Anda di halaman 1dari 12

PROVINSI BANGKA BELITUNG

A. Sejarah Bangka Belitung

Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari dua pulau besar yaitu Pulau
Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil. Sebelum Kapitulasi Tutang Pulau Bangka
dan Pulau Belitung merupakan daerah taklukan dari Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan
Mataram. Setelah itu, Bangka Belitung menjadi daerah jajahan Inggris dan kemudian
dilaksanakan serah terima kepada pemerintah Belanda yang diadakan di Muntok pada tanggal
10 Desember 1816. Pada masa penjajahan Belanda, terjadilah perlawanan yang tiada henti-
hentinya yang dilakukan oleh Depati Barin kemudian dilanjutkan oleh puteranya yang
bernama Depati Amir dan berakhir dengan pengasingan ke Kupang, Nusa Tenggara Timur
oleh Pemerintahan Belanda. Selama masa penjajahan tersebut banyak sekali kekayaan yang
berada di pulau ini diambil oleh penjajah.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi ke-31 oleh Pemerintah
Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi
Sumatera Selatan. Ibukota provinsi ini adalah Pangkalpinang.
B. Adat Istiadat

1. Nganggung 1.000 Dulang

Tradisi ini disebut Makan Tanggong 1.000 Dulang. Warisan budaya yang telah turun-
menurun ini dilakukan untuk mengingat kebiasaan nenek moyang makan dulang bersama.
Makan berdulang merupakan tradisi adat istiadat makan bersama tanpa memandang status
sosial dari masyarakat yang mengikuti tradisi dari Pulau Belitong ini. Nganggung adalah
budaya membawa makanan lengkap di atas dulan yang akan ditutup dngan tudung saji merah
bermotif. Dulang adalah nampan yang dibuat dari kuningan berbentuk bulat. Para masyarakat
akan duduk lesehan bersama-sama sambil turut menyantap menu-menu di dulang.
2. Ritual Mandi Belimau

Upacara Adat membersihkan anggota tubuh dengan “air taubat”. Kegiatan adat yang
dilakukan masyarakat Dusun Limbung, Desa Jada Bahrin dan Desa Kimak, Kecamatan
Merawang.Kegiatan ini dilaksanakan satu minggu sebelum datangnya bulan suci Ramadhan,
mengambil tempat di pinggir Sungai Limbung.
C. Makanan Khas
1. Lempah

Lempah merupakan hidnagan berkuah yang biasanya berbahan dasar makanan laut atau
daging sapi. Masakan ini dibumbui rempah-rempah yang beraroma kuat. Dalam bahasa
Belitung lempah disebut gangan. Ada beberapa jenis lempah di Bangka Belitung.

Lempah kuning atau lempah nanas memiliki kuah berwarna kuning dengan potongan nanas.
Lempah ini menggunakan ikan kakap merah atau tenggiri sebagai bahan dasarnya, dapat pula
diganti dengan daging sapi.

Ada pula lempah daret yang berbahan dasar umbi dan sayuran dengan kuah rempah. Lalu ada
lempah kulat yang terbuat dari kulat/jamur khas Bangka yang biasanya dimasak dengan
santan.
2. Kecalo

Kecalo adalah udang rebon yang difermentasi bersama garam sehingga menghasilkan cita
rasa yang asin. Kecalo biasanya menjadi campuran bumbu untuk membuat sambal sehingga
menciptakan perpaduan cita rasa pedas dan asin. Kecalo biasa dihidangkan warga bangka
sebagai teman lalapan atau cocolan. Kecalo juga biasa ditambahkan saat menggoreng telur
kocok.
D. Rumah Adat

1. Rumah Rakit

Rumah Rakit sesuai dengan namanya yaitu rumah yang berada di atas perairan dengan
bentuk seperti rakit. Mengingat Bangka Belitung terbatasi oleh perairan baik sungai maupun
lautan maka banyak masyarakat Bangka yang membuat rumah diatas air sebagai tempat
tinggal dan tempat bisnis ekonomi.

Seperti halnya rakit, rumah ini berbahan utama bambu khususnya bambu manyan dan bambu
ini digunakan untuk pelampung rumah rakit agar tidak tenggelam ketika digunakan oleh
pemiliknya.

Kelebihan dari rumah ini adalah dapat bertahan lama untuk ukuran tempat tinggal, meskipun
terkena hujan dan panas diatas perairan serta memiliki bentuk yang besar dan cocok untuk
tinggal banyak orang, namun sulitnya rumah ini berada di atas perairan dan tentu tidak stabil.

Itulah ketiga rumah adat Bangka Belitung yang digunakan masyarakat untuk berlindung atau
tempat untuk berkumpul bersama keluarga.

Namun rumah adat biasanya dibuat bukan hanya untuk mendirikan rumah dan berlindung
saja namun filosofi yang tinggi, tujuan pelestarian rumah yang dijunjung oleh sepuh dan juga
budaya yang kental menjadi arti dari sebuah rumah adat. Sekarang ini di daratan sudah
banyak orang yang menggunakan rumah non adat sebagai tempat tinggal.

E. Suku

1. SUKU LOM

Suku Lom atau Urang Lom bisa disebut Sebagai penduduk Asli Pulau Bangka. Mereka
biasanya disebut Urang Mapur atau Suku Mapur karena tinggal dikampung
Mapur.Wilayah pemukimannya berada didusun Air Abik dan dusun Pejam, yang
masih termasuk wilayah desa Gunung Muda, Kampung Mapur kecamatan Belinyu
kabupaten Bangka.Total masyarakat Suku Lom saat ini kurang lebih ada 139KK.
2. SUKU SEKAK

Di kawasan Asia Tenggara terdapat 3 kelompok suku laut , dua diantaranya hidup di
wilayah Indonesia yaitu Suku Bajo di Sulawesi sampai Filipina, Moken di pesisir barat
Myanmar sampai Malaysia, dan Sekak di sekitar perairan Riau sampai Kepulauan
Bangka Belitung. Keunikan suku ini lebih menyukai tinggal di laut dan daerah pesisir
pantai. Bahasa yang dipakai adalah bahasa suku laut. Asal usul Suku Sekak Menurut
catatan EP Wieringa dalam “Carita Bangka” (Rijksuniversiteir Leiden, 1990)
mengalihbahasakan catatan Legenda Bangka yang disusun oleh Haji Idris tahun 1861,
pasal 26, menyebutkan bahwa orang Sekak adalah keturunan prajurit Tuan Sarah.
Tuan Sarah seorang pedagang yang ditunjuk Sultan Johor untuk memimpin pasukan
penyerbu bajak laut di Bangka pada awal abad ke 17. Setelah para bajak laut berhasil
diusir, sebagian pasukan tersebut tetap tinggal di Bangka. Ini yang menjadi cikal-bakal
orang Sekak. Terkadang Suku Sekak lebih dikenal  dengan Manih Bajau ( keturunan
bajak laut ) . Batman, seorang tokoh adat Sekak, menyebutkan bahwa nenek moyang
mereka berasal dari Lingga, salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau. Dari
Lingga, baru kemudian merantau ke Belitung. Didasari dengan lagu tradisional Sekak
yang berjudul Campak Daik. Daik merupakan ibu kota Kesultanan Lingga. Sekarang
Daik menjadi ibukota Kabupaten Lingga dengan wilayan laut berbatasan dengan
Kepulauan Bangka Belitung. Lioba Lenhart dalam Konstruktion, Oszilation udn
Wandel Etnicher Der Orang Suku Laut (Shaker, 2002) memasukkan orang Sekak
sebagai sub-suku orang laut. Suku Laut yang terdapat di Natuna, Anambas, Tanjung
Pinang dan Lingga sebagai orang Laut. Sedangkan yang berada di sekitar Bengkalis,
Riau sebagai orang Kuala. Orang Sekak memiliki pola hidup berpindah-pindah
( nomaden) dari satu tempat ke tempat lainnya, dari satu pulau ke pulau lainnya
dengan menggunakan perahu. Pola perpindahan tergantung dengan pergantian musim
yang mempengaruhi periode tangkap ikan. Jika periode tidak menangkap ikan, mereka
akan tinggal sementara di sekitar pantai. Baru tahun 1985, mereka menetap di daratan
dan melaut ketika mencari nafkah. Setelah ada kebijakan tinggal di darat diberlakukan
oleh pemerintah, orang Sekak mulai menikah dengan orang suku-suku lain. Sehingga
tidak banyak yang bisa disebut sebagai orang Sekak Asli. Tinggal di darat memberi
pengaruh akan semakin hilangnya identitas sebagai orang laut.

F. Bahasa
Penduduk Pulau Bangka dan Pulau Belitung yang semula dihuni orang-orang suku laut, dalam
perjalanan sejarah yang panjang membentuk proses kulturisasi dan akulturasi. Orang-orang laut
itu sendiri berasal dari berbagai pulau. Orang laut dari Belitung berlayar dan menghuni pantai-
pantai di Malaka. Sementara mereka yang sudah berasimilasi menyebar ke seluruh Tanah
Semenanjung dan pulau-pulau di Riau. Kemudian kembali dan menempati lagi Pulau Bangka
dan Belitung. Sedangkan mereka yang tinggal di Riau Kepulauan berlayar ke Bangka. Datang
juga kelompok-kelompok Orang Laut dari Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Pada gelombang
berikutnya, ketika mulai dikenal adanya Suku Bugis, mereka datang dan menetap di Bangka,
Belitung dan Riau. Lalu datang pula orang dari Johor, Siantan yang Melayu, campuran Melayu-
Cina, dan juga asli Cina, berbaur dalam proses akulturasi dan kulturisasi. Kemudian datang pula
orang-orang Minangkabau, Jawa, Banjar, Kepulauan Bawean, Aceh dan beberapa suku lain
yang sudah lebih dulu melebur. Lalu jadilah suatu generasi baru: Orang Melayu Bangka
Belitung.

Bahasa yang paling dominan digunakan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Bahasa
Melayu yang juga disebut sebagai bahasa daerah, namun seiring dengan keanekaragaman suku
bangsa, bahasa lain yang digunakan antara lain bahasa Mandarin dan bahasa Jawa.

G. Potensi Wisata

1. Camoi Aek Biru

Camoi Aek Biru merupakan sebuah tempat wisata yang berada di pulai


bangka, sebuah tempat bekas tambang. Sesuai dengan namanya “Aek Biru”
yang artinya adalah air biru, memang air yang ada di tempat wisata ini
berwarna biru. Memang dahulunya wisata ini adalah bekas tempat
penambangan batu kapur namun dengan berjalannya zaman bekas tambang
ini menjadi danau.

2. Pantai Pasir Padi bangka


Pantai Pasir Padi merupakan salah satu pantai di Pulau Bangka. Pantai ini menghadap langsung
ke Laut Natuna. Memiliki garis pantai sepanjang 100 hingga 300 meter dengan ombak yang
tenang, warna pasirnya yang putih dan padat. Kawasan Pantai Pasir Padi merupakan kawasan
pariwisata yang potensial di Kota Pangkalpinang.

Anda mungkin juga menyukai