Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KELOMPOK 7

HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, FILSAFAT,


FIQH, DAN ILMU JIWA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu : M. BADARUDIN, M.Pd.I

Disusun oleh:
Mutiara Ramadhan (1901071027)
Neni Ayu Novita (1901070011)
Pardina Robby Saputra (1901070015)

Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial


Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan Rahmat,
Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Sholawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah
menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin.
Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidaklah sempurna dan
masih banyak kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon
kritik, saran, dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama dosen mata
kuliah Akhlak Tasawuf yang kami harapkan sebagai koreksi untuk kami.

Metro, Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hakikat Tasawuf, llmu kalam, Fiqh, dan Ilmu Jiwa ..................3
B. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu kalam, Fiqh, dan Ilmu Jiwa......................9
BAB III PENUTUP
A. Simpulan....................................................................................................19
B. Saran ..........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu tasawuf merupakan rumusan tentang teoritis terhadap wahyu-
wahyu yang berkenaan dengan hubungan antara tuhan dengan manusia dan
apa yang harus dilakukan oleh manusia agar dapat berhubungan sedekat
mungkin dengan tuhan baik dengan pensucian jiwa dan latihan-latihan
spritual. Sedangkan ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang
banyak mengedepankan pembicaraan tetang persoalan tentang akidah dan
adapun filsafat adalah rumusan teoritis terhadap wahyu tersebut bagai manusia
mengenai keberadaan (esensi), proses dan sebagainya, Seperti proses
penciptaan alam dan manusia. Sedangkan ilmu jiwa adalah ilmu yang
membahas tentang gejala-gejala dan aktivitas kejiwaan manusia.
Maka dalam hal ini ilmu tasawuf tentunya mempunyai hubungan-
hubungan yang terkait dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, baik dari segi
tujuan, konsep dan kontribusi ilmu tasawuf terhadap ilmu-ilmu tersebut dan
begitu sebaliknya bagaimana kontribusi ilmu kioslaman yang lain terhadap
ilmu tasawuf.
Maka dalam makalah kami ini kami telah membahas hubungan ilmu
tasawuf dengan beberapa ilmu keislaman lainnya, diantaranya: Ilmu kalam,
ilmu filsafat, ilmu jiwa, dan ilmu fikih. Dengan tujuan agar kita lebih mampu
mengkorelasikan ilmu-ilmu tersebut dan bisa membandingbandingkannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Hakekat Ilmu Tasawuf Itu?
2. Apa Hakekat Kalam Itu?
3. Apa Hakekat Falsafah Itu?
4. Apa Hakekat Fiqih Itu ?
5. Apa Hakekat Ilmu Jiwa Itu ?
6. Bagaimana Hubungan Ilmu Tasawuf Dengan Kalam, Filsafat, Fiqih, Dan
Ilmujiwa ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Dan Memahami Hakekat Ilmu Tasawuf
2. Mengetahui Dan Memahami Hakekat Ilmu Kalam

1
3. Mengetahui Dan Memahami Hakekat Filsafat
4. Mengetahui Dan Memahami Hakekat Fiqih
5. Mengetahui Dan Memahami Hakekat Ilmu Jiwa
6. Mengetahui Dan Memahami Hubungan Ilmu Tasawuf Dengan Kalam, Falsafah,
Fiqih, Dan Ilmu Jiwa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hakikat Tasawuf, Ilmu Kalam, Fiqih Dan Ilmu Jiwa


1. Pengertian Tasawuf
Istilah "tasawuf"(sufism), yang telah sangat populer digunakan selama
berabad-abad, dan sering dengan bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf
Arab, sha, wau dan fa. Banyak pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa
fa. Ada yang berpendapat, kata itu berasal dari shafa yang berarti kesucian atau
bersih. Sebagian berpendapat bahwa kata itu berasal dari kata shafwe yang berarti
baris atau deret, yang menunjukkan kaum Muslim awal yang berdiri di baris
pertama dalam salat atau dalam perang suci. Sebagian lainnya lagi berpendapat
bahwa kata itu berasal dari kata shuffah yang berarti serambi masjid Nabawi di
Madinah yang ditempati oleh para sahabat-sahabat nabi yang miskin dari
golongan Muhajirin.Ada pula yang menganggap bahwa kata tasawuf berasal dari
shuf yang berarti bulu domba, yang menunjukkan bahwa orang-orang yang
tertarik pada pengetahuan batin kurang memperdulikan penampilan lahiriahnya
dan sering memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang kasar sebagai
simbol kesederhanaan.
Harun Nasution mendefinisikan tasawuf sebagai ilmu yang mempelajari cara
dan jalan bagaimana orang Islam dapat sedekat mungkin dengan Alloh agar
memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan bahwa seseorang
betul-betul berada di hadirat Tuhan.
Ada sebagian orang yang mulai menyebut dirinya sufi, atau menggunakan
istilah serupa lainnya yang berhubungan dengan tasawuf, yang berarti bahwa
mereka mengikuti jalan penyucian diri, penyucian "hati", dan pembenahan
kualitas watak dan perilaku mereka untuk mencapai maqam (kedudukan) orang-
orang yang menyembah Allah seakan-akan mereka melihat Dia, dengan
mengetahui bahwa sekalipun mereka tidak melihat Dia, Dia melihat mereka.
Inilah makna istilah tasawuf sepanjang zaman dalam konteks Islam.
Imam Junaid dari Baghdad (910 M.) mendefinisikan tasawuf sebagai
"mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah". Syekh Abul
Hasan asy-Syadzili (1258 M.) syekh sufi besar dari Afrika Utara mendefinisikan
tasawuf sebagai "praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah

3
untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan". Syekh Ahmad Zorruq (1494 M.)
dari Maroko mendefinisikan tasawuf sebagai berikut: Ilmu yang dengannya dapat
memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi Allah, dengan
menggunakan pengetahuan tentang jalan Islam, khususnya fiqih dan pengetahuan
yang berkaitan, untuk memperbaiki amal dan menjaganya dalam batas-batas
syariat Islam agar kebijaksanaan menjadi nyata. Ia menambahkan, "Fondasi
tasawuf ialah pengetahuan tentang tauhid, dan setelah itu memerlukan manisnya
keyakinan dan kepastian; apabila tidak demikian maka tidak akan dapat
mengadakan penyembuhan 'hati'." Menurut Syekh Ibn Ajiba (1809 M): Tasawuf
adalah suatu ilmu yang dengannya Anda belajar bagaimana berperilaku supaya
berada dalam kehadiran Tuhan yang Maha ada melalui penyucian batin dan
mempermanisnya dengan amal baik. Jalan tasawuf dimulai sebagai suatu ilmu,
tengahnya adalah amal.dan akhirnva adalah karunia Ilahi.
Tasawwuf sebagai mana disebutkan dalam artinya di atas, bertujuan untuk
memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari
benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan dan intisari dari itu adalah
kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan
dengan cara mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran dekat dengan
Tuhan itu dapat mengambil bentuk ittihad atau menyatu dengan Tuhan. Dalam
ajaran Tasawuf, seorang sufi tidak begitu saja dapat dekat dengan Tuhan,
melainkan terlebih dahulu ia harus menempuh maqamat .mengenai jumlah
maqomat yang harus di tempuh sufi bebrbeda-beda, Abu Nasr Al- Sarraj
menyebutkan tujuh maqomat yaitu tobat, wara, zuhud, kefakiran, kesabaran,
tawakkal, dan kerelaan hati. Dalam perjalananya seorang shufi harus mengalami
istilah hal (state). Hal atau ahwal yaitu sikap rohaniah yang dianugrahkan Tuhan
kepada manusia tanpa diusahakan olehnya, seperti rasa takut( al- khauf) , ikhlas,
rasa berteman, gembira hati, dan syukur. Jalan selanjutnya adalah fana' atau lebur
dalam realitas mutlak (Allah).Manusia merasa kekal abadi dalam realitas yang
Tertinggi, bahkan meleburkan kepadaNya. Maksudnya, menghancurkan atau
mensinarkan diri agar dapat bersatu dengan Tuhan.
Menurut Taftazani seseorang yang bertasawuf mempunyai beberapa ciri
yaitu:Peningkatan moral, seorang sufi memiliki nilai-nilai moral dengan tujuan
membersihkan jiwa. Yaitu dengan akhlak dan budi pekerti yang baik berdasarkan
kasih dan cinta kepada allah, oleh karena itu, maka tasawuf sangat mengutamakan
4
adab/ nilai baik dalam berhubungan dengan sesama manusia dan terutama dengan
Tuhan (zuhud, qonaah, thaat, istiqomah, mahabbah, ikhlas, ubudiyah, dll). Sirna
(fana) dalam realitas mutlak (Allah).Manusia merasa kekal abadi dalam realitas
yang Tertinggi, bahkan meleburkan kepadaNya.Maksudnya, menghancurkan atau
mensinarkan diri agar dapat bersatu dengan Tuhan.Dan Ketenteraman dan
kebahagiaan. Sumber Ajaran Tasawuf : Sumber ajaran tasawuf adalah al-Qur'an
dan Hadits yang didalamnya terdapat ajaran yang dapat memebawa kepada
timbulnya tasawuf. Paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia, yang merupakan
ajaran dasarnya dapat dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqoroh ayat 186.
2. Pengertian Ilmu Kalam
Nama lain dari Ilmu Kalam : Ilmu Aqaid (ilmu akidah-akidah), Ilmu Tawhid
(Ilmu tentang Kemaha Esa-an Tuhan), Ilmu Ushuluddin (Ilmu pokok-pokok
agama). Disebut juga 'Teologi Islam'. 'Theos'= Tuhan; 'Logos'= ilmu. Berarti ilmu
tentang keTuhanan yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran Islam;
termasuk di dalamnya persoalan-persoalan ghaib.Menurut Ibnu Kholdun dalam
kitab moqodimah mengatakan ilmu kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan
mempertahankan kepercayaan-keprcayaan iman dengan menggunakan dalil
fikiran dan juga berisi tentang bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang
mempunyai kepercayaan-kepercayaan menyimpang. Ilmu= pengetahuan; Kalam=
pembicaraan'; pengetahuan tentang pembicaraan yang bernalar dengan
menggunakan Persoalan terpenting yang di bicarakan pada awal Islam adalah
tentang Kalam Allah (Al-Qur'an); apakah azali atau non azali (Dialog Ishak bin
Ibrahim dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Dasar Ajarannya; Dasar Ilmu Kalam
adalah dalil-dalil fikiran (dalil aqli) Dalil Naqli (Al-Qur'an dan Hadis) baru
dipakai sesudah ditetapkan kebenaran persolan menurut akal fikiran. (Persoalan
kafir-bukan kafir)…… Jalan kebenaran; Pembuktian kepercayaan dan kebenaran
didasarkan atas logika (Dialog Al-Jubbai dan Al-Asy'ari).
3. Pengertian Filsafat
Menurut analisa Al-Farabi filasafat berasal dari bahasa Yunani yaitu
philosiphia.Philo berarti cinta dan shopia berarti hikmah atau kebenaran. Menurut
Plato, filsuf Yunani yang termashur, murid Scorates dan guru Aristoteles
mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada.
Marcus Tullius Cicero politikus dan ahli pidato romawi merumuskan filsafat
adalah pengatahuan tentang segala sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha
5
untuk mencapainya. Al Farabi filosuf muslim terbesar sebelum Ibn Sina
mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan
brtujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya. Filsafat itu ilmu pokok dan
pangkal segala pengetahuan yang mencakup metafisika, etika, agama, dan
antripologi.Immanuel Kant yang sering disebut raksasa pikir barat, mengatakan
bahwa Filsafat itu merupakan ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang
mencakup metafisika, etika, agama, dan antripologi.Obyek Filsafat; Dalam
filasafat terdapat dua obyek yaitu obyek materia dan obyek formanya. Obyek
materianya adalah sarwa yang ada pada garis besarnya dibagi atas tiga persoalan,
yaitu: Tuhan, alam, dan manusia. Sedangkan Obyek formannya adalah usaha
mencari keterangan secara radikal ( sedalam-dalamnya) tentang obyek materi
filsafat ( sarwa yang ada).
4. Pengertian Ilmu Fiqh
Fiqh merupakan salah satu disiplin ilmu Islam yang bisa menjadi teropong
keindahan dan kesempurnaan Islam.Dinamika pendapat yang terjadi diantara para
fuqoha menunjukkan betapa Islam memberikan kelapangan terhadap akal untuk
kreativitas dan berijtihad. Sebagaimana qaidah-qaidah fiqh dan prinsif-prinsif
Syari'ah yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lima aksioma, yakni; Agama,
akal, jiwa, harta dan keturunan menunjukkan betapa ajaran ini memiliki filosofi
dan tujuan yang jelas, sehingga layak untuk exis sampai akhir zaman.
 Fiqh menurut Etimologi
Fiqh menurut bahasa berarti; faham, sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku.Supaya mereka memahami
perkataanku."( Thaha:27-28)
Pengertian fiqh seperti diatas, juga tertera dalam ayat lain, seperti; Surah Hud:
91, Surah At Taubah: 122, Surah An Nisa: 78
 Fiqh dalam terminologi Islam
Dalam terminologi Islam, fiqh mengalami proses penyempitan makna; apa
yang dipahami oleh generasi awal umat ini berbeda dengan apa yang populer
di genersi kemudian, karenanya kita perlu kemukakan pengertian fiqh menurut
versi masing-masing generasi;
 Pengertian fiqh dalam terminologi generasi Awal
Dalam pemahaman generasi-generasi awal umat Islam (zaman Sahabat,
Tabi'in dst.), fiqh berarti pemahaman yang mendalam terhadap Islam secara
6
utuh, sebagaimana tersebut dalam Atsar-atsar berikut, diantaranya sabda
Rasulullah SAW:
"Mudah-mudahan Allah memuliakan orang yang mendengar suatu hadist
dariku, maka ia menghapalkannya kemuadian menyampaikannya (kepada
yang lain), karena banyak orang yang menyampaikan fiqh (pengetahuan
tentang Islam) kepada orang yang lebih menguasainya dan banyak orang yang
menyandang fiqh (tetapi) dia bukan seorang Faqih." (HR Abu Daud, At
Tirmdzi, An Nasai dan Ibnu Majah
Ketika mendo'akan Ibnu Abbas, Rasulullah SAW berkata:
"Ya Allah, berikan kepadanya pemahaman dalam agama dan ajarkanlah
kepadanya tafsir." (HR Bukhari Muslim)
Dalam penggalan cerita Anas bin Malik tentang beredarnya isu bahwa
Rasulullah SAW telah bersikap tidak adil dalam membagikan rampasan
perang Thaif, ia berkata:
"Para ahli fiqihnya berkata kepadanya: Adapun para cendekiawan kami,
Wahai Rasulullah !tidak pernah mengatakan apapun." (HR Bukhari)
Dan ketika Umar bin Khattab bermaksud untuk menyampaikan
khutbah yang penting pada para jama'ah haji, Abdurrahman bin Auf
mengusulkan untuk menundanya, karena dikalangan jama'ah bercampur
sembarang orang, ia berkata:
"Khususkan (saja) kepada para fuqoha (cendekiawan)." (HR Bukhari)
Makna fiqh yang universal seperti diatas itulah yang difahami generasi
sahabat, tabi'in dan beberapa generasi sesudahnya, sehingga Imam Abu
Hanifah memberi judul salah satu buku akidahnya dengan "al Fiqh al Akbar."
Istilah fuqoha dari pengertian fiqih diatas berbeda dengan makna istilah Qurra
sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun, karena dalam suatu hadist ternyata
kedua istilah ini dibedakan, Rasulullah SAW bersabda:
"Dan akan datang pada manusia suatu zaman dimana para faqihnya sedikit
sedangkan Qurranya banyak; mereka menghafal huruf-huruf al Qur'an dan
menyia-nyiakan norma-normanya, (pada masa itu) banyak orang yang
meminta tetapi sedikit yang memberi, mereka memanjangkan khutbah dan
memendekkan sholat, serta memperturutkan hawa nafsunya sebelum
beramal." (HR Malik)

7
Lebih jauh tentang pengertian Fiqh seperti disebutkan diatas, Shadru al
Syari'ah Ubaidillah bin Mas'ud menyebutkan: "Istilah fiqh menurut generasi
pertama identik atas ilmu akhirat dan pengetahuan tentang seluk beluk
kejiwaan, sikap cenderung kepada akhirat dan meremehkan dunia, dan aku
tidak mengatakan (kalau) fiqh itu sejak awal hanya mencakup fatwa dan
(urusan) hukum-hukum yang dhahir saja."
Demikian juga Ibnu Abidin, beliau berkata: "Yang dimaksud Fuqaha
adalah orang-orang yang mengetahuai hukum-hukum Allah dalam i'tikad dan
praktek, karenanya penamaan ilmu furu' sebagai fiqh adalah sesuatu yang
baru."
Definisi tersebut diperkuat dengan perkataan al Imam al Hasan al
Bashri: "Orang faqih itu adalah yang berpaling dari dunia, menginginkan
akhirat, memahami agamanya, konsisten beribadah kepada Tuhannya,
bersikap wara', menahan diri dari privasi kaum muslimin, ta'afuf terhadap
harta orang dan senantiasa menasihati jama'ahnya."
 Pengertian fiqh dalam terminologi Mutaakhirin
Dalam terminologi mutakhirin, Fiqh adalah Ilmu furu'
yaitu:"mengetahui hukum Syara' yang bersipat amaliah dari dalil-dalilnya
yang rinci.
Syarah/penjelasan definisi ini adalah:
- Hukum Syara': Hukum yang diambil yang diambil dari Syara'(Al-Qur'an dan
As-Sunnah), seperti; Wajib, Sunah, Haram, Makruh dan Mubah.
- Yang bersifat amaliah: bukan yang berkaitan dengan aqidah dan kejiwaan.
- Dalil-dali yang rinci: seperti; dalil wajibnya sholat adalah "wa Aqiimus
sholaah", bukan kaidah-kaidah umum seperti kaidah Ushul
Fiqh.
Dengan definisi diatas, fiqh tidak hanya mencakup hukum syara' yang
bersifat dharuriah (aksiomatik), seperti; wajibnya sholat lima waktu, haramnya
hamr, dsb. Tetapi juga mencakup hukum-hukum yang dhanny, seperti; apakah
menyentuh wanita itu membatalkan wudhu atau tidak?Apakah yang harus
dihapus dalam wudhu itu seluruh kepala atau cukup sebagiannya saja?
Lebih spesifik lagi, para ahli hukum dan undang-undang Islam
memberikan definisi fiqh dengan; Ilmu khusus tentang hukum-hukum syara'
yang furu dengan berlandaskan hujjah dan argumen.
8
5. Pengertian Ilmu Jiwa
Ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan
proses mental yang terjadi pada manusia. Dengan kata lain, ilmu ini meneliti
tentang peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia. Psikologi meneliti
tentang suara hati (dhamir), kemauan (iradah), daya ingat, hafalan, prasangka
(waham), dan kecenderungan-kecenderungan (awathif) manusia.Itu semua
menjadi lapangan kerja jiwa yang menggerakkan perilaku manusia.
Ilmu jiwa mengarahkan pembahasan pada aspek batin yang di dalam Qur’an
diungkapkan dengan istilah insan.Dimana istilah ini berkaitan erat dengan
kegiatan manusia yaitu kegiatan belajar, tentang musuhnya, penggunaan
waktunya, beban amanah yang dipikulkan, konsekuensi usaha perbuatannya,
keterkaitan dengan moral dan akhlak, kepemimpinannya, ibadahnya dan
kehidupannya di akhirat.Quraish Shihab mengemukakan bahwa secara nyata
terlihat dan sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik
dan sebaliknya.Berarti manusia memiliki kedua potensi tersebut. Beliau mengutip
ayat yang berbunyi:
“Maka Kami telah memberi petunjuk (kepada)nya (manusia) dua jalan mendaki
(baik dan buruk”) (QS. Al-Balad, 90: 10)
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”. (QS. As-Syams: 7-8)
Dalam diri manusia terdapat potensi rohaniah yang cenderung kepada
kebaikan dan keburukan.Potensi rohaniah secara lebih dalam dikaji dalam ilmu
jiwa.Untuk mengembangkan ilmu akhlak kita dapat memanfaatkan informasi
yang diberikan oleh ilmu jiwa.Di dalam ilmu jiwa terdapat informasi tentang
perbedaan psikologis yang dialami seseorang pada setiap jenjang usianya.

B. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam, Ilmu Filsafat, Ilmu Fiqih, Dan Ilmu
Jiwa
1. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam
Ilmu kalam adalah disiplin ilmu keIslaman yang banyak mengedepankan
pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan.Persoalan-persoalan kalam
ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-
dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah.Argumentasi yang
dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode
9
berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada
argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits.Pembicaraan materi-materi
yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah.Sebagai
contoh, ilmu kalam menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’, Bashar, Kalam,
Iradah, Qudrah, Hayat, dan sebagainya. Namun, ilmu kalam tidak menjelaskan
bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar
dan melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca Al-
Qur’an, bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta
merupakan pengaruh dari kekuasaan Allah ?
Pernyataan-pernyataan diatas sulit terjawab hanya dengan berlandaskan pada
ilmu kalam.Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman
kejiwaan manusia adalah ilmu Tasawuf.Disiplin inilah yang membahas
bagaimana merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan
bagaimana merasakan tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang
diwajibkan.Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya,
kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.Sementara pada
ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan
keyakinan dan ketentraman.Sebagaimana dijelaskan juga tentang menyelamatkan
diri dari kemunafikan.Semua itu tidak cukup hanya diketahui batasan-batasannya
oleh seseorang.Sebab terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan
kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya.
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi
sebagai berikut.
a. Sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam.
Penghayatan yang mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam
menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku.
Dengan demikian, ilmu Tasawuf merupakan penyempurna ilmu kalam.
b. Berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-
perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam
dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan
rasional disamping muatan naqliyah, ilmu kalam dapat bergerak kearah
yang lebih bebas. Disinilah ilmu Tasawuf berfungsi memberi muatan
rohaniah sehingga ilmu kalam terkesan sebagai dialektika keIslaman
belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan hati.
10
Andaikata manusia sadar bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa
hasud dan dengki akan sirna, kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri,
niscaya tidak akan ada rasa sombong dan membanggakan diri. Kalau saja manusia
sadar bahwa Allahlah pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat ujub
dan riya. Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama
dalam pendakian menuju Allah (pendakian para kaum sufi). Dalam ilmu Tasawuf,
semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu kalam terasa lebih bermakna,
tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis dan aplikatif.
2. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Falsafah
Biasanya Tasawuf dan filsafah selalu dipandang berlawanan. Ada juga
anggapan bahwa pencarian jalan Tasawuf mengharuskan pencelaan filsafat, tidak
hanya berupa timbal balik dan saling mempengaruhi, bahkan asimilasi
(perpaduan) dan hubungan ini sama sekali tidak terbatas pada kebencian dan
permusuhan. Tasawuf adalah pencarian jalan ruhani, kebersatuan dengan
kebenaran mutlak dan pengetahuan mistik menurut jalan dan sunnah. Sedangkan
filsafah tidak dimaksudkan hanya filsafah peripatetic yang rasionalistik, tetapi
seluruh mazhab intelektual dalam kultur Islam yang telah berusaha mencapai
pengetahuan mengenai sebab awal melalui daya intelek. Filsafat terdiri dari
filsafat diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif (dzawqi).
Hubungan antara Tasawuf dan filsafat, yaitu :
a. Bentuk hubungan yang paling luas antara Tasawuf dan filsafat tentu
saja adalah pertentangan satu sama lain, sebagaimana tampak dalam
karya-karya al-Ghazali bersaudara, Abu hamid dan Ahmad. Dan
penyair sufi besar seperti Sana’I, Athar, dan Rumi. Kelompok sufi ini
hanya memperhatikan aspek rasional dari filsafat, dan setiap kali
berbicara tentang intelek, mereka tidak mengartikan intelek dalam arti
mutlaknya, namun mengacu kepada aspek rasional intelek (akal).
Athar juga memahami filsafat hanya sebagai filsafat peripatetic yang
rasionalistik, dan menekankan bahwa hal itu tidak boleh dikelirukan
dengan misteri ilahiah dan pengetahuan ilahiah, yang merupakan usaha
puncak pensucian jiwa dibawah bimbingan spiritual para guru sufi.
Intelek tidak sama dengan hadist Nabi dan falsafah tidak sama dengan
teosofi (hikmah) dalam makna Qur’aninya. Matsnawi adalah sebuah
Masterpiece filsafat.
11
b. Hubungan antara Tasawuf dan filsafat tampak dalam munculnya
bentuk khusus yang terjalin erat dengan filsafat. Meskipun bentuk
tasawuf ini tidak menerima filsafat peripatetic dan mazhab-mazhab
filsafat lain yang seperti itu, namun ia sendiri tercampur dengan filsafat
atau teosofi (hikmah) dalam bentuknya yang paling luas. Dalam
mazhab Tasawuf itu, intelek sebagai alat untuk mencapai realitas
tentang yang mutlak dengan memperoleh kedudukan yang tinggi.
Dengan demikian, dalam tasawuf berkembang satu jenis teosofi (ilmu
ilahi) yang tidak hanya datang untuk menggantikan filsafat didunia
Arab, tapi di Persia ia juga amat mempengaruhi jika bukan
menggantikan filsafat dan kemudian secara amat efektif
menggabungkan filsafat dan Tasawuf, bahkan mengganti nama
Tasawuf menjadi Irfan (gnosis,makrifat) pada periode safawi.
Penentangan terhadap filsafat masih tetap tampak, tapi penentangan ini
sebenarnya muncul dalam kaitannya dengan istilah falsafah dan
rasionalisme. Hubungan Tasawuf dan filsafah berbeda dari apa yang
diamati dalam tasawuf yang didominasi cinta, seperti pada Athar dan
lainnya.
c. Hubungan antara Tasawuf dan filsafat ditemukan dalam karya-karya
para sufi yang sekaligus juga filosof, Yang telah berusaha untuk
merujuk tasawuf dan filsafat. Afdhaluddin kasyani, Quthbuddin
syirazi, Ibd Turkah al-Isfahani, dan Mir Abul Qosim findiriski, orang-
orang ini seluruhnya adalah sufi yang berjalan pada jalan spiritual dan
telah mencapai maqam spiritual, dan beberapa diantara mereka
terdapat para wali, tetapi pada saat yang sama secara mendalam
memahami filsafat dan cukup mengherankan, beberapa diantara
mereka lebih tertarik pada filsafat peripatetic dan rasionalistik
daripada filsafat intuitif (dzawqi), sebagaimana dapat diamati dalam
kasus Mir Findiriski yang amat mendalami As-Syifanya Ibnu Sina.
Diantara kelompok ini, Afdhaluddin Kasyani memegang kedudukan
yang unik. Ia tidak hanya salah satu sufi terbesar yang hingga hari ini
mouseleumnya di Maqam Kasyani menjadi tempat Ziarah, baik orang-
orang yang awam maupun orang-orang terpelajar, tetapi ia juga
dianggap sebagai salah satu filosof Persia terbesar yang sumbangannya
12
bagi pengembangan bahasa filsafat Persia tak tertandingi. Karya-karya
filsafatnya dalam logika, teologi, ataupun dalam ilmu-ilmu alam ditulis
dalam bahasa Persia yang jelas dan fasih, dan merupakan Masterpiece
dalam bahasa ini. Ia tidak hanya menunjukkan dengan jelas wawasan
tasawuf dalam syair-syairnya, namun dalam hal logika dan filsafat
yang paling ketat sekalipun. Figur besar lain seperti Quthbuddin al-
Syirazi, yang dalam masa remajanya bergabung dengan para sufi dan
juga menulis karya besar dalam filsafat peripatetic dalam bahasa
Persia, Durrat al-Tajj, lalu bin Turkah Isfahani, yang Tamhid al-
Qawaidnya merupakan Masterpiece filsafat sekaligus Tasawuf, dan
Mir Abul Qosim Findiriski, yang menjadi komentator karya metafisika
Hindu penting, Yoga Vaisithsa adalah sufi dan ahli makrifat yang
kepadanya banyak mukjizat dinisbatkan. Mereka semua sesungguhnya
adalah para pengikut mazhab Afdhluddin Kasyani, sejauh menyangkut
upaya pemantapan hubungan antara Tasawuf dan Filsafat.
d. Kategorisasi umum kita mengenai hubungan Tasawuf dengan filsafat,
mencakup para filosof yang mempelajari atau mempraktekan Tasawuf.
Yang pertama dari kelompok ini adalah Al-Farabi, yang
mempraktekan Tasawuf dan bahkan telah mengubah musik yang
dimainkan dalam pertemuan Sama’ pada sufi, mutiara hikmah yang
dinisbatkan kepadanya sangatlah penting. Karena, pada dasarnya,
inilah buku mengenai filsafat maupun makrifat dan hingga kini
diajarkan di Persia bersama komentar-komentar makrifati.
 Hubungan Tasawuf dengan ilmu Fiqih
Biasanya, pembahasan kitab-kitab fiqih selalu dimulai dari Thaharah,
kemudian persoalan-persoalan kefiqihan lainnya.Namun, pembahasan ilmu
fiqih tentang thaharah atau yang lainnya secara tidak langsung terkait dengan
pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya. Persoalannya sekarang, disiplin ilmu
apakah yang dapat menyempurnakan ilmu fiqih dalam persoalan-persoalan
tersebut ?Ilmu Tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat
karena ilmu ini berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu fiqih.Corak
batin yang dimaksud adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-
masing.Bahkan ilmu ini mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk

13
melaksanakan hukum-hukum fiqih. Akhirnya, pelaksanaan kewajiban manusia
tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah.
Dahulu para ahli fiqih mengatakan “Barang siapa mendalami fiqih,
tetapi belum bertasawuf, berarti ia fasik. Barang siapa bertasawuf, tetapi
belum mendalami fiqih, berarti ia zindiq. Dan Barang siapa melakukan ke-2
nya, berarti ia melakukan kebenaran”.Tasawuf dan fiqih adalah 2 disiplin ilmu
yang saling menyempurnakan.Jika terjadi pertentangan antara ke-2 nya, berarti
disitu terjadi kesalahan dan penyimpangan. Maksudnya, boleh jadi seorang
sufi berjalan tanpa fiqih, atau seorang ahli tidak mengamalkan ilmunya. Jadi,
seorang ahli sufi harus bertasawuf (sufi), harus memahami dan mengikuti
aturan fiqih. Tegasnya, seorang fiqih harus mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara
pengamalannya. Seorang sufi pun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan
sekaligus mengamalkannya. Ini menjelaskan bahwa ilmu Tasawuf dan ilmu
Fiqih adalah 2 disiplin ilmu yang saling melengkapi.
Ilmu tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat karena
ilmu ini memberikan corak batin terhadap ilmu fiqih.Corak batin yang
dimaksud, seperti ikhlas dan khusu’ berikut jalannya masing-masing.Bahkan,
ilmu ini dapat menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hilim-
hukum fiqih. Alasannya, pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna
tanpa perjalanan rohaniyah.
Makrifat secara rasa terhadap Allah melahirkan pelaksanaan hukum-
hukum-Nya secara sempurna.Dari sinilah dapat diketahui kelirunya pendapat
yang menuduh perjalanan menuju Allah (dalam tasawuf) sebagai tindakan
melepaskan diri dari hukum-hukum Allah.
Allah SWT sendiri telah berfirman:
Artinya: ”Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat
(peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah
kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”.
Berkaitan dengan persoalan ini, Al-Junaid – seperti dikutip Sa’id
Hawwa’ – menuduh sesat golongan yang menjadikan whusul (mencapai)
Allah sebagi tindakan untuk melepaskan diri dari hukum-hukum
syari’at.Lebih tegas ia mengatakan, Betul mereka sampai, tetapi ke neraka
saqar”.
14
Dahulu para ahli fiqih mengatakan, ”barangsiapa mendalami fiqih
tetapi belum bertasawuf, berarti ia fasik; barang siapa bertasawuf tetapi belum
mendalami fikih berarti aia zindiq; Dan barangsiapa melakukan keduanya,
berarti ia ber-tahaqquq (melakukan kebenaran).” tasawufdan fiqih adalah dua
disiplin ilmu yang saling menyempurnakan. Jika terjadi pertentangan antara
keduanya, berarti ia terjadi kesalahan dan penyimpangan. Maksudnya, boleh
jadi seorang sufi berjalan tanpa fikih atau menjauhi fikih, atau seorang ahli
fikih tidak mengamalkan ilmunya.
Jadi, seorang ahli fikih harus bertasawuf.Sebaliknya, seorang ahli
tasawuf pun harus mendalmi dan mengikuti aturan fikih. Tegasnya, seorang
fakih harus mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan hukum dan yang
berkaitan dengan tata cara pengamalannya. Seorang sufu pun harus
m,engetahui aturan-aturan hukum dan sekligus mengamalkannnya. Syeikh A-
Rifa’i berkata, ”Sebenarnya tujuan akhir para ulama dan para sufi dalah satu.
”Pernyataan Ar-Rifa’i diatas perlu dikemukakan sebab beberapa sufi yang
”terkelabui” selalu menghujat setiap orang dengan perkataan, ”orang yang
tidak memiliki syaikh, maka syaikhnya adalah setan.” Ungkapan ini
diungkapkan seorang sufi bodoh yang berpropaganda untuk seikhnya; atau
dilontarkan oleh sufi keliru yang tidak tahu bgaimana seharusnya
mendudukkan tasawuf pada tempat yang sebenarnya.
Para pengamat Ilmu Tasawuf mengakui bahwa orang yang telah
berhasil menyatukan ilmu tasawuf dengan fikih adalah Al-Ghazali.Kitab Ihya’
Ulumuddinnya dapat dipandang sebagai kitab yang dapat mewakili dua
disiplin ilmu ini, disamping disiplin ilmu lainnya, seperti ilmu kalam dan
filsafat.Paparan diatas telah menjelaskan bahwa ilmu tasawuf mengakui
bahwa tasawuf dan ilmu fikih adalah dua disiplin ilmu yang saling
melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa
kebutuhan perseorangan terhadap kedua disiplin ilmu ini sangat beragam,
sesuai dengan kadar kualitas ilmunya. Dari sini dapat dipahami bahwa ilmu
fikih, yanbg terkesan sangat formalistik – lahiriyah, menjadi sangat kering,
kaku, dan tidak mempunyai makna bagi penghambaan seseorang jika tidak
diisi dengan muatan kesadaran rohaniyah yang dimiliki ilmu tsawuf. Begitu
juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap ”merasa suci”

15
sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang diatur dalam
ilmu fikih.
 Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Jiwa
Dalam pembahasan Tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa
dengan badan.Yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan
badan dalam Tasawuf tersebut adalah terciptanya keserasian antara ke-2 nya.
Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka
melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikan manusia dengan
dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi.
Dari sini, baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah
dkategorikan sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang
ditampilkan seseorang baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya,
jika perbuatan yang ditampilkannya jelek, ia disebut sebagai orang yang
berakhlak jalek. Dalalm pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang
bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa
dalam tubuhnya adalah nafsu-nafsu hewani atau nabati, yang akan tampil
dalam perilakunya adalah perilaku hewani atau nabati pula. Sebaliknya, jika
yang berkuasa adalah nafsu insani, yang akan tampil dalam perilakunya adalah
perilaku insani pula.
Orang yang sehat mentalnya adalah yang mampu merasakan
kebahagiaan dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat merasakan
bahwa dirinya berguna, berharga, dan mampu menggunakan segala potensi
dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara membawa kebahagiaan
dirinya dan orang lain. Disamping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti
yang luas, terhindar dari kegelisahan-kegelisahan dan gangguan jiwa, serta
tetap terpelihara moralnya.
Semua praktek dan amalan-amalan dalam tasawuf adalah merupakan
latihan rohani dan latihan jiwa untuk melakukan pendakian spritual kerah yang
lebih baik dan lebih sempurna.Dengan demikian, amalan-amalan tasawuf
tersebut adalah bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan keberhasilan ahli
agar lebih kokoh dalam menempuh liku-liku problem hidup yang beraneka
ragam serta untuk mencari hakekat kebenaran yang dapat mengatur segala-
galanya dengan baik.

16
Manusia sebagai makhluk Allah memiliki jasmani dan rohani.Salah
satu unsur rohani manusia adalah hati (Qalbu) disamping hawa nafsu.Karena
itu penyakit yang dapat menimpa mansia ada dua macam, yaitu penyakit
jasmani dan penyakit rohani atau jiwa atau qalbu.
Di dalam beberapa ayat Al-Qur’an dikatakan bahwa di dalam hati
manusia itu ada penyakit, Antara lain penyakit jiwa manusia itu adalah iri,
dengki, takabur, resah, gelisah, khawatir, stress dan berbagai penyakit jiwa
lainnya.
Dengan tasawuf manusia akan dapat menghindarkan diri dari penyakit
kejiwaan (psikologis) berupa prilaku memperturutkan hawa nafsu keduniaan,
seperti: iri, dengki, takabbur, resah, gelisah, khawatir, stress dan berbagai
penyakit jiwa lainnya.
Tasawuf berusaha untuk melakukan kontak batin dengan tuhan bahwa
berusaha untuk berada dihadirat Tuhan, sudah pasti akan memberikan
ketentraman batin dan kemerdekaan jiwa dari segala pengaruh penyakit jiwa.
Dengan demikian antara tasawuf dengan ilmu jiwa memiliki hubungan
yang erat karena salah satu tujuan praktis dari ilmu jiwa adalah agar manusia
memiliki ketenangan hati, ketentraman jiwa dan terhindar dari penyakit-
penyakit psikologis seperti dengki, sombong, serakah, takabbur dan
sebagainya.
Tasawuf juga selalu membicarakan persoalan yang berkisar pada jiwa
manusia. Hanya saja, jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang
tentunya tidak lepas dari sentuhan-sentuhan keislaman. Dari sinilah tasawuf
kelihatan identik dengan unsur kejiwaan manusia muslim.
Mengingat adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat antara
spritualitas (tasawuf) dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian
tasawuf tidak terlepas dari kajian tentang kajian kejiwaan manusia itu sendiri.
Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa
dengan badan.Tujuan yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara
jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antara keduanya.
Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka
melihat sejauhmana hubungan perilaku yang diperaktekkan manusia dengan
dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi.
Dari sini baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah
17
dikategorikan sebagai perbuatan buruk atau perbuatan baik. Jika perbuatan
yang ditampilkan seseorang adalah perbuatan baik, ia disebut orang yang
berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang ditampilkan jelek ia disebut
sebagai orang yang berakhlak buruk.
Dalam pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang tergantung
pada jenis jiwa yang berkuasa pada dirinya. Jika yang berkuasa atas dirinya
adalah nafsu-nafsu hewani atau nabati, prilaku yang tampil adalah prilaku
hewani dan nabati pula.Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani,
yang tampil adalah prilaku insani pula.
Kalau para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang
manusia, berarti bahwa hakikat zat, dan inti kehidupan manusia terletak pada
unsur spritual dan kejiwaannya. Ditekankannya unsur jiwa dalam konsepsi
tasawuf tidaklah berarti bahwa para sufi mengabaikan unsur jasmani manusia.
Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani sangat memerlukan jasmani
dalam melaksanakan kewajibannya beribadah kepada Allah dan menjadi
khalifah-Nya dibumi.
Dengan demikian, pada aspek lain psikologi juga kita temukan masih
menggunakan teori dan metodologi psikologi modern. Dan sedangkan tasawuf
lepas sama sekali dari teori dan metodologi psikologi modern. Inilah yang
membedakan antara tasawuf dengan psikologi Islam.
Namun pada sisi lain tasawuf juga memberi kontribusi besar dalam
pengembangan Psikologi Islam, karena tasawuf merupakan bidang kajian
Islam yang membahas jiwa dan gejala kejiwaan. Unsur Islam dalam psikologi
Islam akan banyak berasal dari tasawuf. Dan hanya sedikit berbeda antara
tasawuf dengan ilmu kejiwaan adalahdari metode sistem pandangannya
terhadap mempelajari kejiwaan manusia.Jika kita lihat tasawuf melihat
manusia dari sisi internalnya artinya langsung mempelajari isi dan kondisi hati
ataupun kejiwaan manusia bagaimana seharusnya. Sedangkan ilmu jiwa
ataupun yang sering dikenal dengan psikologi mempelajari dan
mendeskripsikan kejiwaan manusia dari eksternal manusia yaitu dengan
mempelajari hal-hal yang tampak dari sikap dan prilaku manusia apa adanya
karena menurutnya dari mempelajari prilakunya kita dapat menggambarkan
bagaimana kondisi kejiwaannya.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas kami dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa ilmu
tasawuf adalah suatu ilmu yang sangat penting dimiliki manusia karena dengan ilmu
tasawuf jiwa kita lebih tenang dan damai.Dan bertasawuf bukanlah harus dengan
bertarikat tapi hakikat ilmu tasawuf adalah pembinaan jiwa kerohanian sehingga bisa
berhubungan dengan Allah sedekat mungkin.
B. Saran
Maka dengan begitu kita semua bisa bertasawuf walaupun apapun
berprofesinya, karena inti tasawuf adalah terisinya jiwa dengan akhlak yang baik dan
kesucian jasmani dan rohani dari akhlak yang tercela.Untuk itu menurut kami orang
yang bisa menjaga dirinya dari kedua hal tersebut juga sudah dinamakan hidup
bertasawuf.

19
DAFTAR PUSTAKA

-http://irpanharahap.blogspot.com/2011/07/hubungan-tasawuf-dengan ilmu-lainnya.html

-http://ajiraksa.blogspot.com/2011/05/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-kalam-ilmu.html

20

Anda mungkin juga menyukai