IV.1.2.2. Geologi
Sebagian besar formasi batuan dan tanah di wilayah Kota Banjarmasin
adalah jenis Alluvium (Qa) yang dibentuk oleh kerikil, pasir, lempung dan
lumpur. Adapun kondisi dan struktur geologi di Kota Banjarmasin adalah sebagai
berikut :
a. Formasi Berai (tomb); terbentuk dari batu gamping putih berlapis
dengan ketebalan 20-200 cm
b. Formasi Dahor (Tqd); terbentuk oleh pasir kuarsa, konglomerat dan
batu lempeng dengan susunan lignit dengan ketebalan 2-10 cm
c. Formasi Karamalan (KaK); dibentuk oleh persilingan batu lanau dan
batu lempung dengan ketebalan berkisar 20-50 cm
d. Formasi Pudak (Kap); dibentuk oleh lava yang ditambah perselingan
antara bleksi/konglomerat dan batuan pasir dengan olistolit berupa
batu gampigng, basal, batuan malihan dan ultramafik.
e. Formasi Tanjung (Tet); dibentuk oleh batu pasir kuarsa berlapis (50-
150 cm) dengan sisipan batu lempung kelabu yang memiliki ketebalan
50-150 cm pada bagian atas, serta batubara hitam mengkilap dengan
ketebalan 50-100 cm pada bagian bawah.
f. Alluvium (Qa); dibentuk oleh kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur
g. Formasi Pitanak (Kvep); disusun dan dibentuk oleh lava yang terdiri
atas struktur bantal berasosiasi dengan breksi dan konglomerat
25
IV.1.2.3 Tanah
Secara umum jenis tanah yang dominan di Banjarmasin adalah aluvial
dengan dominasi struktur lempung dan sebagian berupa tanah Organosol Glei
Humus pada daerah rawa/gambut khususnya. Jenis tanah aluvial merupakan ciri
tanah dengan tingkat kesuburan yang baik, memiliki tingkat kandungan hara yang
tinggi dan banyak tergantung pada bahan induknya. Namun dominasi jenis tanah
ini terdapat pada lahan datar sehingga kendala yang sering terjadi adalah tanah ini
akan tergenang oleh air pada musim hujan. Tanah aluvial ini tergolong aluvial
humik karena terdapat material humus di dalamnya mempunyai bahan organik
±12 kg/m3 sedalam kurang dari satu meter dari permukaan. Jadi kandungan bahan
organiknya yang ada di dalamnya cukup tinggi sehingga tergolong subur. Selain
itu tanah ini memiliki tingkat keasaman yang relatif tinggi, tingkat salinitas yang
rendah dan kandungan pospor yang rendah.
Tanah tipe ini cukup sesuai untuk diaplikasikan dalam bidang lanskap
contohnya berkebun dan taman (Philip, 1932). Tipe tanah aluvial ini tergolong
pada derajat kesesuaian tanah sedang untuk berkebun sesuai dengan sifat kimia
dan fisiknya. Sifat tanah yang berlempung dengan pasir berliat menandakan
bahwa drainase sedang. Tanah tipe ini juga dapat dibangun dengan bangunan non
permanen ataupun semi permanen.
IV.1.2.4 Iklim
Secara klimatologi, Kota Banjarmasin beriklim tropis dengan klasifikasi
tipe iklim A dengan nilai Q=14,29% (rasio jumlah rata-rata bulan kering dengan
bulan basah). Temperatur udara bulanan di wilayah ini rata-rata 28ºC - 38ºC
dengan sedikit variasi musiman, dimana suhu udara maksimum 33ºC dan suhu
udara minimum 22ºC. curah hujan rata-rata mencapai 2.400 mm – 3.500 mm
dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600 mm – 3.500 mm. Angin yang
bertiup dari benua Australia merupakan angin kering, yang berakibat terjadinya
26
musim kemarau sementara itu angin Musim Barat dari Benua Asia menyebabkan
musim hujan yang sering terjadi pada bulan November sampai bulan April.
Penyinaran matahari tahunan rata-rata pada saat musim hujan 2,8 jam/hari
dan di musim kemarau 6,5 jam/hari. Kelembaban udara relatif bulanan rata-rata
tersebar jatuh pada bulan Januari yaitu ± 74% - 91% dan terkecil pada bulan
September yaitu ± 52%. Evaporasi dari permukaan air bebas karena penyinaran
matahari dan pengaruh angin, rata-rata harian sebesar 3,4 mm/hari di musim hujan
dan 4,1 mm/hari di musim kemarau. Evaporasi maksimum pernah terjadi sebesar
11,4 mm/hari dan minimum 0,2 mm/hari.
IV.1.2.5 Hidrologi
Secara hidrologi (terutama air permukaan), Kota Banjarmasin dikelilingi
oleh sungai-sungai beserta cabang-cabangnya, mengalir dari arah utara dan timur
laut ke arah barat daya dan selatan. Sungai-sungai tersebut mengalir membentuk
pola aliran mendaun (dendritik drainage patern) yang mana air mengalir dari
sungai cabang ke sungai utama. Sungai utama dan besar adalah Sungai Barito dan
beberapa cabang utama seperti Sungai Martapura, Sungai Alalak dan Sungai
Kuin. Muka air Sungai Barito dan Sungai Martapura dipengaruhi oleh pasang
surut Laut Jawa, sehingga mempengaruhi drainase kotadan apabila air laut pasang
maka sebagian wilayah kota digenangi air. Rendahnya permukaan lahan (0,16 m
di bawah permukaan air laut) menyebabkan air sungai menjadi payau dan asin
pada musim kemarau karena terjadi instrusi air laut.
maksimum. Aliran air yang terbendung di bagian hilir sungai yang menyebabkan
debit air sungai naik dan menyebar pada daerah-daerah resapan, debit air akan
terus naik ketika mendapat tambahan dari air hujan. Apabila kondisi daerah
resapan tidak mampu lagi menampung air, maka air akan bertambah naik dan
meluap ke daerah permukiman dan jalan.
Pada umumnya ketinggian permukaan air sungai di Banjarmasin mengacu
pada pasang surut air di muara (ambang luar) Sungai Barito, ini dikarenakan
semua sungai yang ada di Banjarmasin dipengaruhi pasokan air dari muara Sungai
Barito. Menurut perhitungan yang dilakukan oleh Dinas Ad-Pel Kota
Banjarmasin, muka air tertinggi pada ambang luar Sungai Barito setiap hari terjadi
secara relatif. Kondisi ini juga mempengaruhi jadwal keluar masuknya kapal ke
pelabuhan.
Kemiringan sungai di Banjarmasin sangat landai, karena kondisi topografi
yang relatif datar dengan arus lamban, serta banyaknya hambatan berupa
tumbuhan air dan tumbuhan rawa di sekitar sungai, sampah-sampah, endapan
lumpur yang besar dan banyaknya rumah-rumah penduduk yang dibangun di
pinggir sungai. Ketika kondisi surut arus mengarah ke bagian hilir dan sebaliknya
ketika pasang arus kembali ke bagian hulu. Kecepatan arus ketika pasang berkisar
antara 0,28 – 0,373 m/det (rata-rata 0,343 m/det), sedangkan pada saat surut
antara 0,321 – 0,395 m/det (rata-rata 0,363 m/det) [Dokumen AMDAL
Pembangunan Kawasan Wisata dan Rekreasi Banjarmasin Park, 2003 dalam
RTRW Kota Banjarmasin, 2009].
Tahun
No Lapangan Usaha
2006 2007 2008
1 Pertanian 0,88 0,88 0,83
2 Pertambangan dan Penggalian - - -
3 Industri Pengolahan 23,70 20,94 18,55
4 Listrik dan Air Minum 1,46 1,47 1,34
5 Bangunan dan Konstruksi 9,09 10,14 10,07
6 Perdagangan, Restoran dan Perhotelan 18,80 20,05 23,24
7 Pengankutan dan Komunikasi 22,17 22,04 21,33
Total 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS, Banjarmasin dalam Angka 2008
IV.1.3.2. Budaya
Banjarmasin dihuni oleh berbagai macam suku dan didominasi oleh suku
Banjar yang merupakan suku asli kota ini. Selain itu juga didiami oleh para
pendatang yang berasal dari daerah belakang (Hulu Sungai) dan dari luar provinsi
seperti Kalimantan Tengah, Jawa, Sulawesi dan Sumatera (Soenarto et al., 1985).
Secara umum budaya masyarakat Banjar tidak jauh berbeda dengan masyarakat
Indonesia pada umumnya yang mempunyai garis patriliniar. Kondisi alam yang
berawa-rawa dan mengandung gambut menyababkan rumah-rumah di kota ini
berbentuk rumah panggung yang terbuat dari kayu, selain itu pula rumah-rumah
banyak berada di sepanjang aliran sungai karena pada mulanya sungai merupakan
sara utama transportasi. Lebih dari 90% masyarakat Banjar beragama Islam dan
selain itu beragama Kristen, Budha serta Hindu yang kebanyakan merupakan
pendatang (Hayati, 2004).
Budaya masyarakat banjar mempunyai keterikatan erat dengan air. Hal ini
dikarenakan Kota Banjarmasin yang pada mulanya berbentuk muara sungai dan
sungai merupakan aksesibilitas utama pada saat itu. Keterikatan ini ditunjukan
dengan banyaknya nama kampung dan ungkapan sehari0hari yang dekat dengan
istilah air. Namaun pada saat ini keterikatan tersebut sudah mengalami degradasi
seiring dengan perubahan orientasi hidup masyarakat yang terus bergeser ke arah
darat.
29
IV.1.3.3. Kependudukan
Berdasarkan data tahun 2008 penduduk kota Banjarmasin 627.245 jiwa
yang terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 313.489 jiwa dan 313.756 jiwa
penduduk perempuan. Pertumbuhan penduduk dalam lima tahun terakhir sebesar
6,87 % atau rata-rata pertumbuhan penduduk 1,37% pertahun. Berdasarkan
wilayah kecamatan, kepadatan penduduk terbesar terdapat pada kecamatan
Banjarmasin Barat yang mencapai 11.201 jiwa/km.
Gambar 7. Lokasi Penelitian, View Mata Burung (Sumber : Dok. Dinas Sungai &
Drainase Kota Banjarmasin)
budaya. menurut informasi yang didapat dari hasil wawancara terhadap pejabat
setempat bangunan tersebut bukanlah benda bersejarah ataupun benda cagar
budaya. Bangunan tersisa yang terdapat pada tapak seperti pada umumnya
bangunan permukiman di pinggir sungai yang ada kawasan lain di Banjarmasin,
dimana bangunan didirikan di sepanjang sempadan sungai dan mengokupasi
badan sungai hingga ± 10–15 meter dari daratan/sempadan sungai. Gambar 8
merupakan kondisi tapak dilihat dari jembatan pasar lama dan jembatan merdeka.
Peta Orientasi
A
B
Tanpa skala
A
A B
Gambar 8. Kondisi Tapak dilihat dari (A) Jembatan Pasar Lama dan (B) Jembatan
Merdeka (Sumber : Dok. Dinas Sungai & Drainase, Dok. Pribadi dan Geo Eye,
2009)
32
33
pemadam kebakaran dan lainnya. Pola penggunaan lahan pada tapak setelah
pembebasan lahan oleh pemerintah kota, sebagian besar telah menjadi lahan
terbuka dan sisanya masih merupakan permukiman penduduk, pertokoan dan
warung makan (Gambar 9).
Sejarah perkembangan kawasan permukiman pada sekitar tapak sangat
dipengaruhi perkembangan masyarakat etnis cina yang ada pada sekitar tapak.
Sehingga dahulu kawasan ini terkenal sebagai Pecinan. Seiring dengan
perkembangan kota, saat ini kawasan pecinan telah bergeser dan hanya dapat
ditemui di sebelah timur tapak dimana kawasan ini juga telah mengalami
perubahan yang sangat pesat dari segi budaya dan arsitektur bangunan asli.
1. Transportasi Darat
Untuk transportasi darat dapat diakses melalui beberapa jalur jalan
yaitu melalui Jalan Piere Tendean yang berada di sebelah timur tapak,
melalui Jembatan Merdeka jika pengunjung yang datang berasal dari Jalan
Lambung Mangkurat atau Jalan Sudirman dan melalui Jembatan Pasar
Lama bagi pengunjung yang datang dari Jalan Pasar Lama maupun Jalan
Perintis Kemerdekaan. Adapun jenis moda transportasi yang bisa
digunakan ialah kendaraan roda dua, seperti motor, sepeda kemudian
kendaraan roda empat, seperti mobil pribadi dan angkutan umum (Gambar
10). Selain itu becak juga sering melintas di sekitar tapak.
34
2. Transportasi Sungai
Untuk transportasi melalui sungai dapat diakses dari dua arah yaitu
dari utara maupun selatan Sungai Martapura. Adapun moda transportasi
yang bisa digunakan adalah dengan perahu klotok (perahu motor) maupun
perahu jukung (perahu dayung). Perahu-perahu ini biasa melintasi
kawasan Sungai Martapura dengan berbagai kepentingan seperti berjualan,
pariwisata, maupun sebagai alat trasnportasi sehari-hari bagi masyarakat
Banjarmasin. Namun saat ini jumlah perahu jukung yang ada telah
berkurang ini dikarenakan perahu klotok lebih dipilih oleh mayoritas
masyarakat dikarenakan perahu ini lebih cepat dibanding perahu jukung
(Gambar 11). Adapun harga sewa untuk tiap jenis perahu tentu berbeda,
untuk jenis perahu klotok harga rata-rata yang ditawarkan pengusaha
berkisar Rp 100.000,00 – Rp 200.000,00 untuk sekali jalan dengan
hitungan per paket jalan mengelilingi Sungai Martapura hingga Sungai
Barito. Sedangkan untuk jenis perahu jukung harga yang ditawarkan
pengusaha rata-rata berkisar Rp 5000,00 – Rp 10.000,00 sekali jalan
dengan jarak yang lebih dekat.
Gambar 11. Moda Transportasi Perahu Mesin (Klotok) dan Perahu Jukung
35
air mengalir melewati tapak dan air limpasan (berlebih) dikeluarkan dari dalam
tapak. Pada saat air surut air hujan yang turun mengalir ke arah sungai namun air
akan tertahan apabila air sungai pasang.
VI.2.2.2. Tanah
Berdasarkan data sekunder yang telah didapat kondisi tanah secara umum
di wilayah Kecamatan Banjarmain Tengah ialah aluvial yang memiliki ciri-ciri
khusus yaitu kandungan bahan organiknya rendah, reaksi tanahnya masam sampai
netral, struktur tanahnya pejal dan memiliki sifat struktur yang keras pada kondisi
kering dan teguh pada kondisi lembab. Secara umum tanah ini memiliki
kesuburan yang cukup namun karena sering terendam oleh air sungai dan hujan
menyebabkan tanah ini kurang baik jika langsung digunakan sebagai media
tanam.
Pada waktu tertentu dapat dilihat burung elang terbang melintas di sekitar
tapak. Burung ini terbang pada waktu pagi dan sore hari, sesekali pada waktu
siang dan mereka terbang dari arah barat untuk mencari ikan di sungai. Selain
burung elang, burung walet juga terlihat terbang melintas sepanjang sungai.
Ketika pagi dan sore hari pada tapak dapat terdengar suara sekumpulan burung
walet dan ini dapat menjadi elemen akustik yang dapat menambah nilai dari tapak.
Sedangkan pada tapak hanya ditemukan serangga-serangga kecil seperti kupu-
kupu dan kumbang.
Dari kondisi eksisting pengguna tapak saat ini, dapat diambil kesimpulan
dari segi aktivitas, waktu dan ruang. Masyarakat yang tergolong dewasa
umumnya menggunakan ruang yang teduh atau ternaungi oleh pohon atau
bangunan. Aktivitas yang dilakukan antara lain, bersantai, berkumpul bersama,
beristirahat serta melihat pemandangan. Jenis aktivitas ini tergolong aktivitas
rekreasi pasif. Selain itu masyarakat menggunakan ruang terbuka ini untuk
melakukan rekreasi aktif seperti, memancing, berenang, mandi dan bersepeda.
40