Anda di halaman 1dari 83

STUDI KINERJA KEMAJUAN PENGGALIAN

TEROWONGAN TAILRACE PLTA PEUSANGAN PT


PLN (Persero)

TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada
Program Studi Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Institut Teknologi Bandung

Oleh:
Putu Nayaka Rahadita Diana
12112027

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017

i
LEMBAR PENGESAHAN

STUDI KINERJA KEMAJUAN PENGGALIAN TEROWONGAN


TAILRACE PLTA PEUSANGAN PT PLN (Persero)

Bandung, 21 Maret 2017

Disetujui Untuk

Program Studi Teknik Pertambangan

Institut Teknologi Bandung

Oleh:

Dosen Pembimbing

Putu Nayaka Rahadita Diana Prof. Dr. Ir. Budi Sulistianto, MT

NIM 12112027 NIP 196406161990011001

i
Abstrak

Terowongan tailrace PLTA Peusangan merupakan terowongan yang berfungsi untuk


mengalirkan air setelah melewati powerhouse chamber. Pada pembuatan terowongan
tailrace PLTA Peusangan, penggalian terowongan dilakukan dengan metode drill and
blast. Studi kinerja kemajuan terowongan tailrace perlu dilakukan untuk mengoptimasi
efektivitas penggalian terowongan sehingga didapat kemajuan penggalian sebesar
mungkin tanpa mengesampingkan faktor keamanan.
Penelitian ini difokuskan pada terowongan tailrace inlet dan tailrace upstream dengan
menggunakan data kemajuan terowongan harian dan pertimbangan nilai RMR
terowongan tailrace sehingga didapat efektivitas penggalian terowongan, pembagian
waktu terjadwal, dan kemajuan penggalian terowongan per satuan waktu.
Dalam studi ini, efisiensi penggalian terowongan tailrace inlet memiliki efisiensi
penggunaan waktu kerja sebesar 68% dan terowongan tailrace upstream sebesar 80%.
Walaupun efisiensi penggunaan waktu kerja di terowongan tailrace upstream lebih
tinggi, namun kemajuan penggaliannya lebih rendah dikarenakan nilai RMR yang lebih
kecil dibanding dengan terowongan tailrace inlet. Dengan kemajuan rata rata
penggalian terowongan tailrace sebesar 13,67 meter per minggu, maka diperlukan
waktu untuk menggali terowongan tailrace selama 56 minggu dari bulan Juni 2016.

Kata kunci : Efektivitas, efisiensi, kemajuan penggalian, RMR, terowongan tailrace

i
Abstract

Tailrace tunnel is a tunnel that serves to conveying water after pass the powerhouse
chamber. In the tunnel excavation of this tunnel, drill and blast is the method for
making tailrace tunnel. The analysis of excavation progress is necessary to optimize
the tunneling excavation so that we got the maximum excavation progress without
neglecting the safety factor.
This study focused on tailrace tunnel inlet and tailrace tunnel upstream using daily
progress report and RMR value judgements in order to get the effectiveness of tunnel
excavation, effective working hours, lost hours, and the progress of the excavation of
the tunnel per time unit.
In this study, the efficiency of the tailrace inlet tunnels has efficient working time by
68% and tailrace upstream tunnel by 80%. Although the efficient working time at
upstream tailrace tunnel higher, but the excavation progress was lower due RMR
value smaller than the tailrace tunnel inlet. With the average advancement tailrace
tunnel excavation of 13.67 meters per week, it will take to dig a tunnel tailrace during
the 56 weeks of the month of June 2016.

Keyword : Effectiveness, efficiency, excavation progress, RMR, tailrace tunnel

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan Tugas Akhir yang berjudul Studi Kinerja Kemajuan Penggalian
Terowongan Tailrace PLTA Peusangan PT PLN (Persero). Tugas akhir ini diajukan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Pogram Studi
Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut
Teknologi Bandung.

Penyusunan Tugas Akhir ini bertujuan untuk menganalisis kemajuan penggalian


terowongan pada dua tempat terowongan. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis
banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Eng. Ganda Marihot Simangunsong selaku Ketua Program Studi Teknik
Pertambangan ITB yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan Tugas Akhir di
lapangan ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Budi Sulistianto, MT, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan Tugas Akhir dan
telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga serta senantiasa memberikan
bimbingan dan arahan penulis selama penyusunan Tugas Akhir.
3. Bapak Prof., Dr., Ir., Irwandy Arif, M.Sc. selaku dosen wali yang telah memberikan
saran dan nasihat selama mengikuti kegiatan perkuliahan di Program Studi Teknik
Pertambangan.
4. Bapak Firly Rachmaditya Baskoro, S.T., M.T. selaku dosen yang membantu dan
memberikan nasihat dan semangat dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.

i
5. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Teknik Pertambangan ITB yang telah
membantu penulis selama menjalani perkuliahan di Program Studi Teknik
Pertambangan ITB.
6. Pak Ikhsan, Bang Hari, Bang Fadil, Bang Singgar, Mas Nanda, selaku pegawai
PLN yang membimbing saya selama pengerjaan tugas akhir di lapangan.
7. Bapak Alit dan Ibu Yuni selaku orang tua penulis yang selama selalu mendukung,
memberikan semangat tiada henti dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
8. Qodri Hadi Putra yang telah menjadi teman seperjuangan penulis yang selalu
pantang menyerah dan tidak bosan menemani dalam menyelesaikan Tugas Akhir
ini.
9. Nurur dan Fani yang telah membantu dalam memahami permasalahan dalam
pengerjaan Tugas Akhir ini
10. Anzhari, Hizha, Qori, Habib, Joken, Rifki, Ipul, Mukti, Dani, Resti selaku teman
seperjuangan di Laboratorium Perencanaan tambang.
11. Robby, Valdo, Arwin, Marty, Penyok, Kipli, Zulis, Tiara, Gifari, Bagus, Tri,
Samid, serta teman-teman Tambang 2012 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu
persatu sebagai rekan seperjuangan dan keluarga selama menempuh rangkaian
akademik maupun non akademik di Program Studi Teknik Pertambangan ITB
12. Himpunan Mahasiswa Tambang yang telah memberikan pelajaran dan pegalaman
yang sangat berharga bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa hasil penyusunan Tugas Akhir ini masih jauhh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
perbaikan di masa yang akan datang.

Bandung, 8 Maret 2017

Putu Nayaka Rahadita Diana

ii
Daftar Isi

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... i

Abstrak ........................................................................................................................... i

Abstract .......................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

Daftar Isi....................................................................................................................... iii

Daftar Gambar .............................................................................................................. vi

Daftar Tabel ............................................................................................................... viii

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................ 1

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 2

1.4 Batasan Masalah ............................................................................................. 2

1.5 Alur Penelitian ................................................................................................ 2

1.6 Sistematika Penulisan ..................................................................................... 4

1.7 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN UMUM ...................................................................................... 5

2.1 Gambaran Umum Proyek ............................................................................... 5

2.2 Lokasi dan Ketersampaian Daerah ................................................................. 9

2.3 Kondisi Topografi dan Lingkungan ............................................................. 13

2.4 Kondisi Geologi Daerah Penelitian .............................................................. 13

2.5 Metode Penggalian Terowongan Tailrace PLTA Peusangan ...................... 14

iii
2.5.1 Surveying ............................................................................................... 14

2.5.2 Drilling and Blasting ............................................................................ 15

2.5.3 Scaling and Mucking ............................................................................. 17

2.5.4 Steel Support Installation ...................................................................... 17

2.5.5 Steel Fiber Reinforced Shotcrete Installation ....................................... 18

2.5.6 Rockbolt Installation ............................................................................. 19

2.5.7 Forepoling and Grouting ...................................................................... 19

BAB 3 TEORI DASAR ............................................................................................ 20

3.1 Pendahuluan ................................................................................................. 20

3.2 Prinsip Metode Drilling and Blasting ........................................................... 21

3.2.1 Drilling .................................................................................................. 22

3.2.2 Charging ............................................................................................... 23

3.2.3 Blasting ................................................................................................. 23

3.2.4 Smoke Clearing ..................................................................................... 23

3.2.5 Loading and Hauling ............................................................................ 23

3.2.6 Scaling ................................................................................................... 23

3.2.7 Supporting ............................................................................................. 24

3.2.8 Surveying ............................................................................................... 24

3.3 Parameter Kemajuan Penggalian .................................................................. 24

3.3.1 Rock Mass Rating (RMR) ..................................................................... 25

3.3.2 Komponen Waktu ................................................................................. 37

BAB 4 DATA DAN PENGOLAHAN DATA ......................................................... 39

4.1 Pengambilan Data ......................................................................................... 39

iv
4.1.1 Lokasi Pengambilan Data ..................................................................... 39

4.1.2 Waktu dan Cara Pengambilan Data ...................................................... 40

4.2 Nilai RMR Terowongan ............................................................................... 42

4.2.1 RMR Terowongan Tailrace Inlet .......................................................... 42

4.2.2 RMR Terowongan Tailrace Upstream ................................................. 43

4.2.3 RMR Rata Rata Terowongan Tailrace Inlet dan Terowongan Tailrace
Upstream .............................................................................................................. 44

4.3 Kinerja Penggalian Tunnel ........................................................................... 45

4.3.1 Kinerja Penggalian Terowongan Tailrace Inlet .................................... 45

4.3.2 Kinerja Penggalian Terowongan Tailrace Upstream............................ 47

4.3.3 Rekapitulasi Kinerja Penggalian Terowongan Tailrace ....................... 48

4.4 Kalkulasi Pembagian Waktu Terjadwal ....................................................... 49

4.4.1 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan Tailrace Inlet .................... 49

4.4.2 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan Tailrace Upstream ............ 51

4.5 Kemajuan Penggalian Terowongan Tailrace ............................................... 54

4.5.1 Kemajuan Penggalian Terowongan Tailrace Perminggu ..................... 54

4.5.2 Akumulasi Kemajuan Terowongan....................................................... 56

4.6 Waktu per Siklus Peledakan untuk Terowongan Tailrace Inlet dan
Terowongan Tailrace Upstream .............................................................................. 56

4.7 Perbandingan Jarak Tiap Pemasangan Penyanggaan pada Terowongan


Tailrace ................................................................................................................... 59

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN.............................................................. 61

5.1 Analisis Waktu Terjadwal ............................................................................ 61

5.1.1 Analisis Waktu Terjadwal Keseluruhan Terowongan Tailrace ............ 61

v
5.1.2 Optimasi Waktu Terjadwal ................................................................... 63

5.2 Analisis Kemajuan Terowongan .................................................................. 64

BAB 6 PENUTUP .................................................................................................... 69

6.1 Kesimpulan ................................................................................................... 69

6.2 Saran ............................................................................................................. 69

Daftar Pustaka ............................................................................................................. 70

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Alur Penelitian........................................................................................... 3


Gambar 2.1 Jalur Koordinasi Proyek PLTA Peusangan ............................................... 6
Gambar 2.2 Kurva Pengerjaan Lot 1 PLTA Peusangan ............................................... 7
Gambar 2.3 Kurva Pengerjaan Lot 2 PLTA Peusangan ............................................... 8
Gambar 2.4 Kurva Pengerjaan Lot 3 PLTA Peusangan ............................................... 8
Gambar 2.5 Lokasi Ketersampaian Proyek PLTA Peusangan.................................... 10
Gambar 2.6 Lokasi PLTA Peusangan Berdasarkan Google Maps ............................. 11
Gambar 2.7 Gambar Tampak Atas Proyek PLTA Peusangan .................................... 12
Gambar 2.8 Gambaram Umum Tampak Samping Proyek PLTA Peusangan ............ 12
Gambar 2.9 Alur Pemasangan Penyanggaan Tipe D .................................................. 14
Gambar 2.10 Geometri Peledakan Terowongan Tailrace PLTA Peusangan ............. 16
Gambar 2.11 Geometri Lubang Peledakan Terowongan Tailrace PLTA Peusangan 17
Gambar 2.12 Pemasangan Steel Support Terowongan Tailrace PLTA Peusangan.... 18
Gambar 2.13 Penyemprotan Shortcrete dan Metode Penyemprotan Shortcrete
Terowongan Tailrace .................................................................................................. 18
Gambar 3.1 Siklus Peledakan Bawah Tanah .............................................................. 22
Gambar 3.2 Hubungan antara Stand Up Time dengan Span untuk Berbagai Kelas
Massa Batuan Berdasarkan Klasifikasi Sistem RMR (Bieniawski, 1989) ................. 37
Gambar 4.1 Tampak Samping Terowongan Tailrace PLTA Peusangan .................... 39
Gambar 4.2 Peta Main Access Tunnel dan Terowongan Tailrace PLTA Peusangan 40

vi
Gambar 4.3 Data Harian Terowongan Tailrace Inlet .................................................. 41
Gambar 4.4 Jumlah Shift yang Digunakan Dalam Pengolahan Data ......................... 45
Gambar 4.5 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan Tailrace Inlet Mei ............... 49
Gambar 4.6 Presentase Kegiatan Penggalian Terowongan Tailrace Inlet Mei .......... 50
Gambar 4.7 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan Tailrace Inlet Juni ............... 50
Gambar 4.8 Presentase Kegiatan Penggalian Terowongan Tailrace Inlet Juni .......... 51
Gambar 4.9 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan Tailrace Upstream Mei ...... 52
Gambar 4.10 Presentase Kegiatan Penggalian Terowongan Tailrace Upstream Mei 53
Gambar 4.11 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan Tailrace Upstream Juni .... 53
Gambar 4.12 Presentase Kegiatan Penggalian Terowongan Tailrace Upstream Juni
..................................................................................................................................... 54
Gambar 4.13 Perbandingan Kemajuan Terowongan Per Minggu .............................. 55
Gambar 4.14 Akumulasi Kemajuan Terowongan Bulan Mei - Juni ........................... 56
Gambar 4.15 Jarak Penyanggaan Steel Support .......................................................... 59
Gambar 4.16 Jarak Penyemprotan Shortcrete ............................................................. 59
Gambar 4.17 Jarak Antar Baris Rockbolt ................................................................... 60
Gambar 4.18 Jarak Antar Perkuatan Grouting .......................................................... 60
Gambar 5.1 Pembagian Waktu Terjadwal Tailrace Upstream .................................... 61
Gambar 5.2 Perbandingan Waktu Terjadwal Terowongan Tairace PLTA Peusangan
..................................................................................................................................... 62
Gambar 5.3 Perbandingan Waktu Drilling for Forepoling......................................... 66
Gambar 5.4 Perbandingan Waktu Grouting................................................................ 66
Gambar 5.5 Perbandingan Waktu Installation of Steel Support ................................. 67
Gambar 5.6 Perbandingan Waktu Installation Rock Bolts.......................................... 67
Gambar 5.7 Perbandingan Jarak Tiap - Tiap Penyanggaan ........................................ 68

vii
Daftar Tabel

Tabel 2-1 Progress Pengerjaan masing masing Lot PLTA Peusaangan.................... 7


Tabel 2-2 Alat Alat Survey pada Terowongan Tailrace .......................................... 15
Tabel 3-1 Hubungan Nilai UCS dengan Kualitas Massa Batuan ............................... 25
Tabel 3-2 Pembobotan Parameter Kekuatan Batuan Utuh ......................................... 27
Tabel 3-3 Rock Quality Designation (RQD) (Bieniawski, 1989) ............................... 29
Tabel 3-4 Jarak Antar (Spasi) Kekar (Bieniawski, 1989) ........................................... 29
Tabel 3-5 Penggolongan dan Pembobotan Kekasaran Menurut Bieniawski (1976) .. 30
Tabel 3-6 Tingkat Kelapukan Batuan (Bieniawski, 1976).......................................... 32
Tabel 3-7 Panduan Klasifikasi Kondisi Kekar (Bieniawski, 1989) ............................ 33
Tabel 3-8 Kondisi Air Tanah (Bieniawski, 1989) ....................................................... 34
Tabel 3-9 Pengaruh Orientasi Kekar Terhadap Penggalian Terowongan (Bieniawski,
1989) ........................................................................................................................... 35
Tabel 3-10 Penyesuaian Terhadap Pengaruh Orientasi Kekar Pada Terowongan
(Bieniawski, 1989) ...................................................................................................... 36
Tabel 3-11 Rekomendasi Penyangga berdasarkan RMR (Bieniawski, 1989) ............ 36
Tabel 4-1 RMR Terowongan Tailrace Inlet Tanggal 14 ............................................ 42
Tabel 4-2 RMR Terowongan Tailrace Inlet Tanggal 16 ............................................ 42
Tabel 4-3 RMR Terowongan Tailrace Inlet Tanggal 18 ............................................ 43
Tabel 4-4 RMR Terowongan Tailrace Upstream Tanggal 16 .................................... 43
Tabel 4-5 RMR Terowongan Tailrace Upstream Tanggal 18 .................................... 44
Tabel 4-6 RMR Terowongan Tailrace Upstream Tanggal 21 .................................... 44
Tabel 4-7 RMR Rata - Rata Terowongan Tailrace Inlet dan Terowongan Tailrace
Upstream ..................................................................................................................... 44
Tabel 4-8 Kinerja Penggalian Terowongan Tailrace Inlet .......................................... 45
Tabel 4-9 Kinerja Penggalian Terowongan Tailrace Upstream .................................. 47
Tabel 4-10 Kinerja Peenggalian Terowongan Tailrace .............................................. 48
Tabel 4-11 Pembagian Waktu Baku Terjadwal Terowongan Tailrace Inlet Mei ....... 49

viii
Tabel 4-12 Pembagian Waktu Baku Terjadwal Terowongan Tailrace Inlet Juni ...... 50
Tabel 4-13 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan Tailrace Upstream Mei ........ 52
Tabel 4-14 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan Tailrace Upstream Juni ....... 53
Tabel 4-15 Kemajuan Terowongan Tailrace Per Minggu .......................................... 55
Tabel 4-16 Kemajuan Rata - Rata Terowongan Tailrace ........................................... 55
Tabel 4-17 Akumulasi Kemajuan Terowongan Tailrace............................................ 56
Tabel 4-18 Waktu per Siklus Peledakan Terowongan Tailrace Inlet ......................... 57
Tabel 4-19 Waktu per Siklus Peledakan Terowongan Tailrace Upstream ................. 57
Tabel 4-20 Waktu per Siklus Peledakan Terowongan Tailrace Upstream Juni ......... 58
Tabel 5-1 Data Lost Hours Terowongan Tailrace Bulan Mei dan Juni...................... 63
Tabel 5-2 Perbandingan Efektivitas, Kemajuan, dan RMR Terowongan Tailrace .... 65

ix
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuntutan pembangunan di segala bidang semakin menjadi fokus pemerintah,


pemerataan pembangunan juga merupakan rencana pembangunan di Indonesia.
Banyak kemajuan yang harus dikejar untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan
ketertinggalan ini harus dikejar dengan pembangunan di segala bidang, salah satunya
adalah di sektor energi. Pembangunan PLTA Peusangan merupakan salah satu tuntutan
pembangunan dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan masyarakat Aceh melalui
fasilitas listrik. Pada proyek penggalian terowongan tailrace PLTA Peusangan, tentu
ingin didapatkannya kemajuan penggalian sepanjang mungkin. Namun pengerjaan
terowongan tailrace PLTA Peusangan tidak terlepas dari berbagai macam masalah
seperti faktor keselamatan dan faktor alat gali dan peledakan, menyebabkan timeline
pengerjaan mundur. PLTA peusangan ditargetkan beroperasi pada tahun 2017, namun
karena ada berbagai masalah pada proyek ini, kontraktor harus tetap berusaha
memenuhi target penyelesaian proyek ini. Pada proses pembuatan terowongan PLTA
Peusangan, efektivitas pekerja merupakan salah satu hal utama. Tentunya diinginkan
kemajuan sebesar mungkin tanpa mengesampingkan faktor keamanan dalam kegiatan
penggalian terowongan ini. Maka dari itu dilakukan studi terkait efisiensi penggunaan
waktu kerja mempertimbangkan beberapa faktor pada penggalian terowongan tailrace
PLTA Peusangan untuk mengidentifikasi kendala teknis dan non teknis yang terjadi
selama operasi proyek.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan suatu masalah yaitu diperlukannya
studi kinerja kemajuan penggalian terowongan tailrace PLTA Peusangan untuk
mengetahui dan mengoptimasi efektivitas penggalian terowongan.

1
1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kinerja dan keefektifan penggalian terowongan tailrace PLTA


Peusangan
2. Memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk penggalian terowongan tailrace
PLTA Peusangan dan mempertimbangkan kondisi batuan

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Terowongan tailrace yang diteliti adalah terowongan tailrace inlet dan tailrace
upstream
2. Jumlah hari kerja pada satu minggu adalah 7 hari kerja, dengan jumlah shift
pada satu hari kerja adalah 2 shift, dengan jumlah jam dalam satu shift adalah
12 jam
3. Usia dan kondisi alat tidak diperhitungkan dalam kemajuan terowongan
4. Penelitian ini tidak mempertimbangkan aspek ekonomis

1.5 Alur Penelitian

Alur penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini dapat dilihat pada gambar 1.1

2
Gambar 1.1 Alur Penelitian

3
1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian tugas akhir ini adalah:

Bab 1 Pendahuluan
Bab 2 Tinjauan Umum
Bab 3 Teori Dasar
Bab 4 Data dan Pengolahan Data
Bab 5 Analisis dan Pembahasan
Bab 6 Penutup

1.7 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian tugas akhir ini adalah untuk mengetahui
efektivitas kemajuan penggalian, faktor faktor teknis dan non teknis yang menjadi
kendala selama alat beroperasi, serta parameter operasi yang paling memengaruhi
kemajuan penggalian terowongan sehingga kemajuan terowongan dapat dioptimasi.

4
BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Gambaran Umum Proyek

PLTA Peusangan atau Hydroelectic Power Plant Peusangan terletak di Kabupaten


Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang merupakan pembangkit
listrik tenaga air yang memanfaatkan aliran air dari Danau Laut Tawar. Proyek
pembuatan PLTA ini berada dibawah pemerintah Indonesia, yaitu PLN dan kerjasama
ekonomi dengan Japan International Cooperation Agency (JICA), perusahaan
konsultan yang digunakan adalah Nippon Koei Co., Ltd dan Hyundai Corporation
sebagai kontraktor utama proyek. Jalur koordinasi pelaksanaan proyek PLTA
Peusangan dapat dilihat pada gambar 2.1

5
Gambar 2.1 Jalur Koordinasi Proyek PLTA Peusangan (PT PLN, 2012)

Pembagian pengerjaan proyek dibagi menjadi 3 kontrak utama (lot), yaitu:

Main civil work (lot 1)


Metal work (lot 2)
Electromechanical work (lot 3)

Sampai dengan 30 April 2016, progress pembuatan PLTA Peusangan sudah mencapai
58,40% seperti pada tabel 2-1 dan gambar 2.2 2.4 Pembangunan PLTA Peusangan
nantinya akan menghasilkan daya sebesar 323 GW per tahunnya.

6
Tabel 2-1 Progress Pengerjaan masing masing Lot PLTA Peusaangan (PT PLN, 2016)

Gambar 2.2 Kurva Pengerjaan Lot 1 PLTA Peusangan (PT PLN, 2016)

7
Gambar 2.3 Kurva Pengerjaan Lot 2 PLTA Peusangan (PT PLN, 2016)

Gambar 2.4 Kurva Pengerjaan Lot 3 PLTA Peusangan (PT PLN, 2016)

8
2.2 Lokasi dan Ketersampaian Daerah

Penelitian tugas akhir dilakukan di terowongan yang akan digunakan untuk


mengalirkan air setelah melewati powerhouse chamber PLTA Peusangan atau
Peusangan. HEPP Peusangan berada di Takengon, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten
Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam seperti pada gambar 2.5 dan 2.6.
Terdapat beberapa alternatif untuk dapat mencapai lokasi tersebut. Yang pertama
adalah melalui Banda Aceh dan melakukan perjalanan darat ke Takengon selama
kurang lebih 10 jam. Dapat juga melakukan perjalanan darat dari Medan yang
menempuh waktu kurang lebih 12 jam. Alternatif lainnya adalah dengan melakukan
perjalanan udara menuju bandara di Lhokseumawe dilanjutkan dengan perjalanan darat
dari Lhokseumawe menuju Takengon selama kurang lebih 4 jam.

9
Gambar 2.5 Lokasi Ketersampaian Proyek PLTA Peusangan (PT PLN, 2016)

10
Gambar 2.6 Lokasi PLTA Peusangan Berdasarkan Google Maps (Google, 2016)

Lokasi pengambilan data dilakukan pada terowongan tailrace yang merupakan


terowongan yang berfungsi untuk mengalirkan air setelah melewati powerhouse
chamber. Letak terowongan tailrace dapat dilihat pada gambar 2.7 dan 2.8

11
Gambar 2.7 Gambar Tampak Atas Proyek PLTA Peusangan (PT PLN, 2012)

Gambar 2.8 Gambaram Umum Tampak Samping Proyek PLTA Peusangan (PT PLN, 2012)

12
2.3 Kondisi Topografi dan Lingkungan

Secara geografis Kabupaten Aceh Tengah berada di posisi antara 4010 4058 LU
dan 96018 96022 BT. Kabupaten Aceh Tengah memiliki wilayah seluas 431.839
Ha atau setara dengan 4.318,39 km2, berbatasan langsung dengan Kabupaten Bener
Meriah dan Bireuen di sebelah utara, Kabupaten Gayo Lues di sebelah selatan,
Kabupaten Nagan Raya dan Pidie di sebelah barat, serta Kabupaten Aceh Timur di
sebelah timur.

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan berada di wilayah Kabupaten Aceh
Tengah memiliki klasifikasi kelerengan <8%, 8-15%, 16-25%, 26-40%, dan >40%.
Kondisi ketinggian Kabupaten Aceh Tengah dibedakan menjadi datar, landau,
berombak, bergelombang, berbukit, bergunung dengan ketinggian 100 2000 mdpl.
Penggunaan lahannya didominasi oleh kawasan hutan seluas 280.647 Ha atau 64,98%
dari luas wilayah, dan sisanya berupa tanah bangunan, sawah, kebun, ladang, padang
rumput, rawa rawa, kolam, tambak, dan perkebunan.

2.4 Kondisi Geologi Daerah Penelitian

Batuan yang ada pada terowongan tailrace di PLTA Peusangan terdiri dari, batupasir
(sandstone), skis (schist), dan breksi vulkanik (volcanic breccia). Bidang lemah yang
ada di daerah terowongan tailrace umumnya terdiri dari bidang perlapisan dan vertical
joint. Struktur patahan yang ada pada lokasi tersebut terdiri dari dua yaitu bedding fault
dan lateral fault. Bedding fault kemungkinan terbentuk pada masa Late Mesozoic
hingga Early Cenozoic, sedangkan lateral fault kemungkinan terbentuk pada masa Late
Tertiary hingga Quarternary.

Menurut N.R. Cameron et al, secara regional Takengon mengalami dua periode
deformasi yaitu pada Zaman Pra Tersier dan Tersier. Pada Zaman Pra Tersier,
lipatan isoclinal pada Formasi Kluet pada umumnya sumbu lipatan berarah barat laut
tenggara. Fase utama deformasi zaman tersier adalah lipatan di Group Meureudu

13
yang disertai dengan batas batas plutonisme. Deformasi ini sudah terjadi pada
oligosen akhir dimana strukturnya sangat kompleks.

Struktur geologi daerah Takengon sangat dipengaruhi oleh sistem sesar sumatera
(Sumatera Fault System) yang berarah barat laut tenggara. Daerah PLTA Peusangan
sendiri kemungkinan termasuk kedalam Formasi Bampo, dimana batuan yang ada di
formasi tersebut adalah black pyritic mudstone atau argillite, batulanau dan batupasir
karbonat. Formasi yang ada di sekitar daerah penelitian adalah Formasi Penarun,
Formasi Tawar, Formasi Peutu, Formasi Bruksah.

2.5 Metode Penggalian Terowongan Tailrace PLTA Peusangan

Operasi pembuatan terowongan PLTA Peusangan dengan panjang kurang lebih 3200
meter dimulai dengan tahap pengembangan pada bulan Agustus 2012 dan penggalian
lubang bukaan terowongan dimulai pada tanggal 26 September 2012. Terowongan
tailrace memiliki bentuk lubang bukaan berupa tapal kuda dengan lebar 4,7 m dan
tinggi 4,45m. Kondisi batuan disekitar terowongan terowongan tailrace yang buruk
mengharuskan terowongan tailrace menggunakan penyanggan type D.

Dalam operasi pembuatan terowongan tailrace dengan penyanggaan type D, terdapat


urutan kegiatan seperti gambar 2.9 berikut:

Gambar 2.9 Alur Pemasangan Penyanggaan Tipe D (Hyundai, 2012)

2.5.1 Surveying
Surveying merupakan kegiatan pertama yang dilakukan pada operasi penggalian
terowongan tailrace. Surveying dilakukan oleh surveyor setiap hari dengan peralatan

14
yang tertera pada tabel 2-2. Survey berguna untuk menentukan posisi face aktual,
sehingga dengan data dari surveyor, dapat menentukan kemajuan terowongan secara
berkala.

Tabel 2-2 Alat Alat Survey pada Terowongan Tailrace (Hyundai, 2012)

2.5.2 Drilling and Blasting


Blasting atau peledakan merupakan tahap utama dalam penggalian terowongan
berbatuan keras. Tahap ini berupa pemberaian batuan menjadi ukuran yang lebih kecil
sehingga batuan lebih mudah untuk digali. Peledakan pada terowongan tailrace
menggunakan bahan peledak emulsion explosive dan electric detonator dengan pola
peledakan yang dilakukan tertera pada gambar 2.10 dan 2.11. Peledakan pada
terowongan tailrace biasanya dilakukan setiap 2,5 2,7 meter.

15
Gambar 2.10 Geometri Peledakan Terowongan Tailrace PLTA Peusangan (Hyundai, 2012)

16
Gambar 2.11 Geometri Lubang Peledakan Terowongan Tailrace PLTA Peusangan (Hyundai, 2012)

2.5.3 Scaling and Mucking


Setelah dilakukannya blasting, akan dilakukan scaling terlebih dahulu untuk
memastikan lubang bukaan sesuai dengan bentuk yang direncanakan. Hanging rock
yang tersisa akan digali dengan backhoe (kapasitas 0.6m3 dan 0.3m3. Bila lubang
bukaan lebih kecil dari desain peledakan, maka scaling akan dilakukan dengan rock
breaker.

Mucking dilakukan dengan backhoe sebagai loading unit dan dump truck kapasitas 5
ton digunakan sebagai hauling vehicle untuk membawa material menuju dumping
point.

2.5.4 Steel Support Installation


Untuk batuan yang butuh penyanggan tipe C dan D, maka steel support mutlak
diperlukan. Steel support yang dipasang memiliki spesifikasi 100 x 100 (H-beam).
Instalasi steel support dilakukan secepatnya setelah proses mucking selesai.

17
Gambar 2.12 Pemasangan Steel Support Terowongan Tailrace PLTA Peusangan

2.5.5 Steel Fiber Reinforced Shotcrete Installation


Ketebalan shortcrete berkisar antara 5 15 cm tergantung jenis penyanggan yang
diperlukan oleh batuan sekitar terowongan dan akan disemprot menjadi satu atau dua
lapis tergantung kondisi penyanggan yang dibutuhkan. Jarak antara nozzle dengan
spraying surface harus berkisar pada jarak 1,0 1,5 meter dan penyemprotan shortcrete
dilakukan tegak lurus dengan permukaan batuan seperti pada gambar 2.15.

Gambar 2.13 Penyemprotan Shortcrete dan Metode Penyemprotan Shortcrete Terowongan Tailrace

18
2.5.6 Rockbolt Installation
Pemboran lubang rockbolt dilakukan dengan 2-boom jumbo drill dengan diameter 37
50 mm. Setelah pemboran lubang rockbolt, lubang tersebut akan disemprotkan
dengan air dan udara untuk membersihkan serpihan batuan yang masih tersisa pada
lubang rockbolt. Setelah pembersihan lubang rockbolt, instalasi rockbolt dilakukan
untuk memperkuat struktur terowongan. Rockbolt yang dipasang memiliki spesifikasi
panjang 2.0 meter atau 2.5 meter.

2.5.7 Forepoling and Grouting


Forepoling merupakan tiang yang memiliki banyak lubang pada sisinya yang berfungsi
untuk mengalirkan fluida pada proses grouting. Grouting merupakan proses yang
tergolong sebagai rock improvement method untuk meningkatkan kekuatan batuan
pada terowongan tailrace.

19
BAB 3
TEORI DASAR

3.1 Pendahuluan

Dalam kegiatan pembuatan terowongan, dikenal beberapa metode konstruksi, yaitu:

Cut and cover, merupakan metode dimana lapisan permukaan digaliterlebih


dahulu sampai mencapai kedalaman yang diinginkan kemudian dilakukan
pengecoran dan penimbunan kembali. Metode ini dapat mengakomodasi
terowongan yang memiliki bentuk tidak seragam. Metode cut and cover sering
diterapkan pada pembangunan stasiun bawah tanah. Pekerjaan dengan metode
ini hampir mirip dengan pekerjaan konstruksi jalan pada umumnya, hanya saja
melibatkan penggalian yang lebih dalam. Metode ini memiliki kelemahan, yaitu
menggunakan area yang luas di permukaan dan dapat mengganggu aktivitas di
permukaan.
Drilling and blasting, merupakan metode pembuatan terowongan dengan
menggunakan bahan peledak. Pada umumnya digunakan alat bor yang
diaplikasikan pada permukaan terowongan yang dikehendaki. Tujuan
penggunaan alat bor ini adalah untuk menciptakan lubang tembak yang akan
diisi oleh bahan peledak. Ketika proses peledakan sudah dilakukan, kegiatan
pemuatan bahan galian harus dilakukan sebelum proses peledakan selanjutnya
dilakukan. Meskipun tergolong lebih murah, metode drill and blast memiliki
kelemahan, yaitu menyebabkan kebisingan dan getaran yang cukup signifikan
bila terowongan berada di daerah perkotaan.
New Austrian Tunneling Method, merupakan suatu sistem pembuatan
terowongan dengan menggunakan shortcrete dan rock bolt sebagai penyangga
sementara terowongan sebelum pemasangan lining concrete. Sebelum
dimulainya penggalian, terowongan dibagi terlebih dahulu ke beberapa bagian.
Bagian-bagian tersebut kemudian digali secara berurutan dengan menggunakan

20
peralatan-peralatan tambang seperti roadheader dan backhoe. Akan tetapi
penggalian dengan metode ini memerlukan kondisi lapisan yang kering
sehingga proses penirisan sangat penting untuk dilakukan di awal penggalian.
Kelemahan dari metode ini adalah durasi yang relatif lama bila dibandingkan
dengan metode lainnya.
Tunnel Boring Machine (TBM), merupakan suatu mesin yang memiliki
diameter satu meter sampai hampir enam belas meter yang menggali
terowongan dengan penampang lingkaran yang dapat menembus berbagai
lapisan tanah dan batuan. Secara garis besar, TBM dibagi ke dalam dua kategori
berdasarkan lapisan yang akan digali, yaitu hard rock dan soft ground TBM.
Sesuai dengan namanya, hard rock TBM digunakan untuk membuat
terowongan pada lapisan batuan yang relatif keras, sementara soft ground TBM
digunakan untuk membuat terowongan pada lapisan tanah yang relatif lebih
lunak. Kelemahan dari metode ini adalah biaya kapital yang dikeluarkan sangat
besar.

3.2 Prinsip Metode Drilling and Blasting

Metode drilling and blasting merupakan salah satu metode penggalian terowongan
yang sering digunakan. Metode ini memiliki kelebihan pada capital cost yang relatif
murah dibanding dengan metode penggalian terowongan lainnya. Meskipun tergolong
lebh murah, metode drilling and blasting memiliki kelemahan, yaitu menyebabkan
kebisingan dan getaran yang cukup signifikan terhadap daerah sekitar area peledakan.
Secara garis bersar, metode drilling and blasting dibagi menjadi beberapa urutan
kegiatan seperti pada gambar 3.1, yaitu:

Drilling
Charging
Blasting
Smoke Clearing

21
Loading and Hauling
Scaling
Supporting, dan
Surveying

Gambar 3.1 Siklus Peledakan Bawah Tanah (Simangunsong, 2015)

3.2.1 Drilling
Drilling merupakan tahap pertama dalam metode drilling and blasting. Drilling
bertujuan untuk membuat lubang tembak sesuai dengan desain peledakan yang
direncanakan.

22
3.2.2 Charging
Lubang tembak yang dibuat pada proses drilling selanjutnya akan dimasukkan
explosive material kedalam lubang tersebut. Pemilihan explosive material tergantung
dengan spesifikasi bukaan terowongan yang akan digali.

3.2.3 Blasting
Energi yang dilepaskan pada proses blasting membuat retakan pada batuan. Dengan
adanya proses blasting, batuan batuan pada area blasting akan terpecah dan memiliki
ukuran yang lebih kecil sehingga mudah untuk diangkut oleh alat berat.

3.2.4 Smoke Clearing


Salah satu hasil dari proses blasting adalah adanya zat sisa berupa gas. Gas yang
dihasilkan pada proses blasting bisa saja beracun dan berbahaya bagi pekerja. Maka
dari itu smoke clearing perlu dilakukan supaya tidak terjadi kecelakaan kerja di area
penggalian terowongan.

3.2.5 Loading and Hauling


Penggalian material dilakukan setelah proses smoke clearing selesai, loading biasanya
dilakukan menggunakan excavator dan hauling menggunakan dump truck. Loading
bertujuan untuk mengambil material pada area peledakan terowongan, lalu dilanjutkan
oleh hauling yaitu mengangkut material tersebut menuju dumping point. Pada saat
loading and hauling inilah proses kemajuan terowongan berlangsung.

3.2.6 Scaling
Dalam pembuatan terowongan, setelah loading and hauling berlangsung, maka akan
terlihat bagaimana kondisi face terowongan. Face terowongan setelah proses ini dapat
dibagi menjadi dua kategori, apakah face terowongan memiliki hasil underbreak atau
overbreak. Proses scaling bertujuan untuk membentuk face terowongan agar sesuai
dengan desain yang dikehendaki. Bila proses overbreak terjadi, maka akan dilakukan
cementing dan bila underbreak terjadi, maka akan dilakukan rock breaking
menggunakan rock breaker

23
3.2.7 Supporting
Sebelum maju untuk melakukan proses blasting lanjutan, bila dirasa kondisi batuan
tidak dapat menyangga strukturnya sendiri, maka akan dipasang penyanggaan agar
tidak terjadi deformasi pada terowongan yang telah digali. Jenis supporting system
yang digunakan pada terowongan dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, salah
satunya yaitu melalui RMR

3.2.8 Surveying
Surveying bertujuan untuk mengetahui sejauh apa kemajuan terowongan setelah
peledakan yang biasanya dideskripsikan melalui koordinat. Surveying harus dilakukan
berkala untuk memastikan arah kemajuan terowongan sesuai dengan rencana awal.

3.3 Parameter Kemajuan Penggalian

Proses evaluasi kemajuan penggalian dapat dilakukan untuk mengevaluasi kinerja


penggalian terowogan atau membandingkannya dengan sistem yang berbeda. Adapun
dalam proses evaluasi kinerja penggalian terowongan beberapa parameter evaluasi
telah banyak diajukan seperti:

Penilaian kinerja alat


Kondisi dan jumlah pekerja
Biaya proyek
Waktu pengerjaan proyek
Kondisi geologi

Parameter parameter diatas cukup berperan dalam proses evaluasi kemajuan


penggalian terowongan. Faktor alat yang baik akan mempermudah penggalian
terowongan bila diiringi dengan kondisi perkerja dan jumlah pekerja yang cukup baik.
Waktu pengerjaan dan biaya proyek merupakan dua hal yang berhubungan. Semakin
pendek waktu yang diharuskan untuk menyelesaikan proyek, semakin tinggi biaya
yang dibutuhkan pada proyek tersebut. Kondisi geologi memengaruhi

24
keberlangsungan proyek secara signifikan baik dari segi biaya dan waktu. Kondisi
geologi yang baik akan mempermudah penggalian terowongan karena semakin baik
kondisi geologi, maka semakin sedikit penyanggan yang dibutuhkan oleh terowongan
tersebut.

3.3.1 Rock Mass Rating (RMR)


Rock mass rating yang digunakan pada penelitian ini adalah RMR versi 1989 yang
didasarkan pada pengalaman Bieniawski dalam mengerjakan proyek-proyek
terowongan dengan kedalaman dangkal. Parameter yang digunakan pada klasifikasi
masa batuan ini adalah:

1. Kuat Tekan Batuan Utuh (Strength of Intact Rock Material)


Kekuatan batuan utuh adalah kekuatan batuan dengan kondisi batuan di buat
dalam kondisi tanpa diskontinuitas. Cara mendapatkan nilai ini ada 2, yang
pertama dengan uji UCS di laboratorium dan kedua dengan uji point load test
di lapangan.
a. Uniaxial Compressive Stength Test
Uji UCS yang dilakukan di laboratorium ini menggunakan sampel

batuan seperti silinder dengan ukuran 2 < < 2.5. Lalu batuan

tersebut ditekan dengan mesin tekan dari satu arah (uniaxial).


Hubungan antara nilai UCS yang didapat dengan kualitas massa batuan
menurut Bieniawski 1989 seperti pada tabel 3-1:

Tabel 3-1 Hubungan Nilai UCS dengan Kualitas Massa Batuan (Bieniawski, 1989)

UCS (MPa) Kualitas Massa Batuan Contoh Jenis Batuan


5-25 Sangat lemah Chalk, Rocksalt
25-50 Lemah Coal, Siltstone, Schist
50-100 Medium Sandstone, Slate, Shale
100-200 Kuat Marble, Granite, Gneiss
>200 Sangat kuat Quartzite, Dolorite, Gabbro, Basalt

25
b. Point Load Test
Uji point load dilakukan di lapangan untuk mendapatkan nilai kuat
tekan batuan secara tidak langsung dengan sampel batuan tidak harus
berbentuk silinder namun diusahakan dengan ukuran 50 mm. Dengan
uji ini estimasi nilai kuat tekan batuan didapat dengan persamaan (3.2)
sebelum dilakukan uji UCS di laboratorium.


= (kg/2 ) (3.1)
2

Keterangan:
Is = Point Load Strength Index (Indeks Franklin) ( kg/2 )
P = Beban maksimum sampai percontoh pecah (kg)
D = Jarak antara 2 konus penekan (cm)

Hubungan antara indeks Franklin (Is) dengan kuat tekan ( ) menurut


Bieniawski (1975) untuk diameter sampel batuan 50 mm adalah:
= 23 ... (3.2)
Jika bernilai 1 MPa maka indeks tersebut tidak dapat digunakan untuk
menentukan kekuatan batuan dan disarankan menggunakan uji UCS di
laboratorium.

Pembobotan parameter kekuatan batuan utuh seperti pada tabel 3-2


berikut:

26
Tabel 3-2 Pembobotan Parameter Kekuatan Batuan Utuh (Bieniawski, 1989)

Deskripsi UCS PLI (MPa) Rating


Kualitatif (MPa)
Sangat Kuat >250 >10 15
sekali
Sangat kuat 100-250 4-10 12
Kuat 50-100 2-4 7
Sedang 25-50 1-2 4
Lemah 5-25 Dianjurkan 2
Sangat lemah 1-5 untuk 1
Sangat lemah <1 mengunakan 0
sekali UCS

2. Rock Quality Designation (RQD)


RQD pertama kali dikemukakan oleh Deere (1968). Metode ini didasarkan pada
perhitungan persentase perolehan inti bor yang utuh dengan panjang 100 mm
atau lebih dan dibagi dengan panjang inti bor. Menurut Deere (1968) terdapat
beberapa kelas dimana suatu material dalam inti bor harus ikut diukur pada
perhitungan RQD yaitu Grade I (Fresh), Grade II (Slightly Weathered),
sedangkan Grade III (Moderately Wheathered) dapat dimasukan kedalam
perhitungan RQD namun dengan kualifikasi tertentu. Untuk Grade IV (Highly
Weathered), Grades V (Completely Weathered), Grades VI (Residual Soil)
tidak dapat dimasukan dalam pengukuran RQD. Potongan akibat penanganan
pemboran harus diabaikan dari perhitungan dan inti bor yang lembek dan tidak
berbobot dianggap RQD = 0 (Bieniawski, 1989).
Hingga saat ini sudah ada beberapa metode perhitungan RQD yaitu:
a) Metode Langsung

27
Metode ini bermaksud bahwa perhitungan RQD berdasarkan pada hasil
coring yang tersedia. Cara menentukan nilai RQD dapar menggunakan
persamaan (3.3):

100
= 100% .. (3.3)

b) Metode Tidak Langsung


Metode ini bermaksud bahwa perhitungan RQD tidak berdasarkan pada
hasil coring karena ketidaktersediaan core logs. Namun RQD bisa
ditentukan dengan:
i. Metode scanline
Metode ini dipopulerkan oleh Priest dan Hudson pada 1976. Priest
dan Hudson memberikan persamaan:

= 100 0.1 (0.1 + 1)... (3.4)

1
= ... (3.5)

Keterangan:
Js = jarak antar diskontinu, m
= banyaknya diskontinu dalam 1 meter

ii. Metode Palm-Storm


Palm-Storm mengenalkan metode perhitungan RQD pada 1982
dengan persamaan:

RQD = 115 3.3 Jv (3.6)

28
Keterangan:
Jv = jumlah kekar per 3

Arti dari nilai RQD ditentukan seperti pada tabel 3-3.

Tabel 3-3 Rock Quality Designation (RQD) (Bieniawski, 1989)

RQD (%) Kualitas Batuan Rating


<25 Sangat Jelek (very poor) 3
25-50 Jelek (poor) 8
50-75 Sedang (fair) 13
75-90 Baik (good) 17
90-100 Sangat baik (excellent) 20

3. Spasi Bidang Diskontinu (Spacing of Discontinuities)


Jarak antar (spasi) kekar didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara dua
kekar berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat sembarang. Sementara
Send an Eissa (1991) mendefinisikan spasi kekar sebagai suatu panjang utuh
pada suatu selang pengamatan. Menurut international society of rock
mechanics ISRM, jarak antar (spasi) kekar adalah jarak tegak lurus antara
bidang kekar yang berdekatan dalam satu set kekar. Pada perhitungan nilai
RMR, parameter jarak antar (spasi) kekar diberi bobot berdasarkan nilai spasi
kekarnya seperti pada tabel 3-4:
Tabel 3-4 Jarak Antar (Spasi) Kekar (Bieniawski, 1989)
Deskripsi Spasi Kekar (m) Rating
Sangat lebar (very wide) >2 20
Lebar (wide) 0.6-2 15
Sedang (moderate) 0,2-0.6 10
Rapat (close) 0.006-0.2 8
Sangat rapat (very close) <0.006 5

29
4. Kondisi Kekar (Condition of Discontinuities)
Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi kekar, yaitu:
a) Continuity
Continuity merupakan kemenerusan dari sebuah bidang diskontinu, atau
juga merupakan panjang dari suatu bidang diskontinu
b) Separation
Separation merupakan jarak antara kedua permukaan bidang diskontinu.
Jarak ini biasanya diisi oleh material lainnya (filling material) atau juga bisa
diisi oleh air. Makin besar jarak ini, semakin lemah bidang diskontinu
tersebut.
c) Roughness
Roughness atau kekasaran permukaan bidang diskontinu merupakan
parameter yang penting untuk menentukan kondisi bidang diskontinu.
Suatu permukaan yang kasar akan depat mencegah terjadinya pergeseran
antara kedua permukaan bidang diskontinu. Penggolongan dan pembobotan
kekasaran batuan tertera seperti pada tabel 3-5.

Tabel 3-5 Penggolongan dan Pembobotan Kekasaran Menurut Bieniawski (1976)

Kekasaran Deskripsi Pembobotan


Permukaan
Sangat Kasar Jika diraba permukaan sangat tidak 6
(very rough) rata, membentuk punggungan denga
sudut terhadap bidang datar mendekati
vertical
Kasar (rough) Bergelombang, permukaan tidak rata, 5
butiran pada permukaan tidak jelas,
permukaan kekar terasa kasar

30
Tabel 3-6 (Lanjutan)

Kekasaran Deskripsi Pembobotan


Permukaan
Sedikit Kasar Butiran permukaan terasa jelas, dapat 3
(slightly rough) dibedakan, dan dapat dirasakan
apabila diraba
Halus (smooth) Permukaan rata dan terasa halus bila 1
diraba
Licin Permukaan terlihat mengkilap 0
(slikenside)

d) Filling
Filling atau material pengisi antara dua permukaan bidang diskontinu
mempengaruhi stabilitas bidang diskontinu yang dipengaruhi oleh
ketebalan, kekonsistenan, dan sifat material pengisi tersebut. Filling yang
lebih tebal dan memiliki sifat mengembang bila terkena airdan butiran
sangat halus akan menyebabkan bidang diskontinu menjadi lemah.
e) Weathering
Weathering menunjukan derajat kelapukan permukaan diskontinu.
Pembagian tingkat kelapukan batuan tertera pada tabel 3-7.

31
Tabel 3-7 Tingkat Kelapukan Batuan (Bieniawski, 1976)

Klasifikasi Keterangan
Tidak terlapukan Tidak terlihat tanda-tanda terlapukan, batuan
segar, butiran Kristal terlihat jelas dan terang
Sedikit terlapukan Kekar terlhat berwarna atau kehitaman, bisanya
terisi dengan lapisan tipis material pengisi. Tanda
kehitaman biasanya akan tampak mulai dari
permukaan sampai kedalam batuan sejauh 20%
dari spasi
Terlapukan Tanda kehitaman tampak pada permukaan batuan
dan sebagian material batuan terdekomposisi.
Tekstur asli batuan masih utuh namun mulai
menunjukan butiran batuan mulai terdekomposisi
menjadi tanah
Sangat terlapukan Keseluruhan batuan mengalami perubahan warna
atau kehitaman. Dilihat secara penampakan
menyerupai tanah. Namun tekstur batuan masih
utuh dan butiran batuan telah terdekomposisi
menjadi tanah

Dalam perhitungan RMR, parameter-parameter diatas diberi bobot masing-


masing dan kemudian dijumlahkan sebagai bobot total kondisi kekar. Nilai
peemberian bobot berdasarkan kondisi kekar mengacu pada tabel 3-8.

32
Tabel 3-8 Panduan Klasifikasi Kondisi Kekar (Bieniawski, 1989)

Parameter Rating
<1m 1-3 m 3-10 m 10-20 m >20 m
Continuity
6 4 2 1 0
Tidak ada <0.1 mm 0.1-1 mm 1-5 mm >5 mm
Separation
6 5 4 1 0
Sangat Kasar Sedikit Halus Slickenside
Roughness kasar kasar
6 5 3 1 0
Keras Lunak
Tidak ada
Unfilling < 5 mm >5mm < 5 mm >5mm
6 4 2 2 0
Tidak Sedikit lapuk Sangat Hancur
Weathering lapuk lapuk lapuk
6 5 3 1 0

5. Kondisi Air Tanah


Keberadaan, debit dan tekanan air tanah akan mempengaruhi kekuatan massa
batuan. Oleh sebab itu perlu diperhitungkan dalam klasifikasi massa batuan.
Pengamatan terhadap kondisi air tanah ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
Inflow per 10 m tunnel length: menunjukan banyak aliran air yang
teramati setiap 10 meter panjang terowongan. Semakin banyak aliran air
maka semakin rendah nilai RMR nya
Joint water pressure: semakin besar nilai tekanan airyang terjebak dalam
kekar (bidang diskontinu) maka nilai yang dihasilkan untuk RMR akan
semakin kecil

33
General condition: mengamati atap dan dinding terowongan secara
visual, sehingga secara umum dapat dinyatakan dengan keadaan
umumdari permukaan seperti kering, lembab, menetes atau mengalir.

Kondisi air tanah yang dpada pengukuran kekar diidentifikasikan sebagai salah
satu kondisi berikut dan diberi pembobotan seperti pada tabel 3-9.

Tabel 3-9 Kondisi Air Tanah (Bieniawski, 1989)

Kondisi Kering Lembab Basah Terdapat Terdapat


umum tetesan aliran air
Debit air Tidak <10 10-25 25-125 >125
tiap 10 m ada
panjang
terowongan
(liter/menit)
Tekanan air 0 <0.1 0.1-0.2 0.2-0.5 >0.5
pada kekar/
tegangan
principal
mayor
rating 15 10 7 4 0

6. Orientasi Kekar (Orientation of Discontinuities)


Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima parameter sebelumnya.
Bobot yang diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada hubungan
antara orientasi kekar-kekar yang ada dengan metode penggalian yang dilakukan.
Oleh karena itu dalam perhitungan, bobot parameter ini biasanya diperlakukan
terpisah dari lima parameter lainnya.

34
Lima parameter pertama mewakili parameter dasar dari sistem klasifikasi ini.
Nilai RMR yang dihitung dari lima parameter dasar tadi disebut RMR basic.
Hubungan antara RMR basic dengan RMR ditunjukan pada persamaan dibawah
ini.

= + . (3.7)
Dimana,
= ( + + + + )..... (3.8)
Jurus (strike) dan kemiringan (dip) kekar dan arah penggalian terowongan
menentukan pola diskontinuitas terhadap arah penggalian. Penilaian pengaruh
kekar terhadap lubang bukaan adalah seperti pada tabel 3-10 dan 3-11

Tabel 3-10 Pengaruh Orientasi Kekar Terhadap Penggalian Terowongan (Bieniawski, 1989)

Jurus tegak lurus sumbu terowongan Jurus sejajar sumbu Tidak


terowongan tergantung
jurus
Galian searah kemiringan Galian melawan
() kemiringan ()
=45 -90 =20 -45 =45 - =20 -45 =45 - =20 - 0 -20
90 90 45
Sangat Menguntung sedang Tidak Sangat sedang Tidak
menguntu kan menguntungkan tidak menguntungk
ngkan menguntu an
ngkan

35
Tabel 3-11 Penyesuaian Terhadap Pengaruh Orientasi Kekar Pada Terowongan (Bieniawski, 1989)

Jurus & Sangat menguntungk sedan Tidak Sangat tidak


kemiringan menguntungk an g menguntungk menguntungk
orientasi an an an
diskontinuiti
Bob Terowong 0 -2 -5 -10 -12
ot an
Fondasi 0 -2 -7 -15 -25
Lereng 0 -5 -25 -50 -60

Klasifikasi massa batuan menggunakan metoda RMR bertujuan untuk menentukan sifat
dan karakteristik massa batuan serta kemampuannya untuk menahan beban dan
rekomendasi pemilihan penyangga. Panduan ini tergantung pada beberapa factor seperti
kedalaman lubang bukaan dari permukaan, ukuran, dan bentuk terowongan serta metode
penggalian yang dipakai (Bieniawski, 1989) seperti pada tabel 3-12.

Tabel 3-12 Rekomendasi Penyangga berdasarkan RMR (Bieniawski, 1989)

36
Saat penggalian, kekuatan batuan yang digali dan jarak penggalian yang belum sempat
disangga harus diperhitungakan untuk memastikan tingkat keamanan penggalian bukaan
bawah tanah. Terdapat suatu hubungan antara kekuatan massa batuan yang dihitung
dengan metoda RMR dengan jarak penggalian yang belum sempat disangga (span) dan
waktu sangga (stand-up time) menurut Bieniawski (1989) seperti terlihat pada gambar
3.2

Gambar 3.2 Hubungan antara Stand Up Time dengan Span untuk Berbagai Kelas Massa Batuan Berdasarkan
Klasifikasi Sistem RMR (Bieniawski, 1989)

3.3.2 Komponen Waktu


Dalam penilaian kinerja penggalian terowongan, waktu merupakan komponen yang
paling penting untuk dianalisis. Pembagian waktu terjadwal selama proses pengambilan
data adalah sebagai berikut:

Effective working hours


Rest hours
Lost hour

37
Effective Working Hours
Effective working hours merupakan waktu kerja dan persiapan kerja yang digunakan oleh
para pegawai dan pekerja (manpower) dalam operasi penggalian terowongan

Rest Hours
Rest hours adalah waktu yang digunakan para pegawai dan pekerja (manpower) untuk
beristirahat

Lost Hours
Lost hours adalah waktu dimana para pegawai tidak bekerja karena adanya faktor
faktor penghambat baik karena faktor alat, menunggu pekerja, maupun faktor eksternal
lainnya.

38
BAB 4
DATA DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengambilan Data

4.1.1 Lokasi Pengambilan Data


Pengambilan data dilakukan pada terowongan tailrace inlet dan terowongan tailrace
upstream yang ditunjukkan pada gambar 4.1 dimana terowongan tailrace memiliki
panjang total 3.052 meter. Terowongan tailrace inlet dan terowongan tailrace upstream
dapat diakses melalui main access tunnel (gambar 4.2) yang berjarak 2 kilometer dari
mess pegawai.

Gambar 4.1 Tampak Samping Terowongan Tailrace PLTA Peusangan (Nippon Koei, 2012)

39
Gambar 4.2 Peta Main Access Tunnel dan Terowongan Tailrace PLTA Peusangan (PT PLN, 2016)

4.1.2 Waktu dan Cara Pengambilan Data


Pengambilan data dilakukan dari tanggal 31 Mei 2016 27 Juni 2016. Pengambilan
data menggunakan data yang diambil oleh konsultan Nippon Koei yang mengambil
data harian ke terowongan setiap shift. Shift pagi dimulai pada jam (07.00 19.00) dan
shift malam dimulai pada jam (19.00 07.00).
Data harian kemajuan terowongan yang tertera pada gambar 4.3 mencakup:
Nama tunnel
Tanggal dan shift (siang/malam)
Tipe penyanggan
Jumlah alat berat
Jumlah pekerja
Activity per shift

40
Gambar 4.3 Data Harian Terowongan Tailrace Inlet (Nippon Koei, 2016)

Pengambilan data dilakukan oleh konsultan Nippon Koei dilakukan dengan dua cara,
yaitu mencatat data yang diberikan oleh site office supervisor dan observasi langsung ke
front face terowongan. Pengambilan data dari site office supervisor mencakup kemajuan
per shift, jumlah alat penyanggaan yang digunakan, jumlah pekerja dan alat yang
digunakan, dan waktu per kegiatan yang berlangsung pada shift itu. Observasi langsung
ke terowongan menghasilkan gambaran visual keadaan terowongan seperti pada gambar
diatas yang mencakup posisi dan jenis penyanggaan pada terowongan serta keadaan face
terowongan yang digali.

41
Ada beberapa peralatan penunjang dalam pengambilan data yaitu kendaraan bermotor
(digunakan untuk menuju front face terowongan), alat tulis (digunakan untuk mencatat
data yang diperlukan), dan kamera (digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan
penggalian terowongan).
4.2 Nilai RMR Terowongan

Pengambilan data RMR dilakukan pada tanggal 14 Juni 2016 sampai dengan 21 Juni
2016. Pengambilan data RMR dilakukan bersama dengan geologist engineer Nippon
Koei.

4.2.1 RMR Terowongan Tailrace Inlet


Tabel 4-1 4-4 adalah nilai RMR terowongan tailrace inlet untuk tanggal 14, 16, dan
18 Juni 2016 (Qodri Hadi Putra, 2017).

Tabel 4-1 RMR Terowongan Tailrace Inlet Tanggal 14

Rock Mass Rating


A B C
Strength of intanct rock 5 5 5
RQD 4 4 4
Spacing of Discontinuities 8 8 8
Condition of Discontinuities 17 17 17
Ground Water 10 10 7
Effect of Discontinuities -5 -5 -5
TOTAL 39 39 36
RMR 38.25

Tabel 4-2 RMR Terowongan Tailrace Inlet Tanggal 16

Rock Mass Rating


A B C
Strength of intanct rock 5 5 5
RQD 4 4 4
Spacing of Discontinuities 8 8 5
Condition of Discontinuities 17 17 17
Ground Water 7 7 7
Effect of Discontinuities -5 -5 -5

42
Tabel 4-3 (Lanjutan)

Rock Mass Rating


A B C
TOTAL 36 36 33
RMR 35.25

Tabel 4-4 RMR Terowongan Tailrace Inlet Tanggal 18

Rock Mass Rating


A B C
Strength of intanct rock 5 5 5
RQD 4 4 4
Spacing of Discontinuities 8 8 8
Condition of Discontinuities 18 18 18
Ground Water 7 4 7
Effect of Discontinuities -5 -5 -5
TOTAL 37 34 37
RMR 36.25

4.2.2 RMR Terowongan Tailrace Upstream


Tabel 4-5 4-6 berikut adalah nilai RMR terowongan tailrace inlet untuk tanggal 14, 16,
dan 18 Juni 2016 (Qodri Hadi Putra, 2017).
Tabel 4-5 RMR Terowongan Tailrace Upstream Tanggal 16

Rock Mass Rating


A B C
Strength of intact rock 5 5 5
RQD 4 4 4
Spacing of Discontinuities 8 8 8
Condition of Discontinuities 17 17 17
Ground Water 10 10 7
Effect of Discontinuities -5 -5 -5
TOTAL 39 39 36
RMR 38.25

43
Tabel 4-6 RMR Terowongan Tailrace Upstream Tanggal 18

Rock Mass Rating


A B C
Strength of intanct rock 4 4 4
RQD 3 3 3
Spacing of Discontinuities 5 5 5
Condition of Discontinuities 12 14 14
Ground Water 10 10 10
Effect of Discontinuities -10 -5 -5
TOTAL 24 31 31
RMR 28.7

Tabel 4-7 RMR Terowongan Tailrace Upstream Tanggal 21

Rock Mass Rating


A B C
Strength of intanct rock 4 4 4
RQD 3 6 6
Spacing of Discontinuities 5 5 5
Condition of Discontinuities 12 14 14
Ground Water 7 7 4
Effect of Discontinuities -10 -5 -5
TOTAL 21 31 28
RMR 26.7

4.2.3 RMR Rata Rata Terowongan Tailrace Inlet dan Terowongan Tailrace
Upstream
Dengan menggunakan data RMR pada tabel 4-1 4-7, didapat rentang nilai RMR
terowongan tailrace seperti pada tabel 4-7:

Tabel 4-8 RMR Rata - Rata Terowongan Tailrace Inlet dan Terowongan Tailrace Upstream

RMR
Tailrace Inlet 30.5 41
Tailrace Upstream 22 - 27.5

44
4.3 Kinerja Penggalian Tunnel

Kinerja penggalian tunnel dinilai dengan cara menggunakan data harian yang diambil
tiap shift oleh konsultan Nippon Koei baik di terowongan tailrace inlet maupun
terowongan tailrace upstream. Penilaian kinerja penggalian tunnel menggunakan 93 data
shift terowongan tailrace inlet dan 101 data shift tailrace upstream seperti pada gambar
4.5.

Pengolahan
Data

Tailrace Tairace
Inlet Upstream

Mei (53 Shift) Juni (40 Shift) Mei (54 Shift) Juni (47 Shift)

Gambar 4.4 Jumlah Shift yang Digunakan Dalam Pengolahan Data

4.3.1 Kinerja Penggalian Terowongan Tailrace Inlet


Dengan memasukkan data harian terowongan tailrace inlet, didapat hasil seperti pada
tabel 4-9 4-11.

Tabel 4-9 Kinerja Penggalian Terowongan Tailrace Inlet

Work Item Terowongan Tailrace Terowongan Tailrace


Inlet May Inlet June
Preparation 1795 1225
Breaker Excavation 2375 4705
Drilling for Blasting 960 1440

45
Tabel 4-10 (Lanjutan)

Work Item Terowongan Tailrace Terowongan Tailrace


Inlet May Inlet June
Charging & Blasting 290 780
Mucking 2820 3900
Spraying Shotcrete 840 2525
Installation of Steel
Support 280 1245
Drilling for Rock Bolt 420 585
Installation Rock Bolts 195 480
Surveying 1445 1195
Cleaning 3310 1490
Core Drilling 3235 90
Temporay Work 2705 1080
Drilling for Forepilling 145 0
Grouting 180 0
Probe Hole 0 60
Drain hole 0 0
Other 3645 60
Repair Work 0 0
Repair of overbreak 30 0
Total of Working Hour 24670 20860
Rest Time 3120 2400
Machine Trouble 350 745
Waiting for shotcrete
machine 740 120
Wating for excavator 0 45
Wating for wheel loader 0 0
Waiting for jumbo drill 75 0
Wating for tunnel worker 0 0
Wating for blasting
material 0 370
Waiting for surveyer 405 60
Waiting for electrician 0 0
Wating for grout 165 0
Wating for shotcrete
material 825 60
Wating for tunnel support
material 0 0
Dewatering 870 0
No work 6940 4140

46
Tabel 4-11 (Lanjutan)

Work Item Terowongan Tailrace Terowongan Tailrace


Inlet May Inlet June
Total of Loss Time 10370 5540
Total all activity 38160 28800
Total Shift 53 40

4.3.2 Kinerja Penggalian Terowongan Tailrace Upstream


Dengan memasukkan data harian terowongan tailrace upstream, didapat hasil seperti
pada tabel 4-12 4-13:

Tabel 4-12 Kinerja Penggalian Terowongan Tailrace Upstream

Work Item Terowongan Tailrace Inlet Terowongan Tailrace Inlet


May June
Preparation 2585 3875
Breaker Excavation 5815 6705
Drilling for Blasting 835 1350
Charging & Blasting 675 1075
Mucking 3810 4625
Spraying Shotcrete 1950 2605
Installation of Steel 1225 1480
Support
Drilling for Rock Bolt 460 680
Installation Rock Bolts 420 575
Surveying 1010 1485
Cleaning 2560 2825
Core Drilling 305 60
Temporay Work 770 510
Drilling for 740 1275
Forepilling
Grouting 1590 2435
Probe Hole 545 420
Drain hole 60 50
Other 190 140
Repair Work 0 0
Repair of overbreak 0 0
Total of Working Hour 25545 32170

47
Tabel 4-13 (Lanjutan)

Work Item Terowongan Tailrace Terowongan Tailrace


Inlet May Inlet June
Rest Time 2790 2545
Machine Trouble 350 950
Waiting for shotcrete 740 120
machine
Wating for excavator 0 45
Wating for wheel loader 0 0
Waiting for jumbo drill 75 0
Wating for tunnel worker 0 0
Wating for blasting 0 370
material
Waiting for surveyer 405 60
Waiting for electrician 0 0
Wating for grout 165 0
Wating for shotcrete 825 60
material
Wating for tunnel support 0 0
material
Dewatering 870 0
No work 6940 4140
Total of Loss Time 5505 4165
Total all activity 33840 38880
Total Shift 47 54

4.3.3 Rekapitulasi Kinerja Penggalian Terowongan Tailrace


Rekapitulasi kinerja penggalian terowongan tailrace dapat dilihat pada tabel 4-14 dan
4-15.

Tabel 4-14 Kinerja Penggalian Terowongan Tailrace

Total of Rest Time Loss Total Effective Total


Working Hour (Minutes) Time Hour Shift
(Minutes) (Minutes) (Minutes)
Terowongan 24670 3120 10370 38160 53
Tailrace Inlet
May

48
Tabel 4-15 (Lanjutan)

Total of Rest Time Loss Total Effective Total


Working Hour (Minutes) Time Hour Shift
(Minutes) (Minutes) (Minutes)
Terowongan 20860 2400 5540 28800 40
Tailrace Inlet
June
Terowongan 32170 2545 4165 38880 54
Tailrace
Upstream May
Terowongan 25545 2790 5505 33840 47
Tailrace
Upstream June
Total 138170 15595 42795 196560 273

4.4 Kalkulasi Pembagian Waktu Terjadwal

Dengan menggunakan data pada subbab 4.3, didapatkan hasil sebagai berikut:

4.4.1 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan Tailrace Inlet


Uraian mengenai waktu terjadwal terowongan tailrace inlet bulan Mei dan Juni dapat
dilihat pada gambar 4.5 4.8 dan tabel 4-16 4-17.

Tabel 4-16 Pembagian Waktu Baku Terjadwal


Pembagian Waktu Terjadwal Tailrace Tunnel Terowongan Tailrace Inlet Mei
Inlet Mei

27%

8% 65%

Effective Hour Rest Time Lost Time

Gambar 4.5 Pembagian Waktu Terjadwal


Terowongan Tailrace Inlet Mei

49
No work
Other
11%
1% %0%
1% 0%
0%
0% Cleaning
1%1% Core Drilling
2%
2% 18% Rest Time
2% Mucking
2% Temporay Work
3% Breaker Excavation
Preparation
4% Surveying
Drilling for Blasting
10% Dewatering
5% Spraying Shotcrete
Wating for shotcrete material
Waiting for shotcrete machine
6% Drilling for Rock Bolt
9% Waiting for surveyer
Machine Trouble
7% Charging & Blasting
Installation of Steel Support
Installation Rock Bolts
8% Grouting
7%
8% Wating for grout
Drilling for Forepilling
Waiting for jumbo drill
Repair of overbreak

Gambar 4.6 Presentase Kegiatan Penggalian Terowongan Tailrace Inlet Mei

Pembagian Waktu Terjadwal Tailrace


Tunnel Inlet Juni
Tabel 4-17 Pembagian Waktu Baku Terjadwal
Terowongan Tailrace Inlet Juni
19%

8%

73%

Effective Hour Rest Time Lost Time

Gambar 4.7 Pembagian Waktu Terjadwal


Terowongan Tailrace Inlet Juni

50
Breaker Excavation
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
1% No work
2%2% Mucking
3% 16%
3% Spraying Shotcrete
Rest Time
4%
Cleaning
4% Drilling for Blasting
Installation of Steel Support
4% Preparation
14% Surveying
Temporay Work
4%
Charging & Blasting
Machine Trouble
5% Drilling for Rock Bolt
Installation Rock Bolts
5% Wating for blasting material
14% Waiting for shotcrete machine
Core Drilling
8% Waiting for surveyer
9%
Probe Hole
Wating for shotcrete material
Other
Wating for excavator

Gambar 4.8 Presentase Kegiatan Penggalian Terowongan Tailrace Inlet Juni

4.4.2 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan Tailrace Upstream


Uraian mengenai waktu terjadwal terowongan tailrace upstream bulan Mei dan Juni
dapat dilihat pada gambar 4.9 4.12 dan tabel 4-18 4-19.

51
Pembagian Waktu Terjadwal
Tailrace Tunnel Inlet Mei
Tabel 4-18 Pembagian Waktu
Terjadwal Terowongan Tailrace
11% Upstream Mei

6%
Effective Hour 32170 83%

Rest Time 2545 7%

83% Lost Time 4165 11%

Effective Hour Rest Time Lost Time Working Hour 38880

Gambar 4.9 Pembagian Waktu Terjadwal


Terowongan Tailrace Upstream
Mei

52
Breaker Excavation
Mucking
Preparation
00%
1%
1% % 0%
0%
0%
0%
0% Cleaning
1%1%
2% No work
2% 17%
Spraying Shotcrete
3%
Rest Time
3% Grouting
Surveying
3% Installation of Steel Support
Drilling for Blasting
4% Drilling for Forepilling
12% Charging & Blasting
Machine Trouble
4%
Drilling for Rock Bolt
Installation Rock Bolts
Temporay Work
6%
Probe Hole
Wating for shotcrete material
10%
Other
7% Wating for blasting material
Waiting for shotcrete machine
Wating for grout
7% 7%
Core Drilling
7%
Waiting for surveyer
Drain hole

Gambar 4.10 Presentase Kegiatan Penggalian Terowongan Tailrace Upstream Mei

Pembagian Waktu Terjadwal


Tailrace Tunnel Inlet Juni
Tabel 4-19 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan
Tailrace Upstream Juni
16%
Effective Hour 25545 75%
8%

Rest Time 2790 8%


76%

Lost Time 5505 16%


Effective Hour Rest Time Lost Time
Working Hour 33840
Gambar 4.11 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan
Tailrace Upstream Juni

53
Breaker Excavation
No work

0%
0%
0% Mucking
11%
1%
1%
1% %
1%
1%
2% Rest Time
2% 17%
2% Preparation
2% Cleaning
2% Spraying Shotcrete
3% Grouting

4% Installation of Steel Support


14% Surveying
5% Drilling for Blasting
Temporay Work
Drilling for Forepilling
6%
Charging & Blasting

11% Probe Hole


8% Drilling for Rock Bolt
Installation Rock Bolts
8% 8%
Machine Trouble
Core Drilling
Wating for shotcrete material

Gambar 4.12 Presentase Kegiatan Penggalian Terowongan Tailrace Upstream Juni

4.5 Kemajuan Penggalian Terowongan Tailrace

4.5.1 Kemajuan Penggalian Terowongan Tailrace Perminggu


Data kemajuan tunnel diambil dari data harian konsultan Nippon Koei. Dari data
tersebut dikalkulasi total kemajuan terowongan tailrace per minggu. Tabel 4-20 dan 4-
21 serta gambar 4.13 berikut ini menunjukkan kemajuan terowongan tailrace per
minggu untuk bulan Mei dan Juni.

54
Tabel 4-20 Kemajuan Terowongan Tailrace Per Minggu

Mei Mei Mei Mei Juni Juni Juni Juni


Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4
Tailrace 12 13.4 13.1 10.2 14.3 12.7 11.5 7.3
Upstream
Tailrace Inlet 0 0 0 0 0 16.7 17.2 12.7

Tabel 4-21 Kemajuan Rata - Rata Terowongan Tailrace

Kemajuan Rata - Rata


Perminggu
Tailrace Upstream 11.812
Tailrace Inlet 15.533
Rata - Rata 13.6725

Perbandingan Kemajuan Tunnel


20

15

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tailrace Upstream Tailrace Inlet

Gambar 4.13 Perbandingan Kemajuan Terowongan Per Minggu

Dari gambar 4.13 diatas, terlihat bahwa terowongan tailrace inlet tidak mengalami
kemajuan penggalian dari Mei minggu pertama sampai dengan Juni minggu pertama.

55
Ini disebabkan karena pada rentang tersebut, terowongan tailrace inlet mengalami
partial collapse (terowongan runtuh namun masih dapat beroperasi).

4.5.2 Akumulasi Kemajuan Terowongan


Tabel 4.22 dan gambar 4.14 berikut merupakan akumulasi kemajuan terowongan
tailrace selama bulan Mei dan Juni

Tabel 4-22 Akumulasi Kemajuan Terowongan Tailrace

Mei Mei Mei Mei Juni Juni Juni Juni


Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4
Tailrace 12 25.4 38.5 48.7 63 75.7 87.2 94.5
Upstream
Tailrace 0 0 0 0 0 16.7 33.9 46.6
Inlet

Akumulasi Kemajuan Tunnel


100

80

60

40

20

0
May Week 1May Week 2May Week 3May Week 4June Week 1June Week 2June Week 3June Week 4

Tailrace Upstream Tailrace Inlet

Gambar 4.14 Akumulasi Kemajuan Terowongan Bulan Mei - Juni

4.6 Waktu per Siklus Peledakan untuk Terowongan Tailrace Inlet dan
Terowongan Tailrace Upstream

Perhitungan waktu per siklus peledakan menggunakan data harian seperti pada tabel
dibawah. Dengan melihat kapan dilakukan peledakan dan menghitung interval setiap
peledakan, maka didapat waktu siklus per peledakan untuk terowongan tailrace. Tabel

56
4-18 berikut menyatakan jumlah peledakan, tanggal peledakan, dan kemajuan per tiap
peledakan untuk terowongan tailrace inlet dan terowongan tailrace upstream tertera
pada tabel 4-23 sampai 4-26.

Tabel 4-23 Waktu per Siklus Peledakan Terowongan Tailrace Inlet

Tailrace Inlet Juni


Peledakan ke- Tanggal Posisi Kemajuan
1 9 152.4 --
2 10 153.4 1
3 11 158.2 4.8
4 12 159.2 1
5 13 162.9 3.7
6 14 165.4 2.5
7 14 166.5 1.1
8 15 169 2.5
9 17 172.5 3.5
10 20 178 5.5
11 21 179 1
12 22 181.2 2.2
13 23 184.9 3.7
14 24 187.9 3
15 25 189.9 2
2,5 meter per peledakan
Rata - Rata
26,4 jam per perledakan

Untuk tailrace inlet Mei tidak dilakukan peledakan dan tidak ada kemajuan penggalian
karena adanya partial collapse di terowongan tailrace inlet pada bulan Mei.

Tabel 4-24 Waktu per Siklus Peledakan Terowongan Tailrace Upstream

Tailrace Upstream Mei


Peledakan ke- Tanggal Posisi Kemajuan
1 8 481.3 --
2 10 475.1 6.2
3 12 470 5.1
4 13 468 2
5 16 466.9 1.1

57
Tabel 4-25 (Lanjutan)

Tailrace Upstream Mei


Peledakan ke- Tanggal Posisi Kemajuan
6 18 462 4.9
7 19 458.8 3.2
8 21 455.7 3.1
9 22 454.7 1
10 23 452.7 2
11 24 450.7 2
12 25 448.6 2.1
13 26 444.6 4
14 28 442.5 2.1

Tabel 4-26 Waktu per Siklus Peledakan Terowongan Tailrace Upstream Juni

Tailrace Upstream Juni


Peledakan ke- Tanggal Posisi Kemajuan
1 2 432.4 --
2 3 430.4 2
3 6 428.2 2.2
4 8 425.1 3.1
5 10 422.1 3
6 11 420.1 2
7 13 417.4 2.7
8 16 411.8 5.6
9 18 407.8 4
10 21 404 3.8
11 23 401.9 2.1
12 25 398.9 3
13 26 397.9 1
14 28 396.4 1.5
2.66 meter per peledakan
Rata - Rata
38,6 jam per perledakan

58
4.7 Perbandingan Jarak Tiap Pemasangan Penyanggaan pada Terowongan
Tailrace

Jarak pemasangan penyanggan didapat dari penggambaran visual yang tertera pada
data harian. Perbandingan jarak pemasangan antar penyanggaan pada terowongan
tailrace inlet dan terowongan tailrace upstream dapat dilihat pada gambar 4-15 4.18.

Jarak Penyanggaan
Steel Support (m)
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Tailrace Inlet Tailrace Upstream

Gambar 4.15 Jarak Penyanggaan Steel Support

Kemajuan Shortcrete
(m)

0.75

0.5

0.25

0
Tailrace Inlet Tailrace Upstream

Gambar 4.16 Jarak Penyemprotan Shortcrete

59
Jarak Antar Baris Rockbolt
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Tailrace Inlet Tailrace Upstream

Gambar 4.17 Jarak Antar Baris Rockbolt

Jarak Grouting
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Tailrace Inlet Tailrace Upstream

Gambar 4.18 Jarak Antar Perkuatan Grouting

60
BAB 5
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Waktu Terjadwal

Waktu terjadwal pada proyek penggalian terowongan tailrace inlet dan terowongan
tailrace upstream adalah 12 jam. Dalam satu hari kerja terdapat 2 shift, yaitu shift pagi
dan shift malam. Shift pagi dimulai setiap pukul 07.00 WIB dan berakhir pada pukul
19.00 WIB. Sementara shift malam dimulai setiap pukul 19.00 WIB dan berakhir pada
pukul 07.00 WIB. Adapun batas dimulai dan berakhirnya suatu shift berlokasi di luar
main access tunnel. Waktu terjadwal dibagi ke tiga bagian, yaitu effective working
hours, rest hours, dan lost hours.

5.1.1 Analisis Waktu Terjadwal Keseluruhan Terowongan Tailrace


Menggunakan semua data yang ada pada terowongan tailrace inlet dan terowongan
tailrace upstream, didapat pembagian waktu terjadwal seperti pada gambar 5.1:

Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan


Tailrace

18%

8%

74%

Total Effective Hour Total Rest Time Total Lost Time

Gambar 5.1 Pembagian Waktu Terjadwal Terowongan Tailrace

Sedangkan perbandingan pembagian waktu terjadwal pada masing masing


terowongan tiap bulannya ditunjukkan seperti pada gambar 5.2.

61
Gambar 5.2 Perbandingan Waktu Terjadwal Terowongan Tairace PLTA Peusangan

Bila melihat efisiensi waktu kerja pada terowongan tailrace secara keseluruhan, maka
efisiensi waktu kerja tailrace inlet bulan Mei dan Juni berada dibawah rata rata.

Bila melihat sepuluh kegiatan yang paling berpengaruh pada penggalian terowongan
tailrace inlet bulan Mei, kegiatan yang paling banyak memakan waktu adalah
parameter no work (tidak ada pekerjaan) dengan presentase 22.11% atau sebesar 6940
menit. Parameter no work (tidak ada pekerjaan) menyumbang 22.11% lost hours dari
total sebesar 27% lost hours.

Terowongan tailrace inlet bulan Juni memiliki lost hour sebesar 19%, dengan
penyumbang presentase terbanyak terhadap lost hour adalah parameter no work (tidak
ada pekerjaan) sebesar 17,06% atau 4140 menit. No work (tidak ada pekerjaan)
merupakan parameter yang paling banyak memakan waktu kedua setelah breaker
excavation untuk penggalian terowongan tailrace inlet bulan Juni.

Adanya presentase yang relatif tinggi pada parameter no work (tidak ada pekerjaan)
disebabkan karena tidak adanya supervisor shift yang khusus menetap di front
penggalian. Supervisor shift yang bertugas pada penggalian tailrace bersifat mobile
(tidak menetap di front face penggalian) sehingga pada saat satu kegiatan telah selesai
berlangsung dan tidak adanya supervisor di front face terowongan, maka pekerja di

62
front face terowongan otomatis menganggur yang berdampak pada meningkatnya
waktu pada parameter no work (tidak ada pekerjaan).

5.1.2 Optimasi Waktu Terjadwal


Dengan melihat data lost hours pada tiap tunnel tiap bulannya, maka dapat dicari solusi
untuk mengoptimasi dan meminimalkan jumlah waktu yang terbuang. Tabel 5-1
berikut memberikan data lost hours untuk masing masing terowongan per bulannya.

Tabel 5-1 Data Lost Hours Terowongan Tailrace Bulan Mei dan Juni

Terowongan Terowongan Terowongan Terowongan


Work Item Tailrace Inlet Tailrace Inlet Tailrace Tailrace
May June Upstream May Upstream June
Machine Trouble 350 745 950 350
Waiting for
shotcrete machine 740 120 65 195
Wating for
excavator 0 45 0 25
Wating for wheel
loader 0 0 0 30
Waiting for jumbo
drill 75 0 0 0
Wating for blasting
material 0 370 90 30
Waiting for
surveyer 405 60 50 0
Wating for grout 165 0 60 0
Wating for
shotcrete material 825 60 340 225
Dewatering 870 0 0 0
No work 6940 4140 2610 4650
Total of Loss
Time 10370 5540 4165 5505

Untuk solusi parameter no work, telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa
supervisor khusus yang ada di front site diperlukan untuk mengoptimalkan kinerja
penggalian terowongan tailrace. Parameter lainnya yang berpengaruh terhadap total
lost hours adalah waktu tunggu alat berat dan pegawai. Salah satu kekurangan di front
face penambangan adalah tidak adanya handy talky yang dibawa oleh satu pegawai
pun, sehingga saat ada keperluan ataupun kedala pada pekerjaan seperti menunggu

63
mesin atau sejenisnya tidak dapat diantisipasi secepat mungkin. Alat komunikasi yang
ada pada terowongan tailrace hanyalah wall phone (telepon yang ditempel di side wall
terowongan) yang ada setiap 250 meter sekali, sehingga bila front terowongan jauh
dari wall phone, maka akan sulit untuk berkomunikasi dengan pekerja yang ada di site
office diluar terowongan.

Machine trouble merupakan parameter lain penyumbang lost hours pada penggalian
terowongan tailrace. Kontraktor Hyundai Corporation tidak memiliki program untuk
melakukan periodic maintenance pada alat berat penggalian terowongan, sehingga
memungkinkan untuk menimbulkan kerusakan kerusakan kecil yang berdampak
terhadap peningkatan lost hours di parameter machine trouble. Pemeriksaan spare part
juga perlu dilakukan pihak kontraktor untuk memastikan adanya alat pengganti bila
terdapat bagian mesin yang rusak.

Bila melakukan langkah langkah diatas dan diasumsikan tidak adanya lost hour
setelahnya, maka total lost hours yang dapat dieliminasi pada penggalian terowongan
tailrace adalah:

Terowongan tailrace inlet mei: 10.370 menit


Terowongan tailrace inlet juni: 5.540 menit
Terowongan tailrace upstream mei: 4.165 menit
Terowongan tailrace upstream juni: 5.505 menit

5.2 Analisis Kemajuan Terowongan

Pada dasarnya diinginkan penggalian secepat mungkin tanpa mengurangi faktor


keamanan terowongan tersebut. Namun bila kondisi geologi tidak mendukung, maka
faktor keamananlah yang harus didahulukan dengan mengorbankan kemajuan
penggalian terowongan. Tabel 5-2 berikut merupakan tabel yang menjabarkan efisiensi
waktu kerja dalam penggalian tailrace, kemajuan penggalian, dan nilai RMR
terowongan.

64
Tabel 5-2 Perbandingan Efisiensi Waktu Kerja, Kemajuan, dan RMR Terowongan Tailrace

Kemajuan Rata - Rata


Efektivitas Perminggu RMR

Tailrace Inlet 69% 15.533 30.5 41

Tailrace Upstream 79% 11.812 22 - 27.5

Rata - Rata 74% 13.6725

Tabel 5-2 diatas menunjukkan efisiensi waktu kerja tailrace inlet lebih rendah
dibanding tailrace upstream, namun dari sisi kemajuan penggalian tailrace upstream
(dengan efektivitas kerja lebih tinggi) memiliki kemajuan yang lebih rendah. Kemajuan
yang lebih rendah pada tailrace upstream disebabkan karena nilai RMR yang lebih
rendah dibanding dengan tailrace inlet. Lebih rendahnya nilai RMR berdampak
terhadap perlakuan penyanggaan massa batuan di sekitar terowongan. Lebih rendah
nilai RMR berarti lebih banyak dibutuhkan penyanggaan, sehingga dibutuhkan lebih
banyak waktu untuk instalasi penyanggaan yang berdampak ke lebih rendahnya
kemajuan penggalian.

Data pendukung yang menunjukkan bahwa tailrace upstream membutuhkan instalasi


penyanggaan lebih banyak dibanding dengan tailrace inlet dapat dilihat pada gambar
5.3 (perbandingan waktu untuk drilling for forepoling), gambar 5.4 (perbandingan
waktu grouting), gambar 5.5 (perbandingan waktu untuk instalasi steel support),
gambar 5.6 (perbandingan waktu instalasi rock bolt), dan gambar 5.7 (perbandingan
jarak tiap jenis penyanggaan).

65
Gambar 5.3 Perbandingan Waktu Drilling for Forepoling

Gambar 5.4 Perbandingan Waktu Grouting

66
Gambar 5.5 Perbandingan Waktu Installation of Steel Support

Gambar 5.6 Perbandingan Waktu Installation Rock Bolts

67
Gambar 5.7 Perbandingan Jarak Tiap - Tiap Penyanggaan

Dari gambar 5.3 5.7, karena nilai RMR terowongan tailrace upstream yang relatif
lebih buruk, terbukti bahwa dibutuhkan waktu lebih banyak pada terowongan tailrace
upstream untuk memasang penyanggaan yang berdampak signifikan pada nilai
kemajuan penggalian terowongan terowongan tailrace upstream.

68
BAB 6
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Efisiensi rata rata penggunaan waktu dalam penggalian terowongan tailrace


PLTA Peusangan sebesar 74% dengan 65% pada terowongan tailrace inlet
bulan Mei, 72% pada terowongan tailrace inlet bulan Juni, 83% pada
terowongan tailrace upstream bulan Mei, dan 75% pada terowongan tailrace
bulan Juni.
2. Dengan panjang terowongan tailrace yang belum tergali sepanjang 763 meter
dan kemajuan penggalian rata rata perminggu sebesar 13,67 meter, maka
diperlukan waktu untuk menggali terowongan tailrace selama 56 minggu dari
bulan Juni 2016. Faktor geologi berpengaruh terhadap kemajuan penggalian
terowongan dengan korelasi, semakin rendah nilai RMR, maka semakin
rendah laju penggalian terowongan.

6.2 Saran

1. Pemberian handy talky (HT) kepada pekerja di front face terowongan untuk
mempermudah komunikasi dengan site officer yang berada di luar terowongan
2. Dilakukannya maintenance berkala terhadap alat berat penggalian terowongan
3. Dilakukannya briefing kepada pegawai dan pekerja sebelum memulai
pekerjaan.

69
Daftar Pustaka

1. Rai, M. A., Kramadibrata, S., & Wattimena, R. K.2014. Mekanika


Batuan.Program Studi Teknik Pertambangan. Bandung: ITB.
2. Sulistianto, B. 2008. Diktat TA2221 Peralatan Tambang dan Penanganan
Material. Bandung: Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut
Teknologi Bandung
3. Y. B, Choi. 2012.Method Statement of Tunnel Excavation (Tailrace Tunnel).
Aceh Tengah: Hyundai E&C & PT. PP (Persero)

70

Anda mungkin juga menyukai