Anda di halaman 1dari 21

Suku Bajau Laut - Masyarakat Dunia Air Sejati

Suku Bajau adalah suku bangsa yang tanah asalnya Kepulauan Sulu,
Filipina Selatan. Suku ini merupakan suku nomaden yang hidup di atas laut,
sehingga disebut gipsi laut. Suku Bajau menggunakan bahasa Sama-Bajau. Suku
Bajau sejak ratusan tahun yang lalu sudah menyebar ke negeri Sabah dan berbagai
wilayah Indonesia. Suku Bajau juga merupakan anak negeri di Sabah. Suku-suku
di Kalimantan diperkirakan bermigrasi dari arah utara (Filipina) pada
zaman prasejarah. Suku Bajau yang Muslim ini merupakan gelombang terakhir
migrasi dari arah utara Kalimantan yang memasuki pesisir Kalimantan Timur
hingga Kalimantan Selatan dan menduduki pulau-pulau sekitarnya, lebih dahulu
daripada kedatangan suku-suku Muslim dari rumpun Bugis yaitu suku Bugis,
suku Makassar, suku Mandar.

Wilayah yang terdapat suku Bajau, antara lain :


1. Kalimantan Timur (Berau, Bontang, dan lain-lain)
2. Kalimantan Selatan (Kota Baru) disebut orang Bajau Rampa Kapis
3. Sulawesi Selatan (Selayar)
4. Sulawesi Tenggara-5. Nusa Tenggara Barat
6. Nusa Tenggara Timur (pulau Komodo)
7. Sapeken, Sumenep
8. dan lain-lain

Salah satu suku laut terbesar di Indonesia adalah suku Bajau, sampai sekarang tidak diketahui
secara pasti asal suku ini. Beberapa sumber menyebutkan Masyarakat Bajau dari kepulauan
Sulu di Filipina selatan, kepulauan Riau ataupun kepulauan Maluku.
Terkenal sebagai suku laut karena suku Bajau menghabiskan hampir seluruh hidupnya di atas
laut. Mereka adalah para penjelajah lautan sama seperti suku Tar-Tar yang berpindah-pindah
mengikuti cuaca yang baik. Masyarakat Bajau juga berpindah mengikuti cuaca. Mereka ke darat
hanya mencari kebutuhan dapur, bahan bakar, menjual hasil tangkapan ikan dan memperbaiki
perahu, selebihnya di habiskan di lautan.
Secara politis, suku Bajau Pelau tidak memiliki kewarganegaraan.
Walaupun dikatakan asal usul mereka dari Sulu Philipina namun mereka bukan
warga negara Phillipina. Mereka tidak pernah menetap di satu wilayah dan
senantiasa berputar melalui jalur-jalur laut antara Philipina, Malaysia dan
Indonesia. Angkatan Laut Diraja Malaysia pernah membuatkan semacam surat
keterangan identitas namun itu tidak lantas membuat mereka mendapat pengakuan
sebagai warga negara Malaysia. Selama dua tahun ini mereka hanya berputar di
sekitar perairan Batu Putih Kalimantan Timur hingga Kepolisian Resort Berau
membawa mereka ke Tanjung Redeb, ibukota Kabupaten Berau.
Suku ini merupakan kelompok masyarakat yang memiliki mobilitas tinggi,
yang kehidupan umum-nya berlangsung di laut. Bahkan mereka lahir-pun di laut.
Suku Bajau juga termasuk kelompok etnis yang masih berada dalam kondisi

ekonomi, sosial dan budaya yang belum berkembang. Di antara mereka ada yang
masih hidup secara primitif dan bertempat tinggal di atas perahu kecil bersama
istri, anak-anak serta anggota keluarga lainnya. Namun tidak semua orang Bajau
hidup seperti itu.
Sejak lahir, laut adalah 'bagian dari mereka' - rumah mereka, pekerjaan
mereka dan sumber makanan mereka. Orang mati dikubur di tanah, jauh
dari komunitas yang hidup.
Bajau-Laut adalah master penyelam tanpa SCUBA turun hingga 30 meter
tanpa alat bernafas atau freediving atau apnea (bahasa Yunani yang artinya
menahan nafas) untuk mencari ikan, teripang dan mutiara. (Master Penyelam
tradisional lain adalah wanita-wanita Jepang atau Ama diver). Mereka
ditemukan baik dalam permanen atau dalam masyarakat
nelayan musiman. Perjalanan sebagai sebuah keluarga, mereka sering bergerak di
antara masyarakat nelayan tetap dan musiman.

Masyarakat Bajau sehari-hari hidup di atas leppa/ lepa-lepa (rumah-rumah perahu)


sebagai suku kembara di lautan bebas. Seorang tua Bajau berkias: Kami berasal
dari laut, di darat kami tidak bahagia...seperti ikan yang harus tinggal di
darat. Dengan kemampuan alami bertahan lama di dalam air saat menyelam,
orang Bajau mengumpulkan hasil laut dari berbagai kedalaman, mulai dari
teripang hingga mutiara.
Diantarkan ke pulau seberang sudah menjadi sinonim untuk sebuah sesi
berbicara di atas lepa-lepa, mengenang masa lalu mengarungi laut untuk
mengunjungi pulau-pulau atau ke Tawalingsi (sekarang Filipina).

Berikut ini Video dari BBC Human Planet series yang memperlihatkan
kemampuan suku Bajau menyelam freediving tradisional untuk menombak
seekor ikan.

Asal Mula Suku Bajau


Beberapa kemungkinan asal muasal Suku Bajau :

Sulu, Filipina. Suku-suku di Kalimantan berasal dari Filipinayang berpindah padamasa


prasejarah. Bajau muslim merupakan suku terakhir yang berpindah dari utara
Kalimantan ke pesisir Kalimantan selatan, Kalimantan timur dan pulau-pulau
sekitarnya.
Kepulaun Riau. Suku Bajau datang dari Riau karena mengikuti
pendakwah muslim dan berkembang serta menyebar sampai ke Kalimantan dan
Sulawesi.
Barat daya semenanjung Sulawesi. Masyarakat Bajau banyak bermukim disekitar
pemukiman Bugis dan Makasar. Dari teluk Bone ke selat Tiara dan Butung, pulau

Wowoni dan teluk Kendari, serta kepulauan Sabalangka dan teluk Tomori adalah
daerah jelajahan suku Bajau.
Yunan. Bajau merupakan salah satu suku dari generasi Melayu Deutro dari rasMalayan
Mongoloid (Melayu muda yang datang dari Yunan ke Asia Tenggara).Suku Bajau
menyebar disekitar Asia Tenggara.

STRUKTUR MASYARAKAT
Bajau dan kumpulan yang sama telah menetap di pantai timur sabah sejak
beberapa ratus tahun dan diiktiraf sebagai penduduk asli dan antara
bumiputera terbesar di negeri Sabah dan sekitarnya. Mereka bekerja sebagai
petani dan nelayan di pesisiran pantai barat di samping menunggang kuda dan
Bajau di Pantai Timur Sabah sebagai nelayan dan penyelam yang mahir.
Suku kaum Bajau dapat dibahagikan kepada dua suku kaum iaitu
Bajau Laut dan Bajau Darat.Kedua-dua suku kaum ini turut dikenali sebagai
Ubian(Bajau Laut) dan Bajau Samah(Bajau Darat).Sungguh pun kedua-dua
suku kaum ini merupakan pecahan bagi kaum Bajau,terdapat banyak aspek
yang membezakan kedua-dua suku kaum ini.Sebagai contoh ialah kawasan
petempatan,bahasa pertuturan,budaya,dan kegiatan ekonomi.Di negeri
ini,suku kaum Ubian ramai menetap di kawasan Pantai Timur Sabah seperti di
Lahad Datu,Kunak dan Semporna.Selain itu,suku kaum ini juga terdapat di
sebelah Pantai Barat Sabah seperti di Kg. Kuala Abai Kota Belud dan Kg.
Landung Anyang Kudat.Bagi suku kaum Bajau Samah pula,suku kaum ini
ramai terdapat di kawasan Pantai Barat Sabah seperti di
Papar,Putatan,Tuaran,Kota Belud,Kota Marudu,dan Pitas.
Dari aspek kawasan petempatan,suku kaum Ubian lebih cenderung
untuk membuat kawasan petempatan di kawasan yang berhampiran dengan
laut.Keadaan ini disebabkan suku kaum ini aktif dalam aktiviti kelautan
seperti menangkap ikan dan hasil laut yang lain.Keadaan ini menyebabkan
mereka lebih cenderung untuk memilih kawasan tersebut.Selain itu,kawasan
tersebut juga dipilih untuk mereka menjalankan aktiviti pengeringan seperti
pengeringan ikan masin.Hal ini kerana kawasan berhampiran laut mempunyai
suhu yang tinggi dan sesuai untuk aktiviti pengeringan ikan masin.Disamping
itu,pemilihan kawasan ini juga bagi memudahkan mereka menjalankan aktiviti
penyelanggaraan peralatan atau kapal laut mereka seperti membaiki pukat
yang rosak.Contohnya ialah Kg. Kuala Abai Kota Belud.Bagi suku kaum
Bajau Samah pula,suku kaum ini lebih cenderung untuk membuat petempatan
mereka di kawasan Bentuk Muka Bumi(BMB) yang pamah dan mempunyai
sumber air seperti sungai.Suku kaum ini terkenal dengan aktiviti pertanian
seperti penanaman padi sawah.Disebabkan hal ini,mereka memerlukan

sumber air untuk mengairi sawah mereka.Sebagai contoh ialah Kg. Taun Gusi,
Kg. Sembirai dan Kg. Timbang Dayang Kota Belud.

NILAI DAN KEPERCAYAAN


AGAMA
Orang Bajau percaya bahwa itu berpenghuni, dan di sana ada semua ciptaan
Tuhan, sehingga orang Bajau selalu berhati-hati kalau turun ke laut. Orang
Bajau yakin bahwa hati manusia juga melambangkan batu karang yang
terpendam di dasar samudera. Maksudnya, mereka tidak melaut kalau hatinya
ragu. Mereka juga menempatkan unsur api, angin, tanah, dan air sebagai nilai
sakral tinggi. Keempat unsur ini merupakan cerminan empat unsur penting
lainnya, yaitu tubuh, hati, nyawa, dan manusia. Bagi mereka, khususnya
Bajau torosiaje, yang menganut ajaran tasawuf Islam ahlussunah wal jamaah
itu, Tuhan hadir di batu karang Laut Tomini, di pegunungan Gorontalo, di
nyawa ikan kerapu, maupun dalam setiap gerak orang Torosiaje.

ADAT KELAHIRAN
Terdapat beberapa adat yang dijalankan oleh masyarakat Bajau ketika
seseorang wanita itu mengandung, antaranya ialah berpantang, menempah
bidan, menyediakan kelapa tua sebagai tanda kelahiran dan melenggang perut.

Berpantang

Dalam adat berpantang bagi kaum bajau ini terdapat beberapa adat yang perlu
diamalkan bagi bertujuan untuk mengelakkan bahaya sewaktu mengandung,
wanita tersebut perlu menjalani beberapa pantang larang tertentu.Ia bertujuan
untuk menjaga keselamatan dirinya serta kandungan, di samping memudahkan
proses kelahiran kelak. Antara pantang larang tersebut termasuklah, Wanita
hamil tidak boleh berjalan malam kerana dikhuatiri akan diganggu oleh
makhluk halus. Wanita hamil tidak boleh memakan semua jenis sotong kerana
akan menyukarkan proses kelahiran kelakWanita hamil tidak boleh meminum
atau mandi dengan air hujan yang jatuh dari bumbung kerana dibimbangi
tembuni akan terus mati terutama bagi mereka yang mengandung sulung.
Wanita hamil juga tidak boleh mengunjungi tempat berlakunya kematian
kerana dikhuatiri anak dalam kandungan menjadi lemah dan terkena penyakit
ketimbaluan.

Menempah bidan

Dalam masyarakat Bajau, bidan dikenali sebagai pengulin atau pandai. Setelah
tujuh bulan hamil, wanita berkenaan akan menempah bidan dan satu majlis
doa selamat akan diuruskan oleh bidan tersebut. Terdapat barangan tertentu
yang perlu dihadiahkan kepada bidan dan mulai hari itu hingga hari ke 44
selepas kelahiran bayi, secara rasminya bidan bertanggungjawab menjada
wanita hamil tersebut

Tanda Kelahiran
Apabila telah genap tujuh bulan mengandung, suatu tanda kelahiran akan
disediakan iaitu sebiji kelapa tua yang baru tumbuh tunasnya dibalut dengan
kain putih dan diletakkan ke dalam sebuah pasu tembaga. Kemudian pasu
tembaga beserta kandungannya sekali diletakkan di atas talam yang telah
diisikan segantang padi. Kadang kala diletakkan seutas rantai emas di atas
kelapa tua itu yang akan menjadi milik anak yang akan diahirkan. Talam
tersebut akan diletakkan di bahagian kepala tempat tidur orang yang hamil itu
sehingga bayinya lahir.
Sebaik sahaja bayi dilahirkan, kelapa tua itu akan ditanam bersama-sama
tembuni si ibu sebagai tanda kelahiran bayi yang berkenaan, sementara padi
pula akan dimasak untuk menjamu si ibu dan para jemputan. Secara
simboliknya, kelapa tua bertunas tersebut melambangkan bayi yang sedang
berada dalam kandungan ibunya, sementara padi dan rantai emas pula
melambangkan tenaga dan cahaya yang dapat menyuburkan tunas kelap
tersebut. Lazimnya tanda kelahiran ini diadakan untuk menyambut anak
pertama walaupun masih boleh diadakan anakanak berikut.

Melenggang perut
Selain dari pantang larang dan adat-adat seperti di atas, wanita Bajau juga
perlu melalui upacara melenggang perut atau dikenali sebagai maglenggang di
kalangan masyarakat Bajau.Ia diadakan hanya jika seseorang wanita itu
mengandung anak pertama dan upacara dijalankan ketika kandungan berusia
tujuh bulan. Cara adat ini dijalankan hampir-hampir sama dengan upacara
melenggang perut yang dijalankan oleh masyarakat Melayu Semenanjung.

Semasa bersalin
Apabila telah tiba masanya si ibu mahu bersalin, bidan akan segera dipanggil
dan beberapa peralatan tertentu disediakan. Adakalanya di bawah rumah
tersebut, duri dan benda-benda tajam seperti besi atau parang diletakkan untuk

mengelakkan atau menjauhkan gangguan makhluk halus terhadap si ibu dan


bayi. Di samping itu terdapat beberapa adat lain yang dilakukan semasa
menyambut kelahiran bayi tersebut iaitu adat potong tali pusat, azan, dan
menanam tembuni.

Potong tali pusat


Sewaktu hendak melahirkan anak, si ibu akan dibaringkan di atas tikar
sementara bidan pula akan mengurut badannya serta membaca doa selamat
agar proses kelahiran itu tidak mengalami sebarang kesulitan. Apabila bayi
sudah dilahirkan, bidan akan memotong tali pusat bayi dan setelah itu
mengikat pusat bayi dengan benang. Pemotongan tali pusat itu harus
disertakan dengan saksinya yang terdiri daripada segantang beras, emas dan
lilin yang akan dipasangkan. Bahan-bahan tersebut beserta sedikit wang dan
kain putih sepanjang tujuh hasta akan diberi kepada bidan.

Menanam tembuni
Pada hari kelahiran itu juga, tembuni ibu dicuci, dibungkus dengan kain putih
dan diletakkan ke dalam tempurung. Tempurung itu pula akan ditanam
bersama-sama kelapa tua yang telah disediakan di suatu tempat berdekatan
dengan rumah si ibu untuk menandakan kelahiran anaknya. Penanaman
tembuni lazimnya dilakukan oleh bidan sendiri.Beras yang telah disediakan
bersama-sama kelapa tua ditumbuk sederhana halus dan dimasak untuk
menjamu si ibu dan tetamunya.Di samping itu, tujuh biji telur direbus dan
dimakan dengan nasi tadi. Elepas kelahiran si ibu akan sekali lagi menjalani
beberapa pantang larang dan adat-adat tertentu. Bagi bayi tersebut pula,
terdapat beberapa upacara akan dijalankan mulai dari detik kelahirannya
sehinggalah dia membesar.

Berpantang
Terdapat beberapa pantang larang yang perlu diamalkan oleh seseorang wanita
yang baru lepas bersalin. Antaranya ialah :
Si ibu tidak boleh makan makanan yang tidak berkhasiat.Selain bubur atau
nasi tanpa lauk, si ibu perlu mengambil ubat yang dibuat daripada tumbuhtumbuhan.Pemakanan perlu dikawal dan dijaga dengan rapi sewaktu tempoh
berpantang ini.Selama tujuh hari selepas bersalin, si ibu juga tidak boleh
minum air biasa. Air ubat yang dibuat daripada ramuan akar-akar kayu, dan
herba akan diminum oleh si ibu untuk memulihkan kesihatan selepasa
bersalin. Si ibu harus memakai sarung yang bewarna gelap, biasanya hitam,
kerana warna yang terang tidak baik untuk kesihatan mata bayinya.Si jugaibu
tidak boleh keluar bersiar-siar sebelum hari ke 44 supaya dia tidak diserang
angin sejuk. Dia juga perlu memakai bedak paus, iaitu sejenis bedak bewarna

hitam atau putih yang disapukan di kedua-dua belah tangan dan kakinya untuk
mengelakkan kesejukan.

Naik Buai
Oleh sebab kelahiran anak pertama dianggap sebagai peristiwa istimewa,
maka ibu bapa akan mengadakan kenduri tambahan. Selepas kenduri, doa
selamat dibacakan oleh bidan dan sebagai upah, bidan akan diberi tiga ela kain
kain putih dan lima biji kelapa tua. Selain kenduri, ada kalanya pada hari yang
sama diadakan juga upacara naik buai atau dipanggil pesakat nirundangan di
kalangan masyarakat Bajau, di mana bayi berkenaan akan dinaikkan ke dalam
buaiannya buat pertama kali. Upacara ini dijalankan secara besar-besaran dan
dijalankan menyerupai upacara melenggang perut. Semasa upacara naik buai
berlangsung, upacara berzanji diadakan selama satu setengah jam dan apabila
tiba pada ayat-ayat tertentu yang menandakan masanya untuk menggunting
rambut bayi, bayi akan didukung dan rambutnya akan digunting oleh mereka
yang berzanji secara bergilir-gilir. Upacara ini biasanya diakhiri dengan
jamuan makan yang dihadiri oleh sanak saudara dan jiran tetangga. Selain
jamuan, tuan rumah juga akan memberi sedekah yang lazimnya berbentuk
bunga telur yang dilekatkan dengan wang kepada tetamu yang hadir di majlis
tersebut.

Menimbang bayi bulan safar


Umumnya, orang Bajau amat teliti tentang masa kelahiran anak mereka.Bayi
yang dilahirkan pada bulan Safar dianggap kurang baik nasibnya kerana bulan
Safar dianggap sebagai bulan yang tidak baik. Untuk mengelakkan kecelakaan
dari menimpa si bayi, pada masa menyambut Maulud nabi, bayi akan dibawa
ke masjid untuk ditimbang. Penimbangan bayi itu bukanlah bertujuan untuk
mengetahui berat bayi sebaliknya merupakan satu usaha untuk meminta
pertimbangan daripada Tuhan agar tidak diburukkan nasib bayi tersebut.
Terdapat barangan tertentu yang digunakan untuk upacara ini, antaranya ialah
;
Sebatang penumbuk padi yang dijadikan batang penimbang. Batang
penimbang itu akan dibalut dengan tujuh hasta kain putih. Batu-batu timbang
yang terdiri daripada benda-benda berikut; sebekas air, seikat kayu yang
sederhana besarnya, seperiuk nasi dan tujuh biji kelapa muda.
Bahagian batang penimbang itu akan diikatkan dengan tali kasar yang
disangkutkan pada alang bumbung masjid supaya batang berada dalam
keadaan tergantung. Pada satu hujung batang penimbang itu akan dipasangkan
ayunan kanak-kanak yang hendak ditimbang sementara pada hujung yang satu
lagi akan digantungkan batu-batu timbang. Batu-batu timbang yang terdiri

daripada sebekas air, seperiuk nasi dan seikat kayu wajib digunakan. Hanya
kelapa muda sahaja yang boleh ditambah atau dikurangkan bilangannya
mengikut berat bayi itu. Apabila batu-batu timbang sudah seimbang beratnya
de\ngan berat bayi, batang penimbang serta segala muatannya akan
dipusingkan dan kemudian dilepaskan supaya ia berputar pada keadaan
asalnya. Dengan itu tamatlah upacara penimbangan dan bayi itu akan
digunating rambutnya.

ADAT KEMATIAN
Antara masyarakat Bajau dengan masyarakat Islam yang lain memang tidak
banyak perbezaan dari segi menguruskan pengebumian kerana mereka samasama mengikuti peraturan agama Islam walaupun terdapat sedikit sebanyak
pengaruh adat tempatan. Orang Bajau percaya bahawa seseorang yang telah
meninggalkan dunia akan meneruskan hidupnya di alam baqa dan sekiranya
tidak dikebumikan dengan betul, maka keluarga dan saudara mara telah
berdosa kerana melupakan tanggung jawab mereka. Upacara kematian mereka
dilakukan secara teliti bersandarkan keperluan agama dan adat kerana melalui
upacara inilah si mati dipercayai dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
hidup baru di akhirat.
Masyarakat Bajau juga mempunyai adat tersendiri mengenai adat kematian
menurut masyarakat Bajau selepas kematian, kepercayaan itu mengenai
apabila seseorang itu meninggal dunia, doa akan dibaca dan mayatnya akan
ditutup dengan kain. Pada masa itu, tawak-tawak patai atau pukulan gong
akan dibunyikan sebagai tanda seseorang itu telah meninggal dunia. Mengikut
adat bajau, mereka mesti menangisi kematian tersebut kerana ia
melambangkan kesedihan mereka. Seterusnya mayat tersebut akan diuruskan
sepenuhnya mengikut peraturan agama Islam, seperti dimandi, dikafan dan
disembahyangkan.

Adat mengawal kubur


Masyarakat Bajau yang asalnya berfahaman animisme, kini telah banyak
memeluk agama Islam. Namun demikian, beberapa adat, budaya dan
kepercayaan masih dipegang kuat kerana telah diamalkan turun temurun.
Adat paling menarik dalam budaya masyarakat Bajau ialah adat mengawal
kubur. Kawalan kubur selama tujuh hari dimestikan kerana masyarakat Bajau
percaya mayat akan didatangi balan-balan dalam tempoh tersebut.
Masyarakat Melayu secara amnya percaya, akan musnah semua organ dalam

tubuh mayat dalam masa tujuh hari kerana perut yang semakin
menggelembung akan bocor. Sememangnya dalam kajian saintifik juga,
mayat manusia akan reput sepenuhnya dalam masa tujuh hari.
Masyarakat Bajau percaya Balan-balan merupakan sejenis lembaga yang
berasal daripada manusia. Menurut cerita orang tua-tua Bajau, Balan-balan
terjadi apabila manusia itu salah menuntut dan mengamalkan ilmu kebatinan.
Tujuan ilmu ini adalah supaya sentiasa muda, cantik dan boleh hidup lama.
Manusia yang ingin mengamalkan ilmu ini hendaklah mengamalkan jampi
mantera ilmu balan-balan selama empat puluh hari empat puluh malam
berturut-turut. Kemudian, badan pengamal ilmu syaitan ini akan terasa panas
dan miang. Pada saat itulah, kepalanya akan tercabut dan terpisah dari tubuh
badan sambil membawa keluar segala isi tubuh dan perut.
Balan-balan kelihatan sama seperti hantu penanggalan atau Tenggelong
yang dikenali oleh kebanyakan orang Melayu. Namun bezanya, tidak pernah
ada kisah penanggalan atau Tenggelong menyerang mayat untuk mendapatkan
makanan. Dikatakan, sebenarnya balan-balan suka menjilat darah pada uri
perempuan bersalin. Namun sekiranya balan-balan gagal mendapatkannya,
balan-balan akan menyerang dan menghisap darah manusia. Sekiranya masih
gagal menghisap darah manusia, balan-balan akan menyerang mayat manusia
dan memakan segala organ dalam tubuh mayat itu, terutama hati.Balan-balan
dikatakan hanya terbang pada waktu malam dan bergerak bebas seperti
manusia biasa pada siang hari. Dikatakan, cara untuk mengenalpasti balanbalan adalah dengan melihat pada matanya. Mata balan-balan dikatakan
sentiasa merah. Untuk memastikan lagi, potonglah limau nipis sambil
memperhatikan matanya. Jika dia mengamalkan ilmu balan-balan, matanya
akan berair. Pengamal ilmu balan-balan juga tidak suka pada benda berduri
dan tajam kerana semua itu boleh mengakibatkan isi perutnya yang terburai
itu tersangkut dan luka. Justeru di halaman rumahnya tidak akan ada pokok
yang berduri seperti pokok limau dan benda-benda tajam seperti buluh.
Berbalik pada adat mengawal kubur masyarakat Bajau, adat yang sepatutnya
menyeramkan ini sudah menjadi seperti budaya masyarakat yang ditunggutunggu dan membawa keceriaan. Lelaki Bajau yang terdiri daripada saudara
mara si mati akan mengawal kubur sepanjang malam selama tujuh hari.
Kaum wanita dan kanak-kanak pula akan berjaga di rumah si mati. Adat
mengawal kubur ini menjadi semacam hiburan pula apabila para penjaga
kubur mengadakan permainan untuk mengelakkan rasa mengantuk atau rasa
takut. Antara permainan yang biasa dilakukan semasa mengawal kubur
adalah pasang ,congkak, daun terup dan sebagainya.

Bagi orang-orang tua Bajau, permainan-permainan ini sudah menjadi


semacam ritual magis untuk menyingkirkan kuasa-kuasa luar biasa. Orang
luar pastinya berasa hairan apabila melihat adat mengawal kubur ini meriah
dan ceria dengan jerit pekik dan tawa para pengawal kubur. Mereka bergurau
senda dan berhibur sepanjang malam. Namun setiap kebiasaan sesuatu
masyarakat memang lazimnya dianggap luar biasa oleh masyarakat lain.
Itulah yang menonjolkan keunikan dan warna warni budaya masyarakat
Melayu yang rencam.

ADAT PERKAHWINAN
Mengikut tradisi perkahwinan suku kaum Bajau,ibu bapa dikehendaki
memilih pasangan hidup untuk anak mereka.Namun kini,anak mereka diberi
peluang untuk membuat pilihan masing-masing untuk mencari calon pasangan
mereka.Sungguh pun demikian,cara perkahwinan mereka tetap mengikut cara
perkahwinan suku kaum Bajau Samah.Suku kaum Bajau Samah begitu
terkenal dengan slogan mangan nia mangan,asal jo kurung-kurung yang
bermaksudmakan atau tidak makan,yang penting sama-sama berkumpul.
Keadaan ini menunjukkan wujudnya budaya bantu-membantu dan kerjasama
erat dalam melaksanakan sesuatu majlis.Suku kaum Bajau Samah mempunyai
Adat Istiadat Perkahwinan yang tersendiri.Walaubagaimana pun adat istiadat
perkahwinan ini mempunyai sedikit persamaan dengan adat istiadat
perkahwinan kaum Melayu.Hal ini dapat dilihat pada kronologi atau urutan
sesuatu perkahwinan.
Pada mulanya,wakil daripada pihak lelaki akan datang untuk berjumpa
dengan keluarga pihak perempuan(seruan).Dalam majlis seruan ini,seseorang
daripada wakil pihak lelaki akan memulakan kata bicara untuk merisik(tilautilau idaan) pihak perempuan sama ada perempuan sudah
berpunya(berkahwin) atau masih belum.Pada kebiasaannya,kata-kata daripada
pihak lelaki untuk mengungkapkan atau memberitahu hajat kedatangan
mereka bukanlah secara terus, tetapi menggunakan puisi atau pantun yang
berbunga-bunga.Dalam pada itu juga,wakil dari pihak lelaki dan pihak
perempuan akan berbalas-balas pantun.Semasa seruan itu,pihak lelaki akan
membawa bersama hantaran(berian) untuk pihak perempuan jika pinangan
mereka diterima.Jika pinangan pihak lelaki diterima,mereka akan menentukan
tempoh bertunang dan tarikh perkahwinan tersebut.Suku kaum ini biasanya
melangsungkan majlis perkahwinan pada hari Sabtu dan Ahad.Apabila terikh
perkahwinan itu tiba seperti mana yang telah dijanjikan,pihak lelaki akan
memberikan wang hantaran kepada keluarga pihak perempuan untuk membuat
bersiapan perkahwinan dirumah pihak perempuan.Dalam majlis perkahwinan
suku kaum Bajau Samah ini juga terdapat malam berinai seperti cara
perkahwinan kaum Melayu.

Selepas majlis perkahwinan berlangsung,pihak pengantin lelaki akan


tinggal di rumah keluarga pengantin perempuan sekurang-kurangnya dua
hari.Selepas itu,pengantin lelaki dan pengantin perempuan akan
diambil(ngendo) oleh keluarga dari pihak lelaki dan tinggal di rumah keluarga
pihak lelaki sekurang-kurangnya dua hari.Selepas itu,mereka bebas untuk
memilih tempat tinggal mereka sama ada tinggal di rumah keluarga pihak
lelaki,pihak perempuan,atau tinggal di rumah mereka sendiri.

Merisik
Pada mulanya,wakil daripada pihak lelaki akan datang untuk berjumpa dengan
keluarga pihak perempuan(seruan).Dalam majlis seruan ini,seseorang
daripada wakil pihak lelaki akan memulakan kata bicara untuk merisik(tilautilau idaan) pihak perempuan sama ada perempuan sudah
berpunya(berkahwin) atau masih belum.Pada kebiasaannya,kata-kata daripada
pihak lelaki untuk mengungkapkan atau memberitahu hajat kedatangan
mereka bukanlah secara terus, tetapi menggunakan puisi atau pantun yang
berbunga-bunga.Dalam pada itu juga,wakil dari pihak lelaki dan pihak
perempuan akan berbalas-balas pantun.Semasa seruan itu,pihak lelaki akan
membawa bersama hantaran(berian) untuk pihak perempuan jika pinangan
mereka diterima.Jika pinangan pihak lelaki diterima,mereka akan menentukan
tempoh bertunang dan tarikh perkahwinan tersebut.

Meminang
Upacara meminang dilakukan dalam satu majlis yang dinamakan
seruan.Dalam majlis itu, pihak lelaki membawa sebentuk cincin, sepersalinan
pakaian dan wang tunai sebanyak RM100.00 sebagai pengikat tali
pertunangan.Masa pertunangan biasanya berlangsung selama setahun untuk
membolehkan pihak lelaki membuat persediaan.Apabila tempoh yang
ditentukan tiba, pihak lelaki menghantar semuabarang yang dijanjikan dalam
majlis seruan itu kepada pihak perempuan.Dalam majlis penyerahan barangbarang tersebut, tarikh perkahwinan ditentukan. Pihak keluarga perempuan
menentukan jumlah kerbau yang akan dihadiahkan untuk majlis perkahwinan.
Tujuh ekor bagi keluarga yang berada, tiga ekor bagi keluarga yang sederhana
dan seekor bagi keluarga biasa. Mas kahwin dan hadiah lain seperti
sepersalinan pakaian yang lengkap, sirih pinang, alat persolekan dan
sebagainya akan diberikan dalam majlis perkahwinan nanti.

Malam berinai
Mengikut adat perkahwinan suku kaum Bajau Samah,setiap perkahwinan suku
kaum Bajau Samah akan melangsungkan majlis malam berinai seperti dalam
majlis perkahwinan kaum Melayu.Pada malam tersebut,para imam akan

datang untuk memimpin majlis tersebut dan diiringi dengan zikir dan selawat
keatas Nabi.

Majlis Perkahwinan
Majlis perkahwinan dibuat sebelum hari perkahwinan.Keluarga yang berada
mengadakan majlis tujuh hari sebelumnya, tiga hari bagi keluarga sederhana
dan sehari bagi keluarga miskin.Sepanjang hari tersebut, pada sebelah
malamnya majlis titik diadakan yakni memainkan alat muzik yang terdiri
daripada kulintangan, gong, bebandil dan gendang di tempat kediaman keduadua belah pihak.Kumpulan muzik ini mengandungi enam orang pemain yang
diketuai oleh seorang wanita yang memainkan kulintangan, dua orang
pemukul gendang, dua orang pemain gong dan seorang pemain
bebandil.Majlis ini mungkin berlangsung hingga larut malam, kemudian
diikuti dengan tarian tradisional yang dikenal sebagai runsai.Tarian ini
memerlukan antara enam hingga lapan onang penari termasuk dua orang
wanita. Tarian ini menjadi bertambah meriah apabila diserikan dengan kalang
iaitu pantun dua kerat yang dijual dan dibeli oleh penari lelalki dan
perempuan.
Sehari sebelum hari perkahwinan, bakal pengantin lelaki dan perempuan akan
didandan oleh beberapa orang mak andam. Dandanan ini termasuklah mandi
bedak dengan ramuan bedak tepung beras yang bercampur bunga-bungaan
pada sebelah malam.Pada hari perkahwinan, pengantin dihias dengan pakaian
yang baru, selalunya berwarna kuning dan hijau yang diperbuat daripada
sutera.Rambut pengantin perempuan dihiasi dengan serempak iaitu sejenis
mahkota. Pengantin lelaki yang berpakaian serba kuning lengkap dengan
tanjak dan bersenjatakan sebilah keris diusung dengan tandu oleh beberapa
orang ahli keluarganya, atau menunggang kuda ketika menuju ke ke diaman
pengantin perempuan dengan diiringi pukulan gong berirama tigad-tigad
semasa melalui jalan yang dihias dengan bendera yang berwarna-warni.
Pengantin lelaki akan menunggu majlis akad nikah. Setelah tiba waktunya,
pengantin lelaki akan mengambil wuduk dan majlis akad nikah
dilangsungkan. Pengantin lelaki kemudian masuk ke bilik pengantin
perempuan untuk upacara membatalkan air sembahyang.Pengantin lelaki dan
rombongannya harus melalui beberapa lapis tabir yang dijadikan halangan
sebelum masuk ke bilik pengantin perempuan. Setiap tabir itu hanya akan
dibuka apabila dibayar sekitar RM10 hingga RM20 ataupun membaca sebuah
pantun, syair dan nasyid empat kerat yang dilagukan. Setelah pengantin lelaki
membatalkan air sembahyang dengan menyentuh dahi isterinya, kedua-dua
mempelai itu disandingkan.Kemudian kedua-dua pengantin keluar untuk
bertemu dan bersalaman dengan tetamu.

PERAYAAN KAUM BAJAU

Perayaan Regatta Lepa


Masyarakat Bajau Laut di Semporna Sabah terkenal dengan kehebatan mereka
sebagai pelaut yang disegani. Bagi mereka, laut bukan sahaja sebagai sumber
rezeki tetapi turut memberikan pelbagai inspirasi dan pengaruh tersendiri
kepada kehidupan.
Hakikatnya, laut adalah dunia mereka. Buktinya mereka bukan sahaja menetap
di tepi laut tetapi juga tinggal 'di atas laut' dengan menjadikan lepa sebagai
kediaman rasmi atau sebagai rumah mereka. Mereka hidup di atas lepa dan
menjalani sebahagian besar hidup di laut dan hanya naik ke darat untuk
mendapatkan bekalan air, kayu api dan upacara pengebumian. Bajau Laut
memang sinonim dengan lepa.
Biasanya sebuah lepa didiami oleh sebuah keluarga yang dianggotai lima
hingga enam orang. Setiap lepa yang didiami sesebuah keluarga Bajau
menampilkan seni ukiran dan saiz yang berbeza di mana ia menggambarkan
status keluarga tersebut. Lepa dalam bahasa kaum Bajau Pantai Timur Sabah
bermaksud perahu atau bot. Biasanya Lepa diperbuat daripada kayu jenis Ubar
Suluk ataupun Seraya Merah. Lazimnya, lepa berukuran lapan meter panjang
dan dua meter lebar serta menampilkan pelbagai jenis ukiran dan warna.
Lepa merupakan peninggalan budaya yang diwarisi sejak zaman-berzaman
oleh suku kaum Bajau Semporna. Sejak kurun ke-14, ia merupakan
pengangkutan utama untuk membawa muatan pedagang-pedagang tempatan
dari Semporna ke Kepulauan Sulu, Borneo, Kalimantan. Catatan sejarah juga
menunjukkan lepa telah digunakan oleh para pendakwah untuk menyebarkan
agama Islam di rantau Asia Tenggara pada awal kurun ke-15.
Oleh itu, lepa dianggap sebagai satu elemen penting dalam hidup dan telah
sebati dengan adat dan tradisi Bajau Laut. Ia juga amat berpengaruh dalam
perkembangan seni budaya tempatan. Dalam persembahan kebudayaan, alatalat muzik tradisional ataupun tagungguh akan dimainkan di atas Lepa. Ia
merupakan satu lambang keagungan dan warisan budaya bangsa Bajau
Semporna di mana ia masih lagi wujud hingga ke hari ini.Kini, kebanyakan
masyarakat Bajau di kawasan berkenaan telah tinggal di darat. Walau
bagaimanapun, budaya yang diwarisi sejak zaman berzaman ini
dipersembahkan dengan meriah dan gemilang dalam Perayaan Regatta Lepa
untuk dihayati oleh masyarakat terutamanya generasi hari ini.

Perayaan Regatta Lepa disambut pada bulan April setiap tahun di daerah
Semporna, Sabah. Ia menjadi perayaan yang penting dalam kalendar
masyarakat Bajau Semporna dan boleh dianggap sebagai hari raya mereka.
Pada tahun 1994, perayaan Regatta Lepa mula diperkenalkan sebagai
perayaan di peringkat daerah dan kemudiannya diiktiraf menjadi perayaan di
peringkat negeri Sabah. Seterusnya pada tahun 2003, Perayaan Regatta Lepa
telah dimasukkan ke dalam kalendar 'Pesta Air Malaysia' dan kini ia
merupakan salah satu acara tahunan di Malaysia.
Setiap tahun pengunjung berpeluang melihat sendiri keunikan lepa yang
cantik.Lepa-lepa tersebut diukir dengan motif bertemakan laut seperti ikan,
duyung dan kuda laut. Ia juga turut dihiasi dengan corak awan larat dan tulisan
khat Hiasan ukiran tersebut merangkumi keseluruhan bahagian lepa beserta
tiang selain turut dihiasi dengan layar dan bendera tiga segi kecil. Setiap satu
lepa juga akan membawa penari-penari dan ahli muzik yang lengkap dengan
pakaian tradisional masyarakat Bajau Laut.
Menjadi tradisi kepada sambutan Regatta Lepa, sebanyak lebih 50 buah
perahu akan menyertai Pertandingan Sambulayang atau juga dikenali sebagai
pertandingan layar dan perahu tercantik. Usaha menghasilkan sebuah lepa
yang cantik boleh memakan masa sehingga empat bulan dan kosnya boleh
mencecah hingga ribuan ringgit. Lepa yang paling cantik dan kreatif akan
dinobatkan sebagai pemenang Lepa Tercantik yang merupakan hadiah utama
dalam perayaan ini.
Beberapa acara sukan melibatkan perahu seperti lumba perahu, tarik perahu
secara berpasangan, renang dan persembahan kesenian dan kebudayaan turut
diadakan untuk memeriahkan lagi perayaan ini. Selain itu, pada perayaan ini
turut dipamerkan pelbagai jenis kraftangan masyarakat Bajau seperti aksesori
wanita, pakaian tradisional, alat-alat tradisioanl dan lain-lain lagi.

CARA PEMAKAIAN SUKU KAUM BAJAU


Bagi Pakaian tradisional suku Kaum Bajau.Berdasarkan gambar, wanita
menggayakan blaus badu sampit dan kain sarung olos berangkit, perhiasan
leher mandapun dan perhiasan kepala sarempak.Lelaki Bajau menggayakan
baju potongan Cekak Musang, seluar, samping dan destar.Manakala, pasangan
suku kaum Bajau menggayakan pakaian adat perkahwinan dan
kebesaran.Pakaian lelaki dari kain satin berhias renda dan pakaian wanita juga
dari satin yang dilengkapi dengan mandapun dan tali pinggang.

MAKANAN TRADISI KAUM BAJAU


Antaranya ialah kima,putu,dan Tompe atau tinompeh.Makanan tradisional
kima adalah nama sejenis kerang laut dan terdapat dalam beberapa
spesies,antaranya lapiran,kima bohe dan sollot-sollot iaitu bersaiz kecil dan
menyelit di celah-celah permukaan batu.Kima di jadikan lauk dalam makanan
tradisi Orang Bajau.Kima ini boleh dimakan mentah-mentah setelah dihiris
atau di potong kecil-kecil dan dicampur dengan air limau dan lada serta
rempah ratus yang lain mengikut selera seseorang.Ia juga boleh di makan
bersama sayur.Selain itu,makanan tradisional putu pula adalah makanan yang
berupa ubi kayu yang diparut dan telah diperah airnya lalu dimasak secara
stim.Manakala makanan tradisional Tompe atau Tinompeh juga adalah
makanan yang berupa ubi kayu yang diparut dan telah diperah airnya.Ia
kemudiannya digoreng tanpa minyak di dalam kuali,sehingga warna
kekuning-kuningan.

Kima

Kima adalah nama sejenis kerang laut dan terdapat dalam beberapa spesis,
antaranya lapiran, kima bohe' dan sollot-sollot (bersaiz kecil dan menyelit di
celah-celah permukaan batu). Kima dijadikan lauk dalam makanan tradisi
Orang Bajau. Kima ini boleh dimakan mentah-mentah (inta') setelah dihiris
atau dipotong kecil-kecil dan dicampur dengan air limau dan lada serta
rempah-ratus yang lain mengikut selera orang yang hendak makan. Ia juga
boleh dimasak bersama sayur. Ada juga kima yang dikeringkan di bawah sinar
matahari dan biasanya ia dimasak bersama sayur.

Sagol/enago

Sagol/enagol(Kata Kerja) bermaksud mencampuradukkan. Sagol/enagol


juga mempunyai makna Kata Nama iaitu 'benda yang dicampuradukkan'.
Secara khusus ia merujuk kepada sejenis masakan tradisional yang
menggunakan isi ikan (biasanya ikan pari, ikan yu dan ikan buntal, secara
umumnya ikan yang mempunyai hati yang besar) yang dicincang-cincang dan
dimasak dengan kunyit. Untuk membuat sagol, ikan yu, pari atau buntal
dicelur dahulu sehingga mud membersihkan 'langnges' iaitu lapisan kasar pada
kulit yu dan pari, atau 'iting' iaitu 'duri' pada ikan buntal. Mencelur (masak
separuh masak) ini juga dilakukan untuk memudahkan isi ikan dihancurkan
dan dicampur dengan kunyit yang telah dipipis.
Terdapat dua jenis masakan sagol/enagol iaitu sagol/enagol kering (tiada
kuah) dan sagol/enagol basah (berkuah). Untuk mendapatkan rasa
sebenarsagol/senagol, biasanya tidak menggunakan minyak makan tetapi

menggunakan minyak hati ikan yang disagol itu, iaitu sama ada minyak hati
ikan pari, atau minyak hati ikan yu atau minyak hati ikan buntal.

Sunting Putu

Makanan yang berupa ubi kayu yang diparut dan telah diperah airnya lalu
dimasak secara stim. Lazimnya, Putu dimakan bersamaSagol, Kima,Tehektehek, ayum dan beberapa makanan Tradisional Bajau yang lain (Selalunya
makanan lautSunting Tompe (inompeh)
Makanan yang berupa ubi kayu yang diparut dan telah diperah airnya. Ia
kemudiannya digoreng tanpa minyak di dalam kuali, sehingga berwarna
kekuning-kuningan.
Secara umumnya, makanan tradisional masyarakat Bajau adalah makanan laut
dan makanan ubi-ubian dan tanaman huma yang lain. Makanan tradisi orang
Bajau boleh dibahagikan kepada dua jenis utama iaitu makanan yang dimasak
dan makanan yang dimakan mentah (inta'an). Makanan yang dimasak sama
ada direbus, digoreng, dibakar dan dipanggang. Lazimnya, intaan (makanan
mentah) terdiri daripada makanan laut seperti 'ballog-ballog', 'bantunan', tehe'tehe', tayum, kilau, baat atau timun laut, lato', kima,tehe-tehe kabboggan atau
nasi putih direbus dengan isi tehe tehe dalam cangkerang tehe-tehe dan
sebagainya.

KESENIAN
Budaya tarian tradisional di kalangan masyarakat Bajau antaranya ialah Tarian
Limbai, Dalling Dalling, Igal - Igal dan Runsai

Tarian Dalling-Dalling ajau dan gal gal ajau


Tarian ini sangat dipelihara oleh masyarakat Bajau di Selatan Filipina.
Kesedaran kepada kepentingan memelihara budaya bangsa untuk menjamin
kelangsungan budaya bangsa berkenaan telah mendorong masyarakat Bajau di
Borneo Utara (Sabah) khususnya di Semporna bangkit dan mengembangkan
seni tarian dallinhg-dalling di kalangan generasi muda. Ini dilakukan dengan
membawa dalling-dalling dan gal gal ke majlis formal khususnya Regatta
Lepa Semporna. Pada tahun 1998, Badan Galak Pusaka telah bekerjasama
dengan Majlis Perbandaran Sandakan untuk menganjurkan Pertandingan
Dalling-dalling Sempena Sambutan Hari Jadi Tuan Yang Terutama, Yang

Dipertuan Negeri Sabah, yang pada masa itu disandang oleh Tun Sakaran
Dandai. Semenjak itu, tarian dalling-dalling turut mula dikenali di daerah
Sandakan dan emporna.
Perkataan dalling-dalling adalah kata ganda daripada perkataan Sinamah
(bahasa Bajau) 'dalling' yang bermaksud gerakan seluruh badan mengikut
rentak tertentu. Ini adalah tarian hiburan di majlis keramaian khususnya majlis
perkahwinan. Tarian daling-daling diiringi oleh pantun yang dinyanyikan oleh
seorang penyanyi atau dua penyanyi. Secara tradisionalnya penyanyi yang
menyampaikan nyanyian (disebut kalangan dalam Sinamah) adalah pemuzik.
Alat muzik yang digunakan pula dipanggil gabbang. Kadang-kadang pemuzik
dibantu oleh seorang penyanyi lain yang lazimnya wanita, terutama apabila
aturcara majlis dijangka mengambil masa yang lama yang kadang-kadang
mencecah semalaman.
Kajian awal oleh Badan Galak Pusaka mendapati, tarian dalling-dalling akan
semakin rancak dan menghiburkan apabila ia ditarikan oleh penari secara
berpasangan dan kedua-dua penyanyi dalam keadaan 'magbono' kalangan atau
berbalas pantun. Dalam keadaan sedemikian, semua watak (penyanyi,
pemuzik dan penari) akan menunjukkan kepakaran masing-masing untuk
diiktiraf sebagai yang terbaik oleh hadirin.

Tarian Limbai & Runsai (Bajau Kota Belud)

Tarian Limbai merupakan satu tarian traditional suku kaum Bajau Kpta Belud.
Tarian Limbai biasanya ditarikan ketika menyambut ketibaan pengantin lelaki
yang diarak ke rumah pengantin perempuan. Sebaik sahaja rombongan
pengantin sampai, perarakan dihentikan sementara, lalu tarian Limbai
dipersembahkan di hadapan pengantin. Ia merupakan upacara khas sebagai
isyarat menjemput pengantin lelaki naik ke rumah untuk melakukan istiadat
ijab qabul yakni pernikahan.
Tarian limbai di iringi oleh irama kulin tangan.Kumpulan muzik ini
mengandungi enam orang pemain yang diketuai oleh seorang wanita yang
memainkan kulintangan, dua orang pemukul gendang, dua orang pemain gong
dan seorang pemain bebandil.Tarian ini mengiringi anggota-anggota
rombongan pengantin lelaki naik ke rumah. Penari-penari melambailambaikan selendang mereka sebagai lambang mengundang dan mengucapkan
selamat datang.
Selain tarian Limbai Runsai juga merupakan tarian traditional suku kaum
bajau di Kota Belud.Runsai selalu di tarikan di majlis perkhawinan pada
sebelah malam.Tarian ini memerlukan antara enam hingga lapan onang penari
termasuk dua orang wanita. Tarian ini menjadi bertambah meriah apabila

diserikan dengan kalang iaitu pantun dua kerat yang dijual dan dibeli oleh
penari lelaki dan perempuan.

Kalang Mpat

Kalang mpat merupakan salah satu nyanyian rakyat yang dimiliki suku kaum
Bajau. Di Borneo, orang-orang Bajau boleh ditemui di Sabah terutama di
sepanjang pantai barat Sabah, bermula dari daerah Kudat sehingga ke
Sipitang. Namun, tumpuan penelitian ialah di daerah Kota Belud yang
didominasi oleh suku kaum Bajau. Suku kaum Bajau di daerah ini masih lagi
mengekalkan budaya tradisi ekspresif yang hanya digemari oleh kalangan
generasi tua sahaja. Memandangkan kalang mpat semakin tidak menarik
perhatian generasi muda dan generasi tua yang mengetahuikalang
mpat semakin berkurangan, maka kalang mpat menjadi salah satu tarikan
budaya yang menarik. Kalang mpatdicipta dalam susunan kata-kata yang
padat mengikut peraturan sebagaimana yang telah ditetapkan. Peraturan yang
disusun misalnya, dari segi suku kata dan rima pada penghujung yang sesuai
adalah berasaskan kepada keperluan pernyataan yang disampaikan secara
lisan. Menerusi kalang, pemantunnya dapat menyampaikan pengajaran,
sindiran, rasa hati, perasaan dan hiburan dengan cara yang berkesan.
Penyampaiannya, dengan memilih kata-kata yang bersesuaian dan rima
menarik boleh membawa pengertian mendalam kepada pendengar.
Keseimbangan
rima
dan
rangkap
selalu
ditekankan
dalam
pembinaan kalang. Dalam keadaan ini, pendengar dan pemantun dapat
menilai dan membezakan antara kalang baik dan sebaliknya. Pemilihan dan
susunan kata-kata yang memperlihatkan keseimbangan amat ditekankan
kerana penciptaan sedemikian akan melambangkan keharmonian pemikiran
ahli-ahli masyarakat tersebut. Berdasarkan contoh-contoh kalang yang
diberikan,
dapat
diteliti
rima
akhir
yang
berbeza
antara
satu kalang dengan kalang yang lain, iaitu a-a-a-a; a-b-a-b.
Kalang dihasilkan secara spontan. Penciptaan sebegini lazimnya membawa
pengertian
mendalam
yang
disesuaikan
dengan
suasana
tempat kalang dinyanyikan. Kebolehan menghasilkan kalang secara spontan
serta dinyanyikan dengan iringan muzik merupakan satu kebolehan yang
istimewa dan sangat dihargai pendengarnya. Susunan struktur pantun itu
sebagaimana puisi-puisi tradisional lain menekankan keindahan susunan bunyi
yang disampaikan secara lisan. Dalam proses kreativiti (mencipta dan
menghasilkan) kalang, penciptanya sering melihat kepada latar belakang
mereka sebagai petani. Pekerjaan ini telah mengundang mereka untuk
menyatukan unsur-unsur pengetahuan, pengalaman mereka mengharungi

hidup, suasana alam sekitar sebagai latar belakang kalang. Jika diperhatikan
dengan teliti, terpancar kandungan pemikiran yang tersirat di sebalik bait-bait
puisi tradisi ini. Kalang yang disertakan berhasil memperlihatkan nilai-nilai
muafakat, kesabaran, rendah diri, persaudaraan, keprihatinan, kerjasama dan
sikap tolong-menolong di
kalangan ahli-ahli
masyarakat
ini.
Sesungguhnya, kalang-kalang tersebut memperlihatkan watak manusia
penciptanya. Di dalamnya, terkandung bentuk kegembiraan, kesedihan dan
nilai-nilai murni dalam diri manusia penciptanya. Selain itu, penciptanya juga
turut menyerlahkan keindahan jagat raya ke dalam kalang-kalang ini.
Keindahan tersebut waima berunsurkan flora atau fauna jelas tergambar dalam
setiap bait kalang itu. Keadaan ini membuktikan bahawa latar diri penciptanya
begitu akrab dengan alam sehingga tidak dapat memisahkan setiap inci alam
daripada kalang.
Pencipta kalang lazimnya amat peka dengan susunan atau peredaran yang
dapat diteliti dari keharmonian dan keseimbangan alam sekitar. Melaluinya
mereka dapat menghayati kehalusan dan keindahan alam ciptaan Tuhan.
Suasana kehalusan dan keindahan alam sekitar ini dapat memberikan inspirasi
yang mempengaruhi rasa hati dan perasaan anggota-anggota masyarakat untuk
dinyatakan pula dalam kehidupan harian mereka. Keindahan dan kehalusan
budi yang dicipta dan dihasilkan dalam kalang itu disampaikan pula dalam
bentuk tradisi budaya ekspresif. Dengan menyampaikan kalang dalam konteks
budaya ekspresif itu bermakna keindahan dan kehalusan kalang itu dapat
dihayati bersama secara lebih mendalam dan bermakna. Melalui budaya
ekpresif itu, anggota-anggota masyarakat dapat merasai keindahan, di samping
memberikan mereka hiburan.
Melalui kalang mpat, kita mampu mengesan beberapa unsur yang terselindung
di sebalik nyanyian ini. Unsur-unsur tersebut merupakan antara teknik
penciptaan dan penyampaian yang dilakukan oleh penyanyinya agar setiap
baitkalang itu dapat dinikmati keaslian dan keindahannya oleh pendengar.
Secara tidak langsung, tradisi berkalang dalam masyarakat Bajau adalah
gabungan antara teknik penyampaian dan proses interaksi penyanyi-pendengar
yang telah berlaku sejak sekian lama.

ALAT MUZIK
Alat muzik ini akan dimainkan selama majlis perkahwinan
berlangsung.Antara alat muzik yang dimainkan semasa majlis ini ialah
Gendang,gong,Bebandil, dan Kulingtangan.Keempat-empat alat muzik ini
berfungsi sebagai satu dalam majlis tersebut.Jika terdapat salah satu alat

muzik ini tidak digunakan,bunyi Bertitik ini akan berubah(sumbang).Alat


muzik ini akan dimainkan oleh mereka yang mahir menggunakan.Permainan
muzik ini dipanggil Bertitik.Permainan muzik ini berfungsi sebagai tanda atau
syarat untuk memberitahu penduduk kampung terhadap majlis yang sedang
berlangsung.Selain itu,permainan ini akan dimainkan pada petang sebelum
malam beinai,semasa malam berinai berlangsung,dan semasa majlis
persandingan berlangsung.Walaubagaimana pun,Bertitik ini tidak akan
dimainkan apabila terdapat kesusahan atau kematian di dalam kampung
tersebut sehingga tempoh kematian telah berlalu selama 40 hari.

KESIMPULAN
Kesimpulannya,kini suku kaum Bajau telah berkembang dan
telah menjadi suku kaum antara yang terpesar populasinya di Sabah.
Suku kaum Bajau juga telah dikenali oleh masyarakat luar tentang
kebudayaannya, adat yang ada pada suku kaum Bajau selain dari
segi struktur masyarakatnya.Oleh itu, bagi mengekalkan adat kaum
Bajau ini, setiap labisan masyarakat Bajau harus mengamalakan
adat ini dengan memahami adat resam dengan menganalisis aspek aspek penting di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai