Anda di halaman 1dari 9

TUGAS BMR

ADAT ADAT YANG ADA DI PROVINSI RIAU

Disusun:
NADYA SAFITRI
KELAS XI BUSANA 3
SMK N 3 PEKANBARU
1.Kabupaten bengkalis
Alhamdulillah jelang lebaran tahun 2022 ini, warga khususnya yang tinggal di pulau
Bengkalis penuh suka cita karena dapat menggelar dua tradisi zaman ke zaman yaitu pertama
pasang lampu colok mulai malam 27 likur kedua “Barakan” atau rombongan menjalin
silaturahmi berkekalan kunjungi rumah ke rumah setelah sholat Idul Fitri

tradisi lampu colok sudah menjadi turun temurun sejak dahulu, salah satu wujud rasa
kegembiraan menyambut hari yang fitri, bulan penuh berkah, rahmat dan ampunan. Lampu
colok adalah bagian dari kebudayaan Melayu yang telah ditetapkan sebagai warisan tak
benda oleh Menteri Kebudayaan.

Apapun bentuk dan rujukannya Lampu colok memang begitu dinantikan. Bahkan ada
yang menyebutkan ramadhan tanpa lampu colok seakan hampa tak berkesan. Ibarat hidangan
makanan baru lengkap kalau sudah empat sehat lima sempurna.

Hal yang membanggakan lampu colok pada tahun 2022 ini juga terpasang di halaman
depan kediaman Rumah Dinas Gubernur Riau. Orang nomor satu di provinsi Riau ini
menambahkan dengan di adakannya festival lampu colok sebagai pelestarian budaya yang
identik dengan ciri khas Melayu.

Haru biru lampu colok akan berlanjut “barakan” selepas menunaikan sholat Idul Fitri. Ada
lampu maka ada “barakan” kegiatan warga berkunjung dari rumah ke rumah orang
sekampung berlangsung tiga sampai tujuh hari.

“Barakan” sudah menjadi tradisi turun temurun bertujuan mengekalkan tautan silaturahmi.
Seiring persiapan lampu colok juga sudah dimaklumkan oleh Ketua RT,RW biasanya di
Masjid atau Mushola tentang giliran rumah rumah yang akan di kunjungi berombongan. Dari
pengalaman urutannya sesuai dengan kesepakatan bersama. Atau ada kesepakatan tak tertulis
kalau tahun lalu dari Rumah ujung timur berikutnya dari ujung Barat. 

Tata cara berombongan antara kampung satu dengan yang lainnya juga berbeda. Misalnya
hari pertama kaum laki laki lalu hari kedua kaum wanita selanjtnya hari ketiga untuk remaja
dan anak- anak. Hari ke empat dan seterusnya baru berkunjung ke luar atau antar kampung.

 
Maka segala aneka macam makanan dan minuman disediakan setiap rumah. Silaturahmi
menjadi mengasyikkan karena melimpah keberkahan kebahagian.Barakan bukan hanya di
Tanah Melayu khususnya Bengkalis. Konon, tradisi barakan di Jawa baca pisowanan telah
ada sejak abad ke-18. bermula dari tradisi Kraton Mangkunegaran, Surakarta, kita mengenal
tradisi halalbihalal, yaitu maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan.
Tradisi asli Indonesia ini seakan-akan ingin mengejawantahkan perintah Allah Sawt dalam
QS. Al-A`raf ayat 199, "Jadilah pemaaf dan anjurkanlah orang berbuat baik, serta jangan
pedulikan orang-orang yang bodoh."

2.Kabupaten indragiri hulu

Masyarakat adat Talang Mamak di Talang Jerinjing, Rengat Barat, Kabupaten Indragiri
Hulu melakukan ritual Naik Tambak pada Selasa, 13 April 2021. Naik Tambak adalah ritual
masyarakat adat Talang Mamak untuk orang yang telah meninggal. Biasanya dilakukan
setelah anggota keluarga meninggal 3 atau 4 bulan. 

Ada beberapa tingkat atau pangkat Naik Tambak, dari pangkat 1 sampai 5, yang terkait
dengan status sosial yang meninggal. Saat melakukan Naik Tambak, semua anggota keluarga
berkumpul dan bergotong royong melaksanakan ritual.

3.Kabupaten indragiri hilir

Masyarakat Suku Laut Indragiri Hilir, Riau yang juga dikenal dengan Suku Duano
memiliki tradisi yang unik dan bertahan hingga kini, yakni menongkah kerang. Sejarah
menongkah kerang sudah panjang dan menjadi inspirasi olahraga selancar (surfing) di Hawai
yang pertama digelar tahun 1767.

Menongkah kerang adalah teknik Orang Laut dalam menangkap kerang di padang lumpur.
Kegiatan ini adalah dengan menggunakan sebilah papan sebagai tumpuan sebelah kakinya
dan tempat mengumpulkan kerang yang telah didapatkan. Sementara sebelah kakinya lagi
adalah sebagai pengayuh tongkah. Sebuah Tongkah biasanya terbuat dari belahan kayu besar
dalam keadaan utuh, tetapi tidak jarang juga tongkah terdiri dari gabungan dari belahan
papan. Panjang tongkah rata-rata 2 M s/d 2,5 M dengan Lebar 50 Cm s/d 80 Cm dan
ketebalan 3 Cm s/d 5 Cm
4.Kabupaten kampar

Balimau Kasai adalah sebuah upacara tradisional yang istimewa bagi masyarakat Kampar
di Provinsi Riau untuk menyambut bulan suci Ramadan. Acara ini biasanya dilaksanakan
sehari menjelang masuknya bulan puasa. Upacara tradisional ini selain sebagai ungkapan rasa
syukur dan kegembiraan memasuki bulan puasa, juga merupakan simbol penyucian dan
pembersihan diri. Balimau sendiri bermakna mandi dengan menggunakan air yang dicampur
jeruk yang oleh masyarakat setempat disebut limau. Jeruk yang biasa digunakan adalah jeruk
purut, jeruk nipis, dan jeruk kapas.

Sebenarnya upacara bersih diri atau mandi menjelang masuk bulan Ramadan tidak hanya
dimiliki masyarakat Kampar saja. Kalau di Kampar upacara ini sering dikenal dengan nama
Balimau Kasai, maka di Kota Pelalawan lebih dikenal dengan nama Balimau Kasai Potang
Mamogang. Di Sumatera Barat juga dikenal istilah yang hampir mirip, yakni Mandi Balimau.
Khusus untuk Kota Pelalawan, tambahan kata potang mamogong mempunyai arti menjelang
petang karena menunjuk waktu pelaksanaan acara tersebut.

Tradisi Balimau Kasai di Kampar, konon telah berlangsung berabad- abad lamanya sejak
daerah ini masih di bawah kekuasaan kerajaan. Upacara untuk menyambut kedatangan bulan
Ramadan ini dipercayai bermula dari kebiasaan Raja Pelalawan. Namun ada juga anggapan
lain yang mengatakan bahwa upacara tradisional ini berasal dari Sumatera Barat. Bagi
masyarakat Kampar sendiri upacara Balimau Kasai dianggap sebagai tradisi campuran
Hindu- Islam yang telah ada sejak Kerajaan Muara Takus berkuasa.
5.kabupaten kuantan sengingi

 Perahu Baganduang atau Perahu Beganduang adalah gabungan dari dua hingga tiga buah
sampan panjang. Baganduang artinya bergandeng. Perahu-perahu ini dirangkai menjadi satu
(diganduang) dengan menggunakan bambu. Perahu baganduang menjadi bagian dari tradisi
yang ada di Lubuk Jambi, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuansing, Riau. Perahu
Baganduang adalah kendaraan adat yang digunakan untuk tradisi Majompuik Limau. Tradisi
ini telah dilakukan masyarakat selama kurang lebih satu abad.

Perahu baganduang pertama kali digelar sebagai festival pada tahun 1996. Festival perahu
baganduang dilaksanakan sekali dalam setahun, terutama pada saat hari raya Idul Fitri.
Perahu-perahu ini kemudian dihias agar menarik. Hiasan-hiasan yang digunakan, antara lain,
bendera, daun kelapa, payung, kain panjang, buah labu, foto presiden dan wakil presiden, dan
benda-benda lainnya yang memiliki simbol adat. Misalnya, padi yang melambangkan
kesuburan pertanian dan tanduk kerbau yang melambangkan peternakan.

Dalam festival tersebut, masyarakat disuguhkan berbagai hiburan, di antaranya Rarak


Calempong, Panjek Pinang, dan kegiatan Potang Tolugh. Proses pembuatan perahu
baganduang sama dengan pembuatan perahu jalur, yaitu dengan memakai upacara Melayu

6.Kabupaten kepulauan meranti


Tradisi berlari di atas tual sagu ini sudah lama dilakukan, dan sekaligus menjadi tradisi
turun temurun di Desa Bokor, lo!  Awalnya, masyarakat Desa Bokor terbiasa menghitung
jumlah batang sagu sebelum diolah. Hingga kemudian dari kebiasaan tersebut lahirlah tradisi
berlari di atas tual sagu.

Konon, olahraga dan tradisi unik ini hanya ada di Desa Bokor. Tidak ada wilayah lain
yang memiliki tradisi sama. Selain itu, lomba berlari di atas tual sagu biasanya diadakan
berbarengan dengan pesta rakyat, yaitu Pesta Sungai Bokor.
7.Kabupaten pelalawan
Togak tonggol merupakan tradisi menegakkan tonggol kebesaran pebatinan dan suku pada
masyarakat adat Petalangan di Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau yaitu
wilayah yang berada di bawah naungan Datuk Rajo Bilang Bungsu. Tonggol terbuat dari kain
persegi empat yang pada bagian bawahnya berjumbai-jumbai. Tonggol dimiliki oleh
perangkat adat yaitu batin, penghulu, dan ketiapan (pembantu batin, induk suku). Masing-
masing memiliki tonggol dengan warna-warna khas yang membedakan satu dengan lainnya.
Hampir semua warna boleh dijadikan warna dasar tonggol, kecuali warna kuning yang
merupakan warna kebesaran Sultan.

Pada tonggol-tonggol tersebut dapat dihias dengan warna-warna lain, seperti yang ada
pada foto di atas. Warna-warna yang dipakai dalam tonggol antara lain warna-warna yang
memiliki makna adat, yaitu: 1) Hitam yang melambangkan adat, 2) Putih yang
melambangkan alim ulama (agama), 3) Kuning yang melambangkan raja, 4) Hijau
melambangkan rakyat.

Tonggol diwariskan secara turun temurun dan menjadi alat kebesaran bagi pebatinan dan
pesukuan. Setiap tonggol disimpan di rumah suku (rumah soko) karena setiap tonggol adalah
milik suku. Sebagai alat kebesaran adat, tonggol juga bermakna marwah. Oleh karena itu,
tradisi Togak Tonggol tidak hanya bermakna menegakkan alat kebesaran, tetapi juga
menegakkan marwah.
8.Kabupaten rokan hulu
Makan bukancah ini merupakan tradisi nenek moyang yang telah lama ada di Negeri
Seribu Suluk. Makan bukancah artinya makan dengan cara mengambil sambal atau gulai
secara langsung ke kancah atau kuali yang besar tanpa daun telinga, tanpa di hidangkan atau
disuguhkan. Pengambilan sambal atau gulai di dalam kancah pada makan bersama tersebut
dilaksanakan oleh semua yang hadir, baik pejabat atau masyarakaat biasa, baik yang dewasa
maupun anak-anak.

Dahulu makan bekuncah ini dilakukan orang satu kampung dengan keterbatasan peralatan
masyarakat seperti piring, sendok dan lainya. Dengan keterbatasan tersebut, timbulah tradisi
untuk makan bersama dengan menggunakan daun daun pisang, dan daun kayu yang lebar,
sebagai pengganti piring secara bersama-sama sambil mengililingi kancah atau kuali besar
yang tidak ada kuping.

9.Kabupaten rokan hilir


Riau juga memiliki ritual yang berhubungan dengan laut bagi para nelayan. Semah Laut,
adalah kegiatan ritual yang dilakukan masyarakat di Kabupaten Rokan Hilir, tepatnya di
daerah Panipahan.

Semah Laut dilakukan oleh sekelompok nelayan di bawah pimpinan Bathin. Para nelayan
dalam ritual ini mengenakan pakaian khas dengan paduan warna kuning dan hijau. Ritual ini
diiringi mantera dalam lagu dengan paduan suara gendang, gong, dan alat musik khas melayu
Riau lainnya. Semah Laut juga menampilkan seni bela diri khas Riau.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, ritual semah laut bertujuan untuk mendapat
keberkahan dan hasil laut yang melimpah. Mereka meyakini bahwa di laut terdapat makhlu
gaib yang harus diusir dengan semah laut.
t

10.Kabupaten siak
Ghatib beghanyut adalah suatu kegiatan dzikir di atas perahu dan berhanyut seiring arus
sungai. Ghatib beghanyut ini dilakukan sejumlah jamaah masjid, mushalla serta warga
muslim di daerah Siak, Mempura (di Kabupaten Siak Sri Indrapura), dan di kecamatan
Bukitbatu (di Kabupaten Bengkalis). Tradisi ghatib beghanyut merupakan bentuk ritual tolak
bala dengan mendengungkan do'a dan dzikir di atas permukaan air sungai. Ritual ini
bertujuan agar seseorang maupun masyarakat yang ada di daerah tertentu terhindar dari sial,
penyakit, kejadian-kejadian buruk. 

11.Kota pekanbaru
tradisi Petang Megang merupakan salah satunya. Sebagian masyarakat Kota Pekanbaru,
terutama masyarakat Melayu, mengadakan tradisi ini untuk memanjatkan rasa syukur dan
kebahagiaan mereka karena dapat bertemu kembali dengan bulan puasa tahun itu.

Petang Megang juga punya istilah lain yaitu “Petang Belimau” yang artinya mandi air
jeruk limau di sore hari. Air dicampur perasan jeruk limau digunakan untuk mandi sebagai
simbol penyucian jiwa dan raga sebelum melaksanakan ibadah puasa di bulan suci
Ramadhan. Selain jeruk limau, buah jeruk yang biasanya digunakan dalam ritual ini adalah
jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk kapas.

Tradisi Petang Megang atau Petang Belimau ini biasanya dilakukan dalam sebuah arak-
arakan warga sekitar, tokoh agama, pemimpin adat, dan pejabat daerah. Dengan iringan
kesenian Kompang atau alat musik tradisional khas Melayu Riau, arak-arakan pun berjalan
menuju lokasi upacara Petang Megang dilangsungkan.
12.Kota dumai
Kegiatan “Menjamu Laut” sebagai tradisi melestarikan budaya bahari dilaksanakan
dalam rangka Hari Nusantara Nasional ke-13.

Walikota Dumai, Khairul Anwar, berharap kegiatan atau tradisi “Menjamu Laut” agar
terus diperingati dan dijadikan iven budaya yang dilaksanakan setiap tahunnya. Sebab, tradisi
tersebut merupakan tanda kepedulian dalam melestarikan budaya dan tradisi masyarakat
terdahulu yang perlu dilestarikan. Pada kesempatan tersebut walikota juga menyerahkan
bantuan dana bagi masyarakat nelayan yang ada di Dumai.

“Menjamu Laut”, dilaksanakan sebagai suatu tradisi untuk mengungkapkan rasa syukur
kepada Allah SWT atas karunia yang diberikan kepada masyarakat nelayan, Tradisi ini sudah
dilaksanakan sejak puluhan tahun lalu dan tradisi ini juga untuk mengikat tali silahturahmi
antara masyarakat dengan Pemko Dumai, “sebut Khairul.

Bejamu laut ini merupakan simbol kesadaran orang melayu terhadap laut sebagai tempat
halaman mencari makan, diekspresikan lewat budaya bejamu laut atau menghidangkan
sesajian yang dibuat oleh Datuk (Pawang) sebagai rabitah yang punca permohonan tetap
kehadirat Allah SWT, agar alam laut sebagai lapak usaha dapat membawa berkah dengan
hasil yang melimpah

Anda mungkin juga menyukai