PENDIDIKAN DASAR
TIM PENYUSUN
Prof. Dr. Suwarna Dwijonagoro, M.Pd
Drs. Totok Sudarto, M.Pd
Dr. Farid Setiawan, S.Pd., M.Pd.I
Drs. Marsono, M.M.
Bethy Mahara Setyawati, S.Pd
Galang Prastowo, M.A
HAMENGKU BUWONO X
Sambutan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta • iii
Sambutan
Kepala Dinas Dikpora
Daerah Istimewa Yogyakarta • v
Kata Pengantar
Ketua Dewan Pendidikan
Daerah Istimewa Yogyakarta • ix
BAB 1.
PENDAHULUAN • 3
A. Latar Belakang Masalah • 3
B. Tujuan • 10
C. Manfaat • 11
BAB 2.
NILAI MANGASAH MINGISING BUDI,
MEMASUH MALANING BUMI • 15
A. Nilai Moral • 15
B. Nilai Kejujuran • 30
C. Kerendahan Hati • 36
D. Kepedulian • 48
E. Nilai Kesenian • 61
F. Nilai Kreatif • 74
BAB 4.
NILAI SAWIJI, GREGET, SENGGUH,
ORA MINGKUH • 113
A. Religius Spiritual • 113
B. Percaya Diri • 125
C. Tanggung Jawab • 133
D. Ketertiban • 146
E. Kedisiplinan • 157
F. Kesopansantunan • 167
G. Kesusilaan • 174
BAB 5.
NILAI GOLONG GILIG • 187
A. Keadilan • 187
B. Kemasyarakatan • 193
C. Toleransi • 207
D. Kerja Sama • 226
E. Bahasa • 234
BAB 6.
PENUTUP • 249
B. Tujuan
Pendidikan nasional harus mampu membentuk jalma kang utama
pada generasi Indonesia Emas yang modern futuristik, tetapi tetap
mempunyai roh dan jati diri bangsa Indonesia, dengan berakar kuat
pada budaya luhur Nusantara (Kompas, Kemdikbudristek). Pendidikan
menjadikan manusia unggul, berkarakter mulia dan berbudaya yang dapat
menuntun kita untuk menjadi bangsa besar di kemudian hari yang siap
menghadapi akselerasi perkembangan teknologi. Indonesia membutuhkan
insan-insan mulia yang cerdas dan berkarakter mulia dan berbudi luhur
yang toleran, adil, cinta tanah air dan berpikiran lurus.
Pendidikan Khas Kejogjaan merupakan Pendidikan Nasional
Plus, yakni Pendidikan Nasional plus dengan PKJ. Pendidikan Nasional
berorientasi pendidikan akademis, PKJ berorientasi pendidikan budaya.
Hal ini sesuai dengan Visi Pemerintah Daerah DIY di bidang pendidikan,
yaitu menjadikan DIY sebagai pusat pendidikan berbasis budaya terkemuka
di Asia Tenggara 2025. Semua sekolah dan perguruan tinggi wajib
mengimplementasikan dan menginternalisasi PKJ. Dengan cara demikian,
karakteristik budaya Yogyakarta akan tertanam dan akan mewarnai
kehidupan dan karir peserta didik di semua sekolah dan perguruan tinggi.
C. Manfaat
Dengan PKJ diperoleh manfaat sebagai berikut.
1. Pemahaman secara komprehensif tentang budaya Yogyakarta dalam
perspektif Pendidikan dan keistimewaan DIY;
2. Kesatuan aktualisasi implementasi pendidikan berbasis budaya
dalam rangka mencapai visi Pendidikan Yogyakarta pada tahun 2025.
3. Terinternalisasi budaya dan keistimewaan Yogyakarta ke dalam diri
peserta didik;
4. Kelestarian budaya Yogyakarta;
A. Nilai Moral
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Hememayu hayuning bawana
2. Nilai : Mangasah mingising budi, mamasuh malaning bumi
3. Subnilai : Moral
4. Indikator:
a. Menunjukkan sikap hormat (ngapurancang, menujukkan
dengan jempol)
b. Menganalisis perbuatan baik yang patut dicontoh
c. Bertindak benar sesuai dengan aturan Bener, tindak nora
bengkok.
2. Konsep Materi
1. Filosofi: Hamemayu Hayuning Bawana
Moral adalah perilaku baik dalam hubungan sosial sesama manusia.
Bermoral berarti berperilaku baik seperti menghargai dan menghormati,
bertindak sopan, dan bertutur santun orang lain. Bermoral juga bermakna
mematuhi peraturan atau hukum, tata tertib, dan kedisiplinan. Berperilaku
baik diwujudkan kepada orang tua, guru, keluarga, teman, tetangga, dan
sesama manusia diberbagai waktu dan tempat.
Moral atau perilaku baik menjadi modal untuk hamemayu hayuning
bawana. Orang yang memiliki moral yang baik menjunjung budi pekerti
3. Moral
Moral berkaitan dengan baik buruk perbutan atau kelakuan. Ada
4 prinsip moral dalam buku The Adwanced Leaner’s Dictionary of Curret
English, yaitu (1) prinsip berkenanan benar dan salah, (2) baik dan buruk,
(3) kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah, (4)
ajaran atau gambaran tingkah laku baik (Asmaran, 1996:8).
Ada pula yang disebut budi pekerti. Budi pekerti terdiri dari kata
budi dan pekerti. Budi berarti nalar, pikiran, watak (Poerwadarminta,
3. Pembelajaran
1. Ngapurancang
a. Pendekatan: Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
Learning: CTL)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: demonstrasi
d. Asesmen: pembiasaan
2. Ngapurancang
a. Pendekatan: SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: bermain peran (role play)
d. Asesmen: pembiasaan
3. Penderma
a. Pendekatan: SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: bermain peran (role play)
d. Asesmen: pembiasaan
6. Berkata benar
a. Pendekatan: Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
Learning: CTL)
b. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
c. Metode: demonstrasi
d. Asesmen: pembiasaan
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;....)
2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan moral orang
Jawa Yogyakarta.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;....)
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;....)
5. Refleksi
1. Pembelajaran moral ditanamkan semenjak usia dini.
2. Pembelajaran moral mendasari budi pekerti yang baik.
3. Pembelajaran moral (afektif) mendasari pendidikan psikomotorik
dan kognitif.
4. Asesmen pembelajaran moral dilakukan dengan pembiasaan untuk
menuju ke pembudayaan sehingga menjadi karakter.
5. Pembelajaran moral (afektif) dilaksanakan secara praktis dengan
memraktikkan moral itu sendiri (psikomotorik).
6. Rangkuman
Mangasah mingising budi merupakan pembelajaran moral yang
cerdas dan visioner. Mangasah mingising budi merupakan hal yang utama
sebelum mangasah mingising pikir. Pembelajaran moral dilaksanakan
secara praktis dengan memberdayakan siswa dengan bermain peran
atau menganalisis kasus moral. Dengan demikian pembelajaran moral
tetap memberdayakan siswa sebagai pusat pembelajaran (Student Centre
Learning) dan mengaktifkan siswa sebagai subjek belajar (Student Active
Learning).
2. Konsep Materi
1. Filosofi: Hamemayu Hayuning Bawana
Wong jujur bakale makmur berarti orang yang jujur akan menjadi
makmur. Mengapa demikian? Orang yang jujur sangat ringan di
dalam hati, hatinya jernih (bening, resik), tidak merasa dibebani doa
(karena kebohongan). Orang yang bersih hatinya, tanpa beban, dan
merdeka adalah orang yang makmur, orang yang bebas dari tekanan
psikologis. Maka wajar kalau ada idiom wong jujur bakale makmur.
Kejujuran merupakan nilai dasar untuk menciptakan hamemayu
hayuning bawana. Kejujuran menciptakan kedamaian karena
kejujuran menghindarkan orang dari perilaku bohong. Padahal
kebohongan dapat menjadi pangkal kejahatan. Maka kejujuran dapat
menjadi modal hamemayu hayuning bawana. Kejujuran menjadi
pangkal kedamaian dunia.
2. Nilai: Mangasah Mingising Budi, Mamasuh Malaning Bumi
Mangasah mingising budi terkait dengan mengasah kecerdasan budi
agar memliki budi pekerti luhur. Budi pekerti luhur ini didasari atas
nilai akhlak dan moral yang telah dibahas terdahulu. Nilai akhlak
terkait dengan praktik baik siswa sebagai hamba dengan Tuhannya
2. Pembelajaran
1. Berkata benar
a. Pendekatan: Paedagogis Student Centre Learning (SCL),
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning)
b. Strategi: deduktif CTL)
c. Metode: diskusi
d. Asesmen: pembiasaan
2. Bertindak benar
a. Pendekatan: Paedagogis, Student Active Learning (SAL),
(Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: bermain peran (role play)
d. Asesmen: pembiasaan
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;....)
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;....)
5. Rangkuman
Jujur itu hebat, karena untuk jujur perlu keberanian, perjuangan,
dan keterusterangan. Orang yang jujur akan mendapatkan ketenteraman
jiwa (wong jujur bakale makmur) karena orang jujur terlepas dari dosa
kebohongan. Kejujuran sangat tergantung dari cara berkata, bertindak,
dan berbusana. Ajining dhiri gumantung lathi, ajining awak gumantung
tumindak, ajining raga gumantung busana. Harga diri seseorang tergantung
dari kejujuran wicara, laksana, dan busana atau ucap, sikap, dan cara
berpakaian, dan kejujuran meninggikan kumuliaan.
C. KERENDAHAN HATI
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Hamemayu hayuning bawana
2. Nilai : Mangasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi.
3. Sub nilai : Kerendahan hati.
4. Indikator :
a. Menghormati orang lain.
b. Lembah manah (tidak sombong).
2. Konsep Materi
1. Hamemayu Hayuning Bawana
Kata hamemayu artinya mempercantik atau mempercantik.
Sedangkan hayuning bawana artinya keindahan atau indahnya dunia. Jadi
secara harafiah kata hamemayu hayuning bawana artinya memperindah
keindahan dunia. Filosofi hamemayu hayuning bawana adalah untuk
melindungi, mempercantik dan menyelamatkan dunia. Istilah “memayu
hayuning bawana” sudah banyak didengar masyarakat. Ungkapan ini
3. Kerendahan Hati
Pendidikan moral merupakan salah satu muatan penting dalam
sistem pendidikan nasional. Nilai moral kerendahan hati membuat setiap
individu sadar akan ketidaksempurnaannya, berani mengakui kesalahan
2. Pembelajaran
1. Pendekatan: PBL (Problem Based Learning), CBSA
2. Strategi : induktif
3. Metode : diskusi, tanya jawab
4. Asesmen: pembiasaan
4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.
2. Budaya Tindak
a. Melaksanakan aktivitas budaya seperti karawitan, membaca
geguritan, dan lain sebagainya.
Contoh gambar aktivitas:
3. Budaya Material
a. Memiliki website bermuatan budaya untuk (SD/MI, SMP/MTs).
b. Memiliki laboratorium budaya khusus SMP/MTs.
5. Refleksi
Guru perlu melakukan refleksi dengan teman sejawat, kepala sekolah,
pengawas sekolah dan tenaga kependidikan serta orang tua tentang
pembelajaran kerendahan hati. Adakah perubahan sikap dari para siswa
baik di sekolah maupun di rumah? Perlu ditanyakan kepada orang tua
ketika ada pertemuan komite sekolah. Selanjutnya perlu dilakukan focus
group discusion untuk bahan pembelajaran berikutnya.
6. Rangkuman
Sebagaimana ajaran leluhur jawa, “Ajining diri gumatung lathi, ajining
raga gumantung busana, ajining awak gumantung tumindak, ajining bangsa
gumatung budaya” maka pembelajaran serta pembudayaan perilaku rendah
hati perlu ditanamkan kepada siswa sejak dini. Hal tersebut sangatlah
penting di mana dengan era globalisasi saat ini yang mengakibatkan dunia
tanpa batas telah mengalir budaya bangsa asing yang belum tentu baik dan
cocok bagi generasi indonesia khususnya Jawa dan lebih khusus warga
Yogjakarta. Seluruh stake holders pendidikan perlu melakukan penanaman
pemahaman kepada siswa, pengkondisian lingkungan baik sekolah, rumah,
dan masyarakat serta mampu menjadi teladan bagi siswa dan anak-anak
kita.
Sebagai orang tua atau guru tentunya harus memberikan contoh
yang baik. Memang anak sangat mudah meniru tindakan dan perkataan
orang tuanya. Oleh karena itu, guru atau orang tua juga bisa bersikap baik
terhadap anak. Misalnya, berani meminta maaf ketika guru atau orang tua
D. KEPEDULIAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Hamemayu hayuning bawana
2. Nilai : Mangasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi
3. Sub nilai : Kepedulian
4. Indikator :
a. Menghargai prestasi orang lain
b. Menunjukkan sikap empati kepada orang lain ‘among dan
momong’.
c. Memiliki rasa belas kasihan (welas asih)
d. Melakukan kerja bakti atau gotong royong sehingga mencintai
lingkungan.
2. Konsep Materi
3. Kepedulian
Kepedulian adalah teori etika normatif yang meyakini bahwa tindakan
moral berfokus pada hubungan interpersonal dan kebajikan atau cinta
sebagai sebuah nilai. Etika ini merupakan salah satu teori etika normatif
utama yang dikembangkan oleh para feminis pada paruh kedua abad 20.
Caring merupakan sifat dasar atau filosofi manusia, yang mengandung
prinsip, nilai dan sikap yang dapat menciptakan kehidupan yang baik dan
tindakan yang benar. Tertarik untuk memberikan jawaban atas pertanyaan
mendasar “Apa artinya menjadi manusia?” (Boff: 2008). Dengan kata lain,
perawatan diri merupakan kondisi dasar dan penting untuk kelangsungan
hidup dan kesuksesan, serta untuk hidup sehat (Barnes: 2012). Kebaikan
tersebut diwujudkan dalam upaya kita untuk menjaga, melestarikan, dan
memperbaiki bumi yang kita tinggali agar kita dapat hidup dengan nyaman
dan sejahtera.
Care (peduli) berasal dari kata Latin coera, sering digunakan dalam
konteks hubungan romantis dan persahabatan. Caring melambangkan
tindakan kebaikan, pengabdian, kepedulian, dan kepedulian terhadap
seseorang yang dicintai atau suatu benda yang dicintainya. Kata peduli
juga berasal dari kata cogitare-cogitus yang berarti berpikir, merenung,
memperhatikan, menunjukkan minat, meneguhkan sikap, melayani dan
memperhatikan. Jadi, kepedulian berarti dedikasi, komitmen, kecerdasan,
semangat dan perlakuan yang baik (Boff:2008). Dengan kata lain
kepedulian mengandung dua sikap yang saling berkaitan, yaitu dedikasi,
komitmen dan kepedulian terhadap orang lain dan kepedulian karena
seseorang merasa ikut berpartisipasi (berbagi) dan merasa terhubung
secara emosional dengan orang lain (Boff:2008).
Kepedulian menunjukkan kepedulian dan rasa tanggung jawab yang
diungkapkan melalui tindakan praktis, bukan ditujukan untuk mencapai
3. Pembelajaran
1. Pendekatan:
2. Strategi : deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode : demonstrasi
4. Asesmen : pembiasaan
a. SOPAN SANTUN.
Konsep
Baik dalam tutur kata dan tindakan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kepedulian
Kepedulian Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan
Sopan Mengorganisasikan Memperhatikan Membiasakan bertutur
santun siswa untuk apa yang kata yang baik.
belajar dengan disampaikan Slogan TOMAT (Tolong,
memberikan guru. Maaf, Terima Kasih).
contoh baik Mengidentifikasi Membiasakan sikap
langsung dilakukan sikap-sikap yang ngapurancang,
guru maupun menujukkan mengangkat tangan/
denga video sopan santun jempol ketika
tentang sikap yang terhadap orang akan bertanya,
menunjukan sopan lain. menunjukkan jempol
santun terhadap Menyebutkan untuk mempersilakan,
orang lain. manfaat sopan membungkukkan
santun. badan ketika berjalan
Mempaktikkan di depan orang,
sikap-sikap yang berjabat tangan
menunukkan yang baik sebagai
sopan santun rasa hormat, dan
terhadap orang sebagainya.
lain.
1. Budaya Pikir
a. Memasang berbagai filosofi kearifan lokal tentang kepedulian di
berbagai ruang (pimpinan, pegawai, dan kelas, dan lingkungan
sekitar sekolah) dengan tulisan beraksara Jawa.
Contoh filosofi kearifan lokal yang ditulis dalam kaligrafi aksara
Jawa:
Karya kaligrafi aksara Jawa yang Karya kaligrafi aksara Jawa yang
dipasang di dinding Ruang Rapat dipasang di dinding sekolah (di SMP
Dinas Dikpora Kabupaten Negeri 4 Wates, Kabupaten
Kulon Progo Kulon Progo)
2. Budaya Tindak
Siswa melakukan aktivitas produktif seperti membuat mural (lukisan
dinding) sekolah dengan aksara Jawa, menuliskan kalimat-kalimat pitutur
dengan menggunakan aksara Jawa di pot, padasan, kaos, tas, dan lain
sebagainya, juga membuat lukisan kaligrafi beraksara Jawa sebagai hiasan
dinding sekolah. Bentuk aktivitas produktif yang dibuat oleh siswa, sebagai
bentuk kepedulian terhadap lingkungan sekolah agar semakin indah,
sehingga menambah semangat dalam mengikuti pembelajaran di sekolah.
Penulisan aksara Jawa di padasan sebagai Pembuatan kaligrafi aksara Jawa sebagai
tempat cuci tangan di sekolah. hiasan yang dipasang di dinding-dinding
sekolah.
Penulisan aksara Jawa di pot untuk Siswa membuat mural (lukisan dinding)
menanam tanaman-tanaman yang sekolah dengan tulisan beraksara Jawa.
menghiasi lingkungan sekolah.
(Foto koleksi pribadi, Siswa SMPN 4 Wates, Bethy Mahara)
3. Budaya Material
Memasang produk budaya seperti foto-foto bangunan penciri
Yogyakarta (seperti kraton, tugu, dan sebagainya).
6. Rangkuman
Sikap peduli sesama manusia, peduli lingkungan, serta peduli dengan
makhluk Tuhan lainnya, perlu dibiasakan pada siswa. Hal ini penting
karena manusia itu tidak selamanya berkecukupan sehingga perlu berbagi.
E. NILAI KESENIAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Sangkan Paraning Dumadi
2. Nilai : Mangasah Mingising Budi, Mamasuh Malaning Bumi
3. Subnilai : Kesenian
4. Indikator
a. Mengapresiasi seni (lagu dolanan, tembang, pedhalangan,
ketoprak, seni lukis, seni kriya, batik) dengan menerapkan
sariswara.
b. Kreatif (Tri Sakti, Cipta-Rasa-Karsa).
c. Melakukan lomba ngadi sarira, ngadi busana
2. Konsep materi
1. Filosofi: Sangkan Paraning Dumadi
Seni adalah proses kreatif, proses penciptaan suatu karya seni. Proses
kreatif boleh dikatakan sangkan, yakni asal mula penciptaan. Penciptaan
karya seni seperti seni tari, seni rupa, seni musik, seni drama, seni
multimedia, seni pertunjukkan/seni panggung, seni lukis, bahkan seni
3. Pembelajaran
1. Seni Rupa
a. Pendekatan: Behaviorisme
b. Strategi: tubian (drill system)
c. Metode: praktik melukis.
Untuk siswa PAUD, TK, SD/MI, SNP/MTs, dibatasi pada seni
lukis (termasuk batik). Batik bagian dari seni Lukis walaupun
sekarang ada batik cap (printing).
d. Asesmen: melukis
BATIK
(https://www.youtube.com/watch?v=hYXmtWg63os)
Jenis Motif Filosofi
Sidamukti Harapan diberi kamukten
(kesejahteraan)
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
2. Seni Pertunjukan
a. Pendekatan: Behaviorisme
b. Strategi: tubian (drill system)
c. Metode: praktik
Materi dibatasi seni tari dan karawitan. Kedua materi ini dapat
diberikan di jenjang PAUD, SD, dan SMP.
d. Asesmen: ekstrakurikuler
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
2. Budaya Tindak
Berisi aktivitas, tindakan, atau perilaku yang terkait dengan ekspresi
budaya seperti tari, karawitan, atau membaca geguritan.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
5. Refleksi
1) Seni itu indah. Berkesenian berarti melakukan keindahan (mangasah
mngising budi).
2) Berkesenian berarti menyemai keindahan dalam jiwa. Ke depan jiwa
yang indah (mulia) menjadi pencegah tindakan buruk malaning
bumi.
3) Berkarya seni dapat menjadi wahana ekspresi jiwa untuk mamasuh
malaning bumi.
4) Berkesenian menjadi mangasah mingising budi, memasuh malaning
bumi.
6. Rangkuman
Kesenian adalah ekspresi imajinasi kreatif untuk menyampaikan
rasa keindahan yang muncul dari jiwa manusia. Secara garis besar seni
dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu (1) seni rupa, (2)
seni pertunjukan, (3) seni sastra, dan (4) seni multimedia. Secara umum
kelompok seni rupa meliputi (a) seni kerajinan, (b) seni lukis, dan (c)
patung. Sedangkan seni pertunjukan meliputi (a) seni musik, (b) seni tari,
dan (c) seni teater dan drama; seni musik tradisional dan modern, seni tari
F. NILAI KREATIF
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi: Hememayu hayuning bawana
2. Nilai: Mangasah mingising budi, mamasuh malaning bumi
3. Subnilai: Kreatif
4. Indikator:
a. Menciptakan atau membuat produk baru
b. Membuat produk baru berdasarkan produk yang sudah ada
(teknologi rekayasa), nonton, niteni, nambahi, cipta, rasa, karsa,
karya.
c. Memiliki banyak ide (cerdas)
d. Berpikir kritis
2. Konsep Materi
3. Kreatif
Kata kreatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti
memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk menciptakan, bersifat
(mengandung) daya cipta. Menurut David (1989: 27) kreatif adalah suatu
proses pemikiran yang membantu mencetuskan berbagai gagasan baru yang
merupakan salah satu sifat manusia yang dibentuk dari proses pengalaman
sehingga menyebabkan orang-orang tersebut bisa terus memperbaiki dan
mengengembangkan dirinya. Adapun ciri-ciri orang kreatif menurut David
(1989: 27) antara lain: memiliki kemampuan untuk bekerja keras, pantang
menyerah, mampu berkomunikasi dengan baik, serta tidak segera menolak
ide atau gagasan baru. Dari ciri-ciri tersebut maka dalam penelitian ini
kreatif dipilah menjadi dua bagian yaitu pandai dan berpikir kritis.
Kata pandai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti
cepat menangkap pelajaran dan mengerti sesuatu, pintar, cerdas. Pandai
3. Pembelajaran
Kreatif (Pandai dan Berfikir Kritis)
a. Pendekatan: Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
Learning: CTL)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: demonstrasi
d. Asesmen: pembiasaan
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).
2. Budaya Tindak
Tindakam, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan kepandaian dan
berpikir kritis orang Jawa Yogyakarta.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).
5. Refleksi
1. Pembelajaran kreativitas ditanamkan semenjak usia dini.
2. Pembelajaran kreativitas mendasari budi pekerti yang baik.
3. Pembelajaran kreativitas (afektif) mendasari pendidikan psikomorik
dan kognitif.
4. Asesmen pembelajaran kreativitas l dilakukan dengan pembiasaan
untuk menuju ke pembudataan sehingga menjadi karakter.
5. Pembelajaran kreativitas (afektif) dilaksanakan secara praktis dengan
memraktikkan moral itu sendiri (psikomotorik).
6. Rangkuman
Mangasah mingising budi merupakan pembelajaran kreativitas yang
cerdas dan visioner. Mangasah mingising budi merupakan hal yang utama
sebelum mangasah mingising pikir. Pembelajaran kreativitas dilaksanakan
secara praktis dengan memberdayakan siswa dengan bermain peran atau
menganalisis kasus dengan berfikir secara kreatif. Dengan demikian
pembelajaran kreativitas tetap memberdayakan siswa sebagai pusat
A. PENGENDALIAN DIRI
1. Materi
1. Filosofi, Nilai, Subnilai dan Indikator
a. Filosofi : Hamemayu Hayuning Bawana
b. Nilai : Pamenthanging Gandhewa Pamanthenging Cipta
c. Subnilai : Pengendalian Diri
d. Indikator :
1) Memiliki sikap tidak mudah terprovokasi.
2) Menunjukkan sikap dapat menerima keberagaman multikultural.
3) Menunjukkan sikap tangguh mantép nora keguh.
2. Konsep Materi
a. Hamemayu Hayuning Bawana
Sebagai bagian dari masyarakat Jawa, siswa mungkin pernah
mendengar ungkapan tradisional hamemayu hayuning bawana.
Secara harafiah arti hamemayu hayuning bawana adalah membuat
dunia menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari). Arti
yang lain adalah agawe tata-têntrêming donya (S. Padmoseokotjo,
1967: 151). Dalam arti yang lebih luas, adalah sikap dan perilaku
manusia yang selalu mengutamakan harmoni, keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan
Tuhan, antarmanusia, dan manusia dengan alam lingkungannya.
Kamus Bhs.
Kamus Pepak Kamus Lengkap,
Kata Jawa-Indonesia,
Basa Jawa Mangunsuwito
Prawiroatmodjo
penthang tarik (806) rentang, tarik (82) njereng, nyeneng
(176)
gandhewa piranti kanggo busur (129) piranti kanggo
nglepasake panah nglepasake panah
(284) (48)
pantheng kenceng (781) regang, tegang ( 62) tarik kenceng (169)
cipta pikiran, wujud cita, cipta (74) -
(170)
c. Pengendalian Diri
Pengendalian diri adalah kemampuan siswa untuk mengendalikan
diri sendiri dengan dilakukan secara sadar dengan tujuan agar tidak
merugikan orang lain. Tentu saja sesuai dengan norma atau kebiasaan
sehingga dapat diterima oleh lingkungan sosialnya (modifikasi dari
Wikipedia bahasa Indonesia). Pengendalian diri juga mengandung
makna sebagai kapasitas siswa untuk mengendalikan diri dengan
norma ideal, moral, harapan sosial dan pencapaian dalam jangka
panjang.
Setidaknya ada 3 aspek utama dalam pengendalian diri, yakni standar,
pengawasan, dan kapasitas untuk mengubah (Baumister, 2002 dalam
Gandawijaya, 2017).
3. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
3. Budaya Material
Hasil karya atau produk budaya Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Keris sebaiknya belum Blangkon sebaiknya Selop sebaiknya dipakai
dipakai siswa PAUD, dipakai oleh siswa PAUD, oleh siswa PAUD, SD,
SD, SMP sederajat, saat SD, SMP sederajat saat SMP sederajat saat
pakai pakaian gagrag pakai pakaian gagrag pakai pakaian gagrag
Ngayogyakarta misalnya Ngayogyakarta misalnya Ngayogyakarta misalnya
di Hari Kamis Pahing. di Hari Kamis Pahing. di Hari Kamis Pahing.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
5. Rangkuman
Dalam mengaktualisasikan subnilai “pengendalian diri”, siswa
Yogyakarta selalu berusaha keras melakukan ancang-ancang ke belakang
sebelum melepaskan anak panah dengan konsentrasi penuh memusatkan
pandang ke sasaran bidik cita-cita dan hasil yang didambakan dapat
tercapai.
B. KESABARAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Hamemayu Hayuning Bawana
2. Nilai : Pamenthanging Gendhewa, Pamanthenging Cipta
3. Sub-nilai : Kesabaran
4. Indikator :
a. Mengidentifikasi ciri-ciri kesabaran Sabar lereh mubarang
satitah tan rekasa.
b. Melaksanakan wong sabar subur, wong sabar kasihaning Allah,
nyebar godhong kara sabar sawetara.
c. Menunjukkan sikap tidak mudah marah.
3. Kesabaran
Kesabaran memiliki kata dasar sabar. Kata sabar berarti mencegah,
mengekang atau menahan. Menurut istilah, sabar bermakna menahan jiwa
dari perasaan cemas, menahan lisan dari berkeluh kesah , dan menahan
anggota badan dari tindakan. Sabar adalah merupakan sebuah sikap
dimana kita bisa menerima situasi dalam keadaan tabah (Adisusilo, 2012).
Sikap ini sangat dianjurkan untuk dimiliki karena termasuk dalam kategori
perilaku utama (baik). Sabar adalah tindakan menahan diri dari hal-hal
yang ingin dilakukan, menahan diri dari emosi, dan bertahan serta tidak
mengeluh pada saat sulit atau sedang mengalami musibah. Untuk bisa
sabar, dibutuhkan kelapangan hati juga ketabahan (Asriyani, 2022).
Kesabaran tampak dari perilaku tidak tergesa-gesa dalam bicara dan
bertindak, tidak perlu mempersulit diri sabar lereh mubarang satitah tan
rekasa. Orang yang bersabar berbicara dalam tempo yang biasa, nada yang
rendah, dan gerakan tubuh yang normal. Berbeda orang yang sedang marah,
tempo bicara cepat, nada tinggi, dan diikuti perilaku yang kasar.
Orang yang sabar mampu menguasai diri, jiwa, atau batinnya hingga
fisik lahirnya sehingga dapat mencapai tujuan walaupun alon-alon, waton,
kelakon. Ingat bahwa penulisan alon-alon, waton, kelakon harus memakai
koma (,). Tanda koma mempengaruhi makna. Alon-alon berarti cermat,
teliti, dengan kesabaran. Waton berarti bertindak berdasarkan paugeran
‘aturan’. Kelakon berarti sukses. Alon-alon, waton, kelakon bermakna
melakukan kegiatan dengan teliti atau cermat, berdasarkan aturan atau
3. Pembelajaran
1. Sabar Beribadah
a. Pendekatan: Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
Learning: CTL), Student Centre Learning (SCL), Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA).
b. Strategi: deduktif
c. Metode: tanya jawab.
d. Asesmen: pembiasaan
3. Atmosfir
1. Budaya Pikir
Memasang berbagai filosofi kearifan lokal di ruang (pimpinan,
pegawai, kelas, dan web sekolah) tentang moral kesabaran.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
3. Budaya Material
Nilai kesabaran dapat termuat dalam buku-buku karya sastra,
dongeng, legenda, mite, atau tradisi lisan lainnya. Guru dapat
memberikan tugas kepada siswa untuk membaca buku dongeng dan
membuat ringkasan atau laporan yang dapat dibahas di kelas pada
pertemuan kelas minggu berikutnya. Tugas juga dapat diberikan
pada saat kegiatan pramuka, Persami (Perkemahan Sabtu Minggu).
5. Refleksi
Kesabaran sangat penting dalam pembelajaran. Belajar dengan sabar
(cermat, tekun, teliti, tidak tergesa-gesa) akan dapat mencapai hasil yang
maksimal. Apalagi belajar yang diniati sebagai ibadah kepada Tuhan, akan
memperoleh hasil manfaat di dunia dan di akherat.
6. Rangkuman
Kesabaran adalah sikap diri yang mampu menahan nafsu. Kesabaran
terdiri atas kesabaran melaksanakan ibadah menurut agama dan
kepercayaan masing-masing wong sabar kasihaning Allah, kesabaran dalam
C. WIRASA
1. Materi
1. Filosofi, Nilai, Subnilai dan Indikator
a. Filosofi : Manunggaling kawula gusti
b. Nilai : Pamenthanging gendhewa, pemanthenging cipta
c. Subnilai : Wirasa
d. Indikator :
1) menghormati
2) adigang, adigung, adiguna
3) ramah
4) asih
5) berpikir sebelum bertindak
6) ikhlas
2. Konsep Materi
a. Manunggaling Kawula gusti
Konsep Manunggaling kawula gusti sebagai bagian dari filosofi
pendidikan khas kejogjaan mengandung arti kesatuan antara guru
dan siswa dalam proses pendidikan. Interaksi keduanya dalam proses
pembelajaran sangat memungkinkan terjadinya transfer pengetahuan
dan prinsip-prinsip dasar dari kehidupan orang Jawa. Pengetahuan
dan prinsip-prinsip tersebut bersumber dari nilai-nilai dasar yang
diyakini dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa.
Di antara nilai-nilai dimaksud adalah sikap menghormati, adigang
adigung adiguna, ramah, asih, berpikir sebelum bertindak dan ikhlas.
Proses internalisasi nilai-nilai tersebut tidak sekadar diajarkan secara
kognitif, tetapi juga harus mampu menyentuh ranah afeksi sehingga
siswa dapat memiliki kesadaran untuk bersikap (psikomotorik)
sesuai tata nilai orang Jawa.
2. Pembelajaran
1. Pendekatan: Student Active Learning / Cara Belajar Siswa Aktif
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode dan teknik: demonstrasi
4. Model: sintaks pembelajaran
5. Asessment: pembiasaan
WIRASA
Konsep
Suatu usaha dalam membangun rasa/penghayatan terhadap sesuatu
Aspek Subnilai Pengembangan Subnilai kedisiplinan
kedisiplinan Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Bisa Menjelaskan Memperhatikan Mampu
mengeksplorasi tujuan dan penjelasan guru menjawab
berbagai metode tentang tujuan pertanyaan guru
aktivitas yang pembelajaran. dan metode Mampu
menunjukkan Menayangkan pembelajaran. menjawab
sikap video dan Menyaksikan pertanyaan atau
membangun contoh sikap penayangan video berkomentar
rasa/ membangun dengan cermat. terhadap
penghayatan rasa/ Menjawab contoh sikap
terhadap penghayatan pertanyaan atau membangun
sesuatu. terhadap berkomentar rasa/
sesuatu. terhadap contoh penghayatan
Memberikan membangun rasa/ terhadap sesuatu
pertanyaan penghayatan dalam tayangan
atau komentar terhadap sesuatu video.
berdasarkan dalam tayangan Mampu
tayangan video. video. menuliskan atau
Meminta siswa Membentuk menceritakan
berkelompok dan kelompok sesuai pengalamannya
mendiskusikan pembagian guru dalam proses
manfaat sikap dan mendiskusikan belajar.
membangun manfaat sikap
rasa/
3. Atmosfir
Atmosfir pendidikan khas kejogjaan merupakan situasi implementasi
kegiatan budaya Jawa di dalam lingkungan sekolah. Budaya Jawa yang
dimaksud terdiri dari budaya pikir, budaya tindak, dan budaya material.
1. Budaya Pikir
Ungkapan tradisional terkait dengan sub-nilai wirasa
PAUD SD SMP
Urip tulung tinulung Tepa slira Adigang Adigung Adiguna
Hidup seseorang harus Hidup seseorang harus Menghargai orang lain
saling tolong-menolong. saling tenggang rasa. tanpa menonjolkan
kekuasaan, kekuatan,
keluhuran, keturunan,
kebangsawanan, dan
kepandaian.
2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait sub-nilai wirasa orang
Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Memberikan bantuan Membiasakan sikap Membiasakan bersikap
kepada yatim dan miskin menghormati guru. ramah kepada orang lain
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).
4. Refleksi
1) Proses pembelajaran wirasa perlu dibiasakan dan ditanamkan sejak
usia dini.
2) Proses pembelajaran wirasa menjadi dasar pembentukan citra diri
yang positif.
3) Proses pembelajaran wirasa dapat dilakukan dengan keteladanan.
A. RELIGIUS SPIRITUAL
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Sangkan paraning dumadi
2. Nilai : Sawiji greget sengguh ora mingkuh
3. Subnilai : Religius spiritual
4. Indikator:
a. Mengeksplorasi filosofi Jawa seperti Gusti ora sare,
Manunggaling Kawula Gusti, narima ing pandum, sumeleh,
sumarah, dan sebagainya.
b. Melaksanakan syariat agama masing-masing seperti peribahasa
Ngadég urip paugéran ngagésang.
2. Konsep Materi
3. Religius Spriritual
Nilai religius-spiritual mengandung pengertian secara vertikal, yakni
hubungan manusia dengan Tuhannya. Hal ini terkait erat dengan filosofi
sangkan paraning dumadi bahwa manusia dicipta oleh Tuhan dan setelah
mati akan kembali ke Tuhan. Setelah lahir, dalam kehidupannya manusia
banyak menerima anugerah atau kenikmatan dari Tuhan. Oleh karena
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
2. Budaya Tindak
Berisi berbagai tindakan atau kegiatan yang mencerminkan nilai
religius spiritual.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
5. Refleksi
Nilai religius spiritual cenderung terkait hubungan manusia dengan
Tuhannya yang sering disebut akhlak. Perbuatan berakhlak mulia terkadang
tidak mudah dipilahkan karena ada yang saling berhubungan, misalnya
bertakwa dengan melaksanakan perbuatan atas perintah Tuhan. Ini disebut
juga beribadah. Beribadah harus dilakukan secara ikhlas.
Untuk dapat menanamkan nilai religius spiritual kepada siswa,
perlu dilakukan pembiasaan-pembiasaan. Pembiasaan ini terkait dengan
aktivitas peribadatan masing-masing agama atau kepercayaan.
6. Rangkuman
Religius spiritual berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan
sebagai pencipta. Nilai religius spiritual antara lain beriman, bertakwa,
beribadah, ikhlas, dan amanah.
2. Konsep Materi
1. Manunggaling Kawula gusti
Sikap percaya diri tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, tetapi
harus dibiasakan dan dilatih dengan baik. Proses pembiasaan dan pelatihan
ini dapat dilakukan dengan melibatkan sejumlah pihak. Dalam dunia
pendidikan, pembiasan dan pelatihan untuk mewujudkan pribadi siswa
dengan karakter percaya diri perlu melibatkan guru. Keduanya, siswa dan
guru, merupakan satu kesatuan yang saling tidak dapat dipisahkan, terlebih
dalam proses pembentukan pribadi yang memiliki rasa percaya diri kuat.
Karena itu, dalam filosofi Jawa, kesatuan guru dengan siswa diidentikkan
dengan ungkapan manunggaling kawula gusti. Itulah sebabnya gusti ditulis
tidak diawali dengan huruf kapital karena gusti mengacu pada pengertin
guru.
3. Percaya Diri
a. Pengertian
Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang semestinya
dimiliki oleh seseorang. Sikap percaya diri berfungsi sebagai media
pendorong seseorang dalam meraih kesuksesan. Sikap tersebut
tumbuh karena ada interaksi seseorang dengan lingkungannya.
Karena itu, sikap percaya diri sangat penting dimiliki seseorang karena
aspek kepribadian tersebut sangatlah kuat pengaruhnya terhadap
kesuksesan seseorang. Seseorang yang memiliki sikap percaya diri
yang baik dapat selalu yakin dan berusaha mengembangkan potensi
dirinya secara penuh untuk meraih cita-cita. Sebaliknya, seseorang
yang tidak atau kurang memiliki sikap percaya diri akan sulit untuk
mengembangkan minat, bakat dan potensinya dengan maksimal.
Pribadi yang tidak atau kurang percaya diri sulit mengaktualisasikan
diri dengan baik, sehingga dirinya cenderung pasif dan bahkan
menutup diri.
Banyak tokoh yang telah memiliki kepedulian dan perhatian serius
terhadap konsep percaya diri, di antaranya Zakiah Daradjat dan
Abraham Maslow. Zakiah Daradjat dalam bukunya yang berjudul
“Kesehatan Mental” (1995) menyebut bahwa percaya diri adalah suatu
sikap percaya terhadap diri sendiri. Sikap tersebut tumbuh karena
pengalaman-pengalaman yang dilalui oleh seseorang sejak kecil.
3. Pembelajaran
1. Pendekatan: Student Active Learning / Cara Belajar Siswa Aktif
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode: tanya jawab
4. Asessment: pembiasaan
2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait sub-nilai percaya diri
orang Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
https://jogja.tribunnews. https://www.antaranews. http://kebudayaan.
com/2015/05/12/tahta-si- com/berita/649788/29- kemdikbud.go.id/
dalang-cilik-berprestasi- kelompok-karawitan-24- Vredeburg/lomba-macapat-
dari-yogya. jam-menabuh-pada-5-6- perjuangan-2018-bagas-
september dan-erlangga-sabet-
thropy-museum-benteng-
vredeburg/
5. Refleksi
1) Proses pembelajaran percaya diri perlu dibiasakan dan ditanamkan
sejak usia dini;
2) Proses pembelajaran percaya diri menjadi dasar pembentukan citra
diri yang positif;
3) Proses pembelajaran percaya diri dapat dilakukan dengan latihan
dan pemberian motivasi.
6. Rangkuman
Pendidikan sebagai proses pewarisan budaya dan sosialisasi
diharapkan mampu memberi ruang yang luas bagi setiap individu untuk
menumbuhkan sikap percaya diri. Sikap percaya diri ini sangat penting,
karena self convidence ini dapat mewujudkan kesuksesan di masa depan.
Sikap percaya diri perlu terus dikelola dengan baik sehingga setiap individu
tidak terjerumus dalam kesombongan dan juga arogansi. Pengelolaan yang
dimaksud disini meliputi aspek pengetahuan (kognitif), afeksi maupun
psikomotorik. Aspek pengetahuan diarahkan pada bangunan pondasi yang
kokoh mengenai persepsi diri secara baik, sehingga tumbuh kesadaran
dalam diri (afeksi) mengenai konsep diri yang meliputi kodisi fisiknya,
C. TANGGUNG JAWAB
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Sangkan paraning dumadi
2. Nilai : Sawiji greget sengguh ora mingkuh
3. Sub Nilai : Tanggung jawab
4. Indikator :
a. Menyelesaikan tugas secara cerdas dan tuntas.
b. Memberikan contoh sikap berani menanggung risiko akibat
perkataan dan perbuatan.
c. Dapat menepati janji dan kewajiban engét, tan lupa jalaraning
sih, nora lali ing sanggup tan cidra.
2. Konsep Materi
1. Sangkan Paraning Dumadi
Dalam menjalani sebuah kehidupan, manusia harus mengingat
tentang asal-usul terjadinya. Karena hidup itu ibarat hanya mampir
minum, artinya hanya sementara saja. Maka hidup itu harus bermakna
dan memberikan manfaat untuk diri sendiri, keluarga, dan orang-orang
lainnya. Kebahagiaan terbesar manusia yang mengerti makna hidup
adalah mendarmabaktikan hidupnya untuk kebahagiaan sesama. Lebih
baik, orang hidup itu tidak mengutamakan kepentingan duniawi, tetapi
selalu berbuat kebaikan untuk meraih kualitas kehidupan yang hakiki.
Petuah leluhur orang Jawa mengatakan, “Manungsa urip kudu eling marang
sangkan paraning dumadi. Urip kuwi bebasan mung mampir ngombe.
3. Tanggung Jawab
Arus globalisasi, tuntutan kecanggihan komunikasi, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata besar pengaruhnya terhadap
sikap, cara hidup, dan pola pikir manusia. Nilai-nilai budi pekerti yang
menjadi budaya adi luhung bangsa, kian lama kian memudar dari waktu
3. Pembelajaran
1. Pendekatan: SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode : demonstrasi
5. Asesmen: pembiasaan
4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
5. Refleksi
Untuk menumbuhkan sikap tanggung jawab pada diri siswa, perlu
dilakukan pembiasaan-pembiasaan di lingkungan sekolah. Semua siswa
diberikan kesempatan yang sama antara satu dengan lainnya dalam
menyelesaikan tugas dan kewajiban. Dengan diberikannya kesempatan
tersebut, siswa akan memiliki rasa tanggung jawab. Dari hasil tugas dan
kewajiban yang telah diselesaikan, akan terlihat seberapa siswa memiliki
6. Rangkuman
Tanggung jawab adalah kesadaran seseorang melakukan suatu
kegiatan, yang terdiri dari tanggung jawab sebagai makhluk Tuhan YME,
tanggung jawab pada diri sendiri, tanggung jawab pada keluarga, tanggung
jawab pada sekolah, serta tanggung jawab terhadap masyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Sikap tanggung jawab dimulai dengan melakukan
perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel yang didasari dengan
sikap produktif dalam mengembangkan diri sebagai suatu kewajiban yang
harus dilakukan. Tanggung jawab juga harus didasari dengan keberanian
menjalani resiko akibat suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan
serta rasa cinta dan kasih sayang dalam menjalankan kewajiban.
2. Konsep Materi
3. Pembelajaran
1. Pendekatan: Student Center Learning (SCL), Case Based Learning
(CBL)
2. Strategi: deduktif
3. Metode: tanya jawab, diskusi, tugas
4. Asesmen: pembiasaan.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
2. Budaya Tindak
Budaya tindak dengan melaksanakan budaya tertib dan atau disiplin,
antara lain sebagai berikut.
a. Gerakan membuang sampah pada tempatnya.
b. Masuk sekolah tepat waktu.
c. Mengumpulkan tugas tepat waktu.
d. Piket kelas: bersih dan rapi.
e. Tidak melakukan pemalakan kepada orang lain.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images?p=gamelan+jogja)
2. Refleksi
Ketertiban dapat terwujud manakala anggota masyarakat sekolah
menjalankan seluruh norma yang berlaku di masyarakat, dan kedisiplinan
adalah prasyarat terciptakan ketertiban. Tanpa sikap disiplin oleh warga
masyarakat sekolah tidak akan pernah tercipta ketertiban.
3. Rangkuman
1. Budaya tertib dan atau disiplin terus ditanamkan pada jiwa warga
sekolah (khususnya siswa) dengan cara pembiasaan.
2. Implementasi budaya tertib dan atau disiplin perlu terus dipantau,
evaluasi, dan ada penghargaan dan konsekuensi.
3. Guru perlu melakukan refleksi dengan teman sejawat, kepala
sekolah, pengawas sekolah dan tenaga kependidikan serta orang
tua tentang pembelajaran nilai moral ketertiban dan kedisiplinan.
Adakah perubahan sikap dari para siswa baik di sekolah maupun
E. KEDISIPLINAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi: Manunggaling kawula gusti
2. Nilai: Sawiji, greget, sengguh, ora-mingkuh
3. Subnilai: Kedisiplinan
4. Indikator:
a. Menyebutkan arti kedisiplinan
b. Menyebutkan macam-macam kedisiplinan.
c. Menyebutkan manfaat kedisiplinan.
2. Konsep Materi
1. Manunggaling kawula gusti
Manunggaling kawula gusti merupakan bagian dari filosofi pendidikan
khas kejogjaan. Ide dasar tersebut secara bahasa terdapat tiga kata dengan
makna yang berbeda. Kata manunggaling berarti kesatuan dan kawula
berarti siswa. Kata gusti kesempatan ini memang tidak ditulis dengan
menggunakan huruf kapital, sebab kata gusti yang dimaksud memiliki
makna guru. Dengan demikian, frasa manunggaling kawula gusti berarti
kesatuan antara guru dan siswa di dalam proses pendidikan.
Guru dan siswa adalah dua unsur utama yang mutlak ada dalam
setiap proses pendidikan. Keduanya berkedudukan sangat penting dalam
pendidikan. Proses pendidikan mustahil dapat berjalan dengan baik
apabila tidak ada guru yang mengajar. Demikian pula sebaliknya, proses
pendidikan tidak mungkin dapat dilaksanakan apabila tidak ada siswanya.
Keberadaan guru dan siswa dapat melahirkan proses interaksi untuk
mewujudkan tujuan pendidikan dan internalisasi nilai-nilai utama, seperti
kedisiplinan.
Kedisiplinan sebagai salah satu karakter yang hendak diwujudkan
dalam proses pendidikan meniscayakan satu kesatuan utuh antara guru
3. Kedisiplinan
a. Pengertian
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin, yang mendapat imbuhan
awalan “ke” dan akhiran “an”. Kata disiplin dapat dilihat dalam dua
aspek, yaitu Bahasa dan istilah. Secara bahasa, kata disiplin berasal
dari bahasa latin discipulus yang berarti latihan atau pendidikan
dalam pengembangan harkat, spiritualitas dan kepribadian (Khalifa
Bisma Sanjaya, 2020). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,
2001), disiplin berarti tata tertib di sekolah, di rumah maupun di
masyarakat. Selain itu, disiplin dalam KBBI juga diartikan sebagai
ketaatan atau kepatuhan kepada suatu peraturan atau tata tertib.
Berdasarkan definisi tersebut, disiplin secara bahasa dapat dimaknai
sebagai sikap rela secara penuh untuk menaati segala peraturan atau
norma yang ada sebagai bentuk tanggung jawab.
Sedangkan, menurut istilah, pengertian disiplin ditemukan banyak
ahli yang telah memberikan definisi terhadapnya. Suharsimi
mengatakan bahwa disiplin adalah kepatuhan seseorang dalam
mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong oleh kesadaran
yang muncul dari kata hati sehingga tanpa ada paksaan dari pihak
luar (M. Furqon Hidayatullah, 2010). Dalam perspektif psikologi,
James Drever memaknai disiplin sebagai suatu kemampuan dalam
mengendalikan perilaku yang berasal dari dalam diri seseorang
berdasarkan peraturan atau norma yang ada. Orang yang disiplin
memiliki perilaku dan kemampuan menyesuaikan diri dengan aturan
yang telah ditetapkan. Sedangkan, menurut Departemen Pendidikan
(2001), disiplin dimaknai sebagai sikap taat yang konsisten dalam
melakukan sesuatu berdasarkan aturan yang telah disepakati atau
ditetapkan.
3. Pembelajaran
1. Pendekatan: Student Active Learning / Cara Belajar Siswa Aktif
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode : tanya jawab
5. Asessment: pembiasaan
2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait sub-nilai kedisiplinan
orang Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Edukasi disiplin berlalu PBB siswa SD sebagai Membiasakan disiplin
lintas pada anak usia latihan dasar disiplin diri untuk mewujudkan
dini budaya belajar siswa
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
5. Refleksi
1) Proses pembelajaran kedisiplinan perlu dibiasakan dan ditanamkan
sejak usia dini.
2) Proses pembelajaran kedisiplinan menjadi dasar pembentukan citra
diri yang positif.
3) Proses pembelajaran kedisiplinan dapat dilakukan dengan
keteladanan.
F. KESOPANSANTUNAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Hamemayu hayuning bawana
2. Nilai : Sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh
3. Sub nilai : Kesopansantunan
4. Indikator :
a. Mempraktikkan perilaku sopan untuk menghormati
orang lain.
b. Menggunakan bahasa yang santun untuk menghormati
mitra bicara.
2. Konsep materi
3. Pembelajaran
1. Pendekatan: Student Active Learning (SAL)
2. Strategi : deduktif
3. Metode : demontrasi, bermain peran
4. Asesmen : praktek dan pembiasaan.
KESOPANSANTUNAN
Konsep
4. Atmosfir
Atmosfir mengacu pada budaya pikir, tindak, dan material.
1. Budaya Pikir
Budaya pikir mengacu pada prinsip-prinsip hidup orang Jawa (yang
terkait dengan kesopansantunan. Di tempat-tempat ruang strategis di
sekolah dipasang idiom-idiom Jawa kesopansantunan seperti di bawah ini.
PAUD SD SMP
Berperilaku dan Sopan santuan adalah Contoh slogan
berbahasa hormat menghargai dan
menghormati.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
3. Budaya material
Budaya material terkait dengan berbagai barang yang dapat
mendukung sopan santun, seperti busana, video, web.
PAUD SD SMP
Busana Jogja dari kanak-kanak, anak, dan menginjak remaja
6. Rangkuman
Kesopanan mengarah tindakan hormat, sedangkan kesantunan
mengarah pada berbicara hormat. Kesopanan mengacu pada tata krama
(cara bertindak), sedangkan kesantunan mengacu pada tata basa (undha-
usuk basa Jawa). Tata krama dan tata basa dalam budaya Jawa disebut
unggah-ungguh.
G. KESUSILAAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Sangkan paraning dumadi
2. Nilai : Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh
3. Sub Nilai : Kesusilaan
4. Indikator :
a. Menyebutkan ciri-ciri kesusilaan.
b. Mengindentifikasi tindak susila dan asusila yang harus
dicegah dan dihindari.
2. Konsep Materi
4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.
1. Budaya Pikir
Berisi kearifan lokal dapat berupa idiom sebagai panduan hidup
kesusilaan orang Jawa Yogyakarta (way of life), antara lain:
a. Ajining dhiri gumantung lathi.
a. Ajining awak gumantung tumindak.
5. Refleksi
Kesusilaan dapat menyelamatkan diri sendiri, menjunjung harga diri,
harkat dan martabat seseorang. Orang yang susila pasti dihormati dan
dihargai karena perilaku baik (berbudi pekerti luhur).
6. Rangkuman
Kesusilaan adalah standar perilaku yang dianggap baik dan benar
dalam kaitannya dengan nilai-nilai moral dan sosial yang berlaku di
masyarakat. Moralitas cenderung mengarah pada perbuatan (moral) yang
baik.
A. KEADILAN
1. Materi
1. Filosofi, Nilai, Subnilai dan Indikator
a. Filosofi : Manunggaling Kawula gusti
b. Nilai : Golong Gilig
c. Subnilai : Keadilan
d. Indikator :
1) Menyebut arti kata adil dan keadilan
2) Menyebutkan 2 jenis keadilan
3) Menyebut makna kata ‘sama rata sama rasa’ Ki Hajar
Dewantara.
4) Memberi contoh perilaku orang yang ‘emban cindhe
emban siladan’.
5) Menyebutkan tindakan-tindakan yang adil, tidak
membedakan perlakuan karena keberagaman.
2. Konsep Materi
a. Manunggaling Kawula gusti
Kata gusti senagaja ditulis tidak menggunakan huruf capital,
karena gusti di sini bermakna guru, sedangkan kawula
bermakna siswa. Manunggaling kawula gusti berarti kesatuan
antara guru dan murid dalam perspektif pembelajaran.
3. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.
1. Budaya Pikir
Ungkapan tradisional terkait dengan subnilai “Keadilan”
PAUD SD SMP
Emban cindhe emban Gupak pulute ora Beda-beda pandumaning
siladan. mangan nangkane. dumadi.
Tidak adil karena yang Ikut berjuang susah Tuhan memberikan
satu digendong dengan payah, tapi tidak ikut anugerah yang adil
jarit tetapi yang satunya menikmati hasilnya. kepada seluruh makhluk
pakai bilah bambu. ciptaan-Nya.
2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan subnilai
“Keadilan” orang Jawa Yogyakarta.
3. Budaya Material
Hasil karya atau produk budaya Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Permainan congklak Siswa bermain benthik. Bangsal Ponconiti
atau dhakon ini https://budaya.jogjaprov. yang berada di tengah
mengajarkan bahwa jika go.id/artikel/detail/406- halaman merupakan
siswa mempunyai rejeki, dolanan-benthik bangunan utama di
dapat membaginya kompleks kraton.
untuk kebutuhan kita Dahulu (kira-kira sampai
sendiri satu per satu tahun 812 M.). Bangsal
(tidak perlu berlebih) ini digunakan untuk
yang diwakilkan mengadili perkara
ketika kita meletakkan dengan ancaman
satu biji ke lobang di hukuman mati. Sultan
sebelah kanannya dan sendiri yang memimpin
seterusnya. https:// pengadilan. encrypted-
budaya.jogjaprov.go.id/ tbn0. gstatic. com
artikel/detail/404-
dolanan-dhakon
5. Rangkuman
Dalam mengaktualisasikan subnilai “keadilan”, siswa Yogyakarta
selalu berusaha keras bersatu-padu dan bahu-membahu mengerahkan
segenap sumber daya baik yang aktual maupun yang masih potensial.
Tidak pandang lelaki maupun perempuan, dan perbedaan lainnya. Semua
harus bersatu (golong gilig), sehingga seluruh sumber daya itu dapat
terkonsentrasi (sawiji) untuk didayagunakan meraih cita-cita dan hasil
yang direcanakan sebelumnya.
B. KEMASYARAKATAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Manunggaling kawula gusti
2. Nilai : Golong gilig
3. Sub Nilai : Kemasyarakatan
4. Indikator :
a. Mempraktikkan empan papan dalam budaya Jawa melalui
kegiatan budaya sesuai dengan tingkat usia.
b. Mengeksplorasi nilai kesetiakawanan sosial kanca bela
wani ing bener, guyub rukun dan gotong royong.
c. Menunjukkan berbagai aktivitas nilai harmoni
hamemangun karyenak tyasing sasama.
2. Golong gilig
Dengan manunggal antara pimpinan dan seluruh warma masyarakat
yang ada, maka nilai golong gilig akan lebih mudah tercapai. Golong gilig
adalah pengerahan segenap sumber daya yang ada dengan kekuatan tekad
dan semangat untuk menyatukan segenap kemampuan cipta, rasa, dan
karsa manusia dalam mencapai tujuan yang sama di dalam bermasyarakat.
Dengan demikian akan tercipta sebuah keselarasan, keharmonisan, dan
kerukunan di dalam kehidupan bermasyarakat untuk bersama-sama
mewujudkan tujuan.
3. Kemasyarakatan
Secara umum masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan
satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai
kepentingan yang sama, seperti sekolah, keluarga, dan perkumpulan.
Masyarakat juga merupakan salah satu satuan sosial sistem sosial, atau
kesatuan hidup manusia. Istilah Inggrisnya adalah society, sedangkan
masyarakat itu sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu syakara yang berarti
ikut serta atau partisipasi. Masyarakat berarti saling bergaul yang istilah
ilmiahnya berinteraksi (Nurmansyah, 2019: 46).
1) Ciri-ciri Masyarakat
Adapun ciri-ciri masyarakat adalah sebagai berikut:
a) Manusia yang hidup berkelompok.
Orang-orang akan hidup bersama dan membentuk kelompok.
Kelompok ini nantinya akan membentuk sebuah perusahaan.
Mereka saling mengenal dan bergantung satu sama lain karena
manusia tidak dapat melanjutkan hidupnya tanpa bergantung
pada orang lain.
GOTONG ROYONG
Konsep
Bekerja bersama-sama tanpa pamrih untuk mencapai tujuan yang sama.a
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kemasyarakatan
Kemasyarakatan
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
pembiasaan
Tolong menolong Bercerita tentang Mendengarkan cerita Bersedekah.
tolong menolong. yang disampaikan. Kata nyuwun tulung
Menjelaskan Mengidentifikasi sebelum meminta
manfaat tolong manfaat tolong pertolongan.
menolong. menolong Terima kasih/matur
Bermain peran dengan nuwun setelah
tema tolong menolong selesai meminta
antar sesama. pertolongan.
SABAR
Konsep
Mampu menahan hawa nafsu untuk menghindari perselisihan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kemasyarakatan
Kemasyarakatan
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
pembiasaan
Sabar Menjelaskan tentang Memperhatikan Berbicara dengan
makna sabar. penjelasan. sopan/tidak kasar
Bertanya tentang Menjawab Berbicara dengan
contoh kesabaran pertanyaan. tenang.
dalam hal apa saja Menyebutkan Tidak cepat marah.
yang dimiliki masing- manfaat kesabaran. Tidak ringan tangan.
masing siswa. Menyebutkan
Bertanya tentang contoh-contoh
manfaat dari kegiatan sikap sabar dalam
kesabaran. bermasyarakat.
Bertanya tentang
contoh-contoh
kesabaran dalam
bermasyarakat.
4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan budaya
material.
1. Budaya Pikir
Yaitu melaksanakan prinsip-prinsip hidup orang Jawa (way of life)
seperti:
a. gupuh, lungguh, suguh
b. wong sabar luhur wekasane
c. empan papan
d. rukun agawe santosa crah agawe bubrah
e. saiyeg saeka praya
f. sepi ing pamrih rame ing gawe
2. Budaya Tindak
a. Ikut serta dalam membantu tetangga yang sedang mempunyai
hajat (rewang) sebagai laden dan pekerjaan lainnya.
b. Bergotong-royong membersihkan lingungan sekitar.
c. Implementasi NGAJENI: ngapurancang, jempol, nuwun sewu/
ndherek langkung, injih, matur nuwun, mangga.
4. 5 6.
7. 8. 9.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).
6. Rangkuman
Pembelajaran dalam bermasyarakat perlu diketahui dan dipahami
oleh semua orang, dalam hal ini siswa di sekolah. Agar mereka memiliki
bekal dalam bertutur kata dan bersikap di dalam masyarakat. Bermain
peran atau menganalisis sebuah kasus, me rupakan salah satu pembelajaran
yang dapat diberikan. Dengan demikian pembelajaran kemasyarakatan
tetap memberdayakan siswa sebagai pusat pembelajaran (Student Centre
Learning) dan mengaktifkan siswa sebagai subjek belajar (Student Active
Learning).
C. TOLERANSI
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Manunggaling kawula gusti
2. Nilai : Golong gilig
3. Sub Nilai : Toleransi
4. Indikator :
a. Mengidentifikasi peraturan tidak tertulis dan norma yang
berlaku di rumah, sekolah, dan masyarakat.
b. Menunjukkan sikap saling menghargai/menghormati
atas kebinekaan (agama, etnis, budaya, sekolah) hingga
tercapai damai sekolahku.
2. Golong gilig
Golong gilig adalah pengerahan segenap sumber daya yang ada dengan
kekuatan tekad dan semangat untuk menyatukan segenap kemampuan
cipta, rasa, dan karsa manusia dalam mencapai tujuan yang sama. Dengan
manunggal antara guru dan siswa, maka nilai golong gilig akan lebih mudah
tercapai. Seorang guru akan dengan mudah memberikan berbagai wawasan,
3. Toleransi
Kehadiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
informasi, dan komunikasi memang sangat memudahkan semua orang.
Tidak ada kendala jarak, ruang, dan waktu. Semua dapat dengan mudah
berkomunikasi menanyakan kabar teman dan sanak saudara, memberikan
informasi ataupun berita, menyampaikan undangan atau ajakan, dan
menyalurkan bantuan untuk menolong sesama yang sedang membutuhkan.
Komunikasi dengan teman yang sudah lama tidak bertemu akan terjalin
kembali, bahkan tali silaturahmi yang sudah terputus bertahun-tahun
dapat tersambung lagi. Semua sangatlah bisa dan mudah dilakukan. Tetapi
pada kenyataannya kemudahan tersebut berdampak pada nilai toleransi
seseorang. Banyak orang grusa-grusu, tanpa berfikir panjang apakah yang
dikatakan atau dilakukannya tersebut adalah sesuatu hal yang baik atau tidak
baik, bermanfaat atau merugikan, menghargai perbedaan/keanekaragaman
atau tidak, bahkan menciptakan kenyamanan dan kerukunan atau malah
menyebabkan kebencian dan permusuhan.
Hal-hal tersebut kadang kala terlupakan. Apa yang dikomunikasikan
dan dilakukan berasal dari apa yang ada di pikiran, langsung dituangkan
dalam obrolan dan tindakan, tidak terlebih dahulu dirasakan, tidak melihat
keanekaragaman, bagaimana situasi dan kondisi yang sedang terjadi, kapan
dan di mana komunikasi itu disampaikan, dengan siapa dan akhirnya angon
mangsa, empan papan ditinggalkan serta toleransi saling menghormati dan
menghargai sudah terlupakan.
Secara umum toleransi adalah sebuah perilaku manusia untuk
menghormati dan menghargai perbedaan yang ada, baik itu antar
individu maupun antar kelompok. Adanya sikap ini dalam diri seseorang
bisa memberikan rasa damai, aman, tentram, nyaman. Selain itu sikap
3. Pembelajaran
1. Pendekatan: PBL (Problem based Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
2. Strategi: induktif
3. Metode: tanya jawab, diskusi
4. Asesmen: pembiasaan
Rendah Hati
Konsep
Tidak membanggakan diri sendiri dan meremehkan orang lain yang berbeda
dengan kita.
Aspek Pengembangan Nilai Toleransi
Nilai
Toleransi Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan
Tanggap
Konsep
Mengerti, memahami, dan peduli pada situasi dn kondisi yang terjadi
Aspek Pengembangan Nilai Toleransi
Nilai Asesmen:
Toleransi Sintaks Guru Sintaks Siswa
pembiasaan
Tanggap Menjelaskan Mendengarkan Segera membantu
tentang tanggap. penjelasan. orang lain yang
Menjelaskan Mengidentifikasi manfaat membutuhkan.
manfaat tanggap. tanggap. Peduli dengan
Menjelaskan Mengidentifikasi perilaku keadaan sekitar.
contoh-contoh tanggap. Segera
perilaku tanggap. Praktik perilaku tanggap menyelesaikan
Memberikan (bermain peran sebagai permasalahan
kesempatan siswa dengan siswa, yang terjadi.
untuk guru dengan siswa,
mempraktikkan siswa dengan warga
perilaku tanggap. sekolah lainnya).
Tolong Menolong
Konsep
Suka membantu yang kesusahan dan menolong yang membutuhkan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Toleransi
Toleransi Asesmen:
Sintaks Guru Sintaks Siswa
pembiasaan
Tolong Menayangkan video Melihat tayangan Menolong teman
Menolong tentang tolong video dan warga
menolong. Mengapresiasi sekolah lainnya.
Meminta siswa tayangan video.
untuk memberikan Mendengarkan
komentar terhadap cerita
isi video yang Mengemukakan
ditayangkan. manfaat dari tolong
Menceritakan menolong.
tentang manfaat dari
tolong menolong.
4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.
1. Budaya Pikir
Berisi kearifan lokal dapat berupa idiom sebagai panduan hidup
toleransi orang Jawa Yogyakarta (way of life).
3. Budaya Material
Memasang produk budaya seperti foto-foto bangunan penciri
Yogyakarta (seperti kraton, tugu, dan sebagainya).
5. Refleksi
1. Pembelajaran toleransi dengan sesama ditanamkan semenjak
usia dini.
2. Pembelajaran toleransi mendasari budi pekerti yang baik.
3. Pembelajaran toleransi (afektif) mendasari pendidikan
psikomotorik dan kognitif.
4. Asesmen pembelajaran toleransi dilakukan dengan pembiasaan
untuk menuju ke pembudayaan sehingga menjadi karakter.
6. Rangkuman
Pembelajaran toleransi terhadap sesama dilaksanakan secara praktis
dengan memberdayakan siswa melalui bermain peran atau menganalisis
kasus. Dengan demikian pembelajaran toleransi tetap memberdayakan
siswa sebagai pusat pembelajaran (Student Centre Learning) dan
mengaktifkan siswa sebagai subjek belajar (Student Active Learning).
D. KERJA SAMA
1. Materi
1. Filosofi, Nilai, Subnilai dan Indikator
a. Filosofi : Manunggaling Kawula gusti
b. Nilai : Golong Gilig
c. Subnilai : Kerja Sama
d. Indikator:
1) Menyebut arti kerja sama atau gotong royong
2) Menyebutkan 3 jenis kerja sama yang sering terjadi di
rumah, lingkungan dan sekolah.
3) Menyebut manfaat gotong royong.
4) Memiliki sikap bersemangat untuk melakukan kerja
bareng ‘sepi ing pamrih rame ing gawe’.
2. Konsep Materi
a. Manunggaling Kawula gusti
Kata gusti senagaja ditulis tidak menggunakan huruf capital,
karena gusti di sini bermakna guru, sedangkan kawula bermakna siswa.
Manunggaling kawula gusti berarti kesatuan antara guru dan murid dalam
perspektif pembelajaran.
Dalam pembelajaran antara siswa dan guru harus manunggal
(menyatu), yakni manunggal dalam tujuan, materi, proses pembelajaran,
b. Golong Gilig
Dengan manunggal guru dan siswa, maka nilai golong gilig akan
lebih mudah dapat tercapai. Golong gilig adalah pengerahan segenap
sumber daya atau kemampuan. Siswa dan guru harus memulainya dengan
tekad bulat menyatukan segenap kemampuan cipta, rasa, dan karsa.
Dalam mengaktualisasikan nilai-nilai adiluhung tersebut, siswa dan
guru Yogyakarta selalu berusaha keras bersatu padu dan bahu-membahu
mengerahkan segenap sumber daya atau kemampuan. Sumber daya yang
aktual maupun yang masih potensial yang tidak memandang lelaki maupun
perempuan, pemimpin (guru) maupun rakyat (siswa).
Berikut adalah makna kata golong gilig berdasar beberapa kamus.
Surinaams Javaans
Kamus Bhs.
Kamus Pepak Nederlands Kamus Lengkap,
Kata Jawa-Indonesia,
Basa Jawa Woordenboek, Hein Mangunsuwito
Prawiroatmodjo
Vruggink
golong nunggal, sehati, kumpulan sega golong (107) glundhungan
kepelan sega, (149) gedhe, kumpul
klompok (312) siji (59)
gilig dawa bunder bulat torak (143) cylindrisch rond (103) dawa bunder
(308) (56)
Suatu usaha bersama antara indiveidu atau kelompok sosial untuk mencapai tujuan
bersama.
Aspek Subnilai Pengembangan Subnilai Kerja Sama
Kerja Sama
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Bisa bekerja Menjelaskan tentang Memperhatikan Bisa memraktekkan
sama membantu tatacara berdiskusi. penjelasan guru diskusi di sekolah.
kesulitan Menayangkan foto tentang tatacara Bisa berkomentar
teman saat atau video tentang berdiskusi. tentang hasil
diskusi dalam diskusi. Menyaksikan diskusi.
pembelajaran. Memberikan penayangan foto atau Bisa menuliskan
pertanyaan video. pengalamannya
sederhana terkait Menjawab saat mengikuti
dengan tayangan pertanyaan diskusi.
video. sederhana terkait
Meminta siswa untuk dengan tayangan
berkomentar atau video.
berpendapat tentang Berkomentar atau
video tersebut. berpendapat tentang
Meminta siswa video tersebut.
menuliskan atau Menuliskan atau
bercerita tentang bercerita tentang
pengalamannya pengalamannya
berdiskusi saat berdiskusi saat
pembelajaran. pembelajaran.
4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.
2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan subnilai
“Kerja Sama” orang Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Andil dan tidak hanya Suka memberi, tidak Bekerja tanpa pamrih,
ikut menikmati saja. hanya meminta saja. misalnya saat kerja
bakti.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).
5. Refleksi
1. Pembelajaran “kerja sama” ditanamkan semenjak usia dini.
2. Pembelajaran “kerja sama” mendasari budi pekerti yang baik.
3. Pembelajaran “kerja sama” (afektif) mendasari pendidikan
psikomorik dan kognitif.
4. Asesmen pembelajaran “kerja sama” dilakukan dengan
pembiasaan untuk menuju ke pembudayaan sehingga menjadi
karakter.
5. Pembelajaran “kerja sama” (afektif) dilaksanakan secara praktis
dengan memraktikkannya (psikomotorik).
6. Rangkuman
Dalam mengaktualisasikan subnilai “kerja sama”, siswa Yogyakar-
ta selalu berusaha keras bersatu-padu dan bahu-membahu mengerah-
kan segenap sumber daya baik yang aktual maupun yang masih poten-
E. BAHASA
1. Materi
1. Filosofi, Nilai, Subnilai dan Indikator
a. Filosofi : Manunggaling Kawula gusti
b. Nilai : Golong Gilig
c. Subnilai : Bahasa
d. Indikator :
1) Menyebut bahasa yang dipakai sehari-hari.
2) Menyebut bahasa yang lebih sering dipakai.
3) Menyebut 2 ragam bahasa Jawa.
4) Menyebut ragam bahasa Jawa yang lebih sering dipakai
5) Menggunakan unggah-ungguh bahasa Jawa sesuai
konteks.
6) Menulis cerita pengalaman menggunakan bahasa dalam
keseharian.
7) Mengapresiasi karya sastra Jawa.
8) Membaca aksara Jawa
9) Menulis aksara Jawa
2. Konsep Materi
a. Manunggaling Kawula gusti
Kata gusti sengaja ditulis tidak menggunakan huruf kapital,
karena gusti di sini bermakna guru, sedangkan kawula bermakna siswa.
Manunggaling kawula gusti berarti kesatuan antara guru dan murid dalam
perspektif pembelajaran.
Dalam pembelajaran antara siswa dan guru harus manunggal
(menyatu), yakni manunggal dalam tujuan, materi, proses pembelajaran,
evaluasi, refleksi, dan tindak lanjut. Kesatuan tujuan akan menghantarkan
siswa dalam upaya mencapai kompetensi yang harus dikuasai. Kesatuan
b. Golong Gilig
Dengan manunggal antara guru dan siswa, maka nilai golong gilig
akan lebih mudah dapat tercapai. Golong gilig di sini adalah pengerahan
segenap sumber daya. Siswa dan masyarakat Yogyakarta harus memulainya
dengan tekad bulat menyatukan segenap kemampuan cipta, rasa, dan karsa.
Dalam mengaktualisasikan nilai-nilai adiluhung ini, siswa dan masyarakat
Yogyakarta selalu berusaha keras bersatu padu dan bahu-membahu
mengerahkan segenap sumber daya baik yang aktual tampak maupun yang
masih potensial tak tampak dari semua pihak. Tua maupun muda, lelaki
maupun perempuan, baik pemimpin maupun rakyat.
Berikut adalah makna kata golong gilig berdasar beberapa kamus.
Kata Kamus Pepak Kamus Bhs. Surinaams Javaans Kamus Lengkap,
Basa Jawa Jawa-Indonesia, Nederlands Mangunsuwito
Prawiroatmodjo Woordenboek,
Hein Vruggink
golong nunggal, kepelan sehati, sega golong (107) glundhungan
sega, klompok kumpulan (149) gedhe, kumpul
(312) siji (59)
gilig dawa bunder bulat torak (143) cylindrisch rond dawa bunder
(308) (103) (56)
adoh tebih - -
akeh kathah - -
aku kula dalem, kawula ingsun
ake aken - -
ali-ali sesupe - -
anggo, nganggo angge, ngangge - agem, ngagem
bali wangsul - kondur
bapak bapak - rama
di dipun - -
e ipun - -
entek telas - -
iku menika - punika
kena pikantuk,angsal kepareng -
lagi nembe - -
lali supe - -
lan kaliyan - -
lanang jaler - kakung
lunga kesah - tindak
lungguh, linggih lungguh,linggih - lenggah, pinarak
mangan nedha/i - dhahar
ngaku ngaken - -
oleh-oleh angsal-angsal - -
omah griya - dalem
pasar peken - -
Di bawah ini adalah contoh rangkaian kata-kata dari tabel di atas, lalu
muncullah kalimat ngoko sampai kalimat krama alus, sebagai berikut.
UKARA NGOKO = (1) kabeh UKARA NGOKO ALUS = (1) + (3) / (4)
Nalika simbah lanang wadon teka, Nalika eyang kakung putri rawuh,
aku lagi mangan. dalem lagi mangan.
UKARA KRAMA = (2) kabeh UKARA KRAMA ALUS = (2) + (3) / (4)
Nalika simbah jaler estri dugi, Nalika eyang kakung putri rawuh,
kula nembe nedha. dalem nembe nedha.
Aksara Jawa diusahakan agar tetap lestari, berikut salah satu upaya
lewat lomba baca geguritan.
2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan subnilai
“Bahasa” orang Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Berbicara dengan hati-hati. Diskusi pentingnya satunya kata Berpakaian putih biru sesuai
dan perbuatan (https://www. ketentuan.
google.com/search?q=
gambar+siswa+SD+di+kelas)
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).
5. Refleksi
1. Pembelajaran “bahasa” ditanamkan semenjak usia dini.
2. Pembelajaran “bahasa” mendasari budi pekerti yang baik.
3. Pembelajaran “bahasa” (afektif) mendasari pendidikan
psikomorik dan kognitif.
4. Asesmen pembelajaran “bahasa” dilakukan dengan pembiasaan
untuk menuju ke pembudayaan sehingga menjadi karakter.
5. Pembelajaran “bahasa” (afektif) dilaksanakan secara praktis
dengan memraktikkannya (psikomotorik).
6. Rangkuman
Dalam mengaktualisasikan subnilai “bahasa”, siswa dan masyarakat
Yogyakarta harus selalu berusaha keras bersatu-padu dan bahu-membahu
mengerahkan segenap sumber daya baik yang aktual maupun yang masih
potensial dari semua pihak secara total golong gilig. Apalagi budaya bangsa
(termasuk bahasa) menentukan harga diri suatu bangsa sesuai dengan
ungkapan tradisional Ajining bangsa gumantung saka budaya.
Sehingga seluruh sumber daya itu dapat terkonsentrasi (sawiji) untuk
didayagunakan meraih cita-cita dan hasil yang didambakan.