Anda di halaman 1dari 14

AKHLAK MAHMUDAH DAN AKHLAK MAZMUMAH

Dosen Pengampu : Diyah Pertywi Setyawati, MM.

Makalah ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Disusun oleh :
Melianna Sari (21.01.01.0089)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI NIDA EL-ADABI
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum warohmatullahi wabarokatuh.


Alhamdulillahirabbil‟alamin, Segala puji bagi Allah, atas Rahmat dan Karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Akhlak Mahmudah dan Akhlak Mazmumah
tepat waktu. Shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW, yang syafaatnya kita
natikan kelak.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Akhlak Tasawuf.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapatkan bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih
kepada.
1. Ibu Diyah Pertywi Setyawati, MM. selaku dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf.
2. Dan dalam penyusunan makalah ini kami juga memperoleh bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada teman –
teman yang sudah memberikan konstribusinya dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan
terselesaikannya makalah Akhlak Mahmudah dan Akhlak Mazmumah ini dapat
bermanfaat.
Wassalamu‟alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Tangerang, Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 2
2.1. Pengertian Akhlak ....................................................................................................... 2
2.2. Akhlak Mahmudah ..................................................................................................... 2
2.2.1. Macam-macam Akhlak Mahmudah ................................................................. 3
2.3. Akhlak Mazmumah (Tercela) ..................................................................................... 7
2.3.1. Macam-Macam Akhlak Mazmumah ................................................................ 7
2.3.2. Cara Menghindari Akhlak Mazmumah (Tercela) ............................................ 8
BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 10
3.1. Kesimpulan ............................................................................................................... 10
3.2. Saran ......................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ajaran islam adalah ajaran yang bersumber pada wahyu Allah, Al-Qur‟an
dalam penjabarannya terdapat pada hadis Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak
dalam Islam mendapat perhatian yang sangat besar. Berdasarkan bahasa, akhlak
berarti sifat atau tabiat. Berdasarkan istilah, akhlak berarti kumpulan sifat yg
dimiliki oleh seseorang yang melahirkan perbuatan baik dan buruk.
Konsep Akhlak menurut Al-Ghazali adalah sifat yg tertanam dalam jiwa
seseorang, darinya lahir perbuatan yang mudah tanpa pertimbangan pikiran
terlebih dahulu. Akhlak meliputi jangkauan yang sangat luas dalam segala aspek
kehidupan. Akhlak meliputi hubungan hamba dengan Tuhannya (vertikal) dalam
bentuk ritual keagamaan dan berbentuk pergaulan sesama manusia (horizontal)
dan juga sifat serta sikap yang terpantul terhadap semua makhluk (alam semesta).
Bagi seorang muslim, akhlak yang terbaik ialah seperti yang terdapat pada diri
Nabi Muhammad SAW karena sifat-sifat dan perangai yang terdapat pada dirinya
adalah sifat-sifat yang terpuji dan merupakan uswatun hasanah (contoh teladan)
terbaik bagi seluruh kaum Muslimin

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar Belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka
dapat di rumuskan :
1. Apa pengertian akhlak ?
2. Apa pengertian akhlak mahmudah dan mazmumah ?
3. Apa macam akhlak mahmudah dan mazmumah ?

1.3. Tujuan Penulisan


Sebagaimana persoalan yang telah disebutkan atau dibahas di rumusan
masalah maka tujuan diadakannya penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertain akhlak.
2. Untuk mengetahui dasar-dasar akhlak mahmudah dan mazmumah.
3. Untuk mengetahui macam akhlak mahmudah dan mazmumah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Akhlak


(Habibah, 2015) Ada dua penggolongan akhlak secara garis besar yaitu :
akhlak mahmudah (fadilah) dan akhlak mazmumah (qabihah). Imam al-Ghazali
menggunakan istilah “ munjiyat” untuk akhlak mahmudah dan “muhlihat” untuk
akhlak mazmumah
Dikalangan ahli tasawuf, mengenal sistem pembinaan mental dengan
istilah : takhalli, tahalli dan tajalli.
Takhalli adalah menggosokan atau membersihkan jiwa dari sifat-sifat
tercel, larema sifat-sifat tercela mengotori jiwa manusia.
Sedangkan tahalli adalah mengisi jiwa (yang telah kosong dari sifat-sifat
tercela) dengan sifat yang terpuji (mahmudah).

2.2. Akhlak Mahmudah


(Zulbadri, 2019) Akhlak mahmudah dalam bahasa bisa diartikan “Baik”
dalam bahsa arab disebut “khair”, dalam bahasa inggris disebut “good”. Dari
beberapa kamus dan ensiklopedia diperoleh pengertian “baik” sebagai berikut :
1. Baik berarti sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan.
2. Baik berarti yang menimbulkan rasa keharuan dalam keputusan, kesenangan
persesuaian.
3. Baik berarti sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang
diharapkan dan member keputusan.
4. Sesuatu yang dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, memberperasaan
senang atau bahagia, bila ia dihargai secara positif
Jadi akhlakkul karimah berarti tingkah laku yang terpuji yang merupakan
tanda kesempurnan iman seseorang kepada Allah SWT. Akhlakul karimah
dilahirkan berdasarkan sifat-sifat yang terpuji. Orang yang memiliki akhlak terpuji
ini dapat bergaul dengan masyarakat luas karena dapat melahirkan sifat saling
tolong menolong dan menghargai sesamanya. Akhlak yang baik bukanlah semata-
mata teori yang muluk-muluk, melainkan ahklak sebagai tindak tanduk manusia
yang keluar dari hati. Akhlak yang baik merupakan sumber dari segala perbuatan
yang sewajarnya.

2
3

2.2.1. Macam-macam Akhlak Mahmudah


A. Ikhlas
(Mustofa & Kurniasari, 2020) Ikhlas menurut bahasa adalah suci, bersih,
murni, atau tidak tercampur dengan apapun. Sedangkan menurut istilah adalah
mengerjakan perbuatan (ibadah atau amal lainnya) semata-mata mengharapkan
ridho Allah SWT. amal/ ibadah akan sia-sia tanpa ikhlas dalam surat An Nisa ayat
146 :

          

        

Artinya :“Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan


berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama
mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang
beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman
pahala yang besar”.(QS An Nisa 146)

Adapun pengertian ikhlas lainnya. Menurut al-Qurtubi, ikhlas pada


dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Abu
Al-Qasim Al-Qusyairi mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan sebuah
riwayat dari Nabi Saw, “Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu
Jibril berkata, “Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah,” lalu Allah
berfirman, “(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam
hati orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku.”
Keikhlasan seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan.
Anggota masyarakat yang mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai kebaikan
lahir-bathin dan dunia-akhirat, bersih dari sifat kerendahan dan mencapai
perpaduan, persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan.

B. Amanah
Secara bahasa amanah bermakna al-wafa‟ (memenuhi) dan wadi‟ah
(titipan) sedangkan secara definisi amanah berarti memenuhi apa yang
dititipkankan kepadanya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam Al-
Qur‟an surat An-Nisa ayat 58:
4

             

              

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat


kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat”.

Dalam ayat lainnya, Allah juga berfirman:

         

         

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi


dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh” (QS. Al-Ahzab:72)

C. Adil
Adil berasal dari bahasa Arab “al-„Adl” mempunyai pengertian
meletakkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan akan menjaga kedamaian,
ketentraman, keharmonisan hubungan, dan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya
ketidakadilan akan menimbulkan ketidak percayaan, ketidak senangan, kebencian,
dendam, permusuhan, peperangan dan lain sebagainya. Dalam al qur‟an perintah
untuk berlaku adil. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan. (QS. Al-Nahl : 90).
Sifat adil dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu:
1. Berlaku adil dalam menetapkan hukum.
2. Berlaku adil terhadap istri.
3. Berlaku adil pada anak-anaknya.
4. Berlaku adil dalam kesaksian, baik dalam bentuk kata-kata atau tulisan.
5. Berlaku adil dalam mendamaikan orang-orang yang sedang berselisih.
Keadilan akan menciptakan ketenangan, ketentraman, dan kedamaian
dalam kehidupan dirinya, keluarganya, dan masyarakat di sekitarnya.
5

D. Tawakal
Hakikat tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah „Azza
wa Jalla membersihkannya dari ikhtiar yang keliru, dan tetap menapaki kawasan-
kawasan hukum dan ketentuan. Tawakal merupakan gambaran keteguhan hati
dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah SWT. Al-Ghazali mengaitkan
tawakal dengan tauhid, dengan penekanan bahwa tauhid sangat berfungsi sebagai
landasan tawakal.
Tawakal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah SWT
untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah kemudaratan, baik menyangkut
urusan dunia maupun akhirat. Allah SWT berfirman:

           

Artinya: “Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad maka bertawakallah


kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang-prang yang bertawakal”. (Ali
Imran: 159)

E. Pemaaf
Istilah pemaaf berasal dari bahasa Arab “al-afwu” yang berarti memberi
maaf, berlapang dada terhadap kesalahan atau kekeliruan orang lain dan tidak
memiliki atau menyimpan rasa dendam dan sakit hati kepada orang yang berbuat
kesalahan kepadanya. Memberi maaf merupakan perbuatan yang sangat berat,
tetapi sangat mulia. Memberi maaf harus dilakukan dengan cara yang ikhlas,
bersifat lahir batin dan bukan karena terpaksa. Memberi maaf harus dilakukan
oleh setiap muslim pasa setiap kesempatan, baik dalam lingkungan keluarga, antar
keluarga, linkungan kerja maupun dalam kehidupan masyarakat yang yang lebih
luas (bertetangga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara) tanpa menunggu
permintaan maaf dari pihak lainnya.

F. Rasa Malu
Rasa malu merupakan rem atau pengekang dari segala bentuk
kemaksiatan. Sepanjang rasa malu ini ada terpelihara pada jiwa seseorang maka
dirinya akan terjaga dari segala godaan syetan yang mengajak kepada perbuatan
dosa. Dengan memiliki rasa malu, orang akan terjaga akhlaknya. Oleh karena itu
semua agama samawi mengajarkan kepada umatnya untuk berakhlak mulia yang
salah satunya adalah memlihara rasa malu.
Sabda Rosulullah s.a.w, "Sesungguhnya setiap agama mampunyai akhlak,
dan akhlak Islam adalah rasa malu," (Riwayat Imam Malik)
6

Allah berfirman :

                

            

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka


tidak tersembunyi dari Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke
dalam neraka lebih baik ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa
pada hari kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Fushshilat : 40)

Kalau tidak merasa malu, manusia dipersilakan oleh Allah untuk berbuat
apa saja, tapi harus ingat bahwa segala perbuatan itu tidak ada yang terlepas dari
pengawasan Allah SWT dan kelak akan dimintakan pertanggungjawaban.
Dengan kurangnya rasa malu, orang akan berbuat apa saja tanpa
mempertimbangkan halal dan haram. Hilangnya rasa malu akan mengakibatkan
rusaknya akhlak dan rusaknya akhlak mengakibaatkan rusaknya iman. Itulah
sebabnya dikatakan oleh Rosululla s.a.w, "Malu itu bagian dari iman."
Orang yang tidak memiliki rasa malu, sering disebut dengan ungkapan
tebal kulit muka. Karena kalau orang merasa malu, biasanya akan memerah
mukanya. Orang yang tidak pernah memerah mukanya adalah orang yang kurang
rasa malunya karena itu disebut tebal kulit muka. Tentu ini hanya peribahasa saja,
bukan berarti bahwa kulit mukanya setebal kulit badak.
Rosulullah bersabda: "Malu itu bagian dari keimanan, dan keimanan itu
dapat memasukkan seseeorang ke surga, sedangkan sifaat yang keji adalah sifat
kasar, dan sifaat kasar itu menyebabkan masuk neraka (Riwayat Imam Ahmad
dan Tirmidzi).
Timbulnya berbagai penyakit sosial di tengah-tengah masyarakat kita,
tentu disebabkan karena orang tidak atau kurang memiliki rasa malu. Tidak malu
dijatuhi hukuman oleh negara, bahkan penjara hanya dianggap sebagai tempat
istirahat dan rekreasi. Keluar dari penjara, tidak malu berbuat pelanggaran lagi
karena sudah siap masuk penjara berulang kali.
Kalau masih memiliki rasa malu, berarti orang akan terhindar dari segala
tindakan kejahatan, keserakahan, korupsi, mengambil yang bukan haknya dan
lain-lain. Marilah kita jaga diri kita dari segala bentuk kema'siatan yang akan
membawa kepada kehancuran pribadi dan kehancuran masyarakaat, bangsa dan
nengara.
7

2.3. Akhlak Mazmumah (Tercela)


(Mustofa & Kurniasari, 2020) Akhlak Mazmumah (tercela) adalah
perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama (Allah dan Rasul-Nya). Contohnya :
hidup kotor, berbicara jorok/ kasar, bohong, sombong, malas, durhaka, khianat,
iri, dengki, membangkang, munafik, hasud, kikir, serakah, pesimis, putus asa,
marah, fasik, dan murtad, kufur, syirik, riya, nifaaq, anaaniah, putus asa, ghadlab,
tamak, takabbur, hasad, dendam, ghibah, fitnah, dan namimah, aniaya dan
diskriminasi, perbuatan dosa besar (seperti mabuk-mabukan, berjudi, zina,
mencuri, mengkonsumsi narkoba), israf, tabdzir.

2.3.1. Macam-Macam Akhlak Mazmumah


A. Penyakit Hati Antara Lain Disebabkan Karena Ada Perasaan Iri
(Mustofa & Kurniasari, 2020) Iri adalah sikap kurang senang melihat
orang lain mendapat kebaikan atau keberuntungan. Sikap ini kemudian
menimbulkan prilaku yang tidak baik terhadap orang lain, misalnya sikap tidak
senang, sikap tidak ramah terhadap orang yang kepadanya kita iri atau
menyebarkan isu-isu yang tidak baik. Jika perasaan ini dibiarkan tumbuh didalam
hati, maka akan muncul perselisihan, permusuhan, pertengkaran, bahkan sampai
pembunuhan, seperti yang terjadi pada kisah Qabil dan Habil.

B. Penyakit Hati Disebabkan Karena Perasaan Dengki


(Syaepul Manan, 2017) Dengki artinya merasa tidak senang jika orang lain
mendapatkan kenikmatan dan berusaha agar kenikmatan tersebut cepat berakhir
dan berpindah kepada dirinya, serta merasa senang kalau orang lain mendapat
musibah. Sifat dengki ini berkaitan dengan sifat iri. Hanya saja sifat dengki sudah
dalam bentuk perbuatan yang berupa kemarahan, permusuhan, menjelek-jelekkan,
menjatuhkan nama baik orang lain.

C. Hasud
(Qodariyah, 2017) Hasud adalah sikap suka menghasud dan mengadu
domba terhadap sesama. Menghasud adalah tindakan yang jahat dan menyesatkan,
karena mencemarkan nama baik dan merendahkan derajat seseorang dan juga
karena mempublikasikan hal-hal jelek yang sebenarnya harus ditutupi. Saudaraku
(sidang pembaca) tahukah antum, bahwa iri, dengki dan hasud itu adalah suatu
penyakit. Pada mulanya iri yaitu perasaan tidak suka terhadap kenikmatan yang
dimiliki orang lain. Kemudian, jika dibiarkan tumbuh, iri hati akan berubah
menjadi kedengkian. Penyakit kedengkian jika dibiarkan terus akan berubah
menjadi penyakit yang lebih buruk lagi, yaitu hasud.
8

D. Ghibah dan Namimah


(Martan, 2020) Ghibah dalam bahasa kita disebut mengumpat dan
mengunjing, Ghibah adalah menyebut atau memperkatakan seseorang diblakang
dirinya dengan apa yang dibencikan (menggosip negatif), Ghibah terjadi
disebabkan dari dengki, mencuri muka ata berolok olok dengan tujuan untuk
menjatuhkan martabat orang yang diumpat.
Namimah atau Adu domba adalah menyampaikan perkataan seseorang
atau menceritakan keaadan seseorang atau mengabarkan pekerjaan seseorang
kepada orang lain dengan maksud adu domba antara keduanya atau merusakkan
hubungan baik antara mereka.
Rasa dendam, memberitahukan keburukan orang dan mengadu domba
merupakan penyakit hati yang dapat membawa kepada berburuk sangka, suka
menyelidiki keburukan orang lain, yang merupakan perbuatan yang dibenci islam.

2.3.2. Cara Menghindari Akhlak Mazmumah (Tercela)


A. Perbanyak beribadah
(Sholeh, 2017) Tingkatkan ibadah kepada Allah SWT. Tujuan hidup
dalam Islam adalah untuk beribadah kepada Allah, karena manusia adalah
makhluk yang diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepadaNya. Maka usahakan
untuk meningkatkan ibadah kita agar dapat menjadi cara menjadi pribadi yang
baik dan Islami, dan menghindari semua perilaku tecela tersebut.

B. Biasakan Berbagi
(Sobihah, 2020) Orang yang egois adalah orang yang tidak terbiasa
berbagi. Maka, cara menghilangkan sifat egois adalah dengan membiasakan diri
berbagi dengan sesama, dimulai dari keluarga dan teman dekat. Lakukan
semuanya dengan hati ikhlas dan karena ingin membantu orang lain serta berbagi
kebahagiaan bersama.

C. Selalu Bersyukur Atas Nikmat Allah SWT


(Syaepul Manan, 2017) Dalam hidup, karunia Allah bisa datang dalam
bentuk apa saja. Orang yang mempunyai perilaku tercela tidak bisa merasakan
karunia yang diberikan kepadanya, dan selalu merasa kurang. Biasakan untuk
mengucap syukur atas segala kejadian baik yang kita alami, sekecil apapun itu.
Bersyukur adalah cara merubah diri menjadi lebih baik dan terhindar dari perilaku
yang tercela.
D. Pahami Keterbatasan Manusia
Manusia hanya makhluk yang sangat kecil dalam alam semesta ini. Tidak
ada gunanya bersikap angkuh, sombong dan tinggi hati. Sebagai manusia kita
punya banyak kekurangan yang nyata di hadapan kekuasaan Allah yang begitu
besar. Sadarilah hal itu sebagai cara menghindari sifat takabur dan cara
menghilangkan sifat angkuh dan sombong.
9

E. Jaga Tali Silaturahmi


Menghilangkan perilaku tercela bisa dengan menjalin tali silaturahmi yang
baik dengan sesama muslim. Jika kita memiliki silaturahmi yang terjalin baik.
tentunya tidak akan mudah bagi kita untuk merasa iri dengki, bersikap egois,
bergunjing dan emosional, bahkan mengadu domba. Jika memiliki hubungan baik
dengan orang lain dalam pergaulan, hal itu dapat menjadi cara menjaga kesehatan
hati agar tidak dikotori perasaan buruk.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Akhlak islamiyah dibagi menjadi dua akhlak mahmudah (fadilah) yaitu
akhlak yang terpuji dan, macam-macam dari sifat terpuji ada ikhlas, pemaaf,
tawakal, adil, rasa malu dan lainnya. Sedangkan akhlak mazmumah (qabihah)
yaitu akhlak yang tercela, macam-macam seperti Penyakit hati antara lain
disebabkan karena ada perasaan iri, dengki, hasud, ghibah dan namimah. Dan
untuk menghindari sifat tercela tersebut sebaiknya kita harus Perbanyak
beribadah, biasakan berbagi, bersyukur atas nikmat allah, pahami keterbatasan
manusia dan menjaga silaturahmi

3.2. Saran
Demikian.lah makalah ini penulis susun, semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca. Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan sehingga kami mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan
makalah kami ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Habibah, S. (2015). Akhlak Dan Etika Dalam Islam. Jurnal Pesona Dasar, 1(4), 73–87.
Martan, M. (2020). Konsep Akhlak Dan Metode Pembelajarannya Dalam Pendidikan Islam.
Jurnal Intelektual: Jurnal Pendidikan Dan Studi Keislaman, 10(1), 58–75.
https://doi.org/10.33367/ji.v10i1.1091
Mustofa, A., & Kurniasari, F. E. (2020). Konsep Akhlak Mahmudah Dan Madzmumah Perspektif
Hafidz Hasan Al- Mas‟Udi Dalam Kitab Taysir Al-Khallaq. Ilmuna, 2(1), 49–52.
Qodariyah, S. L. (2017). Akhlak Dalam Perspektif Al Quran (Kajian Terhadap Tafsīr al-Marāgī
Karya Ahmad Mustafa al-Marāgī). Jurnal Al-Fath, 11(02), 145–166.
Sholeh, S. (2017). Pendidikan Akhlak dalam Lingkungan Keluarga Menurut Imam Ghazali.
Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah, 1(1), 55–70.
https://doi.org/10.25299/althariqah.2016.vol1(1).618
Sobihah, Z. (2020). Pendidikan Karakter (Akhlak) Menurut Perspektif Islam. Tarbawiyah Jurnal
Ilmiah Pendidikan, 4(1), 78. https://doi.org/10.32332/tarbawiyah.v4i1.1743
Syaepul Manan. (2017). Pembinaan Akhlak Mulia Melalui Keteladanan dan Pembiasaan. Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Ta‟lim, XV(2), 1.
Zulbadri, Z. (2019). Akhlak Mazmumah Dalam Al-Quran. Jurnal Ulunnuha, 7(2), 109–122.
https://doi.org/10.15548/ju.v7i2.258

11

Anda mungkin juga menyukai