DISUSUN OLEH:
Nama: Yuriza Trialdi Aziz
NMP: 61118019
UNIVERSITAS BATAM
TAHUN AJARAN
2018/2019
BANGKA BELITUNG
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebelumnya adalah bagian dari Sumatera Selatan,
namun menjadi provinsi sendiri bersama Banten dan Gorontalo pada tahun 2000.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tanggal 21
November 2000 yang terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kota
Pangkalpinang. Pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003
tanggal 23 Januari 2003 dilakukan pemekaran wilayah dengan penambahan 4
kabupaten yaitu Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan dan Belitung Timur.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan pemekaran wilayah dari
Provinsi Sumatera Selatan.
Sejarah
Atas dasar stbl. 565, tanggal 2 Desember 1933 pada tanggal 11 Maret 1933 di
bentuk Resindetil Bangka Belitung Onderhoregenheden yang dipimpin seorang residen
Bangka Belitung dengan 6 Onderafdehify yang di pimpin oleh Ast. Residen. Di Pulau
Bangka terdapat 5 Onderafdehify yang akhirnya menjadi 5 Karesidenan sedang di Pulau
Belitung terdapat 1 Karesidenan. Di zaman Jepang, Karesidenan Bangka Belitung di
perintah oleh pemerintahan Militer Jepang yang disebut Bangka Beliton Ginseibu.
Setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, oleh Belanda di bentuk Dewan
Bangka Sementara pada 10 Desember 1946 (stbl.1946 No.38) yang selanjutnya resmi
menjadi Dewan Bangka yang diketuai oleh Musarif Datuk Bandaharo Leo yang dilantik
Belanda pada 11 November 1947. Dewan Bangka merupakan Lembaga Pemerintahan
Otonomi Tinggi.
Pada 23 Januari 1948 (stb1.1948 No.123), Dewan Bangka, Dewan Belitung dan
Dewan Riau bergabung dalam Federasi Bangka Belitung dan Riau (FABERI) yang
merupakan suatu bagian dalam Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Berdasarkan
Keputusan Presiden RIS Nomor 141 Tahun 1950 kembali bersatu dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga berlaku undang-undang Nomor 22 Tahun
1948. Pada tanggal 22 April 1950 oleh Pemerintah diserahkan wilayah Bangka Belitung
kepada Gubernur Sumatera Selatan Dr. Mohd. lsa yang disaksikan oleh Perdana Menteri
Dr. Hakim dan Dewan Bangka Belitung dibubarkan. Sebagai Residen Bangka Belitung
ditunjuk R. Soemardja yang berkedudukan di Pangkalpinang.
Berdasarkan UUDS 1950 dan UU Nomor 22 Tahun 1948 dan UU Darurat Nomor
4 tanggal 16 November 1956 Karesidenan Bangka Belitung berada di Sumatera Selatan
yaitu Kabupaten Bangka dan dibentuk juga kota kecil Pangkalpinang. Berdasarkan UU
Nomor 1 Tahun 1957 Pangkalpinang menjadi Kota Praja. Pada tanggal 13 Mei 1971
Presiden Soeharto meresmikan Sungai Liat sebagai ibukota Kabupaten Bangka.
Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2000 wilayah Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka
dan Kabupaten Belitung menjadi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selanjutnya sejak
tanggal 27 Januari 2003 Provinsi Kepualauan Bangka Belitung mengalami pemekaran
wilayah dengan menambah 4 Kabupaten baru yaitu Kabupaten Bangka Barat, Bangka
Tengah, Belitung Timur dan Bangka Selatan.
Keagamaan
Tapi diantara banyak ritual budaya di Bangka, upacara sepintu sedulang boleh
jadi memiliki makna yang khusus. Inilah ritual yang menggambarkan persatuan
masyarakat Bangka.
Sepintu Sedulang
Kata sepintu sedulang adalah semboyan dan motto masyarakat Bangka yang
bermakna adanya persatuan dan kesatuan serta gotong royong. Ritual ini adalah satu
kegiatan penduduk pulau Bangka pada waktu pesta kampung membawa dulang berisi
makanan untuk dimakan tamu tau siapa saja di balai adat. Dari ritual ini, tercermin
betapa masyarakat Bangka menjujung tinggi rasa persatuan dan kesatuan serta gotong
royong, bukan hanya dilaksanakan penduduk setempat melainkan juga dengan para
pendatang.
Jiwa gotong royong masyarakat Bangka cukup tinggi. Warga masyarakat akan
mengulurkan tangannya membantu jika ada anggota warganya memerlukanya. Semua
ini berjalan dengan dilandasi jiwa Sepintu Sedulang. Jiwa ini dapat disaksikan, misalnya
pada saat panen lada, acara-acara adat, peringatan hari-hari besar keagamaan,
perkawianan dan kematian. Acara ini lebih dikenal dengan sebutan “Nganggung”, yaitu
kegiatan setiap rumah mengantarkan makanan dengan menggunakan dulang, yakni baki
bulat besar.
Maras Taun
Maras taon adat bari’e Urang Belitong dan sampai saat ini masih tetap dilakukan
di pulau Belitung namun banyak yang tidak mengetahui bagaimana asal maras tahun ini
terjadi di Pulau Belitung.Maras Taun atau disebut juga Maras Taon. Bermuasal sejak
kurun waktu yang tak diketahui pasti. Muncul dan berkembangnya prosesi itu seiring
dengan pola pikir masyarakat tradisional Belitong. Mulanya penduduk atau masyarakat
Belitong yang menempati bagian pesisir atau pedalaman daratan, hidup berelompok
menempati wilayah pemukiman yang disebut Kubok dan Parong.
Penghuni Kubok merupakan komunitas kecil berasal dari sebuah keluarga yang
kemudian berkembang menjadi beberapa keluarga hingga membentuk perkampungan
kecil yang disebut Kubok dan Kubok ini dipimpin seorang yang dituakan disebut Kepala
Kubok.
Penghuni Parong merupakan komunitas keluarga yang tidak berasal dari satu keluarga
tapi dari beberapa keluarga dan jumlahnya lebih ramai hingga membentuk sebuah
perkampungan.
Baik Parong atau pun Kubok dipimpin seorang ketua adat yang “dituakan”
disebut kepala Parong atau kepala Kubok. “Dituakan” artinya memiliki kepiawaian,
termasuk ilmu perdukunan, karenanya ketua kelompok itu juga otomatis merangkap
menjadi dukun yang melindungi warganya.
Kemudian Parong atau Kubok beriring masa bertambah populasinya, ketika sudah
menjadi sebuah perkampungan maka dukun tersebut tetap menjadi dukun sekaligus
merangkap kepala kampungnya, kini dalam masyarakat Belitong dikenal adanya dukun
kampong. Pola ini terus mentradisi hingga zaman ini, bahwa di tiap kampung harus tetap
memiliki seorang dukun kampung disamping adanya lurah atau kepala desa sebagai
pimpinan politis adminisratifnya. Pembukaan Kubok atau Parong bermula dari
membuka hutan guna untuk berladang padi tegalan; sebagai sumber makanan
utamanya penduduk Belitong. Sebagai rasa syukur atas panen inilah kemudian diadakan
perhelatan ritual Maras taun pada setiap tahunnya. Dalam rasa syukur ini dimintakan
pada yang Maha Kuasa untuk keselamatan warga dan keberhasilan untuk panen di
tahun mendatang. Rasa syukur ini pada awalnya disebut Memaras atau berselamatan
tahun yang kemudian disebut saja dengan “Maras Taon atau Maras tahun.
Beripat Beregong
Menurut cerita yang berkembang secara turun temurun, asal mula beripat -
beregong bermula dari sebuah kelaka'--sebutan masyarakat Belitung untuk sebuah
kampung kecil yang jauh di tengah hutan dan umumnya terletak tak jauh dari ume
masyarakat. Keleka' tersebut dikenal dengan nama Keleka'Gelanggang (sekarang Desa
Mentigi Setelah rotan diberi air jampi, semuanya bersiap-siap. Kedua pemain pun masuk
ke gelanggang diiringi tempik sorak penonton. Semua pengigal yang ada di arena pun
harus meninggalkan arena. Kedua orang ini saling berhadapan-hadapan, membuat gaya
yang cukup menarik dalam memukul maupun menagkis. Padahal pertandingan sama
sekali belum dimulai. Sekejap kemudian pertandingan pun siap dimulai.
Kedua jago bersalaman lebih dulu, sambil mengucapkan kata: “Kite ne cuma
main, ndak ade dendam udanya.” Dan, sang lawan pun akan menjawabnya dengan
ucapan: “Silekan sidak ngempok dulu'”. Setelah itu pertandingan pun dimulai. Kedua
jago saling serang, memukul dan menangkis. Suara besutan rotan pun seakan memecah
kesunyian malam ditingkahi tempik sorak penonton yang mendukung jagonya masing-
masing. Setelah pertandingan berjalan cukup lama, juru pisah turun ke gelanggang,
menghentikan pertandingan. Kedua jago pun dibawa ke hadapan dukun. Karena,
biasanya, para petarung ini adalah juara di keleka'-nya, jarang ada yang terluka parah.
Beripat ini merupakan sejenis permainan ketangkasan dengan menggunakan rotan
sebagai alat pemukul. masing-masing pemain mengandalkan keahlian menangkis dan
memukul punggung lawan. Untuk menentukan pemenangnya dilihat dari masing-
masing punggung pemain yang luka paling sedikit akibat sabetan rotan.
Upacara Adat Ritual Buang Jong
Buang Jong – ritual tradisi melepas miniatur perahu yang disebut Jong dan Ancak
yang terbuat dari kerangka bambu yang dibentuk seperti rumah yang berisi berbagai
macam sesaji – merupakan budaya tradisional, turun-temurun dilakukan setiap tahun
oleh Suku Sawang di Belitung pada setiap dimulainya angin barat musim, biasanya pada
bulan Agustus atau November, di mana angin dan gelombang sangat besar. Di Belitung,
ini disebut Musim Barat. Melalui upacara ritual Buang Jong dengan tujuan meminta
perlindungan dan keselamatan, sehingga mereka akan terhindar dari bencana saat
mereka berlayar ke laut lepas untuk menangkap ikan sebagai mata pencaharian mereka.
Prosesi ini akan berlangsung 3 hari dan malam, sesuai dengan kondisi kebiasaan upacara
yang harus dipenuhi. Semua proses upacara dipimpin oleh seorang dukun atau
pemimpin adat masyarakat Suku Sawang. Tradisi Buang Jong sendiri berakhir dengan
sebuah miniatur kapal dilayarkan dengan berbagai macam sesaji ke laut.
Jong dan Ancak untuk mempromosikan tradisi ini menjadi salah satu kegiatan
pariwisata, saat ini, dapat disaksikan pada setiap November, dengan nama Festival
Buang Jong untuk di Kabupaten Belitung. Sedangkan di Kabupaten Belitung Timur,
Buang Jong sendiri sering dilakukan pada bulan Februari di Pantai Mudong.
Nirok Nanggok
Semua prosesi acara ini dipimpin oleh seorang dukun air dan dihadiri oleh
pemuka kampong dan seluruh penduduk setempat. Fungsi acara ini adalah
mengompakkan/menyatukan dan mempertebal kepatuhan penduduk akan adat yang
mereka miliki. Disamping itu juga untuk mengatur penangkapan ikan di sungai-sungai
yang telah ditentukan guna melestarikan ikan yang ada di sungai tersebut.
Nirok Nanggaok adalah budaya orang Belitung di daerah pedesaan yang dilaksanakan
pada musim kemarau panjang , pada saat sungai- sungai dan rawa menjadi kering . Nirok
Nanggok adalah kegiatan mencari ikan dengan menggunakan Tirok ( sejenis tombak
bermata besi runcing) dan Tanggok ( sejenis jala kecil dengan gagang dari kayu).
Kegiatan ini biasanya dilakukan beramai - ramai oleh satu kampung dipimpin
oleh seorang dukun kampong yang memimpin jalannya acara.“Nirok Nanggok is a
traditional culture of Belitung people especially in the rural district. This ceremony held
in dry season when rivers and swamps dried . Nirok Nanggok is a festifal tocatch fish in
dried rivers and swamps using Tirok ( a sharp thin harpoon ) and Tanggok ( fish catcher
tool ). Nirok Nanggok held by all people in a village and ruled by a dukun kampong.”
“Dua tradisi musim kering, mentandik dan nirok nanggok digemari masyarakat Belitong”
kata Sjahchroelsiman, Ketua Lembaga Adat Belitung kepada Wakil Bupati Belitung,
Sahani Saleh. Mandi besimbor meruupakan puncak acara dari seluruh rangkaian
perkawinan adat belitung, yaitu kedua mempelai akan dimandikan dengan air kembang
oelh kedua keluarga yang akan diikuti oleh para tamu undangan dengan saling
bersiraman air dan kemudian dilanjutkan dengan upacara injak telor serta berebut
masuk kamar temanten.
Selain itu juga ada berbagai macam kebudayaan dan adat istiadat bangka antara lain :
Rebo kasan
Buang Joang
Ceriak Nerang
Perang Ketupat
Mandi Belimau serta,
Kawin Masal
Perang Ketupat
Rumah Adat
Rumah Panggung
Secara umum arsitektur di Kepulauan Bangka Belitung berciri Arsitektur Melayu seperti
yang ditemukan di daerah-daerah sepanjang pesisir Sumatera dan Malaka.
Di daerah ini dikenal ada tiga tipe yaitu Arsitektur Melayu Awal, Melayu Bubung Panjang
dan Melayu Bubung Limas. Rumah Melayu Awal berupa rumah panggung kayu dengan
material seperti kayu, bambu, rotan, akar pohon, daun-daun atau alang-alang yang
tumbuh dan mudah diperoleh di sekitar pemukiman.
Bangunan Melayu Awal ini beratap tinggi di mana sebagian atapnya miring, memiliki
beranda di muka, serta bukaan banyak yang berfungsi sebagai fentilasi. Rumah Melayu
awal terdiri atas rumah ibu dan rumah dapur yang berdiri di atas tiang rumah yang
ditanam dalam tanah.
Rumah Limas
Rumah Rakit
Perang Ketupat
Buang Jong
Mandi Belimau
Ruwah
Kongian
Imlek
Sembahyang Rebut
Sembahyang Kubur
Kawin Masal
Nganggung
Maulid Nabi Muhammad
Isra’ Mi’raj
Muharoman
Selikur
Nyukur
Idul Fitri/Hari Raya Puasa
Idul Adha/Hari Raya Haji
Nujuh Hari
Empat Puluh Hari
Nyeratus Hari
Parang bangka bentuknya seperti layar kapal. Alat ini digunakan terutama untuk
perkelahian jarak pendek. Senjata ini mirip dengan golok di Jawa, namun ujung
parang ini dibuat lebar dan berat guna meningkatkan bobot supaya sasaran dapat
terpotong dengan cepat. Parang yang berdiameter sedang atau sekitar 40 cm juga
dapat digunakan untuk menebang pohon karena bobot ujungnya yang lebih besar
dan lebih berat.
Kedik adalah alat tradisional yang digunakan sebagai alat pertanian. Alat ini
digunakan di perkebunan terutama di kebun lada. Dalam menggunakannya si
pemakai harus berjongkok dan bergerak mundur atau menyamping. Alat ini
digunakan dengan cara diletakkan pada tanah dan ditarik ke belakang. Alat ini efektif
untuk membersihkan rumput pengganggu tanaman lada. Kedik biasanya digunakan
oleh kaum wanita karena alatnya kecil dan relatif lebih ringan. Kedik hanya dapat
digunakan untuk rumput jenis yang kecil atau rumput yang tumbuh dengan akar yang
dangkal, bukan ilalang.
Siwar Panjang
Seni Tari
Campak darat dan Campak laut Tari Campak merupakan tarian dari daerah
Bangka-Belitung yang menggambarkan keceriaan bujang dan dayang di Kepulauan
Bangka Belitung. Tarian ini biasanya dibawakan setelah panen padi atau sepulang dari
ume(kebun).
Tari ini digunakan juga sebagai hiburan dalam berbagai kegiatan seperti
penyambutan tamu atau pada pesta pernikahan di Bangka Belitung. Tarian ini
berkembang pada masa pendudukan bangsa Portugis di Bangka Belitung. Hal ini bisa
dilihat dari beberapa ragam pada tari Campak antara lain akordion dan pakaian pada
penari perempuan yang sangat kental dengan gaya Eropa.
a. Campak Darat
b. Campak Laut
Lempah kuning adalah masakan khas dari Pulau Bangka. Bahan dasar makanan ini
adalah ikan laut dan dapat juga memakai daging, yang kemudian diberi bermacam
bumbu dapur seperti kunyit, bawang merah dan putih serta lebngkuas dan terasi atau
belacan yang khas dari daerah Bangka.
Song Sui adalah merupakan kuliner khas bangka belitung yang dimasak dengan
menggunakan daging Babi beserta jeroan babi dicampuri dengan ANG CIU / Arak
Anggur Merah.
Getas atau Keretek adalah makanan yang berbahan dasar ikan dan terigu yang buat
dengan berbagi bentuk yang rasanya hampir sama dengan kerupuk.
Rusip adalah makanan yang terbuat dari bahan dasar ikan bilis yang dicuci bersih dan
diriskan secara steril, kemudian dicampur dengan garam yang komposisinya
seimbang. Di samping itu ditambahkan juga air gula kabung agar aroma lebih terasa,
kemudian disimpan sampai menjadi matang tanpa proses pemanasan. Adonan ini
harus ditutup dengan wadah yang rapat agar tidak tercampur dengan benda asing
apapun. Dahulu biasanya proses adonan ini ditempatkan dalam guci yang bermulut
sempit. Suhu ruangan harus dijaga. Makanan ini dapat dimasak dulu atau dimakan
langsung dengan lalapan.
Calok Terbuat dari udang kecil segar yang disebut dengan udang cencalo/rebon.
Udang dicuci bersih dan dicampur dengan garam sebagai pengawet agar tahan lebih
lama. sangat cocok untuk teman lauk nasi hangat dengan lalapan ketimun, tomat dan
sayuran segar lainnya. Calok juga enak sebagai campuran omelete telur, rasanya akan
lebih gurih dan nikmat.
Teritip adalah sejenis tiram kecil yang biasanya hidup di tepi pantai dan melekat pada
bebatuan. dagingnya sangat kecil tapi memiliki rasa da tekstur seperti tiram pada
umumnya. biasanya dimakan segar atau di asinkan dengan garam jika ingin
disimpan.Teritip sangat nikmat jika ditambahkan dengan cabe merah dan jeruk kunci
(sejenis jeruk asam khas bangka).
Belacan
Tembiluk
Kempelang
Kerupuk
Lempah Darat
Empek-empek Bangka
Lakso
Tempoyak
Bergo
Tekwan
Laksan
Otak-otak
Sambellingkung
Martabak Bangka atau Kue Van De Cock/Hok Lo Pan
Lempok, makanan sejenis dodol yang terbuat dari campuran gula pasir dan buah-
buahan tertentu (umumnya cempedak, nangka dan durian). Buah yang digunakan
dilembutkan sampai memyerupai bubur, kemudian dicampur dengan gula pasir
dengan perbandingan tertentu dan dipanaskan di atas api sampai kecoklatan dan
mudah dibentuk. Selama pemanasan, campuran harus selalu diaduk.
Empek-empak udang, dibuat hanya oleh masyarakat nelayan yang tinggal di pesisir
pantai, seperti di Desa Belo Laut Kecamatan Muntok Kabupaten Bangka Barat,
memiliki cita rasa khas udang yang sangat jarang ditemui di wilayah-wilayah lain yang
memproduksi makanan khas empek-empek.
Masyarakat keturunan Tionghoa dari daerah ini terkenal karena masakannya serta kue-
kue basahnya. Mie Bangka, Martabak Bangka atau Hok Lopan atau Van De Cock, Ca
Kwedan berbagai jenis makanan lainnya sering kali dijual oleh kelompok masyarakat ini
yang merantau ke kota-kota besar di luar provinsi ini.