Anda di halaman 1dari 18

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

DISUSUN OLEH:
Nama: Yuriza Trialdi Aziz
NMP: 61118019

UNIVERSITAS BATAM
TAHUN AJARAN
2018/2019
BANGKA BELITUNG

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (disingkat Babel) adalah


sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau
Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil seperti P. Lepar, P. Pongok, P.
Mendanau dan P. Selat Nasik, total pulau yang telah bernama berjumlah 470 buah dan
yang berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka Belitung terletak di bagian timur
Pulau Sumatera, dekat dengan Provinsi Sumatera Selatan. Bangka Belitung dikenal
sebagai daerah penghasil timah, memiliki pantai yang indah dan kerukunan antar etnis.
Ibu kota provinsi ini ialah Pangkalpinang. Pemerintahan provinsi ini disahkan pada
tanggal 9 Februari 2001. Setelah dilantiknya Pj. Gubernur yakni H. Amur Muchasim, SH
(mantan Sekjen Depdagri) yang menandai dimulainya aktivitas roda pemerintahan
provinsi.

Selat Bangka memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Bangka, sedangkan


Selat Gaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Di bagian utara provinsi ini
terdapat Laut Cina Selatan, bagian selatan adalah Laut Jawa dan Pulau Kalimantan di
bagian timur yang dipisahkan dari Pulau Belitung oleh Selat Karimata.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebelumnya adalah bagian dari Sumatera Selatan,
namun menjadi provinsi sendiri bersama Banten dan Gorontalo pada tahun 2000.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tanggal 21
November 2000 yang terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kota
Pangkalpinang. Pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003
tanggal 23 Januari 2003 dilakukan pemekaran wilayah dengan penambahan 4
kabupaten yaitu Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan dan Belitung Timur.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan pemekaran wilayah dari
Provinsi Sumatera Selatan.
Sejarah

Wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, terutama Pulau Bangka berganti-


ganti menjadi daerah taklukan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Setelah kapitulasi
dengan Belanda, Kepulauan Bangka Belitung menjadi jajahan Inggris sebagai “Duke of
Island”. 20 Mei 1812 kekuasaan Inggris berakhir setelah konvensi London 13 Agustus
1824, terjadi peralihan kekuasaan daerah jajahan Kepulauan Bangka Belitung antara
MH. Court (Inggris) dengan K. Hcyes (Belanda) di Muntok pada 10 Desember 1816.
Kekuasaan Belanda mendapat perlawanan Depati Barin dan putranya Depati Amir yang
di kenal sebagai perang Depati Amir (1849-1851). Kekalahan perang Depati Amir
menyebabkan Depati Amir diasingkan ke Desa Air Mata Kupang NTT.

Atas dasar stbl. 565, tanggal 2 Desember 1933 pada tanggal 11 Maret 1933 di
bentuk Resindetil Bangka Belitung Onderhoregenheden yang dipimpin seorang residen
Bangka Belitung dengan 6 Onderafdehify yang di pimpin oleh Ast. Residen. Di Pulau
Bangka terdapat 5 Onderafdehify yang akhirnya menjadi 5 Karesidenan sedang di Pulau
Belitung terdapat 1 Karesidenan. Di zaman Jepang, Karesidenan Bangka Belitung di
perintah oleh pemerintahan Militer Jepang yang disebut Bangka Beliton Ginseibu.
Setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, oleh Belanda di bentuk Dewan
Bangka Sementara pada 10 Desember 1946 (stbl.1946 No.38) yang selanjutnya resmi
menjadi Dewan Bangka yang diketuai oleh Musarif Datuk Bandaharo Leo yang dilantik
Belanda pada 11 November 1947. Dewan Bangka merupakan Lembaga Pemerintahan
Otonomi Tinggi.

Pada 23 Januari 1948 (stb1.1948 No.123), Dewan Bangka, Dewan Belitung dan
Dewan Riau bergabung dalam Federasi Bangka Belitung dan Riau (FABERI) yang
merupakan suatu bagian dalam Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Berdasarkan
Keputusan Presiden RIS Nomor 141 Tahun 1950 kembali bersatu dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga berlaku undang-undang Nomor 22 Tahun
1948. Pada tanggal 22 April 1950 oleh Pemerintah diserahkan wilayah Bangka Belitung
kepada Gubernur Sumatera Selatan Dr. Mohd. lsa yang disaksikan oleh Perdana Menteri
Dr. Hakim dan Dewan Bangka Belitung dibubarkan. Sebagai Residen Bangka Belitung
ditunjuk R. Soemardja yang berkedudukan di Pangkalpinang.

Berdasarkan UUDS 1950 dan UU Nomor 22 Tahun 1948 dan UU Darurat Nomor
4 tanggal 16 November 1956 Karesidenan Bangka Belitung berada di Sumatera Selatan
yaitu Kabupaten Bangka dan dibentuk juga kota kecil Pangkalpinang. Berdasarkan UU
Nomor 1 Tahun 1957 Pangkalpinang menjadi Kota Praja. Pada tanggal 13 Mei 1971
Presiden Soeharto meresmikan Sungai Liat sebagai ibukota Kabupaten Bangka.
Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2000 wilayah Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka
dan Kabupaten Belitung menjadi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selanjutnya sejak
tanggal 27 Januari 2003 Provinsi Kepualauan Bangka Belitung mengalami pemekaran
wilayah dengan menambah 4 Kabupaten baru yaitu Kabupaten Bangka Barat, Bangka
Tengah, Belitung Timur dan Bangka Selatan.

Keagamaan

Penduduk Kepulauan Bangka Belitung merupakan masyarakat yang beragama


dan menjunjung tinggi kerukunan beragama. Tempat peribadatan agama di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung ada sebanyak 730 masjid, 454 musala, 115 langgar,
87 gereja protestan, 30 gereja katolik, 48 vihara dan 11 centiya. Pada pemberangkatan
haji tahun 2007 jumlah jemaah haji yang terdaftar dan diberangkatkan ke tanah suci
sebanyak 1012 jemaah.

Kebudayaan dan Adat Istiadat Bangka

Bangka dikenal dengan pantainya , namun Bangka pun mempunyai keragaman


budaya. Dari budaya lokal hingga budaya “Import” yang dibawa para pendatang.
Keragaman budaya inilah yang belakangan menjadi aset penting untuk mengembangkan
pariwisata dalam Bangka.
Pulau Bangka dikelilingi lautan, laksana surga-surga bagi para nelayan. Karena itu
sebagian besar penduduk bekerja sebagai nelayan. Dalam perkembangannya, latar
belakang masyarakat Bangka yang sebagian besar nelayan itu, ternyata turut
mempengaruhi pertumbuhan kebudayaan lokal. Meski saat ini pola hidup masyarakat
Bangka telah mulai bergeser, kebudayaan lokal yang mengandung unsur nelayan masih
tetap kental mewarnai sendi-sendi kehidupan masyarakatnya. Paling tidak saat ini ada
dua event budaya besar yang berhubungan dengan nelayan, yakni, upacara rebo kasan
dan buang jong. Selain itu ada ritual-ritual budaya yang dipengaruhi unsur religi,
sementara pertunjukan kesenian Barongsai mewakili kebudayaan masyarakat
pendatang (Tionghoa)

Tapi diantara banyak ritual budaya di Bangka, upacara sepintu sedulang boleh
jadi memiliki makna yang khusus. Inilah ritual yang menggambarkan persatuan
masyarakat Bangka.

Sepintu Sedulang

Kata sepintu sedulang adalah semboyan dan motto masyarakat Bangka yang
bermakna adanya persatuan dan kesatuan serta gotong royong. Ritual ini adalah satu
kegiatan penduduk pulau Bangka pada waktu pesta kampung membawa dulang berisi
makanan untuk dimakan tamu tau siapa saja di balai adat. Dari ritual ini, tercermin
betapa masyarakat Bangka menjujung tinggi rasa persatuan dan kesatuan serta gotong
royong, bukan hanya dilaksanakan penduduk setempat melainkan juga dengan para
pendatang.

Jiwa gotong royong masyarakat Bangka cukup tinggi. Warga masyarakat akan
mengulurkan tangannya membantu jika ada anggota warganya memerlukanya. Semua
ini berjalan dengan dilandasi jiwa Sepintu Sedulang. Jiwa ini dapat disaksikan, misalnya
pada saat panen lada, acara-acara adat, peringatan hari-hari besar keagamaan,
perkawianan dan kematian. Acara ini lebih dikenal dengan sebutan “Nganggung”, yaitu
kegiatan setiap rumah mengantarkan makanan dengan menggunakan dulang, yakni baki
bulat besar.

Maras Taun

Maras taun berasal dari kata maras


yang berarti meniris (membersikan
duri halus) sedangkan taun berasal
dari kata tahun. Maras tahun diadakan
setiap setahun sekali oleh masyarakat
Belitung didesa dan kecamatan
sebagai wujud rasa syukur setelah
melewati musim panen padi. Maras taun merupakan pertanggung jawaban dukun
kampung kepada masyarakat. Ritual utama maras taun adalah: doa awal, tepong taw
bwlitung dan doa penutup. Dalam perayaan ini kita bias menyaksikan kesenian
tradisonal khas Belitung seperti tari sepen, nutok lesong panjang dan ngemping.

Maras taon adat bari’e Urang Belitong dan sampai saat ini masih tetap dilakukan
di pulau Belitung namun banyak yang tidak mengetahui bagaimana asal maras tahun ini
terjadi di Pulau Belitung.Maras Taun atau disebut juga Maras Taon. Bermuasal sejak
kurun waktu yang tak diketahui pasti. Muncul dan berkembangnya prosesi itu seiring
dengan pola pikir masyarakat tradisional Belitong. Mulanya penduduk atau masyarakat
Belitong yang menempati bagian pesisir atau pedalaman daratan, hidup berelompok
menempati wilayah pemukiman yang disebut Kubok dan Parong.

Penghuni Kubok merupakan komunitas kecil berasal dari sebuah keluarga yang
kemudian berkembang menjadi beberapa keluarga hingga membentuk perkampungan
kecil yang disebut Kubok dan Kubok ini dipimpin seorang yang dituakan disebut Kepala
Kubok.
Penghuni Parong merupakan komunitas keluarga yang tidak berasal dari satu keluarga
tapi dari beberapa keluarga dan jumlahnya lebih ramai hingga membentuk sebuah
perkampungan.
Baik Parong atau pun Kubok dipimpin seorang ketua adat yang “dituakan”
disebut kepala Parong atau kepala Kubok. “Dituakan” artinya memiliki kepiawaian,
termasuk ilmu perdukunan, karenanya ketua kelompok itu juga otomatis merangkap
menjadi dukun yang melindungi warganya.
Kemudian Parong atau Kubok beriring masa bertambah populasinya, ketika sudah
menjadi sebuah perkampungan maka dukun tersebut tetap menjadi dukun sekaligus
merangkap kepala kampungnya, kini dalam masyarakat Belitong dikenal adanya dukun
kampong. Pola ini terus mentradisi hingga zaman ini, bahwa di tiap kampung harus tetap
memiliki seorang dukun kampung disamping adanya lurah atau kepala desa sebagai
pimpinan politis adminisratifnya. Pembukaan Kubok atau Parong bermula dari
membuka hutan guna untuk berladang padi tegalan; sebagai sumber makanan
utamanya penduduk Belitong. Sebagai rasa syukur atas panen inilah kemudian diadakan
perhelatan ritual Maras taun pada setiap tahunnya. Dalam rasa syukur ini dimintakan
pada yang Maha Kuasa untuk keselamatan warga dan keberhasilan untuk panen di
tahun mendatang. Rasa syukur ini pada awalnya disebut Memaras atau berselamatan
tahun yang kemudian disebut saja dengan “Maras Taon atau Maras tahun.

Beripat Beregong

Beripat Beregong Sejenis pemainan


adu ketangkasan derngan
mengunakan rotan sebagai alat
pemukul. Masing-masing pemain
mengandalkan kemampuan
menangkis dan memukul punggung
lawan. Yang menjadi pemenangnya
ditentukan punggung yang paling sedikit akibat sabetan rotan.
Permainnan ini berakhir tanpa menimbulkan dendam diantara sesame pemain.
Biasanya sebelum permainan ini dimulai, setiap pemain harus mencari yang disebut
nigal yaitu lawin tanding.musik pengiringnya dimeriahkan buyi-bunyian yang terdiri dari
music pukul berupa kelinang (gemelan dan gong) serta serunai (alat music tiup) music
tersebut dimainkan diatas sebuah bangunan yang tingginya 5 – 6 meter yang disebut
balai peregongan.

Menurut cerita yang berkembang secara turun temurun, asal mula beripat -
beregong bermula dari sebuah kelaka'--sebutan masyarakat Belitung untuk sebuah
kampung kecil yang jauh di tengah hutan dan umumnya terletak tak jauh dari ume
masyarakat. Keleka' tersebut dikenal dengan nama Keleka'Gelanggang (sekarang Desa
Mentigi Setelah rotan diberi air jampi, semuanya bersiap-siap. Kedua pemain pun masuk
ke gelanggang diiringi tempik sorak penonton. Semua pengigal yang ada di arena pun
harus meninggalkan arena. Kedua orang ini saling berhadapan-hadapan, membuat gaya
yang cukup menarik dalam memukul maupun menagkis. Padahal pertandingan sama
sekali belum dimulai. Sekejap kemudian pertandingan pun siap dimulai.

Kedua jago bersalaman lebih dulu, sambil mengucapkan kata: “Kite ne cuma
main, ndak ade dendam udanya.” Dan, sang lawan pun akan menjawabnya dengan
ucapan: “Silekan sidak ngempok dulu'”. Setelah itu pertandingan pun dimulai. Kedua
jago saling serang, memukul dan menangkis. Suara besutan rotan pun seakan memecah
kesunyian malam ditingkahi tempik sorak penonton yang mendukung jagonya masing-
masing. Setelah pertandingan berjalan cukup lama, juru pisah turun ke gelanggang,
menghentikan pertandingan. Kedua jago pun dibawa ke hadapan dukun. Karena,
biasanya, para petarung ini adalah juara di keleka'-nya, jarang ada yang terluka parah.
Beripat ini merupakan sejenis permainan ketangkasan dengan menggunakan rotan
sebagai alat pemukul. masing-masing pemain mengandalkan keahlian menangkis dan
memukul punggung lawan. Untuk menentukan pemenangnya dilihat dari masing-
masing punggung pemain yang luka paling sedikit akibat sabetan rotan.
Upacara Adat Ritual Buang Jong

Buang Jong berasal dari dua suku


kata. Buang artinya membuang; dan
Jong artinya adalah Jong (sejenis
perahu). Dengan kata lain Buang
Jong berarti membuang atau
melayarkan perahu Jong ke laut,
dalam ritual tradisi ini adalah miniatur perahu.

Buang Jong – ritual tradisi melepas miniatur perahu yang disebut Jong dan Ancak
yang terbuat dari kerangka bambu yang dibentuk seperti rumah yang berisi berbagai
macam sesaji – merupakan budaya tradisional, turun-temurun dilakukan setiap tahun
oleh Suku Sawang di Belitung pada setiap dimulainya angin barat musim, biasanya pada
bulan Agustus atau November, di mana angin dan gelombang sangat besar. Di Belitung,
ini disebut Musim Barat. Melalui upacara ritual Buang Jong dengan tujuan meminta
perlindungan dan keselamatan, sehingga mereka akan terhindar dari bencana saat
mereka berlayar ke laut lepas untuk menangkap ikan sebagai mata pencaharian mereka.

Prosesi ini akan berlangsung 3 hari dan malam, sesuai dengan kondisi kebiasaan upacara
yang harus dipenuhi. Semua proses upacara dipimpin oleh seorang dukun atau
pemimpin adat masyarakat Suku Sawang. Tradisi Buang Jong sendiri berakhir dengan
sebuah miniatur kapal dilayarkan dengan berbagai macam sesaji ke laut.
Jong dan Ancak untuk mempromosikan tradisi ini menjadi salah satu kegiatan
pariwisata, saat ini, dapat disaksikan pada setiap November, dengan nama Festival
Buang Jong untuk di Kabupaten Belitung. Sedangkan di Kabupaten Belitung Timur,
Buang Jong sendiri sering dilakukan pada bulan Februari di Pantai Mudong.
Nirok Nanggok

Merupakan acara penangkapan ikan


secara masal yang masih dilaksanakan
oleh masyarakat desa Belantu, Kemiri
dibagian Selatan Pulau Belitung. Acara
ini hanya diadakan pada musim
kemarau panjang antara bulanAgustus
s/d September.Pada musim kemarau
banyak sungai-sungai menjadi surut
dan didalamnya terdapat banyak ikan. Alat yang digunakan berupa "Tirok dan Tanggok".
Tirok:semacam tongkat kayu yang dibagian pangkalnya dipasang mata tombak,
Tanggok: semacam raga yang terbuat dari rotan yang dijalin. Acara ini termasuk sakral,
karena itu dalam pelaksanaannya harus melalui tahap-tahap yang cukup panjang dan
aturan-aturan tertentu yang tidak boleh dilanggar.

Semua prosesi acara ini dipimpin oleh seorang dukun air dan dihadiri oleh
pemuka kampong dan seluruh penduduk setempat. Fungsi acara ini adalah
mengompakkan/menyatukan dan mempertebal kepatuhan penduduk akan adat yang
mereka miliki. Disamping itu juga untuk mengatur penangkapan ikan di sungai-sungai
yang telah ditentukan guna melestarikan ikan yang ada di sungai tersebut.
Nirok Nanggaok adalah budaya orang Belitung di daerah pedesaan yang dilaksanakan
pada musim kemarau panjang , pada saat sungai- sungai dan rawa menjadi kering . Nirok
Nanggok adalah kegiatan mencari ikan dengan menggunakan Tirok ( sejenis tombak
bermata besi runcing) dan Tanggok ( sejenis jala kecil dengan gagang dari kayu).

Kegiatan ini biasanya dilakukan beramai - ramai oleh satu kampung dipimpin
oleh seorang dukun kampong yang memimpin jalannya acara.“Nirok Nanggok is a
traditional culture of Belitung people especially in the rural district. This ceremony held
in dry season when rivers and swamps dried . Nirok Nanggok is a festifal tocatch fish in
dried rivers and swamps using Tirok ( a sharp thin harpoon ) and Tanggok ( fish catcher
tool ). Nirok Nanggok held by all people in a village and ruled by a dukun kampong.”
“Dua tradisi musim kering, mentandik dan nirok nanggok digemari masyarakat Belitong”
kata Sjahchroelsiman, Ketua Lembaga Adat Belitung kepada Wakil Bupati Belitung,
Sahani Saleh. Mandi besimbor meruupakan puncak acara dari seluruh rangkaian
perkawinan adat belitung, yaitu kedua mempelai akan dimandikan dengan air kembang
oelh kedua keluarga yang akan diikuti oleh para tamu undangan dengan saling
bersiraman air dan kemudian dilanjutkan dengan upacara injak telor serta berebut
masuk kamar temanten.

Selain itu juga ada berbagai macam kebudayaan dan adat istiadat bangka antara lain :

 Rebo kasan
 Buang Joang
 Ceriak Nerang
 Perang Ketupat
 Mandi Belimau serta,
 Kawin Masal
 Perang Ketupat

Rumah Adat

Rumah Panggung
Secara umum arsitektur di Kepulauan Bangka Belitung berciri Arsitektur Melayu seperti
yang ditemukan di daerah-daerah sepanjang pesisir Sumatera dan Malaka.

Di daerah ini dikenal ada tiga tipe yaitu Arsitektur Melayu Awal, Melayu Bubung Panjang
dan Melayu Bubung Limas. Rumah Melayu Awal berupa rumah panggung kayu dengan
material seperti kayu, bambu, rotan, akar pohon, daun-daun atau alang-alang yang
tumbuh dan mudah diperoleh di sekitar pemukiman.
Bangunan Melayu Awal ini beratap tinggi di mana sebagian atapnya miring, memiliki
beranda di muka, serta bukaan banyak yang berfungsi sebagai fentilasi. Rumah Melayu
awal terdiri atas rumah ibu dan rumah dapur yang berdiri di atas tiang rumah yang
ditanam dalam tanah.

Berkaitan dengan tiang, masyarakat Kepulauan Bangka Belitung mengenal falsafah 9


tiang. Bangunan didirikan di atas 9 buah tiang, dengan tiang utama berada di tengah dan
didirikan pertama kali. Atap ditutup dengan daun rumbia. Dindingnya biasanya dibuat
dari pelepah/kulit kayu atau buluh (bambu). Rumah Melayu Bubung Panjang biasanya
karena ada penambahan bangunan di sisi bangunan yang ada sebelumnya, sedangkan
Bubung Limas karena pengaruh dari Palembang. Sebagian dari atap sisi bangunan
dengan arsitektur ini terpancung. Selain pengaruh arsitektur Melayu ditemukan pula
pengaruh arsitektur non-Melayu seperti terlihat dari bentuk Rumah Panjang yang pada
umumnya didiami oleh warga keturunan Tionghoa. Pengaruh non-Melayu lain datang
dari arsitektur kolonial, terutama tampak pada tangga batu dengan bentuk lengkung.

 Rumah Limas
 Rumah Rakit

Atraksi/ Event Budaya

 Perang Ketupat
 Buang Jong
 Mandi Belimau
 Ruwah
 Kongian
 Imlek
 Sembahyang Rebut
 Sembahyang Kubur
 Kawin Masal
 Nganggung
 Maulid Nabi Muhammad
 Isra’ Mi’raj
 Muharoman
 Selikur
 Nyukur
 Idul Fitri/Hari Raya Puasa
 Idul Adha/Hari Raya Haji
 Nujuh Hari
 Empat Puluh Hari
 Nyeratus Hari

Senjata tradisional Bangka

 Parang bangka bentuknya seperti layar kapal. Alat ini digunakan terutama untuk
perkelahian jarak pendek. Senjata ini mirip dengan golok di Jawa, namun ujung
parang ini dibuat lebar dan berat guna meningkatkan bobot supaya sasaran dapat
terpotong dengan cepat. Parang yang berdiameter sedang atau sekitar 40 cm juga
dapat digunakan untuk menebang pohon karena bobot ujungnya yang lebih besar
dan lebih berat.
 Kedik adalah alat tradisional yang digunakan sebagai alat pertanian. Alat ini
digunakan di perkebunan terutama di kebun lada. Dalam menggunakannya si
pemakai harus berjongkok dan bergerak mundur atau menyamping. Alat ini
digunakan dengan cara diletakkan pada tanah dan ditarik ke belakang. Alat ini efektif
untuk membersihkan rumput pengganggu tanaman lada. Kedik biasanya digunakan
oleh kaum wanita karena alatnya kecil dan relatif lebih ringan. Kedik hanya dapat
digunakan untuk rumput jenis yang kecil atau rumput yang tumbuh dengan akar yang
dangkal, bukan ilalang.
 Siwar Panjang
Seni Tari

Campak darat dan Campak laut Tari Campak merupakan tarian dari daerah
Bangka-Belitung yang menggambarkan keceriaan bujang dan dayang di Kepulauan
Bangka Belitung. Tarian ini biasanya dibawakan setelah panen padi atau sepulang dari
ume(kebun).
Tari ini digunakan juga sebagai hiburan dalam berbagai kegiatan seperti
penyambutan tamu atau pada pesta pernikahan di Bangka Belitung. Tarian ini
berkembang pada masa pendudukan bangsa Portugis di Bangka Belitung. Hal ini bisa
dilihat dari beberapa ragam pada tari Campak antara lain akordion dan pakaian pada
penari perempuan yang sangat kental dengan gaya Eropa.

a. Campak Darat

Tari campak merupakan tari khas dari


masyarakat pulau Belitung yang merupakan
tari hiburan bagi semua lapisan
masyarakatnya. Tari ini dibawakan oleh dua
atau empat orang penari wanita diiringi
oleh penari pria secara bergantian. Peria
yang ingin turun menari harus meberi
imbalan berupa uang yang dicampakan
disuatu tempat/kaleng yang disediakan
didepan penari wanita, dari sinilah lahir
nama campak. Biasanya dalam tarian ini diselingi dengan pantun berbalas diantara
penari pria dan wanita sehingga tarian ini akan sangat meriah dan ceria. Sebagai alat
pengiring tari campak berupa tawak-tawak, gendang dan biola.

b. Campak Laut

Tari campak laut oleh masyarakat suku


sawang merupakan tarian suka cita yang
biasanaya dilaksanakan dalam mengiringi
kegiatan upacara ritual muangjong pada
setiap tahun. Tarian ini dilaksanakan
secara berpasang-pasangan baik tua
maupun muda. Tari gembira ini diikuti
dengan nyanyian dan diiringi alat music
seperti gong dan gendang. Biasanya
dilakukan hingga larut malam.
Tari Sepen (Seni Pencak)

Sepen termasuk salah satu tarian tradisional


masyarakat Belitung yang mengandung
unsur-unsur gerakan pencak silat. Sepen
sudah menjadi tarian pergaulan, sering
ditarikan untuk menyambut tamu
pemerintahan atau wisatawan yang datang
ke Pulau Belitung. Tarian ini bisa dilakukan
berpasang-pasangan antara pria dan wanita.
Penekanan tarian ini pada kelincahan
gerakan kaki dan tepuk tangan sipenari.

kesenian Lesung Panjang

Lesung panjang adalah nama dari alat dan


permainan itu sendiri. Biasanya dimainkan
pada saat musim panen padi tiba. Alat
utamanya adalah sebuah lesung yang terbuat
dari kayu pilihan yang bersuara keras dan
jernih. Panjang lesung bervariasi antara 1 –
1,5 meter dengan dia meter 25 cm sampai
30cm.
Alat untuk memukul lesong dinamakan alu
dengan panjang bervariasi dari 75 cm hingga 120 cm dengan dia meter hingga 6 cm
lesong dibuat dengan bebagai model dan ukuran sesuai dengan selera pemain.

Tari Tulak Balak

Tarian tulak balak diangkat dari upacara yang


sering dilakukan masyarakat untuk menolak
mara bahaya guna menjaga keselamatan
kampung dari berbagai penyakit, seperti
penyakit sampar, penyakit menular dan
menolak bencana alam serta menghindari
pertikaian antar warga.
Tarian ini dilakukan dari ujung ke ujung
kampung, guna mengusir bencana alam dari
kampung digunakan kesalan berupa irisan daun neruse, ati-ati, dan bunga rampai yang
telah diberi mantera oleh dukun kampung.
Masakan /makanan tradisional

 Lempah kuning adalah masakan khas dari Pulau Bangka. Bahan dasar makanan ini
adalah ikan laut dan dapat juga memakai daging, yang kemudian diberi bermacam
bumbu dapur seperti kunyit, bawang merah dan putih serta lebngkuas dan terasi atau
belacan yang khas dari daerah Bangka.
 Song Sui adalah merupakan kuliner khas bangka belitung yang dimasak dengan
menggunakan daging Babi beserta jeroan babi dicampuri dengan ANG CIU / Arak
Anggur Merah.
 Getas atau Keretek adalah makanan yang berbahan dasar ikan dan terigu yang buat
dengan berbagi bentuk yang rasanya hampir sama dengan kerupuk.
 Rusip adalah makanan yang terbuat dari bahan dasar ikan bilis yang dicuci bersih dan
diriskan secara steril, kemudian dicampur dengan garam yang komposisinya
seimbang. Di samping itu ditambahkan juga air gula kabung agar aroma lebih terasa,
kemudian disimpan sampai menjadi matang tanpa proses pemanasan. Adonan ini
harus ditutup dengan wadah yang rapat agar tidak tercampur dengan benda asing
apapun. Dahulu biasanya proses adonan ini ditempatkan dalam guci yang bermulut
sempit. Suhu ruangan harus dijaga. Makanan ini dapat dimasak dulu atau dimakan
langsung dengan lalapan.
 Calok Terbuat dari udang kecil segar yang disebut dengan udang cencalo/rebon.
Udang dicuci bersih dan dicampur dengan garam sebagai pengawet agar tahan lebih
lama. sangat cocok untuk teman lauk nasi hangat dengan lalapan ketimun, tomat dan
sayuran segar lainnya. Calok juga enak sebagai campuran omelete telur, rasanya akan
lebih gurih dan nikmat.
 Teritip adalah sejenis tiram kecil yang biasanya hidup di tepi pantai dan melekat pada
bebatuan. dagingnya sangat kecil tapi memiliki rasa da tekstur seperti tiram pada
umumnya. biasanya dimakan segar atau di asinkan dengan garam jika ingin
disimpan.Teritip sangat nikmat jika ditambahkan dengan cabe merah dan jeruk kunci
(sejenis jeruk asam khas bangka).
 Belacan
 Tembiluk
 Kempelang
 Kerupuk
 Lempah Darat
 Empek-empek Bangka
 Lakso
 Tempoyak
 Bergo
 Tekwan
 Laksan
 Otak-otak
 Sambellingkung
 Martabak Bangka atau Kue Van De Cock/Hok Lo Pan
 Lempok, makanan sejenis dodol yang terbuat dari campuran gula pasir dan buah-
buahan tertentu (umumnya cempedak, nangka dan durian). Buah yang digunakan
dilembutkan sampai memyerupai bubur, kemudian dicampur dengan gula pasir
dengan perbandingan tertentu dan dipanaskan di atas api sampai kecoklatan dan
mudah dibentuk. Selama pemanasan, campuran harus selalu diaduk.
 Empek-empak udang, dibuat hanya oleh masyarakat nelayan yang tinggal di pesisir
pantai, seperti di Desa Belo Laut Kecamatan Muntok Kabupaten Bangka Barat,
memiliki cita rasa khas udang yang sangat jarang ditemui di wilayah-wilayah lain yang
memproduksi makanan khas empek-empek.
Masyarakat keturunan Tionghoa dari daerah ini terkenal karena masakannya serta kue-
kue basahnya. Mie Bangka, Martabak Bangka atau Hok Lopan atau Van De Cock, Ca
Kwedan berbagai jenis makanan lainnya sering kali dijual oleh kelompok masyarakat ini
yang merantau ke kota-kota besar di luar provinsi ini.

Anda mungkin juga menyukai