Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH P5

“ SUKU BUGIS “

Nama Anggota Kelompok :


1. Andini
2. Restiani
3. Nadia nurjanah
4. Sindi aprilia
5. Siti fajriah
6. Yuanita

Kelas :
10 OTKP 2
 “ SUKU BUGIS “

Suku Bugis (Lontara) merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi
Selatan. Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero.
Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya
Yunan. Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis.
Saat ini mayoritas orang Bugis menganut agama Islam (sekitar 99%). Islamisasi
masyarakat Bugis telah mengakar kuat, walau masih ada sebagian kecil masyarakat
yang menganut kepercayaan tradisional Tolotang yang jumlahnya sekitar sebanyak
15 ribu jiwa dan tinggal di wilayah Sidenreng Rappang.

 Mata pencaharian
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir,
maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan.
Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu
masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang
pendidikan.
1. Perompak
Sudah bukan rahasia lagi apabila Bugis identik dengan dunia perompakan.
Sejak Perjanjian Bongaya yang menyebabkan jatuhnya Makassar ke tangan
kolonial Belanda, orang-orang Bugis dianggap sebagai sekutu bebas
pemerintahan Belanda yang berpusat di Batavia. Jasa yang diberikan oleh
Arung Palakka, seorang Bugis asal Bone kepada pemerintah Belanda,
menyebabkan diperolehnya kebebasan bergerak lebih besar kepada
masyarakat Bugis. Namun sebagai Suku Bugis yang keras dan tidak mau
mengikuti aturan, kebebasan ini tentu disalah gunakan Bugis untuk menjadi
perompak yang mengganggu jalur niaga Nusantara bagian timur.
2. Serdadu bayaran
Selain sebagai perompak, karena jiwa keras dan haus membunuh orang-
orang Bugis terkenal sebagai serdadu bayaran. Orang-orang Bugis sebelum
konflik terbuka dengan Belanda mereka salah satu serdadu Belanda yang setia.
Mereka banyak membantu Belanda, yakni saat pengejaran Trunojoyo di Jawa
Timur, penaklukan pedalaman Minangkabau melawan pasukan Paderi, serta
membantu orang-orang Eropa ketika melawan Ayuthaya di Thailand.
Orang-orang Bugis juga terlibat dalam perebutan kekuasaan dan menjadi
serdadu bayaran Kesultanan Johor, ketika terjadi perebutan kekuasaan
melawan para pengelana Minangkabau pimpinan Raja Kecil.

 Perkawinan dan Kebudayaan


Orang Bugis memandang perkawinan sebagai suatu upacara adat yang
bertujuan untuk menyatukan hubungan kekeluargaan antara dua keluarga
besar menjadi semakin erat. Perkawinan tidak dianggap sebatas menyatukan
dua mempelai dalam hubungan suami-istri, melainkan mendekatkan hubungan
keluarga yang sudah jauh. Pandangan ini membuat orang Bugis memilih
perkawinan antara keluarga dekat, karena mereka sudah saling mengenal
sebelumnya.
Suku Bugis menganggap lontara sebagai sumber tertulis yang berkaitan
dengan sejarah, budaya, dan kehidupan sosial masyarakatnya. Orang Bugis
menggunakan lontara sebagai alat untuk menyampaikan cara berpikir dan
pengalaman masa lalu masyarakatnya. Lontara dijadikan sebagai simbol
budaya suku Bugis yang diwariskan dari masyarakat terdahulu ke masyarakat
masa berikutnya.

 Tradisi – tradisi unik suku bugis

1. Ma' Baca-baca

Ma' Baca-baca merupakan sebuah ritual adat Bugis yang diartikan membaca
doa dihadapan hidangan makanan yang masih dilestarikan hingga kini dan
dirangkaikan dengan berbagai acara seperti Lebaran, pernikahan, sunatan,
akikah, hingga ketika ingin memasuki rumah baru. Salah satu daerah yang
masih melestarikan nya yaitu di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan dan
bisanya dilakukan oleh sesepuh atau tokoh masyarakat yang dituakan dalam
sebuah keluarga. Biasanya, dihadapan sesepuh akan diletakkan makanan yang
telah ditata dalam sebuah nampan yang orang Bugis menyebutnya 'Bakik',
kemudian dilengkapi dengan tungku kecil yang disebut dupa-dupa yang
berisikan bara api.

2. Mappalette Bola

Mappalette Bola atau pindah rumah bagi suku Bugis merupakan hal unik,
pasalnya bagi banyak orang pindah rumah hanya memindahkan barang-barang
atau isi rumah. Namun bagi suku Bugis, pindah rumah diartikan memindahkan
sebuah bangunan rumah ke lokasi yang baru. Rumah yang biasanya terbuat
dari kayu itu tidak dibongkar menjadi bagian kecil, melainkan dipindahkan
dalam kondisi utuh dan masih membentuk rumah pada umumnya.

Pemindahan itu dilakukan ratusan laki-laki yang dipimpin oleh ketua adat
yang akan memberikan aba-aba untuk mengangkat rumah tersebut yang
sebelumnya telah diberi pegangan dari bambu agar mudah untuk diangkat.
Tradisi Mappalette Bola tersebut penuh dengan arti gotong royong yang
terjadi di dalam masyarakat Suku Bugis yang solid.

3. Mappere

Tradisi unik lainnya dari suku Bugis yakni ritual Ayunan Raksasa yang
dikenal dengan istilah Mappere. Tradisi ini merupakan tradisi yang telah
dilestarikan secara turun temurun dan dilaksanakan usai panen raya.
Ayunan Raksasa itu terbuat dari dua pohon randu setinggi 20 meter, sementara
tali yang digunakan merupakan tali rotan kemudian dibalut dengan kulit
kerbau.
Biasanya sebelum tradisi Mappere dilakukan terlebih dahulu pemuka adat
akan menggelar ritual keselamatan bagi para gadis yang nantinya akan diayun.
Gadis yang terpilih merupakan kembang desa yang akan diayun oleh delapan
orang pemuda yang akan menarik tali tersebut dari kiri ke kanan untuk
meninggikan ayunan raksasa itu.
Dalam tradisi unik ini biasanya warga setempat akan menyembelih puluhan
ekor kuda sebagai wujud syukur atas kelimpahan panen yang nantinya akan
dihidangkan kepada tamu yang datang.

4. Cemme Passili'

dilestarikan masyarakat Desa Ulo, Kecamatan Tellusiattingnge, Kabupaten


Bone. Cemme Passili' terdiri dari dua kata, yaitu Cemme dan Passili’. Cemme
dalam bahasa Indonesia berarti mandi, sedangkan Passili’ berarti
membersihkan diri.

Cemme passili' diadakan pada bulan November dan hari Senin, masyarakat
setempat biasanya merangkaikan tradisi tersebut dengan berbagai
pertandingan olahraga seperti sepak bola, maupun sepak takraw yang diadakan
oleh pemuda-pemuda yang ada di Dusun Ulo-ulo, Desa Ulo.

 Bahasa suku bugis

Komunikasi menjadi hal yang penting bagi makhluk hidup. Komunikasi


bisa dilakukan secara lisan atau tulisan. Pada zaman dahulu, Suku Bugis
menggunakan dua cara komunikasi tersebut. Secara lisan mereka
berkomunikasi menggunakan bahasa Bugis, sedangkan secara tulisan mereka
memiliki aksara sendiri yang bernama Lontara.
Hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai awal mula munculnya aksara
ini. Namun aksara Lontara muncul di beberapa naskah kuno masyarakat
Bugis. Dalam jurnal tersebut juga dijelaskan beberapa naskah kuno yang
menjadi bagian dari kebudayaan Bugis.

1. Lontara Padang: kumpulan amanat orang bijak yang menjadi kaidah dalam
kehidupan orag-orang Bugis.
2. Attoriolong: catatan keturunan raja-raja dengan pengalaman di masa lalu.
3. Pau-pau ri kadong: cerita rakyat yang brisi legenda dan peristiwa luar
biasa.

Di Sulawesi Selatan juga ada dua jenis huruf yang pernah dipakai. Pertama,
huruf segi empat atau hurufu sulapak eppa. Kedua, huruf burung-burung atau
huruf jangan-jangan. Setelah Islam datang, tradisi tulis menulis lebih
berkembang. masayrakat Bugis kemudian mengenal tulisan dengan aksara
Arab – Melayu. Untuk keperluan keagamaan, tulisan kemudian berubah
menjadi huruf Arab.
DAFTAR PUSTAKA
https://indonesia.go.id/kategori/komoditas/1173/menelisik-
kearifan-lokal-suku-bugis-lewat-tradisi-mappalette-bola
https://www.boneterkini.id/2021/02/5-tradisi-unik-suku-
bugis-yang-masih.html
https://katadata.co.id/sitinuraeni/berita/615a56ea0fdd0/
mengenal-suku-bugis-dari-sejarah-sampai-rumah-adat-
yang-dimilikinya

Anda mungkin juga menyukai