Pertama, ilmu arkeologi yang selama ini hanya mengungkapkan segelintir peninggalan yang terpisah-
pisah. Namun ilmu arkeologi itulah yang barangkali akan berhasil menentukan patokan-patokan
kronologi terpenting dari masa prasejarah sampai masa Islam. Kedua, sejumlah dokumen dalam bahasa
Melayu yang ditulis di Bima antara abad ke-17 sampai dengan abad 20. Bahasa Bima merupakan bahasa
setempat yang dipakai sehari-hari di Kabupaten Bima dan Dompu (nggahi Mbojo). Bahasa tersebut
jarang, dan sejak masa yang relatif muda, digunakan secara tertulis. Beberapa teks lama yang masih
tersimpan dalam bahasa tersebut, tertulis dalam bahasa Arab atau Latin. Tiga jenis aksara asli Bima
pernah dikemukakan oleh pengamat-pengamat asing pada abad ke-19, tetapi kita tidak mempunyai contoh
satu pun yang membuktikan bahwa aksara tersebut pernah dipakai. Oleh karena itu bahasa Bima rupanya
tidak pernah menjadi bahasa tertulis yang umum di daerah tersebut. Pada jaman dahulu, bahasa lain
pernah digunakan.
Dua prasasti telah ditemukan di sebelah barat Teluk Bima, satu agaknya dalam bahasa Sanskerta, yang
lain dalam bahasa Jawa kuno. Selanjutnya bahasa Makassar dan bahasa Arab kadang-kadang dipakai
juga. Ternyata sejak abad ke-17 kebanyakan dokumen tersebut resmi ditulis di Bima dalam Bahasa
Melayu.
Tulisan di atas dikutip dari buku Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah, karya Henry Chambert-Loir
penerbit Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2004.
Bima di bagi dalam 4 jaman, yaitu jaman Naka (Prasejarah), jaman Ncuhi (Proto Sejarah), jaman
Kerajaan (Masa Klasik), dan jaman kesultanan (Masa Islam).
Pada masa kesultanan, suku Mbojo membaur atau melakukan pernikahan dengan suku
Makasar dan Bugis. Sehingga adat istiadat serta bahasanya, banyak persamaan dengan adat
istiadat serta bahasa suku Makasar dan Bugis. Dou Mbojo yang enggan membaur dengan
suku Makasar dan Bugis, terdesak ke daerah Donggo atau pegunungan. Oleh sebab itu,
mereka disebut Dou Donggo atau orang pegunungan. Dou Donggo mempunyai adat istiadat
serta bahasa yang berbeda dengan dou Mbojo.
Dou Donggo bermukim di dua tempat, yaitu disekitar kaki Gunung Ro’o Salunga di wilayah
Kecamatan Donggo sekarang dan di kaki Gunung Lambitu di wilayah Kecamatan Wawo
sekarang. Yang bertempat tinggal di sekitar Gunung Ro’o Salunga, disebut Dou Donggo Ipa
(orang Donggo seberang), sedangkan yang berada di kaki Gunung Lambitu, disebut Dou
Donggo Ele (orang Donggo Timur).
B. Proses Masuk dan Berkembangnya islam di Kerajaan Bima
Kerajaan Gowa Tallo memegang peranan penting dalam proses konversi Bima ke Islam.
Saat itu, pada abad ke 17 M, Belanda telah menguasai sebagian besar jalur perdangangan
bagian barat. Untuk mencegah jalur timur direbut Belanda, Maka Gowa mengirim expedisi
untuk menaklukkan kerajaan pada pantai timur yaitu lombok dan bima. Kerajaan-kerajaan
ini berhasil ditaklukkan dan di Islam kan oleh Gowa pada tahun 1609 M . Seiring dengan
masuknya islam maka peradaban tulis juga berkembang.
Beberapa bulan setelah memeluk agama Islam, Jena Teke Abdul Kahir bersama
pengikut didampingi oleh beberapa orang gurunya dari Sulawesi Selatan kembali menuju
Dusun Kalodu. Setelah berada di Kalodu mereka mendirikan sebuah Masjid, selain sebagai
tempat ibadah juga menjadi pusat kegiatan dakwah. Mulai saat itu Dusun Kalodu menjadi
pusat penyiaran Islam, selain Kampo Sigi (Kampung Sigi ) di sekitar Desa NaE kecamatan
Sape.
Dari puncak Kalodu, Islam semakin bersinar terang menyelimuti kegelapan Bumi Bima.
Seluruh rakyat menyambut gembira instruksi Putera Mahkota Abdul Kahir untuk memeluk
Islam. Salisi semakin berang. Dengan bantuan Belanda ia terus mengejar dan menyerang
Pasukan Abdul Kahir. Proses pengejaran itu mulai dari Kalodu, Sape hingga mencapai
puncaknya di Wera. Di sinilah terjadi pertempuran habis-habisan hingga menewaskan
Panglima Perang Rato Waro Bewi di Doro Cumpu desa Bala kecamatan Wera. Berkat kerja
sama dan kelihaian orang-orang Wera, Abdul Kahir dan teman seperjuangannya dapat
diselamatkan ke Pulau Sangiang yang selanjutnya dijemput perahu-perahu dari Makassar.
Di Makassar, Empat serangkai Abdul Kahir, Sirajuddin, Awaluddin dan Jalaluddin dibina
dan dilatih taktik perang. Di tanah ini pula mereka memperdalam ajaran Islam. Hingga
setelah segala persiapan dimatangkan, Sultan Alauddin Makassar mengirim ekspedisi
penyerangan terhadap Salisi. Dalam sejarah Bima tercatat dua kali ekspedisi ini dikirim
untuk menaklukkan Salisi namun gagal. Pasukan Makassar banyak yang tewas dalam dua
ekspedisi ini. Untuk ketiga kalinya pada tahun 1640 M, ekspedisi baru berhasil. Pada
tanggal 5 Juli 1640 M Putera Mahkota Abdul Kahir berhasil memasuki Istana Bima dan
dinobatkan menjadi Sultan Bima pertama yang diberi gelar Ruma ta Ma Bata Wadu
(Taunku Yang bersumpah Di Atas Batu). Sedangkan Sirajuddin terus mengejar Salisi hingga
ke Dompu. Sirajuddin selanjutnya mendirikan Kesultanan Dompu. Jalaluddin kemudian
diangkat menjadi Perdana Menteri (Ruma Bicara) pertama dan diberi gelar Manuru Suntu,
dimakamkan di kampung Suntu (Halaman SDN 3 Bima sekarang).
Tanggal 5 Juli 1640 M menjadi saksi sejarah berdirinya sebuah kesultanan di Nusantara
Timur dan Terus berkiprah dalam percaturan sejarah Nusantara selama 322 tahun. Untuk
itulah pada setiap tanggal 5 Juli diperingati sebagai hari Jadi Bima. Seperti telah menjadi
takdir sejarah pula, bahwa kesultanan Bima diawali oleh pemimpinnya yang bernama
Abdul Kahir I dan berakhir pula dengan Abdul Kahir II (Putera Kahir). Dua tokoh sejarah
itu kini tidur dengan tenang untuk selama-lamanya di atas bukit Dana Taraha Kota Bima.
(Sumber : Kitab BO ; Peranan Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, M.
Hilir Ismail ; Novel Sejarah Kembalinya Sang Putera Mahkota, Alan Malingi )
D. Penyebab Berakhirnya Kerajaan Bima
Kesultanan Bima berakhir ketika Indonesia berhasil meraih Kemerdekaan pada tahun
1945. Saat itu, Sultan Muhammad Salahuddin, raja terakhir Bima, lebih memilih untuk
bergabung dengan Negara Kesatuan Indonesia. Siti Maryam, salah seorang Putri Sultan,
menyerahkan Bangunan Kerajaan kepada pemerintahan dan kini di jadikan Museum. Di
antara peninggalan yang masih bisa di lihat adalah Mahkota, Pedang dan Funitur.
Sumber :
1. Kitab BO ; Peranan Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, M. Hilir Ismail ;
Novel Sejarah Kembalinya Sang Putera Mahkota, Alan Malingi
2. http://www.senimana.com/home
3. melayuonline.com/ind/history/dig/328/kerajaan-bima
FO LLO W
H UMAN IO RA
Seperti upacara ampa fare, upacara ini merupakan salah satu kearifan local yang ada di bima.
Tradisi ampa fare, sebuah ritual menyimpan padi di uma (rumah) lengge (kerucut) yang
dilakukan warga Desa Maria, Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat. Sebuah legenda Fare Ma Lingi atau ”padi menangis’ menunjukkan tingginya
penghormatan akan padi.
Upacara adat “Ampa Fare” adalah upacara penyimpanan hasil panen di “Jompa” (Lumbung
Tradisonal Bima-tempat menyimpan bahan makanan) dan “Uma Lengge” (rumah tradisional
Bima). Ampa Fare diambil dari dua kata yaitu Ampa yang berarti Mengangkat, mengangkut atau
menaikkan sesuatu ke atas, dan Fareberarti Padi atau hasil bumi.
Kemudian Uma lengge berbentuk kerucut, atap dan dindingnya dari alang-alang, memiliki tiga
lantai: tempat duduk-duduk (amben) di lantai I, kemudian palawija dan jawawut tersimpan di
lantai II, dan padi di lantai III. Ada juga jompo, yang fungsi dan jumlah lantainya sama dengan
lengge, meski dinding bangunannya berupa kayu.
Pada zamannya, sebelum upacara Ampa Fare, para penduduk setempat beramai-ramai
mengadakan berbagai atraksi di Uma Lengge sampai pagi menjelang, seperti melakukan atraksi
Ntubu (Adu Kepala),Bela Leha (lagu sanjungan atau syair berupa pantun, nasehat, dan juga
pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa), Sagele, sebuah tarian yang mempunyai arti menanam
secara serempak/bersama-sama oleh kaum perempuan, dan atraksi-atrkasi lainnya.
Para peserta akan berkemah selama satu malam yang dianggap sebagai bagian dari ritual Ampa
Fare. Selain menambah pengetahuan peserta akan kepariwisataan di Kabupaten Bima, peserta
juga akan melakukan acara bersih-bersih Uma Lengge, serta ikut menyiapkan segala keperluan
untuk mendukung Upacara Ampa Fare. setelah upacara Ampa Fare selesai dilaksanakan, peserta
akan melakukan Gotong royong untuk membersihkan kawasan wisata Oi Wobo Kecamatan
Wawo Kabupaten Bima.
Kabupaten Bima dengan keanekaragaman adat, budaya, keindahan alam dan lingkungannya
diharapkan menjadi daerah tujuan wisata yang ramah dan berbasis lingkungan, serta potensial
untuk dikunjungi. Kaeran Kebudayaan ini termasuk kearifan local yang sangat unik di
Kabupaten Bima, maka dari itu marilah sama-sama menjaga dan merawat kebudayaan-
kebudayaan yang ada di bima, supaya di kenal secara luas kepada masyarakat baik lokal
maupun nasional.
Sumber :
Upacara Ua Pua dilaksanakan bersamaan dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
yang juga dirangkai dengan penampilan atraksi Seni Budaya masyarakat Suku Mbojo (Bima)
yang berlangsung selama 7 hari.
Prosesi Ua Pua diawali dengan Pawai dari Istana Bima yang diikuti oleh semua Laskar
Kesultanan, Keluarga Istana, Group Kesenian Tradisional Bima dengan dua Penari Lenggo yang
dilengkapi dengan Upacara Ua Pua.
Selama proses pawai berlangsung, Group Kesenian terus memainkan Genda Mbojo, Silu dan
Genda Lenggo. Ketika memasuki Istana, Penunggang Kuda menari dengan suka ria (Jara Sarau),
Sere, Soka dan lain-lain sampai Ketua Rombongan bertemu dengan Sultan yang diiringi dengan
Penari Lenggo. Pada saat itu diserahkan Sere Pua dan Al-Quran kepada Sultan.
pakaian tradisional bima
potensi. Berbagai keperluan dan perkakas rumah tangga sebenarnya sudah banyak dikreasi oleh
nenek moyang suku Bima-Dompu. Salah satu bahan baku yang digunakan adalah daun lontar. Pohon
Lontar sejenis Palma yang banyak tumbuh di Bima dan Dompu. Selain dijadikan bahan baku rokok
tradisional Mbojo yang dikenal dengan “Rongko ro’o ta’a” (Rokok daun lontar), sangat digemari oleh
masyarakat Mbojo (Bima-Dompu). Hasil lain dari Pohon Lontar adalah “Oi Tua” (Air Tuak). Berikut
beberapa kreasi dari nenek moyang masyarakat Bima dari daun lontar yang mulai jarang ditemukan
Dari bahan baku Ro’o Ta’a dapat dibuat berbagai jenis barang antara lain :
Payung kebesaran Sultan Bima, yang akan diserahkan setelah beliau di Tuha Ro Lanti (dinobat dan
dilantik) menjadi Sultan. Dihiasi dengan asesoris dari emas dan perak. Sebagai simbol Sultan harus
berperan sebagai payung melindungi dan menaungi Rakyat dan Negeri. Dengan kata lain Sultan
berperan sebagai “Hawo Ro Ninu” (Pengayom dan Pelindung) Rakyat dan Negeri.
b. Dipi Umpu
Dipi Umpu (Tikar Umpu) adalah tikar yang dianyam khusus untuk dijadikan tempat duduk Sultan
dalam menjalankan tugas sehari-hari. Dibuat dari Daun Lontar yang bermutu dan dianyam oleh
Disetiap sudut dan pinggir Dipi Umpu, dilapisi dengan Kain Satin berwarna coklat atau merah hati
disulam dengan benang emas dan perak dengan motif Bunga Samobo (Bunga Sekuntum) dan Bunga
Di Kesultanan Bima dan Dompu tidak dikenal tahta (Kursi Kerajaan Atau Kesultanan) seperti di
Kerajaan dan Kesultanan lain. Para Sultan duduk bersila diatas hamparan Dipi Umpu.
c. Tonggo (tudung saji)
Tonggo yaitu Tudung saji dibuat dari anyaman daun lontar, yang berfungsi untuk menutup jenis-jenis
makanan yang akan disajikan dalam upacara adat seperti upacara pernikahan, khataman dan
khitanan.
Pada pinggir Tonggo diberi hiasan dengan sulaman kain satin berwarna-warni, dengan motif Bunga
Samobo (bunga sekuntum), Bunga Satako (bunga setangkai) dan Pado Waji (jajaran genjang).
Khusus Tonggo untuk Sultan, dipinggirnya dihiasi dengan perak asli, dengan motif Bunga Samobo,
ADVERTISEMENT
REPORT THIS AD
d. Padingi
Bentuknya tidak jauh berbeda dengan Tonggo, tetapi ukurannya lebih besar dibanding Tonggo. Guna
dan fungsinya sama, yaitu untuk menutup segala jenis makanan yang dihidangkan dalam upacara
Pada umuimnya Tonggo dan Padingi yang bermutu dibuat oleh pengrajin dari Desa Dore Kecamatan
Untuk alas tempat tidur, dan alas lantai tempat duduk para tamu. Dianyam dari daun lontar yang
dibelah menjadi lembaran kecil seperti garis. Bentuknya halus dan apik. Berbeda dengan tikar dari
Pada umumnya Dipi Ro’o Ta’a dibuat oleh para pengrajin anyaman dari Sape.
b. Kula
Wadah untuk menyimpan berbagai jenis barang kebutuhan sehari-hari. Fungsinya bermacam-macam.
Kula tempat menyimpan segala jenis ramuan obat tradisional, pada umunya berbentuk segi empat
Sarau yaitu topi tradisional Mbojo, selain dibuat dari anyaman lontar, ada pula jenis sarau yang dibuat
dari anyaman bambu. Sarau Ro’o Ta’a hanya dikenal di desa Ncera dan sekitar (Kecamatan Belo).
Kini seiring perkembangan zaman dan animo masyarakat yang seba praktis terhadap perkakas rumah
tangga dan upacara, kebutuhan akan anyaman daun lontar ini sudah mulai berkurang. Ini lah yang
menjadi factor penyebab kelangkaan produksi alat-alat atau anyaman ini. Perlu ada solusi untuk
menggairahkan kembali anyaman dan kerajinan ini agar tetap eksis sebagai ajang promosi wisata dan
LAWATA
msyarakat Bima maupun NTB. Karena nama Pantai yang indah di pintu masuk Kota Bima ini memang
sudah sejak lama menjadi obyek wisata andalan bagi Kota Bima. Nama Lawata pun menjadi salah
satu nama kompleks pemukiman warga-warga Bima yang ada di mataram. Yaitu di sebelah barat
Gomong.
Kenapa dinamakan Lawata ? dan Siapa yang memberi nama itu ? Dalam buku Legenda Tanah Bima
sebagaimana ditulis Alan Malingi, Lawata pertama kali diperkenalkan oleh para Ncuhi kepada salah
seorang musafir dari Jawa yang dijuluki Sang Bima. Pada saat itu, Sang Bima dengan istrinya yang
merupakan puteri salah seorang Ncuhi di Tambora berkunjung ke Istana Ncuhi Dara di pusat Kota.
Upacara penyambutan oleh para Ncuhi berlangsung cukup meriah. Ribuan orang menggelar Tarian
Adat menjemput kedatangan orang yang dijuluki Sang Bima itu. Karena banyaknya orang yang
menjemput, pantai yang membentang di sebelah timur teluk Bima itu pun deberi nama DEWA SEPI.
Ketika akan memasuki Istana Ncuhi Dara di Gunung Dara ( Sebelah Selatan Terminal Dara Bima
sekarang ), Para Ncuhi yang dipimpin Ncuhi Dara menyambut kedatangann Orang Yang Dijuluki Bima
itu di tepian pantai. Lalu para Ncuhi mempersilahkan tamunya itu untuk duduk-duduk di pantai itu
seraya berkata “ Ake Lawang Ita “Lawang( Pinta Gerbang/Pintu masuk). Ita berarti Tuan. Lawang
Dalam bahasa Sangsekerta berarti pintu masuk. Sedangkan Ita adalah Bahasa Bima yang berarti anda
atau tuan. Pada perkembangan selanjutnya nama Lawang Ita itu berubah menjadi LAWATA yang
berarti pintu gerbang bagi siapapun yang masuk dan menginjakkan kaki di Kota Bima.
Saat ini Pemerintah Kota Bima terus membenahi Pantai Lawata untuk menjadi salah satu obyek
wisata pantai andalan di kota Bima dengan membangun berbagai fasilitas seperti Rumah makan
terapung, perlengkapan berenang, panggung hiburan rakyat serta sederetan penataan lainnya. (Alan)
Masa kesultanan Bima telah berlangsung lebih dari tiga abad. Pada masa itu perkembangan Islam
cukup pesat. Pendidikan Islam dan Alqur’an diberlakukan merata ke seluruh negeri yang dimulai dari
pelataran Istana hingga ke pelosok dusun dan desa. Lantunan Ayat-ayat suci Alqur’an terdengar dari
sudut-sudut kampung, di surau dan masjid-masjid terutama ba’da magrib sambil menanti masuknya
Memasuki abad ke- 17 Dan 18 bisa dikatakan sebagai masa-masa keemasan peradaban Islam di
Dana Mbojo. Guru-guru dan Ulama didatangkan dari Sulawesi dan Sumatra. Merekalah yang
kemudian dikenal di Dana Mbojo sebagai orang-orang Melayu. Pada perkembangan selanjutnya, para
guru dan ulama itu menikah dengan gadis-gadis Mbojo dan beranak keturunan di Bumi Maja Labo
Dahu ini.
Sebagai ungkapan terima kasih Sultan Bima kepada para guru dan ulama itu, diberikanlah tanah
sawah dan ladang untuk mereka garap yang berloasi di sebelah utara Istana Bima. Tanah-tanah
tersebut sebenarnya cukup subur dan menjanjikan harapan. Namun para guru dan ulama itu menolak
tanah sawah tersebut dengan alasan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan dan bakat untuk
bercocok tanam. Mereka lebih suka untuk berdagang, menjadi saudagar dan melaut sambil
berdakwah. Akhirnya mereka mengembalikan secara baik-baik sawah tersebut. Sultan Bima tidak
tersinggung dengan pengembalian itu. Sultan menyadari dan memahami bahwa memang panggilan
Akhirnya sawah yang dikembalikan itu lama kelamaan menjadi perkampungan yang bernama TOLO
BALI. Tolo berarti Sawah. Bali berarti dikembalikan. Jadi Tolo Bali itu adalah Sawah yang
dikembalikan.
Di Kabupaten Bima, NTB, penggunaan bahasa daerah memang sangat dominan di keseharian
masyarakatnya termasuk anak-anak. Sebuah kondisi yang kemudian menjadi tantangan dalam
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Anak-anak masih kesulitan memahami pelajaran yang
diberikan. Salah satu alasannya adalah karena anak-anak yang duduk di SD kelas awal tersebut
belum menguasai bahasa pengantar pembelajaran – bahasa Indonesia. INOVASI, program
kemitraan pemerintah Australia dan Indonesia, bersama pemerintah daerah telah
mengimplementasikan program dengan fokus meningkatkan kemampuan literasi siswa kelas awal
dengan melakukan transisi bahasa pengantar pembelajaran di kelas awal. Salah satu metode yang
diperkenalkan adalah ‘Jembatan Bahasa’.
Salah satu pendekatan dalam jembatan bahasa adalah penggunaan permainan tradisional dalam
proses pembelajaran. Permainan tradisional di sini adalah permainan yang dimainkan oleh anak-
anak setempat dalam keseharian mereka. Khaerunnisa, salah satu fasilitator program INOVASI
(fasda) yang juga guru di SDN SDIT Wihdathul Ummah di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat,
kerap mengajak anak muridnya belajar sambil bermain dengan permainan Mpa’a Gopa.
Menurut Khaerunnisa, permainan Mpa’a Gopa ini bisa dilakukan baik untuk memperkenalkan konsep
pembelajaran atau juga untuk melakukan evaluasi terhadap penguasaan materi dari para siswanya.
Permainan ini sesungguhnya ditemukan juga di wilayah-wilayah lain di Indonesia dan cukup populer
di kalangan anak-anak. Khaerunnisa pun mengembangkannya menjadi bagian dari kegiatan
pembelajaran di sekolah.
Cara bermainnya cukup sederhana. Di setiap kotak yang digambar itu, Khaerunnisa menyediakan
penggalan informasi dari materi pembelajaran di setiap kotak. Nantinya setiap siswa yang bermain
akan memegang ‘Ince‘ atau batu gacoan untuk dilemparkan ke dalam kotak tertentu.
Setelah Ince dilempar ke satu kotak tertentu, siswa yang bermain akan melompat juga ke kota itu
dan membaca informasi yang tertera di sana. Mereka mesti melalui semua kotak secara berurutan
mulai dari yang terdekat hingga yang terjauh dari posisi start.
Jika ada pemain yang melempar Ince ke kotak yang tidak seharusnya, maka permainan akan
berganti ke pemain yang lain dan mereka akan melakukan hal yang sama. Seperti itulah permainan
dimainkan di kelas Khaerunnisa.
Sumber: coretanzone.id
Sesuai dengan nama suku satu ini, suku Bima mendiami wilayah Kabupaten Bima dan
Kabupaten Dompu. Suku Bima juga punya nama lain yang dikenal dengan dou mbojo.
Pakaian adat yang dimiliki oleh suku Bima ternyata terbilang sangat unik dan punya
julukan sendiri.
Nama pakaian adat NTB suku Bima ini dikenal dengan rimpu. Saat kamu perhatikan
gambar pakaian adat NTB di atas, terlihat jika rimpu ini punya bentuk serupa mukena.
Hal ini menandakan adanya pengaruh agama Islam dalam pakaian rimpu. Oleh karena
kemiripan rimpu dengan mukena, banyak yang mengatakan kalau rimpu adalah baju
muslimah tradisional.
Motif dari rimpu juga dibilang khas karena menggunakan sarung nggoli, sarung khas
dari Kabupaten Dompu. Jenis dari rimpu sendiri dibagi menjadi dua macam yaitu
rimpu mpida atau cili dan rimpu colo. Kedua jenis tersebut mempunyai perbedaan
pada pemakaiannya.
Rimpu mpida atau cili dikenakan serupa memakai cadar serta diperuntukkan bagi
gadis yang belum menikah. Dalam menggunakan rimpu mpida ini ada beberapa cara
yang bisa diikuti dan tak perlu menggunakan alat bantu seperti peniti. Sementara itu,
pada rimpu colo, pemakaiannya seperti pemakaian jilbab pada umumnya tanpa cadar.
Lalu, untuk rimpu colo diperuntukkan bagi wanita yang telah menikah.
Bukan hanya kaun wanita saja yang bisa mengenakan pakaian adat, para kaum pria
juga memakai pakaian adat yang terdiri dari kemeja lengan panjang sebagai atasan,
sarung songket yang disebut dengan tembe me’e sebagai bawahan, ikat pinggang yang
disebut dengan salepe, dan ikat kepala yang dinamai sambolo.
Kamus kecil
1. au = apa
2. a'u = tangga
3. ao = lawan
4. ai = tali
5. ai(na) = jangan
6. ada = budak
7. aka = itu, di, tadi
8. ake = ini, sekarang
9. ama = bapak
10. ari = adik, belakang
11. ara = sini
12. amba = pasar
13. ambi = nyaman, siap2
14. ambi(na) = mungkin
15. asa = mulut
16. atu = plastik
17. ato = cocok, pasang, atur
18. ampa = angkut
19. ade = hati
20. ana = anak
21. awa = bawah
22. ba = bola, adzan
23. be = mana
24. bau = kenapa
25. bou = baru
26. boe = pukul
27. bui = siram
28. bune = bagaimana
29. bura = putih
30. bona = jelek
31. boru = potong(rambut)
32. bedebe = menggerutu
33. caru = enak
34. cepe = ganti
35. capi = sapi
36. caha = rajin
37. cou = siapa
38. cowa = bohong
39. co'i = harga
40. co'o = lepas
41. cola = bayar
42. caki = tusuk
43. cili = sembunyi (cili weki = sembunyi*untuk orang)
44. cambe = jawab
45. cumpu = habis
46. ca'u = mau
47. cau = sisir
48. ca ara/ wa'a ca ara = bawa kesini
49. dei = dalam
50. dou = orang
keindahan alam
11 Tempat Wisata Bima Nusa Tenggara Barat Yang
Memikat Hati
TRENDING
LIBURAN
LIFESTYLE DIGITAL
KESEHATAN
INFORMASI HOTEL
TENTANG KAMI
INSPIRASI BERLIBUR
Wisata Bima Nusa Tenggara Barat tidak kalah dari Bali, lho! Banyak pesona alam tersembunyi
yang belum terlalu populer di kalangan wisatawan nasional. Padahal, sebagaimana Pulau Moyo,
wisata Sumbawa cukup menuai perhatian wisatawan mancanegara.
Setelah Indonesia ditetapkan sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia 2019 oleh standar
Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019, Kementerian Pariwisata semakin gencar dalam
mempromosikan wisata Lombok dan Sumbawa (Kedaulatan Rakyat). Hal ini dikarenakan Nusa
Tenggara Barat merupakan salah satu branding wisata halal Indonesia yang terbaik. Keindahan
alam yang asri, tradisi yang berakar kuat, dan pengalaman berwisata yang menantang adrenalin.
Semuanya ada di Bima dan sekitarnya. Berikut wisata Bima yang harus kamu tahu.
Festival Pesona Tambora (FPT) baru saja berakhir pada tanggal 11 April lalu. Tahun ini, FPT
diselenggarakan di semua wilayah administratif Pulau Sumbawa, yaitu kota dan kabupaten
Bima, kabupaten Dompu, kabupaten Sumbawa, kabupaten Sumbawa Barat dan satu rangkaian
acara di Lombok; sedangkan venue utama Festival Pesona Tambora berlokasi di Doro Ncanga,
Taman Nasional Gunung Tambora. Festival ini diramaikan dengan berbagai tarian dan
pertunjukan musik tradisional, seperti Tari Kolosal Doro Mantika yang dibawakan oleh 300
penari.
Image credit: @odykhatani
Koordinat Lokasi
Image credit: @expedisi_sangiang_api
Ingin menaklukkan gunung berapi aktif yang lain? Menyeberanglah ke Pulau Sangeang yang
tidak berpenghuni. Gunung Sangeang Api yang memiliki dua puncak yaitu Doro Api (1,949
mdpl) dan Doro Mantoi (1,795 mdpl) ini, memang berstatus siaga aktif. Bahkan, gunung ini
terakhir meletus pada tahun 2014. Makanya, masyarakat diimbau tidak tinggal di pulau ini secara
permanen.
Image credit: @yuyun_wnnn
Namun begitu, para pendaki yang punya nyali besar tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk
mendaki Sangiang Api. Wisata Bima satu ini tidak hanya menyimpan berbagai mitos yang
mencengangkan, tetapi juga trek pendakian yang menantang. Sayang banget untuk dilewatkan!
Image credit: Mountain Goat
Koordinat Lokasi
Pernah bermimpi untuk berjalan di atas laut? Di Pantai Lariti, ada gundukan pasir putih yang
‘membelah lautan’ antara pantai dengan pulau kecil di seberang. Uniknya, tidak ada patokan
khusus mengenai kapan ‘jalan’ tersebut akan muncul. Meski demikian, masyarakat lokal terus
berdatangan untuk menikmati indahnya Pantai Lariti.
Image credit: @andiniagathap
Akhir tahun 2018, pemerintah daerah melakukan perbaikan jalan untuk menuju Pantai Lariti.
Tak hanya itu, fasilitas umum seperti toilet, jalan setapak di pinggir pantai, dan anjungan untuk
berfoto juga dibangun demi kenyamanan para pengunjung.
Image credit: @imam.subekti_
Koordinat Lokasi
Jangan heran kalau kamu berkunjung ke Pantai Lakey dan menemukan banyak turis
mancanegara dengan papan selancar. Pantai ini mendunia karena ombak yang tergolong ‘kidal’,
yaitu arah sapuan ombaknya ke kiri, bukan ke kanan seperti pantai-pantai lainnya.
Image credit: @surfeurdumonde
Para peselancar dari Australia, Amerika Serikat, dan Eropa berbondong-bondong ke sini untuk
melatih kelihaian mereka. Mereka bisa tinggal di Pantai Lakey hingga berminggu-minggu, lho.
Pada waktu-waktu tertentu, diadakan kompetisi selancar yang dapat menghimpun hingga 300-an
peserta!
Image credit: @anugrahnurrahman
Waktu terbaik untuk mengunjungi pantai ini adalah bulan April hingga Oktober karena cuaca
cerah dan ombak sedang tinggi. Jika kamu bukan penggemar selancar, kamu tetap bisa bermain
air di pinggir pantai sambil menanti sunset yang mempesona.
Koordinat Lokasi
5. Memandang Bima dari Ketinggian di Bukit Matompo
Image credit: @anang.tp
Tujuan wisata ini mengingatkanmu dengan Bukit Campuhan di Ubud, ya kan? Dari atas bukit
setinggi 100 meter ini, kamu akan terhibur dengan pemandangan laut, padang rumput yang hijau,
dan Gunung Tambora di kejauhan. Pantas saja anak muda senang menghabiskan sore hari di
Bukit Matompo. Suasananya memang adem banget!
Image credit: @saprolhallet064
Bukit Matompo terletak di Desa Mbuju, Kecamatan Kilo. Berjarak sekitar 100 km dari Bima,
kamu bisa mampir ke bukit ini saat hendak menuju Taman Nasional Gunung Tambora.
Koordinat Lokasi
Image credit: @eti_setiawati90
Jika kamu traveling ke Nusa Tenggara Barat menggunakan pesawat ke Bima, kamu akan
mendarat di Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin. Keluar dari bandara menuju ke pusat
kota, kamu bisa melewati jalan baru yang membentang di sepanjang pinggir Pantai Kalaki.
Berhenti sejenak untuk berfoto di sini tidak ada salahnya!
Image credit: @yulisydnpr
Pantai yang berada di ujung Teluk Bima ini memiliki ombak yang tenang. Kamu pun tak perlu
khawatir jika hendak berenang di Pantai Kaliki. Selain itu, masyarakat setempat juga
memanfaatkan pantai ini untuk budidaya ikan dengan keramba.
Image credit: @ferika.arief
Koordinat Lokasi
Nama Labangka sebenarnya merujuk kepada kecamatan yang terletak di sebelah timur
Kabupaten Sumbawa. Jika kamu menghabiskan satu hari di sini, kamu bisa mengunjungi pantai-
pantai yang berdekatan, antara lain Pantai Dewa, Pantai Lepu/Leppu, Pantai Sedudu, dan Pantai
Sebekil. Semuanya memiliki satu kesamaan, yaitu belum banyak diketahui oleh wisatawan dari
luar Sumbawa! Maka dari itu, pantai-pantai ini masih sangat bersih dan alami.
Image credit: @alam92
Yang paling terkenal di kalangan masyarakat lokal memang Pantai Lepu/Leppu karena garis
pantai yang cukup landai. Hal ini memungkinkan wisatawan bermain air sepuasnya di pinggir
pantai. Warna pasirnya berubah-ubah dari masa ke masa, terkadang putih, kecoklatan, atau
merah muda. Menarik, bukan?
Image credit: @uchokgallesa
Koordinat Lokasi
Koordinat Lokasi
Kalau kamu tidak takut ular, cobalah mengunjungi Pulau Ular. Pulau yang berada di selatan
Pulau Sangeang ini memang kecil dan tidak dihuni oleh manusia. ‘Penduduk’ pulau ini adalah
ribuan spesies ular berbisa dengan warna dan motif unik. Sebagian ahli mengatakan bahwa ular-
ular tersebut berbisa, namun hal ini tidak mengurangi animo pengunjung untuk menyentuh atau
berfoto bersama para ular.
Image credit: @awan_dhar
Konon, para ular ini adalah hasil kutukan Raja Bima atas pengkhianatan Raja Flores yang
bekerja sama dengan Belanda. Pada masa lampau, Raja Bima mengutuk awak kapal Raja Flores
menjadi ular, sementara tiang kapalnya menjadi sebuah pohon yang berdiri tegak di tengah pulau
hingga hari ini. Percaya tidak percaya, yang pasti sensasi melihat ular yang berdesis di celah-
celah tanah, tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata!
Koordinat Lokasi
Sekitar 18 km dari pusat kota Bima, ada kompleks rumah adat Uma Lengge yang masih
dipertahankan oleh penduduk setempat. Rumah beratap miring ini sebenarnya terdiri dari tiga
lantai, lho! Lantai pertama yang terbuka adalah ruang untuk menerima tamu, lantai kedua adalah
kamar tidur, dan lantai tiga digunakan untuk menyimpan bahan makanan. Antik, kan?
Image credit: @awaluddinludy
Di lokasi wisata Bima ini, kamu yang perempuan harus mencoba mengenakan pakaian ‘rimpu’
yaitu cara berbusana masyarakat Dompu-Bima dengan dua lembar sarung (ndo’o). Sedangkan
lelaki bisa mencoba teknik ‘katente’ atau menggulungkan sarung di pinggang. Kamu pun bisa
bercengkrama dengan penduduk untuk mengenal metode bercocok tanam berbasis kearifan lokal
yang masih dipegang teguh oleh mereka.
Image credit: @utamirahayu__
Koordinat Lokasi
Pantai Tanjung Meriam berlokasi di daerah Lambu, dan agen tur biasanya menawarkan
kunjungan ke pantai ini sebelum menyeberang ke Pulau Kelapa. Yang spesial dari Tanjung
Meriam adalah bentuk batuan yang membentuk bukit di sepanjang garis pantai. Para ahli geologi
menyebut batuan ini sebagai columnar joint. Mereka meyakini bahwa columnar joint di Pantai
Tanjung Meriam ini asli bentukan alam, bukan bawaan atau ciptaan manusia.
Image credit: @syafiqrdh
Jika kamu ingin mengunjungi tempat ini, sebut saja ‘Toro Maria’, karena nama Tanjung Meriam
belum begitu dikenal oleh masyarakat setempat. Selain mendaki bukit batuan untuk berfoto,
. Uta Palumara Londe (Bandeng Kuah Santan)
Makanan Khas Bima yang pertama adalah Uta Palumara Londe. Dari namanya saja sudah
terbayang betapa sedapnya makanan ini. Termasuk dalam golongan lauk, makanan ini berbahan
dasar ikan bandeng. Bandeng diberi bumbu bawang merah, bawang putih, cabe, tomat dan
kunyit.
Tak lupa juga disiram dengan kuah santan yang menambah rasa gurih. Ada satu lagi komponen
yang membuat aroma khas yaitu daun kemangi. Wah pokoknya, ada perpaduan pedas, asam, dan
gurih. Kuliner khas Bima ini bisa dijumpai dibeberapa warung makan khas Bima.
Uta Maju Puru atau yang biasa disebut Daging Rusa Bakar adalah Makanan Khas Bima
selanjutnya yang wajib kalian coba. Makanan kali ini sangat unik dan sulit ditemukan di daerah
lain. Bisa dibilang, makanan ini termasuk kuliner yang langka. Hal ini karena bahan dasar yang
khusus berupa daging rusa. Ya, hewan yang satu ini dijadikan kuliner lezat di Bima.
Uta Maju Puru, Makanan Khas Bima – foto mbojonet.blogspot
Daging rusa diolah dengan cara di dendeng terlebih dahulu. Kemudian, daging rusa dibakar
bersama dengan bumbu rempah sebagai pelengkap dan dibiarkan untuk beberapa saat. Rasa
kuliner ini gurih dan lezat sehingga bisa dibilang ini jadi makanan favorit masyarakat Bima.
Baca juga : 6 Kuliner dan Makanan Khas Bajawa Kabupaten Ngada Provinsi Flores
Kahangga merupakan kuliner khas yang termasuk pada golongan kudapan. Kahangga
merupakan kue tradisional yang biasanya disajikan pada acara besar seperti hajatan. Kue ini
berbahan dasar tepung beras, telur, garam, dan gula. Secara bentuk fisik kue ini telihat seperti
retakan-retakan.
Kahangga, Kue Rambut Jawada, Makanan Khas Bima – foto wedaya.rey1024.com
Dalam Bahasa Bima, retakan disebut sebagai kahangga dan itulah asal nama kue ini. Tekstur ini
didapatkan saat adonan kue digoreng menggunakan cetakan yang berasal dari batok kelapa yang
diberi lubang.
Saat ini kue kahangga sudah mulai berkembang. Tidak hanya ditemukan pada acara hajatan, kini
sudah bisa ditemukan dengan mudah di pasar. Hal ini karena kue kahangga sudah lebih populer.
Harganya pun murah hanya seribu rupiah untuk satu buahnya. Kuliner khas Bima atau Makanan
Khas Bima yang satu ini merupakan menu wajib yang haru skalian coba saat datang ke Bima.
Jika kamu pecinta sambal pasti wajib untuk mencoba makanan ini. Tota Fo’o merupakan olahan
makanan yang berupa sambal unik khas Bima. Bahan dasarnya berupa cabai yang dicampur
dengan mangga lalu diulek sehingga menjadi sambal.
Sambal Tota Fo’o – foto steller.co
Tentu saja rasanya merupakan asam pedas yang berasal dari perpaduan mangga dan cabai.
Sambal ini rasanya cukup pedas dan bisa bikin ketagihan jika kamu cocok dengan rasanya. Wah,
pencinta makanan pedas bisa menguji diri sendiri nih dengan kepedasannya.
Makanan Khas Bima selanjutnya adalah Bingka Dolu. Makanan ini termasuk pada jenis kudapan
atau lebih tepatnya kue basah. Keunikan kue ini terlihat dari bentuk dan warnanya yang menarik.
Bahan dasar kue adalah tepung terigu, gula, telur, santan, garam, baking powder, dan tak lupa
pemberi warna hijau alami yaitu daun pandan.
Kue ini mudah dimakan karena teksturnya yang lembut. Ada varian lain dari kue ini yang
berbahan dasar gula merah. Untuk mendapatkan kue ini sangat mudah. Kamu hanya perlu
mencarinya di pasar tradisional yang banyak menjajakan beragam jenis kue.
Satu lagi Makanan Khas Bima yang wajib dicoba adalah Uta Spi Tumis. Kuliner ini menjadi
bagian lain dari kuliner laut khas Bima atau kuliner seafood khas Bima. Bahan dasar yang
digunakan adalah udang-udang kecil. Udang kemudian ditumis bersama dengan bumbu rempah
seperti cabai, asam, dan tomat.
Saat dihidangkan ditambah juga daun kemangi. Rasa makanan ini pedas, jadi cocok bagi kamu
yang suka pedas. Makanan ini populer di kalangan masyarakat Bima jadi, tak boleh terlewat
untuk dicoba.
Baca juga : 5 Pakaian Adat dari Provinsi Nusa Tenggara Barat
Itulah 5 makanan khas Bima, Nusa Tenggara Barat yang wajib kalian coba. Dari semua makanan
itu, mana nih yang paling ingin kamu coba cicipi?
Makanan Khas Bima yang pertama adalah Uta Palumara Londe. Dari namanya saja sudah
terbayang betapa sedapnya makanan ini. Termasuk dalam golongan lauk, makanan ini berbahan
dasar ikan bandeng. Bandeng diberi bumbu bawang merah, bawang putih, cabe, tomat dan
kunyit.
Tak lupa juga disiram dengan kuah santan yang menambah rasa gurih. Ada satu lagi komponen
yang membuat aroma khas yaitu daun kemangi. Wah pokoknya, ada perpaduan pedas, asam, dan
gurih. Kuliner khas Bima ini bisa dijumpai dibeberapa warung makan khas Bima.
Daging rusa diolah dengan cara di dendeng terlebih dahulu. Kemudian, daging rusa dibakar
bersama dengan bumbu rempah sebagai pelengkap dan dibiarkan untuk beberapa saat. Rasa
kuliner ini gurih dan lezat sehingga bisa dibilang ini jadi makanan favorit masyarakat Bima.
Baca juga : 6 Kuliner dan Makanan Khas Bajawa Kabupaten Ngada Provinsi Flores
Kahangga merupakan kuliner khas yang termasuk pada golongan kudapan. Kahangga
merupakan kue tradisional yang biasanya disajikan pada acara besar seperti hajatan. Kue ini
berbahan dasar tepung beras, telur, garam, dan gula. Secara bentuk fisik kue ini telihat seperti
retakan-retakan.
Kahangga, Kue Rambut Jawada, Makanan Khas Bima – foto wedaya.rey1024.com
Dalam Bahasa Bima, retakan disebut sebagai kahangga dan itulah asal nama kue ini. Tekstur ini
didapatkan saat adonan kue digoreng menggunakan cetakan yang berasal dari batok kelapa yang
diberi lubang.
Saat ini kue kahangga sudah mulai berkembang. Tidak hanya ditemukan pada acara hajatan, kini
sudah bisa ditemukan dengan mudah di pasar. Hal ini karena kue kahangga sudah lebih populer.
Harganya pun murah hanya seribu rupiah untuk satu buahnya. Kuliner khas Bima atau Makanan
Khas Bima yang satu ini merupakan menu wajib yang haru skalian coba saat datang ke Bima.
Jika kamu pecinta sambal pasti wajib untuk mencoba makanan ini. Tota Fo’o merupakan olahan
makanan yang berupa sambal unik khas Bima. Bahan dasarnya berupa cabai yang dicampur
dengan mangga lalu diulek sehingga menjadi sambal.
Sambal Tota Fo’o – foto steller.co
Tentu saja rasanya merupakan asam pedas yang berasal dari perpaduan mangga dan cabai.
Sambal ini rasanya cukup pedas dan bisa bikin ketagihan jika kamu cocok dengan rasanya. Wah,
pencinta makanan pedas bisa menguji diri sendiri nih dengan kepedasannya.
Makanan Khas Bima selanjutnya adalah Bingka Dolu. Makanan ini termasuk pada jenis kudapan
atau lebih tepatnya kue basah. Keunikan kue ini terlihat dari bentuk dan warnanya yang menarik.
Bahan dasar kue adalah tepung terigu, gula, telur, santan, garam, baking powder, dan tak lupa
pemberi warna hijau alami yaitu daun pandan.
Kue ini mudah dimakan karena teksturnya yang lembut. Ada varian lain dari kue ini yang
berbahan dasar gula merah. Untuk mendapatkan kue ini sangat mudah. Kamu hanya perlu
mencarinya di pasar tradisional yang banyak menjajakan beragam jenis kue.
Satu lagi Makanan Khas Bima yang wajib dicoba adalah Uta Spi Tumis. Kuliner ini menjadi
bagian lain dari kuliner laut khas Bima atau kuliner seafood khas Bima. Bahan dasar yang
digunakan adalah udang-udang kecil. Udang kemudian ditumis bersama dengan bumbu rempah
seperti cabai, asam, dan tomat.
Saat dihidangkan ditambah juga daun kemangi. Rasa makanan ini pedas, jadi cocok bagi kamu
yang suka pedas. Makanan ini populer di kalangan masyarakat Bima jadi, tak boleh terlewat
untuk dicoba.
Baca juga : 5 Pakaian Adat dari Provinsi Nusa Tenggara Barat
Itulah 5 makanan khas Bima, Nusa Tenggara Barat yang wajib kalian coba. Dari semua makanan
itu, mana nih yang paling ingin kamu coba cicipi?