dimaksudkan hati di sini adalah yang bersifat immateri. Hati
yang berbentuk materi menjadi objek kajian biologi. Sementara hati yang
immateri menjadi objek kajian tasawuf.

5
Hati adalah gejala dari rub. Ia mempunyai dua kekuatan, yaitu kekuatan
nafsu ammarah dan kekuatan nafsu muthmainnah. Nafsu ammarah mendorong
manusia untuk berbuat jahat, dan nafsu muthmainnah mendorong manusia
untuk berbuat kebaikan (membawa kepada kesempurnaan jiwa).

           

    

Artinya:

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas"
lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku,
masuklah ke dalam syurga-Ku. (QS Al-Fajr [89]: 27-30)

Seorang tokoh sufi Khurasan, menjelaskan bahwa objek dan sasaran kajian
tasawuf terdiri dari empat tingkatan, yaitu ash-shads, al-qalb, al-fuad, dan al-
labb. Dari aspek tingkatan dan tempatnya, al-lubb berada di dalam al-fuad,
dan al-fuad di dalam al-qalb, dan al-qalb di dalam al-lubb. Masing-masing
objek tersebut memiliki karakter dan fungsi khusus.

a) Ash-Shadr berfungsi sebagai sumber dari cahaya Islam (nur al-Islam),


yaitu sikap ketundukan yang diekspresikan dalam bentuk fisik, seperti
shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Ash-Shadr adalah tempat
penyimpanan ilmu yang dapat menjadikan orang mampu dan mau
mengerjakan aturan syariat. Ilmu yang ada dalam ash-shadr ini dapat
diperoleh melalui mendengarkan berbagai nasihat dan membaca. Ilmu
yang dimiliki ash-shadr ini kadang bisa hilang karena lupa.

b) Al-qalb, yang ada di dalam ash-shadr adalah sumber dari cahaya


keimanan (nur al-iman). Cahaya keimanan ini sifatnya konstan, tidak
pernah semakin terang atau sebaliknya (semakin redup). Cahaya ini
berbeda dengan cahaya keislaman yang kadang meningkat dan kadang

6
berkurang yang disebabkan bertambah atau berkurangnya ketaatan
seseorang. Al-qalb ini sebagi sumber ilmu yang bermanfaat. Dari segi
tingkatan, ilmu yang bersumber dari al-qalb ini lebih tinggi
kualitasnya daripada ilmu yang diperoleh dari ash-shadr. Karena ilmu
tersebut diberikan langsung dari Allah Swt.

c) Al-fuad, yang berada di dalam al-qalb merupakan sumber dari cahaya


ma'rifa (mur al-ma'rifab). Al-fuad ini berfungsi untuk mengetahui
realitas. Cahaya yang dimiliki oleh Al-fuad berbeda dengan yang
dimiliki al-qalb. Sebab, cahaya al-qalb hanya mampu menimbulkan
ilmu tentang hakikat, sedangkan cahaya fuad mampu melihat realitas
atau hakikat.

d) Al-lubb, aspek tasawuf yang ada di dalam fuad. Ini merupakan simbol
dari cahaya tauhid (nur at-tauhid). Cahaya tauhid ini merupakan basis
dari ketiga cahaya sebelumnya, dan inilah yang menerima rahmat

e) Allah Swt.

Masing-masing dari objek dan sasaran tasawuf di atas, saling mengingat


ruh, jiwa, hati, dan akal adalah langsung datang dari Tuhan, maka cara
penyuciannya harus dengan banyak mendekatkan diri kepada Tuhan dengan
cara banyak melakukan amal shaleh, beribadah kepada-Nya, ber-dzikir, ber-
tasbih, ber-tahlil, dan sebagainya; tentunya harus sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh Al-Quran dan Al-Sunnah.

3. Tujuan Tasawuf

Tujuan tasawuf adalah menyucikan jiwa, hati dan menggunakan perasaan,


pikiran, dan semua fakultas yang dimiliki sang salik (pelaku tasawuf) untuk
tetap berada pada jalan Sang Kekasih, Tuhan Semesta Alam, untuk hidup
berlandaskan ruhani. Tasawuf juga memungkinkan seseorang melalui amalan-
amalan yang istiqamah (konsisten & kontinu) dalam pengabdiannya kepada
Tuhan, memperdalam kesadarannya dalam pelayanan dan pengabdiannya
kepada Tuhan.

7
Ini memungkinkannya untuk meninggalkan" dunia ini, yang hanya merupakan
tempat singgah sementara. Sang salik mesti menyadari sepenuhnya bahwa
dunia ini hanya tempat ia menumpang, dan bukan tempat menetap atau
tujuannya untuk selamanya. la mesti berjaga-jaga agar tidak terjebak oleh
keindahan lahir dunia yang telah menghancurkan banyak kehidupan manusia.
Dunia lahir ini telah banyak menarik hasrat, nafsu, dan khayalan manusia;
sehingga mereka lupa dan lalai dari tujuannya.

          

           

Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan


Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram
dengan kehidupan itu dan orang-orang yang mereka itu lalai dari ayat-ayat
Kami. Mereka itu tempatnya neraka, disebabkan apa yang selalu mereka
kerjakan” (QS Yunus [10]: 7-8).

Orang-orang yang tidak berharap berjumpa dengan Tuhannya, pada


hakikatnya mengingkari Hari Akhir, karena mereka menganggap kematian
merupakan akhir dari segalanya. Mereka yang tidak meyakini adanya
kehidupan akhirat dan beranggapan tiada kehidupan setelah kematian
sehingga mereka merasa tenang dan tenteram dengan kehidupan yang
sekarang. Mereka yang menganggap bahwa kesenangan dan kebahagiaan yang
saat ini mereka rasakan merupakan kesenangan dan kebahagiaan yang
sesungguhnya. Tentunya yang demikian itu karena semua anggapan yang
keliru itu. Mereka pun tidak tertarik untuk memikirkan ayat-ayat Tuhannya.

8
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tujuan tasawuf adalah
mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-
Nya dengan mata hati bahkan ruhnya dapat bersatu dengan Ruh Tuhan.
Filosofi yang menjadi dasar pendekatan diri itu adalah pertama, Tuhan bersifat
ruhani, maka bagian yang dapat mendekatkan diri dengan Tuhan adalah ruh,
bukan jasadnya. Kedua, Tuhan adalah Mahasuci, maka yang dapat diterima
Tuhan untuk mendekati-Nya adalah ruh yang suci pula. Tasawuf adalah ilmu
yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui
penyucian ruhnya.

4. Fungsi Tasawuf

Adapun fungsi tasawuf sebagai berikut:

1) Membentengi diri dari segala macam penyakit hati, yang berupa


keinginan untuk menguasai segala aspek keduniaan.

2) Tasawuf berfungsi aktif dan positif, tasawuf juga telah memberikan


semangatnya kepada seluruh struktur Islam, baik dalam perwujudan
sosial maupun intelektualnya.

3) Menentukan sikap ruhaniah manusia dan mengangkatnya dari derajat


yang paling rendah dan hina, yang condong mengikuti hawa nafsu
(kehendak biologis)-nya menuju ke tingkatyang lebih tinggi, yaitu ke
tingkat kesucian ruhani, dengan tidak menafikan kehidupan aktif,
positif, dan dinamis di tengah-tengah pergumulan kehidupan dunia.

C. Bertasawuf

Dari beberapa definisi tasawuf di atas semuanya mengacu kepada


hubungan hamba kepada Tuhannya, yakni menjalankan atau melakukan
perbuatan-perbuatan terpuji, mengikuti perbuatan dan melaksanakan
perintah Allah dan Rasulnya yang telah tercantum pada Al-Quran dan

9
Hadis, dengan segenap hati tanpa ada sedikitpun rasa dari salah satu
penyakit hati seperti iri, dengki, pamer, riya, dan lain sebagainya.

Ditinjau dari bertasawuf dengan hidup ala sufi, maka bertasawuf


tidak selalu soal zuhud yang dicerminkan dari cara berpakaian yang kusut
dan lusuh, atau menjauhi khalayak keramaian manusia seperti halnya sufi-
sufi di masa lampau. Hal ini dimungkinkan adanya penyelewengan
mengenai makna dari bertasawuf. Seperti halnya studi keislaman fikih
yang terus mengalami perkembangan mengikuti perkembangan zaman itu
sendiri, yang seharusnya bertasawuf pun sama seperti halnya fikih yang
mengalami perkembangan guna menyelaraskan perkembangan zaman.
Maka dari itu tidak masalah jika orang ingin bertasawuf dengan hidup ala
sufi yang sederhana, maka hal ini perlu kembali ke pernyataan sebelumnya
mengenai standar kesederhanaan seseorang. Baiklah, tidak masalah jika
orang ingin bertasawuf dengan pakaian seadanya dengan pakaian lusuh
dan kusut, jika memang sebatas itu saja kemampuan finansialnya, namun
tentunya hal ini berbeda dengan tingkat kesederhanaan seseorang apabila
dia memiliki finansial yang memenuhi hidupnya. Melihat dari pendiri
salah satu tarekat terbesar di dunia Syadziliah yaitu Imam Asy-Syadzili
yang tentunya tidak perlu diragukan lagi ketinggian ilmu tasawufnya,
beliau berkata kepada murid-muridnya, makanlah hidangan paling enak,
teguklah minuman paling nikmat, berbaringlah di atas kasur terbaik,
kenakanlah pakaian dengan bahan paling lembut. Bila satu dari kamu
melakukannya lalu berucap syukur Alhamdulillah maka setiap anggota
tubuhnya ikut menyatakan syukur. Bahkan ada riwayat yang mengatakan
bahwa beliau Imam Asy-Syadzili jika berpergian selalu dengan berkuda
bak pangeran dengan mengenakan pakaiannya yang indah. Dari apa yang
diutarakan oleh Imam Asy-Syadzili maka beliaulah yang terasa begitu pas
untuk digunakan sebagai rujukan tanpa mengkhawatirkan apa-apa hidup
ala sufi harus zuhud dengan pakaian lusuh dan sebagainya. Jadi tak perlu
risau lagi bagi orang-orang khususnya pemuda-pemudi milenial untuk bisa
bertasawuf tanpa mengkhawa- tirkan perkembangan zaman.

10
bertasawuf di era modern seperti saat ini memiliki tantangan yang
lebih berat dibandingkan dengan zaman dahulu. Di era modern apa saja
bisa diperoleh dengan mudah, yang mana melakukan dosa juga sangat
mudah, mengingat perkembangan gadget yang diiringi dengan jaringan
yang semakin cepat. Seperti bukan hal baru lagi melihat berita-berita
kebohongan menyebar, gosip merajalela diberbagai media manapun,
tebar-menebar maksiat, hingga berbagai bentuk kemudharatan lainnya.
Jauh sekali rasanya apabila membandingan tantangan bertasawuf di masa
lamau dengan di masa kini. Hidup ala sufi di masa lampau mungkin
terlihat mudah untuk bisa uzlah mengasingkan diri dari khalayak manusia
jika dibandingkan dengan saat ini, ketika sudah berusaha mengasingkan
diri namun isi dari internet seperti hal-hal yang sudah disebutkan
sebelumnya, platform-platform tak senonoh bertebaran, hal-hal maksiat
bertebaran di jalanan. Susah rasanya berpaling dari maksiat, ibarat melihat
ke kanan ada maksiat lalu mengalihkan ke sebaliknya ternyata sama saja.
Maka salah satu cara efektif bertsawuf di tengah-tengah gejolak gemuruh
maksiat tersebut adalah selalu menghadirkan Allah SWT di hati, hal ini
seperti yang di ucapkan oleh Habib kekinian saat ini Habib Jafar Husain
dalam bukunya Tuhan Ada di Hatimu.

Manusia memang tidak bisa luput dari salah dan dosa. Bertasawuf
sangatlah sulit, mengingat bahwa tasawuf sendiri merupakan tingkat
tertinggi dalam pengelompokan pendekatkan hamba kepada Tuhan- nya.
Maka, dalam bertasawuf jangan serta-merta sudah merasa selalu
menghadirkan Tuhannya di dalam hati dan segala tindakan, akan tetapi
melupakan syariat sebagai dasar-dasar dari hukum Islam. Di era modern
saat ini meskipun bertasawuf sangatlah sulit namun bertasawuf pun sangat
diperlukan guna memperkuat hubungan rohani hamba dengan Tuhannya.
Maka, tak ada salahnya bila memanfaatkan pernyataan "manusia memang
tidak bisa luput dari salah dan dosa" apabila melihat betapa maraknya
maksiat di era modern ini. Namun dengan mengimbanginya dengan selalu
berusaha berbuat kebajikan dan melakukan segala perbuatan serta

11
menjauhi larangan apa yang di perintahkan Allah dan Rasul pada Al-
qur’an dan Hadis.

D. Dasar Tasawuf

Dasar-dasar dalam tasawuf ada dua yakni, dasar tasawuf dalam Al-Qur’an
dan dasar tasawuf dalam as-Sunnah.

1) Dasar tasawuf dalam Al-Qur’an

Dasar-dasar tasawuf sudah ada sejak datangnya Islam di tanah Arab, hal
ini dapat diketahui dari kehidupan Nabi Muhammad SAW, cara hidup
beliau yang kemudian diteladani dan diteruskan oleh para sahabat. Selama
periode Mekah, kesadaran spiritual Rasulullah SAW adalah berdasarkan
pengalaman- pengalaman mistik yang jelas dan pasti, sebagaimana
dilukiskan dalam al-Qur'an surat an-Najm [53]; 11-13 di mana Allah SWT
berfirman:

              



Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka Apakah kaum
(musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah
dilihatnya? dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain.

Kemudian ayat-ayat yang menyangkut aspek moralitas dan asketisme,


sebagai salah satu masalah dalam tasawuf, para sufi merujuk kepada al-
Qur'an sebagai landasan utama. Karena manusia memiliki sifat baik dan
sifat jahat, sebagaimana dinyatakan: Allah SWT mengilhami (jiwa
manusia) kejahatan dan kebaikan, maka harus dilakukan pengikisan

12
terhadap sifat-sifat jelek dan pengembangan sifat-sifat baik. Sungguh
berbahagialah orang yang mensucikan jiwanya."

Ajaran Islam pada dasarnya berkonsentrasi pada kehidupan rohaniyah,


mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berbagai macam kegiatan
kerohanian seperti pembersihan hati, zikir, dan ibadah lainnya serta
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf juga memiliki identitas
sendiri, di mana orang-orang yang menekuninya tidak menaruh perhatian
yang besar pada kehidupan dunia, dan bahkan memutuskan hubungan
dengannya. Selain itu tasawuf juga didominasi oleh ajaran-ajaran seperti
khauf dan raja, at-taubah, zuhd, tawakkal, syukr, shabr, ridha, dan lainnya
yang bertujuan akhirnya adalah fana atau hilang identitas diri dalam
kekekalan (baqa') Tuhan dalam mencapai ma'rifah (pengenalan hati yang
dalam akan tuhan).

Adapun di antara ayat-ayat al-Qur'an yang berbicara tentang tasawuf ini


antara lain; Al-Anbiya [21] ayat 25 Allah SWT berfirman:

               

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan


Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak)
melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".

Al-Anfal [8] ayat 45, Allah SWT berfirman tentang perintah berzikir.

          

 

Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan


(musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah

13
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Maksudnya Ialah:
memperbanyak zikir dan doa.

Tentang khauf (takut) dan raja (berharap) dapat dilihat dari firman Allah
SWT surah al-Maidah [5] ayat 83.

             

        

Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul


(Muhammad), kamu Lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan
kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari Kitab-Kitab
mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan Kami, Kami telah beriman,
Maka catatlah Kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas
kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.).

Kemudian surah Az-Zumar [39] ayat 23 Allah SWT berfirman.

           

                

       

Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran


yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya
kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang
kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah,
dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan

14
Barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang
pemimpinpun.

Tentang perintah dalam kesunyian malam serta kwantitasnya, Allah SWT


berfirman dalam QS. Al-Isra’ [17] ayat 79.

            

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu


sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu
mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.

Tentang bagaimana seharusnya memandang kehidupan dunia, Allah SWT


berfirman dalam QS. Al-Fathir [35] ayat 5.

               



Hai manusia, Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka sekali-kali


janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali
janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang
Allah.

Al-Qur’an mengajarkan umat manusia agar senantiasa melakukan upaya-


upaya perbaikan diri (taubat) sebagaimana firman Allah SWT, QS. At-
Tahrim [66] ayat 8.

            

           

15
            

         

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan


taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan
Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke
dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika
Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama
dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan
mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah
bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Dari sedikit contoh di atas dari ayat-ayat yang difirmankan Allah SWT,
sudah cukup alasan untuk mengatakan, bahwa tidak ada keraguan lagi
tentang sumber tasawuf, ia digali dari al-Qur'an yang dikem- bangkan
berdasarkan kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Dalam unsur-unsur tertentu ada kemiripannya dengan karakteristik
mistisisme pada umumnya, namun gambaran itu tidaklah cukup kuat untuk
dijadikan argumentasi bahwa tasawuf bersumber dari luar Islam.
Kemiripan dan kesamaan itu terjadi karena berakar pada universalitas
hakikat manusia itu sendiri.

2) Dasar tasawuf dalam as-Sunnah

Sekalipun sesungguhnya dengan nash al-Qur'an sudah cukup alasan untuk


mengatakan bahwa tasawuf berasal dari Islam, maka akan memperkuat
argumentasi semua orang dengan menambahkan dasar-dasar tasawuf dari
as-Sunnah.

Di dalam hadits qudsi dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

16
"Siapa yang memusuhi wali (hamba kekasih)-Ku, maka aku akan
menyatakan perang kepadanya. Seorang yang mendekatkan diri (kepada-
Ku) lebih Ku cintai dari pada apa yang Ku wajibkan kepadanya. Ketika
Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengarnya atas apa yang sedang
didengarnya, menjdi penglihatannya atas apa yang sedang dilihatnya,
menjadi tangannya atas apa yang sedang digennggamnya, dan menjadi
pejalannya atas perjalanan yang dilakukannya. Apabila dia meminta
kepada-Ku, Aku akan memberinya, dan apabila memohon ampun kepada-
Ku, maka Aku akan negampuninya. (HR. Bukhari Muslim).

Kemudian hadist Nabi yang berbunyi sebagaimana diriwayatkan oleh


Imam Bukhari yang artinya:

Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan berkata: wahai Nabi
Allah SWT berwasiatlah kepadaku, Nabi bersabda: bertaqwalah kepada
Allah SWT, karena itu adalah himpunan setiap kebaikan, berjihadlah
karena itu kehidupan seorang ruhbani muslim, dan berzikirlah, karena itu
adalah nur (cahaya) bagimu. (HR. Muslim).

Tentang kualitas-kuantitas ibadah Nabi Muhammad Saw, Aisyah ra,


pernah berkata:

‫ص ِلّ َي َح هَّت تَ ِرُم‬ ِ ِ ‫هِب ص هل ه‬ ِ ُ ‫اَّلل عنو ي ُق‬ ِ ‫ت املُِغ‬ ِ َ َ‫َعن ِزَي ٍدق‬
َ ُ‫اَّللُ َعلَْيو َو َسله ُم لي‬ َ ُّ ِ‫ول ا هن َكا َن الن‬ َ ُ ْ َ ُ‫ريَة َرض َي ه‬
َ ُ ‫ال ََس ْع‬ َ
‫ورا‬
ً ‫ول اَفَ لَ ا اَ ُكو ُن َع ْب ًدا َش ُك‬
ُ ‫ول لَوُ فَ يَ َق‬
ُ ‫قَ َد َماهُ ا َْو َسا قَا ُه فَ يُ َق‬

Dari Ziad berkata: saya mendengar Mughirah ra berkata "Sesungguh-


nya Nabi SAW bangun di tengah malam (untuk melaksanakan sholat)
sehingga kedua telapak kakinya menjadi lecet. Saya berkata kepadanya"
wahai rasul Allah SWT mengapa anda masih berbuat seperti ini, padahal
Allah SWT telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan
datang bagimu, Nabi SAW bersabda: salahkah aku jika ingin menjadi
seorang hamba yang selalu bersyukur. (HR. Bukhari dan Muslim)

17
Sedangkan nash dari as-Sunnah yang menerangkan tentang landasan
tarekat sebagai berikut, artinya:

Dari Ali ra, beliau berkata: ya RasulAllah SWT manakah jalan terdekat
kepada Allah SWT dan yang termudah atas hamba- hambanya dan yang
terafdhal disisi Allah SWT?, maka Rasulullah bersabda: ya Ali mestilah
atasmu selalu mengingat Allah SWT (zikir) kepada-Nya. Ali berkata: tiap
orang berzikir kepada Allah SWT. Rasul bersabda lagi: ya Ali tidak akan
terjadi kiamat sehingga tiada lagi di atas permukaan bumi ini orang yang
mengucapkan" Allah SWT, Allah SWT". Maka Ali berkata kepada
Rasulullah, bagaimana caranya aku berzikir kepada Allah SWT? Rasul
bersabda: Coba pejamkan matamu dan dengarkanlah dari saya tiga kali,
kemudian Akhlak Tasawuf: Jalan Lurus Mensucikan Diri dengarkan
kepada saya seperti yang kamu dengar. Maka bersabda Rasulullah SAW "
la ilaha illa Allah SWT tiga kali sedang kedua matanya tertutup.
Kemudian Ali pun mengucapkan hal serupa demikian.

Hadits-hadits yang dikutip di atas hanyalah sebagian dari banyaknya


hadits yang mungkin bisa dijadikan dasar tasawuf, dan hal-hal yang
mengemukakan kehidupan ruhiyyah yang ditemukan dalam tasawuf.
Kehidupan yang didominasi oleh rasa takut, kezuhudan, berserah diri
hanya kepada Allah SWT, bersyukur, bersabar dan rela dengan keputusan
dan taqdir Allah SWT. Kehidupan seperti inilah yang dicontohkan
Rasulullah SAW sendiri serta para sahabatnya, khususnya mereka yang
dijuluki ahl as-Shuffah.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ilmu tasawuf termasuk dalam ajaran agama islam yang dikembangkan


oleh para sufi. Istilah tasawuf berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata
”tashowwafa – yatashowwafu - tashowwuf” yang mengandung makna
(menjadi) berbulu banyak, yakni menjadi ciri seorang sufi atau menyerupainya
dengan ciri khas pakaian yang terbuat dari bulu domba atau wol.

Dari segi Linguistik (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa


tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah,
hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.

Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat
bergantung kepada sudut pandang yang digunakannya masing- masing.
Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk
mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk
terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai
makhluk yang ber-Tuhan.

Objek kajian tasawuf ada 6 yakni, Ar-ruh, an-nafs, al-qalbu, ash-shadr, al-
fuad, dan al-lubb.

Tujuan tasawuf adalah menyucikan jiwa, hati dan menggunakan perasaan,


pikiran, dan semua fakultas yang dimiliki sang salik (pelaku tasawuf) untuk
tetap berada pada jalan Sang Kekasih, Tuhan Semesta Alam, untuk hidup
berlandaskan ruhani.

Adapun fungsi tasawuf sebagai berikut:

a) Membentengi diri dari segala macam penyakit hati, yang berupa


keinginan untuk menguasai segala aspek keduniaan.

19
b) Tasawuf berfungsi aktif dan positif, tasawuf juga telah memberikan
semangatnya kepada seluruh struktur Islam, baik dalam perwujudan
sosial maupun intelektualnya.

Dasar-dasar tasawuf ada 2 yakni, dasar menurut Al-Qur'an dan dasar


menurut As-Sunnah. Menurut Al-Qur’an dasar tasawuf salah satunya
terdapat dalam QS. Al-Anfal ayat 45 yang artinya “Hai orang-orang yang
beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh
hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu
beruntung. Maksudnya Ialah: memperbanyak zikir dan doa”. Dan
menurut As-Sunnah salah satunya terdapat pada hadist Nabi yang
berbunyi sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang artinya:

Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan berkata: wahai Nabi
Allah SWT berwasiatlah kepadaku, Nabi bersabda: bertaqwalah kepada
Allah SWT, karena itu adalah himpunan setiap kebaikan, berjihadlah
karena itu kehidupan seorang ruhbani muslim, dan berzikirlah, karena itu
adalah nur (cahaya) bagimu. (HR. Muslim).

20
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. “Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia”. PT.
Rajagrafindo Persada (Jakarta: Rajawali Pers,2020).

Dr. Zulkifli, M. Ag, Dr. H. Jamaluddin, M. Us. “Akhlak Tasawuf: Jalan Lurus
Mencsucikan Diri”. (Yogyakarta: Kalimedia, 2018)

Dr. H. Syamsun Ni’am, M.Ag. “Tasawuf Studies: Pengantar Belajar Tasawuf).


(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014).

Ita Dwi Suryanti, Riris April Liana, Mujahidin, Nurul Isnainin Nafisah,
Muhammad Rosis Muvid, Astri Cahyaning Choirun Nisa, Naili Izza, Nur
Aliya Atika, Rini Astuti. “Berislam dan Tantangannya Di Era
Kontemporer”. (Semarang: CV. Alinea Media Dipantara, 2022).

https://www.orami.co.id/magazine/ilmu-tasawuf

21

Anda mungkin juga menyukai