Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN KEGIATAN

NYALAMAK DILAOK
(Selamatan Laut)

DISUSUN OLEH:
FATRI HUSAINI
(2019F1A136)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH
MATARAM
DAFTAR ISI

Table of Contents
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................2

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................3

BAB I............................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4

Latar Belakang.........................................................................................................................................4

Rumusan Masalah...................................................................................................................................5

BAB II...........................................................................................................................................................6

PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6

1. Nyalamak Dilaok itu bertentangan dengan Norma yang ada di Desa Setempat...............................6

2. Penyelesaian tentang perbedaan pendapat Nyalamak Dilaok...........................................................6

3. Pola Sanksi......................................................................................................................................7

BAB III..........................................................................................................................................................7

KESIMPULAN...............................................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................8
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan
nikmat kepada kami. Sehinga kami manpu menyelesaikan “LAPORAN KEGIATAN” sesuai
dengan waktu yang kami rencanakan. Laporan kegiatan ini kami buat dalam rangka memenuhi
salah satu syarat penilaian mata kuliah ANTROPOLOGI HUKUM.
Penyusunan laporan kegiatan ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah ada.
Namun, hanya lebih pendekatan pada materi atau membandingkan beberapa materi yang sama
dari berbagai referensi. Yang bisa memberikan tambahan pada hal yang terkait dengan
antropologi hukum dalam perkembangan kemasyrakatan.
Pembuatan laporan ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu mengumpulkan dan
mengkaji materi antropologi hukum dari berbagai referensi. Kami menggunakan metode
pengumpulan data ini, agar laporan yang kami susun dapat memberikan informasi yang mudah
difahami.
Penyampaian perbandingan materi dan referensi yang satu dengan yang lain akan
menyapu dalam satu laporan kegiatan. Sehingga tidak akan tidak ada perombakan total dari buku
aslinya.
Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitupula dalam
penyusunan makalah ini, yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon
maaf atas segala kekurangannya.

Sumbawa Barat, 11 Mei 2020


Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tradisi Nyelamak Dilaok itu dilaksanakan oleh suku pendatang yang tinggal di pesisir
Desa Labuan Lalar, Kecamatan Taliwang, yakni suku Bajo, Mandar, Bugis, dan Banjar bersama
penduduk lokal Suku Samawa (etnis di Kabupaten Sumbawa/Sumbawa Barat).

Pemuka Adat (Jafar), Desa Labuhan Lalar menuturkan pelaksanaan upacara selamatan
laut merupakan bentuk kesepakatan sejumlah suku yang ada di Desa Labuan Lalar. Masing-
masing suku berkontribusi dalam pelaksanaan upacara tersebut, mulai dari pengadaan kerbau
sebagai hewan kurban untuk upacara selamatan laut hingga pelaksanaan upacara. Upacara
selamatan laut itu berawal dari kisah seorang penduduk asli di Desa Lalar Liang yang melahirkan
anak kembar, salah satunya berwujud ikan. Konon, setiap malam Jumat bayi yang berwujud ikan
itu selalu datang ke rumah keluarga yang melahirkan sehingga perlu digelar ritual. Suku
pendatang dan penduduk lokal kemudian sepakat menggelar ritual "Nyelamak Dilaok" dengan
maksudkan agar jiwa bayi yang berwujud ikan itu merasa tenang hidup di laut. Tradisi
"Nyelamak Dilaok" yang dilakukan secara gotong royong itu mencerminkan rasa kebersamaan
dan persatuan antar suku, termasuk penduduk lokal yang ada di pesisir pantai Labuhan Lalar.

Oleh karena itu, berbagai keperluan untuk pelaksanaan upacara selamatan laut dilakukan
secara bersama-sama oleh suku-suku yang ada di perkampungan nelayan tersebut. Inti prosesi
selamatan laut adalah "malagak tikolok" atau membuang kepala kerbau ke dalam laut, tepatnya di
Gili (pulau kecil) Puyung yang jaraknya sekitar 1 kilometer dari pesisir pantai.

Prosesi melagak tikolok (Membuang Kepala Kerbau) tersebut sebagai wujud rasa syukur
para nelayan atas rezeki hasil tangkapan ikan sebagai sumber mata pencaharian mereka disertai
harapan agar kesejahateraan para nelayan semakin meningkat. Ritual tersebut diawali dengan
prosesi "Ngireh" (mengarak kerbau) keliling kampung yang diikuti seluruh warga sekaligus
sebagai pemberitahuan bahwa hewan itu akan dijadikan kurban pada upacara selamatan laut.
Setelah kerbau disembelih di pinggir pantai, daging kerbau dijadikan menu untuk makan
bersama, termasuk para undangan. Kepala kerbau akan dibuang ke laut sebagai persembahan.

Pada malam hari, kepala kerbau diinapkan di sebuah tempat yang dalam bahasa Suku
Bajo disebut "matidor baka ngandakahang tikolok" (Disimpan dan dijaga semalam). Dalam
prosesi ini, kepala kerbau dijaga oleh seorang sandro (dukun) dari Suku Mandar. Pada prosesi itu
juga dilakukan ritual "ngumoh" atau membakar kemenyan atau dupa agar kepala kerbau tidak
mengeluarkan bau dan terhindar dari roh jahat. Acara puncak nyelamak dilaok adalah "melagak
tikolok" atau membuang kepala kerbau di laut yang dilakukan sandro dari Suku Mandar di
sebuah gili (pulau kecil) Puyung yang lokasinya berjarak 1 kilometer dari pesisir pantai.

Pada ritual tersebut rakit yang membawa kepala kerbau dan perlengkapan upacara berada
di barisan terdepan diiringi ratusan perahu nelayan yang dihias. Rakit tersebut tidak boleh
didahuli oleh perahu lainnya. Setelah iring-iringan sampai di lokasi malagak tikolok, kepala
kerbau diceburkan ke dalam laut oleh sandro diikuti sorak-sorai orang-orang yang ikut
menyaksikan acara tersebut. Setelah ritual malagak tikolok, ada pantangan selama sehari tidak
boleh melaut menangkap ikan. Sebelumnya, larangan itu berlaku selama seminggu. Jika ada yang
melanggar larangan dapat dijatuhi sanksi.

Menurut Jafar yang juga Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Labuhan Lalar, larangan
tersebut dimaksudkan agar kelestarian laut tetap terjaga dan hasil tangkapan nelayan makin
banyak. Tradisii "Nyelamak Dilaok" yang diwarisi secara turun-temurun oleh warga pesisir Desa
Labuan Lalar sejak puluhan tahun silam itu merupakan kearifan lokal yang mengandung berbagai
keunikan. Namun, selama ini kearifan lokal bersifat bahari itu belum dikenal luar oleh
masyarakat, terutama di luar Kabupaten Sumbawa Barat. Oleh karena itu, menurut Jafar, tradisi
"nyelamak dilaok" perlu dipromosikan baik di dalam maupun luar negeri agar potensi wisata
bahari itu dikenal luas oleh masyarakat di Nusantara maupun internasional.

Upacara selamatan laut tersebut bisa dijadikan salah satu daya tarik wisata selain objek
wisata alam dan bahari yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat. "Oleh karena itu, kami sudah
bersurat ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nusa Tenggara Barat agar tradisi itu dimasukkan
kalender pariwisata tahunan sehingga bisa dijadikan daya tarik wisata," kata Jafar. Desa Labuhan
Lalar merupakan salah satu wilayah Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, yang
penduduk sekitar 75 persen menggantungkan hidup sebagai nelayan.

Rumusan Masalah :
1. Apakah Nyalamak Dilaok itu bertentangan dengan Norma yang ada di Desa Setempat ?
2. Bagaimana cara penyelesaian tentang perbedaan pendapat Nyalamak Dilaok ?
3. Bagaimana kaitan Nyalamak Dilaok dengan pola sanksinya ?

BAB II

PEMBAHASAN

1. Nyalamak Dilaok itu bertentangan dengan Norma yang ada di Desa Setempat
Penduduk Desa Labuhan Lalar dalam lintas sejarah maritime mengungkapkan
bahwa jejak kehidupan baharinya, awalnya para pendatang dari suku Bajo, Bugis, Banjar,
Mandar (Sulawesi), dan suku Ende (Sumba-NTT) berdatangan secara silih berganti dan
menyandarkan kapalnya di Pelabuhan Tontong untuk memasarkan berbagai komoditinya.
Kegiatan Nyalamak Dilaok adalah acara adat masyarakat Labuhan Lalar yang
telah dilaksanakan oleh para pendahulu, para leluhur masyarakat Bajo Labuhan Lalar
sejak beberapa abad yang silam. Adat Nyalamak dilaok adalah kegiatan bersifat ritual
sebagai wujud rasa syukur masyarakat Labuhan Lalar kepada sang Pencipta, sang
Pengusaha Alam, Sang Penguasa Laut, sang pemberi rezeki, rahmat pemilik kasih
sayang, Allah SWT, atas segala rahmat, hidayah, berkah serta perlindungan, rezeki yang
berlimpah melalui banyaknya hasil tangkapan ikan masyarakat nelayan sepanjang tahun.
Kegiatan ini pernah dilakukan pada masa pemerintahan Muh. Said Fadil, Fatawari
dan A. Latif. Dan pada tahun 2013 pemerintah Desa ingin mengangkat kembali budaya
nyalamak dilaok, tetapi menjadi permasalahan, terjadinya perbedaan pendapat dengan
para tokoh agama yang dikatakan nyalamak dilaok sebagai wujud pelanggaran norma
agama karena di anggap sebagai kegiatan musyrik. Di dalam agama islam dan juga
mayoritas agama nya islam di desa labuhan lalar.

2. Penyelesaian tentang perbedaan pendapat Nyalamak Dilaok


Dengan adanya perbedaan pendapat di kalangan para tokoh agama dan tokoh
masyarakat mengharuskan pemerintah daerah melakukan rapat atau musyawarah untuk
menyatukan presepsi terhadap kegiatan yang akan di lakukan sehingga mencapai kata
mufakat dengan meniadakan kegiatan nyalamak dilaok (selamatan laut) ditiadakan dan
digantikan dengan pesta pantai agar wisata bahari tetap terjaga, sehingga tidak muncul
konflik di tengah masyarakat.

3. Pola Sanksi
Bagi yang mempertahankan adat Nyalamak Dilaok akan menerima sanksi
Sepert ; dikucilkan oleh masyarakat setempat karena di dalam Masyarakat Desa Labuhan
Lalar pasti ada yang menyetujui dan tidak menyetujui.
BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari cerita “Nyalamak Dilaok” ini adalah :

1. Mencerminkan rasa kebersamaan dan persatuan antar suku, termasuk penduduk lokal
yang ada di pesisir pantai Labuhan Lalar.
2. sebagai wujud rasa syukur para nelayan atas rezeki hasil tangkapan ikan sebagai sumber
mata pencaharian mereka disertai harapan agar kesejahateraan para nelayan semakin
meningkat.
3. Membuat masyarakat sadar bahwa kebersamaan dalam masyarakat itu penting terhadap
budaya-budaya yang diciptakan.
DAFTAR PUSTAKA

Ansyarull. 2012., Nyelamak Dilaok., : Labuhan Lalar


Jafar. 2013., Nyelamak Dilaok, : Taliwang

Anda mungkin juga menyukai