Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK 8

“ TASAWUF AKHLAKI“

Makalah Untuk Tugas Presentasi Matakuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampuh M. Badarrudin, M.Pd.I

Disusun Oleh :

1.Raden Roro Cindy Nabila Yasri NPM 1901070017

2. Retno Sri Hidatati NPM 1901072007

3. Wafiq Hanafi NPM 1901071033

Prodi : Tadris IPS

Semester : 3 (tiga)

Angkatan : 2019

TADRIS IPS

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

IAIN METRO

Tahun 2020/2021

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulilahi robil alamin, dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat ALLAH
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami kelompok 8 dapat
menyelesaikan makalah ini. Dengan kesempatan ini, kami tidak lupa menyampaikan terima
kasih kepada :

1. M. Badarrudin, M.Pd.I selaku dosen pengampu matakuliah Konsep Dasar IPS.


2. Teman-teman kelompok 8 yang telah bekerja sama untuk menyelesaikan makalah ini.
3. Kedua orang tua kami yang selalu memberikan semangat kepada kami.
4. Semua pihak yang telah berkenan memberikan bantuan-bantuan.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
sehingga pembuatan makalah yang akan datang dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

DAFTAR ISI
Halaman Judul ...................................................................................................................

Kata Pengantar ..................................................................................................................

Daftar Isi ............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................

A. Latar Belakang masalah .....................................................................................

B. Rumusan Masalah................................................................................................

C. Tujuan..................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................

A. Definisi dan Tujuan Tasawuf Akhlaki ……........................………....................

B. Sistem Pembinaan Tasawuf Akhlaki..................................................................


C. Tokoh-tokoh Tasawuf Akhlaki.............................................................................
BAB III KESIMPULAN .................................................................................................
SARAN...................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN

A.Latar Belakang

Di dalam hati manusia ada potensi-potensi atau kekuatan-kekuatan. Ada yang disebut
fitrah yang cenderung pada kebaikan, ada yang disebut nafsu yang cenderung pada
keburukan. Mayoritas manusia di dunia ini mengikuti dan dikendalikan hawa nafsunya.
Dengan demikian maka di dalam hati manusia pasti timbul berbagai penyakit hati, seperti
sombong, membanggakan diri, buruk sangka, maksiat, dan lain sebagainya. Maka dengan
metode-metode tertentu yang dirumuskan, tasawuf akhlaki berkonsentrasi pada upaya-upaya
menghindarkan diri dari akhlak yang tercela, sekaligus mewujudkan akhlak yang terpuji di
dalam hati manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi dan Tujuan Tasawuf Akhlaki ?
2. Apa Sistem Pembinaan Tasawuf Akhlaki ?
3. Siapa Tokoh-tokoh Tasawuf Akhlaki ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi dan Tujuan Tasawuf Akhlaki.
2. Untuk Sistem Pembinaan Tasawuf Akhlaki
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh Tasawuf Akhlaki.
BAB 11

PENDAHULUAN

A.      Definisi dan Tujuan Tasawuf Akhlaki


Tasawuf akhlaki jika ditinjau dari sudut bahasa merupakan bentuk frase atau dalam
kaidah bahasa Arab dikenal dengan sebutan jumlah idhafah (‫)جمل االءضافة‬. Frase atau jumlah
idhafah merupakan gabungan dari dua kata menjadi satu kesatuan makna yang utuh dan
menentukan realitas yang khusus. Dua kata itu adalah “tasawuf” dan “akhlak”.
Kata “tasawuf”, menurut kaidah ilmu sharaf merupakan bentuk isim
masdar, yaitu tassawufan  (‫وفا‬GGG‫)تص‬,yang berasal dari fi’il tsulatsi mazid khumasi,yaitu (
‫)تصوف‬ yang memiliki fungsi untuk bembentuk makna lil mutawa’ah atau transitif (kata kerja
yang selalu memiliki objek dalam kalimat) dan lil-musyawarah atau membentuk makna
saling. Dengan demikian, arti kata “tasawuf”dalam bahasa arab adalah bisa membersihkan
atau saling membersihkan.kata “membersihkan”merupakan kata kerja transitif yang
membentuk objek. Objek dari tasawuf ini adalah manusia. Kemudian saling membersihkan
merupakan kata kerja yang di dalamnya harus terdapat dua subjek yang aktif memberi dan
menerima.
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa kaum surfi terbagi dalam dua kelompok
besar,yaitu mereka yang mengajarkan tasawuf yang berasal dari ajaran-ajaran al-Qur’an dan
al-Hadits. Golongan ini adalah meraka ynag mengajak dan menyeru ummat islam melalui
garakan tasawufnya berdasarkan panggilan dan anjuran dua dalil naqli diatas.karena kedua
dalil tersebut berisikan ajran-ajaran akhlak maka tasawuf ini juga disebut dengan tasawuf
akhlaki.
Tasawuf akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan
kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mentar dan pendisiplinan tingkah
laku secara kekat, guna mencapai kebahagiaan yang optimal. Manusia harus
mengindetifikasikan eksistensi derinya dengan ciri-ciri ketuhanan melalui penyucian jiwa dan
raga. Sebelumya, dilakukan terlebih dahulu pembentukan pribadi yang berkhlak mulia.
Tahapn-tahapan itu dalam ilmu tasawuf dikenal dengan takhalli (pengosongan diri dan sifat-
sifat tercela), tahalli (menghiasi dari dengan sifat-sifat terpuji), dan tajalli (terungkapnya nur
ghaib bagi hati yang telah bersih sehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan).
Tujuan tasawuf adalah memperoleh hubungan lansung dengan tuhan sehingga merasa
sadar bahwa ia sedang berada di “hadirat” tuhan. Keberadaan di “hadirat” tuhan itu dirasakan
sebagai kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki.
B.     Sistem Pembinaan Tasawuf Akhlaki
Dalam tasawuf akhlaki, sistem pembinaan akhlak di susun sebagai berikut,
1.    Takhalli
    Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, dari maksiat lahir batin. Takhalli
juga berarti mengosongkan diri dari akhlak tercela. Timbulnya akhlak tercela lainnya adalah
ketergantungan pada kenikmatan duniawi. Hal ini dapat dicapai dengan jalan menjauhkan diri
dari kemaksiatan.
     Menurut kaum sufi,kemaksiatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu maksiat
lahir dan maksiat batin. Maksiat lahir adalah segala sifat tercela yang di kerjakan oleh
anggota lahir,seperti tangan, mulut, dan mata. Maksiat batin adalah segala sifat tercela yang
diperbuat oleh anggota batin, yaitu hati.
      Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela,oleh kaum sufi dipandang penting karena sifat-
sifat ini merupakan najis maknawi (najasah dzatiyyah). Adanya najis-najis ini pada
sebagaimana mempunyai najis dzat (najasah dzatiyyah),yang menyebabkan seseorang tidak
dapat beribadah kepada tuhan.
2.    Tahalli
         Tahalli  ialah upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji.tahapan tahalli dilakukan
kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela.
       Tahalli juga juga menghiasi diri dengan jalan yang membiasaakan diri dengan perbuatan
baik. Berusaha agar dalam setiap gerak perilaku selalu berjalan diatas ketentuan agama, baik
kewajiban yang bersifat “luar” maupun yang bersifat “dalam”. Kewajiban yang bersifat
“luar” adalah kewajiban yang bersifat formal,seperti shalat, puasa, dan haji. Adapun
kewajiban yang bersifat “dalam”, contohnya yaitu iman,ketaatan, dan kecintaan kepada
tuhan.
           Manusia yang mampu mengosongkan hatinya dari sifat-sifat yang tercela (takhalli)
dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji (tahalli), segala perbuatan dan tindaknya
sehari-hari selalu bardasarkan niat yang ikhlas ia akan ikhlas kepada Allah, ikhlas mengabdi
kepada masyarakat ikhlas berbuat baik, dan ikhlas memberi bantuan kepada sesama. Ikhlas
artinya dalam melakukan perbuatan tidak mengharapkan suatu balasan. Seluruh hidupnya
diikhlaskan untuk mencari keridhaan  Allah semata. Manusia yang seperti inilahg yang dapat
mendekatkan diri kepada Allah.
         Menurut Al-Ghazali,jiwa manusia dapat diubah,dilatih,dikuasai, dan dibentuk ke dalam
jiwa manusia dan dibiasakan dalam perbuatan agar menjadi manusia paripurna (insan kamil).
Perbuatan baik itu, antara lain sebagai berikut.[4]
a)   Taubat
      Kebanyaka sufi menjadikan taubat sebagai perhentian awal di jalan menuju Allah. Pada
tingkatan terendah, taubat menyangkut dosa yang dilakukan anggota badan . pada tingkat
menengah, taubat menyangkut panggal dosa-dosa, sepereti dengki sombong,dan riya’. Taubat
pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatau yang dapat memalingkan dari
jalan Allah.
       Menurut Dzu An-Nun Al-Mishri,taubat ada tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut.
- Orang yang bertaubat dari dosa dan keburukannya.
- Orang yang bertaubat dari kelalaian dan kealpaan mengingat Allah.
- Orang yang bertaubat karena memandang kabaikan dan ketaatannya.
                          Al-Ghazali mengklasifikasikan taubat menjadi tiga tingkatan., yaitu sebagai berikut:
- Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih pada kebaikan karena takut
terhadap siska Allah.
-Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju ke situasi yang lebih baik lagi. Dalam
tasawuf, keadaan ini sering disebut inabah.
- Rasa penyesalan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah ,
hal ini di sebut aubah.
b)   Khaufah dan Raja’
      Bagi kalangan sufi, khauf dan raja’ berjalan seimbang dan saling
memengaruhi. Khauf  adalah rasa cemas atau takut. Adapun raja’ dapat berhenti berharap
berarti berharap atau optimistis. Khauf adalah perasaan takut seorang hamba semata-mata
kepada Allah, sedangkan raja’ atau optimis adalah perasaan hati yang senang karena
karenamenaati sesuatun yang diinginkan dan disenangi.           
       Khauf dan raja’ saling berhubungan. Kekurangan khauf  akan menyebabkan sesesorang
lalai dan berani berbuat maksiat, sedangkan khauf  yang berlebihan akan menjadikan
seseorang menjadi putus asa dan pesimistis. Kesimbangan antara  khauf dan raja’ sama-
sama penting. Karena tanpa raja’,orang akan serba khawatir, tidak mempunyai gairahg
hidup, serba takut, dan pesimistis. Dimilikinya khauf dalam kadar sedang. Akan membuat
orang senantiasa waspada dan hati-hati dalam perilaku agar terhindar dari ancaman.[5]
c)    Zuhud
      Zuhud umumnya dipahami sebagai kertidak terkaitkan pada dunia atau harta benda.
Dilihat dari maksudnya, zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama,zuhud yang terendah,
adalah menjahuhkan diri dari dunia agar terhindar dari hukuman di akhitar. Kedua,menjauhi
dunia dengan menimbangkan imbalan akhirat. Ketiga,yang sekaligus
merupakan maqam tertinggi, adalah mengucilkan dunia bukan karena takut atau karena
berharap,tetapi karena cinta kepada Allah. Orang yang berada pada tingkat tertinggi ini kan
memandang segala sesuatu, kecuali Allah, tidak mempunyai arti apa-apa.
      Terdapat penafsiran yang beragam mengenai zuhud. Namun secara umum, zuhud dapat
diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan
duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhitar. Mengenai batas pelepasan diri dari rasa
ketergantungan itu, para sufi berlainan pendapat.
d)   Fakir
       Fakir berarti kekurangan harta yang diperlukan seseorang dalam menjalani kehidupan di
dunia. Fakir bermakna tidak menuntut lebih banyak dan merasa puas dengan apa yang sudah
dimiliki sehingga tidak memiliki sesuatu yang lain. Sikap mental fakir merupakan benteng
pertahanan yang kuat dalam menghadapi materi. Dengan demikian , pada prinsipnya sikap
mental fakir merupakan renteren sikap zuhud. Hanya saja, zuhud lebih keras menghadapi
kehidupan duniawi, sedangkan fakir hanya sekedar pendisiplinsan diri dalam memanfaatkan
fasilitas hidup.
e)    Sabar
       Sabar adalah kemampuan seseorang mengendalikan dirinya terhadap sesuatu yang
terjadi, baik yang disenangi maupun yang dibenci. Sikap sabar dilandasi oleh anggapan
bahwa segala hal yang terjadi merupakan kehendak (iradat) Allah. Sabar merupakan salah
satu sikap mentalyang funda mental bagi seorang sufi.
        Dengan demikian, sabar berarti konsisten dalam melaksanakan semua perintah
Allah,menghadapi kesulitan, dan tabah dalam menghadapi cobaan selama dalam perjuangan
untuk mencapai tujuan.
f)    Ridha
        Ridha berarti menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugerahkan Allah.
Orang yang ridha mampu melihat hikmah dan kebaikan dibalik cobaan yang diberikan Allah
dan tidak berburuk sangka terhadap ketentuan-nya. Terlebih lagi ia mampu melihat
keanggunan, kebesaran, dan kemahasempurnaan Dzat yang memberikan cobaan sehingga ia
tidak mengeluh.
g)   Muraqabah
        Muraqabah adalah mawas diri. Muraqabah mempunyai arti yang mirip dengan
intropeksi. Dengan kata lain, muraqabah adalah sikap dan siaga setiap saat untuk meneliti
keaadaan sendiri.
        Seorang calon sufi sejak awal sudah diajarkan bahwa dirinya tidak pernah lepas dari
pengawasan Allah. Seluruh aktivitas kehidupan ditujukan untuk berada sedakat mungkin
dengan-nya. Ia sadar bahwa Allah “memandang”-nya. Kesadaran itu membawanya pada saat
sikap mawas diri atau muraqabah .
h)   Tajalli
         Tajalli ialah hilangnya hijab dan sifat-sifat ke-basyariyyah-an (kemanusiaan), jelasnya
nur yang sebelumnya ghaib, dan fanasnya segala sesuatu ketika tampaknya wajib Allah.
          Kata tajalli bermakna terutama nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa ketika
melakukan takhalli tidak berkurang, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut.
Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran dan rasa cint dengan sendirinya akan
menumbuhkan rasa rindu kepada-nya,

C.    Tokoh-tokoh Tasawuf Akhlaki


Tokoh-tokoh tasawuf akhlaki, antara lain Hasan Al-Bhasri, Al-Muhasibi, Al-Qusyairi,
dan Al-Ghazali.
1.    Hasan Al-Bashri
a.    Biografi singkat Hasan Al-Bashri
Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar. Ia adalah seorang zahid yang
sanagt mashyur di kalangan tabi’in. Al-Bashri lahir di Madinah pada tahun 21 H (623) dan
wafat pada hari kamis, 10 Rajab 110 H (728H) dia dilahirkan dua malam sebelum Khalifah
Umar bin Al-Khaththab wafat ia dikabarkan bertemu dengan 70 orang sahabat yang turut
menyaksikan Perang Badar dan 300 sabhabat lainnya.
Hasan Al-Bashri terkenal dengan keilmuannya yang sangat dalam. Tak heran kalu ia
menjadi iman di Bashrah secara khusus dan daerah-daerah lainnya secara umum. Tidak heran
kalu ceramah-ceramahnya dihadiri seluruh sekmen masyarakat. Di samping dikenal sebagai
zahid, ia pun dikenal sebagi seorang yang wara’ dan berani dalam memperjuangkan
kebenaran. Di antara karya tulisnya berisi kecaman terhadap aliran kalam Qadariyah dan
tafsir-tafsir Al-Qur’an.
Kelebihan Hasan Al-Bahsrih setidaknya diungkapkan oleh Abu Qatadah, yang
menyatakan “Bergurulah kepada Syaikh ini. Saya telah saksikan sendiri keistimewaanya.
Tidak seorang tabiin yang menyerupai sahabat nabi selain dirinya.”
b.    Ajaran-ajaran tasawufnya
Abu Na’im Al-Ashbahani telah menyimpulkan pandangan tasawuf Hasan Al- Bashri
sebagai berikut, “Sabahat takut (khauf) dan pengkarapan (raja’)tidak ajan di rundung
kemuraman dan keluhan; tidak pernah tidur senang karena selalu mengingat Allah SWT.
’’pandangan tasawufnya yang lain adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa
bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan seluruh perindtah Allah SWT. Dan
menjauhi seluluh larangannya.
Hasan Al- Bashri berkeyakinan bahwa perasaan takut itu sama dengan memetik amal
shaleh. kesimpulan Hasan Al- Bashri adalah zuhud sehingga perhatian terpusab pada
kehidupan akhirat. Oleh karena itu, selalu mawas diri dan selalu memikirkan kehidupan
ukhrawi, adalah jalan yang akan menyampaikan seseorang menuju kebahagiaan abadi.
HAMKA mengemukakan kebahagiaan ajaran tasawuf Hasan Al- Bashri sebagia berikut.
1)   Perasaan takut dalam hati yang menyebabkan hati tenang lebih utama dar pada perasaan
yang tenang mengakibatkan hati yang taku;
2)   Dunia adalah tempat beramal;
3)   Tafakkur membawa kita kepada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengejarkannya;
4)   Banyak perasaan duka didunia yang mengakibatkan dan memperteguh amal kebaikan
(sholeh).
2.      Al-Muhasibi
a.      Biografi singkat Al-Muhasibi
           Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Al-Harits bin As’ad Al-Bashri Al-Muhasibi. Ia
lahir di Bashrah 165 H wafat 234 H (857 M). Ia dikenal dengan nama Al-Muhasibi karenaia
termasuk orang yang menyukai perhitungan atas dirinya agar tidak terjatuh kepada
perbuatan-perbuatan yang merugikan.
     Al-Muhasibi termasuk pembesaran sufi, ahli ilmu ushul, dan teknologi. Beberapa
karyanya menunjukkan ia suka berpolemik dengan kelompok Mu’tazilah. Kemampuannya
inilah yang menjadi daya tarik para intelektual baghdad sehingga banyak yang belajar
kepadanya. Al-Muhasibi wafat di baghdad pada 234 H (857 M) dengan beberapa karya tulis.
b.      Pandangan Al-Muhasibi tentang ma’rifat
      Al-Muhasibi berbicara pula tentang ma’rifat. Al-Muhasibi menulis sebuah buku
tentangnya, namun dikabrkan bahwa ia –tidak diketahui alasannya – kemudiaan mebakarnya.
Ia sangat berhati-hati dalam menjelaskan batasan agama dan tidak mendalami pengertian
batin agama yang dapat menyebabkan kaerguan. Inilah yang mendasarinya untuk memuji
sekelompok sufi yang tidak berlebih-lebihan dalam menyelami pengetian batin agama.
c.   Pandangan Al-Muhasibin tentang khauf dan raja’
     Dalam pandangan Al-Muhasibin,khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan) menepati
posisi penting dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwa. Ia terkesan mengaitkan kedua
sifat itu dengan etika-etika keagamaan lainnya, yaitu ketika disifati pula dengan sifat-sifat
lainnya. Khauf dan raja’, menurut Al-Muhasibi, dapat dilakukan dengan sempurna hanya
perbepang teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah.
3.  Al-Qusyairi
a.   Biografi singkat Al-Qusyairi
                        Ia adalah tokoh sufi yang terpenting abad ke-5 Hijriyah, Nama lengkapnya adalh Abdul
Karim bin Khawazin, lahir pada tahun 376 di istawa, di Naisaiful, yang merupakan pusat
intelektual pada saat itu. Ia berguru kepada Abu ‘Ali al daqqak dalam ilmu tasawuf,
sedangkan dalam ilmu fiqh, ia belajar kepada Abu Bakar Muhammad bin Abu Bakar al thusi.
                          Al-Qusyairi adalah orang yang paling keras dalam menentang doktrin aliran-aliran.
Mu’tazilah, Kamariyyah, dan Syi’ah. Karena tindaknya itu, ia mendapat serangan dan
dipenjarakan sebulan lebih atas perintah tughrul Bek yang terhasut seorang menterinya yang
menganut aliran Mu’tazillah Rafidhah.
            b.     Ajaran-ajaran tasawuf Al-Qusyairi
                          Seandainya karya Al-Qusyairi, ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, dikaji secara mendalam, akan
tampak jelas upaya Al-Qusyairi cenderung mengembalikan tasawuf ke atas landasan
doktrin Ahlus Sunnah,  sebagaimana pernyataannya,
                          Secara empilisit, dalam ungkapan Al-Qusyairi tersebut, terkandung penolakan terhadap
para sufi syathahi, yang mengucapkan ungkapan-ungkapan penuh kesan terjadinya perpaduan
antara sifat-sifat ketuhanan, khususnya sifat terdahulunya.
4.  Al-Ghazali 
a.     Biografi  singkat Al-Ghazali                         
      Al-Gazali adalah tokoh tasawuf akhlaki yang paling termasyhur. Ia dilahirkan dari
keluarga miskin. Lahir di kota Thus,dekat Marshad Kurasan pada tahun 450 H /1058 M. Ia
lahir dari seorang penun wol (ghazzal), sehingga ia dijuluki Al-Gazali. Pendidikan yang
dijalaninya berawal dari kota Thus, lalu ke jurjan.
Pada usia 20 tahun Al-Gazali mempelajari ilmu fiqih kepada Ahmad bin Muhammad Ar-
Rizkani. Kemudian ia memasuki sekolah tinggi Nizhamiyah di Naizabur. Di sinilah ia
berguru kapada Imam Haramain (Al-Juwaini, w. 478 H /1086 M) hingga menguasai ilmu
mantik, ilmu kalam, fiqh-ushul fiqh, filsafat, tasawuf, dan retotika perdebaatan.
b.    Ajaran-ajaran tasawuf Al-Ghazali
     Al-Ghazali memiliki tasawuf sunni yang bersadarkan Al-Quran dan sunnah Nabi
ditambahkan dengan doktrin Ahl As-Sunnah. Wa Al-Jama’ah. Dari paham tasawufnya itu, ia
menjauhkan semua kecenderungan gnostik yang memengaruhi para filsuf islam, seperti sekte
Isma’iliyah, Syi’ah, dan Ikhwan Ash-Shafa. Ia menjauhkan tasawufnya dari paham
ketuhanan Aristoteles, seperti emanasi dan penyatuan. Itulah sebabnya, dapat dikatakan
bahwa tasawuf Al-Ghazali benar-benar bercorak islam.
     Al-Ghazali menilai negatif terhadap syathahat karena dianggapnya mempunyai dua
kelemahan. Pertama, kurang memerhatikan amal lahiriyah, hanya mengungkapkan hkata-
kata yang sulit dipahami, memngemukakan kesatuan dengan tuhab, dan menyatakan bahwa
Allah SWT. Dapat disaksikan. Kedua, syathahat merupakan hasil pemikiran yang kacau dan
hasil imajinasi sendiri. Dengan demikian, ia menolak tasawuf semisilsafat meskipun ia mau
memaafkan Al-Hallaj dan Yazid Al- busthami. Ungkapan-ungkapan yang ganjil itu telah
menyebabkan orang –orang Nasarani salah dalam meniali Tuhannya, seakan-akan ia berada
pada diri Al-masih.
c.     Pandangan Al-Gahazali tentang makrifat
      Menurut Al-Ghazali , ma’rifat mengetahui rahasia Allahdan mengetahui peraturan-
peraturannya tentang segala yang ada. Alat memperolr ma’rifat bersabdar pada sirr, kalbu,
fdan roh. Setelah kalbu dan roh menjadi kosong dan suci, kemudian dilimpahi cahaya Tuhan,
maka seseorang dapat mengetahui hakikat segala yang ada. Ia menerima iluminasi
(kasyaf) dari Allah sehingga yang dilihat hanyalah Dia. Pada saat itulah ia sampai ketingkat
ma’rifat.
      Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, membedakan jalan pengetahuan untuk
sampai kepada Tuhan bagi orang awam,ulam, dan orang ‘arif (sufi). Ia membuat
perumpamaat bagi orang awam tentang keyakinan bahwa si fulamn ada di dalam rumah tnpa
menyelidiki lagi. Bagi ulama , keyakinan adanya si fulan di dalam rumah dibangun atas dasar
adanya tanda-tanda, seperi suaranya yanag terdengar walaupun tidak kelihatan orangnya.
Sementara itu , orang ‘arif tidak hanya memperhatikan tanda-tandanya, seperti
mendengankan seuara dari balik dinding, tetapi lebih jauh dari itu, ia pun memasukirumah
dan menyaksikan dengan mata kepala bawah si fulan bener-bener berada di dalam rumah.
d.     Pandangan Al-Ghazali tentang As-Sa’adah (kebehagiaan)
      Menurut Al-Ghazali, kelezatan dan kabahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah
SWT. (ru;yatullah). Di dalam kitab kimiya’ as-sa’adah, ia menjelaskan bahwa as-sa’adah
(kebahagiaan) itu sesuai dxengan watak (tabiat) , sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan
ciptaannya; nikmatnya mata terletak ketika merlihat gambar yang bagus dan indah;
nikmatnya telinga terletak mendengan suara yang merdu. Demikian juga, seluruh anggota
tubuh, masing-masing mempunyai kenikmatan tersendiri.
Kenikmatannya qalb – sebagai alat memperoleh makrifat- terletak ketika melihat Allah SWT.
Hal ini merupakan kenikmatan paling agung yang tiada taranya karena makrifat itu angung
dan mulia. Kenikmatannya melebihi kenikmatan lain. Sebagai mana perasaab dapat bertemu
menteri tidak akan lebih bangga atau senang dari pada perasaan bertemu presiden. Hal ini
dapat dianologikan dengan perasaan kalau dapat berhubungan dengan Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
     Dari penjelasan-penjelasan tersebut, maka kamui menyimpulkan bahaw pengertian ilmu
akhlak adalah suatu ilmu yng membahas persoalaan yang bernilai baik atau buruk, lalu
mengemukakan teori-teori yang dapat dijadikan tuntunan untuk melakukan perbuatan
baik.sehingga petunjuk mengenai cara-cara menghinfdari perbuatan buruk. Tasawuf ahkhlaki
merupakan kajiuan ilmu yang sangat memerlukan praktik untuk menguasainya. Tidak hanya
berupa  teori sebagai sebuah pengetahuan., tetapi harus dilakukan dengan aktifitas kehidupan
manusia. Dan tokoh-tokoh sufi termasyur ada dalam aliran tasawuf akhlaki ada 4 orang
diantaranya:
- Abu Sa’id Al-Hasan bin yasir (hasan Al-Bashri;21-110 H)
- Abu ‘Abdillah Al-Harits bin Asad Al-Bashri Al-Baghdadi Al-Muhasibi (Al-Muhasibi;165-
234 H).
- ‘Abdul Karim bin Hawazin (Al-Qusyairi;376-405 H)
                 Kemudian ajaran tasawuf akhlaki adalah Takhalli, Tahalli, Tajalli, Munajat,Murroqobah,
memperbanayk zxikitr dan warid, mengingat mati, dan tafakkur, Dan ajaran Tasawuf ‘Amali
yakni sya’riat Thariqat, dan Ma’rifat

B.       Saran
     Mengingatnya penegtehuan tim penulis, begitu pula kurangnya rasa ingin tahu dari tim
penulis. Berharap pembaca bisa memaklumi jika terdapan adanya kesalahan dalam penulisan
atau kata-kata dalam makalah yang tim penulis susun. Adapun kebenaran itu datangnya dari
Allah SWT dan kekuerangannya datang adri tim penulis. Tim penulis berharap pembaca
tidak puas dengan makalah yang tim penulis buat ini dan pada akhirnya pembaca akan tewrus
memperdalam pengetahuan yang sangat luas. Dalam makalah ini juga, tim penulis butuh
kritikan dan saran guna perbaikan dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 229.


Mohammad Muchlis Solichin, Akhlak Tasawuf dalam Wacana Kontemporer Upaya Sang
Sufi Menuju Allah (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 135.
Samsul Munir Amin,ilmu tasawuf (jakarta:imprint bumi aksara,2015),hlm. 209.
Samsul Munir Amin,ilmu tasawuf (jakarta:imprint bumi aksara,2015),hlm. 212-214.
Ibid,hlm. 215-216.
Ibid,hlm. 217-220.
Samsul Munir Amin,ilmu tasawuf (jakarta:imprint bumi aksara,2015),hlm. 221-222
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 232.
Mohammad Muchlis Solichin, Akhlak Tasawuf dalam Wacana Kontemporer Upaya Sang
Sufi Menuju Allah (Surabaya: Pena Salsabila, 2013),hlm. 146.
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 232.
Samsul Munir Amin,ilmu tasawuf (jakarta:imprint bumi aksara,2015),hlm. 223.
Mohammad Muchlis Solichin, Akhlak Tasawuf dalam Wacana Kontemporer Upaya Sang
Sufi Menuju Allah (Surabaya: Pena Salsabila, 2013),hlm. 146.
Samsul Munir Amin,ilmu tasawuf (jakarta:imprint bumi aksara,2015),hlm. 225-226.
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 235-236
Mohammad Muchlis Solichin, Akhlak Tasawuf dalam Wacana Kontemporer Upaya Sang
Sufi Menuju Allah (Surabaya: Pena Salsabila, 2013),hlm. 147.

Anda mungkin juga menyukai