Anda di halaman 1dari 10

FKIP Universitas PGRI Banyuwangi Seminar Nasional

TOPONOMI KECAMATAN BANYUWANGI, SINGOJURUH, DAN ROGOJAMPI

Agus Mursidi1, Dhalia Soetopo2


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Banyuwangi1
Email :agusmursidi78@gmail.com

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Banyuwangi2


Email :dhalia.soetopo@gmail.com

Abstract
Cabang ilmu yang mempelajari penamaan tempat disebut dengan toponimi.
Penelitian Toponimi memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman sejarah pada
masyarakat dan memberikan sistem referensi geografis yang sangat berguna di masyarakat.
Kabupaten Banyuwangi memiliki wilayah yang relatif unik karena terdiri dari wilayah
pantai/laut, dataran dan gunung. Penduduknya memiliki keragaman etnis yaitu Osing (etnis asli
Banyuwangi), Jawa, Madura, Bugis dan Bali. Hal ini menjadi indikasi penamaan tempat
yang memiliki karakteristik tersendiri.
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif yang dilakukan dengan Tahapan
penelitian yang direncanakan adalah tahap I kajian toponomi 24 kecamatan. Pengambilan
dilakukan dengan wawancara terhadap 3 nara sumber. Wawancara pertama dilakukan
dengan pihak pemerintah setempat. Selanjutnya, 2 tokoh masyarakat dipilih berdasarkan
informasi yang didapat dari pemerintah setempat. Wawancara dilakukan oleh 2 tim dimana 1
peneliti didampingi 1 tenaga survei. Proses wawancara dilengkapi dengan alat perekam dan
dokumentasi menggunakan kamera. Informasi hasil wawancara selanjutnya disusun dalam
bentuk kategori dan dianalisis menggunakan metode triangulasi.

Keywords : Toponomi, Masyarakat, Banyuwangi, Singojuruh, Rogojampi

Abstrack

The branch of science that studies the naming of places is called toponimi. Toponimi's research
contributes greatly to the historical understanding of society and provides a very useful
geographic reference system in society. Banyuwangi Regency has a relatively unique area
because it consists of coastal / marine, terrain and mountain areas. Its inhabitants have ethnic
diversity namely Osing (Banyuwangi original ethnic), Java, Madura, Bugis and Bali. This is an
indication of the naming of places that have their own characteristics.
The research was done by descriptive method which was done with the research phases which is
planned is phase I of toponomic study of 24 districts. The taking is done by interviewing 3
resource persons. The first interview was conducted with the local government. Furthermore, two
community leaders were selected based on information obtained from the local government. The
interview was conducted by 2 teams in which 1 researcher was accompanied by 1 surveyor.
The interview process is equipped with a tape recorder and documentation using a camera.
Information on the results of interviews will then be organized into categories and analyzed using
triangulation method.

1 Pendidikan Budaya dan Sejarah: “Dibalik Revitalisasi Budaya”


FKIP Universitas PGRI Banyuwangi Seminar Nasional

Keywords: Toponomi, Masyarakat, Banyuwangi, Singojuruh, Rogojampi

1. Pendahuluan pindah tempat tinggal maka secara


bertahap akan membentuk ikatan dengan
Studi pemberian suatu nama sangat tempat tinggal baru (Helleland B, 2012).
penting untuk mempelajari masa lalu
sebuah komunitas masyarakat atau suatu Salah satu tren utama dalam
negara. Studi penamaan tempat pengembangan toponomi modern adalah
(toponimi) merupakan riset yang studi yang tidak hanya mempelajari nama-
membedakan masa lampau dari segi bahasa, nama tempat secara individual tetapi
arkeologi dan sejarah. Cabang ilmu yang sistem toponomi daerah secara holistik.
mempelajari penamaan tempat disebut Sistem toponimi wilayah merupakan
dengan toponimi. Penelitian toponimi kombinasi natural dari namanama geografis
memberikan kontribusi besar terhadap yang berada di sebuah territorial yang
pemahaman sejarah pada masyarakat. dengan cara tertentu berkaitan dengan
Toponimi mengungkap identitas obyek-obyek yang mendasari penamaan.
masyarakat, sejarah, sosial, dan Salah satu masalah penting dalam
hubungan politik. Toponomi memberikan kehidupan di abad 21 adalah perlindungan
sistem referensi geografis yang sangat sumber daya alam, studi perubahan
berguna di masyarakat. Konsistensi dan wilayah, dan secara khusus penyebaran
akurasi hasil penelitian toponomi suatu spesies flora dan fauna pada periode sejarah
tempat sangat penting untuk menghindarkan yang berbeda (Atasoy E, Yeginbayeva A,
kesalahan pemahaman di masyarakat 2017).
(OwuEwie C, 2014). Penelitian toponomi telah banyak dilakukan
Penamaan tempat bertujuan untuk untuk penamaan tempat seperti desa di
menggali peranan penamaan di masa lalu Sumedang (Nurhasanah et al, 2014), desa
dan peran pembentukan identitas daerah. di Yogyakarta (Prihadi, 2015b), kampung
Tempat dan penamaannya memiliki di wilayah keraton Surakarta (Priyomarsono
hubungan yang erat sebagai bentuk MW, 2012), kampung di Kotagede
refleksi atau faktor yang menumbuhkan Yogyakarta (Istiana, 2012), kelurahan di
perasaan individu atau komunitas. kota Probolinggo (Roesmawati A, 2013),
Identitas dalam hal ini adalah identitas distrik (Grillo H, 2015), wilayah etnis
personal, etnis, tempat dan sebagainya. (Aleru JO, Alebi RA, 2010; Zakharova E,
2015), pemukiman Tepe Hungaria
Penamaan tempat memberikan perasaan (Győrffy E, 2015), wilayah perbukitan
memiliki terhadap suatu area dan kelompok Aravalli and Semi-Arid Plains of
social yang menghuninya. Seseorang Rajasthan di India (Singh V, Kumari L,
yang tinggal di suatu tempat, menjadi 2016), wilayah Catalunya, Spanyol (Curchin
akrab dengan lingkungan pada tahap LA, 2011), toponimi kepulauan (Yulius,
awal dan mebangun ikatan dengan Triyono, 2011), toponimi selat
tempat tinggalnya. Jika orang tersebut
2 Pendidikan Budaya dan Sejarah: “Dibalik Revitalisasi Budaya”
FKIP Universitas PGRI Banyuwangi Seminar Nasional

(Yulius, Salim HWL, 2014), pulau-pulau di Hipotesis


Pasifik (Martinez JIB, Pineda CS, 2016),
toponimi kabupaten Lamongan (Camalia M, Toponimi wilayah Catalunya, Spanyol
2015), propinsi (Sujatna ETS et al, menunjukkan aspek sejarah Iberian, Yunani
2016), dan toponomi negara (Bugybaykizi dan Latin (Curchin LA, 2011). Toponimi
BZ, et al, 2015). Penelitian toponimi kabupaten Lamongan berasal dari unsur
dari segi bahasa antara lain bahasa sejarah dimana hal ini sangat berkaitan
Aramaic di Lebanon (Wardini E, 2012), dengan sosok yang bernama Hadi, murid
pedusunan Sunan Giri yang ditugaskan untuk
(kampung) di Yogyakarta (Prihadi, membimbing dan memimpin masyarakat
2015a), serta toponomi pulau dan tanjung Lamongan (Camalia M, 2015).
dari segi bahasa Perancis (Fleury C, Raoulx
Penelitian toponomi Kazakhtan dilakukan
B, 2016). Penelitian juga dilakukan dari
berdasarkan aspek etnografi yang dapat
sudut pandang sejarah yaitu nama jalan
memberikan data pada aspek sejarah dan
di Medan (Ginting DA, 2009), tempat dan
budaya spiritual masyarakat yang
jalan di Spanyol (Nicolae I, 2010), jalan di
nomaden (Bugybaykizi BZ, et al, 2015).
Taipei (Huang W, 2011), toponimi di
Afrika (Batoma A, 2006), toponimi Korea Nama jalan di Medan awalnya adalah
(Ryu J-H, 2012), daerah Fante di Ghana namanama Belanda, Cina, dan India. Setelah
Selatan (Owu-Ewie C, 2014), dan Danube kemerdekaan diganti berdasarkan nama
di Eropa (Enica S, 2016). tokoh pejuang, pendidikan dan lain-lain
(Ginting DA, 2009). Toponomi tempat dan
Kabupaten Banyuwangi merupakan kota
jalan di Camino De Santiago, Spanyol
di ujung timur pulau Jawa dengan luas
bagian utara merefleksikan berkembangnya
wilayah 5.782,50 km2. Banyuwangi
usia populasi yaitu lingkungan alam dan
terbagi menjadi 24 kecamatan dan 217
sosial masyarakat (Nicolae I, 2010).
desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik
Toponimi jalan di Taipei dipengaruhi oleh
kabupaten Banyuwangi, 2013). Kondisi
aspek sejarah dimana tergantung pada
geografis meliputi selat Bali yang
situasi politik dan kekuasaan (Huang W,
merupakan batas dengan propinsi Bali di
2011). Toponomi wilayah Yoruba di
sisi timur, dataran rendah sebagai lahan
Nigeria bagian Tenggara sangat
pertanian dan ladang di wilayah bagian
dipengaruhi unsur budaya masyarakat dan
utara dan selatan, serta daerah dataran
rangkaian peristiwa sejarah (Aleru JO,
tinggi (gunung Ijen dan gunung Raung)
Alebi RA, 2010). Toponimi wilayah
di sisi barat sebagai lahan perkebunan.
Lebanon sangat dipengaruhi bahasa
Selain itu, Banyuwangi merupakan pusat
Aramaic dimana terjadi perubahan dari
kerajaan berdasarkan sejarah lokal yaitu
tipe Western menjadi tipe Modern West
kerajaan Blambangan pada masa-masa
Aramaic (Wardini E, 2012). Toponomi
Majapahit. Latar belakang ini akan
wilayah Obonezh’e Timur di Rusia bagian
berpengaruh pada toponimi kecamatan dan
utara dipengaruhi masa sejarah dengan
desa/kelurahan yang ada.
tahapan dan alur pemanfataan lahan.
2. Kajian Literatur dan Pengembangan
3 Pendidikan Budaya dan Sejarah: “Dibalik Revitalisasi Budaya”
FKIP Universitas PGRI Banyuwangi Seminar Nasional

Penamaan menunjukkan interaksi antara hilang dari percakapan sehari-hari pasca


budaya dan bahasa dari etnis yang urbanisasi industri di era 1980-an (Ryu J-
mendiami wilayah tersebut (Zakharova E, H, 2012). Hasil penelitian daerah hunian
2015). Toponomi destinasi wisata di Fante di Ghana Selatan menunjukkan pola
Jawa Barat terdiri dari 3 tipe penamaan kata tunggal, gabungan, afiksasi, dan
yaitu satu kata benda nama diri (proper perulangan. Penamaan tempat ini memiliki
noun), 2 kata (generic noun + proper noun), fungsi pernyataan, interogatif atau
dan 3 suku kata (Sujatna ETS et al, 2016). imperatif, dengan struktur kata yang
Survei di Kepulauan Togean Kabupaten sederhana, gabungan, atau kalimat kompleks
Tojo UnaUna Provinsi Sulawesi Tengah (OwuEwie C, 2014). Toponimi wilayah
berhasil mengindentifikasi sebanyak 211 Danube di Eropa sangat dipengaruhi budaya
pulau dengan 210 pulau tidak terdaftar di Romawi dan perpaduannya dengan etnis-
Departemen Dalam Negeri, dan hanya 1 etnis lainnya (Enica S, 2016).
pulau yang mempunyai nama.
2.2. Toponimi
Penamaan pulau oleh masyarakat
didasarkan pada karakter fisik pulau, Kata toponimi berasal dari bahasa Yunani
karakter biologi, orang yang pertama yaitu topos dan onmya yang berarti
menempati pulau, kisah yang terjadi, “tempat” dan “nama”. Toponomi dalam hal
pemanfaatan dan posisi pulau (Yulius, ini berarti pemberian nama dengan mengacu
Triyono, 2011). Toponimi pulau-pulau pada fitur topografi. Penamaan tempat ini
Mexico di Pasifik dipengaruhi oleh era-era banyak dilakukan untuk daerah tempat
sejarah yang mengacu kondisi alam dan tinggal seperti kota besar, kota, desa,
masyarakatnya (Martinez JIB, Pineda CS, dusun, atau area pertanian. Dari sudut
2016), Toponimi selat di kepulauan Riau pandang teoritis, toponomi memberikan
berdasarkan pada bentuk topografi, flora, informasi berkaitan dengan kondisi
fauna, bentuk dan posisi selat, sejarah dan geografis, budaya, dan sejarah suatu tempat
suku bangsa (Yulius, Salim HWL, 2014). serta hubungan masyarakat yang
Toponomi pulau dan tanjung dari segi mendiaminya. Hal ini disebabkan karena
bahasa Perancis menunjukkan pengaruh pertimbangan masyarakat dalam pemberian
sejarah dan budaya setempat dimana nama tempat tersebut. Penamaan tempat
masyarakat cenderung tidak membedakan tidak hanya berdasarkan sifat fisik daerah
sebuah tanjung dengan sebuah pulau. Hal tetapi juga karena peristiwa sejarah lokal,
ini disebabkan kondisi geografis sebuah etnis, sumber cerita atau agama, dan
tanjung yang mirip sebuah pulau (Fleury peristiwa jenaka (Ryu J-H, 2012).
C, Raoulx B, 2016). Toponimi merupakan materi dan secara
Toponimi di Afrika dipengaruhi faktor metafora menghubungkan aspek geografi dan
geografi, sejarah, bahasa, simbolik, dan bahasa dari segi substansi dan simbolik
sosio-politik (Batoma A, 2006). Toponimi secara bersamaan. Toponimi dibaca,
Korea sangat dipengaruhi diperbincangkan, dipetakan, dikatalogkan,
masa kemerdekaan pasca penjajahan Jepang. dan ditulis setiap hari secara khusus dan
Penamaan asli masyarakat banyak yang resmi di rambu jalan, nama jalan, dan

4 Pendidikan Budaya dan Sejarah: “Dibalik Revitalisasi Budaya”


FKIP Universitas PGRI Banyuwangi Seminar Nasional

alamat-alamat. Menyebar melalui bahasa, Nama-nama 24 kecamatan dan letak


toponimi berkembang di sejarah, cerita ketinggian gegografis di Banyuwangi adalah
rakyat, norma-norma sosial, dan sebagai berikut:
kepercayaan. Toponimi mengikat hal-hal
ini pada suatu tempat. Kajian toponimi Tabel 1. Tinggi wilayah di Banyuwangi
dapat menjadi jendela bagi pengetahuan
yang detil dan perasaan turut memiliki
akan suatu tempat. Kajian
toponimi membutuhkan
pertanyaanpertanyaan terkait politik,
budaya, lokasi dan identitas.

2.3. Kabupaten Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi, terletak di ujung


paling Timur pulau Jawa dan berbatasan
langsung dengan kabupaten Situbondo di
utara, selat Bali di Timur, samudra
Hindia di selatan serta kabupaten Jember
dan kabupaten Bondowoso di barat.
Pelabuhan Ketapang menghubungkan pulau
Jawa di Banyuwangi dengan pelabuhan
Gilimanuk di Bali. Secara geografis,
Banyuwangi terletak di daerah wisata alam
yang masih hijau dan liar layaknya safari di
Afrika, di tambah juga dengan lokasinya
yang dekat dengan Samudra Hindia.
Gambar 1. Peta Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi berjarak 239 km (Anonim, 2014)
sebelah timur Surabaya, dan dihuni oleh
beragam suku bangsa. Mayoritas 3. Metode Penelitian
penduduk lokal Banyuwangi adalah suku
Osing yang dipercaya merupakan sub-suku
Jawa, dan suku lain yang hidup dengan
damai seperti, suku Madura, suku Jawa,
Bali dan Bugis. Dalam keseharian,
penduduk lokal memakai bahasa Osing,
yang merupakan ragam tertua bahasa
Jawa tapi berdasarkan kebudayaan,
budaya suku Osing banyak dipengaruhi
oleh budaya Bali (Anonim, 2014).
Penelitian direncanakan mulai awal tahun
2018 di wilayah kabupaten Banyuwangi.

5 Pendidikan Budaya dan Sejarah: “Dibalik Revitalisasi Budaya”


FKIP Universitas PGRI Banyuwangi Seminar Nasional

Pengambilan data, dilakukan dengan mengagumi kecantikan sang putri Sritanjung


wawancara dengan 3 nara sumber yaitu 1 dan suka terhadap istri sang patih tersebut
sumber pemerintahan kecamatan dan 2
sehingga raja mengutus sang patih untuk
tokoh masyarakat setempat. Validasi data pergi berperang yang tujuannya agar sang
dengan metode triangulasi 3 nara sumber.
raja bisa merayu putri sritanjung namun sang
Pengelompokkan data berdasarkan
karakteristik toponimi. Penyusunan hasil putri tidak tergoda dengan rayuan sang
pengolahan data. raja.Putri Sritanjung merasa bahwa dia harus

Pengambilan dilakukan dengan wawancara. tetap setia menunggu sang patih yang pergi
Wawancara pertama dilakukan dengan pihak ke medan perang dikemudian hari sang patih
pemerintah setempat. Tokoh masyarakat kembali ke kerajaan untuk melaporkan
dipilih berdasarkan informasi yang didapat
dari pemerintah setempat. bahwa perang sudah usai dan kerajaan nya
Wawancara dilakukan oleh 3 tim dimana 1 memenangkan pertempuran,namun karena
peneliti didampingi 1 tenaga survei. Proses sang raja merasa sakit hati karena cintanya
wawancara dilengkapi dengan alat
ditolak oleh putri Sritanjung sehingga raja
perekam dan dokumentasi menggunakan
kamera. Informasi hasil memfitnah putri Sritanjung dengan
wawancara dilakukan validasi dengan mengatakan bahwa selama sang patih pergi
metode triangulasi 3 sumber. Hasil validasi berperang istrinya merayu sang raja yang
selanjutnya disusun dalam bentuk kategori
informasi yang bersesuaian. Pengkategorian akhirnya membuat sang patih marah terhadap
ini dilakukan untuk mendapatkan istrinya dan menuduhnya berselingkuh.
komposisi pola penamaan. Hasil analisis
disusun menjadi buku toponimi Putri Sritanjung menanggapi kemarahan
dalam bentuk narasi deskriptif. suaminya dengan sabar dan menjelaskan
4. Hasil dan Pembahasan bahwa dia tidak berselingkuh dengan sang
raja,namun sang raja yang mencoba
4.1 Asal Usul Banyuwangi
merayunya tapi karena sang patih Sidopekso
Asal-usul pemberian nama tersebut ada sudah terbawa emosi dan tidak
hubungannya dengan cerita legenda mendengarkan penjelasan dari putri
Sidopekso Of Sritanjung yang artinya bahwa Sritanjung, yang akhirnya patih Sidopekso
dulunya ada seorang raja yaitu Prabu berencana ingin membunuh istrinya di
Sulahkromo memiliki patih yang bernama sebuah sungai yang keruh.Niat jahat tersebut
Sidopekso yang memiliki istri cantik yang diketahui oleh putri Sritanjung namun sang
bernama putri Sritanjung,karena sang raja putri berpesan kepada suaminya sebelum

6 Pendidikan Budaya dan Sejarah: “Dibalik Revitalisasi Budaya”


FKIP Universitas PGRI Banyuwangi Seminar Nasional

meninggal bahwa jika sang Patih Banyuwangi yang sudah banyak di ketahui
membunuhnya dan darah yang dikeluarkan masyarakat Banyuwangi.
sang putri berbau harum maka membuktikan
4.2 Asal Usul Singojuruh
bahwa dia tidak berselingkuh dengan sang
Desa Singojuruh, Kecamatan Singojuruh,
Raja namun jika darah yang dikeluarkan
Kabupaten Banyuwangi yang merupakan
berbau busuk itu berarti sang putri
berselingkuh dengan sang Raja.Namun suatu desa yang terletak disebelah selatan

katakata yang di ucapkan putri Sritanjung kota Banyuwangi. Luas Desa Singojuruh
tidak membuat sang patih tersadar namun kurang lebih 503,0 Ha. Luas lahan tersebut
membuat sang patih semakin bertambah dapat dibagi menjadi dua pokok luas lahan
marah dan langsung membunuh putri diantaranya yaitu luas lahan pertanian dan
Sritanjung dengan menusukkan keris yang
luas lahan pemukiman. Untuk luas lahan
sangat tajam di dada sang istri dan jasadnya
pertanian atau tanah sawah di desa
di buang ke sungai.
Singojuruh mencapai luas 306,00 Ha lahan
Jasad dari Putri Sritanjung yang di buang ke tersebut merupakan lahan sawah irigasi
sungai mengeluarkan darah yang membuat teknis, sedangkan untuk luas lahan
air sungai yang keruh berubah menjadi
pemukiman atau tanah kering dibagi menjadi
bening seperti kaca dan mengeluarkan aroma
beberapa diantaranya Tegal/ladang 8,30 Ha
harum dari sungai tersebut.Dan hal tersebut
Pemukiman 136,00 Ha Pekarangan
membuat Patih Sidopekso menyesal dan
32,20 Ha sehingga mencapai Total luas
menyadari kesalahannya bahwa
176,50 Ha.
sesungguhnya istrinya tidak
sejarah adanya Desa Singojuruh tentu harus
berselingkuh,dari legenda tersebut muncullah
asal usul nama kota Banyuwangi melihat atau mengenang ulang sebelum

(Banyu=Air,Wangi=Harum). sejarah kemerdekaan, sebuah tempat/desa


yang masyarakat didalamnya menyebut
Jadi kesimpulannya menurut narasumber
dengan Desa Karangsari. Sebutan tersebut
kenapa kecamatan kota dinamakan
Kecamatan Banyuwangi Kota adalah tentu mempunyai alas an yang kuat sebelum

merupakan bentuk apresiasi masyarakat menjadi Desa Singojuruh. Dengan berdirinya


Banyuwangi terhadap legenda asal usul kota pohon beringin yang terletak di tanah PJKA

7 Pendidikan Budaya dan Sejarah: “Dibalik Revitalisasi Budaya”


FKIP Universitas PGRI Banyuwangi Seminar Nasional

yang gandengan dengan pasar. Dari sanalah Kecamatan Rogojampi dan Desa
kemudian sejarah desa berkembang hingga Lemahbangdewo Kecamatan Rogojampi,

akhirnya desa yang semula masyarakat Sebelah Selatan Desa Desa Kedaleman
Kecamatan Rogojampi dan Desa Kaotan
menyebut Karangsari beralih dengan sebutan
Kecamatan Rogojampi
Singojuruh. Di jaman kemerdekaan pada
Luas wilayah Desa Rogojampi 279 Ha,
tahun 1945, Desa Singojuruh merupakan
dengan penggunaan sebagai berikut ,tanah
desa yang amat potensial. Sedangkan dilihat permukiman 2,89 %, Untuk bangunan :
dari asal kata Singojuruh yang berarti perkantoran 0,034 % ,Sekolahan 0,43 % ,
“Singo” adalah singa/macan dan “Juruh” pertokoan 0,094 % , Masjid 0,54 % ,
adalah petunjuk, yang berarti bahwa Kuburan 0,41 % , Jalan 1,48 % , Pertanian

Singojoruh adalah seekor singa yang Sawah 65 % , Ladang /tegal 27,77 % , Olah
raga 0,12 % , Tambak 0,0034 % dan
menunjukkan adanya tempat yang kemudian
penggunaan lain- lain 1,10 %.
bernama Singojuruh yang kini menjadi desa.
Pada tahun 1895 sampai 1915
Lalu Desa Singojuruh berkembang menjadi 9
Desa Rogojampi di pimpin oleh seorang
Dusun sebagai wujud dari kemudahan dalam
Kepala Desa yang ditunjuk dari Pemerintah
menata kondisi sosial masyarakat dalam p Kabupaten yang dikenal dengan Government
elayanan ataupun guna untuk mempermudah untuk menjalankan segala aktivitas
dalam mengordinir dan membangun desa pemerintahan. Konon pada saat itu di Desa
Rogojampi masih belum ada masyarakat
4.3 Asal Usul Rogojampi Desa yang bisa melaksanakan tuga dan tanggung
Rogojampi adalah sebuah Desa yang terletak
jawab di bidang pemerintahan karena
di Pusat kota wilayah Kecamatan Rogojampi
mayoritas penduduk
Kabupaten Banyuwangi, tepatnya berada
DesaRogojampi merupakan penduduk
pada posisi pusat pemerintahan Kecamatan
fanatis terhadap agama islam khususnya,
Rogojampi, dengan batas – batas Utara Desa
sehingga kepala desa yang ditugaskan dari
Karangbendo Kecamatan Rogojampi dan
kabupaten bersama masyarakat membangun
Desa Gitik Kecamatan Rogojampi, Sebelah
Desa Rogojampi ini sedikit demi sedikit
Timur Desa Watukebo Kecamatan
sesuai dengan peraturan – peraturan yang
Rogojampi, Sebelah Barat Desa Rogojampi
ada.

8 Pendidikan Budaya dan Sejarah: “Dibalik Revitalisasi Budaya”


FKIP Universitas PGRI Banyuwangi Seminar Nasional

a Historic and Multicultural Perspective,


Aleru JO, Alebi RA, 2010, Towards a Journal of Danubian Studies and Research
Reconstruction of Yoruba Culture 6(1): 370-384
History: a Toponymic Perspective, African
Study Monographs, 31(4): 149-162 Fleury C, Raoulx B, 2016, Toponymy,
Taxonomy and Place, Explicating the
Anonim, 2014, Kabupaten Banyuwangi, French concepts of presqu’île and
http://www.infobanyuwangi.com, diakses peninsula, Shima: The International Journal
tanggal 14 Maret 2017 of Research into Island Cultures 10(1): 8-20

Atasoy E, Yeginbayeva A, 2017, Ginting DA, 2009, Sejarah Pergantian Nama


Toponymic Approach in Scientific Jalan di Kota Medan (1900-1970), Skripsi,
Research of Landscapes Associated With Departemen Sejarah, Fakultas Sastra,
the Plant World, International Universitas Sumatera Utara, Medan
Conference on Literature, Humanities and
Social Sciences (LHSS-17): 21-27 Grillo H, 2015, Toponymy as
Macrostructure and Microstructure (Study on
Badan Pusat Statistik kabupaten the Toponymy of the Himara District),
Banyuwangi, 2013, Banyuwangi Dalam Proceedings of ICONN 3: 495-503
Angka Tahun 2013
Győrffy E, 2015, The Toponymic
Batoma A, 2006, African Ethnonyms and Competence: a Case Study in the Hungarian
Toponyms: An Annotated Bibliography, Settlement Tépe, Вопросы ономастики 2
Electronic Journal of Africana Bibliography (19): 83-100
10: 1-40

Bugybaykizi BZ, Ushtanovna ZL,


Rahmetovna KA, Tileubergenovna SS,
Akzholovich BT, Ongarbekovna BG, 2015,
Ethnographi Development of Kazakh
Toponymy, Mediterranean Journal of Social
Sciences 6(4)S1: 462-466

Camalia M, 2015, Toponimi Kabupaten


Lamongan (Kajian Antropologi
Linguistik), Parole 5(1): 74-83

Curchin LA, 2011, Naming the Provincial


Landscape: Settlement And
Toponymy in Ancient Catalunya, Hispania
Antiqva XXXV: 301-320

Enica S, 2016, Toponymic Strata on the


Dobrogea Bank of the Danube Seen from

9 Pendidikan Budaya dan Sejarah: “Dibalik Revitalisasi Budaya”


FKIP Universitas PGRI Banyuwangi Seminar Nasional

Helleland B, 2012, Place Names and US-China Public Administration 9(9):


Identities, Oslo Studies in Language 4(2): 10841096
95-116
Roesmawati A, 2013, Sistem Penamaan
Istiana, 2012, Bentuk dan Makna Kelurahan di Kota Probolinggo (Kajian
NamaNama Kampung di Kecamatan Tradisi Lisan), Skripsi, Program Studi
Kotagede, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Skripsi, Program Studi Bahasa dan Sastra Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni,
Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Yogyakarta Universitas Jember

Nicolae I, 2010, Camino De Santiago – Ryu J-H, 2012, A Cultural History of Korean
Place Names and Street Names as Border Toponyms, Korea Journal/Spring 2012: 5-10
Posts in the Collective Memory (I), Human
Geographies – Journal of Studies and Singh V, Kumari L, 2016, Toponymy or the
Research in Human Geography 4(1): 17-31 Geography of Place-Names in the Aravalli
Hills and Semi-Arid Plains of
Nurhasanah, Wahya, Sunarni N, 2014, Rajasthan, RNI Periodic Research V(2): 4448
The Name of six Villages at Situraja
District Sumedang Regency Sujatna ETS, Heriyanto, Pamungkas K,
2016, Place-Naming of Tourism
(Ethnolinguistic Study), International
Destinations in Jawa Barat: A Toponymy
Journal of English and Education 3(3):
Study, Ijasos - International E-Journal of
3339
Advances in Social Sciences II(5): 471-476
Owu-Ewie C, 2014, A Morphosyntactic
Taqyuddin, 2016, Punahnya Toponimi
Analysis of Some Fante Habitation
Indikasi Erosi Bahasa dan Punahnya
Names (Econym), The International Journal
Bangsa, Makalah, Seminar Nasional
Of Humanities & Social Studies 2(5): 232243
Toponimi “Toponimi dalam Perspektif
Prihadi, 2015a, Struktur Bahasa Nama Ilmu Budaya, FIB-UI,
Pedusunan (Kampung) di Daerah https://www.staff.blog.ui.ac.id, diakses
Istimewa Yogyakarta: Kajian tanggal 14 Maret 2017
Antropolinguistik, Litera 14(2): 307-316
Wardini E, 2012, Some Aspects of
Prihadi, 2015b, The Cultural Background Aramaic as Attested in Lebanese Place
of Toponim System of Hamlets/Villages Names, Orientalia Suecana LXI Suppl: 2129
in Yoyakarta Special Province (an
Antropolinguistic Study), Research on Pendidikan Budaya dan Sejarah: “Dibalik
Revitalisasi
Humanities and Social Sciences Budaya”
5(6): 96103

Priyomarsono MW, 2012, Historical


Review of “Kampung” Baluwerti in Keraton
Palace as “Evidence” of Java Villages’
Development in Surakarta, Journal of

10

Anda mungkin juga menyukai