Titiek Suliyati
Departemen Sejarah, Fakultas Sastra
Universitas Diponegoro
Abstrak
Dikenal sebagai suku lautan, Suku Bajo adalah orang asing di Karimunjawa. Sebagai suku
lautan, mereka hidup secara nomaden dan tinggal di perahu sebelum menetap di Karimunjawa.
Dorongan untuk menetao di Karimunjawa adalah karena faktanya pulau tersebut memiliki
banyak ikan dan mereka memanfaatkannya untuk kehidupan mereka. Pada mulanya mereka
hidup di atas perahu, tetapi kadang mereka berpindah ke daratan. Kemudian mereka mendirikan
rumah panggung di daerah pesisir.
Proses yang dialami Suku Bajo dari suku lautan menjadi suku daratan disebabkan oleh
karena beberapa factor, dari usaha mereka untuk beradaptasi dengan penduduk lokal, penurunan
jumlah ikan yang ditangkap, program pemerintah untuk membuat Suku Bajo menetap di lautan
dan perubahan mata pencaharian mereka.
Penelitian ini pertujuan untuk mempelajari perubahan sosial yang terjadi pada Suku Bajo
sebagai suku lautan yang sebelumnya hidup nomaden menjadi suku daratan yang menetap di
Karimunjawa. Bahkan, penelitian ini juga dimaksudkan untuk mempelajari factor yang
mendorong dan dampak dari perubahan sosial terhadap kehidupan mereka sebagai masyarakat
Bajo yang menetap. Sejalan dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, metode kualitatif
menggunakan pendekatan antropometri dan sosiologi. Dua pendekatan ini digunakan untuk
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang perubahan sosial Suku Jawa yang telah
menetap di Karimunjawa.
Hasil dari penelitian memperlihatkan bahwa terdapat perubahan sosial pada masyarakat
Bajo yang hidup secara permanen di Karimunjawa antara lain, perubahan kebiasaan sehari-hari
dalam masyarakat, interaksi sosial dengan suku lain, nilai yang dipegang masyarakat dan
institusi sosial, struktur dan kelas sosial. Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Bajo di
Karimunjawa membawa pengaruh yang positif. Perubahan sosial diantara yang lain adalah suatu
kewaspadaan terhadap pentingnya pendidikan, masyarakat Bajo telah memiliki pekerjaan lain
selain nelayan, peningkatan pendapatan, standar hidup, juga moderenisasi pada sistem perikanan.
Dampak negatif sebagai konsekuensi perubahan sosial adalah lunturnya budaya, perubahan
orientasi hidup dan pandangan hidup dan masyarakat yang konsumtif.
Pendahuluan
Suku Bajo atau biasa dikenal dengan Orang Bajo adalah salah satu dari suku etnik
maritime di Indonesia yang memiliki keunikan. Sebagai suku maritime, mereka hidup di lautan
sebagai nelayan tradisional. Suku Bajo dikenal hidup secara nomaden di lautan. Karena mereka
selalu hidup dengan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dengan berlajar di lautan
yang luas, suku Bajo juga dikenal sebagai suku nomaden. Dapat dikatakan bahwa mereka telah
mengunjungi seluruh perairan di Indonesia. Suka Bajo dapat ditemukan di beberapa daerah
peisisir Indonesia seperti perairan di Selat Makassar, Pulau Banggai (bagian timur Sulawesi),
perairan Sulawesi (Sulawesi Utara), pantai timur Kalimantan, Kalimantan Timur (Sabah Timur),
Teluk Bone, perairan Nusa Tengara, Teluk TOmini, Maluku Utara (Pulau Bacan dan Halmahera)
dan di kepulauan Sulu. Untuk menemukan penyebaran suku Bajo, dapat dilihat pada hasil dari
penelitian Sopher, yang mengatakan bahwa beberapa daerah atau area di Indonesia memiliki
nama yang berkaitan dengan Suku Bajo, seperti Labuhanbajo di Telur Tomini, Flores, bagian
timur Pulau Sumbawa, Teluk Bima, pantai timur Kalimantan, bahkan di Pulau Anambas di Laut
Cina Selatan.
Sebagai suku lautan, Orang Bajo tinggal hampir di seluruh daerah pesisir di Indonesia,
termasuk di Pulau Karimunjawa. Fakta ketika Suku Bajo mulai untuk menetap dalam kelompok
di Karimunjawa adalah dipertanyakan. Pada awal pelayaran mereka menuju Karimunjawa, Suku
Bajo hanya berhenti untuk mendapatkan persediaan kapal mereka. Setelah beberapa kali
pemberhentian dan dimana mereka merasa nyaman untuk tinggal di Pantai Karimunjawa, mereka
mulai untuk menetap disana. Pedesaan Suku Bajo terletak di Desa Benteng, dibagian selatan
Karimunjawa. Komunitas Bajo di Karimunjawa memiliki struktur sosial, budaya, pakaian dan
bahaya yang khusus, sehingga membuat mereka menjadi suatu komunitas yang unik.
Setelah banyak Orang Bajo yang mulai untuk menetap di Karimunjawa, perubahan sosial
terjadi. Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat adalah sangat kompleks, tidak hanya
disebabkan oleh karena factor tunggal. Sesuai dengan Betrand, Suku Bajo di Karimunjawa juga
mengalami perubahan sosial yang kompleks, dari adaptasi dengan komunitas lokal, penurunan
jumlah tangkapan ikan, program pemerintah yang mendorong Suku Bajo untuk menetap di
daratan, perubahan mata pencaharian dan sebagainya.
Berdasarkan Martono, perubahan dapat merupakan perubahan yang luas (makro) termasuk
perubahan dalam sistem sosial, dimana perubahan mikro berhubungan dengan interaksi sosial
antara individu. Seperti yang dikatakan oleh Martono, komunitas Bajo di Karimunjawa juga
mengalami dua perubahan yang merupakan perubahan sederhana, untuk menjadi bentuk
perubahan yang lebih kompleks dan pada akhirnya menjadi perubahan yang komprehensif. Gaya
hidup mereka yang sederhana dan mudah mulai berganti dikarenakan interaksi yang intensif
dengan masyarakat lain, menyebabkan masuknya nilai yang lebih modern. Selain memberikan
efek yang baik, dampak ini juga memberikan efek yang buruk yang menyebabkan nilai
kebijaksanaan lokal dari suku Bajo mulai pudar.
Artikel ini merupakan hasil dari penelitian kualitatif menggunakan pendekatan antropologi
dan sosiologi. Ini dimaksudkan untuk menyediakan pemahaman yang lebih baik dari perubahan
sosial yang terjadi pada suku Bajo. Dalam pandangan penelitian kualitatif, realitas terbentuk
melalui sebuah interaksi sosial (dibangun secara sosial) dank arena itu tujuan penelitian kualitatif
adalah pada dasarnya untuk meningkatkan pemahaman suatu subjek dari sudut pandang subjek
itu sendiri. Hal tersebut menyiratkan bahwa pendekatan penelitian ini memerlukan sebuah
setelan asumsi yang berbeda jika kebiasaan manusia didekati untuk tujuan mendapatkan fakta
untuk penyebabnya.
Secara keseluruhan, pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa
teknik yaitu, wawancara secara mendalam, focus grup discussion (FGD), observasi dan studi
literature. Wawancara mendalam dilakukan terhadap responden individu menggunakan panduan
wawancara. Pemilihan responden ditentukan dengan teknik sampling snowball. FGD dilakukan
pada responden secara kolektif untuk mendiskusikan berbagai permasalahan yang berhubungan
dengan perubahan sosial yang terjadi pada komunitas suku Bajo Karimunjawa.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif, dimana
dengan pencarian pernyataan umum tentang hubungan antara kategori variasi data untuk
membangun sebuah pemahaman yang konseptual dari realita sosial berdasarkan pada temuan
data empiris. Patton menjelaskan bahwa di dalam penelitian kualitatif, analisis data adalah proses
dari mengatur urutan data, mengelompokkan menjadi pola kategori dan dalam sebuah unit
deskripsi dasar. Kategorisasi data disesuaikan dengan formulasi masalah dari penelitian dan hal
tersebut dimaksudkan untuk menyediakan interpretasi yang mudah, seleksi dan penjelasan dalam
bentuk dari deskripsi analitikal.
Efek Perubahan Sosia pada Orang Bajo dan Komunitas di luar Suku Bajo
Perubahan sosial pada komunitas suku Bajo mempengaruhi internal orang Bajo dan
komunitas diluar suku Bajo. Efek setelah mereka tinggal di daratan, mereka bersosialisasi secara
harmonis dengan suku lain, tidak terdapat perbedaan antara Sama dan Bagai.
Perubahan dalam interaksi sosial ini juga menyebabkan masuknya aturan negara, desa dan
budaya di luar budaya suku Bajo kedalam komunitas Bajo, sehingga nilai dan budaya asli Bajo
mulai menghilang. Sebagai tambahan, nilai modern yang memasuki komunitas Bajo membuat
mereka menjadi materialistik dan konsumtif.
Perubahan dalam organisasi dan institusi sosial mempengaruhi aturan negara, desa, hingga
tingkat RT dan RW yang harus dipatuhi oleh orang Bajo. Perubahan mata pencaharian
menyebabkan orang Bajo harus meningkatkan keterampilan mereka dalam pekerjaan lain, karena
mereka tidak dapat hanya bergantung pada produk laut yang mulai menurun.
Perubahan dalam pemahaman agama berpengaruh pada implementasi aturan agama secara
benar, sesuai dengan ajaran dan syariat Islam. Akan tetapi disini, kehidupan mereka tidak dapat
dipisahkan secara penuh antara adat dan agama.
Kesadaran akan pedidikan untuk anak-anak Bajo memberikan efek positif yang dimana
generai muda Bajo diharapkan untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan yang dapat menjadi
modal untuk kehidupan mereka di masa depan.
Perubahan kearifan lokal memberikan sebuah efek pada pudarnya pemahaman generasi
muda Bajo pada nilai ataupun norma, tradisi dan budaya asli suku Bajo. Ini akan menghilangkan
secara bertahap cirri dan sifat suku Bajo sebagai suku lautan.
Efek perubahan sosial suku Bajo pada komunitas diluar suku Bajo yaitu, suku diluar suku
Bajo dapat belajar dari suku Bajo tentang nilai luhur tentang konservasi laut. Sebagai tambahan,
sikap adaptif terhadap lingkungan juga bermanfaat untuk suku lain, sehingga mereka dapat hidup
bersama secara harmonis.
Kesimpulan
Pada mulanya, orang Bajo yang telah tinggal di Karimunjawa untuk waktu yang lama
masih membawa tradisi dan budaya mereka sebagai sebuah suku. Awalnya, orang Bajo di
Karimunjawa tinggal di perahu yang berlabuh di pantai. Setelah program pemerintah untuk
merumahkan orang Bajo di daratan, mereka mulai membangun rumah mereka di pantai. Tradisi
asli mereka yang sangat dihormati untuk laut adalah kearifan lokal yang masih mereka
pertahankan. Untuk bertahan hidup, mereka bergantung pada makanan laut. Untuk menjaga
sumber daya laut tetap ada secara berkepanjangan, mereka hanya mengambil cukup untuk yang
bisa dimakan, termasuk untuk kebutuhan mereka. Untuk mempertahankan sumber daya laut,
suka Bajo melakukan tradisi yaitu memberikan sesajen kepada penguasa lautan. Tradisi ini
masih dipercayai dan masih dilakukan, walaupun mereka telah menganut agama Islam.
Orang Bajo di Karimunjawa telah mengalami perubahan sosial sebagai hasil dari interaksi
sosial dengan komunitas suku lain. Pernikahan anggota suku Bajo dengan suku Jawa, Bugis,
Madura, Buton dan komunitas suku lainnya, telah membawa perubahan sosial dalam suku Bajo.
Pernikahan suku Bajo dengan suku lainnya memberikan perubahan dalam budaya dan tradisi
mereka. Tradisi asli dan kearifan lokal merkea mulai pudar. Sebagai tambahan, perubahan dalam
mata pencaharian generasi muda Bajo, yang mana tidak lagi berfokus pada laut, juga telah
memudarkan tradisi suku asli Bajo sebagai suku laut.
Interaksi sosial orang Bajo di Karimunjawa dengan suku lain berjalan harmonis. Interaksi
sosial yang harmonis ini merupakan hasil dari masuknya nilai modern dalam orang Bajo.
Generasi muda Bajo tidak lagi familiar dengan adat dab tradisi asli mereka. Nilai modern
tersebut membuat perubahan pada sikap generasi muda Bajo menjadi orang yang materialistik
dan konsumtif.
Kondisi lautan dimana laut sumber daya laut semakin menurun membuat suku Bajo harus
menemukan alternative lain untuk mendapatkan keperluan hidup mereka. Banyak generasi muda
Bajo yang bekerja sebagai pedagang, sector pelayanan seperti buruh. Untuk mengantisipasi
progresivitas dan arus moderenisasi, sebagian besar orang Bajo telah menyadari pentingnya
pendidikan untuk anak-anak mereka. Agar moderenisasi tidak memberikan efek negatif untuk
generasi muda Bajo, para orang tua masih mengajarkan filosofi kehidupan sebagai kebijaksanaan
dari suku Bajo