Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN

GORONTALO

DISUSUN OLEH :

DINDA PURNAMA SARI


Kelas VII H

SMPN 2 BANJARHARJO
Jl. Pramuka No.2, Banjarharjo, Banjarharjo, Kec. Banjarharjo, Kabupaten Brebes,
Jawa Tengah 52265
PROFIL DAERAH
GORONTALO

Gorontalo (Jawi: ‫ )غارانتالي‬adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang terletak di


bagian utara Pulau Sulawesi. Provinsi Gorontalo kemudian lahir pada tanggal 5
Desember 2000 berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000. [7]
Kota Gorontalo kemudian ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Gorontalo, sekaligus
menjadi pusat pemerintahan, pusat ekonomi dan perdagangan terbesar di
Kawasan Teluk Tomini. Adapun jumlah penduduk Provinsi Gorontalo sebanyak
1.171.681 jiwa (Sensus BPS, 2020), dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar
1.16% setiap tahunnya.
Mayoritas penduduk di daerah ini merupakan Suku Gorontalo, sekaligus menjadi
suku dengan populasi terbanyak di wilayah semenanjung utara Pulau Sulawesi,
diikuti oleh Suku Minahasa di urutan kedua. Suku Gorontalo juga merupakan suku
pengembara yang populasinya banyak dijumpai di Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Jawa dan Papua.
Pada awal kemerdekaan, wilayah Gorontalo masuk dalam Kabupaten Sulawesi
Utara yang luas wilayahnya meliputi Buol, Gorontalo, dan Bolaang Mongondow.
Pada masa itu, Gorontalo ditetapkan menjadi ibukota Kabupaten Sulawesi Utara
berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 22
tahun tahun 1948.[8]
Dalam catatan sejarah Indonesia, satu-satunya Presiden Republik Indonesia yang
berasal dari percampuran Suku Gorontalo dan Suku Jawa adalah Presiden Republik
Indonesia ke-3, Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie,[9] dari garis keturunan ayahnya, Alwi Jalil
Habibie,[10] dengan marga Habibie.[11]
KERAGAMAN BUDAYA

Corak budaya yang dominan di Kabupaten Belitung dan Pulau Belitung pada umumnya adalah
budaya Melayu Belitong. Beberapa ekspresi kebudayaan yang khas di Kabupaten Belitung
diantaranya: Maras Taun, Nirok Nanggok, Selamat Kampong, Pantun Berebut Lawang, Beripat
Beregong, Campak Darat, Dul Mulok, Stambul Fajar, Gambus, Tari Sepen, Hadra, Rudat, dan
Tari Zapin Belitong. Kabupaten Belitung memiliki keragaman etnis yang masing-masing memiliki
ekspresi kebudayaan yang khas, diantaranya: Suku Sawang/Suku Laut dengan Ritual Muang
Jong, Etnis Cina/Tjonghoa dengan Tradisi Sembayang Rebut dan Barongsai, Suku Bugis yang
masih memegang erat Tradisi perkawinan Bugis, serta Suku Jawa dengan budaya yang pada
mulanya hanya di lingkungan keturunan bangsawan, seperti Tangga Tebu.

Selain budaya Melayu, Belitung juga memiliki Budaya Tionghoa. di Bangka agak sedikit berbeda
dengan Tionghoa di Belitung. Orang Tionghoa di Bangka didatangkan pada awal abad ke-18
ketika pertambangan resmi dibuka. Mereka umumnya tidak membawa istri sehingga menikahi
penduduk bumiputera, sehingga Tionghoa di Bangka sebagian besar merupakan peranakan
yang berbicara Bahasa Hakka yang bercampur Bahasa Melayu. Sebagian besar etnis Tionghoa
di Bangka Belitung didominasi Orang Hakka dengan minoritas Orang Minnan (Hokkian). Meski
memiliki keberagaman budaya yang berbeda, kedua etnis ini dapat hidup berdampingan dengan
damai. Mereka saling menghargai budaya masing-masing, termasuk dalam menjalankan ibadah
dan kepercayaannya.
Upacara adat

Tradisi Nganggung merupakan tradisi yang terdapat di masyarakat Melayu Bangka Belitung,
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tradisi Nganggung adalah membawa makanan dari rumah
masing-masing ke sebuah pertemuan besar dalam waktu tertentu. Nganggung merupakan
tradisi yang dilakukan secara turun temurun sejak nenek moyang hingga saat ini. Berikut ini
adalah pengertian, tata cara, dan makna Nganggung.  Pengertian Nganggung Nanggung adalah
tradisi membawa makanan dari masing-masing rumah penduduk menuju tempat pertemuan
besar yang dilakukan secara berbondong-bondong.  Tempat pertemuan ini dapat berupa masjid,
surau, langgar atau lapangan.  Kegiatan dilakukan pada waktu-waktu tertentu, terutama dalam
perayaan agama Islam. Tradisi nganggung umumnya dilakukan pada saat Maulid Nabi
Muhammad SAW, Nisfu Sya'ban, Muharram atau setelah shalat Idul Fitri maupun Idul Adha,
serta untuk merayakan panen. Baca juga: Melihat Tradisi Perayaan Maulid Adat Karang Bajo di
Lombok Di kampung-kampung, adat ini disebut juga Sepintu Sedulang atau Selawang Sedulang,
artinya setiap bubung rumah menyediakan makanan untuk dibawa ke masjid atau balai desa,
tempat berkumpul masyarakat kampung. Tradisi ini juga dilakukan pada acara sosial lainnya
yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat kampung.
Pakaian adat

Pakaian adat Bangka Belitung adalah jenis baju adat khas daerah Bangka Belitung yang
memiliki perpaduan kebudayaan Arab dan juga Tionghoa. Pada mulanya, saudagar Arab
yang berdagang di kawasan Bangka Belitung menikah dengan perempuan tionghoa dan
mengenalkan pakaian adat untuk pernikahan yang bercorak arab dan juga tionghoa.
Karena pakaian tersebut terlihat indah dan juga menarik, masyarakat adat setempat
mulai mengenakan pakaian yang sama seterusnya, hanya saja dipadukan dengan corak
kebudayaan Bangka Belitung setempat.
Pakaian adat Bangka Belitung adalah jenis pakaian yang umumnya dipakai pada acara
pernikahan. Pakaian ini merupakan wujud beberapa akulturasi dari kebudayaan arab,
tionghoa, dan melayu . Nama pakaian adat bangka belitung ini akrab disebut Baju Seting
dan juga Kain Cual.
Rumah adat

Rakit Limas adalah rumah adat dari Bangka Belitung.[1] Rumah adat Rakit Limas banyak dikenal
sebagai rumah adat dari Bangka Belitung. Namun secara garis besar, rumah ada di Bangka
Belitung terdiri atas tiga jenis yaitu Rumah Rakit, Rumah Limas, dan Rumah Panggung. [2] Rakit
dan limas yang menjadi bagian dari jenis rumah adat inilah yang kemudian dikenal sebagai
rumah adat dari daerah ini. Ketiga rumah adat ini memiliki arsitektur yang berlainan namun di
antara ketiganya memiliki persamaan. Ketiganya banyak menggunakan arsitektur dan adat
Melayu pada ketiga bangunannya.
Alat musik

Bangka Belitung memiliki banyak alat musik tradisional seperti Dambus, Gendang Melayu,
Caklemong, Rebana, Rebab, Gambanga, dan Suling. Berikut penjelasannya: Dambus Dambus
merupakan alat musik petik khas Bangka Belitung yang lahir dari akulturasi budaya Melayu dan
Islam dari saudagar Arab yang masuk melalui jalur perdagangan. Dilansir dari Warisan Budaya
Takbenda Indonesia, dambus terbuat dari kayu dan ujungnya diukir berbentuk kepala rusa atau
kijang yang indah. Baca juga: Alat Musik Daerah Jambi Dambus dilengkapi oleh tiga buah senar
ganda, namun dewasa ini dambus lebih bervariasi dengan jumlah senar yang berbeda-beda.
Dambus dihiasi dengan ukiran dan juga kulit binatang pada badannya dan menghasilkan suara
yang nyaring namun indah. Gendang Melayu Gendang melayu adalah alat musik tabuh yang
biasanya digunakan sebagai instrument pelengkap dalam memainkan dambus. Keduanya
dimainkan secara beriringan agar mendapatkan alunan musik yang indah dan teratur. Gendang
melayu terbuat dari kayu cekung yang ditutupi oleh kulit binatang, ketika ditabuh akan
menghasilkan suara yang keras. Caklemong Caklemong adalah alat musik tradisional Bangka
Belitung yang terdiri dari gong perunggu atau kuningan kecil. Gong-gong kecil tersebut
kemudian disusun diatas kayu sehingga memiliki bentuk yang mirip dengan gamelan.
Caklemong juga bisanya dimainkan bersama dengan gambus dengan cara dipukul oleh kayu
berbalut kain. Rebana Rebana adalah alat musik tabuh hasil akulturasi budaya Melayu dan Arab
yang masuk ke Bangka Belitung. Rebana terbuat dari kayu bundar dan hanya sedikit cekung,
kemudian ditutupi oleh kulit kambing, dan dibingkai oleh kayu. Baca juga: 7 Alat Musik daerah
Aceh Dilansir dari Visit Bangka Belitung, rebana dimainkan pada acara festival seni daerah,
qasidah pengajian-pengajian, penyambutan tamu istimewa, dan iring-iringan. Rebab Rebab
adalah alat musik tradisional Bangka Belitung yang memiliki bentuk seperti biola. Rebab memiliki
badan bulat yang terbuat dari kayu atau tempurung kelapa yang ditutupi oleh kulit hewan. Senar
rebab terbuat dari rambut buntut kuda maupun ijuk inai. Rebab dimainkan dengan cara digesek
seperti halnya biola. Fitri Anggela dalam jurnal Pengobatan Tradisionla Togak Belian pada
Masyarakat Kenegerian Kotorajo Kecamatan Kuantan Hilir Seberang Kabupaten Kuantan
Singingi (2020), menyebutkan bahwa bunyi rebab dianggap sebagai jalan berinteraksi dengan
alam gaib untuk mendapatkan obat yang bisa menyembuhkan penyakit.    Lihat Foto [Tangkapan
Layar] alat musik Gambangan Bangka Belitung(Youtube/budi setiawan) Gambangan
Gambangan merupakan alat musik tradisional Bangka Belitung yang terbuat dari 7 bilah kayu.
Ketujuh bilah kayu tersebut memiliki panjang yang berbeda dan disusun dari yang terpanjang
hingga yang terkecil. Baca juga: Alat Musik Daerah Bengkulu Gambangan kemudian dipukul
menggunakan bilah kayu kecil untuk menghasilkan nada-nada yang berbeda. Gambangan
dibuat dari kayu yang ringan seperti kayu sengkrubong dan kayu meranti. Suling Suling khas
Bangka Belitung terbuat dari bambu kecil dan diukir dengan ukiran khas Bangka Belitung. Suling
mengeluarkan suara melengking yang merdu dan berkesan sedih serta mendayu-dayu bagi
yang mendengarnya.
Tarian

Tari Sepen.

@kamerabudaya.com

Salah satu tarian Bangka Belitung adalah Tari Sepen. Tari Sepen adalah tari
tradisional yang digunakan untuk dalam penyambutan tamu – tamu penting.
Ketika sedang ada kunjungan rombongan pariwisata, juga selalu
menyuguhkan tari tradisional ini. Begitu pula setiap ada suatu perayaan,
festival hingga perlombaan selalu dibuka dengan tari ini.
Dalam tari Sepen, unsur budaya melayu sangat kental. Dapat dilihat dari
kostum dan musik pengiring yang sangat khas akan budaya melayu.

Ada pula unsur budaya nusantara dalam tari tersebut, yaitu pencak silat.
Beberapa gerakan tari ini sangat cepat dan lincah. Gerakan tersebut
merupakan teknik dasar dari ilmu bela diri pencak silat. Biasanya tari ini
ditampilkan secara berpasang-pasangan. Umumnya ditarikan oleh wanita,
namun ada juga yang ditampilkan dengan penari pria yang berpasangan
maupun penari pria yang berpasangan dengan penari wanita.

Gerakan utama dari tari Sepen adalah gerakan tangan dan kaki yang lincah.
Pada tari ini, didominasi akan gerakan tepuk tangan yang disesuaikan dengan
irama musik pengiring. Formasi tarian ini pun sering berpindah-pindah.
Meskipun sering bergonta ganti formasi, barisan masing – masing penari
sangat rapi.
Senjata

Macam-macam Senjata Tradisional Bangka Belitung


No Senjata Tradisional Bangka Belitung

1 Siwar

2 Parang Badau

3 Lengkong

4 Kedik

Terdapat empat macam senjata tradisional khas Bangka Belitung


yang memiliki keunikan dan karakteristiknya masing-masing.
Berikut adalah daftar macam-macam senjata tradisional Bangka
Belitung

 
Makanan

Makanan Khas Bangka Belitung adalah Martabak Bangka

Makanan khas Bangka Belitung pertama adalah Martabak Bangka. Siapapun pasti tahu
martabak, dan mungkin juga Anda adalah penggemar martabak Bangka yang bercita rasa
khas dan mantap. Ternyata Bukan Hanya Bahasa Melayu Martabak Bangka sangat populer
dan mudah dijumpai di kota-kota besar Indonesia. Pada dasarnya, makanan khas ini adalah
martabak manis yang dibuat dari adonan tepung terigu dan mentega. Kemudian, martabak
yang sudah mengembang, ditambahkan topping manis seperti cokelat meises, kacang tanah,
keju, susu kental manis, dan wijen. 2. Belacan Belitung Berikutnya adalah belacan Belitung.
Makanan khas Bangka Belitung ini sering dijadikan buah tangan atau oleh-oleh para
wisatawan. Sebab, belacan Belitung adalah bumbu yang berasal dari udang rebon segar. Hasil
tangkapan nelayan tersebut difermentasi seperti bumbu terasi asal Cirebon. Layaknya terasi,
Belacan Belitung khas Bangka Belitung ini dapat dijadikan bumbu penyedap tambahan pada
banyak masakan, termasuk sambal. 3. Mi Bangka Makanan khas Bangka Belitung
berikutnya paling populer adalah Mi Bangka. Makanan yang satu ini sangat populer dan lezat
hingga banyak ditemui di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Jabodetabek (Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi) dan sekitarnya. Mi Bangka merupakan makanan khas Bangka
Belitung yang lezat. (Foto: ist) Sesuai namanya, Mi Bangka atau Bakmi Bangka adalah mi
yang disajikan bersama potongan ayam kecap atau babi cincang, atau bisa pula bakso ikan,
seafood seperti ikan, kepiting, dan lainnya. Kemudian ditambahkan tahu kok atau baso tahu
asli Bangka, pangsit, taoge dan sayur caisim. Selain itu ditambahkan pula bumbu pelengkap
lainnya seperti lada, daun bawang, kecap asin, tongcai, jeruk kunci, garam, gula putih/gula
pasir dan saus cabai pedas khas pulau Bangka.
Lagu daerah
La Berage
Lagu La Berage ini biasa dinyanyikan untuk menyambut musim panen yang sudah
tiba.
Kata berage artinya ‘makan bersama’.
Kegiatan makan bersama tersebut menjadi salah satu tradisi masyarakat Bangka
Belitung sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang sudah di dapat.
Lagu ini juga biasa dinyanyikan sebagai undangan makan bersama untuk tetangga
kampung dan juga keluarga sekitar.
Lirik lagu La Berage
Ampar tikar beransai
Care berage de belitong
Ape agik musim la ngetam
Anak cucuk ngumpul semue
Dudok beramai-ramai ngadap rejeki same-same
Rase gembire sekeluarge payakan lete dak terase
Berage… berage…
Ayuk kite berage
Berage… berage…
Berage la berage
Bahasa
Bahasa Bangka atau Basé Bangka adalah bahasa yang dituturkan di Pulau Bangka. Bahasa
Bangka termasuk dalam salah satu Rumpun bahasa Melayu-Polinesia. Fungsi lainnya adalah
sebagai penanda atau identitas daerah dan merupakan kebanggaan tersendiri bagi
masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.Bahasa bangka termasuk dalam salah
satu Rumpun bahasa Melayu. Secara umum, fungsinya sebagai sarana komunikasi atau
penghubung dalam percakapan sehari hari. Selain itu, fungsi lainnya sebagai tanda atau sebuah
identitas atau lambang kebanggaan di daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Suku

Kepulauan Bangka Belitung memiliki jumlah penduduk lebih dari 1,437 juta. Dari jumlah
penduduk sebesar itu, Kepulauan Bangka Belitung memiliki beragam suku yang turut mendiami
luas wilayah tersebut. Suku yang mendiami Bangka Belitung sangat beragam, baik suku asli
Bangka Belitung itu sendiri, ataupun suku-suku pendatang. Dari banyaknya suku yang mendiami
Bangka Belitung, populasi suku yang paling mendominasi adalah Melayu. Berikut ini suku
bangsa yang mendiami kawasan Kepulauan Bangka Belitung, baik suku bangsa asli maupun
pendatang. Suku Bangsa Melayu Suku Melayu adalah salah satu suku yang merupakan
penduduk asli dari Bangka Belitung, khususnya di Kota Pangkalpinang. Dikutip dari buku
Hubungan Antar Suku Bangsa di Kota Pangkalpinang, yang ditulis oleh Evawarni, Suku Melayu
adalah kelompok sosial asli yang menempati sebagian besar wilayah Bangka Belitung. Akan
tetapi, lambat laun, populasi suku di Kota Pangkalpinang juga beragam, dan sudah tercampur
dengan suku-suku lain dari luar Bangka Belitung. Baca juga: Pembagian Bangsa Melayu
Indonesia Suku Bangsa Sawang Suku Sawang merupakan salah satu suku asli di Kepulauan
Bangka Belitung yang lumayan eksis dengan budayanya. Suku asli ini juga memiliki julukan
dengan nama Suku Laut karena mereka banyak beraktivitas di laut. Kelompok ini juga kerap
dijuluki sebagai orang perahu, karena hidupnya berada di atas perahu bersama keluarganya.
Karena hidup di atas perahu, mereka cenderung berpindah-pindah layaknya suku laut di wilayah
lainnya. Dalam interaksinya, mereka menggunakan bahasa Melayu. Namun, dialek mereka
sangat berbeda dengan dialek orang-orang Bangka Belitung pada umumnya. Baca juga: Suku
Bangsa di Sumatera Selatan Suku Bangsa China Suku China juga memiliki populasi yang cukup
banyak. Terlebih, mereka juga banyak menjalin hubungan keluarga dengan Suku Melayu.
Sejarah banyaknya populasi orang-orang keturunan China di Bangka Belitung bermula sejak
masa kepemimpinan Kesultanan Palembang Darussalam. Ketika pada masa itu, kesultanan
banyak mendatangkan tenaga kerja dari China untuk membantu aktivitas pertambangan timah di
Bangka Belitung. Orang-orang Cina memiliki hubungan yang dekat dan baik dengan penduduk
lokal Bangka Belitung. Baca juga: Suku Bangsa Asli di Kepulauan Riau Suku Bangsa Bugis
Orang-orang Bugis yang merupakan suku bangsa asli dari Sulawesi, juga banyak mendiami
wilayah Bangka Belitung. Masifnya kedatangan Suku Bugis ke Bangka Belitung tentunya
dipengaruhi dari karakteristik masyarakatnya yang dikenal suka menjelajah. Terdapat berbagai
versi tentang sejarah masuknya orang-orang dari Suku Bugis ke Kepulauan Banhka Belitung.
Pertama, orang Bugis mulai marak masuk ke Bangka Belitung pada masa pemerintahan kolonial
bersamaan dengan eksploitasi timah di daerah itu. Kedua, ada teori yang menyatakan bahwa
orang-orang Bugis telah marak masuk ke Bangka Belitung jauh sebelum itu. Teori itu
berdasarkan karakteristik Suku Bugis yang suka menjelajah, ditambah fakta Bangka Belitung
dikelilingi laut. Suku Bangsa Jawa Suku Jawa atau juga kerap disebut sebagai orang Jawa, juga
merupakan suku yang turut mendiami kawasan Bangka Belitung. Kedatangan orang-orang Jawa
di Bangka Belitung diperkirakan terjadi sejak masa Kerajaan Sriwijaya, tetapi kala itu belum
terlalu signifikan. Dahulu, Bangka Belitung termasuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan
Sriwijaya. Kekuasaan Sriwijaya di Bangka Belitung dibuktikan dengan keberadaan beberapa
peninggalan, salah satunya adalah Prasasti Kota Kapur. Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau
Bangka dengan angka tahun 608 C atau 686 Masehi. Prasasti itu ditulis menggunakan aksara
Pallawa dan menggunakan Bahasa Melayu Kuno. Ini merupakan merupakan prasasti pertama
yang menjadi bukti keberadaan Kerajaan Sriwijaya. Adapun mulai maraknya kedatangan orang
Jawa ke Bangka Belitung bermula ketika kekalahan Kerajaan Sriwijaya pada kisaran abad ke-13.
Takluknya Sriwijaya pada masa itu membuat banyak penduduk Jawa pindah ke Bangka
Belitung. Baca juga: Mengenal Kebudayaan Suku Jawa Beberapa alasan kuat mengapa orang
Jawa berdatangan ke Bangka Belitung adalah sempitnya lapangan pekerjaan dan minimnya
kepemilikan tanah di Jawa.

Anda mungkin juga menyukai