BAB
ANALISIS SISTEM
PERSAMPAHAN
I
4.1. ANALISIS TEKNIS OPERASIONAL PERSAMPAHAN
V
4.1.1. Analisis Tingkat Pelayanan Sistem Pengelolaan Sampah
Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang dihasilkan per orang per hari dalam
satuan volume maupun berat. Penentuan jumlah timbulan sampah akan dihitung berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 19–3964–1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran
Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Menurut SNI 19-3964-1994, bila data
pengamatan lapangan belum tersedia, maka untuk menghitung besaran timbulan sampah dapat
digunakan nilai timbulan sampah sebagai berikut:
1. Satuan timbulan sampah kota besar = 2–2,5 liter/orang/hari, atau 0,4-0,5 kg/orang/hari.
2. Satuan timbulan sampah kota sedang/ kecil = 1,5–2 liter/orang/hari, atau 0,3 – 0,4
kg/orang/hari.
Satuan timbulan sampah yang digunakan untuk Kabupaten Demak adalah 2
liter/orang/hari. Untuk timbulan sampah non domestik/ non rumah tangga diasumsikan sebesar
20% dari jumlah timbulan sampah domestik/ rumah tangga. Dari asumsi tersebut dapat diperoleh
jumlah timbulan sampah di Kabupaten Demak pada tahun 2016 sebesar 2.924 m3/hari yang
dihasilkan dari 1.218.521 orang penduduk Kabupaten Demak. Berikut ini jumlah timbulan sampah
per kecamatan di Kabupaten Demak pada tahun 2016.
Tabel IV.1.
Jumlah Timbulan Sampah per Kecamatan di Kabupaten Demak Tahun 2016
Gambar 4.1.
Grafik Volume Sampah Terangkut ke TPA Kalikondang Tahun 2016
Sumber: BPS, perhitungan 2017
Jumlah timbulan sampah terbanyak terdapat pada kawasan perkotaan yang padat
penduduk sehingga menghasilkan limbah padat yang cukup tinggi. Hal ini terlihat di Kecamatan
Karangawen dan Mranggen yang merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk yang besar.
Tingginya aktivitas penduduk di kawasan perkotaan juga menghasilkan timbulan sampah yang
besar dan bervariasi komposisi sampahnya, hal ini terlihat pada jumlah timbulan sampah di
Kecamatan Demak, Bonang dan Sayung.
Sampah yang timbul di Kabupaten Demak akan diangkut ke 2 TPA yang ada yaitu TPA
Kalikondang dan TPA Candisari. Jumlah timbulan sampah terangkut ke TPA Kalikondang pada
tahun 2016 sebesar 61.405 m3/bulan atau 2.047 m3/hari. Jumlah timbulan sampah terangkut ke
TPA Kalikondang secara periodik dari bulan Januari sampai dengan Desember 2016 dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel IV.2.
Jumlah Timbulan Sampah Terangkut ke TPA Kalikondang
pada bulan Januari 2016 sd Desember 2016
Volume Sampah Terangkut
Bulan
m3/bln m3/hr
Januari 4.218 141
Februari 4.262 142
Maret 4.965 166
Gambar 4.2.
Grafik Volume Sampah Terangkut ke TPA Kalikondang Tahun 2016
Sumber: Data Primer 2016
Grafik jumlah timbulan sampah terangkut ke TPA Kalikondang cukup fluktuatif per bulan, hal
ini dipengaruhi oleh jumlah timbulan sampah yang dihasilkan serta ketersediaan dan kualitas
sarana pengangkutan sampah dari rumah tangga ke TPA. Rata-rata jumlah timbulan sampah yang
dapat terangkut ke TPA Kalikondang adalah 171 m3/hari.
Jumlah timbulan sampah yang masuk ke TPA Candisari pada tahun 2016 sebesar 1.923
m3/bulan atau 201 m3/hari. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
timbulan sampah yang terangkut ke TPA Kalikondang, hal ini dipengaruhi oleh cakupan wilayah
pelayanan sampah di Kabupaten Demak. Jumlah timbulan sampah terangkut ke TPA Candisari
secara periodik dari bulan Januari sampai dengan Desember 2016 dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel IV.3.
Jumlah Timbulan Sampah Terangkut ke TPA Candisari
pada bulan Januari 2016 sd Desember 2016
Volume Terangkut
Bulan
(m3/bln) (m3/hari)
Januari 409 14
Februari 420 14
Maret 432 14
April 444 15
Mei 456 15
Juni 469 16
Juli 482 16
Agustus 495 17
September 509 17
Oktober 523 17
November 398 13
Desember 1.002 33
1.923 201
Sumber: Data Primer 2016
Gambar 4.3.
Grafik Volume Sampah Terangkut ke TPA Candisari Tahun 2016
Sumber: Data Primer 2016
Grafik jumlah timbulan sampah terangkut ke TPA Candisari mengalami peningkatan cukup
konstan di awal tahun namun pada akhir tahun yaitu tepatnya di Bulan Desember 2016, jumlah
timbulan sampah yang terangkut ke TPA Candisari meningkat cukup banyak. Rata-rata jumlah
timbulan sampah yang dapat terangkut ke TPA Candisari adalah 17 m3/hari.
Jika dibandingkan antara jumlah timbulan sampah dengan jumlah sampah terangkut ke TPA
maka diketahui tingkat pelayanan sistem persampahan di Kabupaten Demak. Tingkat pelayanan
persampahan di Kabupaten Demak baru mencapai 6,43% dari jumlah total timbunan sampah di
Kabupaten Demak. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar sampah masyarakat belum/ tidak
dikelola dengan baik, malah dibuang ke sembarang tempat, ditimbun atau dibakar.
Tabel IV.4.
Tingkat Pelayanan Sistem Persampahan di kabupaten Demak Tahun 2016
Satuan Jumlah % Wilayah Pelayanan Eksisting
Jumlah timbulan sampahn Kab (m3/hari) 2924
Demak
Sampah terangkut ke TPA (m3/hari) 171 5,85 Sayung, Bonang, Demak,
Kalikondang Wonosalam, Karanganyar,
Dempet
Sampah terangkut ke TPA Candisari (m3/hari) 17 0,58 Mranggen, Karangawen
Tingkat pelayanan sampah (m3/hari) 188 6,43
Sumber: Perhitungan penyusun, 2017
Gambar 4.4.
Daerah Pelayanan Eksisting Sistem Persampahan Kabupaten Demak
Sumber: Masterplan Persampahan Kab Demak, 2014
wilayah utara. Dasar pertimbangan pembagian wilayah pelayanan adalah kedekatan jarak dengan
TPA, jarak angkut, efisiensi biaya operasional dan efektifitas mobilisasi armada.
Wilayah pelayanan persampahan bagian utara, diarahkan menuju TPA Kalikondang,
meliputi:
a. Kecamatan Sayung
b. Kecamatan Karangtengah
c. Kecamatan Demak
d. Kecamatan Bonang
e. Kecamatan Wonosalam
f. Kecamatan Gajah
g. Kecamatan Karanganyar
h. Kecamatan Mijen
i. Kecamatan Wedung
Sedangkan wilayah pelayanan persampahan bagian selatan, diarahkan menuju TPA
Candisari, meliputi:
a. Kecamatan Mranggen
b. Kecamatan Karangawen
c. Kecamatan Guntur
d. Kecamatan Kebonagung
e. Kecamatan Dempet
Target pelayanan sistem persampahan pada tahun 2016, berdasarkan pada Masterplan
Persampahan Kabupaten Demak, adalah sebesar 14% terlayani untuk wilayah pelayanan bagian
utara dan 10% untuk wilayah pelayanan bagian selatan. Jika dibandingkan dengan tingkat
pelayanan eksisting persampahan di tahun 2016 (sebesar 6,43%) maka target tersebut belum
terpenuhi. Hal ini terjadi karena pelayanan sistem persampahan belum optimal mulai dari
pengurangan sampah dari sumbernya, sistem pengangkutan sampah yang belum optimal, serta
belum adanya pengolahan sampah di tingkat rumah tangga hingga di TPA.
Tabel IV.5.
Tingkat Pelayanan Sistem Persampahan
di Kabupaten Demak Tahun 2016
Tahun WP Utara (%) WP Selatan (%)
2016 14 10
2017 18 14
2018 21 17
2019 24 21
2020 27 24
Sumber: Masterplan Persampahan Kab Demak, 2014
Rencana sistem pengelolaan sampah yang dapat dilakukan agar target pelayanan sistem
persampahan dapat tercapai adalah:
1. Memperluas wilayah pelayanan sistem persampahan.
Sampah yang dapat membusuk (garbage), seperti sisa makanan, daun, sampah kebun, sampah
pasar, sampah pertanian, dan lain-lain.
Sampah yang tidak membusuk (refuse), seperti plastik, kertas, karet, gelas, logam, kaca, dan
sebagainya.
Sampah yang berupa debu dan abu.
Komposisi sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Cuaca: di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembaban sampah juga akan cukup tinggi
2. Frekuensi pengumpulan: semakin sering sampah dikumpulkan maka semakin tinggi tumpukan
sampah terbentuk. Tetapi sampah organik akan berkurang karena membusuk, dan yang akan
terus bertambah adalah kertas dan dan sampah kering lainnya yang sulit terdegradasi.
3. Tingkat sosial ekonomi: Daerah ekonomi tinggi pada umumnya menghasilkan sampah yang
terdiri atas bahan kaleng, kertas, dan sebagainya.
4. Pendapatan per kapita: Masyarakat dari tingkat ekonomi lemah akan menghasilkan total
sampah yang lebih sedikit dan homogen.
5. Kemasan produk: kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan mempengaruhi
komposisi sampah, sebagai contoh banyak produk menggunakan plastik sebagai pengemas.
Semakin sederhana pola hidup masyarakatnya, semakin banyak komponen sampah organik
(sisa makanan, dan sebagainya). Semakin beragam aktivitasnya maka semakin kecil proporsi
sampah organiknya, disisi lain semakin tinggi proporsi sampah anorganiknya.
Pengertian sampah organik lebih bersifat untuk mempermudah pengertian umum, untuk
menggambarkan komponen sampah yang cepat terdegradasi (cepat membusuk), terutama yang
berasal dari sisa makanan. Sampah yang membusuk (garbage) adalah sampah yang dengan
mudah terdekomposisi karena aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya harus
cepat, baik dalam pengumpulan, pemerosesan, maupun pengangkutannya. Pembusukan sampah
ini dapat menghasilkan yang berbau tidak enak, seperti amoniak dan asam-asam volatil lainnya.
Selain itu, dihasilkan pula gas-gas hasil dekomposisi, seperti gas metan dan sejenisnya, yang dapat
membahayakan keselamatan bila tidak ditangani secara baik. Penumpukan sampah yang cepat
membusuk perlu dihindari. Sampah kelompok ini kadang dikenal sebagai sampah basah, atau juga
dikenal sebagai sampah organik. Kelompok inilah yang berpotensi untuk diproses dengan bantuan
mikroorganisme, misalnya dalam pengomposan atau gasifikasi, atau cara-cara lain seperti sebagai
pakan ternak.
Sampah yang tidak membusuk atau refuse pada umumnya terdiri atas bahan-bahan kertas,
logam, plastik, gelas, kaca, dan lain-lain. Kelompok sampah ini dikenal pula sebagai sampah kering,
atau sering pula disebut sebagai sampah anorganik. Kelompok sampah anorganik sebaiknya
didaur ulang, apabila tidak maka diperlukan proses lain untuk memusnahkannya.
a. Makanan Ternak
Sampah organik dan sisa makanan biasanya dapat digunakan untuk makanan kelinci,
kambing, ayam atau itik. Hal ini sangat bermanfaat sebab selain mengurangi jumlah
sampah juga mengurangi biaya peternakan. Namun, sampah organik ini harus dibersihkan
dan dipilah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh ternak. Sebab akan bermasalah jika
sampah organik tadi bercampur dengan sampah-sampah yang mengandung logam-logam
berat yang dapat terakumulasi di dalam tubuh ternak tersebut.
b. Kompos
Sistem ini mempunyai prinsip dasar mengurangi atau mendegradasi bahan-bahan organik
secara terkontrol menjadi bahan-bahan anorganik dengan memanfaatkan aktivitas
mikroorganisme. Mikroorganisme yang berperan dalam pengolahan ini dapat berupa
bakteri, jamur, khamir, juga insekta dan cacing. Agar pertumbuhan mikroorganisme
optimal maka diperlukan beberapa kondisi, diantaranya campuran yang seimbang dari
berbagai komponen karbon dan nitrogen, suhu, kelembaban udara (tidak terlalu basah
dan tidak terlalu kering), dan cukup kandungan oksigen (aerasi baik).
Sistem pengkomposan ini mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
– Merupakan jenis pupuk yang ekologis dan tidak merusak lingkungan.
– Bahan yang dipakai tersedia, tidak perlu membeli.
– Masyarakat dapat membuatnya sendiri, tidak memerlukan peralatan dan instalasi yang
mahal.
– Unsur hara dalam pupuk kompos ini bertahan lama jika dibanding dengan pupuk
buatan.
c. Biogas
Biogas adalah gas-gas yang dapat digunakan sebagai bahan bakar yang dihasilkan dari
proses pembusukan sampah organik. Secara garis besar, biogas dapat dibuat dengan cara
mencapur sampah-sampah organik dengan air kemudian dimasukkan ke dalam tempat
yang kedap udara. Selanjutnya dibiarkan selama kurang lebih 2 (dua) minggu.
Sampah yang dibuat biogas ini mempunyai kelebihan antara lain:
– Mengurangi jumlah sampah.
– Menghemat energi dan merupakan sumber energi yang tidak merusak lingkungan.
– Nyala api bahan bakar biogas ini terang/bersih, tidak berasap seperti arang kayu atau
kayu bakar. Dengan menggunakan biogas, dapur serta makanan tetap bersih.
– Residu dari biogas dapat dimanfaatkan untuk pupuk kandang.
2. Sampah anorganik
a. Reduce (mengurangi penggunaan)
plastik tanpa oksigen dalam kondisi tekanan atmosfir pada temperatur sekitar 370-420 0C. Pada
temperatur tersebut plastik akan mencair dan berubah menjadi gas, sehingga rantai panjang
hidrokarbon akan terpotong menjadi rantai pendek. Langkah berikutnya yang harus dilakukan
adalah proses pendinginan gas tersebut, sehingga akan terkondensasi dan berubah menjadi
cairan. Cairan inilah yang nantinya menjadi bahan bakar minyak, baik berupa minyak tanah, solar
maupun bensin.
Kualitas produk bahan bakar minyak yang dihasilkan melalui proses ini akan sangat
tergantung dari beberapa parameter, seperti jenis sampah plastiknya, temperatur dan jangka
waktu proses pembuatannya. Bagaimanapun, untuk menghasilkan produk bahan bakar minyak
yang lebih berkualitas, maka dalam proses tersebut dibutuhkan katalis. Katalis tersebut dapat
terbuat dari zeolit yang bisa didapatkan dengan mudah dan harga yang murah di Indonesia karena
Indonesia mempunyai potensi zeolit alam yang sangat banyak. Dengan produksi sampah plastik
yang begitu besar, Indonesia dapat dikatakan memiliki salah satu sumber energi alternatif dalam
bentuk minyak tanah, besin dan solar yang sangat besar pula. Satu kilogram plastik dapat meng-
hasilkan kurang lebih satu liter minyak.
Sumber: SNI
19-2454-2002
Untuk menerapkan konsep pemilahan sampah dari sumbernya maka, sarana pewadahan
sampah pun diarahkan sudah terpilah dari sumbernya. Sarana pewadahan sampah diarahkan
sudah berupa wadah terpilah dengan mempertimbangkan kriteria sebagai berikut :
1. Jumlah sarana harus sesuai dengan jenis pengelompokan sampah.
2. Diberi label atau tanda.
3. Dibedakan berdasarkan warna, bahan, dan bentuk.
Label atau tanda dan warna wadah sampah dapat digunakan seperti pada tabel berikut ini.
Tabel IV.7
Label atau Tanda dan Warna Wadah Sampah
Pola pengangkutan sampah dapat dilakukan berdasarkan sistem pengumpulan sampah. Jika
pengumpulan dan pengangkutan sampah menggunakan sistem pemindahan (TPS 3R) atau sistem
tidak langsung, proses pengangkutannya dapat menggunakan sistem kontainer angkat (Hauled
Container System = HCS) ataupun sistem kontainer tetap (Stationary Container System = SCS).
Sistem kontainer tetap dapat dilakukan secara mekanis maupun manual. Sistem mekanis
menggunakan compactor truck dan kontainer yang kompetibel dengan jenis truknya. Sedangkan
sistem manual menggunakan tenaga kerja dan kontainer dapat berupa bak sampah atau jenis
penampungan lainnya.
1. Sistem Kontainer Angkat (Hauled Container System = HCS)
Untuk pengumpulan sampah dengan sistem kontainer angkat, pola pengangkutan yang
digunakan dengan sistem pengosongan kontainer.
Proses pengangkutan:
1) Kendaraan dari poll dengan membawa kontainer kosong menuju lokasi kontainer isi untuk
mengganti atau mengambil dan langsung membawanya ke TPA.
2) Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju kontainer isi berikutnya.
3) Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
2. Sistem Pengakutan dengan Kontainer Tetap (Stationary Container System=SCS)
Sistem ini biasanya digunakan untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa truk kompaktor
secara mekanis atau manual.
Pengakutan dengan SCS mekanis yaitu :
1) Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah dituangkan kedalam truk
kompaktor dan meletakkan kembali kontainer yang kosong.
2) Kendaraan menuju kontainer berikutnya sampai truk penuh untuk kemudian menuju TPA.
3) Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
Pengangkutan dengan SCS manual yaitu :
1) Kendaraan dari poll menuju TPS pertama, sampah dimuat ke dalam truk kompaktor atau
truk biasa.
2) Kendaraan menuju TPS berikutnya sampai truk penuh untuk kemudian menuju TPA.
3) Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
Persyaratan peralatan dan perlengkapan untuk sarana pengangkutan sampah dalam skala
kota adalah sebagai berikut:
1. Sampah harus tertutup selama pengangkutan, agar sampah tidak berceceran di jalan.
2. Tinggi bak maksimum 1,6 meter.
3. Sebaiknya ada alat pengungkit.
4. Tidak bocor, agar llndi tidak berceceran selama pengangkutan.
1. Dari segi kemudahan, peralatan tersebut harus dapat dioperasikan dengan mudah dan cepat,
sehingga biaya operasional jadi murah.
2. Dari segi pembiayaan, peralatan tersebut harus kuat dan tahan lama serta volume yang
optimum, sehingga biaya investasi menjadi murah.
3. Dari segi kesehatan dan estetika, peralatan tersebut harus dapat mencegah timbulnya lalat,
tikus atau binatang lain dan tersebarnya bau busuk serta kelihatan indah atau bersih.
Rute Pengangkutan
Rute pengangkutan dibuat agar pekerja dan peralatan dapat digunakan secara efektif. Pada
umumnya rute pengumpulan dicoba berulang kali, karena rute tidak dapat digunakan pada semua
kondisi. Pedoman yg dapat digunakan dalam membuat rute sangat tergantung dari beberapa
faktor yaitu:
1. Peraturan lalu lintas yang ada;
2. Pekerja, ukuran, dan tipe alat angkut;
3. Jika memungkinkan, rute dibuat mulai dan berakhir di dekat jalan utama, gunakan topografi
dan kondisi fisik daerah sebagai batas rute;
4. Pada daerah berbukit, usahakan rute dimulai dari atas dan berakhir di bawah;
5. Rute dibuat agar kontainer/TPS terakhir yang akan diangkut yang terdekat ke TPA;
6. Timbulan sampah pada daerah sibuk/lalu lintas padat diangkut sepagi mungkin;
7. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah terbanyak, diangkut lebih dahulu;
8. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah sedikit, diusahakan terangkut dalam hari yang
sama.
Pengolahan sampah di TPS 3R dapat dilakukan dengan daur ulang dan pengomposan sampah.
A. Daur Ulang
1. Sampah yang didaur ulang minimal adalah kertas, plastik dan logam yang memiliki nilai
ekonomi tinggi dan untuk mendapatkan kualitas bahan daur ulang yang baik, pemilahan
sebaiknya dilakukan sejak di sumber.
2. Pemasaran produk daur ulang dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak
penampung atau langsung dengan industri pemakai.
3. Daur ulang sampah B3 Rumah tangga (terutama batu baterai dan lampu neon bekas)
dikumpulkan untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundangan yang
berlaku.
4. Daur ulang kemasan plastik (air mineral, minuman dalam kemasan, mie instan, dan lain-
lain) sebaiknya dimanfaatkan untuk barang-barang kerajinan atau bahan baku produk
lainnya.
B. Pembuatan Kompos
a. Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur (terseleksi) dan
daun potongan tanaman.
b. Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan open
windrow dan caspary.
c. Perlu dilakukan analisa kualitas terhadap produk kompos secara acak dengan parameter
antara lain warna, C/N rasio, kadar N,P,K dan logam berat. Dalam pengecekan analisa
kualitas produk kompos, bisa bekerja sama dengan Laboratorium Tanah yang ada di
universitas atau milik Instansi Pemerintah setempat.
d. Pemasaran produk kompos dapat bekerja sama dengan pihak koperasi dan dinas
(Kebersihan, Pertamanan, Pertanian, dan lain-lain).
e. Untuk pengaliran udara pada proses pengomposan, setiap tumpukan sampah diberi sebuah
terowongan bambu (bamboo aerator) Penumpukan sampah di atas terowongan bambu. Hal
tersebut penting untuk menjamin tercapainya suhu ideal pada proses pengomposan, yaitu
45 – 65 °C.
f. Melakukan penyiraman setiap mencapai ketebalan 30 cm agar kelembaban merata.
g. Secara berkala, tumpukan sampah dibalik 1 atau 2 kali seminggu secara manual. Pembalikan
tumpukan dapat dilakukan dengan memindahkan tumpukan ke tempat berikutnya. Waktu
pembalikan dicatat dan tumpukan yang sudah dilakukan pembalikan diberi tanda tanggal
pembalikan.
Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan kecil.
Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas
diantaranya:
Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan
Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
Pos pengendalian operasional
Fasilitas pengendalian gas metan
Alat berat.
Kabupaten Demak masih menggunakan metode control landfill.
c. Sanitary Landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internsional dimana
penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat
diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup
mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk kota
besar dan metropolitan.
Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan prasarana dan
sarana yang meliputi:
a. Prasarana Jalan
Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA. Semakin baik
kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi
keduanya menjadi tinggi.
Konstruksi jalan TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga
dikenal jalan TPA dengan konstruksi:
Hotmix
Beton
Aspal
Perkerasan situ
Kayu
Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan:
Jalan masuk/akses; yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia
Jalan penghubung; yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain
dalam wilayah TPA
Jalan operasi/kerja; yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik
pembongkaran sampah
Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan yang terbatas biasanya jalan
penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja/operasi.
b. Prasarana Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan tujuan
untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Seperti diketahui, air hujan
merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air
hujan yang masuk ke timbunan sampah akan semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan
yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya.
Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan dari
luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini
umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang
telah ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan
air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu permukaan tanah
penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase.
c. Fasilitas Penerimaan
Ketebalan sel sebaiknya antara 2-3 meter. Ketebalan terlalu besar akan menurunkan
stabilitas permukaan, sementara terlalu tipis akan menyebabkan pemborosan tanah
penutup
Panjang sel dihitung berdasarkan volume sampah padat dibagi dengan lebar dan tebal
sel.
Sebagai contoh bila volume sampah padat adalah 150 m 3/hari, tebal sel direncanakan 2 m,
lebar sel direncanakan 3 m, maka panjang sel adalah 150/(3x2) = 25 m
Batas sel harus dibuat jelas dengan pemasangan patok-patok dan tali agar operasi
penimbunan sampah dapat berjalan dengan lancar.
b. Pengaturan Blok
Blok operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk penimbunan
sampah selama periode operasi menengah misalnya 1 atau 2 bulan. Karenanya luas blok
akan sama dengan luas sel dikalikan perbandingan periode operasi menengah dan
pendek.
Sebagai contoh bila sel harian berukuran lebar 3 m dan panjang 25 m maka blok operasi
bulanan akan menjadi 30 x 75 m2 = 2.250 m2
c. Pengaturan Zona
Zona operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk jangka waktu
panjang misal 1 – 3 tahun, sehingga luas zona operasi akan sama dengan luas blok operasi
dikalikan dengan perbandingan periode operasi panjang dan menengah.
Sebagai contoh bila blok operasi bulanan memiliki luas 2.250 m 2 maka zona operasi
tahunan akan menjadi 12 x 2.250 = 2,7 Ha.
4. Persiapan Sel Pembuangan
Sel pembuangan yang telah ditentukan ukuran panjang, lebar dan tebalnya perlu dilengkapi
dengan patok-patok yang jelas. Hal ini dimaksudkan untuk membantu petugas/operator dalam
melaksanakan kegiatan pembuangan sehingga sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Beberapa pengaturan perlu disusun dengan rapi diantaranya:
Peletakan tanah penutup
Letak titik pembongkaran sampah dari truk
Manuver kendaraan saat pembongkaran
5. Pembongkaran Sampah
Letak titik pembongkaran harus diatur dan diinformasikan secara jelas kepada pengemudi truk
agar mereka membuang pada titik yang benar sehingga proses berikutnya dapat dilaksanakan
dengan efisien.
Titik bongkar umumnya diletakkan di tepi sel yang sedang dioperasikan dan berdekatan
dengan jalan kerja sehingga kendaraan truk dapat dengan mudah mencapainya. Beberapa
pengalaman menunjukkan bahwa titik bongkar yang ideal sulit dicapai pada saat hari hujan
akibat licinnya jalan kerja. Hal ini perlu diantisipasi oleh penanggungjawab TPA agar tidak
terjadi.
Jumlah titik bongkar pada setiap sel ditentukan oleh beberapa faktor:
Lebar sel
Waktu bongkar rata-rata
Frekuensi kedatangan truk pada jam puncak
Harus diupayakan agar setiap kendaraan yang datang dapat segera mencapai titik bongkar dan
melakukan pembongkaran sampah agar efisiensi kendaraan dapat dicapai.
6. Perataan dan Pemadatan Sampah
Perataan dan pemadatan sampah dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi pemanfaatan
lahan yang efisien dan stabilitas permukaan TPA yang baik. Kepadatan sampah yang tinggi di
TPA akan memerlukan volume lebih kecil sehingga daya tampung TPA bertambah, sementara
permukaan yang stabil akan sangat mendukung penimbunan lapisan berikutnya.
Pekerjaan perataan dan pemadatan sampah sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan
efisiensi operasi alat berat.
Pada TPA dengan intensitas kedatangan truk yang tinggi, perataan dan pemadatan perlu
segera dilakukan setelah sampah dibongkar. Penundaan pekerjaan ini akan menyebabkan
sampah menggunung sehingga pekerjaan perataannya akan kurang efisien dilakukan.
Pada TPA dengan frekuensi kedatangan truk yang rendah maka perataan dan pemadatan
sampah dapat dilakukan secara periodik, misalnya pagi dan siang.
Perataan dan pemadatan sampah perlu dilakukan dengan memperhatikan kriteria
pemadatan yang baik:
Perataan dilakukan selapis demi selapis
Setiap lapis diratakan sampah setebal 20 cm – 60 cm dengan cara mengatur
ketinggian blade alat berat
Pemadatan sampah yang telah rata dilakukan dengan menggilas sampah tersebut 3-5
kali
Perataan dan pemadatan dilakukan sampai ketebalan sampah mencapai ketebalan
rencana
7. Penutupan Tanah
Penutupan TPA dengan tanah mempunyai fungsi maksud sebagai berikut:
Untuk memotong siklus hidup lalat, khususnya dari telur menjadi lalat
Pemeliharaan TPA
Pemeliharaan TPA dimaksudkan untuk menjaga agar setiap prasarana dan sarana yang ada
selalu dalam kondisi siap operasi dengan unjuk kerja yang baik. Seperti halnya program
pemeliharaan lazimnya maka sesuai tahapannya perlu diutamakan kegiatan pemeliharaan yang
bersifat preventif untuk mencegah terjadinya kerusakan dengan melaksanakan pemeliharaan
rutin. Pemeliharaan kolektif dimaksudkan untuk segera melakukan perbaikan kerusakan-kerusakan
kecil agar tidak berkembang menjadi besar dan kompleks.
Pemeliharaan Alat Bermesin (Alat Berat, Pompa, dll)
Alat berat dan peralatan bermesin seperti pompa air lindi sangat vital bagi operasi TPA
sehingga kehandalan dan unjuk kerjanya harus dipelihara dengan prioritas tinggi. Buku manual
pengoperasian dan pemeliharaan alat berat harus selalu dijalankan dengan benar agar peralatan
tersebut terhindar dari kerusakan.
Kegiatan perawatan seperti penggantian minyak pelumas baik mesin maupun transmisi
harus diperhatikan sesuai ketentuan pemeliharaannya. Demikian pula dengan pemeliharaan
komponen seperti baterai, filter-filter, dan lain-lain tidak boleh dilalaikan ataupun dihemat seperti
banyak dilakukan.
Pemeliharaan Jalan
Kerusakan jalan TPA umumnya dijumpai pada ruas jalan masuk dimana kondisi jalan
bergelombang maupun berlubang yang disebabkan oleh beratnya beban truk sampah yang
melintasinya. Jalan yang berlubang / bergelombang menyebabkan kendaraan tidak dapat
melintasinya dengan lancar sehingga terjadi penurunan kecepatan yang berarti menurunnya
efisiensi pengangkutan; disamping lebih cepat ausnya beberapa komponen seperti kopling, rem
dan lain-lain.
Keterbatasan dana dan kelembagaan untuk pemeliharaan seringkali menjadi kendala
perbaikan sehingga kerusakan jalan dibiarkan berlangsung lama tanpa disadari telah menurunkan
efisiensi pengangkutan. Hal ini sebaiknya diantisipasi dengan melengkapi manajemen TPA dengan
kemampuan memperbaiki kerusakan jalan sekalipun bersifat temporer seperti misalnya
perkerasan dengan pasir dan batu.
Bagian lain yang juga sering mengalami kerusakan dan kesulitan adalah jalan kerja dimana
kondisi jalan temporer tersebut memiliki kestabilan yang rendah; khususnya bila dibangun di atas
sel sampah. Cukup banyak pengalaman memberi contoh betapa jalan kerja yang tidak baik telah
menimbulkan kerusakan batang hidrolis pendorong bak pada dump truck; terutama bila
pengemudi memaksa membongkar sampah pada saat posisi kendaraan tidak rata / horizontal.
Jalan kerja di banyak TPA juga memiliki faktor kesulitan lebih tinggi pada saat hari hujan.
Jalan yang licin menyebabkan truk sampah sulit bergerak dan harus dibantu oleh alat berat;
sehingga keseluruhan menyebabkan waktu operasi pengangkutan di TPA menjadi lebih panjang
dan pemanfaatan alat berat untuk hal yang tidak efisien.
Sekali lagi perlu diperhatikan untuk memperbaiki kerusakan jalan sesegera mungkin
sebelum menjadi semakin parah. Pengurugan dengan sirtu umumnya sangat efektif memperbaiki
jalan yang bergelombang dan berlubang.
Pemeliharaan Lapisan Penutup
Lapisan penutup TPA perlu dijaga kondisinya agar tetap dapat berfungsi dengan baik.
Perubahan temperatur dan kelembaban udara dapat menyebabkan timbulnya retakan permukaan
tanah yang memungkinkan terjadinya aliran gas keluar dari TPA ataupun mempercepat rembesan
air pada saat hari hujan. Untuk itu retakan yang terjadi perlu segera ditutup dengan tanah sejenis.
Proses penurunan permukaan tanah juga sering tidak berlangsung seragam sehingga ada
bagian yang menonjol maupun melengkung ke bawah. Ketidakteraturan permukaan ini perlu
diratakan dengan memperhatikan kemiringan ke arah saluran drainase. Penanaman rumput dalam
hal ini dianjurkan untuk mengurangi efek retakan tanah melalui jaringan akar yang dimiliki.
Pemeriksaan kondisi permukaan TPA perlu dilakukan minimal sebulan sekali atau beberapa
hari setelah terjadi hujan lebat untuk memastikan tidak terjadinya perubahan drastis pada
permukaan tanah penutup akibat erosi air hujan.
Pemeliharaan Drainase
Pemeliharaan saluran drainase secara umum sangat mudah dilakukan. Pemeriksaan rutin
setiap minggu khususnya pada musim hujan perlu dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi
kerusakan saluran yang serius.
Saluran drainase perlu dipelihara dari tanaman rumput ataupun semak yang mudah sekali
tumbuh akibat tertinggalnya endapan tanah hasil erosi tanah penutup TPA di dasar saluran. TPA di
daerah bertopografi perbukitan juga sering mengalami erosi akibat aliran air yang deras.
Lapisan semen yang retak atau pecah perlu segera diperbaiki agar tidak mudah lepas oleh
erosi air; sementara saluran tanah yang berubah profilnya akibat erosi perlu segera dikembalikan
ke dimensi semula agar dapat berfungsi mengalirkan air dengan baik.
Pemeliharaan Fasilitas Penanganan Lindi
Kolam penampung dan pengolah lindi seringkali mengalami pendangkalan akibat endapan
suspensi. Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya volume efektif kolam yang berarti semakin
berkurangnya waktu tinggal; yang akan berakibat pada rendahnya efisiensi pengolahan yang
berlangsung. Untuk itu perlu diperhatikan agar kedalaman efektif kolam dapat dijaga.
Lumpur endapan yang mulai tinggi melampaui dasar efektif kolam harus segera dikeluarkan.
Alat berat excavator sangat efektif dalam pengeluaran lumpur ini. Dalam beberapa hal dimana
ukuran kolam tidak terlalu besar juga dapat digunakan truk tinja untuk menyedot lumpur yang
terkumpul yang selanjutnya dapat dibiarkan mengering dan dimanfaatkan sebagai tanah penutup
sampah.
Pemeliharaan Fasilitas Lainnya
Fasilitas-fasilitas lain seperti bangunan kantor/ pos, garasi dan sebagainya perlu dipelihara
sebagaimana lazimnya bangunan umum seperti kebersihan, pengecatan dan lain-lain.
Pengendalian TPA
a. Pengendalian Lalat
Perkembangan lalat dapat terjadi dengan cepat yang umumnya disebabkan oleh
terlambatnya penutupan sampah dengan tanah sehingga tersedia cukup waktu bagi telur
lalat untuk berkembang menjadi larva dan lalat dewasa. Karenanya perlu diperhatikan
dengan seksama batasan waktu paling lama untuk penutupan tanah. Semakin pendek
periode penutupan tanah akan semakin kecil pula kemungkinan perkembangan lalat.
Dalam hal lalat telah berkembang banyak, dapat dilakukan penyemprotan insektisida
dengan menggunakan mistblower. Tersedianya pepohonan dalam hal ini sangat
membantu pencegahan penyebaran lalat ke lingkungan luar TPA.
b. Pencegahan Kebakaran/ Asap
Kebakaran/asap terjadi karena gas metan terlepas tanpa kendali dan bertemu dengan
sumber api. Terlepasnya gas metan seperti telah dibahas sebelumnya sangat ditentukan
oleh kondisi dan kualitas tanah penutup. Sampah yang tidak tertutup tanah sangat rawan
terhadap bahaya kebakaran karena gas tersebar di seluruh permukaan TPA. Untuk
mencegah kasus ini perlu diperhatikan pemeliharaan lapisan tanah penutup TPA.
c. Pencegahan Pencemaran Air
Pencegahan pencemaran air di sekitar TPA perlu dilakukan dengan menjaga agar leachate
yang dihasilkan di TPA dapat:
- Terbentuk sesedikit mungkin; dengan cara mencegah rembesan air hujan melalui
konstruksi drainase dan tanah penutup yang baik;
- Terkumpul pada kolam pengumpul dengan lancar;
- Diolah dengan baik pada kolam pengolahan; yang kualitasnya secara periodik
diperiksa.
Dalam berbagai aspek pembangunan, masyarakat selalu menjadi unsur yang utama karena
pembangunan ditujukan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena itu
masyarakat seharusnya tidak hanya menjadi objek tetapi harus menjadi subjek yang dilibatkan
agar masyarakat bisa menentukan nasibnya sendiri. Begitu pula dalam hal pengelolaan sampah.
Dalam pengelolaan sampah, peran masyarakat menjadi penting karena beberapa faktor, antara
lain :
1. masyarakat merupakan penghasil sampah yang cukup besar karena makin berkembangnya
komplek hunian baru (permukiman) sehingga sampah domestik rumah tangga juga makin
bertambah. Berdasarkan data dari ISSDP (2010), masyarakat adalah penghasil sampah terbesar
yaitu sebesar 60% dari sampah perkotaan;
2. masyarakat seharusnya bisa mandiri dalam pengelolaan sampah untuk mendukung terciptanya
sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan sehingga tidak selamanya menjadi beban
pemerintah daerah.
Selama ini, sebagian besar masalah persampahan bagi masyarakat masih dilayani oleh
Pemerintah kabupaten. Di area permukiman, petugas akan mengambil sampah dari tiap-tiap
rumah secara rutin dan menitipkannya di TPS yang ada di sekitar permukiman sampai instansi
yang membidangi persampahan mengangkutnya ke TPA. Petugas sampah bisa saja dikelola oleh
pemerintah setempat (RT, RW, Kelurahan/ Desa), instansi yang membidangi persampahan atau
bisa pula dilakukan oleh sektor swasta. Bila dilihat dari tingginya prosentase masyarakat yang
masih dilayani dalam pengelolaan sampahnya, maka dapat disimpulkan bahwa peran masyarakat
dalam pengelolaan sampah masih sangat minim. Belum lagi masyarakat yang masih membuang
sampah tidak pada tempat yang seharusnya, tetapi malah membuang sampah ke sungai atau
tempat-tempat yang bukan merupakan TPS atau TPA (misalnya di pinggir jalan atau ruang terbuka
hijau/taman). Selain mencemari lingkungan dan berakibat buruk pada kesehatan, sampah
memberi dampak banjir khususnya pada saat musim penghujan, terutama bila sampah
menyumbat saluran drainase atau menyebabkan sungai yang meluap karena dipenuhi oleh
sampah.
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah suatu usaha yang tidak
mudah karena berhubungan dengan masyarakat yang terdiri dari berbagai lapisan dengan
beraneka ragam masalahnya. Hambatannya adalah sulitnya mengubah cara pandang dan
kebiasaan masyarakat yang sudah berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan turun temurun.
Dalam hal ini adalah mengubah pandangan masyarakat tentang sampah yang dulu biasanya
dibuang dan dihindari/dijauhkan tetapi sekarang telah menjadi sampah sebagai sumber daya yang
bernilai ekonomis.
Paradigma bahwa sampah adalah tanggung jawab pemerintah juga harus diubah sehingga
sampah sekarang ini harus menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat. Beberapa hal penting
dari pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah :
a. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah ini menghasilkan
masyarakat yang mandiri dan berinisiatif melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan
kemampuan sendiri sehingga tidak terus menerus bergantung pada bantuan dari pihak lain
(misalnya pemerintah atau instansi lain).
b. Bagaimana pemberdayaan dapat mengubah persepsi masyarakat yang salah tentang
pengelolaan sampah menjadi masyarakat dengan cara berpikir yang benar dalam
memandang perspektif tentang lingkungan dan tentang sampah perkotaan yang harus
dikelola.
c. Bagaimana kegiatan-kegiatan yang telah dicanangkan dari pemberdayaan ini dapat berjalan
dengan baik, yaitu di mana tiap orang melakukan tugasnya dengan benar dan bertanggung
jawab dalam mengelola sampah meskipun tidak mendapat pendampingan/pengawasan lagi
oleh Kelompok Swadaya Masyarakat yang sudah dibentuk atau oleh pengurus lingkungan
setempat (Kelurahan/ Desa, Kecamatan, dan lain-lain), maupun oleh individu-individu dari
masyarakat yang merasa terpanggil untuk mengamati dan memberi laporan kepada forum
yang berwenang. Inti dari monitoring ini adalah menjaga kesinambungan kegiatan
pengelolaan sampah yang telah diawali dari pemberdayaan masyarakat agar dapat terus
berlanjut demi kepentingan bersama, sehingga pada dasarnya tiap individu dapat saja saling
memberikan masukan dan saran demi keberlanjutan kegiatan pengelolaan sampah oleh
masyarakat.
Untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membina peran serta masyarakat secara
terarah diperlukan program yang dilaksanakan secara intensif dan berorientasi kepada penyebar
luasan pengetahuan, penanaman kesadaran, peneguhan sikap dan pembentukan perilaku.
Program pemberdayaan masyarakat tersebut diharapkan dapat membentuk perilaku sebagai
berikut:
1. masyarakat mengerti dan memahami masalah kebersihan lingkungan.
2. masyarakat turut serta secara aktif dalam mewujudkan kebersihan lingkungan.
3. masyarakat bersedia mengikuti prosedur / tata cara pemeliharaan kebersihan.
4. masyarakat bersedia memilah sampah di rumah tangga.
5. masyarakat bersedia membiayai pengelolaan sampah.
6. masyarakat turut aktif menularkan kebiasaan hidup bersih pada anggota masyarkat lainnya.
7. masyarakat aktif memberi masukan ( saran-saran ) yang membangun dalam pengelolaan
sampah.
Program pemberdayaan masyarakat yang dapat dilakukan antara lain:
1. Melaksanakan sosialisasi atau kampanye pengelolaan sampah 3R.
2. Pendampingan dan fasilitasi pengelolaan sampah 3R.
3. Memfasilitasi forum lingkungan dan organisasi sebagai mitra pengelola sampah.
4. Menerapkan pola tarif iuran sampah.
5. Memberikan insentif terhadap masyarakat yang melakukan pemilahan sampah dari rumah
tangga.
Pengelolaan Sampah bahkan mewajibkan setiap produsen mencantumkan label atau tanda yang
berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan atau di produknya,
serta mengharuskan produsen mengelola kemasan atau barang yang diproduksinya yang tidak
dapat atau sulit terurai oleh proses alam berupa penarikan kembali kemasan untuk didaur ulang
atau digunakan ulang.
Kemasan yang sukar terurai tersebut dan paling banyak digunakan disektor swasta yaitu
penggunaan kantung/ kemasan plastik. Kantung/ kemasan plastik dalam dunia usaha adalah hal
yang lazim dan paling banyak dihabiskan pada sektor ini. Namun, perlu disadari bahwa plastik
adalah sampah yang sukar diuraikan dalam tanah serta dapat menjadi bahan yang berbahaya jika
dibakar. Oleh karenanya, penggunaannya saat ini justru akan terus semakin menambah jumlah
sampah yang ada. Untuk itu, penggunaan kantung/ kemasan kertas sangat dianjurkan karena
dapat dengan mudah terurai di alam, mudah didaur ulang, serta memiliki kelebihan untuk
digunakan kembali. Penggantian dari kantung/ kemasan plastik ke kantung/ kemasan kertas
sangat mudah dilakukan dan perlu dukungan penuh dari pihak swasta untuk mewujudkannya,
perwujudannya dapat diilustrasikan sebagai berikut, ongkos produksi kantung/ kemasan kertas
tersebut dapat dikenakan kepada konsumen. Ataukah jika masyarakat membawa sendiri kantung
kertasnya ketika berbelanja, maka pihak swasta memberikan potongan harga. Dengan kondisi
seperti ini, pengurangan sampah (reduce) tidak sulit untuk diwujudkan.
Mewujudkan progam Reduce, Re-use dan Recycle (3R) di sektor bisnis sangatlah mudah
untuk dilakukan dan merupakan pilar utamanya. Sektor bisnis justru dapat mengupayakan
menghasilkan produk yang ramah lingkungan, gampang didaur ulang, serta dapat digunakan
secara berkesinambungan oleh masyarakat. Pemerintah kemudian menginformasikan secara
intensif kepada masyarakat untuk menggunakan dan mengkonsumsi produk-produk yang
mendukung program 3R tersebut. Selanjutnya pemerintah juga diharapkan dapat melakukan
penilaian dan pemberian penghargaan kepada perusahaan-perusahaan yang mampu menjalankan
program 3R tersebut secara konsisten setiap tahunnya. Jika hal ini dapat berjalan dengan baik,
sektor usaha lainnya akan terdorong dan termotivasi untuk hanya menghasilkan produk dengan
label 3R tersebut.
Sektor usaha dalam mendukung pengelolaan sampah, juga dapat melalui penyediaan
tempat pembuangan sampah yang telah dipilah berdasarkan jenisnya serta memasang ketentuan
untuk selalu menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya. Untuk sektor usaha
yang bergerak dibidang produksi, pengelolaan limbah sisa produksi yang dihasilkan perlu menjadi
perhatian serius dan dilakukan upaya netralisir terhadap limbah tersebut sebelum dibuang ke
aliran sungai (tidak berbahaya bagi manusia maupun lingkungan). Hal ini penting sebab, limbah
sisa produksi biasanya mengandung zat berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit,
terganggunya kesehatan, bahkan untuk tingkat yang lebih parah dapat menyebabkan kematian.
Dalam hal lain, pihak swasta yang memiliki teknologi penanganan sampah yang baik dan
modern, ataukah memiliki kemampuan dan minat untuk mengelola sampah menjadi sesuatu yang
bernilai ekonomis dapat melakukan kemitraan atau kerjasama dengan pemerintah daerah,
sehingga diharapkan penanganan sampah akan semakin optimal, terdapat keuntungan PAD yang
bisa diraih, dan secara tidak langsung membantu pemerintah dalam mewujudkan daerah yang
bersih.
Tabel IV.8.
Pembagian Wewenang Pengelolaan Sampah
Selain tugas dan kewenangan yang tertera diatas, pemerintah maupun pemerintah daerah
juga wajib untuk melaksanakan, (1) Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap
dalam jangka waktu tertentu; (2) Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; (3)
memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; (4) Memfasilitasi kegiatan
mengguna ulang dan mendaur ulang; dan (5) Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
Dari pembagian wewenang mengenai pengelolaan sampah diatas dapat kita lihat
bahwasanya ada kebijakan desentralisasi dalam pengelolaan sampah yang dikarenakan
pengelolaan sampah harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Hal tersebut
terlihat jelas dimana fungsi Pemerintah Kota/ Kabupaten adalah menentukan serta
menyelenggarakan sistem pengelolaan sampah yang mereka anggap sesuai dengan keadaan
wilayah mereka, tentunya dengan tidak keluar dari Kerangka Kebijakan Nasional dan Provinsi.
Melalui desentralisasi selain memudahkan pengelolaan juga diharapkan dapat lebih
mengefektifkan pemantauan serta evaluasi terhadap sistem pengelolaan sampah di daerah
Pada dasarnya pengelolaan sampah mengandung arti, pemerintah menetapkan kebijakan,
Pemda melaksanakannya dikarenakan pemerintah daerah lah yang langsung berhubungan dengan
masyarakat. Berpegang pada hal ini, kewajiban Pemerintah menyiapkan juga budget khusus bagi
pengelolaan sampah secara nasional termasuk mengkoordinasikan pengelolaan sampah secara
nasional, agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antar departemen dan lain-lain. Khusus
mengenai kewajiban Pemerintah Daerah, yang paling penting untuk lebih ditekankan adalah
penyiapan budget yang cukup bagi pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah. Budget
ini harus tergambar jelas dalam setiap APBD, sehingga peruntukannya bisa dipantau oleh
masyarakat. Pemerintah juga berkewajiban mengelola sampah secara teratur dan terjadwal,
sehingga masyarakat bisa memantau kinerja mereka. Adapun kewajiban pelaku usaha yang lupa
disebut adalah internalisasi biaya pengelolaan sampah, padahal dicantumkan dalam pembahasan
mengenai asas-asal pengelolaan. Hal itu perlu secara tegas dicantumkan, agar setiap pelaku usaha
memasukan budget khusus dalam setiap kegiatan usaha mereka.
Dengan adanya kebijakan desentralisasi, daerah diharapkan dapat menghasilkan Peraturan
Daerah yang tegas dan bersifat mengikat baik yang mengatur besaran retribusi yang disesuaikan
dengan volume sampah yang dihasilkan, jenis pelayanan persampahan yang diberikan, waktu
pelayanan, hingga sampai kepada sanksi yang diberikan. Dari hal ini diharapkan dapat disikapi
secara disiplin oleh seluruh warga dan juga dapat tetap memperhatikan nilai dan kualitas
lingkungan hidup. Selain itu pemerintah daerah juga dapat membuat kebijakan berupa mekanisme
pengelolaan sampah yang lebih dapat mengakomodasi partisipasi masyarakat, karena
sebagaimana diketahui, masyarakat merupakan produsen sampah yang terbesar.
Terkait dengan hubungannya dengan masyarakat dan sektor usaha, pemerintah diharuskan
memberikan insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan disinsentif
kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah. Insentif dapat diberikan
misalnya kepada produsen yang menggunakan bahan produksi yang dapat atau mudah diurai oleh
proses alam dan ramah lingkungan, sedangkan disinsentif dikenakan misalnya kepada produsen
yang menggunakan bahan produksi yang sulit diurai oleh proses alam, diguna ulang, atau didaur
ulang, serta tidak ramah terhadap lingkungan. Oleh karenanya setiap masyarakat dalam
pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi
dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan serta mengedepankan 3R
(Reduce, Re-use dan Recycle).
Penataan organisasi pelaksana pengelolaan sampah di Kabupaten Demak dilakukan
dengan menyusun tugas pokok dan fungsi yang lebih jelas dan tegas terhadap tugas, tanggung
jawab serta kewenangan lembaga–lembaga pengelola sampah. Disamping itu dalam pengelolaan
sampah antar lembaga harus ada kesatuan komando dengan membuat struktur organisasi yang
eksplisit untuk memperjelas alur komando penanganan permasalahan sampah.
Dalam perencanaan kegiatan dan anggaran hendaknya lebih baik melibatkan kecamatan
dan kelurahan/desa sebagai organisasi pelaksana di tingkat bawah. Disamping itu didalam
perencanaan harus lebih banyak melibatkan masyarakat sebagai pengguna pelayanan kebersihan.
Sedangkan dalam pelaksanaan koordinasi antar lembaga harus ditingkatkan termasuk dengan
lembaga di luar pelaksana kebersihan. Koordinasi dapat dilakukan secara rutin maupun incidental
terutama dalam menangani pengaduan–pengaduan masyarakat. Selain itu guna meningkatkan
kepatuhan masyarakat untuk mentaati peraturan pengelolaan sampah maka peraturan harus
ditegakkan.
Rencana organisasi pengelolaan sampah di Kabupaten Demak dimasa datang adalah
sebagai berikut:
a. Satuan kerja yang terlibat adalah Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Bidang
Perumahan, Dinas Lingkungan Hidup (KLH), kecamatan dan kelurahan/desa.
b. Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagai penanggung jawab kebersihan kota
termasuk dalam hal pengelolaan sampah.
c. Dinas Lingkungan Hidup bertugas dalam melakukan sosialisasi, penyuluhan dan
pendampingan dalam penerapan konsep 3R, perilaku hidup bersih, dan penanganan dampak
lingkungan terhadap kegiatan pengelolaan dan pengolahan sampah.
d. Penyusunan peraturan/ regulasi tentang tugas pokok dan fungsi, alur komando, penanggung
jawaban serta mekanisme koordinasi yang jelas bagi masing – masing satuan kerja yang
terlibat dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas.
e. Dalam perencanaan program pengelolaan sampah sebaiknya melibatkan satuan kerja yang
terlibat di tambah dengan perwakilan stake holders.
f. Dalam hal pelaksanaan pengelolaan kebersihan perlu dibentuk rantai, komando serta
koordinasi yang jelas dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman sampai dengan
kelurahan/desa.
g. Pengawasan kebersihan sebaiknya dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman, kecamatan dan kelurahan/desa sebagai penanggung jawab pengelolaan
sampah di wilayah masing – masing, sedangkan cabang dinas sebaiknya dihilangkan saja
karena fungsinya telah dilakukan oleh kecamatan dan kelurahan/desa sebagai penanggung
jawab kebersihan diwilayah masing – masing.
h. Memperjelas mekanisme pengaduan masyarakat serta koordinasi penanganan pengaduan
dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman sampai dengan kelurahan/desa.
i. Disetiap kelurahan/desa dapat di bentuk KSM lebih dari satu unit tergantung dengan situasi
dan kondisi di wilayahnya. Dalam menjalankan tugasnya KSM dibina oleh koordinator sub unit
kebersihan kelurahan/desa dan lurah/ kades setempat. Tugas – tugas dari KSM adalah
membantu melaksanakan tugas kebersihan diwilayahnya, membantu melaksanakan program
– program kebersihan diwilayahnya, mengelola TPS 3R atau Bank Sampah.
keterlibatan swasta serta pemberian insentif khusus bagi perusahaan bersangkutan yang
membantu penerapan teknologi ramah lingkungan dalam pengelolaan persampahan.
Berkaitan dengan pembiayaan, dalam Pasal 24 UU RI Nomor 18 Tahun 2008 disebutkan
bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan
sampah yang bersumber dari APBN serta APBD. Menurut Revisi SNI 03-3242-1994 tentang Tata
Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman, program dan pengembangan pembiayaan yang dapat
dilakukan antara lain :
a) Peningkatan kapasitas pembiayaan
b) Pengelolaan keuangan
c) Penentuan tarif iuran sampah
d) Melaksanakan kesepakatan masyarakat dan pengelola serta konsultasi masalah prioritas
pendanaan persampahan untuk mendapatkan dukungan komitmen Bupati.
Sedangkan sumber biaya berasal dari :
a) Pembiayaan pengelolaan sampah dari sumber sampah di permukiman sampai dengan TPS 3R
bersumber dari iuran warga
b) Pembiayaan pengelolaan dari TPS 3R ke TPA bersumber dari retribusi/ jasa pelayanan
berdasarkan Peraturan daerah / Keputusan Kepala daerah.
Untuk kegiatan yang dapat dibiayai meliputi kegiatan investasi dan kegiatan operasional dan
pemeliharaan sampah, yang meliputi depresiasi + biaya operasional dan pemeliharaan.
Untuk iuran dan retribusi diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Iuran dihitung dengan prinsip subsidi silang dari daerah komersil ke daerah non komersil dan
dari permukiman golongan berpendapatan tinggi ke permukiman golongan berpendapatan
rendah;
b) Besarnya iuran diatur berdasarkan kesepakatan musyawarah warga;
c) Iuran untuk membiayai reinvestasi, operasi dan pemeliharaan.
d) Retribusi diatur berdasarkan peraturan daerah yang berlaku.