Anda di halaman 1dari 9

Mitologi penamaan Bulukumba, konon bersumber dari dua kata dalam lambang pemerintahan kabupaten bulukumba bahasa Bugis

yaitu Buluku dan Mupa yang dalam bahasa Indonesia berarti masih gunung milik saya atau tetap gunung milik saya. Mitos ini pertama kali muncul pada abad ke 17 Masehi ketika terjadi perang saudara antara dua kerajaan besar di Sulawesi yaitu kerajaan Gowa dan kerajaan Bone. Di pesisir pantai yang bernama tanah kongkong, disitulah utusan Raja Gowa dan Raja Bone bertemu, mereka berunding secara damai dan menetapkan batas wilayah pengaruh kerajaan masing-masing. Bangkeng Buki, yang merupakan barisan lereng bukit dari Gunung Lompo Battang diklaim oleh pihak kerajaan Gowa sebagai batas wilayah kekuasaannya mulai dari Kindang sampai ke wilayah bagian timur. Namun pihak kerajaan Bone berkeras mempertahankan Bangkeng Buki sebagai wilayah kekuasaannya mulai dari barat sampai ke selatan. Berawal dari peristiwa tersebut kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis Bulukumupa, yang kemudian pada tingkatan dialeg tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi Bulukumba.

Konon sejak itulah nama Bulukumba mulai ada, dan hingga saat ini resmi menjadi sebuah kabupaten. Peresmian Bulukumba menjadi sebuah nama kabupaten dimulai dari terbitnya Undangundang nomor 29 tahun 1959, tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat II di Sulawesi, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba nomor 5 tahun 1978, tentang Lambang Daerah. Akhirnya setelah dilakukan seminar sehari pada tanggal 28 Maret 1994 dengan narasumber Prof. Dr. H. Ahmad Mattulada (ahli sejarah dan budaya), maka ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Bulukumba, yaitu tanggal 4 Februari 1960 melalui Peraturan Daerah nomor 13 tahun 1994. kantor pemdaSecara yuridis formal Kabupaten Bulukumba resmi menjadi daerah tingkat II setelah ditetapkan Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba oleh DPRD Kabupaten Bulukumba pada tanggal 4 Februari 1960 dan selajutnya dilakukan pelantikan Bupati Pertama yaitu Andi Patarai pada tanggal 12 Februari 1960. Slogan Kabupaten Bulukumba Paradigma Kesejarahan, kebudayaan, dan keagamaan memberikan nuansa moralitas dalam sistem pemerintahan yang pada tatanan tertentu menjadi etika bagi struktur kehidupan masyarakat melalui satu prinsip Mali siparappe, Tallang sipahua. Ungkapan yang mencerminkan perpaduan dari dua dialek bahasa Bugis Makassar tersebut merupakan gambaran sikap batin masyarakat Bulukumba untuk mengembang amanat persatuan di dalam mewujudkan keselamatan bersama demi terciptanya tujuan pembangunan lahir dan batin, material dan spritual, dunia dan akhirat. Nuansa moralitas ini pula yang mendasari lahirnya slogan pembangunan Bulukumba Berlayar yang mulai disosialisasikan pada bulan September 1994 dan disepakati penggunaannya pada tahun 1996. Konsepsi Berlayar sebagai moral pembangunan lahir batin mengandung filosofi yang cukup dalam serta memiliki kaitan kesejarahan, kebudayaan dan keagamaan dengan

masyarakat Bulukumba. Berlayar, merupakan sebuah akronim dari kalimat kausalitas yang berbunyi Bersih Lingkungan Alam Yang Ramah. Filosofi yang terkandung dalam slogan tersebut dilihat dari tiga sisi pijakan yaitu: Sejarah (Historis) Bulukumba lahir dari suatu proses perjuangan panjang yang mengorbankan harta, darah dan nyawa. Perlawanan rakyat Bulukumba terhadap kolonial Belanda dan Jepang menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 diawali dengan terbentuknya barisan merah putih dan laskar brigade pemberontakan Bulukumba angkatan rakyat. Organisasi yang terkenal dalam sejarah perjuangan ini, melahirkan pejuang yang berani mati menerjang gelombang dan badai untuk merebut citacita kemerdekaan sebagai wujud tuntutan hak asasi manusia dalam hidup berbangsa dan bernegara. Kebudayaan (kultural) Dari sisi budaya Bulukumba telah tampil menjadi sebuah legenda modern, dalam kancah percaturan kebudayaan Nasional. Bahkan melalui industri budaya dalam bentuk perahu baik itu perahu jenis phinisi, padewakkang, lambo, pajala, maupun jenis lepalepa yang telah berhasil mencuatkan nama Bulukumba di dunia Internasional. Kata layar memiliki pemahaman terhadap adanya subyek yang bernama perahu sebagai suatu refleksi kreatifitas masyarakat Bulukumba. Keagamaan (Religius) Masyarakat Bulukumba telah bersentuhan dengan ajaran agama Islam sejak awal abad ke 17 Masehi, yang diperkirakan tahun 1605 M. Ajaran agama islam ini dibawa oleh 3 (tiga) ulama besar (waliyullah) dari pulau Sumatera yang masingmasing bergelar Dato Tiro (Bulukumba), Dato Ribandang (Makassar), dan Dato Patimang (Luwu). Ajaran Agama Islam yang berintikan tasawwuf ini menumbuhkan kesadaran religius bagi penganutnya dan menggerakkan sikap keyakinan mereka untuk berlaku zuhut, suci lahir batin selamat dunia dan akhirat dalam kerangka tauhid Appasewang (meng Esakan Allah SWT). Budaya Bugis Sejarah Bugis

Tidak seperti bahagian Asia Tenggara yang lain, Bugis tidak banyak menerima pengaruh India di dalam kebudayaan mereka. Satu-satunya pengaruh India yang jelas ialah tulisan Lontara yang berdasarkan skrip Brahmi,yang berkembang melalui arus perdagangan. Kekurangan pengaruh India, tidak seperti di Jawa dan Sumatra, mungkin disebabkan oleh komuniti awal ketika itu kuat menentang asimilasi budaya luar. Permulaan sejarah Bugis lebih kepada mitos dari sejarah lojik. Di dalam teks La Galigo, populasi awal adalah terdapat di pesisir pantai dan tebing sungai dan dan menempati wilayah wilayah yand dekat dengan pusat perairan. Penempatan di tanah tinggi pula didiami oleh orang Toraja. Penempatan-penempatan ini bergantung kepada salah satu daripada tiga pemerintahan yaitu Wewang Nriwuk, Luwu dan Tompoktikka. Walau bagaimanapun, pada abad ke 15, terdapat kemungkinan penempatan awal tersebar di seluruh Tana Ugi, malahan jauh ketengah hutan dimana tidak dapat dihubungi melalui pengangkutan air. Mengikut mitos, terdapat migrasi yang ingin mencari tanah baru untuk didiami. Implikasi penempatan ditengah-tengah hutan ini ialah perubahan fizikal hutan, dimana hutan-hutan ditebang dan proses diteruskan sehingga abad ke 20. Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku suku Deutero-Melayu, atau Melayu muda. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata Bugis berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan ugi merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Tiongkok, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar didunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk Banggai, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton. Bahasa Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya, suku kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku kaum Bugis menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai Bahasa Ugi dan mempunyai tulisan huruf Bugis yang dipanggil aksara Bugis. Aksara ini telah wujud sejak abad ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia. Aksara Bugis

aksara bugis Mata Pencaharian Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan. Sistem kemasyarakatan. Dalam sistem perkawinan adat Bugis terdapat perkawinan ideal: 1. Assialang maola Ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun ibu. 2. assialanna memang ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat kedua, baik dari pihak ayah maupun ibu. 3. ripaddeppe abelae ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun ibu atau masih mempunyai hubungan keluarga Adapun perkawinan perkawinan yang dilarang dan dianggap sumbang (salimara): 1. perkawinan antara anak dengan ibu / ayah 2. perkawinan antara saudara sekandung 3. perkawinan antara menantu dan mertua 4. perkawinan antara paman / bibi dengan kemenakan 5. perkawinan antara kakek / nenek dengan cucu Tahap tahap dalam perkawinan secara adat : 1. Lettu ( lamaran) ialah kunjungan keluarga si laki-laki ke calon mempelai perempuan untuk menyampaikan keinginan nya untuk melamar calon mempelai perempuan 2. Mappettuada. (kesepakatan pernikahan) Ialah kunjungan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan untuk membicarakan waktu pernikahan,jenis sunrang atau mas kawin,balanja atau belanja perkawinan penyelanggaran pesta dan sebagainya 3. Madduppa (Mengundang) Ialah kegiatan yang dilakukan setelah tercapainya kesepakayan antar kedua bilah pihak untuk memberi tahu kepada semua kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan dilaksanakan. 4. Mappaccing (Pembersihan) Ialah ritual yang dilakukan masyarakat bugis (Biasanya hanya dilakukan oleh kaum bangsawan), Ritrual ini dilakukan padah malam sebelum akad nikah di mulai, dengan mengundang para kerabat dekat sesepuh dan orang yang dihormati untuk melaksanakan ritual ini,

cara pelaksanaan nya dengan menggunakan daun pacci (daun pacar), kemudian para undangan di persilahkan untuk memberi berkah dan doa restu kepada calon mempelai, konon bertujuan untuk membersihkan dosa calon mempelai, dilanjutkan dengan sungkeman kepada kedua orang tua calon mempelai.

pasangan pengantin Hari pernikahan dimulai dengan mappaendre balanja , ialah prosesi dari mempelai laki-laki disertai rombongan dari kaum kerabat, pria-wanita, tua-muda, dengan membawa macam-macam makanan, pakaian wanita, dan mas-kawin ke rumah mempelai wanita. Sampai di rumah mempelai wanita langsung diadakan upacara pernikahan,dilanjutkan dengan akad nikah. Pada pesta itu biasa para tamu memberikan kado tau paksolo. setelah akad nikah dan pesta pernikahan di rumah mempelai wanita selesai dilalanjutkan dengan acara mapparola yaitu mengantar mempelai wanita ke rumah mempelai laki-laki.

mappaenre botting Beberapa hari setelah pernikahan para pengantin baru mendatangi keluarga mempelai laki-laki dan keluarga mempelai wanita untuk bersilaturahmi dengan memberikan sesuatu yang biasanya sarung sebagai simbol perkenalan terhadap keluarga baru. Setelah itu, baru kedua mempelai menempati rumah mereka sendiri yang disebut nalaoanni alena. Sistem Kemasyarakatan menurut Friedericy, dulu ada tiga lapisan pokok, yaitu: 1. Anakarung : lapisan kaum kerabat raja-raja. 2. To-maradeka Tu-mara-deka : lapisan orang merdeka yang merupakan sebagian besar dari rakyat Sulawesi Selatan. 3. Ata : lapisan orang budak, yaitu orang yang ditangkap dalam peperangan, orang yang tidak dapat membayar hutang, atau orang yang melanggar pantangan adat. Susunan Lapisan Gelar-gelar yang terdapat pada Suku Bugis: 1. Datu Datu adalah Gelara yang di berikan kepada bangsawan bugis yang memegang pemerintahan daerah, yang sekarang setingkat dengan (Bupati). 2. Arung Arung adalah Gelar yang diberikan kepada bangsawan bugis yang memegang pemerintahan wilayah yang sekarang setingkat dengan (Camat). 3. Andi Andi adala gelar yang diberikan kepada bangsawan bugis yang biasanya anak dari perkawinan antara keturunan arung dengan arung. 4. Puang Puang adalah Gelar yang diberikan kepada anak dari hasil perkawinan antara arung atau andi yang mempunyai istri masyarakat biasa, begitupun sebaliknya. 5. Iye

Iye adalah gelar yang diberikan kepada masyarakat biasa yang masih memiliki silsilah yang dekat dengan kerabat bangsawan. 6. Uwa Uwa adala kasta ter rendah dalam masyarakat bugis yaitu gelar yang diberikan kepada masyarakat biasa. ADAT ISTIADAT DAN PRILAKU HIDUP BERMASYARAKAT System norma dan aturan-aturan adatnya yang keramat dan sacral yang keselaruhnya disebut panngadderreng (panngadakkang). Sistem adat keramat dari orang bugis terdiri atas 5 unsur pokok, yaitu: 1. Ade( ada) Ade adalah bagian dari panggaderreng yang secara khusus terdiri dari: a. Ade akkalabinengeng atau norma mengenai hal-hal ihwal perkawinan serata hubungan kekerabatan dan berwujud sebagai kaidah-kaidah perkawinan, kaidah-kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga rumah tangga, etika dalam hal berumah tangga dan sopan santun pergaulan antar kaum kerabat b. Ade tana atau norma mengenai hal ihwal bernegara dan memerintah Negara dan berwujud sebagai hukum Negara, hukum anatar Negara, serta etika dan pembinaan insan politik. Pengawasan dan pembinaan ade dalam masyarakat orang Bugis biasanya dilaksanakan oleh beberapa pejabat adat seperti : pakka tenniade, puang ade, pampawa ade, dan parewa ade. 2. Bicara Bicara adalah unsur yang mengenai semua aktivitas dan konsep-konsep yang bersangkut paut dengan keadilan, maka kurang lebih sama dengan hukum acara,menentukan prosedurenya serta hak-hak dan kewajiban seorang yang mengajukan kasusnya di muka pengadilan atu mengajukan gugatan. 3. Rapang Contoh, perumpamaan, kias, atau analogi. Rapang menjaga kepastian dan konstinuitet dari suatau keputusan hukum taktertulis dalam masa yang lampau sampai sekarang, dengan membuat analogi dari kasus dari masa lampau dengan yang sedang di garap sekarang. 4. Wari Melakukan klasifikasi dari segala benda, peritiwa, dan aktivitetnya dalam kehidupan masyarakat menurut kategorinya. Misalnya untuk memelihara tata susunan dan tata penempatan hal-hal dan dan benda-benda dalam kehidupan masyarakat; untuk emelihara jalur dan garis keturunan yang mewujudkan pelapisan social; untuk memlihara hubungan kekerabatan antara raja suatu Negara dengan raja dari Negara lain, sehingga dapat ditentukan mana yang muda dan mana yang tua dalam tata uacara kebesaran. 6. Sara Pranata dan hokum Islam dan yang melengkapkan keempat unsurnya menjadi lima. Dalam kasusastraan Pasengyang memuat amanat-amanat dari nenek moyang, ada contoh-contoh dari ungkapanungkapan yang diberikan kepada konsep siri seperti: 1. siri emmi rionrowang ri-lino artinya: hanya untuk siri sajalah kita tinggal di dunia. Arti siri sebagai hal yang memberi identitet social da martabat kepada seorang Bugis 2. mate ri sirina artinya mati dalam siri atau mati untuk menegakkan martabat dalam diri,yang

dianggap suatu hal yang terpuji dan terhormat. 3. mate siri artinya mati siri atau orang yang sudah hilang martabat dirinya dalah seperti bangkai hidup. Kemudia akan melakukan jallo atau amuk sampai ia mati sendiri. Agama dari penduduk Sulawesi Selatan kira-kira 90% adalah Islam, sedang 10 % memeluk agama Kristen Protestan atau Katolik. Umat Kristen atau Katolik biasanya pendatang dari Maluku, Minahasa, dan lain-lain KESENIAN Alat musik Kacapi (Kecapi)

Kacapi Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai, diambil karena penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun. Sinrili

sinrili alat musik yang mernyerupai biaola cuman kalau biola di mainkan dengan membaringkan di pundak sedang singrili di mainkan dalam keedaan pemain duduk dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya. Gendang

gendang Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti rebana. Suling

seruling

Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu: Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah. Suling calabai (Suling ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan dimainkan bersama penyanyi Suling dupa samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau acara penjemputan tamu. Seni Tari Tari pelangi; tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan. Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan.

Tari Pattennung; tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuanperempuan Bugis. Tari Pajoge dan Tari Anak Masari; tarian ini dilakukan oleh calabai (waria), namun jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telah punah. Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa, tari Pagalung, dan tari Pabbatte (biasanya di gelar padasaat Pesta Panen). Makanan Khas Sulawesi Selatan 1. COTO MAKASSAR 2. KONRO 3. SOP SAUDARA 4. PISANG EPE 5. PISANG IJO 6. PALU BASSAH 7. PALA BUTUNG 8. NASU PALEKKO (Bebek) Permainan Beberapa permainan khas yang sering dijumpai di masyarakat Bugis ( Pinrang): Mallogo, Mappadendang, Magasing, Mattoajang (ayunan), getong-getong, Marraga, Mappasajang (layang-layang), Malonggak Senjata Suku Bugis

KAWALI senjata khas suku bugis

Anda mungkin juga menyukai