Anda di halaman 1dari 270

Buku Panduan

Pendidikan Khas Kej ogjaan

PENDIDIKAN DASAR

TIM PENYUSUN
Prof. Dr. Suwarna Dwijonagoro, M.Pd
Drs. Totok Sudarto, M.Pd
Dr. Farid Setiawan, S.Pd., M.Pd.I
Drs. Marsono, M.M.
Bethy Mahara Setyawati, S.Pd
Galang Prastowo, M.A

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga


Dewan Pendidikan
Daerah Istimewa Yogyakarta
2023
Sambutan Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Salam sejahtera bagi kita semua.
Patutlah untuk disyukuri bersama, telah terbit buku berjudul "Pendidikan
Khas Kejogjaan (PKJ): Mengarungi Perjalanan Jalma kang Utama", yang saya
pandang sebagai sebuah pedoman yang tertanam dalam halaman-halaman
kata, mengajak kita menjelajahi dunia budaya, dalam upaya memperkuat
karakter anak didik, dan sebagai ikhtiar dalam menggapai kerinduan kita,
akan kebaikan dan kebijaksanaan.
Melalui setiap halaman, kita dipandu melintasi lanskap bermakna, yang
dirajut dari visi Pendidikan Khas Kejogjaan, di mana setiap individu akan
diajak menjadi "Jalma kang Utama"-manusia yang meniti jejak keutamaan
dalam budi pekerti nan luhur, Muaranya, adalah aktualisasi jiwa peradaban
Daerah Istimewa Yogyakarta, terbentuk dari trilogi karakter "Hamemayu
Hayuning Bawana" yang harmonis, "Sangkan Paraning Dumadi yang
merefleksikan kebijaksanaan, dan "Manunggaling Kawula Gusti" yang
menyatukan
Harus diakui, saat ini, kita berada di sebuah dunia, yang seringkali
terdistorsi oleh gemerlapnya jumawa dan sempitnya lapang dada, yang
seakan menggiring kita, kian dekat dengan hawa nanding sarira, menjauh
dari tulusnya mulat sarira. Besar harapan saya, core values PKJ yang terkemas
dalam buku ini, dapat menjadi bintang yang mengarahkan langkah kita.
Nilai-nilai "mangasah mingising budi" hingga "golong-gilig", memang harus
menjadi kompas moral, membimbing generasi penerus, dalam melintasi
lautan perubahan zaman, dengan tetap menghormati akar budaya dan
warisan leluhur.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
iii
Pendidikan Khas Kejogjaan, merupakan permata yang melengkapi
cemerlangnya pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta Diselaraskan
dengan substansi kurikulum nasional, pendidikan di DIY memperoleh
dimensi tambahan yang memupuk keutamaan dan bijaknya kepribadian.
Besar harapan saya, bahwa setiap jiwa yang merasakan sentuhan pendidikan
di Yogyakarta, mampu mengemban nilai-nilai îni, dengan penuh penghayatan
dan keterlibatan.
Seiring perjalanan dalam tulusnya asa, terkadang kita harus menerima
kenyataan, bahwa utopia sesungguhnya, adalah cita-cita yang kadang terlalu
indah untuk menjadi kenyataan mutlak. Dan dalam fase ini, semoga PKJ
menjadi perancah penting, mengembalikan kita ke akar-akar nilai yang
membangkitkan semangat manusia sejati. Kita tidak mungkin mengisolasi
diri, dari arus modernisasi dan perubahan budaya yang tak terelakkan,
dan Saya optimis, pengamalan PKJ, bisa menjadi modal sosial untuk
menghadapinya. Meredam pengaruh perilaku negatif, dan memancarkan
cahaya keutamaan.
Dengan cemerlangnya Pendidikan Khas Kejogjaan, kita tidak hanya
menyambut masa depan, tetapi juga menghormati akar budaya kita yang
kaya, dan membangun karakter bangsa yang berbudi pekerti luhur.
Untuk itu, Saya ingin menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak
yang telah berkontribusi, dalam mewujudkan buku yang merepresentasikan
sebuah jendela peradaban. Semoga buku ini, mampu menginspirasi jiwa dan
menjalin perjalanan tak terbatas menuju keutamaan, terangkat oleh nilai-
nilai Pancasila, dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, yang mempersatukan
kita dalam keberagaman, dalam peradaban Daerah Istimewa Yogyakarta.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, November 2023


GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

HAMENGKU BUWONO X

iv Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Sambutan
Kepala Dinas Dikpora
Daerah Istimewa Yogyakarta

D alam berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosial, manusia


berusaha mencari pemahaman terhadap perilaku dan fenomena yang
terjadi di sekitarnya. Pemahaman tersebut menjadi dasar pembentukan
pengetahuan yang bermanfaat untuk mengakrabi dan memahami tindakan-
tindakan yang dapat berdampak baik dan tidak baik terhadap lingkungan
sekitarnya. Pengetahuan tersebut diwariskan turun-temurun, disebar ke
dan dikembangkan oleh semua anggota masyarakat sehingga menjadi
pengetahuan komunal. Selama berabad-abad, akumulasi pengetahuan
tersebut dilestarikan dan terus dikembangkan, yang menurut taksonomi
Ackoff, sampai mewujud sebagai kearifan yang kaya makna. Kearifan
tersebut melahirkan bahasa dan budaya beserta turunannya, baik benda
(tangible) maupun tak-benda (intangible), yang tak-berukur nilainya dan
tak-berbatas manfaatnya.
Merupakan kewajiban sebagai pewaris budaya untuk setyo tuhu
melestarikan kearifan lokal Jogja. Seyogyanya juga memiliki rasa tanggung
jawab untuk terus mengembangkannya mengikuti perkembangan zaman,
sehingga kearifan Jogja tidak terpinggirkan oleh derasnya arus globalisasi.
Idealnya, justru kearifan Jogja mampu mewarnai arus globalisasi tersebut
dengan keindahan dan kebermaknaannya. Keinginan luhur ini dapat
terlaksana jika syarat perlu dan syarat cukupnya terpenuhi. Syarat perlunya
adalah kuatnya sikap terhadap kearifan Jogja. Mengikuti taksonomi
Krathwohl, penguatan sikap harus dibentuk melalui pembiasaan mulai

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
v
dari mengenal, menerima, menanggapi, menghargai, menginternalisasi,
dan mengaktualisasikannya sampai menjadi bagian dari karakter yang
secara intuitif tercermin dalam perilaku kesehariannya. Syarat cukupnya
adalah kearifan Jogja sebagai arus utama kegiatan bermasyarakat.
Pengarusutamaan ini dibentuk melalui penggunaan secara masif dan
konsisten oleh anggota masyarakat yang telah berkarakter kearifan Jogja.
Pendidikan adalah cara paling efektif untuk memenuhi kedua syarat
tersebut. Pendidikan dirancang untuk membawa anak yang bergantung
pada orangtua dan keluarga menjadi insan yang mandiri, bertanggung
jawab, dan produktif. Prosesnya memakan waktu belasan tahun yang
apabila dirancang dan dilaksanakan dengan terstruktur dan bermuatan
kearifan Jogja, maka akan mampu menghasilkan lulusan-lulusan yang
berkarakter kearifan Jogja. Kearifan Jogja akan menjadi bagian dari
tanggungjawabnya, dan tumpuan kreativitas produksinya. Pendidikan juga
menyiapkan lulusan dalam jumlah masif karena semua anak usia sekolah
diwajibkan oleh undang-undang untuk masuk ke satuan pendidikan,
sehingga syarat perlu dan syarat cukup terpenuhi. Untuk itu, capaian,
materi, dan proses pembelajaran dirancang dengan menginsersikan unsur
kearifan Jogja. Dengan kata lain, kurikulum nasional diterjemahkan
menjadi kurikulum daerah yang berintikan kearifan Jogja. Dalam
pelaksanaannya, materi, proses, dan penilaian pembelajaran dilaksanakan
menggunakan pendekatan trans-disipliner dengan mengintegrasikan
kearifan Jogja sebagai konteks dalam penyampaian semua materi pada tiap
mata pelajaran. Strategi ini akan dapat dilaksanakan dengan mudah apabila
tersedia dukungan rumusan pendidikan kekhasan Jogja.
Berangkat dari kondisi di atas maka Pemerintah Daerah DIY dalam
komitmen membangun sumberdaya berkualitas dan memiliki daya
saing, mewarnai pendidikan dengan budaya sebagai basis pengembangan
pendidikan, dengan konsep pendidikan berbasis budaya. Langkah riil
untuk membangun karakter berbudaya melalaui pendidikan dengan
diterbitkannya Peraturan Daerah DIY No 5 tahun 2011 tentang pengeloaan
dan penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya, yang didalamnya salah

vi Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Yogyakarta, November 2023
Daftar Isi

Sambutan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta • iii

Sambutan
Kepala Dinas Dikpora
Daerah Istimewa Yogyakarta • v

Kata Pengantar
Ketua Dewan Pendidikan
Daerah Istimewa Yogyakarta • ix

BAB 1.
PENDAHULUAN • 3
A. Latar Belakang Masalah • 3
B. Tujuan • 10
C. Manfaat • 11

BAB 2.
NILAI MANGASAH MINGISING BUDI,
MEMASUH MALANING BUMI • 15
A. Nilai Moral • 15
B. Nilai Kejujuran • 30
C. Kerendahan Hati • 36
D. Kepedulian • 48
E. Nilai Kesenian • 61
F. Nilai Kreatif • 74

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
xi
BAB 3.
NILAI PAMENTHANGING GENDHEWA,
PAMANTHENGING CIPTA • 85
A. Pengendalian Diri • 85
B. Kesabaran • 93
C. Wirasa • 101

BAB 4.
NILAI SAWIJI, GREGET, SENGGUH,
ORA MINGKUH • 113
A. Religius Spiritual • 113
B. Percaya Diri • 125
C. Tanggung Jawab • 133
D. Ketertiban • 146
E. Kedisiplinan • 157
F. Kesopansantunan • 167
G. Kesusilaan • 174

BAB 5.
NILAI GOLONG GILIG • 187
A. Keadilan • 187
B. Kemasyarakatan • 193
C. Toleransi • 207
D. Kerja Sama • 226
E. Bahasa • 234

BAB 6.
PENUTUP • 249

Daftar Pustaka • 253

xii Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
BAB 1.
PENDAHULUAN
BAB 1.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

U ndang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, Bab II, Pasal 3


mengamanatkan, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi subjek didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Kalimat pertama dalam Undang-
Undang tersebut mengandung substansi Pendidikan Nasional membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Substansi ini menjadi
bagian dari pendidikan karajter.
Dalam rangka pelaksanaan pendidikan karakter, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi menginstruksikan
kepada sekolah-sekolah untuk menanamkan beberapa karakter
pembangun mental dan bangsa (character and nation building) bagi peserta
didik. Secara kurikuler hal tersebut telah dilakukan berbagai upaya untuk
menjadikan pendidikan lebih bermakna bagi individu, tidak sekadar
memberi pengetahuan (kognitif), tetapi juga menyentuh tataran afektif
dan psikomotorik melalui mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Bahasa Indonesia, dan
Olahraga.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
3
Namun harus diakui, semua itu belum mampu mewadahi
pengembangan karakter secara dinamis dan adaptif terhadap pesatnya
perubahan. Implementasinya tidak bisa berjalan optimal setidaknya
oleh sebab dua hal. Pertama, kurang terampilnya para guru menyelipkan
Pendidikan Karakter dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, perlu
dicari alternatif lain sebagai pelengkap Pendidikan Karakter yang tekah ada
yang disebut PPK (Penguatan Pendidikan Karakter, Permendikbud Nomor
20 Tahun 2018). Kedua, sekolah terlalu fokus mengejar target akademik,
khususnya agar lulus UN. Implikasinya, kurang diajarkan aspek pendidikan
karakter dan kecakapan hidup (soft-skills) yang non-akademik. Akibatnya
sebagai unsur pengembangan kepribadian, pendidikan karakter justru
terabaikan. Oleh karena itu, perlu dicari solusi dalam upaya pengembangan
kepribadian subjek didik ini. Hal ini sangat penting karena pendidikan
karakter atau kepribadian subjek didik akan menentukan masa depan
pemimpin dan bangsa Indonesia.
Pendidikan karakter bertujuan menghasilkan insan berbudi luhur,
perasaan halus, kesusilaan tinggi (unggah-ungguh, sopan santun),
mentalitas suka berkorban, dan nilai-nilai budaya adiluhung lainnya. Nilai
budi yang luhur, adat-istiadat yang halus dan kesusilaan yang tinggi harus
terjaga seiring dengan kejujuran dan disiplin, tidak mudah menghilangkan
keluhuran, kehalusan, dan keadiluhunga-nnya sehingga mudah tergantikan
dengan budaya menerabas, korupsi, dan penyimpangan lainnya.
Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa dengan 718
bahasa daerah, yang berarti memiliki kurang lebih 718 kebudayaan juga.
Hal ini sesuai dengan Teori Relativitas Bahasa. Dalam teori tersebut
dinyatakan bahwa bahasa mengemas atau memuat budaya (Sampson,
1980). Kekayaan budaya ini perlu dilestarikembangkan sehingga diperoleh
kamjuan kebudayaan (UU Nomor 5 Tahun 2017). Budaya daerah yang maju
dapat memperkokoh kebudayaan nasional ‘kuncaraning bangsa gumantung
luhuring budaya’.

4 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Yogyakarta sebagai bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia,
memiliki kebudayaan Ngayogyakarta. Secara historis kebudayaan
Ngayogyakarta dimulai semenjak Perjanjian Jatisari pada hari Sabtu, 15
Februari 1755 yang disebut Perjanjian Budaya. Pada perjanjian tersebut
Sri Susuhunan Paku Buwono III mempersilakan kepada sang paman,
yakni Pangeran Mangkubumi untuk memboyong budaya Mataram Islam
ke Ngayogyakarta Hadiningrat. Unsur budaya yang diboyong meliputi
tata cara berpakaian, adat istiadat, bahasa, gamelan, tari-tarian, dan lain-
lain (Nugroho, 2020), Yang kemudian dikembangkan secara visioner
oleh Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan
Hamengku Buwana Senopati ing Ngalaga Ngabdul Rahman Sayyidin
Panatagama Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I semenjak menjadi raja
pada Kamis, 13 Maret 1755 (Kemis Pon, 29 Jumadilawal 1680 Tahun Jawa)
dan pada tanggal 7 Oktober 1756 bertepatan hari Kemis Pahing, 13 Sura 1682
Tahun Jawa Sri Sultan Hamengku Buwana I beserta keluarga memasuki
Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang sebelumnya tinggal
di Pesanggrahan Ambar Ketawang, Gamping, Kabupaten Sleman.
Berkaitan dengan pendidikan karakter dan kekhasan kebudayaan
Ngayogyakarta Hadiningrat, menginspirasi munculnya ide kreatif dengan
konsep “Pendidikan Karakter Berbasis Budaya” (Pidato Ngarsa Dalem Sri
Sultan Hamengku Buwono X pada Pengangerahan Doktor Honoriscausa
di Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2019). Pendidikan Karakter
Berbasis Budaya harus menumbuhkan kebudayaan sebagai mainstream
pembangunan dan mengkaitkan dengan dimensi kepemimpinan (kuasa),
pendidikan (media) dan ekonomi (sarana) sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Yogyakarta, khususnya pada subjek didik sebagai
calon pemimpin masa depan bangsa.
Khasanah budaya (Yogyakarta) yang tersembunyi dan tersimpan
memerlukan tafsiran ulang agar ia mendapat makna dan memberi arti bagi
kehidupan. Di dalam khasanah budaya Yogyakarta mengandung nilai-
nilai kearifan dan keunggulan budaya lokal. Nilai-nilai keunggulan itu jika
diberi ruh baru dan direvitalisasi akan mampu memberikan kontribusi

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
5
dalam mengisi pendidikan karakter. Itulah yang promovendus Sri Sultan
Hamengku Buwono X pada orasi penganugerahan Doktor Hinoris Causa
menyampaikan bahwa strategi pendidikan yang utama adalah bagaimana
mewujudkan gambaran keanekaragaman model pendidikan berbasis
budaya lokal, yakni budaya Ngayogyakarta Hadiningrat. Ngayogyakarta
yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa hingga Yogyakarta
diajukan sebagi kota yang berfilosofi (Yogyakarta City of Philosophy) pada
tahun 2021.
Yogyakarta memiliki kearifan budaya yang dikelompokkan dalam
Nilai-Nilai Filosofi (core-beliefs) dan Nilai-Nilai Budaya (core values). Core-
beliefs terdiri dari tiga filosofi (Trilogi), yaitu Hamêmayu-hayuning bawânâ,
Sangkan-paraning dumadi, dan Manunggaling kawulâ-Gusti (dalam dimensi
vertikal) dan kelompok core-values Mangasah-mingising budi, mêmasuh-
malaning bumi, Sawiji, grêgêt, sêngguh, ora-mingkuh, Pamênthanging
gandhéwâ, pamênthênging ciptâ, dan Manunggaling kawulâ-gusti (sikap
golong-gilig dalam dimensi horisontal). Filosofi dan nilai-nilai inilah yang
mengilhami dan menginspirasi timbulnya Pendidikan Khas Kejogjaan.
Filosofis hamemayu hayuning bawana memiliki makna yang
dalam sekaligus luhur. Kedalaman filosofi hamemayu hayuning bawana
karena kandungan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya menyentuh sendi-
sendi kehidupan manusia yang paling dasar, menyangkut tanggung jawab
eksistensial untuk menjalin hubungan harmoni dengan sesama, alam, dan
Tuhan. Filosofi Jawa membangun konektivitas yang erat antara manusia
dengan sesama, alam dan Tuhan. Filosofi hamemayu hayuning bawana
bernilai luhur karena berisikan pesan moral yang baik untuk mengantar
manusia menjadi pribadi berkeutamaan (jalma utama). Sintesis antara
kedalaman dengan keluhuran pengetahuan jika diintegrasikan dalam
sistem pendidikan akan dapat semakin mengukuhkan kembali hakikat
pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia (proses humanisasi).
Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia sehingga
refleksi tentang hakikat manusia menjadi penting untuk melandasai

6 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
kebijakan pada sektor pendidikan. Manusia pada hakikatnya merupakan
mahkluk multidimensional sehingga dimensi kemanusiaan yang paling
dalam, luas, dan kompleks perlu dikembangkan secara seimbang dan
menyeluruh. Pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan fungsi
otak tetapi juga membentuk watak. Kecerdasan intelektual (cipta) perlu
diberdayakan selaras dengan kecerdasan emosional (rasa), moral (karsa),
spiritual (takwa) maupun sosial. Berbagai potensi yang dimiliki oleh siswa
perlu dikembangkan secara optimal. Pendidikan khas kejogjaan diharapkan
memiliki peranan strategis mengembangkan kelima kecerdasan tersebut
secara selaras, serasi, dan seimbang.
Pengembangan kecerdasan intelektual dalam konteks dimensi waktu
kekinian dapat dilakukan dengan cara menggugah kemampuan berpikir
analitis siswa dalam bentuk kegiatan mengindentifikasi sekaligus memberi
solusi terhadap persoalan aktual faktual disekitarnya. Berbagai informasi
maupun data tidak sekedar diakumulasi dan diterima kebenarannya
begitu saja, melainkan direnungkan secara kritis. Kegiatan merenung
bukan sekedar membiarkan ide berkelana secara liar bebas, melainkan
diproses secara batianiah mendalam. Kemampuan berpikir kritis perlu
dikembangkan mengingat informasi palsu, provokatif, dan menyesatkan
(hoax) saat ini secara masif sering beredar di masyarakat. Informasi
palsu maupun menyesatkan dapat mengotori lingkungan sosial, sehingga
dibutuhkan kemampuan Mangasah mingising budi ( mempertajam
kemampuan akal budi), serta memasuh malaning bumi (membersihkan
kotoran yang ada di sekitar). Dengan mengasah kemampuan berpikir kritis
diharapkan siswa memiliki kemampuan memilah dan memilih antara yang
benar dan salah maupun yang baik dan buruk.
Manusia merupakan mahkluk berperasaan sehingga kecerdasan
emosional perlu dikembangkan juga. Suara hati perlu diasah terus menerus
agar tidak menjadi tumpul. Suara hati merupakan pusat kesadaran moral
yang menggerakan kemampuan seseorang supaya peduli terhadap
persoalan sekitar. Emosi atau perasaan perlu dibimbing supaya tidak
bergerak secara liar-anarkhis menghasilkan perbuatan destruktif. Hawa

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
7
nafsu tidak akan membuat menjadi kotor selama digunakan sebagaimana
mestinya, sesuai fungsinya dan kodratnya dan tidak berlebihan dalam
menuruti kemampuannya (nuruti rahsaning karep). Siswa perlu
dikembangkan kemampuan mengendalikan emosi supaya mengarahkan
hidupnya pada perbuatan terpuji. Pengembangan kecerdasan emosional
selaras dengan salah satu tujuan konsep memasuh malaning bumi dalam
wujud membersihkan semua hawa nafsu yang mengotori jagad cilik, jiwa,
dan raga (Priyono, Laksmi dkk, 2017:14).
Nama Pendidikan Khas Kejogjaan merupakan kristalisasi berbagai
usul dengan argument tinggi di Dewan Pendidikan Daerah Istimewa.
Nama Pendidikan Khas Kejogjaan yang disingkat PKJ dikembangkan
menjadi Grand Design Pendidikan Khas Kejogjaan. Grand Design PKJ
telah didiskusikan melalui FGD (Focus Group Discussion) dari berbagai
kalangan pakar akademis (perguruan tinggi), budayawan, ahli pendidikan
religi, dan kalangan institusional (Dewan Pendidikan Kota dan Kabupaten
di DIY).
Pendidikan khas kejogjaan berusaha membentuk moralitas siswa
menjadi pribadi yang memiliki keutamaan hidup (jalma utama). Peserta
didik tidak hanya dibekali ilmu, pengetahuan, maupun ketrampilan
teknis, melainkan ditanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang
bersifat mendasar supaya menjadi pribadi yang baik. Pengetahuan yang
dikembangkan bukan hanya untuk mengungkap kebenaran, tetapi sekaligus
mengembangkan kebaikan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Pengetahuan diharapkan dapat berfungsi sebagai motor
penggerak pembentukan peradaban yang luhur.
Pendidikan khas kejogjaan berusaha mengembangkan aspek
kecerdasan spiritual yang sudah lama hidup, tumbuh, dan berkembang
dalam wujud kearifan lokal masyarakat Yogyakarta. Pendidikan hendaknya
sampai pada menembus batas dimensi transendental kesadaran akan
sangkan paraning dumadi (asal mula dan tujuan akhir dari kehidupan ini).
Pendidikan tidak hanya membekali pengetahuan dalam dimensi waktu

8 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
saat ini, melainkan juga pada masa mendatang. Kesalehan rohani tidak
kalah penting dibandingkan pengembangan ketrampilan teknis duniawi.
Manusia selain mahkluk jasmani yang memiliki kebutuhan ketubuhan,
sekaligus mahkluk rohani yang memerlukan nilai-nilai spiritual. Asupan
kebutuhan jasmani maupun rohani perlu dipenuhi secara seimbang.
Kecerdasan sosial merupakan kemampuan bekerjasama dengan orang
lain. Manusia pada hakikatnya merupakan mahkluk sosial tidak mungkin
dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Persoalan hidup bermasyarakat,
berbangsa maupun bernegera terasa menjadi ringan apabila diselesaikan
secara bersama-sama. Beban hidup berat secara kwantitatif maupun
kualitatif akan terasa lebih ringan jika dipikul oleh banyak pihak.
Kemampuan bekerja sama dengan siswa lain perlu ditumbuhkan dalam
proses pembelajaran melalui kegiatan diskusi, kerja kelompok maupun
pengamatan sosial. Sosialitas manusia pada hakikatnya berkembang tidak
secara instan, melainkan merupakan proses habituasi atau pembiasaan.
Model pendidikan semacam itu sudah dipraktikan oleh Pangeran
Mangkubumi, sehingga beliau tumbuh menjadi pribadi kuat dan
berwawasan luas. Kepribadiannya berkembang melalui tiga cara yakni
menempa diri secara jasmani maupun rohani, mengembangkan wawasan
dengan cara mendalami naskah keagamaan maupun sastra Jawa klasik, serta
menjalin hubungan komunikasi secara luas dan intensif dengan berbagai
kalangan baik dalam kraton maupun luar kraton (Priyono, Laksmi dkk,
2017:14). Praket baik dari para leluhur dapat dipergunakan sebagai sumber
bahan sekaligus sumber nilai untuk pengembangan sektor pendidikan pada
masa mendatang. Nilai “Pamenthanging Gendewa” mengajarkan pada saat
kita menggunakan busur untuk memanah, terlebih dahulu perlu menarik
anak panah ke belakang supaya dapat melejit jauh ke depan sesuai dengan
sasaran. Sejarah merupakan pelajaran yang sangat berharga untuk bekal
mempersipakan kehidupan pada masa mendatang supaya tidak kehilangan
jati diri.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
9
Sosialisasi dan evaluasi Grand Design PKJ juga telah dilaksanakan
baik secara langsung maupun melalui media publik. Sosialisasi dan evaluasi
secara langsung dengan menghadirkan Kepala Sekolah dari Pendidikan
Dasar hingga Menengah (PAUD, SD/MI, SMP/Mts, SMA/MA, dan
SMK), MGMP, dan KKG. Sosialisasi dan evaluasi melelaui media publik
dengan siaran di TVRI Yogyakarta dengan menghadirkan narasumber
ahli berbagai bidang dari perguruan tinggi, budayawan, ahli budaya kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman, Taman Siswa,
ahli Pendidikan religi (kyai, ustad, pendeta/rama), Kepala Sekolah, anggota
DPR, dan anggota Dewan Pendidikan DIY. Berdasarkan hasil kajian (FGD),
sosialisasi, dan evaluasi, diperoleh GD PKJ yang disempurnakan.

B. Tujuan
Pendidikan nasional harus mampu membentuk jalma kang utama
pada generasi Indonesia Emas yang modern futuristik, tetapi tetap
mempunyai roh dan jati diri bangsa Indonesia, dengan berakar kuat
pada budaya luhur Nusantara (Kompas, Kemdikbudristek). Pendidikan
menjadikan manusia unggul, berkarakter mulia dan berbudaya yang dapat
menuntun kita untuk menjadi bangsa besar di kemudian hari yang siap
menghadapi akselerasi perkembangan teknologi. Indonesia membutuhkan
insan-insan mulia yang cerdas dan berkarakter mulia dan berbudi luhur
yang toleran, adil, cinta tanah air dan berpikiran lurus.
Pendidikan Khas Kejogjaan merupakan Pendidikan Nasional
Plus, yakni Pendidikan Nasional plus dengan PKJ. Pendidikan Nasional
berorientasi pendidikan akademis, PKJ berorientasi pendidikan budaya.
Hal ini sesuai dengan Visi Pemerintah Daerah DIY di bidang pendidikan,
yaitu menjadikan DIY sebagai pusat pendidikan berbasis budaya terkemuka
di Asia Tenggara 2025. Semua sekolah dan perguruan tinggi wajib
mengimplementasikan dan menginternalisasi PKJ. Dengan cara demikian,
karakteristik budaya Yogyakarta akan tertanam dan akan mewarnai
kehidupan dan karir peserta didik di semua sekolah dan perguruan tinggi.

10 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Pendidikan Karakter Khas Kejogjaan bertujuan mewujudkan
peradaban baru yang unggul untuk menghasilkan manusia Yogyakarta yang
utama (jalmâ kang utama), yaitu manusia yang taat kepada Tuhan yang
Maha Esa, menjunjung tinggi rasa kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,
rasa keadilan, merdeka lahir-batin serta selalu menumbuhkan keselarasan
(harmoni) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tujuan itu tidak bisa dipisahkan dari penyiapan generasi masa depan
bangsa yang unggul. Generasi unggul adalah generasi yang berbakti kepada
Tuhan YME, cinta alam, cinta negara, cinta dan hormat kepada Ibu-Bapak,
cinta bangsa dan kebudayaan, keterpanggilan memajukan negara sesuai
kemampuannya, memiliki kesadaran sebagai bagian integral dari keluarga
dan masyarakat, patuh pada peraturan dan ketertiban, membangun
kepercayaan diri, serta mengembangkan sikap saling mengerti (mutual-
understanding) dan saling menghormati (mutual-respect) atau sikap
toleransi atas dasar keadilan, rajin bekerja, kompeten dan jujur, baik dalam
pikiran maupun tindakan.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, dikembangkan buku
panduan PKJ, yang terdiri atas (1) Buku Panduan PKJ pendidikan dasar
untuk PAUD, SD/MI,SMP/MTs, (2) Buku Panduan PKJ pendidikan
menengah untuk SMA/MA/SMK, dan (3) Buku Panduan PKJ pemdidian
tinggi untuk Universitas, Sekolah Tingi, dan Politeknik.

C. Manfaat
Dengan PKJ diperoleh manfaat sebagai berikut.
1. Pemahaman secara komprehensif tentang budaya Yogyakarta dalam
perspektif Pendidikan dan keistimewaan DIY;
2. Kesatuan aktualisasi implementasi pendidikan berbasis budaya
dalam rangka mencapai visi Pendidikan Yogyakarta pada tahun 2025.
3. Terinternalisasi budaya dan keistimewaan Yogyakarta ke dalam diri
peserta didik;
4. Kelestarian budaya Yogyakarta;

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
11
5. Terciptanya kedamaian atau harmoni dalam kehidupan, khususnya
sekolah (sekolah damai dalam perspektif Kurikulum Merdeka).

12 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
BAB 2.
NILAI MANGASAH
MINGISING BUDI,
MEMASUH MALANING BUMI
BAB 2.
NILAI MANGASAH MINGISING BUDI,
MEMASUH MALANING BUMI

A. Nilai Moral
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Hememayu hayuning bawana
2. Nilai : Mangasah mingising budi, mamasuh malaning bumi
3. Subnilai : Moral
4. Indikator:
a. Menunjukkan sikap hormat (ngapurancang, menujukkan
dengan jempol)
b. Menganalisis perbuatan baik yang patut dicontoh
c. Bertindak benar sesuai dengan aturan Bener, tindak nora
bengkok.

2. Konsep Materi
1. Filosofi: Hamemayu Hayuning Bawana
Moral adalah perilaku baik dalam hubungan sosial sesama manusia.
Bermoral berarti berperilaku baik seperti menghargai dan menghormati,
bertindak sopan, dan bertutur santun orang lain. Bermoral juga bermakna
mematuhi peraturan atau hukum, tata tertib, dan kedisiplinan. Berperilaku
baik diwujudkan kepada orang tua, guru, keluarga, teman, tetangga, dan
sesama manusia diberbagai waktu dan tempat.
Moral atau perilaku baik menjadi modal untuk hamemayu hayuning
bawana. Orang yang memiliki moral yang baik menjunjung budi pekerti

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
15
luhur dan menghindari perilaku buruk. Jika di dunia dihuni oleh manusia-
manusia yang bermoral, dunia akan tercipta ketentangan, kedamaian,
keharmonisan, dan keindahan atau hayuning bawana.
Dalam lingkup yang lebih kecil (sekolah) bermoral berarti memiliki
perilaku baik kepada warga sekolah (kepala sekolah dan staf, guru, pegawai,
dan peserta didik). Sekolah yang didukung oleh siswa yang memiliki moral
baik, sekolah akan menjadi damai. Dalam Pembelajar Pancasila, situasi
demikian disebut damai sekolahku.

2. Nilai: Mangasah Mingising Budi, Mamasuh Malaning Bumi


Mangasah mingising budi mendasari mangasah mingising pikir. Ibarat
senjata kalau diasah menjadi mingis-mingis (mengkilat tajam). Mangasah
mengising pikir bertujuan untuk mengasah ketajaman pikir dalam arti
kognitif. Maka mangasah mingising pikir ini mengarah pada kecerdasan
pikir atau bernalar. Ki Hajar Dewantara menyebut dengan olah pikir. Dalam
hal ini mangasah mingising pikir mengacu pada kecerdasan ilmiah. Siswa
yang cerdas akan menentukan masa depan bangsa, negara, bahkan dunia.
Nelson Mandela mengatakan “ Education is the most powerful weapon which
you can use to change the world” bahwa pendidikan merupakan kekuatan
utama untuk mengubah dunia (https://leverageedu.com/blog/education-
of-nelson-mandela/).
Masangah mingising budi merupakan pemikiran yang cerdas,
spiritual, dan visioner. Artinya budi pekerti atau akhlak dan moral atau
karakter yang terpuji atau mulia mendasari gerak langkah manusia. Bahkan
Einstein pun mengatakan “Most people say that it is the intellect which makes
a great scientist. They are wrong: it is character” (https://www.relicsworld.
com/albert-einstein/) ‘Banyak orang berkata bahwa intelektual dapat
menjadikan ilmuwan besar. Mereka salah. Yang benar adalah karakter.
Dengan memadukan kedua pendapat negarawan (Nelson Mandela) dan
ilmuwan besar (Einstein), bahwa dunia akan mulia dan sejahtera jika
dipimpin oleh orang-orang berkarakter mulia dan cerdas secara intelektual.
Sebaliknya kalau hanya dipimpin orang pintar saja namun tidak didasari

16 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
oleh moral yang baik, yang terjadi adalah pinter kanggo minteri wong liya.
Maka terjadilah berbagai korupsi, pemimpin yang sombong dan serakah.
Oleh karena itu, agar idiom aja dumeh dapat dilaksanakan, maka pemimpin
harus berakhlak mulia dan bermoral terpuji dan cerdas secara intelektual.
Orang-orang atau pemimpin seperti di atas dapat mengantarkan
cita-cita mamasuh malaning bumi. Artinya dapat memberantas penyakit
dunia (kejahatan seperti korupsi, kolusi, nepotisme). Korupsi merupakan
kejahatan negara yang paling jahat karena dapat membuat negara bangkrut,
rakyat miskin dan sengsara, negara diasingkan dari pergaulan dunia.
Kolusi merupkan persekongkolan untuk berbuat kejahatan atau kejahatan
bersistem. Nepotisme adalah mengedepankan hubungan kekerabatan
dalam membuat suatu keputusan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mangasah mingising
budi merupakan ide cerdas dan visioner mendasari mamasuh malaning
bumi. Mangasah mingising budi menjadi pertama dan mendasar, bukan
mangasah mingising pikir. Kecerdasaran moral (spiritual/afektif) menjadi
modal untuk mengatasi kejahatan dunia, bukan mangasah mingising pikir
(kognitif). Justru sebaliknya, mangasah mingising pikir tanpa didasari
mangasah mingising budi malah menjadi penyebab terjadinya kejahatan.
Kepintaran tanpa dilandasi keluhuran moral mengakibatkan kejahatan.
Akan Akan tetapi, sebaliknya, keluhuran moral yang mendasari kecerdasan
pikir dapat menghantarkan kesejahteraan dunia.

3. Moral
Moral berkaitan dengan baik buruk perbutan atau kelakuan. Ada
4 prinsip moral dalam buku The Adwanced Leaner’s Dictionary of Curret
English, yaitu (1) prinsip berkenanan benar dan salah, (2) baik dan buruk,
(3) kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah, (4)
ajaran atau gambaran tingkah laku baik (Asmaran, 1996:8).
Ada pula yang disebut budi pekerti. Budi pekerti terdiri dari kata
budi dan pekerti. Budi berarti nalar, pikiran, watak (Poerwadarminta,

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
17
1939:51). Budi meliputi cipta, rasa, dan karsa. Pekerti berarti perbuatan atau
perilaku (Padmopuspito, 1996:1). Budi pekerti berarti budi yang dipekertikan
(diaktulisasikan, dioperasionalkan, dilaksanakan) secara luhur dalam
kehidupan nyata (Surya, 1995:5). Budi pekerti merupakan sikap dan perilaku
yang dilandasi oleh olah dan kegiatan berpikir positif (luhur). Budi luhur
adalah cipta, rasa, dan karsa yang mengandung nilia-nilai luhur (Pradipta,
1996:5). Winarni (1995:2) menyatakan bahwa batasan budi pekerti identik
dengan orang yang berbudi mulia dan utama. Mereka adalah orang-orang
yang terpuji. Budi pekerti luhur merupakan sikap dan perilaku yang didasari
ajaran moral. Hal ini diungkapkan oleh Darusuprapto (1990:1) bahwa ajaran
moral adalah ajaran yang berkaitan dengan perbuatan dan kelakuan yang
pada hakikatnya merupakan pencerminan akhlak atau budi pekerti.
Keluhuran budi bersifat tidak tampak oleh mata karena terdapat dalam
jiwa manusia. Sifat hanya muncul ketika seseorang mengaktualisasikannya
dengan melakukan tindakan atau perilaku. Oleh karena itu, sasaran budi
pekerti adalah sikap, kata-kata (wicara), dan perilaku. Dalam suskes
kehidupan manusia tentu saja tidak hanya memerlukan moral yang baik,
tetapi juga memiliki ilmu yang memadai. Kesimpulan bahwa suskes
kehidupan manusia memerlukan dua syarat, yakni (1) moral yang baik dan
(2) ilmu yang memadai. Itulah yang disebut jalma kang utama yang tujuna
Pendidikan Khas Kejogjaan.
WIWIT AKU ISI BAYI
Wiwit aku isih bayi,
wong tuwa sing ngopeni
nganti tumeka saiki,
lair batin gemati.
Mangkat sekolah disangoni,
sandhang pangan wus mesthi.
mula aku kudu bekti,
mbangun turut ngajeni.
(https://www.youtube.com/watch?v=Vp4o00ZQZlE)

18 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
4. Jenis Moral atau Budi Pekerti dan Karakteristik
1) Ngapurancang
Ngapurancang adalah sikap berdiri tegak dengan tangan kanan
memegang pergelangan tangan diri dan diletakkan sedikit di atas
pusar. Ngapurancang berfungsi untuk menghormati orang lain.
2) Pemaaf
Pemaaf adalah siswa yang senang memaafkan orang lain. Jika ada
yang bersalah kepada kita, kita tidak perlu mendendam, tetapi lebih
baik atau mulia memaafkan.
Memaafkan memikiki manfaat (a) ringan di hati, (b) hubungan
dengan orang lain menjadi selalu atau lebih baik), (c) hati merasa
tenang, (d) menyenangkan orang lain yang dimaafkan (karyenak
tyasing sasama).
3) Penderma (suka memberi)
Penderma adalah orang yang suka memberi sedekah kepada orang
lain secara ikhlas. Suka berderma memiliki manfaat (a) menabung
pahala di akherat, (b) menolong yang kekurangan, (c) hubungan
sosial menjadi baik, (d) meningkatkan kesejahteraan.
4) Suka membantu atau menolong orang lain
Membantu atau menolong berarti memberikan bantuan berupa
barang, tenaga, atau pikiran orang lain. Suka membantu atau
menolong memiliki manfaat (a) menabung pahala karena membantu
sebagai ibadah, (b) mengurangi atau meringankan beban orang
yang dibantu, (c) hubungan sosial menjadi baik, (c) meningkatkan
kebahagiaan diri. Yang bisa membantu biasanya memiliki hati yang
bahagia (jangan lupa bahagia ya….).
5) Tidak sombong atau rendah hati
Tidak sombong adalah sikap yang tidak mengunggulkan diri atau
tidak merendahkan orang lain. Rendah hati adalah sikap yang
selalu mengunggulkan atau menghormati orang lain dengan cara
merendahkan dirinya sendiri. Tetapi bukan berarti rendah diri, tetapi

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
19
merendahkan diri sama dengan rendah hati. Fungsi siswa yang tidak
sombong atau rendah hati (a) hati menjadi damai, (b) menghormati
orang lain, (c) hubungan menjadi baik (harmonis), (d) keselamatan
diri: sluman, slumun, slamet ‘serba selamat’. Dengan cara demikian,
setiap siswa dan warga sekolah tidak sombong dan rendah hati, akan
tercapai damai sekolah seperti yang dicanangkan pada Kebhinekaan
Pembelajar Pancasila.
6) Memiliki rasa malu
Rasa malu yang dimaksudkan diri adalah malu untuk berbuat
salah, malu untuk berbuat jahat, malu untuk berbuat tidak baik.
Fungsi memiliki rasa malu antara lain (a) terjadi saling menghargai
dan saling menghormati, (b) membina kerja sama, dan (c) terjadi
harmoni dalam berinteraksi,
7) Berkata benar
Berkata benar adalah berkata yang sesuai dengan bukti, fata, dan
data yang benar. Fungsinya (a) membangun kepercayaan, (b) saling
menghargai, (c) hidup damai, (d) dapat menyelesaikan masalah
dengan baik.
No. Jenis Moral Karakteristik
1 Ngapurancang • Beridi tegak
• Tangan kanan memegangi pergelangan
tangan kiri sedikit di atas pusar.
Gambar ngapurancang

2 Pemaaf • Mengikhlaskan kesalahan orang lain


kepada dirinya.
• Tidak mendemdam.

20 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
No. Jenis Moral Karakteristik
3 Penderma (suka • Suka memberi sedekah
memberi)
4 Suka membantu atau • Suka membantu yang berkesusahan
menolong orang lain • Suka menolong yang membutuhkan.
5 Rendah hati atau tidak • Aja dumeh.
sombong • Menghargai kelebihan orang lain.
• Mengakui kelemahan diri sendiri.
• Tidak meremehkan orang lain.
6 Berkata benar • Berkata apa adanya.
• Berkata sesuai fakta.
• Tidak bohong.

3. Pembelajaran
1. Ngapurancang
a. Pendekatan: Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
Learning: CTL)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: demonstrasi
d. Asesmen: pembiasaan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
21
MORAL
Konsep
Memiliki ucap dan sikap yang baik
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Moral
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: Pembiasaan
Ngapurancang 1. Menyiapkan siswa 1. Siap di kelas 1. Pada saat
(secara kolektif 2. Memperhatikan di sekolah,
atau klasikal). penjelasan siswa bersikap
2. Menjelaskan guru tentang ngapurancang pada
tentang ngapurancang. saat menghadap:
pengertian 3. Mengikuti a) kepala sekolah
ngapurancang. contoh b) guru
3. Menyebutkan ngapurancang c) pegawai
fungsi dari guru.
ngapurancang. 2. Pada saat di rumah,
4. Guru memberi siswa bersikap
contoh ngapurancang
ngapurancang kepada:
yang benar. a) ayah ibu
5. Mengawasi dan b) kakek-nenek
membetulkan c) kakak
siswa yang salah 4. d) orang tua atau
ngapurancang. Siswa yang lebih tua.
6. Bertanya apabila memraktekkan
ada yang belum sendiri cara
jelas tentang ngapurancang
ngapurancang. yang benar.
7. Guru meminta 5. Bertanya
siswa secara kepada guru
individual untuk tentang
ngapurancang. ngapurancang
yang benar.

2. Ngapurancang
a. Pendekatan: SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: bermain peran (role play)
d. Asesmen: pembiasaan

22 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
PEMAAF
Konsep
Suka memaafkan kesalahan orang lain
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Moral
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Pemaaf 1. Membuat cerita 1. Memperhatikan 1. Membiasakan
sederhana cerita guru. slogan TOMAT
yang berisi 2. Menjadi pemeran. (Tolong Maaf
siswa berbuat 3. Menghafal dialog. Terima Kasih).
kesalahan kepada 4. Latihan bermain 2. Setiap berbuat
siswa lain. peran dengan salah, siswa
2. Membuat ucapan arahan guru. harus segera
pemeran. 5. Bermain peran. meminta maaf.
3. Membuat 6. Bercerita 3. Siswa dibiasakan
skenario adegan atau menulis ringan memberi
bermain peran. pengalaman maaf kepada
4. Melatih para meminta dan siswa yang
pemain. memberi maaf. melakukan
5. Bermain peran 7. Mengidentifikasi kesalahan.
siswa berbuat ucapan meminta 4. Di rumah dan
kesalahan, dan memberi di masyarakat,
meminta maaf, maaf. siswa diminta
dan yang lain segera meminta
memaafkan. maaf jika salah
6. Menggali siswa dan ringan
yang pernah memberi maaf.
memaafkan orang
lain (siswa dapat
bercerita).
7. Membimbing
cara-cara
meminta dan
memberi maaf.

3. Penderma
a. Pendekatan: SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: bermain peran (role play)
d. Asesmen: pembiasaan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
23
PENDERMA
Konsep
Suka memberi sedekah kepada orang lain.
Aspek Pengembangan Nilai Moral
Nilai
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Moral
Pembiasaan
Penderma 1. Menjelaskan tentang 1. Memperhatikan 1. Suka
berdema. penjelasan memberi
2. Menjelaskan fungsi suka guru tentang kepada siswa
berderma. suka berderma lain.
3. Memberikan contoh atau cerita dan fungsinya. 2. Suka
tentang orang penderma. 2. Membuat memberi
4. Merencanakan derma silang rencana kados kepada
di antara siswa. Besuk hari silang. anggota
siswa diminta membawa 3. Keesokan keluarga.
kado untuk saling berderma hatinya siswa 3. Tidak boleh
silang. berkado silang. menghardik
5. Mendeskripsikan hebatnya 4. Makan dan peminta-
menjadi orang penderma minum dalam minta.
(suka memberi kepada kebersamaan.
orang lain). 5. Saling
6. Memberikan kesempatan memaafkan
kepada siswa untuk saling jika kado tidak
berkado silang. berimbang.
7. Menanyakan bagaiamana
pendapat siswa pada saat
kado silang.
8. Menasihati/ mempraktikan
saling memaafkan jika
kadonya tidak berimbang
(pemaaf).
9. Menjelaskan tentang
keberagaman kemampun
yang merupakan anugerah
Tuhan sehingga orang dapat
saling memberi.

4. Suka membantu atau menolong orang lain


a. Pendekatan: SAL (Student Active Learning/CBSA (Cara Belajar Siswa
Aktif)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: diskusi
d. Asesmen: pembiasaan

24 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
SUKA MEMBANTU ATAU MENOLONG
Konsep
Suka memberi bantuan atau pertolongan kepada orang lain.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Moral
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Suka 1. Menjelaskan tentang 1. Memperhatikan 1. Suka
membantu suka membantu penjelasan guru memraktekkan
atau atau menolong tentang suka suka
menolong orang lain. membantu atau membantu
orang lain 2. Menayangkan menolong orang atau menolong
tentang video lain. orang lain di
membantu atau 2. Menyaksikan sekolah.
menolong orang penayangan video. 2. Suka
lain. 3. Memberikan membantu
3. Memberikan apresiasi terhadap pekerjaan
pertanyaan tayangan video. orang tua.
sederhana terkait 4. Menulis atau 3. Suka ikut
dengan tayangan bercerita tentang bergotong
video. perbuatan suka rotong.
4. Meminta siswa membantu atau 4. Suka
untuk berkomentar menolong orang membantu
atau berpendapat lain yang pernah membersihkan
tentang video dilakukan. kelas.
tersebut. 5. Memberikan
5. Meminta siswa tanggapan atas
menuliskan atau perbuatan suka
bercerita tentang membantu
suka membantu atau menolong
atau menolong orang lain yang
orang lain yang diceriterakan oleh
pernah ia lakukan. teman.

5. Rendah hati atau tidak sombong


a. Pendekatan: SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: demontrasi dan bermain peran
d. Asesmen: pembiasaan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
25
RENDAH HATI ATAU TIDAK SOMBONG
Konsep
Rendah hati adalah sikap yang selalu mengunggulkan atau menghormati orang lain dengan cara
merendahkan dirinya sendiri. Tidak sombong adalah sikap yang tidak mengunggulkan diri atau tidak
merendahkan orang lain.
Aspek Nilai Moral Pengembangan Nilai Moral
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Rendah hati atau 1. Menjelaskan tentang 1. Memperhatikan 1. Bila berjalan
tidak sombong. kehebatkan orang yang penjelasan guru melewati
rendah hati atau tidak tentang sikap orang sedang
Jenis: sombong. tidak sombong duduk dengan
1. Nuwun sewu/ 2. Guru membuat atau redan hari. membungkukkan
ndherek skenario berjalan di 2. Bermain beran badan dan
langkung. depan orang sedang untuk berjalan berkata, “Nuwun
2. Memberikan duduk dengan bertutur, di depan orang sewu, ndherek
apresiasi “Nuwun sewu, ndherek dengan, “Nuwun langkung.”
prestasi orang langkung” sambil sewu, ndherek 2. Memberikan
lain dengan membungkukkan langkung.” acungan jempol
jempol. badan, 3. Praktik, “Nuwun kepada teman
3. Menyebutkan 3. Menunjuk siswa untuk sewu, ndherek yang berprestasi.
kata-kata untuk bermain peran ada langkung” 3. Memberikan
mengapresiasi orang duduk dan ada secara kata-kata
atau yang berjalan. berkelompok. apresiasi atau
menyanjung 4. Siswa mengapresiasi 4. Mempraktikkan sanjungan atas
prestasi teman. praktek, “Nuwun sewu dengan prestasi teman
ndherek langkung, ‘ memberikan seperti kata:
dengan praktik sendiri acungan jempol a. Kowe pancen
secara berkelompok. atas prestasi pinter.
5. Membimbing siswa teman. b. Kowe hebat tenan.
untuk praktek 5. Menyebutkan c. Kowe pancen
bermain peran dengan kata-kata untuk jempol.
memberikan ajungan mengapresiasi
jempol kepada teman prestasi atau
yang berprestasi. menyanjung
6. Membimbing siswa teman.
untuk menyebutkan
kata-kata untuk
mengapriasi prestasi
kawan.

6. Berkata benar
a. Pendekatan: Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
Learning: CTL)
b. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
c. Metode: demonstrasi
d. Asesmen: pembiasaan

26 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
BERKATA BENAR
Konsep
Berkata sesuai dengan fakta.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Moral
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Berkata benar 1. Menjelaskan 1. Memperhatikan 1. Membiasakan
tentang penjelasan siswa berkata
pengertian guru tentang benar.
berkata benar kehebatan 2. Membiasakan
atau tidak berkata benar. tidak boleh
bohong. 2. Bersama guru berbohong.
2. Menggali fungsi menyebutkan
siswa yang fungsi berkata
berkata benar. benar.
3. Menyajikan video 3. Menyaksikan
sebuah cerita video berkata
kartun yang berkata benar
berisi berkata dan akibat
benar dan akibat berbohong.
berkata bohong. 4. Menyebutkan
4. Bersama siswa alasan mengapa
menganalsis harus berkata
cerita benar atau tidak
kartun untuk boleh berbohong.
menyebutkan
akibat berkata
tidak benar atau
bohong.

4. Atmosfir PKJ: Nilai Moral


Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
27
1. Budaya Pikir
Berisi kearifan lokal dapat berupa idiom sebagai panduan hidup
moral orang Jawa Yogyakarta (way of life).

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;....)

2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan moral orang
Jawa Yogyakarta.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;....)

28 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
3. Budaya material
Hasil karya atau produk budaya Jawa Yogyakarta seperti busana.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;....)

5. Refleksi
1. Pembelajaran moral ditanamkan semenjak usia dini.
2. Pembelajaran moral mendasari budi pekerti yang baik.
3. Pembelajaran moral (afektif) mendasari pendidikan psikomotorik
dan kognitif.
4. Asesmen pembelajaran moral dilakukan dengan pembiasaan untuk
menuju ke pembudayaan sehingga menjadi karakter.
5. Pembelajaran moral (afektif) dilaksanakan secara praktis dengan
memraktikkan moral itu sendiri (psikomotorik).

6. Rangkuman
Mangasah mingising budi merupakan pembelajaran moral yang
cerdas dan visioner. Mangasah mingising budi merupakan hal yang utama
sebelum mangasah mingising pikir. Pembelajaran moral dilaksanakan
secara praktis dengan memberdayakan siswa dengan bermain peran
atau menganalisis kasus moral. Dengan demikian pembelajaran moral
tetap memberdayakan siswa sebagai pusat pembelajaran (Student Centre
Learning) dan mengaktifkan siswa sebagai subjek belajar (Student Active
Learning).

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
29
B. Nilai Kejujuran
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Hamemayu Hayuning Bawana
2. Nilai : Mangasah Mingising Budi, Mamasuh Malaning Bumi
3. Sub nilai : Kejujuran
4. Indikator :
a. Menyatakan sesuatu yang sebenarnya didukung fakta (bukti);
b. Menunjukkan satunya kata dan perbuatan;
c. Peserta didik memiliki kebiasaan melakukan reflektif terhadap
diri sendiri (Intiqad: self correction), lingkungan sekitar,
dan alam semesta dengan menerapkan Tri Ko: Kooperatif,
Konsultatif, dan Korektif.

2. Konsep Materi
1. Filosofi: Hamemayu Hayuning Bawana
Wong jujur bakale makmur berarti orang yang jujur akan menjadi
makmur. Mengapa demikian? Orang yang jujur sangat ringan di
dalam hati, hatinya jernih (bening, resik), tidak merasa dibebani doa
(karena kebohongan). Orang yang bersih hatinya, tanpa beban, dan
merdeka adalah orang yang makmur, orang yang bebas dari tekanan
psikologis. Maka wajar kalau ada idiom wong jujur bakale makmur.
Kejujuran merupakan nilai dasar untuk menciptakan hamemayu
hayuning bawana. Kejujuran menciptakan kedamaian karena
kejujuran menghindarkan orang dari perilaku bohong. Padahal
kebohongan dapat menjadi pangkal kejahatan. Maka kejujuran dapat
menjadi modal hamemayu hayuning bawana. Kejujuran menjadi
pangkal kedamaian dunia.
2. Nilai: Mangasah Mingising Budi, Mamasuh Malaning Bumi
Mangasah mingising budi terkait dengan mengasah kecerdasan budi
agar memliki budi pekerti luhur. Budi pekerti luhur ini didasari atas
nilai akhlak dan moral yang telah dibahas terdahulu. Nilai akhlak
terkait dengan praktik baik siswa sebagai hamba dengan Tuhannya

30 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
(habluminallah), sedangkan moral terkait dengan praktik baik siswa
dengan sesamanya (habluminannas), dan alamnya (habluminal
‘alam). Akhlak bersifat religious spritual, sedangkan moral lebih
bersifat sosial.
Budi pekerti luhur (mingising budi) dapat menjadi modal atau
sarana untuk mamasuh malaning bumi. Memasuh malaning bumi
memiliki pengertian memberantas kejahatan karena kejahatan itu
menjadi memala tumrap donya. Memala dianggap sebagai penyakit
yang menggerogoti bumi seeprti kejahatan jalanan, pencurian,
perampokan, perkelahian remaja, dan korupsi. Malaning bumi
menjadi pengganggu dan penghambat kesejahteraan masyarakat dan
negara.
Peletakan dasar nilai budi pekerti luhur menjadi modal dasar
sumber daya manusia yang berkualitas secara religius spiritual di
masa depan. Negara bahkan dunia yang dipimpin orang-orang yang
berbudi pekerti luhur dapat menghantarkan rakyatnya yang makmur
sejahtera karena terhindari malaning bumi (kejahatan yang merusak)
kehidupan manusia.
3. Kejujuran
Secara lahirian dan konkrit, kejujuran adalah kesesuaian antara
perkataan dan perbuatan. Secara abstrak lebih mendalam kejujuran
adalah keseseuaian antara perkataan, situasi hati, dan perbuatan.
Karena situasi hati bersifat abstrak (tidak tampak), maka kejujuran
secara lahiriahlah yang dapat diamati, yakni kesatuan antara perkataan
dan perbuatan. Sebaliknya, pembohong adalah ketidaksesuaian apa
yang dikatakan dengan keadaan hati dan perbuatannya.
Kejujuran merupakan mutiara kepercayaan bagi manusia. Siapa
yang jujur akan mendapatkan kepercayaan dan kemuliaan diri
ajining diri gumantung lathi. Harga diri manusia tergantung pada
ucapannya, salah satunya adalah kejujurannaya. Orang jujur dapat
bekerjasama (kooperatif) untuk mencapai ketenteraman jiwa. Wong
jujur bakale mujur walaupun pahit dirasakan pada awalnya namun

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
31
manis pada akhirnya karena tidak ada beban jiwa. Sebaliknya orang
yang bohong, manis pada awalnya namun pahit pada akhinya karena
membawa beban kebohongan. Orang-orang yang jujur dapat diajak
diskusi (konsultatif) ana rembug dirembug dan berani melakukan
koreksi diri (self correction). Koreksi diri dilakukan karena ia tidak
mau berbohong.
4. Jenis Kejujuran dan Karakteristik
Jenis dan karakteristik nilai kejujuran seperti pada tabel.
No. Nilai Pengertian Karakteristik
Kejujuran
1 Berkata Menyampaikan 1) Berterus terang.
benar informasi sesuai 2) Tidak suka basa-basi.
dengan fakta, data, 3) Berbicara apa adanya.
atau apa adanya, 4) Tidak berbohong.
tidak mengubah, 5) Bicara lancar tanpa beban.
tidak menambah, 6) Bicara dengan tenang.
atau mengurangi 7) Informasi tegas, yakin, lugas,
informasi. dan tidak banyak alasan.
8) Mata berani menatap lawan
bicara.
9) Nada bicara stabil.
10) Tidak takut menyampaikan
kebenaran.
2 Berperilaku Berperilaku sesuai 1) Perilaku wajar, tidak dibuat-
benar dengan hati nurani buat.
(tidak bohong) 2) Perilaku tenang.
sesuai dengan fakta 3) Spontan.
dan data. 4) Tidak gemetaran.
5) Tidak suka menggosip.
6) Memiliki sifat terbuka.

2. Pembelajaran
1. Berkata benar
a. Pendekatan: Paedagogis Student Centre Learning (SCL),
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning)
b. Strategi: deduktif CTL)
c. Metode: diskusi
d. Asesmen: pembiasaan

32 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
JUJUR PERKATAAN
Konsep
Menyampaikan informasi apa adanya, tidak berbohong, berbicara berdasar
data dan fakta.
Aspek Pengembangan Nilai Moral
Nilai Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Kejujuran Pembiasaan
Berkata 1. Menyampaikan 1. Menyimak 1. Berkata jujur.
benar kasus cerita kasus cerita guru 2. Tidak
kejujuran atau atau video berbohong.
kebohongan. Dapat tentang 3. Omongannya
pula menggunakan kejujuran atau dapat
video. kebohongan. dipercaya.
2. Membuka 2. Berdiskusi
pertanyaan dengan, atau tanya
“Siapa yang mau jawab tentang
dibohongi?” cerita atau
3. Mengajak diskusi kasus tentang
tentang manfaat kejujuran atau
kejujuran dan akibat kebohongan.
kebohongan. 3. Bercerita atau
4. Menugasi menuliskan
siswa untuk kejujuran atau
menuliskan atau kebohongan
menceriterakan yang pernah
perkataan jujur dilakukan.
yang pernah ia 4. Menyebutkan
lakukan. akibat
5. Bersama siswa kejujuran atau
menggali tentang kebohongan.
akibat kejujuran
atau kebohongan.

2. Bertindak benar
a. Pendekatan: Paedagogis, Student Active Learning (SAL),
(Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: bermain peran (role play)
d. Asesmen: pembiasaan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
33
BERTINDAK BENAR
Konsep
Berperilaku benar, sesuai dengan fakta, dan data.
Aspek Pengembangan Nilai Moral
Nilai Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Kejujuran Pembiasaan
Bertindak 1. Menyampaikan 1. Menyimak 1. Tidak
benar kasus cerita kasus cerita guru menyontek.
tindakan kejujuran atau video 2. Bertindak
atau kebohongan. tentang benar.
Dapat pula bertindak 3. Berperilaku apa
menggunakan video. benar. adanya (tidak
2. Mengajak diskusi 2. Berdiskusi dibuat-buat).
tentang manfaat atau tanya 4. Bertindak
berperilaku benar. jawab tentang tenang.
3. Menugasi siswa cerita atau
untuk menuliskan kasus tentang
atau menceritakan bertindak
perilaku benar atau benar.
jujur yang pernah 3. Bercerita atau
dia lakukan. menuliskan
tentang
bertindak
benar.

3. Atmosfir PKJ: Nilai Kejujuran


Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi kejujuran yang terlaksana
melalui budaya. Diharapkan atmosfir kejujuran dapat tercipta di lingkungan
sekolah. Atmosfir itu antara lain.
1. Adanya kantin kejujuran.
2. Meja kejujuran.
Barang yang hilang cukup diletakkan di meja kejujuran. Yang
memiliki akan mengambilnya.
3. Tidak menyontek saat ujian.
4. Berani berkata benar atau tidak berbohong.
Untuk dapat tercipta atmosfoir seperti di atas dilakukan stimulasi
dengan menggunakan papatah Jawa atau idiom (paribasan) seperti pada

34 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
gambar-gambar berikut. Gambar-gambar ini dipasang di tempat yang
startegi, senantiasa terbaca oleh siswa. Dengan membaca yang berulang
kali, nilai-nilai kejujuran akan terinternalisasi dalam diri siswa, yang
selanjutny akan terefleksi dari ucapan dan tindakan yang jujur.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;....)

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;....)

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
35
4. Refleksi
1. Kejujuran adalah mustika kepercayaan. Maka jujurlah!
2. Jujur terdiri atas jujur perkataan (ucap) dan tindakan (sikap). Harga
diri seseorang tergantung dari kejujuran ucap dan sikap.
3. Kejujuran mendatangkan kemuliaan dan ketenteraman jiwa.

5. Rangkuman
Jujur itu hebat, karena untuk jujur perlu keberanian, perjuangan,
dan keterusterangan. Orang yang jujur akan mendapatkan ketenteraman
jiwa (wong jujur bakale makmur) karena orang jujur terlepas dari dosa
kebohongan. Kejujuran sangat tergantung dari cara berkata, bertindak,
dan berbusana. Ajining dhiri gumantung lathi, ajining awak gumantung
tumindak, ajining raga gumantung busana. Harga diri seseorang tergantung
dari kejujuran wicara, laksana, dan busana atau ucap, sikap, dan cara
berpakaian, dan kejujuran meninggikan kumuliaan.

C. KERENDAHAN HATI
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Hamemayu hayuning bawana
2. Nilai : Mangasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi.
3. Sub nilai : Kerendahan hati.
4. Indikator :
a. Menghormati orang lain.
b. Lembah manah (tidak sombong).

2. Konsep Materi
1. Hamemayu Hayuning Bawana
Kata hamemayu artinya mempercantik atau mempercantik.
Sedangkan hayuning bawana artinya keindahan atau indahnya dunia. Jadi
secara harafiah kata hamemayu hayuning bawana artinya memperindah
keindahan dunia. Filosofi hamemayu hayuning bawana adalah untuk
melindungi, mempercantik dan menyelamatkan dunia. Istilah “memayu
hayuning bawana” sudah banyak didengar masyarakat. Ungkapan ini

36 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
bukan sekadar ungkapan biasa. Ungkapan ini merupakan benteng hidup
yang sering dianut oleh banyak orang Jawa.
Puncak falsafah hidup memayu hayuning bawana adalah menciptakan
suasana ketertiban, kenyamanan dan ketenangan. Yang lebih mendalam
dari ungkapan tersebut adalah bahwa sikap dan perilaku manusia senantiasa
mengedepankan keselarasan, ketaatan, keserasian, dan keseimbangan
dalam hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan alamnya.
Muara sikap hamemayu hayuning bawana ini akan mewujudkan
negara yang panjang umur, pohon pinus, gemah ripah loh jinawi, ketertiban
damai, kerta tur raharja (negara lestari, sejahtera, dan damai).
Dalam konsep memayu hayuning bawana, manusia berkewajiban
menjaga keharmonisan alam semesta. Padahal, kehidupan manusia
tentu tidak lepas dari hubungan manusia dengan Tuhan, manusia, dan
lingkungannya. Hubungan manusia dengan Tuhan harus dijaga sebaik-
baiknya, karena kita di dunia ini bukanlah raja yang menguasai alam
semesta, melainkan manusia yang diutus untuk menjaga keharmonisan
alam semesta. Oleh karena itu, sangatlah tidak pantas jika seseorang merasa
bahwa dirinya adalah pribadi yang paling benar, terhebat dan paling
terpuji, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk Tuhan, lemah,
dan berkekurangan dalam segala hal. Hubungan antarmanusia dapat
ditingkatkan dengan menjaga kesatuan keberagaman dalam kehidupan.
Manusia diciptakan dalam kondisi fisik, mental, sosial dan ekonomi
yang berbeda-beda. Banyak masyarakat yang mulai menyadari bahwa
tidak ada perbedaan antara status sosial dan ekonomi seseorang dan bahwa
keadaan fisik dan psikologis seseorang dapat dipahami. Memang benar,
masyarakat harus mengutamakan memberi daripada menerima. Kata
“memberi” di sini tidak sebatas memberikan materi, tetapi juga berarti
memahami diri sendiri. Hubungan antara manusia dan lingkungan juga
dapat dijaga dengan menjaga kelestarian alam, karena jika alam rusak
maka manusia tidak dapat hidup dengan baik.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
37
Dalam hal ini, masyarakat harus memperhatikan keterhubungan
antara manusia dan alam.
Kalau ada yang menebang pohon, harus siap menanam pohon. Kalau
mencemari lingkungan, harus desinfektan. Kalau menyakiti hewan, harus
siap mengobatinya. Ternyata filosofi hamemayu hayuning bawana tidak
hanya cocok diterapkan pada masyarakat Jawa saja, namun juga lebih cocok
diterapkan pada seluruh umat manusia di dunia. Pada mulanya Tuhan
menciptakan alam semesta ini dengan begitu indahnya sehingga kita harus
mampu menjaga segala keteraturannya agar tetap harmonis.

2. Mangasah Mingising Budi, Mamasuh Malaning Bumi


Inti nilai mangasah mingising budi, mamasuh malaning bumi adalah
mengasah kecerdasan budi atau budi pekerti luhur untuk memberantas
atau menghalau kejahatan di muka bumi. Kerendahan hati merupakan
salah satu budi pekerti luhur. Kerendahan ini sangat mulai disandang oleh
siapapun, dari yang besar hingga yang kecil, dari pemimpin hingga yang
dipimpin, dari yang pintar hingga yang cerdas, orang desa maupun kota,
dari guru hingga murid, orang tua hingga anak, siapapun juga, rendah hati
adalah sikap mulia.
Orang yang memiliki kerendahan hati akan menghargai dan
menghormati orang lain, siswa menghormati guru, guru menyangi siswa,
siswa bersahabat sesama siswa, bawahan menghormati pimpinan, pimpinan
menghargai bawahan, tidak sombong, jauh dari aja dumeh, memiliki tepa
salira atau empati kepada orang lain. Orang-orang yang memiliki kecerdasan
budi demikian dapat menjadi faktor pendukung pemberantasan kejahatan
di dunia ‘mamasuh malaning bumi.’ Oleh karena itu, kita junjung tinggi budi
pekerti luhur dengan memiliki kerendahan hati.

3. Kerendahan Hati
Pendidikan moral merupakan salah satu muatan penting dalam
sistem pendidikan nasional. Nilai moral kerendahan hati membuat setiap
individu sadar akan ketidaksempurnaannya, berani mengakui kesalahan

38 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
dan mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukannya. Rendah
hati berarti tidak memandang rendah orang lain. Rendah hati juga bisa
diartikan tidak sombong atau angkuh. Orang yang rendah hati selalu
bersikap tenang dan rendah hati serta benar-benar menghindari tindakan
sombong. Kerendahan hati merupakan kemampuan seseorang dalam
mengakui kesalahan dan ketidaksempurnaan, menerima nasihat orang
lain, bersikap lemah lembut terhadap siapapun, tidak sombong, dan dapat
mempengaruhi kebahagiaan pribadi.
Elliot (2010) mendefinisikan kerendahan hati sebagai nilai kebaikan
moral yang diukur dengan mengukur keberhasilan seseorang dan
kemampuan mengenali kesalahan, keterbatasan, ketidaksempurnaan,
keterbukaan terhadap ide-ide baru, menasihati diri sendiri dan menjaga
diri sendiri, peduli, mencintai dan menghormati orang lain. Kerendahan
hati merupakan ciri kepribadian positif yang dapat mempengaruhi
kesejahteraan subjektif seseorang. Oxford English Dictionary (dalam
Wright dkk, 2017) menjelaskan bahwa humility adalah sifat rendah hati
atau merendahkan diri sendiri, lemah lembut, rendah hati adalah kebalikan
dari arogansi (https://www.silabus.web.id/pengertian-dalam-hati/).
Anak merupakan agen perubahan sehingga penting untuk
menanamkan nilai-nilai moral yang baik pada diri mereka sejak dini.
Salah satu pelajaran moral penting yang diajarkan kepada anak adalah
kerendahan hati. Hal ini tidak hanya penting, namun sebenarnya sangat
penting dan dapat membantu kehidupan sosial anak di kemudian hari.
Kabar buruknya, kerendahan hati adalah sesuatu yang jarang ditemukan
saat ini, itulah sebabnya kerendahan hati bisa dibilang merupakan hal
yang dibutuhkan dunia saat ini. Kerendahan hati dapat membantu anak
mengembangkan sifat-sifat lainnya. Selain itu, juga membantu anak lebih
memahami dan memiliki rasa saling membantu dalam kehidupan.

4. Jenis Kerendahan Hati dan Karakteristik


Humility atau sikap rendah hati adalah sikap mengakui keterbatasan
kemampuan dan kekurangan diri serta tidak bersikap sombong. Sikap

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
39
rendah hati juga dapat diartikan sebagai sikap sopan dan berpandangan
realistis. Namun, bukan berarti harus merendahkan diri, karena rendah
hati dan rendah diri adalah dua hal yang berbeda. Kerendahan hati akan
menjauhkan dari sikap sombong dan merasa tahu segalanya. Adapun jenis
dan karakteristik sikap rendah hati seperti berikut.
No. Jenis Kepedulian Karakteristik
1. Tidak memandang Menghormati orang lain dalam berkata dan
rendah orang lain. bertingkah laku.
Lebih banyak mendengar dibandingkan berbicara.
Menghargai apa yang dilakukan oleh orang lain.
Tidak mudah menyalahkan orang lain.
Tidak menghina kekurangan yang dimiliki orang
lain.
2. Berani mengakui Tidak membela diri atau mencari pembenaran diri.
kesalahan. Terbuka terhadap saran dan kritik orang lain.
3. Bertanggung jawab Berani menanggung resiko atas tindakan yang
atas apa yang dilakukan.
dilakukan. Emosional terkendali.
Menyelesaikan tugas-tugas dengan baik.
4. Tidak angkuh dan Lembah manah dalam bertutur kata dan
tidak sombong. bertingkah laku.
Jika diberi sesuatu, mengucapkan terima kasih.
Gemar menolong.
Pemaaf.
Adil, tidak pilih kasih.
Kesuksesan orang lain menjadi motivasi dan
inspirasi.
Tidak merasa paling baik diantara orang lain.
Tidak membanggakan prestasi/keberhasilan yang
diraih dan merendahkan yang lainnya.

2. Pembelajaran
1. Pendekatan: PBL (Problem Based Learning), CBSA
2. Strategi : induktif
3. Metode : diskusi, tanya jawab
4. Asesmen: pembiasaan

40 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
TIDAK MEMANDANG RENDAH ORANG LAIN
Konsep
Tidak angkuh dan tidak sombong.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kerendahan Hati
Kerendahan Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan
Hati
Tidak Menjelaskan Memperhatikan 1. Berbagi senyum dan
memandang apa yang penjelasan guru. salam.
rendah dimaksud Menyebutkan 2. Melakukan cara yang
orang lain. dengan tidak manfaat dari benar ketika berjalan
memandang sikap tidak melewati orang
rendah orang memandang lain yang sedang
lain. rendah orang duduk (nuwun sewu,
Memberi lain. ndherek langkung).
contoh sikap- Mengidentifikasi 3. Melakukan cara
sikap yang sikap-sikap ngapurancang
termasuk tidak yang tidak yang benar ketika
memandang memandang berhadapan dengan
rendah orang rendah orang orang lain yang
lain. lain. dihormati.
Menjelaskan Mempaktikkan 4. Melakukan cara
manfaat dari sikap-sikap yang benar ketika
sikap yang tidak yang tidak mempersilakan orang
memandang memandang lain sebagai cara
rendah orang rendah orang menghormati (jempol
lain. lain. kanan).
Mempraktikkan Berduskusi Melakukan cara yang
sikap- tentang benar (angkat tangan
sikap yang kerendahan kanan dengan jempol)
menunjukkan hati dan akibat ketika ingin berbicara
tidak kesombongan. dalam suatu pertemuan.
memandang Mendengarkan dengan
rendah orang baik ketika orang lain
lain. berbicara.
Mendiskusikan Menghargai apa yang
kasus-kasus dilakukan oleh orang lain.
kerendahan Tidak mudah
hati dan menyalahkan orang lain.
kasus-kasus Tidak menghina
kesombongan. kekurangan yang dimiliki
orang lain.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
41
BERANI MENGAKUI KESALAHAN
Konsep
Mengucapkan kata (nyuwun pangapunten) ketika melakukan kesalahan
kepada orang lain.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kerendahan Hati
Kerendahan
Hati Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan

Berani Menayangkan Melihat tayangan Mengucapkan kata


mengakui video tentang video. (nyuwun pangapunten)
kesalahan. kejadian Memperhatikan ketika melakukan
seseorang yang penjelasan guru. kesalahan kepada
berani mengakui Menyebutkan orang lain ataupun
kesalahannya manfaat dari ketika diajak tidak
kepada orang lain. sikap berani dapat memenuhi
Menjelaskan apa mengakui ajakan, dan lain
yang dimaksud kesalahan. sebagainya.
dengan sikap Mempaktikkan Tidak mencoba
berani mengakui sikap-sikap yang pembenaran diri
kesalahan. berani mengakui walaupun sudah
Memberi contoh kesalahan. terlihat salah.
tindakan-tindakan Lebih mudah
yang termasuk menerima kritikan dan
berani mengakui masukkan orang lain.
kesalahan. Belajar untuk tidak
Menjelaskan mudah menyalahkan
manfaat dari orang lain.
sikap yang
berani mengakui
kesalahan.
Mempraktikkan
sikap-sikap yang
menunjukkan
berani mengakui
kesalahan.

42 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
BERTANGGUNG JAWAB ATAS APA YANG DILAKUKAN.
Konsep
Menyelesaikan tugas-tugas dengan baik.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kerendahan Hati
Kerendahan Asesmen:
Hati Sintaks Guru Sintaks Siswa
pembiasaan
Menyelesaikan Menayangkan Melihat tayangan Mengucapkan
tugas-tugas video tentang video. atau menjawab
dengan baik. kejadian Memperhatikan (inggih), ketika
seseorang penjelasan guru. diajak ataupun
yang sedang Menyebutkan diberi tugas
menyelesaikan manfaat untuk melakukan
tugas-tugasnya. dari segera sesuatu
Menjelaskan menyelesaikan Tidak egois
bagaimana cara- tugas-tugas yang dan tidak
cara bertanggung diberikan. mementingkan diri
jawab sendiri.
menyelesaikan Mampu
sebuah tugas mengendalikan
dengan baik. emosinya dengan
Menjelaskan bijak.
manfaat dari dapat Menyelesaikan
dimbil ketika dapat tugas-tugas
menyelesaikan dengan baik.
tugas-tugas
dengan baik.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
43
TIDAK ANGKUH DAN TIDAK SOMBONG
Konsep
Tidak merendahkan orang lain, meninggikan diri sendiri.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kerendahan Hati
Kerendahan
Hati Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan

Tidak angkuh 1. Menayangkan 1. Melihat 1. Lembah manah dalam


dan tidak video yang tayangan video. bertutur kata dan
sombong. berisi cerita 2. Memperhatikan bertingkah laku.
tentang akibat penjelasan 2. Selalu mengucapkan
buruk bagi guru. terima kasih (matur
orang yang 3. Mengidentifikasi nuwun) ketika
sombong. sikap-sikap menerima dan
2. Menjelaskan yang termasuk mendapat bantuan
bagaimana tidak angkuh dari orang lain.
bahayanya dan tidak 3. Penolong dan
memiliki sikap sombong. mendahulukan
yang sombong. kepentingan orang
3. Tanya jawab lain.
tentang sikap- 4. Memaafkan orang
sikap yang yang telah berbuat
termasuk tidak salah.
angkuh dan 5. Tidak membeda-
tidak sombong. bedakan orang lain
berdasarkan jabatan,
golongan, dan lain
sebagainya.
6. Menjadikan
keberhasilan dan
pencapaian orang lain
sebagai motivasi.
7. Tidak merasa paling
baik diantara orang
lain.
Tidak membanggakan
prestasi/keberhasilan
yang diraih dan
merendahkan yang
lainnya.

4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.

44 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
1. Budaya Pikir
a. Memasang berbagai tulisan atau gambar filosofi kearifan lokal di
ruang pimpinan, pegawai, dan kelas, web sekolah tentang nilai
kerendahan hati.
b. Melaksanakan prinsip-prinsip hidup orang Jawa (way of life) lembah
manah, sopan santun, merak ati, sendika dhawuh, ngajeni, dan lain
sebagainya.

2. Budaya Tindak
a. Melaksanakan aktivitas budaya seperti karawitan, membaca
geguritan, dan lain sebagainya.
Contoh gambar aktivitas:

Latihan karawitan Pembacaan geguritan.


(Foto koleksi pribadi, Siswa SMPN 4 Wates, Bethy Mahara)

b. Implementasi lembah manah sopan santun dengan implementasi


NGAJENI: NGApurancang, JEmpol, Nuwun sewu/Ndherek langkung,
Nyuwun pangapunten, Matur nuwun, Injih, Mangga.
c. Melaksanakan permainan tradisional seperti dhakon, engklek, gobag
sodhor, egrang, lomba sandhal bakiak, dan sebagainya.
Contoh gambar melaksanakan permainan tradisional:

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
45
Bermain dhakon Bermain gatheng

Bermain bakiak Bermain egrang


(Foto koleksi pribadi, Siswa SMPN 4 Wates, Bethy Mahara)

3. Budaya Material
a. Memiliki website bermuatan budaya untuk (SD/MI, SMP/MTs).
b. Memiliki laboratorium budaya khusus SMP/MTs.

46 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
c. Memasang produk budaya seperti wayang, batik, foto-foto bangunan
berciri Yogyakarta (seperti kraton, tugu, dan sebagainya).
d. Perpustakaan Jawa (SD/MI, SMP/MTs).
e. Makanan dan minuman bernuansa Jawa (seperti makanan khas
kabupaten geplak, gebleg, thiwul, wedang uwuh, wedang jahe, geplak,
peyek tumpuk, pecel, dsb).
Untuk semua jenjang sekolah.

5. Refleksi
Guru perlu melakukan refleksi dengan teman sejawat, kepala sekolah,
pengawas sekolah dan tenaga kependidikan serta orang tua tentang
pembelajaran kerendahan hati. Adakah perubahan sikap dari para siswa
baik di sekolah maupun di rumah? Perlu ditanyakan kepada orang tua
ketika ada pertemuan komite sekolah. Selanjutnya perlu dilakukan focus
group discusion untuk bahan pembelajaran berikutnya.

6. Rangkuman
Sebagaimana ajaran leluhur jawa, “Ajining diri gumatung lathi, ajining
raga gumantung busana, ajining awak gumantung tumindak, ajining bangsa
gumatung budaya” maka pembelajaran serta pembudayaan perilaku rendah
hati perlu ditanamkan kepada siswa sejak dini. Hal tersebut sangatlah
penting di mana dengan era globalisasi saat ini yang mengakibatkan dunia
tanpa batas telah mengalir budaya bangsa asing yang belum tentu baik dan
cocok bagi generasi indonesia khususnya Jawa dan lebih khusus warga
Yogjakarta. Seluruh stake holders pendidikan perlu melakukan penanaman
pemahaman kepada siswa, pengkondisian lingkungan baik sekolah, rumah,
dan masyarakat serta mampu menjadi teladan bagi siswa dan anak-anak
kita.
Sebagai orang tua atau guru tentunya harus memberikan contoh
yang baik. Memang anak sangat mudah meniru tindakan dan perkataan
orang tuanya. Oleh karena itu, guru atau orang tua juga bisa bersikap baik
terhadap anak. Misalnya, berani meminta maaf ketika guru atau orang tua

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
47
melakukan kesalahan atau mengucapkan terima kasih jika ada anak yang
membantu.
Dengan melakukan tindakan-tindakan kecil tersebut, anak akan mulai
mengenal dan mencoba menerapkannya dalam kehidupan. Oleh karena
itu, jika ingin anak memiliki sikap rendah hati, maka guru dan orang tua
harus memilikinya terlebih dahulu. Cara mengajar sederhana di atas bisa
diterapkan pada anak sejak dini. Membentuk pribadi yang baik sangatlah
penting. Hasilnya, anak bisa menjalani kehidupan sosialnya dengan baik.
Melestarikan budaya adi luhung bukan berarti “jadul” tetapi berupaya agar
generasi penerus kita menjadi manusia yang beradab.

D. KEPEDULIAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Hamemayu hayuning bawana
2. Nilai : Mangasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi
3. Sub nilai : Kepedulian
4. Indikator :
a. Menghargai prestasi orang lain
b. Menunjukkan sikap empati kepada orang lain ‘among dan
momong’.
c. Memiliki rasa belas kasihan (welas asih)
d. Melakukan kerja bakti atau gotong royong sehingga mencintai
lingkungan.

2. Konsep Materi

1. Hamemayu Hayuning Bawana


Kata hamemayu artinya mempercantik atau mempercantik.
Sedangkan hayuning bawana artinya keindahan atau indahnya dunia. Jadi
secara harafiah kata hamemayu hayuning bawana artinya memperindah
keindahan dunia. Filosofi hamemayu hayuning bawana adalah untuk
melindungi, mempercantik dan menyelamatkan dunia. Istilah “memayu
hayuning bawana” sudah banyak didengar masyarakat. Ungkapan ini

48 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
bukan sekadar ungkapan biasa. Ungkapan ini merupakan benteng hidup
yang sering dianut oleh banyak orang Jawa.
Puncak falsafah hidup memayu hayuning bawana adalah menciptakan
suasana ketertiban, kenyamanan dan ketenangan. Yang lebih mendalam
dari ungkapan tersebut adalah bahwa sikap dan perilaku manusia senantiasa
mengedepankan keselarasan, ketaatan, keserasian dan keseimbangan
dalam hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan alamnya.
Muara dengan pemandangan hamemayu hayuning bawana akan
tercipta negara yang kokoh, pohon pinus, gemah ripah loh jinawi, ketertiban
damai, kerta tur raharja (negara lestari, makmur, dan damai).
Dalam konsep memayu hayuning Bawana, manusia berkewajiban
menjaga keharmonisan alam semesta. Padahal, kehidupan manusia
tentu tidak lepas dari hubungan manusia dengan Tuhan, manusia, dan
lingkungannya. Hubungan manusia dengan Tuhan harus dijaga sebaik-
baiknya, karena kita di dunia ini bukanlah raja yang menguasai alam
semesta, melainkan manusia yang diutus untuk menjaga keharmonisan
alam semesta. Oleh karena itu, sangatlah tidak pantas jika seseorang merasa
bahwa dirinya adalah pribadi yang paling benar, terhebat dan paling terpuji,
karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk Tuhan, lemah dan
berkekurangan dalam segala hal. Hubungan antar manusia dapat dibina
dengan menjaga keberagaman Tunggal Ika-an dalam kehidupan.
Dalam konsep memayu hayuning bawana, manusia berkewajiban
menjaga keharmonisan alam semesta. Padahal, kehidupan manusia
tentu tidak lepas dari hubungan manusia dengan Tuhan, manusia, dan
lingkungannya. Hubungan manusia dengan Tuhan harus dijaga sebaik-
baiknya, karena kita di dunia ini bukanlah raja yang menguasai alam
semesta, melainkan manusia yang diutus untuk menjaga keharmonisan
alam semesta. Oleh karena itu, sangatlah tidak pantas jika seseorang merasa
bahwa dirinya adalah pribadi yang paling benar, terhebat dan paling terpuji,
karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk Tuhan, lemah dan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
49
berkekurangan dalam segala hal. Hubungan antar manusia dapat dibina
dengan menjaga keberagaman Tunggal Ika-an dalam kehidupan

2. Mangasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi


Sikap peduli memerlukan kecerdasan dalam menanggapi situasi,
yakni kecerdasan spiritual, emosional, dan sosial. Kecerdasan spiritual
mendorong sesorang untuk melakukan praktik baik ‘peduli’ kepada
lingkungan, baik lingkungan di rumah, sekolah, masyarakat, dan alam
sekitanya. Kecerdasan spiritual berdasar pada niat beribadah kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Kecerdasan emosional mendorong sikap empati
kepada orang. Empati berarti ikut merasakan yang dirasakan oleh orang
lain. Secara emosional (perasaan) hal ini disebut sikap peduli. Kecerdasan
sosial mengacu pada pengertian reaksi seseorang atas peristiwa sosial yang
terjadi, missal menolong orang lain, goyong royong, guyub rukun, bersikap
simpati, turut prihatin, turut berbahagia dan sebagainya.
Kecerdasan tersebut merupakan ekspresi dari mangasah mingising
budi, memasuh malaning bumi. Mangasah mingising budi berarti
kecerdasaran budi atau kecerdasan batin, bukan kecerdasan inteligensi.
Kecerdasan inteligensu juga penting, namun harus dilandasai kecerdasan
budi. Orang yang ber-IQ tinggi tetapi kurang dilandasi kecerdasan budi
menjadikan orang tersebit bersifat serakah, tidak peduli kepada orang
lain, hanya mementingkan dirinya sendiri, pintere kanggo minteri hingga
terjadi korupsi. Ittulah sebabnya kearifan lokal budaya Jawa mendahukan
kecerdasan budi daripada kecerdasan IQ. Kecerdasan budi yang mendasari
kecerdasan IQ menjadikan orang bersikap peduli, simpati dan empati
orang lain, mudah tersentuh nuraninya ‘trenyuh’ sehingga suka menolong,
menghindari tindak korupsi.
Sikap peduli yang dilandasi mangasah mingising budi, menghantarkan
orang tersebut memiliki mamasuh malaning bumi yang diekspresikan
memberantas kejahatan, membantu yang membutuhkan ‘menehi pangan
wong kang keluwen, menehi ngombe wong ngelak, menehi paying wong
kang lagi kodanan.’ Artinya senang membantu orang lain, memberantas

50 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
kejahatan dan tindakan yang menuju pengrusakan, baik mental maupun
alam. Inilah hakikat mamasuh malaning bumi untuk menuju negara tata
titi tentrem kerta raharja.

3. Kepedulian
Kepedulian adalah teori etika normatif yang meyakini bahwa tindakan
moral berfokus pada hubungan interpersonal dan kebajikan atau cinta
sebagai sebuah nilai. Etika ini merupakan salah satu teori etika normatif
utama yang dikembangkan oleh para feminis pada paruh kedua abad 20.
Caring merupakan sifat dasar atau filosofi manusia, yang mengandung
prinsip, nilai dan sikap yang dapat menciptakan kehidupan yang baik dan
tindakan yang benar. Tertarik untuk memberikan jawaban atas pertanyaan
mendasar “Apa artinya menjadi manusia?” (Boff: 2008). Dengan kata lain,
perawatan diri merupakan kondisi dasar dan penting untuk kelangsungan
hidup dan kesuksesan, serta untuk hidup sehat (Barnes: 2012). Kebaikan
tersebut diwujudkan dalam upaya kita untuk menjaga, melestarikan, dan
memperbaiki bumi yang kita tinggali agar kita dapat hidup dengan nyaman
dan sejahtera.
Care (peduli) berasal dari kata Latin coera, sering digunakan dalam
konteks hubungan romantis dan persahabatan. Caring melambangkan
tindakan kebaikan, pengabdian, kepedulian, dan kepedulian terhadap
seseorang yang dicintai atau suatu benda yang dicintainya. Kata peduli
juga berasal dari kata cogitare-cogitus yang berarti berpikir, merenung,
memperhatikan, menunjukkan minat, meneguhkan sikap, melayani dan
memperhatikan. Jadi, kepedulian berarti dedikasi, komitmen, kecerdasan,
semangat dan perlakuan yang baik (Boff:2008). Dengan kata lain
kepedulian mengandung dua sikap yang saling berkaitan, yaitu dedikasi,
komitmen dan kepedulian terhadap orang lain dan kepedulian karena
seseorang merasa ikut berpartisipasi (berbagi) dan merasa terhubung
secara emosional dengan orang lain (Boff:2008).
Kepedulian menunjukkan kepedulian dan rasa tanggung jawab yang
diungkapkan melalui tindakan praktis, bukan ditujukan untuk mencapai

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
51
keuntungan pribadi. Misalnya saja jika kita merasa prihatin terhadap
masalah kelaparan yang berdampak pada masyarakat global maka kita
harus segera melakukan upaya atau ikut serta menyelesaikan permasalahan
kelaparan yang berdampak pada masyarakat global (Tronto:1993).

4. Jenis dan karakteristik


Kecemasan termasuk dalam jenis moralitas yang biasa. Etika akal sehat
adalah suatu sistem nilai dan norma yang diterima oleh suatu kelompok
sosial atau masyarakat yang mengatur perilaku individu dalam kelompok
tersebut. Moralitas konvensional ini umumnya diterima secara luas oleh
masyarakat dan dianggap sebagai norma yang harus dipatuhi oleh seluruh
anggota kelompok. Adapun jenis dan karakteristik kepedulian seperti pada
tabel berikut.
No. Jenis Kepedulian Karakteristik
1. Sopan santun Baik dalam tutur kata dan tindakan.
Menghormati orang lain.
Mempersilakan terlebih dahulu demi kepentingan
orang lain.
Grapyak sumanak (ramah dan menganggap orang
lain seperti saudara sendiri).
2. Toleran terhadap Menghormati kegiatan orang lain walaupun
perbedaan berbeda keyakinan, suku, budaya dengan kita.
Saling membantu dalam mempersiapkan kegiatan
keagamaan, kegiatan budaya orang lain.
Tidak menghina dan meremehkan keyakinan, suku,
budaya orang lain.
3. Terlibat dalam Mampu bekerja sama dengan orang lain.
kegiatan Mendahulukan kepentingan umum.
lingkungan sekitar Tanggap terhadap kesulitan orang lain.
(sekolah dan Aktif dalam berbagai kegiatan lingkungan yang
masyarakat) sedang dilaksanakan.
4. Memberikan Berbelas kasih pada sesama manusia.
bantuan kepada Berperhatian terhadap musibah orang lain.
orang lain Menjaga hubungan baik.
Berami berkorban demi kebaikan.
Suka menolong.

52 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
No. Jenis Kepedulian Karakteristik
5. Peduli pada Selalu menjaga kebersihan lingkungan.
lingkungan/alam Tidak merusak lingkungan.
Ikut aktif dalam mengelola lingkungan sekitar agar
tetap indah terjaga.

3. Pembelajaran
1. Pendekatan:
2. Strategi : deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode : demonstrasi
4. Asesmen : pembiasaan

a. SOPAN SANTUN.
Konsep
Baik dalam tutur kata dan tindakan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kepedulian
Kepedulian Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan
Sopan Mengorganisasikan Memperhatikan Membiasakan bertutur
santun siswa untuk apa yang kata yang baik.
belajar dengan disampaikan Slogan TOMAT (Tolong,
memberikan guru. Maaf, Terima Kasih).
contoh baik Mengidentifikasi Membiasakan sikap
langsung dilakukan sikap-sikap yang ngapurancang,
guru maupun menujukkan mengangkat tangan/
denga video sopan santun jempol ketika
tentang sikap yang terhadap orang akan bertanya,
menunjukan sopan lain. menunjukkan jempol
santun terhadap Menyebutkan untuk mempersilakan,
orang lain. manfaat sopan membungkukkan
santun. badan ketika berjalan
Mempaktikkan di depan orang,
sikap-sikap yang berjabat tangan
menunukkan yang baik sebagai
sopan santun rasa hormat, dan
terhadap orang sebagainya.
lain.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
53
b. Toleran terhadap perbedaan.
Konsep
Menghormati kegiatan orang lain walaupun berbeda keyakinan, suku, budaya
dengan kita.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kepedulian
Kepedulian Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan
Toleran Membacakan 1. Mendengarkan 1. Ikut mendukung
terhadap sebuah cerita cerita yang kegiatan orang lain
perbedaan tentang dibawakan guru. walaupun berbeda
sikap toleran 2. Menjawab keyakinan, suku,
terhadap pertanyaan yang budaya dengan kita.
perbedaan. disampaikan 2. Saling
Tanya jawab yaitu tentang membantu dalam
tentang contoh-contoh mempersiapkan
contoh-contoh sikap toleran kegiatan
sikap toleran terhadap keagamaan,
terhadap perbedaan. kegiatan budaya
perbedaan. 3. Menjawab orang lain, seperti
Tanya jawab pertanyaan yang membersihkan
tentang disampaikan tempat kegiatan,
manfaat yaitu tentang meminjamkan
toleran manfaat sikap perlengkapan
terhadap toleran terhadap kegiatan, dan lain
perbedaan. perbedaan. sebagainya.
4. Mempraktikkan 3. Tidak menghina
sikap-sikap dan meremehkan
toleran terhadap keyakinan, suku,
perbedaan. budaya orang lain
dalam perkataan
maupun perbuatan.
4. Memberikan waktu
dan kesempatan
orang lain untuk
meaksanakan
kegiatan sesuai
dengan keyakinan
masing-masing.

54 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
c. Terlibat dalam kegiatan lingkungan sekitar (sekolah dan
masyarakat).
Konsep
Aktif dalam berbagai kegiatan lingkungan yang sedang dilaksanakan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kepedulian
Kepedulian Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
pembiasaan
Terlibat 1. Menayangkan 1. Melihat Mampu bekerja
dalam video tentang tayangan sama dengan orang
kegiatan keterlibatan video yang lain.
lingkungan orang-orang ditampilkan Menunjukkan
sekitar dalam kegiatan oleh guru. sikap dan perilaku
(sekolah di lingkungan 2. Menjawab peduli terhadap
dan sekitarnya pertanyaan kepentingan
masyarakat) misalnya dalam seputar isi umum daripada
gotong royong video yang kepentingan
di lingkungan ditayangkan. pribadi.
masyarakat, 3. Menjawab Tanggap terhadap
kerja bakti di pertanyaan kesulitan orang
lingkungan yang lain.
sekolah, disampaikan Aktif dalam
kegiatan budaya yaitu tentang berbagai kegiatan
di masyarakat, manfaat terlibat lingkungan
dan lain dalam kegiatan yang sedang
sebagainya lingkungan dilaksanakan.
2. Tanya jawab sekitar
seputar isi (sekolah dan
video yang masyarakat)
ditayangkan.
3. Tanya jawab
tentang manfaat
terlibat dalam
kegiatan
lingkungan
sekitar
(sekolah dan
masyarakat).

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
55
d. Memberikan bantuan kepada orang lain.
Konsep
Aktif dalam berbagai kegiatan lingkungan yang sedang dilaksanakan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kepedulian
Kepedulian Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
pembiasaan
Memberikan 1. Menayangkan 1. Melihat Menunjukkan sikap
bantuan video tentang tayangan berbelas kasih.
kepada keterlibatan video yang Perhatian kepada
orang lain orang- ditayangkan yang sedang
orang dalam oleh guru. ditimpa musibah.
memberikan 2. Menjawab Menjaga hubungan
bantuan kepada pertanyaan baik.
orang lain. seputar isi Berani berkurban
2. Tanya jawab video yang untuk kebaikan.
seputar isi ditayangkan. Suka menolong.
video yang 3. Menjawab Berbagi makanan/
ditayangkan. pertanyaan bekal dengan
3. Tanya jawab yang teman lain.
tentang disampaikan
manfaat yaitu tentang
memberikan manfaat
bantuan kepada memberikan
orang lain. bantuan kepada
orang lain.

56 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
e. Peduli pada lingkungan/alam.
Konsep
Ikut aktif dalam mengelola lingkungan sekitar.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kepedulian
Kepedulian Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan
Peduli pada 1. Menayangkan 1. Melihat 1. Menjaga
lingkungan/ video tentang tayangan kebersihan
alam kegiatan video yang lingkungan.
peduli ditayangkan 2. Tidak merusak
ligkungan/ oleh guru. tanaman yang
alam. 2. Menjawab ada di lingkungan
2. Tanya jawab pertanyaan sekitar.
seputar isi seputar isi 3. Ikut menanam
video yang video yang tanaman-tanaman
ditayangkan. ditayangkan. di pot-pot yang
3. Tanya jawab 3. Menjawab indah (sebagai
tentang pertanyaan contoh di pot-pot
manfaat yang yang telah dihiasi
peduli pada disampaikan dengan lukisan
lingkungan/ yaitu tentang kaligrafi aksara
alam. manfaat Jawa).
peduli 4. Tidak membuang
lingungan/ sampah
alam. sembarangan.
4. Praktik peduli Kegiatan mengurangi
lingkungan/ sampah plastik di
alam. sekolah dengan cara
jajan menggunakan
tempat makan dan
minum sendiri.
Kegiatan Jumat bersih
di sekolah.
Merawat taman
sekolah.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
57
4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.

1. Budaya Pikir
a. Memasang berbagai filosofi kearifan lokal tentang kepedulian di
berbagai ruang (pimpinan, pegawai, dan kelas, dan lingkungan
sekitar sekolah) dengan tulisan beraksara Jawa.
Contoh filosofi kearifan lokal yang ditulis dalam kaligrafi aksara
Jawa:

Karya kaligrafi aksara Jawa yang Karya kaligrafi aksara Jawa yang
dipasang di dinding Ruang Rapat dipasang di dinding sekolah (di SMP
Dinas Dikpora Kabupaten Negeri 4 Wates, Kabupaten
Kulon Progo Kulon Progo)

(Foto koleksi pribadi, Bethy Mahara)

Contoh tulisan-tulisan beraksara Jawa:

58 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
b. Melaksanakan prinsip-prinsip hidup orang Jawa (way of life) seperti
dudu sanak dudu kadang yen mati melu kelangan (bukan saudara
bukan kerabat namun jika mati ikut kehilangan), sabaya mukti
sabaya pati (rukun sampai ajal menjemput/mati), welas asih (belas
kasih), sapa nandur ngundhuh (siapa menanam akan menuai), sepi
ing pamrih rame ing gawe (bekerja tanpa mengharap imbalan), tega
larane ora tega patine (kepada saudara tidak akan tega bila sampai
eninggal), tuna satak bathi sanak (merugi sejumlah uang tetapi
beruntuk mendapatkan saudara), dan lain sebagainya.

2. Budaya Tindak
Siswa melakukan aktivitas produktif seperti membuat mural (lukisan
dinding) sekolah dengan aksara Jawa, menuliskan kalimat-kalimat pitutur
dengan menggunakan aksara Jawa di pot, padasan, kaos, tas, dan lain
sebagainya, juga membuat lukisan kaligrafi beraksara Jawa sebagai hiasan
dinding sekolah. Bentuk aktivitas produktif yang dibuat oleh siswa, sebagai
bentuk kepedulian terhadap lingkungan sekolah agar semakin indah,
sehingga menambah semangat dalam mengikuti pembelajaran di sekolah.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
59
Contoh aktivitas:

Penulisan aksara Jawa di padasan sebagai Pembuatan kaligrafi aksara Jawa sebagai
tempat cuci tangan di sekolah. hiasan yang dipasang di dinding-dinding
sekolah.

Penulisan aksara Jawa di pot untuk Siswa membuat mural (lukisan dinding)
menanam tanaman-tanaman yang sekolah dengan tulisan beraksara Jawa.
menghiasi lingkungan sekolah.
(Foto koleksi pribadi, Siswa SMPN 4 Wates, Bethy Mahara)

3. Budaya Material
Memasang produk budaya seperti foto-foto bangunan penciri
Yogyakarta (seperti kraton, tugu, dan sebagainya).

60 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
5. Refleksi
Guru perlu malakukan refleksi dengan teman sejawat, kepala sekolah,
pengawas sekolah dan tenaga kependidikan serta orang tua tentang
pembelajaran nilai moral Kepedulian. Adakah perubahan sikap dari para
siswa baik di sekolah maupun di rumah. Ketika pertemuan dengan orang
tua siswa perlu dilakukan klarifikasi sudahkah putra putri mereka memiliki
rasa kepedulian. Selanjutnya perlu dilakukan focus group discusion untuk
bahan pembelajaran berikutnya.

6. Rangkuman
Sikap peduli sesama manusia, peduli lingkungan, serta peduli dengan
makhluk Tuhan lainnya, perlu dibiasakan pada siswa. Hal ini penting
karena manusia itu tidak selamanya berkecukupan sehingga perlu berbagi.

E. NILAI KESENIAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Sangkan Paraning Dumadi
2. Nilai : Mangasah Mingising Budi, Mamasuh Malaning Bumi
3. Subnilai : Kesenian
4. Indikator
a. Mengapresiasi seni (lagu dolanan, tembang, pedhalangan,
ketoprak, seni lukis, seni kriya, batik) dengan menerapkan
sariswara.
b. Kreatif (Tri Sakti, Cipta-Rasa-Karsa).
c. Melakukan lomba ngadi sarira, ngadi busana

2. Konsep materi
1. Filosofi: Sangkan Paraning Dumadi
Seni adalah proses kreatif, proses penciptaan suatu karya seni. Proses
kreatif boleh dikatakan sangkan, yakni asal mula penciptaan. Penciptaan
karya seni seperti seni tari, seni rupa, seni musik, seni drama, seni
multimedia, seni pertunjukkan/seni panggung, seni lukis, bahkan seni

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
61
sastra. Proses kreatif dari seorang seniman diawali dengan pencarian ide,
perenungan, dan aksi (membuat karya seni). Ini yang disebut sangkaning
dumadi atau awal kejadian, yakni kejadian seni.
Kemudian paraning dumadi kemana? Kemana arah penciptaan karya
seni. Arah atau paraning karya seni sesuai dengan isi dari karya seni itu
sendiri. Berbagai isi karya sastra dapat terkait dengan penggambaran
keindahan alam, kritik sosial, kritik politik, gambar makhluk Tuhan. Maka
hasil karya seni sangat tergantung kepribadian seniman atau sastrawan,
dan latar belakang keilmuan.

2. Nilai : Mangasah Mingising Budi, Mamasuh Malaning Bumi


Mangasah mingising budi, mamasuh malaning bumi di bidang
kesenian merupakan harapan dan tantangan. Mangasah mingising budi
berarti mengasah ketajaman budi, jiwa, atau nurani. Budi senantiasa diasah
agar memiliki ketajaman yang berarti budi, karakter, atau hati yang mulia.
Sebagai harapan mangasah mingising budi, para siswa memiliki ketajaman
jiwa yang mengarah pada kreativitas pada cipta seni. Dengan kreativitas
cipta seni, kesenian akan terus berkembang. Ketajaman atau kreativitas
seni juga merupakan tantangan, yakni bagaimana insan pendidikan dapat
membimbing dan memfasilitasi kreativitas seni kepada siswa.
Selain harapan dan tantangan tersebut, mangasah mingising budi
dapat pula menjadi tameng dan benteng siswa guna menanamkan jiwa
seni yang cerdas. Seni kreatif yang cerdas tanggap terhadap berbagai
gejala merupakan konkritisasi mangasah mingising budi. Dengan kata lain,
mangasah mingising budi juga dapat dilakukan melalui aktivitas belajar
seni. Sebaliknya beraktivitas bidang seni dapat mengasah ketajaman budi.
Tarian dapat menanamkan kehalusan budi. Musik dapat meningkatkan
kecerdasan. Seni rupa dapat menjadi ajang ekspresi budi. Seni lukis
merefleksikan jiwa yang cerdas.
Kahalusan budi dan ketajaman seni dapat diekspresikan dalam
suatu karya, seperti karya seni tari, seni rupa, seni musik, seni drama,

62 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
seni multimedia, seni pertunjukkan/seni panggung, seni lukis, bahkan
seni sastra. Diharapkan karya yang dilandasi mangasah mingising budi
dapat mamasuh malaning bumi (turut serta memberantas kejahatan di
bumi). Kehalusan budi terekspresikan dalam praktik baik bidang seni.
Siswa yang memiliki kehalusan budi dan kemuliaan jiwa tidak akan
melakukan kejahatan (preventif), sedangkan karya seni seperti seni lukis,
seni multimedia, seni sastra dapat menjadi kurasi bagi tindak kejahatan.
Paling tidak dengan memiliki jiwa seni, ke depan siswa tidak melakukan
tindak kejahatan dan melalui seni pula dapat turut memberantas kejahatan
(misal konten pesan berantas korupsi melalui karya seni rupa atau seni
suara seperti tembang Kuwi Apa Kuwi).
Kuwi Apa Kuwi
Kuwi apa kuwi, e… kembang melati,
Sing tak puja-puji aja dha korupsi,
Marga yen korupsi,
negarane rugi,
Piye ta Kang kuwi, aja ngono, ngono-ngono kuwi
(https://www.youtube.com/watch?v=PE2snnRQu9U)
Kuwi apa kuwi, e… kembange menur,
Sing tak puja-puji ayo dha sing jujur,
Marga yen dha jujur,
Negarane makmur
Piye ta Mas kuwi, iya ngono, ngono-ngono kuwi.
Kuwi apa kuwi, e… kembange mawar,
Sing tak puja-puji siswa kudu sabar,
Marga yen dha sabar,
Sinaune mayar,
Piye Mas piye, iya ngono, ngono-ngono kuwi.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
63
3. Kesenian
Kesenian adalah ekspresi imajinasi kreatif untuk menuangkan rasa
keindahan dari dalam jiwa manusia. Jiwa yang cerdas (mangasah mingising
budi) dalam bidang seni dapat melahirkan berbagai bentuk seni. Secara
garis besar, kesenian itu dapat digolongkan menjadi empat golongan, yakni
(1) seni rupa, (2) seni pertunjukan, (3) seni sastra, dan (4) seni multimedia.
Secara garis besar, kelompok seni rupa mencakup (a) seni kriya, (b) seni
lukis, dan (c) seni patung. Sedangkan seni pertunjukan mencakup (a) seni
musik, (b) seni tari, dan (c) seni teater/drama; baik seni musik tradisional
maupun modern, seni tari tradisional maupun modern, dan seni teater/
drama tradisional maupun modern. Seni sastra juga memiliki varian yang
amat kaya, baik berbentuk puisi, pantun, prosa, maupun prosa liris, yang
muncul baik dalam khasanah Bahasa Jawa maupun Bahasa Indonesia.
Meskipun masih tergolong genre baru, namun seni multimedia juga mulai
tumbuh dan berkembang di Yogyakarta (Perda DIY Nomor 4 Tahun 2011).
Seni multimedia berbasis teknologi informasi. Seni multimedia adalah
penyajian karya seni yang menggabungkan seni suara, teks, animasi,
audio dan video dengan alat bantu dan koneksi sehingga pengguna dapat
bernavigasi, berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi (https://jagad.id/
pengertian-definisi-multimedia-jurusan-jenis-manfaat-dan-contoh/).

4. Jenis Kejujuran dan Karakteristik


Jenis dan karakteristik nilai kesenian seperti pada tabel.
No. Nilai Kesenian Pengertian Karakteristik
1 Seni rupa. karya seni secara visual, Seni kriya.
dapat dilihat, dan atau Seni lukis.
diraba. Seni patung.
2 Seni karya seni yang Seni musik.
pertunjukan. melibatkan penampilan Seni tari.
individu atau kelompok di Seni drama atau teater.
tempat dan waktu tertentu Pagelaran wayang.
untuk dipertontonkan Ketoprak.
kepada khalayak. Karawitan.

64 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
No. Nilai Kesenian Pengertian Karakteristik
3 Seni sastra. karya seni yang Lagu dolanan.
diekspresikan melalui Tembang.
media tulis maupun lisan. Puisi.
Gancaran (prosa).
Prosa liris.
4 Seni karya seni yang VCD Vidio acompact Disc).
multimedia menggabungkan seni DVD (digital video disc).
suara, teks, animasi, Video.
audio dan video dengan Televisi.
alat bantu dan koneksi Game.
sehingga pengguna Game online.
dapat bernavigasi,
berinteraksi, berkarya dan
berkomunikasi.

3. Pembelajaran
1. Seni Rupa
a. Pendekatan: Behaviorisme
b. Strategi: tubian (drill system)
c. Metode: praktik melukis.
Untuk siswa PAUD, TK, SD/MI, SNP/MTs, dibatasi pada seni
lukis (termasuk batik). Batik bagian dari seni Lukis walaupun
sekarang ada batik cap (printing).
d. Asesmen: melukis

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
65
SENI RUPA
Konsep
karya seni secara visual, dapat dilihat, dan atau diraba.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Kesenian Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: Pembiasaan
Seni rupa Menjelaskan Memperhatikan Melukis atau
(lukis) pengertian seni rupa, penjelasan menggambar di kertas.
khususnya seni lukis. guru tentang Membatik pada kain
Menyebutkan pengertian seni (30 cm x 40 cm).
manfaat seni lukis. lukis.
Memutar video Bersama guru
tentang pelukis- menyebutkan
pelukis besar manfaat seni
khusunya dari lukis.
Yogyakarta seperti Mengapresiasi (https://id.images.
Affandi, Amri Yahya. video. search. yahoo.com/
Menunjukkan karya Memperhatikan search/images;....)
seni lukis seperti gambar seni
lukisan dan batik. Lukis atau
Menugaskan siswa batik.
untuk berpendapat Memberikan
tentang lukisan atau pendapat
batik. tentang lukisan
Menguraikan makna atau batik.
filosofis batik seperti Mencari filosofi
sidamukti, sidaluhur, batik sidamukti,
dan sidaasih. sidaluhur, dan
sidaasih.

BATIK
(https://www.youtube.com/watch?v=hYXmtWg63os)
Jenis Motif Filosofi
Sidamukti Harapan diberi kamukten
(kesejahteraan)

66 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Jenis Motif Filosofi
Sidaluhur Harapan bagi pemakai
diberikan keluhuran
(kemualiaan)

Sidaasih Harapan bagi si pemakai


dikasihsayangi orang.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).
2. Seni Pertunjukan
a. Pendekatan: Behaviorisme
b. Strategi: tubian (drill system)
c. Metode: praktik
Materi dibatasi seni tari dan karawitan. Kedua materi ini dapat
diberikan di jenjang PAUD, SD, dan SMP.
d. Asesmen: ekstrakurikuler

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
67
SENI PERTUNJUKKAN
Konsep
Karya seni yang melibatkan penampilan individua tau kelompok di tempat dan
waktu tertentu untuk dipertontonkan kepada khalayak.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Kesenian Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: Pembiasaan
Seni tari Menjelaskan Memperhatikan Berlatih tari.
pengertian seni rupa, penjelasan
khususnya seni tari. guru tentang
Menyebutkan pengertian seni
manfaat seni tari. tari.
Memutar video Bersama guru
tentang penari menyebutkan (https://id.images.
khususnya dari manfaat seni search.yahoo.com/
Yogyakarta seperti tari. search/images;...).
Bagong Kusudiharjo. Mengapresiasi
Menugaskan siswa video tari.
untuk berpendapat Memberikan
tentang seni tari. pendapat seni
Melatih tari. tari
Berlatih tari.
Seni Menjelaskan Memperhatikan Berlatih karawitan
karawitan pengertian seni penjelasan
karawitan. guru tentang
Menyebutkan pengertian seni
manfaat seni karawitan.
karawitan. Bersama guru
Memutar video menyebutkan (https://id.images.
tentang karawitan. manfaat seni search.yahoo.com/
Menugaskan siswa karawitan. search/images;...).
untuk berpendapat Mengapresiasi
tentang seni video karawitan.
karawitan. Memberikan
Melatih karawitan. pendapat seni
karawitan.
Berlatih
karawitan.

68 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
3. Seni Sastra
a. Pendekatan: Behaviorisme
b. Strategi: tubian (drill system)
c. Metode: praktik
Materi dibatasi lagu dolanan, tembang, dan geguritan. Kedua materi
ini dapat diberikan di jenjang PAUD, SD, dan SMP.
d. Asesmen: ekstrakurikuler
SENI SASTRA
Konsep
karya seni yang diekspresikan melalui media tulis maupun lisan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Kesenian Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: Pembiasaan
Lagu Menjelaskan Memperhatikan Berlatih lagu dolanan
dolanan pengertian lagu penjelasan guru Gundhul-gundhul
dolanan. tentang lagu Pacul, Cublak-cublak
Menyebutkan dolanan. Suweng, dan Jaranan.
manfaat lagu Bersama guru Catatan: dapat
dolanan. menyebutkan berkolaborasi dengan
Memutar video manfaat lagu karawitan.
tentang lagu dolanan.
dolanan. Mengapresiasi
Menugaskan siswa video lagu
untuk berpendapat dolanan.
tentang lagu Memberikan
dolanan pendapat tentang (https://www.
Melatih lagu lagu dolanan. youtube.com/
dolanan Gundhul- Berlatih lagu watch?v=JhH6SLBYqIE)
gundhul Pacul, dolanan Gundhul-
Cublak-cublak gundhul Pacul,
Suweng, dan Cublak-cublak
Jaranan. Suweng, dan
Bersama siswa Jaranan.
menganalisis isi Bersama guru
lagu dolanan. menganalisis isi
lagu dolanan.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
69
Konsep
karya seni yang diekspresikan melalui media tulis maupun lisan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Kesenian Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: Pembiasaan
Tembang Menjelaskan Memperhatikan Berlatih tembang
macapat pengertian penjelasan guru macapat Pocung,
tembang macapat. tentang tembang Gambuh, Kinanthi.
Menyebutkan macapat. Catatan: dapat
manfaat tembang Bersama guru berkolaborasi dengan
macapat. menyebutkan karawitan.
Memutar video manfaat tembang
tentang tembang macapat.
macapat. Mengapresiasi
Menugaskan siswa video tembang
untuk berpendapat macapat.
tentang tembang Memberikan (https://id.images.
macapat. pendapat search.yahoo.com/
Melatih tembang tentang tembang search/images;...).
Pocung, Gambuh, macapat.
Kinanthi Berlatih tembang
Bersama siswa macapat Pocung,
menganalisis isi Gambuh, Kinanthi
tembang macapat. Bersama guru
menganalisis isi
lagu dolanan.
Geguritan Menjelaskan Memperhatikan Berlatih membaca
pengertian penjelasan guru geguritan.
geguritan. tentang geguritan. ((https://www.youtube.
Bersama guru
Menyebutkan com/watch?v=URZ_
menyebutkan
manfaat geguritan. manfaat geguritan.
BxakWQw)
Memutar video Mengapresiasi video
tentang membaca membaca geguritan.
geguritan. Memberikan
Menugaskan siswa pendapat tentang
untuk berpendapat membaca geguritan.
tentang membaca Berlatih membaca
geguritan.
geguritan.
Bersama guru
Melatih membaca menganalisis isi (https://id.images.
geguritan. geguritan. search.yahoo.com/
Bersama siswa
search/images;...).
menganalisis isi
geguritan.

70 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
4. Seni Multimedia
a. Pendekatan: SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
b. Strategi: deduktif,
c. Metode: demonstrasi
Seni multimedia disampaikan kepada siswa sebagai
pengetahuan. Namun perlu membelajarkan seperti game, game
online.
d. Asesmen: ekstrakurikuler
SENI MULTIMEDIA
Konsep
karya seni yang menggabungkan seni suara, teks, animasi, audio dan
video dengan alat bantu dan koneksi sehingga penggunadapat bernavigasi,
berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Kesenian Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: Pembiasaan
Seni Menjelaskan Memperhatikan
multimedia pengertian seni penjelasan guru
multimedia. tentang seni
Menyebutkan multimedia.
keunggulan dan Bersama guru
kekurangan seni menyebutkan
multimedia. keunggulan dan
Menyebutkan kekurangan seni
contoh-contoh seni multimedia.
multimedia seperti Mengapresiasi
CD, DVD, televisi, contoh-contoh Menyampaikan
video, game, dan seni multimedia. pengalaman
game on line. menggunakan seni
Meminta siswa multimedia.
menyampaikan
pengalamannya (https://id.images.
tentang search.yahoo.com/
berinteraksi search/images;...).
dengan seni
multimedia.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
71
4. Atmosfir PKJ: Nilai Kesenian
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah keberadaan kesenian di sekolah.
1. Budaya Pikir
Budaya terkait dengan kearifan lokal yang menjadi panduan hidup
kawula Ngayogyakarta Hadiningrat.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

2. Budaya Tindak
Berisi aktivitas, tindakan, atau perilaku yang terkait dengan ekspresi
budaya seperti tari, karawitan, atau membaca geguritan.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

72 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
3. Budaya material
Berisi produk material (konkrit) budaya Jawa Yogyakarta, seperti
lukisan dan batik.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

5. Refleksi
1) Seni itu indah. Berkesenian berarti melakukan keindahan (mangasah
mngising budi).
2) Berkesenian berarti menyemai keindahan dalam jiwa. Ke depan jiwa
yang indah (mulia) menjadi pencegah tindakan buruk malaning
bumi.
3) Berkarya seni dapat menjadi wahana ekspresi jiwa untuk mamasuh
malaning bumi.
4) Berkesenian menjadi mangasah mingising budi, memasuh malaning
bumi.

6. Rangkuman
Kesenian adalah ekspresi imajinasi kreatif untuk menyampaikan
rasa keindahan yang muncul dari jiwa manusia. Secara garis besar seni
dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu (1) seni rupa, (2)
seni pertunjukan, (3) seni sastra, dan (4) seni multimedia. Secara umum
kelompok seni rupa meliputi (a) seni kerajinan, (b) seni lukis, dan (c)
patung. Sedangkan seni pertunjukan meliputi (a) seni musik, (b) seni tari,
dan (c) seni teater dan drama; seni musik tradisional dan modern, seni tari

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
73
tradisional dan modern, seni teater dan drama tradisional dan modern.
Seni sastra juga memiliki varian yang amat kaya, baik berbentuk lagu
dolanan, tembang, gancaran, lan geguritan. Seni multimedia seperti televisi,
video, VCD, DVD, game, dan game on line. Seni rupa, seni pertunjukkan,
seni sastra lebih melekat dengan budaya Jawa, sedangkan seni multimedia
dapat menjadi sarana untuk mengemas dan mempublikasikan seni rupa,
seni pertunjukkan, dan seni sastra.

F. NILAI KREATIF
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi: Hememayu hayuning bawana
2. Nilai: Mangasah mingising budi, mamasuh malaning bumi
3. Subnilai: Kreatif
4. Indikator:
a. Menciptakan atau membuat produk baru
b. Membuat produk baru berdasarkan produk yang sudah ada
(teknologi rekayasa), nonton, niteni, nambahi, cipta, rasa, karsa,
karya.
c. Memiliki banyak ide (cerdas)
d. Berpikir kritis

2. Konsep Materi

1. Filosofi: Hamemayu Hayuning Bawana


Nilai budaya Jawa yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat
Yogyakarta salah satunya adalah hamemayu hayuning bawana. Hamemayu
hayuning bawana memiliki pengertian secara harfiah, yaitu membuat
dunia menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari). Adapun arti
lainnya dari hamemayu hayuning bawana adalah agawe tata-têntrêming
donya (Padmoseokotjo, 1967:151). Ungkapan hamemayu hayuning bawana
adalah sikap dan perilaku manusia yang selalu mengutamakan harmoni,
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan hubungan antara manusia

74 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
dengan Tuhannya, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan
alam lingkungannya. Tujuan akhir dari sikap hamemayu hayuning bawana
akan terwujud jika suatu negara dapat panjang, punjung, gemah ripah loh
jinawi, tata tentrem, kerta tur raharja (negara yang lestari, makmur, dan
damai-sejahtera). Orang Jawa memandang konsep ini tidak hanya sebagai
falsafah hidup namun juga sebagai pekerti yang harus dimiliki setiap orang.
Hamemayu memiliki arti memayungi, yang mengandung makna
melindungi dari semua hal yang bisa mengganggu ketidaknyamaan
ataupun keamanan yang disebabkan karena suatu hal. Semantara yang
dilindungi atau dipayungi yaitu hayuning bawono, yang memiliki makna
keselamatan atau rahayuning jagad dan kelestarian bumi dan seisinya.
Maka, budaya Jawa khususnya di Yogyakarta menyediakan pemikiran atau
konsep bagaimana bumi ini harus dijaga, serta memunculkan pemikiran
dengan tujuan utama keselamatan dan kelestarian bumi seisinya. Konsepsi
ini berkontribusi untuk menyelesaikan atau menggarap permasalahan
dengan menggunakan pemikiran yang kritis dan kreatif.

2. Nilai: Mangasah Mingising Budi, Mamasuh Malaning Bumi


Filosofi atau seloka mangasah mingising budi adalah usaha untuk
mempertajam atau mengasah budi yang sebenarnya sudah tajam/mingis.
Hal ini merupakan usaha yang secara terus menerus mempertajam budi
manusia agar semakin tajam dari waktu ke waktu. Dengan begitu, manusia
akan menghasilkan sesuatu yang bersifat baik bahkan luhur dalam
keinginannya membuat atau menghasilkan karya atau produk. Hal tersebut
memberikan penggambaran yang jelas bahwa manusia diharapkan akan
selalu berfikir kritis dengan menghasailkan pemikiran-pemikiran yang
luhur atau baik secara terus menerus agar memberikan kontribusinya
dalam melindungi serta melestarikan bumi dengan lingkungan seisinya.
Sri Sultan Hamengku Buwono dalam salah satu pidatonya
mengemukakan bahwa salah satu ajaran Sultan Agung terkait dengan
mangasah mingising budi bermakna mengasah ketajaman akal-budi,
membasuh malapetaka bumi. Penerapan dari ungkapan tersebut adalah

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
75
dengan meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan sekaligus dengan
melestarikan lingkungan dengan berfikrip kritis, kreatif, dan menggunakan
akal budinya. Mangasah mengising budi bertujuan untuk mengasah ketajaman
berpikir dalam arti kognitif. Maka mangasah mingising pikir ini mengarah
pada kecerdasan pikir atau bernalar dan berfikir kreatif. Masangah mingising
budi merupakan pemikiran yang cerdas, spiritual, dan visioner.
Selanjutnya, memasuh malaning bumi memiliki makna menghilangkan
atau membersihkan penyakit dunia, seperti korupsi, kolusi, ataupun
nepotisme. Korupsi merupakan kejahatan negara yang paling jahat karena
dapat membuat negara bangkrut, rakuat miskin dan sengsara, negara
diasingkan dari pergaulan dunia. Kolusi merupkan persekongkolan
untuk berbuat kejahatan atau kejahatan bersistem. Nepotisme adalah
mengedepankan hubungan kekerabatan dalam membuat suatu keputusan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mangasah mingising budi
merupakan ide cerdas kreatif dan visioner yang mendasari mamasuh
malaning bumi. Memasuh malaning bumi tanpa didasari mangasah mingising
budi akan menjadi sebuah pintu masuk terbentuknya suatu kejahatan.

3. Kreatif
Kata kreatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti
memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk menciptakan, bersifat
(mengandung) daya cipta. Menurut David (1989: 27) kreatif adalah suatu
proses pemikiran yang membantu mencetuskan berbagai gagasan baru yang
merupakan salah satu sifat manusia yang dibentuk dari proses pengalaman
sehingga menyebabkan orang-orang tersebut bisa terus memperbaiki dan
mengengembangkan dirinya. Adapun ciri-ciri orang kreatif menurut David
(1989: 27) antara lain: memiliki kemampuan untuk bekerja keras, pantang
menyerah, mampu berkomunikasi dengan baik, serta tidak segera menolak
ide atau gagasan baru. Dari ciri-ciri tersebut maka dalam penelitian ini
kreatif dipilah menjadi dua bagian yaitu pandai dan berpikir kritis.
Kata pandai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti
cepat menangkap pelajaran dan mengerti sesuatu, pintar, cerdas. Pandai

76 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
dapat dimaknai sebagai orang yang mampu menyeimbangkan antara otak
kanan dan otak kirinya secara baik. Otak kiri akan mendorong seseorang
untuk melakukan analisa analisa, membuat perhitungan-perhitungan dan
memngambil keputusan. Sedangkan otak kanan membuatnya memiliki
sikap kreatif, imajinatif dan variatif. Jadi, orang yang pandai adalah orang
yang mampu menganalisa, memperhitungkan dan mengambil keputusan
secara cerdas. Adapun karakter pandai yang ditemui dalam naskah Jawa
menceritakan tentang bagaimana cara Tumenggung Arungbinang dan
Bupati Ngayogyakarta yang membagi tugas para punggawanya agar dapat
menghalau musuh namun juga ada yang tetap berjaga di pondokan agar
pondokan tidak diserang musuh.
Karakter pandai dalam teks Babad Ngayogyakarta Pupuh 469, Durma,
Pada 37 ditunjukkan dalam indikator kalimat “Bupati Ngayogya, pan sami
pagiliran, sapalih ingkang angungsir, sapalihira, tunggu pondhokan kari” yang
dapat dimaknai bahwa sang Bupati Ngayogyakarta membagi tugas kepada
para punggawanya agar mereka bergiliran ada yang bertugas mengusir
musuh dan ada yang bertugas menunggu pondokan. Hal itu dimaksudkan
agar sebelum musuh menyerang pondokan sudah terlebih dahulu dihalau
oleh oara punggawa yang bertugas menghadang musuh sebelum sampai di
pemondokan. Namun tidak menutup kemungkinan jika ada musuh yang
berhasil menyusup ke pemondokan sudah ada para punggawa yang juga
bersiap untuk menyerang musuh yang sampai ke pemondokan. Maka dari
itu sorang pemimpin dalam cerita ini diceritakan memiliki karakter pandai
yaitu mampu membuat analisis ataupun perhitungan-perhitungan untuk
mengambil suatu keputusan.
Pada dasarnya berpikir kritis ialah kemampuan untuk berpikir secara
kompleks yang menggunakan proses di antaranya analisis dan evaluasi
(Gunawan, 2003:177-178). Dari kalimat tersebut dapat disimpulkan bahwa
berpikir kritis merupakan sebuah pola pikir yang memungkinkan manusia
menganalisa masalah sehingga dapat mencari kemungkinan pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan yang terbaik. Karakter perpikir kritis
yang ditemukan dalam penelitian ini menceritakan tentang penyamaran

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
77
para prajurit dengan membalik pakaiannya agar tampak seperti orang Jogja
dan sultan yang disuruh berjalan malam hari agar tidak diketahui VOC.
Karakter berpikir kritis dalam teks Babad Ngayogyakarta ditunjukkan
oleh indikator kalimat “wong salawe sami amalik rasukan, mila datan
katawis, ngaku wong ngayogya, nusul pisah bendara” yang dapat diartikan
bahwa 25 orang membalik bajunya agar mereka nampak seperti orang Jogja
yang sedang menyusul prajurit yang sudah terlebih dahulu mendahului,
sehingga tidak ada yang menaruh curiga kepada mereka. Indikator pada
contoh teks yang ke dua ditunjukan oleh kalimat “kula turi inggal, mumpung
kumpeni wus mijil” yang dapat diartikan bahwa sang suktan agar segera
berjalan selagi VOC sedang keluar. Dari ke dua indikator tersebut dapat
diketahui bahwa ada karakter berpikir kritis yang nampak dalam cerita
tersebut, di mana mereka mereka menggunakan pola pikir mereka untuk
menganalisis suatu masalah untuk dapat menyelesaikannya yaitu dengan
cara menyamar dan mengelabuhi dengan berjalan malam hari. Karakter
berpikir kritis menjadi salah satu karakter yang sering muncul dalam
penelitian ini, maka karakter berpikir kritis menjadi salah satu karakter
yang khas dalam pendidikan keyogyakartaan.
No. Jenis Kreatif Karakteristik
1 Pandai Menguasai teori
Menguasai situasi
Cepat menangkap pelajaran
2 Berfikir kritis Ingin tahu
Suka bertanya
Dapat melakukan tindakan tertentu

3. Pembelajaran
Kreatif (Pandai dan Berfikir Kritis)
a. Pendekatan: Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
Learning: CTL)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: demonstrasi
d. Asesmen: pembiasaan

78 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
KREATIF
Konsep
Pandai dan berfikir kritis
Aspek Subnilai Pengembangan Subnilai Kreatif
Kreatif Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Pandai dan Menyiapkan siswa Siap di kelas Pada saat
Berfikir Kritis (secara kolektif atau Memperhatikan di sekolah
klasikal). penjelasan guru dan di mana
Menjelaskan tentang tentang kreatif saja, siswa
pengertian kreatif. dan berfikir kritis. membiasakan
Menyebutkan fungsi Siswa hidup kreatif dan
kreatif dan berfikir mempraktekkan berfikir kritis.
kritis. sendiri contoh
Guru memberi contoh kreatif dan
kreatif dan berfikir berfikir kritis
kritis. yang pernah
Mengawasi dan dilakukannya.
membetulkan siswa Bertanya kepada
yang salah dalam guru tentang
berfikir kreatif dan manfaat kreatif
kritis. dan berfikir kritis
Bertanya apabila ada dalam kehidupan
yang belum jelas nyata.
tentang kreatif dan
berfikir kritis.
Guru meminta siswa
secara individual
untuk bercerita
pengalaman
kreatifnya.

4. Atmosfir PKJ: Subnilai Kreatif


Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
79
1. Budaya Pikir
Berisi kearifan lokal dapat berupa idiom sebagai panduan hidup
kreatif orang Jawa Yogyakarta (way of life).

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).

2. Budaya Tindak
Tindakam, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan kepandaian dan
berpikir kritis orang Jawa Yogyakarta.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).

80 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
3. Budaya material
Hasil karya atau produk budaya Jawa Yogyakarta seperti di bawah ini.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).

5. Refleksi
1. Pembelajaran kreativitas ditanamkan semenjak usia dini.
2. Pembelajaran kreativitas mendasari budi pekerti yang baik.
3. Pembelajaran kreativitas (afektif) mendasari pendidikan psikomorik
dan kognitif.
4. Asesmen pembelajaran kreativitas l dilakukan dengan pembiasaan
untuk menuju ke pembudataan sehingga menjadi karakter.
5. Pembelajaran kreativitas (afektif) dilaksanakan secara praktis dengan
memraktikkan moral itu sendiri (psikomotorik).

6. Rangkuman
Mangasah mingising budi merupakan pembelajaran kreativitas yang
cerdas dan visioner. Mangasah mingising budi merupakan hal yang utama
sebelum mangasah mingising pikir. Pembelajaran kreativitas dilaksanakan
secara praktis dengan memberdayakan siswa dengan bermain peran atau
menganalisis kasus dengan berfikir secara kreatif. Dengan demikian
pembelajaran kreativitas tetap memberdayakan siswa sebagai pusat

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
81
pembelajaran (Student Centre Learning) dan mengaktifkan siswa sebagai
subjek belajar (Student Active Learning).

82 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
BAB 3.
NILAI PAMENTHANGING
GENDHEWA,
PAMANTHENGING CIPTA
BAB 3.
NILAI PAMENTHANGING GENDHEWA,
PAMANTHENGING CIPTA

A. PENGENDALIAN DIRI
1. Materi
1. Filosofi, Nilai, Subnilai dan Indikator
a. Filosofi : Hamemayu Hayuning Bawana
b. Nilai : Pamenthanging Gandhewa Pamanthenging Cipta
c. Subnilai : Pengendalian Diri
d. Indikator :
1) Memiliki sikap tidak mudah terprovokasi.
2) Menunjukkan sikap dapat menerima keberagaman multikultural.
3) Menunjukkan sikap tangguh mantép nora keguh.

2. Konsep Materi
a. Hamemayu Hayuning Bawana
Sebagai bagian dari masyarakat Jawa, siswa mungkin pernah
mendengar ungkapan tradisional hamemayu hayuning bawana.
Secara harafiah arti hamemayu hayuning bawana adalah membuat
dunia menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari). Arti
yang lain adalah agawe tata-têntrêming donya (S. Padmoseokotjo,
1967: 151). Dalam arti yang lebih luas, adalah sikap dan perilaku
manusia yang selalu mengutamakan harmoni, keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan
Tuhan, antarmanusia, dan manusia dengan alam lingkungannya.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
85
Muara atau hasil yang diharapkan dari sikap hamemayu hayuning
bawana adalah negara yang panjang, punjung, gemah ripah loh
jinawi, tata tentrem, kerta tur raharja (negara yang lestari, makmur,
dan damai-sejahtera).
Sultan Hamengku Buwono I, mengusung ajaran sekaligus visi
yang amat penting, yakni hamemayu hayuning bawana, mangasah
mingising budi dan memasuh malaning bumi.
Hamemayu Hayuning Bawana itu melahirkan substansi nilai
“harmoni”, sebuah langkah pembaharuan berkelanjutan jika harus
selalu menyelaraskan kehidupan penuh harmoni. Dalam Wikipedia
Indonesia, dijelaskan bahwa memayu hayuning bawana adalah
filosofi atau nilai luhur tentang kehidupan dari kebudayaan Jawa.
Memayu hayuning bawana jika diartikan dalam bahasa Indonesia
menjadi memperindah keindahan dunia. Orang Jawa memandang
konsep ini tidak hanya sebagai falsafah hidup namun juga sebagai
pekerti yang harus dimiliki setiap orang, termasuk siswa.
Berikut adalah makna kata hamemayu hayuning bawana berdasar
beberapa kamus.
Kamus Pepak Kamus Bhs. Jawa- Kamus Lengkap,
Kata
Basa Jawa Indonesia, Prawiroatmodjo Mangunsuwito
mayu gawe becik (570) berbuat baik (343) -
hayu becik, slamet, - becik rupane (20)
reja (50)
bawana jagad bumi (77) bumi (29) -

b. Pamenthanging Gandhewa Pamanthenging Cipta


Nilai pamenthanging gandhewa pamanthenging cipta mengingatkan
siswa pada saat menarik gandhewa atau busur untuk memanah
sasaran. Rasa hati atau mata hati, ditujukan pada sasaran yang dituju.
Hal itu dilakukan dengan hati atau persaan, bukan dengan mata. Nilai
ini sangat berkaitan dengan kegiatan yang bisa disebut sebagai olah
raga, yakni bernama jemparingan (Ind. = memanah). Dalam kegiatan
jemparingan, pasti ada aktivitas menarik busur guna memanah suatu

86 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
sasaran. Kegiatan yang bernama jemparingan itu mengajarkan siswa
untuk agar selalu berkonsentrasi dalam melakukan segala sesuatu
misalnya saat mengerjakan ujian atau saat mendengarkan penjelasan
guru di dalam atau di luar kelas (http://eprints.umpo.ac.id/7017/3/
Skripsi%20Asli%20PDF-1-8.pdf).
Di bawah ini adalah arti kata berdasarkan beberapa kamus.

Kamus Bhs.
Kamus Pepak Kamus Lengkap,
Kata Jawa-Indonesia,
Basa Jawa Mangunsuwito
Prawiroatmodjo
penthang tarik (806) rentang, tarik (82) njereng, nyeneng
(176)
gandhewa piranti kanggo busur (129) piranti kanggo
nglepasake panah nglepasake panah
(284) (48)
pantheng kenceng (781) regang, tegang ( 62) tarik kenceng (169)
cipta pikiran, wujud cita, cipta (74) -
(170)

c. Pengendalian Diri
Pengendalian diri adalah kemampuan siswa untuk mengendalikan
diri sendiri dengan dilakukan secara sadar dengan tujuan agar tidak
merugikan orang lain. Tentu saja sesuai dengan norma atau kebiasaan
sehingga dapat diterima oleh lingkungan sosialnya (modifikasi dari
Wikipedia bahasa Indonesia). Pengendalian diri juga mengandung
makna sebagai kapasitas siswa untuk mengendalikan diri dengan
norma ideal, moral, harapan sosial dan pencapaian dalam jangka
panjang.
Setidaknya ada 3 aspek utama dalam pengendalian diri, yakni standar,
pengawasan, dan kapasitas untuk mengubah (Baumister, 2002 dalam
Gandawijaya, 2017).

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
87
1) Standar Diri
Standar ini meliputi pada adanya tujuan, pendapat ideal,
norma yang ada, dan pedoman lainnya. Siswa yang memiliki
standar, tidak akan berkonflik dengan temannya atau dengan
lingkungannya. Demikian juga sebaliknya. Mengapa?
Karena telah terjadi kesamaan standar diri dengan standar
lingkungannya. Ini berarti siswa juga bisa menerima
keberagaman multikultural.
2) Pengawasan
Pengawasan adalah bagaimana siswa menjaga perilakunya
agar sesuai dengan standar yang telah disebutkan di atas. Siswa
yang memiliki kemampuan mengawasi perilakunya sendiri,
akan mampu memperkirakan konsekuensi dari perilaku atau
tindakan yang dilakukannya. Demikian juga, jika yang terjadi
adalah sebaliknya, maka siswa akan turun kendali dirinya.
3) Kapasitas untuk Berubah
Kapasitas untuk berubah merupakan aspek yang penting
dari kedua aspek sebelumnya. Kapasitas ini mengacu pada
kemampuan untuk mengumpulan kekuatan yang dibutuhkan
untuk mengganti atau membatasi perilaku yang tidak sesuai.
Tanpa kapasitas untuk berubah, maka kedua aspek sebelumnya
tidak berarti. Walaupun seseorang memiliki standar-standar dan
pengawasan yang tinggi, tetapi jika ia tidak mampu melakukan
hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai tujuannya, maka
dapat dikatakan bahwa pengendalian dirinya menurun.
d. Dampak Pengendalian Diri
Peran pengendalian diri bagi siswa sangatlah nyata adanya. Siswa yang
memiliki pengendalian diri yang tinggi, tentu saja akan berdampak
pada peningkatan kualitas diri siswa. Demikian juga sebaliknya.

88 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
e. Jenis Pengendalian Diri
Lima jenis pengendalian diri yang ada pada siswa terkadang
tidak sengaja diabaikan, (dalam https://www.idntimes.com/life/
inspiration/peter-eduard/jenis-pengendalian-diri-c1c2), yakni:
1) Membatasi makanan dan minuman yang berlebihan. Sikap
tangguh mantép nora keguh.
2) Mengendalikan keinginan belanja yang berlebihan. Sikap
tangguh mantép nora keguh.
3) Membatasi diri melakukan hal yang disukai. Sikap tangguh
mantép nora keguh.
4) Tidak menyebarkan informasi yang diterima sebelum yakin
kebenarannya.
5) Tidak langsung nyinyir ketika mendengar berita negatif. Tidak
mudah terprovokasi.

2. Pembelajaran dan Asesmen


1. Pendekatan: SAL (Student Active Learning)/CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode dan Teknik: demonstrasi
4. Model: sintaks pembelajaran
5. Asesmen: pembiasaan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
89
PENGENDALIAN DIRI
Konsep
Kemampuan seseorang untuk mengendalikan dirinya.
Aspek Subnilai Pengembangan Subnilai Pengendalian Diri
Pengendalian Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Diri Pembiasaan
Bisa Menjelaskan Memperhatikan Bisa memraktekkan
mengendalikan tentang teori penjelasan guru pengendalian diri di
diri saat pengedalian diri. tentang teori sekolah.
pembelajaran. Menayangkan foto pengedalian diri. Bisa berkomentar
atau video tentang Menyaksikan tentang hasil
orang yang bisa penayangan foto diskusi.
mengendalikan atau video. Bisa menuliskan
diri. Menjawab pengalamannya
Memberikan pertanyaan mengendalikan diri
pertanyaan sederhana terkait saat pembelajaran.
sederhana dengan tayangan
terkait dengan video.
tayangan video Berkomentar
pengendalian diri. atau berpendapat
Meminta tentang video
siswa untuk tersebut.
berkomentar Menuliskan atau
atau berpendapat bercerita tentang
tentang video pengalamannya
tersebut. mengendalikan
Meminta siswa diri saat
menuliskan atau pembelajaran.
bercerita tentang
pengalamannya
mengendalikan
diri saat
pembelajaran.

3. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.

90 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
1. Budaya Pikir
Ungkapan tradisional terkait dengan subnilai “Pengendalian Diri”
PAUD SD SMP
Cebol nggayuh lintang. Aja dumeh. Adigang adigung
adiguna.

Keinginan yang mustahil Jangan mengandalkan Mengandalkan


tercapai. aji mumpung. (menyombongkan)
kekuatannya,
kekuasaannya, dan
kepandaian yang
dimilikinya.
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
91
2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan sub-nilai
“Pengendalian Diri” orang Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Tidak mempunyai Saat ikut upacara Walaupun di jalan kecil,
keinginan yang di luar bendera, siswa harus tetap saja taat aturan,
kemampuannya. dapat mengendalikan karena pengendalian
diri dan menjadi peserta dirinya sudah matang.
dengan tertib.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

3. Budaya Material
Hasil karya atau produk budaya Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Keris sebaiknya belum Blangkon sebaiknya Selop sebaiknya dipakai
dipakai siswa PAUD, dipakai oleh siswa PAUD, oleh siswa PAUD, SD,
SD, SMP sederajat, saat SD, SMP sederajat saat SMP sederajat saat
pakai pakaian gagrag pakai pakaian gagrag pakai pakaian gagrag
Ngayogyakarta misalnya Ngayogyakarta misalnya Ngayogyakarta misalnya
di Hari Kamis Pahing. di Hari Kamis Pahing. di Hari Kamis Pahing.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

92 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
4. Refleksi
1. Pembelajaran “pengendalian diri” ditanamkan semenjak usia dini.
2. Pembelajaran “pengendalian diri” mendasari budi pekerti yang baik.
3. Pembelajaran “pengendalian diri” (afektif) mendasari pendidikan
psikomorik dan kognitif.
4. Asesmen pembelajaran “pengendalian diri” dilakukan dengan
pembiasaan untuk menuju ke pembudayaan sehingga menjadi
karakter.
5. Pembelajaran “pengendalian diri” (afektif) dilaksanakan secara
praktis dengan memraktikkannya (psikomotorik).

5. Rangkuman
Dalam mengaktualisasikan subnilai “pengendalian diri”, siswa
Yogyakarta selalu berusaha keras melakukan ancang-ancang ke belakang
sebelum melepaskan anak panah dengan konsentrasi penuh memusatkan
pandang ke sasaran bidik cita-cita dan hasil yang didambakan dapat
tercapai.

B. KESABARAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Hamemayu Hayuning Bawana
2. Nilai : Pamenthanging Gendhewa, Pamanthenging Cipta
3. Sub-nilai : Kesabaran
4. Indikator :
a. Mengidentifikasi ciri-ciri kesabaran Sabar lereh mubarang
satitah tan rekasa.
b. Melaksanakan wong sabar subur, wong sabar kasihaning Allah,
nyebar godhong kara sabar sawetara.
c. Menunjukkan sikap tidak mudah marah.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
93
2. Konsep Materi
1. Filosofi: Hamemayu Hayuning Bawana
Wong sabar kasihaning Allah sebuah idiom bahwa kesabaran dicintai
oleh Tuhan dan orang sabar menjadi kesayangan Tuhan. Mengapa
demikian? Jawabnya karena kesabaran membuat situasi menjadi harmoni.
Artinya terjadi keselarasan atau keseimbangan antarhubungan manusia,
saling sabar untuk menghindari perselisihan atau pertentangan, mampu
mengekang hawa nafsu atau memenangkan perang besar (yakni perang
hawa nafsu). Dengan cara ini terjadi kedamaian. Maka orang yang sabar
disayang Tuhan.
Situasi yang damai jauh dari drengki srei penuh keharmonisan
membantu menciptakan situasi yang menyenangkan, menyejahterakan,
mendamaikan, jauh dari sifat. Situasi dengan demikian sesuai dengan
hamemayu hayuning bawana. Apabila dunia ini didominasi orang-orang
yang sabar, dunia akan damai dan indah. Dalam lingkup lebih kecil (dunia
sekolah), apabila sekolah memiliki siswa-siswa yang sabar, sekolah menjadi
aman, nyaman, damai, jauh dari perkelahain, perselisihan, dan kejahatan.
Damai sekolah sesuai dengan prinsip kebhinekaan dalam pembelajar
Pancasila pada Kurikulum Merdeka.

2. Nilai: Pamenthanging Gendhewa, Pamanthenging Cipta


Secara umum pamenthanging gendhewa, pemanthenging cipta berarti
fokus, yakni fokus pada kesabaran. Sabar itu tidak mudah. Oleh karena
itu, untuk bersabar harus fokus. Tanpa fokus kesabaran akan gagal. Fokus
kesabaran ini terletak pada penguasaan jiwa atau batin siswa. Siswa yang
mampu menguasai jiwa atau batinnya secara fokus akan mampu bersabar.
Secara khusus atau literal pamenthanging gendhewa berarti
menarik gendhewa. Gendhewa berarti busur. Pamenthanging gendhewa
berarti menarik busur panah. Pemanthening cipta berarti berkonsentasi.
Pamenthanging gendhewa, pemanthenging cipta secara lugas pada saat
menarik busur panah, memasang panah, dan memanah, pemanah harus

94 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
fokus atau berkonsentrasi. Tanpa konsentrasi atau fokus panah yang lepas
dari busur tidak tepat sasaran.
Pada saat memanah, pemanah harus berkonsentrasi dan fokus pada
kesabaran (tidak terlalu tergesa-gesa) sehingga anak panah yang lepas dari
busurnya tepat mengenai sasaran. Implikasinya bahwa kesabaran untuk
mencapai tujuan diperlukan konsentrasi atau fokus.

3. Kesabaran
Kesabaran memiliki kata dasar sabar. Kata sabar berarti mencegah,
mengekang atau menahan. Menurut istilah, sabar bermakna menahan jiwa
dari perasaan cemas, menahan lisan dari berkeluh kesah , dan menahan
anggota badan dari tindakan. Sabar adalah merupakan sebuah sikap
dimana kita bisa menerima situasi dalam keadaan tabah (Adisusilo, 2012).
Sikap ini sangat dianjurkan untuk dimiliki karena termasuk dalam kategori
perilaku utama (baik). Sabar adalah tindakan menahan diri dari hal-hal
yang ingin dilakukan, menahan diri dari emosi, dan bertahan serta tidak
mengeluh pada saat sulit atau sedang mengalami musibah. Untuk bisa
sabar, dibutuhkan kelapangan hati juga ketabahan (Asriyani, 2022).
Kesabaran tampak dari perilaku tidak tergesa-gesa dalam bicara dan
bertindak, tidak perlu mempersulit diri sabar lereh mubarang satitah tan
rekasa. Orang yang bersabar berbicara dalam tempo yang biasa, nada yang
rendah, dan gerakan tubuh yang normal. Berbeda orang yang sedang marah,
tempo bicara cepat, nada tinggi, dan diikuti perilaku yang kasar.
Orang yang sabar mampu menguasai diri, jiwa, atau batinnya hingga
fisik lahirnya sehingga dapat mencapai tujuan walaupun alon-alon, waton,
kelakon. Ingat bahwa penulisan alon-alon, waton, kelakon harus memakai
koma (,). Tanda koma mempengaruhi makna. Alon-alon berarti cermat,
teliti, dengan kesabaran. Waton berarti bertindak berdasarkan paugeran
‘aturan’. Kelakon berarti sukses. Alon-alon, waton, kelakon bermakna
melakukan kegiatan dengan teliti atau cermat, berdasarkan aturan atau

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
95
POB (Prosedur Operasional Baku), sehingga sukses. Tentu bahwa alon-
alon, waton, kelakon, disertai dengan kesabaran.
Ada pula idiom wong sabar subur. Artinya orang yang sabar jiwanya
menjadi tenteram. Jiwa yang tentrem menjadi subur. Subur memiliki
rasa ayem tentrem tidak ngangsa, tidak tergesa-gesa. Dengan sabar dan
keadaan jiwa yang ayem tentrem secara fisik dan psikis menjadi subur.
Bahkan secara fisik, tubuh menjadi berisi (gemuk) karena tidak terlalu
kenceng memikirkan sesuatu, tetap santai dan sabar. Sabar itu subur. Orang
sabar banyak berserah diri kepada Tuhan sumarah dan sumeleh. Sumarah
berarti berserah diri kepada kehendak Tuhan. Semeleh bahwa pikiran tidak
ngangsa semua sudah ada yang mengatur, yakni Tuhan. Itulah sebabnya
wong sabar kasihaning Allah. Orang-orang sabar dicintai oleh Tuhan.
Dalam suatu percakapan bias akita dengar, “Bapak-bapak, Ibu-Ibu
nyebar godhong kara, sabar sawetara.” Ini merupakan kecerdasan orang
Jawa dalam membuat penyadaran dengan cara susastra, yang disebut
purwakanthi (persajakan). Nyebar godhong kara, sabar sawetara; nyebar
godhong buncis, sabar sawetawis.

4. Jenis dan Karakteristik Kesabaran


Muslikhin (2022) menyatakan bahwa karakteristik sabar dalam
perkembangan kognitif, emosi dan sosial anak usia 3-6 tahun pada proses
belajar menggunakan metode bercerita. Sebenarnya banyak jenis kesabaran,
namun untuk Pendidikan dasar (PAUD, TK, SD, dan SMP) cukup tiga jenis
kesabaran berikut.
1. Sabar beribadah
2. Sabar tidak marah
3. Sabar dalam belajar atau bekerja

96 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
No. Jenis Karakteristik
Kesabaran
1. Sabar Tepat pada waktunya.
beribadah Tepat pada tempatnya.
Memenuhi syarat dan rukunnya.
Tidak tergesa-gesa.
2. Sabar tidak Berkata dengan pelan-pelan atau nada rendah/cukup
marah. (lirih), tidak bernada tinggi.
Berkata dengan tempo biasa (tidak terlalu cepat).
Pandangan mata biasa (natural).
Tidak melakukan tindakan merusak.
3 Sabar dalam Belajar dengan tekun.
belajar Belajar dengan teliti.
Belajar tidak tergesa-gesa agar hasilnya baik.

3. Pembelajaran
1. Sabar Beribadah
a. Pendekatan: Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
Learning: CTL), Student Centre Learning (SCL), Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA).
b. Strategi: deduktif
c. Metode: tanya jawab.
d. Asesmen: pembiasaan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
97
SABAR BERIBADAH
Konsep
Beribah sesuai dengan aturan dan tidak tergesa-gesa.
Jenis Nilai Pengembangan Nilai Moral
Kesabaran Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Sabar Menyiapkan siswa Siap di kelas Beribadah
beribadah (secara kolektif atau Memperhatikan dengan rajin
klasikal). penjelasan Beribadah
Menjelaskan kewajiban guru tentang sesuai dengan
hamba Tuhan untuk kewajiban tuntunannya.
beribadah sesuai beribadah Beribadah
agama dan kepercayaan Menyimak dengan tidak
masing-masing. tentang tergesa-gesa.
Menjelaskan tentang kesabaran dalam
sabar dalam melakukan beribadah.
ibadah. Bertanya
Menggali informasi jawab tentang
(tanya jawab) kepada kebiasaan
siswa siapa yang rajin beribadah.
beribadah, bagaimana
caranya, seperti apa
contohnya.
Menyampaian petuah
budi pekerti tentang
pentingnya kesabaran.
Tidak Bersama siswa menggali Bersama guru Membiasakan
mudah kebaikan siswa yang menggali tidak mudah
marah bersabar. kebaikan siswa marah.
Bersama siswa menggali yang bersabar. Tidak melakukan
keburukan orang yang Bersama guru tindakan yang
mudah marah. Guru menggali merusak atau
dapat menggunakan keburukan orang anarkhis karena
video tentang cerita yang mudah marah.
hewan macan atau singa marah. Sabar menunggu
yang mudah marah atau Bersama guru jemputan ayah
mendongeng. menyebutkan bunda.
Bersama siswa mencari cara-cara
cara menahan atau cara menahan atau
mencegah marah. mencegah
marah.

98 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Konsep
Beribah sesuai dengan aturan dan tidak tergesa-gesa.
Jenis Nilai Pengembangan Nilai Moral
Kesabaran Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Sebar Menggali tentang Mengekspresikan Belajar dengan
dalam kegiatan belajar siswa dirinya tentang tekun.
belajar bagaimana ia belajar. belajar, kapan, Belajar dengan
Masing-masing siswa bagaimana teliti atau cermat.
dapat menceriterakan caranya, dan Belajar fokus
dirinya. bagaimana atau tidak
Menyimpulkan belajar hasilnya. tergesa-gesa.
yang baik dan berhasil. Bersama guru
Memberikan pesan- menyimpulkan
pesan moral. cara belajar yang
baik.
Mengapresiasi
pesan moral.

3. Atmosfir
1. Budaya Pikir
Memasang berbagai filosofi kearifan lokal di ruang (pimpinan,
pegawai, kelas, dan web sekolah) tentang moral kesabaran.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
99
2. Budaya Tindak
Kesabaran sebagai tindakan. Misalnya: sabar dalam melaksanakan
ibadah, tidak mudah marah.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

3. Budaya Material
Nilai kesabaran dapat termuat dalam buku-buku karya sastra,
dongeng, legenda, mite, atau tradisi lisan lainnya. Guru dapat
memberikan tugas kepada siswa untuk membaca buku dongeng dan
membuat ringkasan atau laporan yang dapat dibahas di kelas pada
pertemuan kelas minggu berikutnya. Tugas juga dapat diberikan
pada saat kegiatan pramuka, Persami (Perkemahan Sabtu Minggu).

5. Refleksi
Kesabaran sangat penting dalam pembelajaran. Belajar dengan sabar
(cermat, tekun, teliti, tidak tergesa-gesa) akan dapat mencapai hasil yang
maksimal. Apalagi belajar yang diniati sebagai ibadah kepada Tuhan, akan
memperoleh hasil manfaat di dunia dan di akherat.

6. Rangkuman
Kesabaran adalah sikap diri yang mampu menahan nafsu. Kesabaran
terdiri atas kesabaran melaksanakan ibadah menurut agama dan
kepercayaan masing-masing wong sabar kasihaning Allah, kesabaran dalam

100 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
belajar, dan tidak mudah marah wong sabar bakale subur, wong gampang
nesu rejeki mlayu.

C. WIRASA
1. Materi
1. Filosofi, Nilai, Subnilai dan Indikator
a. Filosofi : Manunggaling kawula gusti
b. Nilai : Pamenthanging gendhewa, pemanthenging cipta
c. Subnilai : Wirasa
d. Indikator :
1) menghormati
2) adigang, adigung, adiguna
3) ramah
4) asih
5) berpikir sebelum bertindak
6) ikhlas

2. Konsep Materi
a. Manunggaling Kawula gusti
Konsep Manunggaling kawula gusti sebagai bagian dari filosofi
pendidikan khas kejogjaan mengandung arti kesatuan antara guru
dan siswa dalam proses pendidikan. Interaksi keduanya dalam proses
pembelajaran sangat memungkinkan terjadinya transfer pengetahuan
dan prinsip-prinsip dasar dari kehidupan orang Jawa. Pengetahuan
dan prinsip-prinsip tersebut bersumber dari nilai-nilai dasar yang
diyakini dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa.
Di antara nilai-nilai dimaksud adalah sikap menghormati, adigang
adigung adiguna, ramah, asih, berpikir sebelum bertindak dan ikhlas.
Proses internalisasi nilai-nilai tersebut tidak sekadar diajarkan secara
kognitif, tetapi juga harus mampu menyentuh ranah afeksi sehingga
siswa dapat memiliki kesadaran untuk bersikap (psikomotorik)
sesuai tata nilai orang Jawa.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
101
b. Pamenthanging Gendhewa, Pemanthenging Cipta
Pamenthanging gendhewa, pemanthenging cipta sejatinya sejalan
dengan filosofi Jemparingan. Olahraga khas Kerajaan Mataram yang
dilakukan dengan duduk bersila ini mengandung aspek filosofi
yang sangat dalam untuk membentuk empat watak kesatria, yaitu
konstrasi, semangat, rasa percaya diri dan bertanggungjawab. Filosofi
Pamenthanging gendhewa, pemanthenging cipta dalam kehidupan
sehari-hari mengajarkan agar setiap siswa yang memiliki cita-cita
mulia hendaknya berkonsentrasi penuh terhadap mimpinya (cita-
citanya), sehingga dapat terwujud.
c. Wirasa
Poerwadarminto, sebagaimana dikutip oleh tim peneliti UNY (2023),
menyebut karakter wirasa adalah merasakan sesuatu arti, perkataan
dan bagaimana keluarnya rasa dari hati. Karakter ini merupakan
unsur berat, sebab seseorang yang belajar tidak cukup hanya dengan
melakukan tetapi juga harus dilandasi dengan rasa penjiwaan yang
utuh. Dalam hal ini, wirasa berkaitan dengan proses penghayatan
seseorang terhadap sesuatu (Dwi Maryani, 2007), sehingga sikap
yang dilakukannya tumbuh atas kesadaran penuh. Pribadi yang
memiliki karakter wirasa tentu tidak mudah atau gegabah dalam
bertindak mengingat segala sesuatunya telah dipikirkan secara
matang dan didorong penghayatan secara sungguh-sungguh. Oleh
karena itu, upaya untuk menumbuhkan karakter wirasa ini tidak
dapat dilakukan secara instans, tetapi harus melalui proses panjang
(Enis Niken H, 2011), salah satunya lewat pembiasaan. Menurut tim
peneliti UNY (2023), karakter wirasa terdiri dari beberapa bagian,
seperti menghormati, adigang adigung adiguna, ramah, asih, berfikir
sebelum melakukan/hati-hati dan ikhlas.
1) Menghormati
Menghormati adalah perilaku yang menunjukkan rasa hormat
dan penghargaan terhadap orang lain. Menghormati dapat
dilakukan dengan cara memperlakukan orang lain dengan

102 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
baik dan manusiawi, menaruh hormat kepada orang lain,
menghargai, menjunjung tinggi, mengakui, dan menaati aturan
atau perjanjian. Menghormati juga dapat dilakukan dengan
cara menerima seseorang apa adanya, bahkan ketika mereka
memiliki perbedaan. Rasa hormat dalam sebuah hubungan
dapat membangun perasaan kepercayaan, keamanan, hingga
kesejahteraan. Menghormati juga merupakan nilai yang harus
ditanamkan dalam diri siswa agar menjadi manusia yang dapat
hormat dan menghormati. Dalam kehidupan sehari-hari,
menghormati dapat dilakukan dengan bersikap sopan kepada
orang lain, selalu mengucapkan terima kasih, mudah untuk
mengucapkan maaf, serta berusaha untuk memahami orang lain.
2) Adigang Adigung Adiguna
Watak Adigang adigung adiguna adalah filosofi yang
mengajarkan nilai-nilai kesatria dan menghargai orang lain
tanpa menonjolkan kekuasaan, kekuatan, keluhuran, keturunan,
kebangsawanan, dan kepandaian. Secara sederhana, ungkapan
tersebut mengandung nasihat agar setiap orang tidak berwatak
sombong atau angkuh. Pardi Suratno dan Heniy Astiyanto
(2009) menyebut bahwa adigang adalah gambaran watak kijang
yang menyombongkan diri karena kecepatan atau kekuatan
larinya. Adigung adalah gambaran watak sombong binatang
gajah yang karena besar tubuhnya selalu merasa menang
sendiri dibandingkan hewan lainya. Adiguna adalah gambaran
watak ular yang menyombongkan diri karena memiliki racun
yang ganas dan mematikan.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat dimaknai bahwa
karakter adigang adigung adiguna memiliki nilai filosofi yang
sangat dalam. Nilai-nilai kesatria, seperi rendah hati, keberanian
dan kejujuran melekat kuat dalam karakter adigang adigung
adiguna. Tradisi yang diterapkan pada kehidupan sehari-hari
orang Jawa selalu mementingkan watak andhap asor atau lembah

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
103
manah (rendah hati). Watak seperti ini tumbuh karena setiap
manusia tidak akan sanggup hidup sendiri. Setiap manusia
selalu membutuhkan orang lain. Karena itu, manusia haruslah
menjauhkan diri dari sikap atau watak menyombongkan diri
atas kekuatan, kebesaram tubuh dan kewenangannya.
3) Ramah
Karakter ramah adalah perilaku yang menunjukkan sikap baik
dan menyenangkan terhadap orang lain, termasuk kepada
orang lain yang baru saja dikenal. Seseorang berkarakter ramah
cenderung memiliki watak yang baik hati, dan menarik budi
bahasanya, manis tutur kata dan sikapnya, serta suka bergaul
dan menyenangkan dalam pergaulan. Hal ini menggambarkan
bahwa pribadi dengan karakter ramah dapat membantu dalam
membangun hubungan sosial yang baik dengan orang lain.
Karakter ramah juga dapat membantu membangun lingkungan
yang harmonis dan damai. Hal ini dapat terwujud karena pribadi
dengan karakter ramah lebih bersikap sopan dan menghormati
orang lain, selalu mengucapkan terima kasih, mudah untuk
mengucapkan maaf, serta berusaha untuk memahami orang lain.
4) Asih
Karakter asih adalah perilaku yang menunjukkan rasa kasih
sayang yang mendalam terhadap orang lain. Konsep welas
asih dalam bahasa Jawa juga memiliki arti yang sama, yaitu
rasa belas kasih yang mendalam terhadap orang lain. Karakter
asih sejatinya mencakup sifat-sifat dan sikap tertentu seperti
mengakui penderitaan orang lain, memahami orang lain
memiliki kelemahan dan kekurangan, serta bersedia membantu
orang lain tanpa pamrih. Karakter asih dapat ditanamkan pada
siapa saja, baik pria maupun wanita, melalui pendidikan karakter
dan pengalaman hidup. Karakter asih juga dapat membantu
dalam membangun hubungan sosial yang baik dengan orang lain
dan membangun lingkungan yang harmonis dan damai.

104 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
5) Berfikir Sebelum Melakukan/Hati-hati
Karakter berfikir sebelum melakukan/hati-hati adalah perilaku
yang menunjukkan sikap berhati-hati dan berpikir terlebih
dahulu sebelum melakukan tindakan. Karakter ini penting untuk
mengurangi risiko seseorang agar tidak bersikap ceroboh. Dalam
kehidupan sehari-hari, karakter ini dapat dilakukan dengan
cara mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan yang
akan dilakukan, memikirkan dampak dari tindakan tersebut
terhadap diri sendiri dan orang lain, serta mempertimbangkan
apakah tindakan tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang
dipegang. Karakter ini selain dapat meningkatkan kepercayaan
diri dan sikap percaya diri seseorang, juga mampu membantu
dalam membangun hubungan sosial yang baik dengan orang
lain dan membangun lingkungan yang harmonis dan damai.
6) Ikhlas
Karakter ikhlas merupakan perilaku yang menunjukkan
kesungguhan dan ketulusan dalam melakukan suatu tindakan,
sehingga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan
ciri orang yang ikhlas adalah bersih hati, tulus hati. Dengan
demikian, karakter ini mencakup sifat-sifat dan perilaku
tertentu, seperti tidak mengharapkan imbalan atau pujian dari
orang lain, serta melakukan tindakan atau ibadah dengan niat
yang tulus. Karakter ikhlas adalah salah satu rahasia hati yang
tidak akan bisa diketahui siapapun kecuali Allah SWT.
Dalam kehidupan sehari-hari, karakter ikhlas dapat dilakukan
dengan cara memperbaiki niat dalam melakukan tindakan atau
ibadah, menghindari perilaku yang berlebihan dalam mencari
pujian atau imbalan dari orang lain, serta menghindari sikap
sombong dan merendahkan orang lain. Karakter ikhlas dapat
dilakukan dengan (1) memperbaiki niat dalam melakukan tindakan
atau ibadah, (2) menghindari perilaku yang berlebihan dalam
mencari pujian atau imbalan dari orang lain, (3) menghindari

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
105
sikap sombong dan merendahkan orang lain dan (4) melakukan
tindakan atau ibadah dengan niat yang tulus dan ikhlas.

2. Pembelajaran
1. Pendekatan: Student Active Learning / Cara Belajar Siswa Aktif
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode dan teknik: demonstrasi
4. Model: sintaks pembelajaran
5. Asessment: pembiasaan
WIRASA
Konsep
Suatu usaha dalam membangun rasa/penghayatan terhadap sesuatu
Aspek Subnilai Pengembangan Subnilai kedisiplinan
kedisiplinan Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Bisa Menjelaskan Memperhatikan Mampu
mengeksplorasi tujuan dan penjelasan guru menjawab
berbagai metode tentang tujuan pertanyaan guru
aktivitas yang pembelajaran. dan metode Mampu
menunjukkan Menayangkan pembelajaran. menjawab
sikap video dan Menyaksikan pertanyaan atau
membangun contoh sikap penayangan video berkomentar
rasa/ membangun dengan cermat. terhadap
penghayatan rasa/ Menjawab contoh sikap
terhadap penghayatan pertanyaan atau membangun
sesuatu. terhadap berkomentar rasa/
sesuatu. terhadap contoh penghayatan
Memberikan membangun rasa/ terhadap sesuatu
pertanyaan penghayatan dalam tayangan
atau komentar terhadap sesuatu video.
berdasarkan dalam tayangan Mampu
tayangan video. video. menuliskan atau
Meminta siswa Membentuk menceritakan
berkelompok dan kelompok sesuai pengalamannya
mendiskusikan pembagian guru dalam proses
manfaat sikap dan mendiskusikan belajar.
membangun manfaat sikap
rasa/

106 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
penghayatan membangun rasa/ Mampu
terhadap sesuatu penghayatan mempraktikkan
berdasarkan terhadap sesuatu sikap
tayangan video. berdasarkan membangun
Meminta siswa tayangan video. rasa/
menuliskan atau Menuliskan atau penghayatan
menceritakan menceritakan terhadap sesuatu
pengalamannya pengalamannya di sekolah.
berdiskusi saat berdiskusi saat
pembelajaran. pembelajaran.

3. Atmosfir
Atmosfir pendidikan khas kejogjaan merupakan situasi implementasi
kegiatan budaya Jawa di dalam lingkungan sekolah. Budaya Jawa yang
dimaksud terdiri dari budaya pikir, budaya tindak, dan budaya material.
1. Budaya Pikir
Ungkapan tradisional terkait dengan sub-nilai wirasa
PAUD SD SMP
Urip tulung tinulung Tepa slira Adigang Adigung Adiguna
Hidup seseorang harus Hidup seseorang harus Menghargai orang lain
saling tolong-menolong. saling tenggang rasa. tanpa menonjolkan
kekuasaan, kekuatan,
keluhuran, keturunan,
kebangsawanan, dan
kepandaian.

2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait sub-nilai wirasa orang
Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Memberikan bantuan Membiasakan sikap Membiasakan bersikap
kepada yatim dan miskin menghormati guru. ramah kepada orang lain

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
107
3. Budaya material
Budaya material yang merupakan hasil karya atau produk budaya
Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
https://www.yogyes.com/ https://id.images.search. https://budaya.jogjaprov.
id/yogyakarta-tourism- yahoo.com/search/ go.id/berita/detail/1227-
object/arts-and-culture/ images?p=gamelan+jogja tari-serimpi-seni-budaya-
jemparingan/ sejak-kerajaan-mataram-
islam-masa-sultan-agung

Jemparingan sebagai Perilaku menabuh


gamelan harus dilakukan Tari Serimpi adalah tarian
budaya kraton Yogyakarta
dengan menaati aturan yang sudah ada sejak
harus dilakukan dengan
kedisiplinan, antara lain zaman kejayaan Kerajaan
kedisiplinan yang tinggi,
(a) duduk bersila saat Mataram Islam masa Sultan
seperti posisi duduk,
menabuh gamelan, (b) Agung dan sampai saat ini
menarik busur panah,
mengenakan pakain yang masih dipentaskan dalam
konsentrasi dalam
sopan, (c) tidak boleh acara tertentu. Tarian ini
membidik sasaran.
melangkahi gamelan, biasanya dilakukan oleh
(c) dilarang menduduki empat orang penari wanita,
gamelan, (d) menabuh atau yang melambangkan
memukul sesuai dengan empat mata angin atau
irama (tekanan/kerasnya empat unsur dunia yaitu
pukulan), (e) kompak angin, air, api, dan tanah.
berirama dengan lainnya Pementasan tari ini perlu
memperhatikan tiga hal
yaitu wiraga, wirama dan
warasa.

4. Refleksi
1) Proses pembelajaran wirasa perlu dibiasakan dan ditanamkan sejak
usia dini.
2) Proses pembelajaran wirasa menjadi dasar pembentukan citra diri
yang positif.
3) Proses pembelajaran wirasa dapat dilakukan dengan keteladanan.

108 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
5. Rangkuman
Pendidikan sebagai wahana pembentukan lingkungan yang kondusif
dan pelatihan yang terbaik tidak sekadar difungsikan untuk melakukan
transfer pengetahuan, tetapi juga internalisasi prinsip dan nilai-nilai
utama masyarakat Jawa, seperti wirasa. Karakter wirasa perlu dilatih dan
dibiasakan dalam keseharian siswa sehingga mereka dalam kesehariannya
dapat menghormati orang lain, tidak adigang adigung adiguna, bersikap
ramah, berjiwa asih, berfikir sebelum melakukan/hati-hati dan ikhlas.
Metode keteladanan tetap menjadi pilihan terbaik dalam menumbuhkan
karakter wirasa dalam diri siswa.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
109
BAB 4.
NILAI SAWIJI, GREGET,
SENGGUH, ORA MINGKUH
BAB 4.
NILAI SAWIJI, GREGET, SENGGUH,
ORA MINGKUH

A. RELIGIUS SPIRITUAL
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Sangkan paraning dumadi
2. Nilai : Sawiji greget sengguh ora mingkuh
3. Subnilai : Religius spiritual
4. Indikator:
a. Mengeksplorasi filosofi Jawa seperti Gusti ora sare,
Manunggaling Kawula Gusti, narima ing pandum, sumeleh,
sumarah, dan sebagainya.
b. Melaksanakan syariat agama masing-masing seperti peribahasa
Ngadég urip paugéran ngagésang.

2. Konsep Materi

1. Filosofi: Sangkan Paraning Dumadi


Idiom sangkan paraning dumadi terdiri atas kata sangkan, paran,
dan dumadi. Sangkan berarti asal dari mana, paran berarti mau kemana,
dumadi berarti kejadian atau kehidupan manusia. Secara keseluruhan
idiom tersebut berarti kejadian manusia berasal dari mana dan akan
kembali ke mana. Dengan kata lain sangkan paraning dumadi dapat pula
diartikan asal mula keberadaan manusia dan kembalinya manusia setelah
mati, asal mula tujuan kehidupan, manusia berasal dari Tuhan dan akan
kembali kepada Tuhan.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
113
Idiom sangkan paraning dumadi merupakan filosofi yang mendasar
dari Pendidikan Khas Kejogjaan. Sangkan paraning dumadi merupakan
nilai kepercayaan (core biliefs), sedangkan kepercayaan manusia kepada
Tuhan merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan manusia. Hal ini
disebabkan manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dan
akan kembali kepada Tuhan (sangkan paraning dumadi). Manusia berasal
dari Sang Pencipta dan akan kembali pada Sang Pencipta. Manusia berasal
dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan.

Gambar 1. Ilustrasi Sangkaning Dumadi


(Dinas Kebudayaan, 2017:60)

Di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sangkan paraning dumadi


disebut sumbu filosofis. Kraton sebagai sumbu (tujuan). Sangkaning
dumadi difilosofikan dari Panggung Krapyak menuju Kraton Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat. Paraning dumadi difilosofikan dari Tugu Pal
Putih menuju Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

114 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Gamnar 2. Ilustrasi Paraning Dumadi
(Dinas Kebudayaan, 2017:60)

2. Nilai: Sawiji Greget Sengguh Ora Mingkuh


Tindakan religious perlu dilakukan dengan sawiji, greget, sengguh,
ora mingkuh. Sawiji berarti menyatu (unity) atau lengkap (kaffah). Ketika
melaksanakan peribadatan kepada Tuhan harus dilaksanakan secara sawiji
(fokus atau khusyuk). Greget adalah semangat. Melaksanakan perintah
Tuhan dengan semangat, tidak boleh ogah-ogahan, dengan penuh
keikhlasan jika ingin amalanya diterima oleh Tuhan. Sengguh berarti
percaya diri. Pada saat melaksanakan ibadah, siswa percaya diri bahwa
Tuhan menyaksikan ibadah siswa. Dengan cara ini ibadah yang dilakukan
secara sungguh-sungguh. Ora mingkuh dalam arti bahwa siswa sebagai
hamba Tuhan hendaknya melaskanan perintah Tuhan atau ora mingkuh.

3. Religius Spriritual
Nilai religius-spiritual mengandung pengertian secara vertikal, yakni
hubungan manusia dengan Tuhannya. Hal ini terkait erat dengan filosofi
sangkan paraning dumadi bahwa manusia dicipta oleh Tuhan dan setelah
mati akan kembali ke Tuhan. Setelah lahir, dalam kehidupannya manusia
banyak menerima anugerah atau kenikmatan dari Tuhan. Oleh karena

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
115
itu, manusia wajib bersyukur kepada Tuhan. Cara bersyukur yang utama
dengan bertakwa, yakni melaksanakan semua perintah Tuhan (untuk
beribadah) dan menjauhi semua larangan Tuhan. Kegiatan ibadah yang
diperintah Tuhan akan mendatangkan pahala, sedangkan melakukan
perbuatan yang dilarang oleh Tuhan akan mendatangkan dosa (siksa).
Beribadah kepada Tuhan akan selalu tercatat oleh Tuhan karena
Gusti ora sare. Tuhan akan melihat dan mencatat semua amal perbuatan
manusia. Perbuatan baik akan mendapatkan pahala oleh Tuhan. Sebaliknya
perbuatan buruk akan mendapatkan balasan dosa. Bahkan secara religius
spiritual apabila ada orang berbuat tidak baik kepada kita, kita pun yakin
bahwa Tuhan akan memberikan pembalasan kepada orang tersebut
karena Gusti ora sare, Tuhan tidak akan membiarkan perbuatan berlalu
tanpa catatan. Semua pasti ada balasannya ngundhuh wohing pakarti. Kita
sumarah semua kepada Tuhan. Dengan sumarah hati menjadi sumeleh
(tenang dan tenteram). Semua telah ada yang mengatur. Kawula hanya
sekedar menerima ketentuan dari Tuhan narima ing pandum.
Pemahaman religius-spiritual tersebut selaras dengan Manunggaling
Kawula Gusti. Dalam hal ini Manunggaling Kawula Gusti bahwa Tuhan
menyatu dan membersamai setiap langkah manusia (kawula). Tidak
ada aktivitas apa pun yang lepas dari catatan Tuhan. Oleh karena itu,
marilah senantiasa untuk berbuat baik, beribadah kepada Tuhan, dan
menjauhi segala larangannya. Jika kawula atau hamba Tuhan mampu
memegang teguh perintah dan larangan Tuhan (paugeraning agesang),
kawula dapat hidup tenang (ngadeg urip ngagesang) secara sumarah dan
sumeleh, berserah diri kepada Tuhan. Dengan kata lain tegaknya kehidupan
kawula dapat terwujud jika kawula menaati aturan Tuhan (Ngadég urip
paugéran ngagésang) dengan melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi
larangannya. Kawula yang demikian menjadi hamba yang memiliki akhlak
yang baik.

116 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
4. Jenis dan Karakteristik Nilai Religius Spiritual
Jenis nilai religius spiritual seperti tampak pada tabel berikut.
No. Nilai Religius Pengertian Karakteristik
spiritual
1 Beriman Percaya kepada Tuhan. Takut kepada Tuhan.
Sungguh-sungguh dalam
beribadah.
Menjauhi perbuatan yang
sia-sia.
2 Bertakwa Melaksanakan perintah. Melaksanakan perintah
Tuhan dan menjauhi Tuhan.
larangan-Nya. Menjauhi larangan
Tuhan.
3 Beribadah Perbuatan untuk. berbakti Bersyukur
kepada Tuhan. Melaksanakan perintah
Tuhan.
4 Ikhlas Rela dengan ketulusan hati. Melakukan kegiatan
tanpa paksaan.
Hanya berharap balasan
dari Tuhan.
5 Amanah Jujur dan dapat dipercaya Berkata benar.
Berbicara apa adanya.
Menepati janji.
Dapat dipercaya.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
117
3. Pembelajaran
1. Beriman
a. Pendekatan: Student Centre Learning (SCL), Pembelajaran
Kontekstual, (Contextual Teaching Learning: CTL)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: tanya jawab
d. Asesmen: pembiasaan
BERIMAN
Konsep
Mempercayai keberadaan Tuhan
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Religius-Spiritual Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Beriman Menjelaskan Memperhatikan Melaksanakan
pengertian penjelasan guru ibadah sesuai
beriman. tentang makna dengan agama
Menyebutkan beriman. dan kepercayaan
ciri-ciri siswa Memperhatikan masing-masing
beriman. penjelasan guru siswa.
Memberi contoh tentang ciri-ciri Menjauhi
ibadah menurut orang beriman. perbuatan sia-
agama atau Menuliskan sia atau tidak
kepercayaan kegiatan ibdah bermanfaat.
masing- menurut agama
masing (dapat atau kepercayaan
memanfaatkan masing-masing.
video atau Melakukan tanya
gambar-gambar jawab dengan
beriman) guru.
Melakukan tanya
jawab dengan
siswa.

118 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
2. Bertakwa
a. Pendekatan: Student Centre Learning (SCL), Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning: CTL)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: tanya jawab
d. Asesmen: pembiasaan
BERTAKWA
Konsep
Melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Religius-Spiritual Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Bertakwa Menjelaskan Memperhatikan Melaksanakan
pengertian penjelasan guru kegiatan yang
bertakwa. tentang makna menunjukkan
Menyebutkan bertakwa. bertakwa kepada
ciri-ciri siswa Memperhatikan Tuhan sesuai
bertakwa. penjelasan guru dengan agama
Memberi contoh tentang ciri-ciri dan kepercayaan
perilaku yang orang bertakwa. masing-masing
menunjukkan Melakukan tanya siswa.
ketakwaan jawab dengan Menjauhi
kepada Tuhan guru. perbuatan
menurut agama Menuliskan yang dilarang
atau kepercayaan kegiatan yang oleh Tuhan
masing- meunjukkan atau menjauhi
masing (dapat bertakwa perbuatan buruk.
memanfaatkan menurut agama
video atau atau kepercayaan
gambar-gambar masing-masing.
bertakwa)
Melakukan tanya
jawab dengan
siswa.
Menugasi
siswa untuk
menyebutkan
kegiatan
bertakwa yang
pernah ia lakukan.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
119
3. Berindah
a. Pendekatan: Student Centre Learning (SCL), Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning: CTL)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: tanya jawab dan praktik.
d. Asesmen: pembiasaan
BERIBADAH
Konsep
Melakukan perintah Tuhan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Religius- Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Spiritual Pembiasaan
Beribadah Menjelaskan Memperhatikan Pembiasaan
pengertian beribadah. penjelasan guru berdoa sebelum
Menyebutkan ciri- tentang makna memulai belajar
ciri siswa yang beribadah. di kelas.
melakukan ibadah. Memperhatikan Melaksanakan
Memberi contoh penjelasan guru kegiatan yang
perilaku yang tentang ciri-ciri menunjukkan
menunjukkan orang beribadah. beribadah kepada
kegiatan beribadah Melakukan tanya Tuhan sesuai
kepada Tuhan jawab dengan dengan agama
menurut agama atau guru. dan kepercayaan
kepercayaan masing- Menuliskan masing-masing
masing (dapat kegiatan yang siswa.
memanfaatkan video menunjukkan Mengucapkan
atau gambar-gambar kegiatan syukur setelah
peribadatan). beribadah selesai
Melakukan tanya menurut agama pembelajaran.
jawab dengan siswa. atau kepercayaan
Menugasi siswa masing-masing.
untuk menyebutkan Mempraktikkan
kegiatan beribadah beribadah sesuai
yang pernah ia dengan agama
lakukan. tau kepercayaan
masing-masing.

120 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
4. Ikhlas
a. Pendekatan: Student Centre Learning (SCL), Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning: CTL)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: tanya jawab dan praktik.
d. Asesmen: pembiasaan
IKHLAS
Konsep
Melakukan kegiatan dengan tulus atau tanpa ada paksaan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Religius- Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Spiritual Pembiasaan
Ikhlas Menjelaskan Memperhatikan Memungut
pengertian ikhlas. penjelasan guru sampah di kelas
Menyebutkan ciri-ciri tentang makna dan lingkungan
siswa yang ikhlas. ikhlas. sekolah.
Memberi contoh Memperhatikan Piket kelas.
perilaku yang penjelasan guru Berinfak
menunjukkan tentang ciri- seminggu sekali
keikhlasan dalam ciri orang yang di kotak infak.
berbuat (dapat ikhlas. Memberi
memanfaatkan video Melakukan tanya sedekah kepada
atau gambar-gambar jawab dengan peminta-minta.
ikhlas) guru.
Melakukan tanya jawab Menuliskan
dengan siswa. kegiatan yang
Menugasi siswa untuk menunjukkan
menyebutkan kegiatan keikhlasan yang
yang pernah ia lakukan pernah siswa
secara ikhlas. lakukan.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
121
5. Amanah
a. Pendekatan: Student Centre Learning (SCL), Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning: CTL)
b. Strategi: deduktif
c. Metode: tanya jawab dan praktik.
d. Asesmen: pembiasaan
AMANAH
Konsep
Jujur dan dapat dipercaya
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Moral
Religius- Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Spiritual Pembiasaan
Amanah Menjelaskan Memperhatikan Berkata jujur.
pengertian penjelasan guru Menepati janji.
amanah. tentang makna Dapat dipercaya.
Menyebutkan amanah.
ciri-ciri siswa yang Memperhatikan
amanah. penjelasan guru
Memberi contoh tentang ciri-
perilaku yang ciri orang yang
menunjukkan sikap amanah.
amanah dalam Melakukan tanya
berbuat (dapat jawab dengan
memanfaatkan guru.
video atau gambar- Menuliskan
gambar amanah). kegiatan yang
Melakukan tanya menunjukkan
jawab dengan amanah yang
siswa. pernah siswa
Menugasi siswa lakukan.
untuk menyebutkan
kegiatan amanah
yang pernah ia
lakukan.

122 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
4. Atmosfir
Atmosfir yang dimaksud adalah kegiatan nilai-nilai religius spiritual
yang dilaksanakan di sekolah.
1. Budaya Pikir
Berisi berbagai kearifan lokal untuk pandun hidup (way of life) orang
Jawa Yogyakarta.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

2. Budaya Tindak
Berisi berbagai tindakan atau kegiatan yang mencerminkan nilai
religius spiritual.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
123
3. Budaya material
Berisi berbagai produk budaya yang terkait dengan nilai religius
spiritual.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

5. Refleksi
Nilai religius spiritual cenderung terkait hubungan manusia dengan
Tuhannya yang sering disebut akhlak. Perbuatan berakhlak mulia terkadang
tidak mudah dipilahkan karena ada yang saling berhubungan, misalnya
bertakwa dengan melaksanakan perbuatan atas perintah Tuhan. Ini disebut
juga beribadah. Beribadah harus dilakukan secara ikhlas.
Untuk dapat menanamkan nilai religius spiritual kepada siswa,
perlu dilakukan pembiasaan-pembiasaan. Pembiasaan ini terkait dengan
aktivitas peribadatan masing-masing agama atau kepercayaan.

6. Rangkuman
Religius spiritual berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan
sebagai pencipta. Nilai religius spiritual antara lain beriman, bertakwa,
beribadah, ikhlas, dan amanah.

124 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
B. PERCAYA DIRI
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi: Manunggaling kawula gusti
2. Nilai : Sawiji, greget, sengguh, ora-mingkuh
3. Subnilai: Percaya diri
4. ndikator:
a. Menyebutkan arti percaya diri.
b. Menyebutkan factor-faktor tumbuhnya sikap percaya diri.
c. Menyebutkan ciri-ciri sikap percaya diri.

2. Konsep Materi
1. Manunggaling Kawula gusti
Sikap percaya diri tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, tetapi
harus dibiasakan dan dilatih dengan baik. Proses pembiasaan dan pelatihan
ini dapat dilakukan dengan melibatkan sejumlah pihak. Dalam dunia
pendidikan, pembiasan dan pelatihan untuk mewujudkan pribadi siswa
dengan karakter percaya diri perlu melibatkan guru. Keduanya, siswa dan
guru, merupakan satu kesatuan yang saling tidak dapat dipisahkan, terlebih
dalam proses pembentukan pribadi yang memiliki rasa percaya diri kuat.
Karena itu, dalam filosofi Jawa, kesatuan guru dengan siswa diidentikkan
dengan ungkapan manunggaling kawula gusti. Itulah sebabnya gusti ditulis
tidak diawali dengan huruf kapital karena gusti mengacu pada pengertin
guru.

2. Sawiji, Greget, Sengguh, Ora-Mingkuh


Sikap percaya diri dalam budaya Jawa diidentikkan dengan istilah
sengguh, yaitu rasa percaya diri yang dilakukan tanpa ada kesombongan.
Dalam buku induk Pendidikan Khas Kejogjaan, sikap percaya diri
dimasukkan ke dalam nilai dasar sawiji, greget, sengguh, ora-mingkuh.
Nilai dasar tersebut mengajarkan tentang sikap percaya diri yang kuat
sebagai bagian dari karakter manusia Yogyakarta. Karakter tersebut telah
digambarkan dalam sifat individu yang memiliki jiwa satriya, sehingga

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
125
sikap percaya diri yang tidak berlebihan pada gilirannya dapat melahirkan
individu-individu berprestasi tinggi. Pribadi berjiwa satriya diharapkan
memiliki empat unsur utama, yaitu sawiji, greged, sengguh, dan ora mingkuh.
Sawiji yaitu fokus, konsentrasi penuh namun tidak tegang. Greget yaitu
semangat yang terkendali dan kesungguhan untuk mencapai suatu tujuan.
Sengguh yaitu rasa percaya diri namun tak berlebih (over confidence).
Pribadi demikian menjadikan seseorang lembah manah anogara (low
profile). Ora mingkuh adalah siap melaksanakan tugas dengan bertanggung
gugat. Artinya jika sesuai harapan, yang bersangkutan dapat digugat.

3. Percaya Diri
a. Pengertian
Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang semestinya
dimiliki oleh seseorang. Sikap percaya diri berfungsi sebagai media
pendorong seseorang dalam meraih kesuksesan. Sikap tersebut
tumbuh karena ada interaksi seseorang dengan lingkungannya.
Karena itu, sikap percaya diri sangat penting dimiliki seseorang karena
aspek kepribadian tersebut sangatlah kuat pengaruhnya terhadap
kesuksesan seseorang. Seseorang yang memiliki sikap percaya diri
yang baik dapat selalu yakin dan berusaha mengembangkan potensi
dirinya secara penuh untuk meraih cita-cita. Sebaliknya, seseorang
yang tidak atau kurang memiliki sikap percaya diri akan sulit untuk
mengembangkan minat, bakat dan potensinya dengan maksimal.
Pribadi yang tidak atau kurang percaya diri sulit mengaktualisasikan
diri dengan baik, sehingga dirinya cenderung pasif dan bahkan
menutup diri.
Banyak tokoh yang telah memiliki kepedulian dan perhatian serius
terhadap konsep percaya diri, di antaranya Zakiah Daradjat dan
Abraham Maslow. Zakiah Daradjat dalam bukunya yang berjudul
“Kesehatan Mental” (1995) menyebut bahwa percaya diri adalah suatu
sikap percaya terhadap diri sendiri. Sikap tersebut tumbuh karena
pengalaman-pengalaman yang dilalui oleh seseorang sejak kecil.

126 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Karena itu, menurut Zakiah, orang yang percaya diri akan dapat
mengatasi segala situasi dan kondisi, bahkan kondisi dirinya yang
sedang frustasi. Kemampuan seperti ini dapat tumbuh karena adanya
suatu keyakinan yang sangat kuat yang dimiliki seseorang terhadap
semua kelebihannya, sehingga probadi seperi ini akan selalu merasa
mampu menghadapi setiap persoalan atau kondisi yang dihadapinya.
Sebaliknya, orang yang kurang percaya diri akan selalu peka terhadap
setiap situasi yang menekan.
Abraham Maslow, sebagaimana diikuti Kartini Kartono (2000)
mengemukakan bahwa percaya diri merupakan modal dasar yang
dimiliki seseorang untuk pengembangan dan aktualisasi diri. Sikap
percaya diri dapat menjadikan seseorang dalam mengenal dan
memahami diri sendiri, baik kelebihan maupun kekuranganya.
Sebaliknya pribadi yang kurang percaya diri akan menghambat
pengembangan potensi dirinya. Pribadi seperti ini cenderung
menjadi individu yang pesimis menghadapi tantangan, takut dan
ragu menyampaikan gagasan dan bimbang dalam menentukan
pilihan. Sikap-sikap yang cenderung negatif itu bisa tumbuh karena
pribadi yang kurang percaya diri selalu membanding-bandingkan
dirinya dengan orang lain.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa
sikap percaya diri adalah suatu kemampuan yang tumbuh dalam diri
seseorang karena adanya keyakinan kuat, kesadaran penuh terhadap
bakat dan potensinya untuk dimanfaatkan secara tepat dalam
menyelesaikan tiap masalah maupun menghadapi sutau kondisi dan
situasi tertentu. Pribadi yang percaya diri dalam unsur budaya Jawa
diidentikkan dengan empat karakter, yaitu sawiji, greget, sengguh, dan
ora mingkuh. Orang yang percaya diri akan selalu sawiji, yaitu fokus
dan konsentrasi penuh, tetapi tidak tegang. Orang yang percaya diri
akan selalu greget, yaitu penuh semangat yang terkendali dan sunguh-
sungguh dalam mencapai tujuan. Orang yang percaya diri akan selalu
sengguh, yaitu menyadari bakat dan potensinya secara proporsional,

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
127
sehingga tidak sombong. Terakhir, orang yang percaya diri akan
selalu ora mingkuh, yaitu, selalu tangguh, bertanggungjawab, dan
tidak kecil hati dalam menghadapi masalah.
b. Faktor-faktor Tumbuhnya Sikap Percaya Diri
Percaya diri, atau dalam Bahasa Inggris disebut self confidence,
sebagai suatu sikap seseorang yang yakin terhadap kemampuan diri
dalam melakukan sesuatu tidak dapat datang dengan sendiri sehingga
perlu dilatih dan dibiasakan. Hal penting diperhatikan karena sikap
percaya diri tidak dapat terbentuk dengan sendirinya, melainkan
membutuhkan proses panjang untuk pembiasaan dan pelatihan yang
memadai. Dalam hal ini, perlu dipahami bahwa proses pembentukan
sikap percaya diri tidak sekadar terkait kondisi internal, tetapi juga
eksternal seseorang. Oleh karena itu, pembentukan sikap percaya
diri seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu internal dan
eksternal.
Faktor internal atau intrinsik yang dimaksud adalah suatu kondisi
yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor ini sangat besar
pengaruhnya terhadap kepercayaan diri seseorang bahkan lebih besar
dari pengaruh eksternal. Tumbuhnya sikap percaya diri yang dipicu
oleh faktor internal di antaranya dipengaruhi oleh pemahamannya
terhadap konsep diri yang kuat dan kondisi fisiknya. Selain itu,
perjalanan hidup seseorang yang memberi ruang tumbuhnya sikap
percaya diri yang kuat juga dapat mempengaruhinya. Sedangkan
faktor eksternal tumbuh dari kondisi di luar diri seseorang. Sikap
percaya diri dapat tumbuh apabila seseorang memperoleh pendidikan
(latihan dan pembiasaan), serta lingkungan yang kondusif.
c. Ciri-ciri Sikap Percaya Diri
Sikap percaya diri memang perlu ditumbuhkan dan kelola dengan
baik, mengingat seseorang yang memiliki sikap demikian akan
menuai kesuksesan di kemudian hari. Pengelolaan sikap percaya
diri ini dimaksudkan agar seseorang tidak terjerumus dalam
kesombongan dan arogansi. Hal ini penting ditekankan karena tidak

128 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
sedikit orang yang over convidence dapat berperilaku sesuka hati dan
tanpa mengindahkan orang lain yang berada lingkungan sekitarnya.
Dengan bahasa lain, orang yang percaya diri secara berlebihan
cenderung dapat memicu konflik bersama orang lain. Orang seperti
ini akan banyak menghadirkan lawan daripada kawan.
Karena itu, perlu identifikasi terhadap ciri-ciri orang yang memiliki
sikap percaya diri. Hakim (2005) menyebut kriteria atau ciri-ciri
sesorang yang percaya diri adalah sebagai berikut:
a) Percaya terhadap kemampuan diri sendiri;
b) Berikap positif terhadap diri sendiri;
c) Berani mandiri dalam mengambil keputusan;
d) Berani mengungkapkan pendapat;
e) Bersikap tenang dalam mengerjakan atau menghadapi sesuatu;
f) Terampil menyesuaikan diri dan bersikap positif dalam
menghadapi persoalan;
g) Canggih berkomunikasi dalam berbagai situasi;
h) Memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang cukup
dalam menunjang penampilan;
i) Memiliki latar belakang pendidikan yang baik;
j) Memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalitasnya
sehingga menjadi kuat.

3. Pembelajaran
1. Pendekatan: Student Active Learning / Cara Belajar Siswa Aktif
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode: tanya jawab
4. Asessment: pembiasaan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
129
PERCAYA DIRI
Konsep
Percaya diri agar lebih aktif dan mandiri
Aspek Subnilai Pengembangan Subnilai percaya
percaya diri Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Bisa Menjelaskan Memperhatikan Mampu
mengeksplorasi tujuan dan metode penjelasan guru berkomentar
berbagai pembelajaran. tentang tujuan terhadap contoh
aktivitas diskusi Menayangkan video dan metode adab siswa
secara aktif dan tentang contoh adab pembelajaran. terhadap guru.
mandiri. siswa terhadap guru. Menyaksikan Mampu percaya
Meminta siswa penayangan diri Menuliskan
memberi komentar video dengan contoh
terhadap tayangan cermat. adab siswa
video. Memberikan terhadap guru
Meminta siswa komentar berdasarkan
mengelompokkan terhadap tayangan video.
contoh adab tayangan video. Mampu
siswa terhadap Menuliskan Mengemukakan
guru berdasarkan contoh pendapat tentang
tayangan video. adab siswa adab siswa
Meminta siswa terhadap guru terhadap guru
mengemukakan berdasarkan Mampu
pendapatnya tayangan video. menuliskan atau
terhadap contoh Mengemukakan menceritakan
adab siswa terhadap pendapat tentang pengalamannya
guru berdasarkan adab siswa dalam proses
tayangan video terhadap guru. belajar.
Meminta siswa Menuliskan atau
menuliskan atau menceritakan
menceritakan pengalamannya
pengalamannya dalam mengikuti
mengikuti pembelajaran.
pembelajaran.

130 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
4. Atmosfir
Atmosfir Pendidikan Khas Kejogjaan merupakan situasi implementasi
kegiatan budaya Jawa di dalam lingkungan sekolah. Budaya Jawa yang
dimaksud terdiri dari budaya pikir, budaya tindak, dan budaya material.
1. Budaya Pikir
Ungkapan tradisional terkait dengan sub-nilai percaya diri
PAUD SD SMP
Hidup hendaknya Mengandalkan kekuatan, Usaha yang dilakukan
memberi manfaat bagi kekuasaan dan perlahan tapi akhirnya
orang lain. kepintaran. akan tercapai.
Urip iku urup. Adigang-adigung- Gliyak-gliyak tumindak,
adiguna. sareh pakoleh.

2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait sub-nilai percaya diri
orang Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
https://jogja.tribunnews. https://www.antaranews. http://kebudayaan.
com/2015/05/12/tahta-si- com/berita/649788/29- kemdikbud.go.id/
dalang-cilik-berprestasi- kelompok-karawitan-24- Vredeburg/lomba-macapat-
dari-yogya. jam-menabuh-pada-5-6- perjuangan-2018-bagas-
september dan-erlangga-sabet-
thropy-museum-benteng-
vredeburg/

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
131
3. Budaya material
Budaya material yang merupakan hasil karya atau produk budaya
Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
https://mamikos.com/ https://regional. https://www.idntimes.
info/tari-tradisional-asli- kompas.com/ com/life/inspiration/putri-
yogyakarta-pljr/ read/2019/11/14/06050011/ aisya-1/kumpulan-pepatah-
asyiknya-sepak-bola- jawa
egrang-olahraga-sekaligus-
lestarikan-budaya?page=all

5. Refleksi
1) Proses pembelajaran percaya diri perlu dibiasakan dan ditanamkan
sejak usia dini;
2) Proses pembelajaran percaya diri menjadi dasar pembentukan citra
diri yang positif;
3) Proses pembelajaran percaya diri dapat dilakukan dengan latihan
dan pemberian motivasi.

6. Rangkuman
Pendidikan sebagai proses pewarisan budaya dan sosialisasi
diharapkan mampu memberi ruang yang luas bagi setiap individu untuk
menumbuhkan sikap percaya diri. Sikap percaya diri ini sangat penting,
karena self convidence ini dapat mewujudkan kesuksesan di masa depan.
Sikap percaya diri perlu terus dikelola dengan baik sehingga setiap individu
tidak terjerumus dalam kesombongan dan juga arogansi. Pengelolaan yang
dimaksud disini meliputi aspek pengetahuan (kognitif), afeksi maupun
psikomotorik. Aspek pengetahuan diarahkan pada bangunan pondasi yang
kokoh mengenai persepsi diri secara baik, sehingga tumbuh kesadaran
dalam diri (afeksi) mengenai konsep diri yang meliputi kodisi fisiknya,

132 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
diri pribadinya, keluarganya, lingkungan sosial, moralitas etik, emosional
aspiratif dan prestasi yang hendak dicapai. Kesadaran tentang konsep diri
yang terkendali pada gilirannya dapat mendorong setiap individu bersikap
atau berperilaku dengan percaya diri. Upaya untuk menumbuhkan karakter
percaya diri tidak dapat dibiarkan tumbuh dengan sendirinya, tetapi harus
dilatih dan dibiasakan. Karena itu, dalam aspek pendidikan, peran guru
sangat penting untuk menumbuhkan sikap percaya diri siswa.

C. TANGGUNG JAWAB
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Sangkan paraning dumadi
2. Nilai : Sawiji greget sengguh ora mingkuh
3. Sub Nilai : Tanggung jawab
4. Indikator :
a. Menyelesaikan tugas secara cerdas dan tuntas.
b. Memberikan contoh sikap berani menanggung risiko akibat
perkataan dan perbuatan.
c. Dapat menepati janji dan kewajiban engét, tan lupa jalaraning
sih, nora lali ing sanggup tan cidra.

2. Konsep Materi
1. Sangkan Paraning Dumadi
Dalam menjalani sebuah kehidupan, manusia harus mengingat
tentang asal-usul terjadinya. Karena hidup itu ibarat hanya mampir
minum, artinya hanya sementara saja. Maka hidup itu harus bermakna
dan memberikan manfaat untuk diri sendiri, keluarga, dan orang-orang
lainnya. Kebahagiaan terbesar manusia yang mengerti makna hidup
adalah mendarmabaktikan hidupnya untuk kebahagiaan sesama. Lebih
baik, orang hidup itu tidak mengutamakan kepentingan duniawi, tetapi
selalu berbuat kebaikan untuk meraih kualitas kehidupan yang hakiki.
Petuah leluhur orang Jawa mengatakan, “Manungsa urip kudu eling marang
sangkan paraning dumadi. Urip kuwi bebasan mung mampir ngombe.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
133
Mulane sejatine urip kuwi urup. Luwih becik ngungkurake kadonyan, ngalap
kasuwargan” (Apriyantono, 2014: 22).
Secara keseluruhan filosofi sangkan paraning dumadi tersebut
berarti kejadian manusia berasal dari mana dan akan kembali ke mana.
Dengan kata lain sangkan paraning dumadi dapat pula diartikan asal mula
keberadaan manusia dan kembalinya manusia setelah mati, asal mula
tujuan kehidupan, manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada
Tuhan.

2. Sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh


Sawiji artinya manusia hendaknya selalu mengingat Tuhan Yang
Maha Esa. Greget artinya segala aktivitas dan semangat dalam hidup harus
disalurkan melalui jalan Allah SWT. Sengguh dimaknai sebagai rasa bangga
karena dikenal sebagai makhluk paling sempurna. Ora mingkuh artinya
meski banyak kesulitan hidup, tetap beriman kepada Tuhan Yang Maha
Adil. Dalam sudut pandang kehidupan, sawiji berarti konsentrasi terhadap
suatu tujuan atau cita-cita hidup. Greget adalah dinamisme dan semangat
hidup yang harus diarahkan pada tujuan melalui jalur yang tepat. Sengguh
artinya mempunyai keyakinan penuh terhadap kemampuan diri untuk
mencapai suatu tujuan. Ora mingkuh harus dipegang teguh, sekalipun
dalam perjalanan menuju tujuan (ideal) menemui rintangan, tidak akan
mundur satu langkah pun. Filosofi Sawiji, Greget, Sengguh, Ora mingkuh
menjadi landasan pembentukan karakter kesatria yang ditujukan hanya
kepada bangsa, umat, dan negara. Akhlak mulia dilandasi oleh idealisme
dan komitmen terhadap kebenaran dan keadilan mulia, integritas moral,
dan hati nurani yang bersih.

3. Tanggung Jawab
Arus globalisasi, tuntutan kecanggihan komunikasi, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata besar pengaruhnya terhadap
sikap, cara hidup, dan pola pikir manusia. Nilai-nilai budi pekerti yang
menjadi budaya adi luhung bangsa, kian lama kian memudar dari waktu

134 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
ke waktu. Akibatnya sulit dihindari anggapan bahwa banyak generasi
muda yang sudah meninggalkan nilai-nilai tersebut. Penilaian ini muncul,
sebagian didasarkan sikap dan perilaku negatif generasi muda itu sendiri
yang diperlihatkan sehari-hari yang sudah sangat jauh meninggalkan nilai-
nilai budi pekerti.
Tidak sedikit generasi muda yang semestinya memiliki rasa tanggung
jawab terhadap apa saja yang dilakukannya, baik perbuatan ataupun
kegiatan yang sedang dikerjakannya, tidak sepenuhnya melakukan dengan
baik. Beberapa ingkar janji atau tidak menepati dengan apa yang sudah
disepakati, banyak yang menunda-nunda sehingga merugikan pihak lain,
bahkan banyak yang beranggapan ketika melakukan suatu kegiatan, yang
terpenting adalah sudah melaksanakan tugasnya, sekedar mundhi dhawuh,
untuk hasil yang memuaskan sangat jauh dari harapan. Setiap apa yang
dilakukannya hanya saanane lan sabisane, jauh dari upaya tanggung jawab
untuk melakukannya dengan optimal dan terbaik.
Tanggung jawab adalah perbedaan antara benar dan salah, yang boleh
dan yang dilarang, yang dianjurkan dan yang dicegah, yang baik dan yang
buruk, dan sadar bahwa harus menjauhi segala yang bersifat negatif dan
mencoba membina diri untuk selalu menggunakan hal-hal yang positif
(Abu dan Munawar, 2007). Juga boleh dikatakan bahwa tanggung jawab
adalah bersatunya kata dan perbuatan enget, tan lupa jalaraning sih, nora
lali ing sanggup tan cidra. Enget berarti eling, yakni akan tugas, kewajiban,
komitmen. Tan lupa jalaraning sih bahwa tidak akan melupakan atau
melunturkan tanggung jawab hanya kerena pemberian (gratifikasi). Nora
lali ing sanggup tan cidra yang berarti tidak akan lupa atau mengingkari
kewajiban.
Berdasar pengertian tersebut bahwa tanggung jawab merupakan
kesadaran seseorang melakukan suatu kegiatan, yang terdiri dari
tanggung jawab sebagai makhluk Tuhan YME, tanggung jawab pada diri
sendiri, tanggung jawab pada keluarga, tanggung jawab pada sekolah,
serta tanggung jawab terhadap masyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
135
Sikap tanggung jawab dimulai dengan melakukan perencanaan dan
melaksanakannya secara fleksibel yang didasari dengan sikap produktif
dalam mengembangkan diri sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan.
Tanggung jawab juga harus didasari dengan keberanian menjalani risiko
akibat suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan serta rasa cinta dan
kasih sayang dalam menjalankan kewajiban.
a. Jenis Tanggung Jawab dan Karakteristik
Adapun jenis dan karakteristik sikap tanggung jawab yaitu tanggung
jawab sebagai makhluk Tuhan YME, tanggung jawab pada diri sendiri,
tanggung jawab pada keluarga, tanggung jawab pada sekolah, serta
tanggung jawab terhadap masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Adapun jenis dan karakteristik tanggung jawab dapat dilihat pada
tabel berikut.
No. Jenis Tanggung Karakteristik
Jawab
1. Menyelesaikan tugas Menyelesaikan kegiatan/tugas dengan tepat
secara cerdas dan waktu.
tuntas (kesadaran). Proses penyelesaian kegiatan/tugas, dilakukan
dengan baik, tansah ngati-ati (tidak merugikan
diri sendiri maupun orang lain).
Kegiatan/tugas yang diberikan dikerjakan
dengan hasil yang baik (sesuai yang diinginkan).
Hasil kegiatan/tugas yang dikerjakan dapat
bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
2. Memberikan Jujur (sesuai dengan apa yang terjadi) dalam
contoh sikap berani perkataan dan perbuatan.
menanggung risiko Prawira (berani/tidak pengecut) atas perkataan
akibat perkataan dan perbuatannya.
dan perbuatan
(keberanian).
3. Menepati janji dan Melaksanakan kewajiban/melakukan semua
kewajiban enget, tan kegiatan sebagai bentuk pengabdian.
lupa jalaraning sih, Melaksanakan kewajiban/melakukan semua
nora lali ing sanggup kegiatan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
tan cidra (kecintaan). Iklas di dalam menjalani semua kegiatan/
kewajiban.
Memetri (memelihara) dengan baik apa yang
sudah dilakukannya.

136 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
b. Manfaat Tanggung Jawab
Seseorang yang memiliki sikap tanggung jawab akan mendatangkan
berbagai manfaat, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang
lain. Adapun manfaat kita memiliki sikap tanggung jawab adalah:
1) Melatih kedisiplinan.
2) Melatih memiliki jiwa melayani dengan sepenuh hati.
3) Mendatangkan hasil yang optimal.
4) Dapat dipercaya orang lain.
5) Melatih diri untuk belajar menghormati orang lain.
6) Melatih kejujuran.
7) Menghargai sebuah komitmen bersama.
8) Dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
9) Memupuk rasa cinta dan kasih saya kepada sesama.
10) Melatih diri untuk tidak pengecut.
11) Melatih diri untuk selalu iklas dalam melakukan/mengerjakan
suatu tugas/kewajiban.
12) Dapat melatih kerja sama yang baik dengan orang lain.
13) Memupuk kerukunan dalam mencapai tujuan bersama.

3. Pembelajaran
1. Pendekatan: SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode : demonstrasi
5. Asesmen: pembiasaan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
137
TANGGUNG JAWAB
Konsep
Proses penyelesaian kegiatan/tugas, dilakukan dengan baik, tansah ngati-ati
(tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain).
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Tanggung Jawab
Tanggung Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Jawab pembiasaan
Menyelesaikan Menayangkan Melihat tayangan Mengucapkan
tugas secara video tentang video. atau menjawab
cerdas kejadian Memperhatikan (inggih), ketika
dan tuntas seseorang penjelasan guru. diajak ataupun
(kesadaran). yang sedang Menyebutkan diberi tugas
menyelesaikan manfaat untuk melakukan
tugas-tugasnya. dari segera sesuatu
Menjelaskan menyelesaikan Tepat waktu.
bagaimana cara- tugas-tugas yang Ora grusa-grusu
cara bertanggung diberikan. lan tansah
jawab ngati-ati (tidak
menyelesaikan merugikan diri
sebuah tugas sendiri maupun
secara cerdas dan orang lain).
tuntas. Sungguh-sungguh
Menjelaskan dalam mencapai
manfaat dari dapat hasil yang optimal.
dimbil ketika dapat Mengupayakan
menyelesaikan hasil yang dapat
tugas-tugas bermanfaat untuk
secara cerdas dan diri sendiri dan
tuntas. orang lain.

138 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
BERANI MENANGGUNG RESIKO
Konsep
Berani menanggung resiko (sesuai dengan apa yang terjadi) dalam perkataan
dan perbuatan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Tanggung Jawab
Tanggung Asesmen:
Jawab Sintaks Guru Sintaks Siswa
pembiasaan
Memberikan Menceritakan Menyimak cerita. Menyelesaikan
contoh sebuah cerita Memperhatikan tugas/kegiatan yang
sikap berani tentang sikap penjelasan guru. telah disepakati
menanggung jujur dalam Mengidentifikasi sebelumnya dengan
risiko akibat perkataan dan contoh sikap- tepat waktu.
perkataan dan perbuatan. sikap jujur Berani meminta
perbuatan Menjelaskan dalam perkataan maaf jika melanggar
(keberanian) bagaimana dan perbuatan. kesepakatan yang
manfaat dari Mempraktikkan telah dibuat bersama.
sikap jujur dalam sikap jujur Menerima
perkataan dan dalam perkataan konsekuensi dari
perbuatan. dan perbuatan. kesepakatan dengan
legawa.
Prawira (berani/
tidak pengecut)
atas perkataan dan
perbuatannya.
Rela berkorban untuk
kepentingan orang
lain.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
139
MENEPATI JANJI DAN TEGUH PENDIRIAN
Konsep
Menepati janhi dan kewajiba, enget, tan lupa jalaraning sih, nora lalu ing
sanggung tan cidra
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Tanggung Jawab
Tanggung Asesmen:
Jawab Sintaks Guru Sintaks Siswa
pembiasaan
Menepati janji Menayangkan Melihat tayangan Melaksanakan
dan kewajiban video tentang video. kewajiban/
enget, tan lupa kejadian Memperhatikan melakukan semua
jalaran sih, nora seseorang dalam penjelasan guru. kegiatan sebagai
lali ing sanggup menepati janji dan Menyebutkan bentuk pengabdian.
tan cidra kewajibannya. manfaat dari Melaksanakan
(kecintaan). Menjelaskan menepati janji dan kewajiban/
bagaimana kewajibannya. melakukan semua
cara-cara kegiatan dilandasi
menepati janji dan rasa cinta dan
kewajibannya. kasih sayang.
Menjelaskan Iklas di dalam
manfaat dari menjalani
menepati janji dan semua kegiatan/
kewajiban. kewajiban.
Memetri
(memelihara)
dengan baik
apa yang sudah
dilakukannya.

4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.

140 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
1. Budaya Pikir
Memasang berbagai filosofi kearifan lokal di sudut-sudut ruang
sekolah, yang berisi semangat untuk selalu memegang teguh nilai
tanggung jawab dalam setiap melaksanakan tugas dan menjalankan
semua kewajiban.

Jika bertanggung jawab Prinsip tanggung jawab Dengan bertanggung


dalam melaksanakan dalam menyelesaikan jawab dalam
kewajiban maka akan kewajiban adalah menyelesaikan
mendapatkan hasil yang melakukannya dengan kewajiban kita, akan
terbaik dan maksimal. iklas, tanpa mengharap berdampak pada
balasan. terciptanya kerukunan
dengan sesama.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
141
2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan sikap
tanggung jawab sebagai makhluk Tuhan YME, tanggung jawab pada
diri sendiri, tanggung jawab pada keluarga, tanggung jawab pada
sekolah, serta tanggung jawab terhadap masyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Adapun contoh gambar aktivitas yang berkaitan dengan
sikap tanggung jawab adalah:

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

142 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
3. Budaya Material
Berisi berbagai produk budaya yang terkait dengan nilai tanggung
jawab. Seperti memiliki Perpustakaan yang menyediakan berbagai
buku bacaan, sebagai contoh buku-buku bacaan berbahasa
Jawa. Dengan tersedianya sarana, prasarana, dan fasilitas
Perpustakaan Sekolah, siswa diharapkan dapat bertanggung jawab
memanfaatkannya. Siswa dapat meminjam buku-buku yang ada di
Perpustakaan Sekolah dan bertanggung jawab untuk mengembalikan
tepat waktu dan dalam keadaan buku yang tidak berubah seperti
ketika dipinjamnya. Siswa juga berkewajiban untuk bertanggung
jawab jika merusak atau menghilangkan buku yang telah
dipinjamnya. Di samping itu, siswa juga harus bertanggung jawab
untuk memanfaatkan buku yang dipinjamnya dengan sungguh-
sungguh membacanya, mempelajarinya, mengambil pesan dari buku
tersebut sesuai dengan niat awal untuk meminjamnya.
Rasa tanggung jawab juga dapat dibiasakan ketika siswa mengunjungi
Perpustakaan Sekolah. Para siswa akan membaca buku-buku
tersebut dengan tertib, berkonsentrasi, dan mengembalikan buku-
buku tersebut dengan rapi sesuai dengan tempat buku-buku tersebut,
serta merapikan kembali tempat duduk atau sarana lainnya yang
digunakan di dalam Perpustakaan Sekolah.
Adapun gambar Perpustakaan Sekolah sebagai salah satu tempat
untuk melatih tanggung jawab siswa sebagai berikut:

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
143
(Foto koleksi pribadi, Siswa SMP N 4 Wates, Bethy Mahara)

5. Refleksi
Untuk menumbuhkan sikap tanggung jawab pada diri siswa, perlu
dilakukan pembiasaan-pembiasaan di lingkungan sekolah. Semua siswa
diberikan kesempatan yang sama antara satu dengan lainnya dalam
menyelesaikan tugas dan kewajiban. Dengan diberikannya kesempatan
tersebut, siswa akan memiliki rasa tanggung jawab. Dari hasil tugas dan
kewajiban yang telah diselesaikan, akan terlihat seberapa siswa memiliki

144 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
rasa tanggung jawab pada dirinya. Siswa yang bertanggung jawab yaitu
menyelesaikan dengan sungguh-sungguh, terbaik, dan optimal, akan
menghasilkan hasil yang memuaskan, sedangkan siswa yang memiliki
rasa tanggung jawab yang kurang, hasil yang diperoleh tidak sebaik
lainnya. Siswa yang bertanggung jawab, pasti dapat mempertimbangkan/
menggunakan waktu yang diberikan dengan sebaik mungkin, sehingga
dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu dan berupaya untuk
memberikan yang terbaik, tidak hanya saanane dan sabisane, tetapi mau
belajar untuk menghasilkan hasil yang optimal.
Oleh karena itu, pembiasaan-pembiasaan sikap tanggung jawab
tersebut harus selalu ditanamkan dan semua siswa diberikan kesempatan,
latihan yang sama untuk belajar bertanggung jawab.

6. Rangkuman
Tanggung jawab adalah kesadaran seseorang melakukan suatu
kegiatan, yang terdiri dari tanggung jawab sebagai makhluk Tuhan YME,
tanggung jawab pada diri sendiri, tanggung jawab pada keluarga, tanggung
jawab pada sekolah, serta tanggung jawab terhadap masyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Sikap tanggung jawab dimulai dengan melakukan
perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel yang didasari dengan
sikap produktif dalam mengembangkan diri sebagai suatu kewajiban yang
harus dilakukan. Tanggung jawab juga harus didasari dengan keberanian
menjalani resiko akibat suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan
serta rasa cinta dan kasih sayang dalam menjalankan kewajiban.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
145
D. KETERTIBAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi: Manunggaling kawula gusti
2. Nilai : Sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh
3. Sub-nilai: Ketertiban
4. Indikator
a. Mengeksplorasi berbagai aktivitas yang menunjukkan sikap
tertib dan atau disiplin.
b. Mematuhi peraturan yang ada dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
c. Menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.

2. Konsep Materi

1. Filosofi: Manunggaling kawula gusti


Manunggaling kawula gusti bermakna kesatuan antara pimpinan
sekolah dan siswa. Kata gusti sengaja ditulis tidak dengan huruf kapital
karena bermakna pimpinan. Pimpinan dalam hal ini adalah kepala sekolah,
staf, guru, dan pegawai sekolah. Kepala Sekolah adalah pimpinan sekolah
secara kelembagaan. Dalam kepemimpinannya Kepala Sekolah dibantu
oleh staf yakni Wakil Kepala Sekolah. Guru adalah pemimpin di dalam
kelas. Pegawai adalah pemimpin dalam mengelola sirkulasi administrasi
sekolah. Semua tersebut menyatu dengan siswa dalam suatu kesepakatan
untuk menegakkan ketertiban dan atau kedisiplinan. Kesatuan antara
pimpinan dan siswa membuat sekolah dapat melaksanakan tugas masing-
masing guna mencapai kualitas pembelajaran terbaik. Terbaik dalam
prestasi dan terbaik pula dalam budi (berbudi luhur).

2. Nilai: Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh


Ketertiban dan atau kedisiplinan dapat tercapai apabila ada kesatuan
‘sawiji’ niat dan tekad dari pimpinan sekolah, guru, karyawan, dan
siswa. Kesatuan yang dilandasi sengan tekad dan semangat ‘greget’ untuk
bertindak tertin atau disiplin dan kepercayaan tinggi bahwa dirinya

146 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
mampu melaksanakan ‘sengguh’ demi kenyamanan, keamanan, dan
kebersamaan di sekolah. Semua warga sekolah siap melaksanakan ‘ora
mingkuh’ semua aturan ketertiban atau peraturan sekolah dengan semangat
disiplin. Gumregah atine, gumreget tekade, lan gumregut tandange dalam
mewujudkan ketertiban dan atau kedisplinan sekolah. Semua warga
sekolah didasari dengan pengetahuan akhlak dan moral, diberi motivasi,
dan dilakukan monitoring dan evaluasi dalam menegakkan ketertiban dan
atau kedisiplinan sekolah. Jangan ada reward and punishment.
Sebagai contoh Kemis Paingan. Setiap hari Kemis Paing sebagai
peringatan adeging Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat semua warga
sekolah diwajibkan memakai busana Jawa gaya Yogyakarta. Aturan ini
harus ada monitoring dan evaluasi, reward and punishment. Kepala sekolah,
guru, dan karyawan, harus dapat menjadi contoh keteladanan siswanya
dengan berbusana pakem dan jangkep.
1) Reward: sekolah mengadakan kebijakan bahwa setiap 1 tahun (12
bulan) akan dipilih pemakai busana terbaik (dhimas-dhiajeng
sekolah), baik kepala sekolah, guru, dan karyawan, maupun para
siswa. Pembusana terbaik dhimas-dhiajeng akan mendapatkan piala,
piagam, dan hadiah. Dengan cara ini, yakin tradisi Kemis Paingan
akan dipatuhi dan berlangsung keberlanjutan.
2) Punishment: Jika dhimas-dhiajeng mendapatkan hadiah, sebaliknya
pembusana yang tidak tertib atau tidak disiplin akan mendapatkan
konsekuensi. Misalnya: kerja sosial saat itu (pada hari yang sama).
Contoh kerja sosial: membersihkan taman, merapikan kelas, menata
perpustakaan, menampilkan bakat di depan kelas, atau konsekuensi
lainnya. Kata konsekuensi ini sengaja dipilih untuk memaknai
punishment, bukan hukuman. Kata konsekuensi lebih halus dan
memanusiakan (harkat dan martabat manusia) demi tegaknya
ketertiban dan atau kedisplinan.
Jika tidak ada pengawasan, monitoring-evaluasi, reward dan
punishment, tegaknya peraturan akan mengendor. Pada awal Kemis Paingan,

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
147
warga sekolah memakai busana jangkep. Karena tidak pengawasan (tim
penegak ketertiban), lama-lama ada warga sekolah yang memakai surjan-
nyamping, tetapi memakai sepatu. Lama-kelamaan, warga sekolah hanya
memakai tetapi, pakai celana panjang (siswa), atau under rok (siswi), bukan
nyamping. Itu kenyataan yang sudah terjadi (berdasarkan pengamatan).

3. Ketertiban dan atau Kedisiplinan


Ketertiban berasal dari kata dasar tertib, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (www.kbbi.web.id) tertib memiliki arti teratur, menurut aturan,
rapi, sopan, dengan sepatutnya. Berdasarkan arti tertib tersebut, ketertiban
memiliki ciri sebagai berikut.
1) Peraturan atau keadaan serba teratur baik.
2) Kebiasaan mengatur segala sesuatu secara rapi.
3) Kecenderumgamn melakukan sesuatu sewcara berurutan.
4) Peraturan terhadap hukum, peraturan atau disiplin.
Kedisiplinan berkata dasar disiplin. Menurut KBBI (www.kbbi.
wb.id) disiplin/di·sip·lin/ n 1 tata tertib (di sekolah); 2 ketaatan (kepatuhan)
kepada peraturan (tata tertib dan sebagainya). Kedisiplinan sangat erat
hubungannya dengan tata tertib. Siswa yang taat pada tata tertib dikatakan
disiplin. Itulah sebabnya kedua ini tidak terpisahkan.
Ketertiban dan atau kesidiplinan sangat penting di sekolah. Kedua
nilai tersebut perlu terus ditanamkembangkan agar dapat mendorong
timbulnya nilai-nilai karakter lainnya (Yaumi, 2014, Mustari, 2014).
Karakter tertib dan disiplin membuat situasi sekolah aman, nyaman, dan
kondusif untuk belajar sehingga siswa giat belajar mendorong peningkatan
prestasi sapa temen tinemu. Artinya yang sungguh-sungguh akan berhasil
atau man jadda wajada.
Contoh perilaku tertib atau disiplin antara lain datang ke sekolah
tepat waktu, mengenakan seragam lengkap sesuai peraturan dan ketentuan
sekolah, duduk atau berjalan di kursi, membuang sampah pada tempat yang
telah ditentukan, dan tidak menulis di dinding sekolah. Selain itu, tindakan

148 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
tidak bertanggung jawab atau disiplin antara lain membolos sekolah, tidak
mengumpulkan pekerjaan rumah tepat waktu, tidak mengenakan seragam
yang ditentukan, dan lain-lain.
Sekolah dapat mengidentifikasi perilaku tertib atau disiplin dan yang
tidak tertib dan tidak disiplin.

4. Jenis dan Karakteristik


Pada dasarnya keberhasilan penegakan perilaku tertib atau disiplin
berada pada lingkungan tripusat pendidikan (Ki Hajar Dewantara), yakni
lingkungan belajar informal, formal, dan nonformal. Lingkungan belajar
informal adalah keluarga. Lingkungan belajar formal adalah sekolah.
Lingkungan belajar nonformal adalah masyarakat. Demikian pula disiplin
ada di rumah, sekolah, dan masyarakat (Nurhendrayani, 2017) seperti
berikut ini.
a. Disiplin di rumah
1) Berangkat sekolah tepat waktu,
2) Belajar setiap hari,
3) Tidur dan bangun tepat waktu,
4) Merapikan tempat tidur dan kamar,
5) Makan dengan teratur,
6) Merapikan mainan setelah bermain,
7) Menjaga kebersihan rumah,
8) Menjalankan ibadah tepat waktu,
9) Mandi pagi dan sore hari,
10) Menjaga keamanan di rumah,
11) Mematikan listrik yang tidak diperlukan.
b. Disiplin di sekolah:
1) Masuk sekolah tepat waktu,
2) Berbaris dengan tertib,
3) Berseragam sesuai ketentuan sekolah,
4) Menaati tata tertib sekolah,

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
149
5) Mendengarkan pelajaran dengan tekun,
6) Beribadah tepat waktu,
7) Tidak terlambat masuk sekolah,
8) Bila keluar kelas minta izin,
9) Melaksanakan tugas piket,
10) Membuang sampah pada tempatnya,
11) Tidak boleh berbuat gaduh di kelas,
12) Duduk dengan rapi,
13) Berlaku sopan santun.
c. Disiplin di masyarakat:
1) Jangan membunyikan radio atau TV keras-keras pada malam
hari,
2) Membuang sampah pada tempatnya,
3) Berjalan di sebelah kiri,
4) Mematuhi rambu lalu lintas di jalan umum,
5) Jangan bermain layang-layang di jalan,
6) Menjaga kebersihan lingkungan,
7) Menjaga keamanan lingkungan (Nurhendrayani, 2017).

3. Pembelajaran
1. Pendekatan: Student Center Learning (SCL), Case Based Learning
(CBL)
2. Strategi: deduktif
3. Metode: tanya jawab, diskusi, tugas
4. Asesmen: pembiasaan.

150 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
KETERTIBAN dan atau KEDISIPLINAN
Konsep
Taat pada peraturan atau tata tertib.
Jenis Nilai Pengembangan Nilai Moral
Kesabaran Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Ketertiban Menyiapkan kelas. Siap untuk Menaati tata terib
Kedisiplinan Menampilkan foto- belajar. dan bertindak
foto atau video kasus Mengamati disiplin di rumah,
perilaku gambar atau sekolah, dan
tertib/displin. video siswa yang masyarakat.
tertib/ disiplin.
(Gambar siswa antri Bertanya jawab
tertib) dan diskusi
tentang isi foto
atau video.
Mengamati
Tanya jawab dana gambar atau
mendiskusikan video siswa yang
kasus yang ada tidak tertib/
dalam foto dan video. disiplin.
Menampilkan foto- Membuat daftar
foto atau video kasus perilaku tertib
perilaku tidak dan tidak tertib,
tertib/displin. disiplin dan tidak
disiplin.
Gambar
Siswa membuang
sampah tidak di
tempat sampah.

Tanya jawab dan


mendiskusikan
kasus yang ada
dalam foto dan video.
Menugaskan siswa
untuk membuat
daftar perilaku tertib
dan tidak tertib,
disiplin dan tidak
disiplin.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
151
4. Atmosfir
1. Budaya Pikir
a. Memasang slogan di ruang (pimpinan, pegawai, dan kelas, web
sekolah) tentang nilai ketertiban dan atau kedisiplinan
b. Melaksanakan prinsip-prinsip hidup orang Jawa (way of life)
seperti. Baris rampak urut kacang.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

2. Budaya Tindak
Budaya tindak dengan melaksanakan budaya tertib dan atau disiplin,
antara lain sebagai berikut.
a. Gerakan membuang sampah pada tempatnya.
b. Masuk sekolah tepat waktu.
c. Mengumpulkan tugas tepat waktu.
d. Piket kelas: bersih dan rapi.
e. Tidak melakukan pemalakan kepada orang lain.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

152 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
3. Budaya Material
Budaya material yang terkait dengan ketertiban dan atau kedisiplinan
adalah wujud barang-barang yang dapat membina ketertiban dan
atau kedisiplinan.
a. Gamelan

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images?p=gamelan+jogja)

Perilaku menabuh gamelan harus menaati ketertiban atau


aturan kedisiplinan, antara lain (a) duduk bersila saat menabuh
gamelan, (b) mengenakan pakain yang sopan, (c) tidak boleh
melangkahi gamelan, (c) dilarang menduduki gamelan, (d)
menabuh atau memukul sesuai dengan irama (tekanan/
kerasnya pukulan), (e) kompak berirama dengan lainnya.
b. Busana Jawa
Memakai busana Jawa harus tertib untuk menegakkan
kedisiplinan. Seperti halnya kesiplinan memakai busana Jawa
tradisi Kemis Paingan di sekolah dan kantor. Ketertibannya
antara lain (a) jangkep, (b) bila berjalan samadya, (c) pakem,
(d) wangun indah dilihat dari komposisi warna dan ukuran
sesuai dengan badan.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
153
- (Suryobintoro, 2022)

- Busana upacara (Krisnandaru dalam Suryobintoro, 2022)

154 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Kencongan upacara alit Kencongan upacara ageng

(Tari Donolobo dalam Suryobuntoro, 2022)


-Besana Remaja Putri

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
155
Pinjungan upacara alit Sabukwala praos Sabukwala Grebeg
(Tari Donolobo dalam Suryobintoro, 2022)

2. Refleksi
Ketertiban dapat terwujud manakala anggota masyarakat sekolah
menjalankan seluruh norma yang berlaku di masyarakat, dan kedisiplinan
adalah prasyarat terciptakan ketertiban. Tanpa sikap disiplin oleh warga
masyarakat sekolah tidak akan pernah tercipta ketertiban.

3. Rangkuman
1. Budaya tertib dan atau disiplin terus ditanamkan pada jiwa warga
sekolah (khususnya siswa) dengan cara pembiasaan.
2. Implementasi budaya tertib dan atau disiplin perlu terus dipantau,
evaluasi, dan ada penghargaan dan konsekuensi.
3. Guru perlu melakukan refleksi dengan teman sejawat, kepala
sekolah, pengawas sekolah dan tenaga kependidikan serta orang
tua tentang pembelajaran nilai moral ketertiban dan kedisiplinan.
Adakah perubahan sikap dari para siswa baik di sekolah maupun

156 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
di rumah? Selanjutnya perlu dilakukan focus group discusion untuk
bahan pembelajaran berikutnya.

E. KEDISIPLINAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi: Manunggaling kawula gusti
2. Nilai: Sawiji, greget, sengguh, ora-mingkuh
3. Subnilai: Kedisiplinan
4. Indikator:
a. Menyebutkan arti kedisiplinan
b. Menyebutkan macam-macam kedisiplinan.
c. Menyebutkan manfaat kedisiplinan.

2. Konsep Materi
1. Manunggaling kawula gusti
Manunggaling kawula gusti merupakan bagian dari filosofi pendidikan
khas kejogjaan. Ide dasar tersebut secara bahasa terdapat tiga kata dengan
makna yang berbeda. Kata manunggaling berarti kesatuan dan kawula
berarti siswa. Kata gusti kesempatan ini memang tidak ditulis dengan
menggunakan huruf kapital, sebab kata gusti yang dimaksud memiliki
makna guru. Dengan demikian, frasa manunggaling kawula gusti berarti
kesatuan antara guru dan siswa di dalam proses pendidikan.
Guru dan siswa adalah dua unsur utama yang mutlak ada dalam
setiap proses pendidikan. Keduanya berkedudukan sangat penting dalam
pendidikan. Proses pendidikan mustahil dapat berjalan dengan baik
apabila tidak ada guru yang mengajar. Demikian pula sebaliknya, proses
pendidikan tidak mungkin dapat dilaksanakan apabila tidak ada siswanya.
Keberadaan guru dan siswa dapat melahirkan proses interaksi untuk
mewujudkan tujuan pendidikan dan internalisasi nilai-nilai utama, seperti
kedisiplinan.
Kedisiplinan sebagai salah satu karakter yang hendak diwujudkan
dalam proses pendidikan meniscayakan satu kesatuan utuh antara guru

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
157
dan siswa. Artinya, karakter kedisiplinan tidak sekadar dapat diajarkan
secara kognitif, tetapi juga harus dilakukan dengan menyentuh afeksi dan
psikomotorik siswa sehingga tumbuh kesadaran dalam dirinya. Upaya ini
perlu dilakukan secara konsisten melalui pembiasaan dan keteladanan
yang baik. Selain itu, kesadaran untuk bersikap disiplin juga harus sama-
sama diwujudkan antara guru dan siswa, sehingga keduanya merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Guru dan siswa harus saling
menyatu untuk menegakkan kedisiplinan sehingga dapat terbangun
ekosistem sekolah yang tertib dan teratur.

2. Sawiji, Greget, Sengguh, Ora-Mingkuh


Pendidikan di DI Yogyakarta dapat dikembangkan sesuai nilai-nilai
dasar yang terdapat dalam rumusan pendidikan khas kejogjaan, sehingga
dapat terwujud profil manusia Jogja yang mulia dan bermartabat. Profil
manusia Jogja yang menjadi dambaan masyarakat DI Yogyakarta ini niscaya
terwujud apabila dalam proses pendidikan dapat memberi ruang yang
luas bagi tumbuh dan berkembangnya karakter siswa yang dicerminkan
dengan sosok kesatriya. Sosok kesatriya tersebut setidaknya memiliki
empat sifat utama, yaitu sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh. Sifat sawiji
berarti karakter siswa yang selalu konsentrasi atau memiliki penjiwaan
total. Sifat greget berarti semangat atau dinamika batin (passion) tanpa
menjadi kasar. Sifat sengguh yaitu karakter yang penuh percaya diri, low
profile dan tidak sombong. Ora mingkuh berarti pantang mundur dengan
tetap menjaga disiplin diri dan taat azas/patuh (konsisten dan konsekuen)
serta bertanggungjawab (responsibility).
Sifat-sifat kesatriya tersebut dapat terbentuk apabila siswa
melakukannya secara disiplin. Sikap disiplin perlu dibangun berdasarkan
niat, tekad dan semangat yang kuat serta konsentrasi tinggi. Siswa
demi meraih cita-citanya akan dihiasi rasa tanggungjawab penuh dan
kepercayaan diri yang tinggi. Karena itu, sikap kedisiplinan yang tumbuh
dari kesadaran diri dari siswa ini akan menjadikan dirinya sebagai pribadi

158 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
yang selalu gumregah atine, gumreget tekade, lan gumregut tandange untuk
meraih cita-cita yang diimpikan.

3. Kedisiplinan
a. Pengertian
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin, yang mendapat imbuhan
awalan “ke” dan akhiran “an”. Kata disiplin dapat dilihat dalam dua
aspek, yaitu Bahasa dan istilah. Secara bahasa, kata disiplin berasal
dari bahasa latin discipulus yang berarti latihan atau pendidikan
dalam pengembangan harkat, spiritualitas dan kepribadian (Khalifa
Bisma Sanjaya, 2020). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,
2001), disiplin berarti tata tertib di sekolah, di rumah maupun di
masyarakat. Selain itu, disiplin dalam KBBI juga diartikan sebagai
ketaatan atau kepatuhan kepada suatu peraturan atau tata tertib.
Berdasarkan definisi tersebut, disiplin secara bahasa dapat dimaknai
sebagai sikap rela secara penuh untuk menaati segala peraturan atau
norma yang ada sebagai bentuk tanggung jawab.
Sedangkan, menurut istilah, pengertian disiplin ditemukan banyak
ahli yang telah memberikan definisi terhadapnya. Suharsimi
mengatakan bahwa disiplin adalah kepatuhan seseorang dalam
mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong oleh kesadaran
yang muncul dari kata hati sehingga tanpa ada paksaan dari pihak
luar (M. Furqon Hidayatullah, 2010). Dalam perspektif psikologi,
James Drever memaknai disiplin sebagai suatu kemampuan dalam
mengendalikan perilaku yang berasal dari dalam diri seseorang
berdasarkan peraturan atau norma yang ada. Orang yang disiplin
memiliki perilaku dan kemampuan menyesuaikan diri dengan aturan
yang telah ditetapkan. Sedangkan, menurut Departemen Pendidikan
(2001), disiplin dimaknai sebagai sikap taat yang konsisten dalam
melakukan sesuatu berdasarkan aturan yang telah disepakati atau
ditetapkan.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
159
Melihat definisi dari kata disiplin, baik dalam segi bahasa maupun
istilah, dapat diketahui betapa pentingnya sikap tersebut dalam
pendidikan. Sikap disiplin yang dibangun setidaknya bisa
berpengaruh kuat terhadap kemajuan sekolah. Sekolah yang
menciptakan budaya disiplin bagi warganya dapat melahirkan iklim
yang kondusif, dan begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, sikap
disiplin perlu diciptakan secara tersistem dan hasilnya terukur. Usaha
ini perlu dilakukan karena sikap disiplin sangat kecil kemungkinan
dapat lahir dengan sendirinya, sehingga perlu dilatih dan dibiasakan
dalam aktivitas sehari-hari (Khalifa Bisma Sanjaya, 2020).
Proses pembiasaan dan pelatihan dimaksudkan untuk melahirkan
sikap disiplin sehingga tumbuh kesadaran yang tinggi dalam diri
setiap warga sekolah dalam mematuhi maupun menaati ketentuan
yang ditetapkan. Kesadaran untuk selalu berdisiplin pada gilirannya
dapat melahirkan sejumlah sifat dalam setiap individu maupun
kolektif. Orang yang sadar untuk bersikap disiplin akan memiliki
sifat sawiji (konsentrasi tinggi) terhadap setiap peraturan. Kesadaran
tersebut pada gilirannya dapat menumbuhkan sifat greget (semangat)
untuk konsisten melakukan suatu aturan. Orang yang biasa
melakukan sawiji dan greget dalam kedisiplinan akan melahirkan
sifat sengguh atau jati diri, sehingga tumbuh citra diri sebagai pribadi
maupun kolektif yang selalu bertanggung jawab (ora mingkuh).
Dengan demikian, kebiasaan seseorang dalam bersikap disiplin
merupakan suatu karakter yang baik.
b. Macam-macam kedisiplinan
Kajian terhadap sikap disiplin sejatinya dapat dijumpai banyak
ragamnya, sebab satu karakter yang utama tersebut dapat diterapkan
dalam berbagai bentuk dan tempat. Artinya, sikap disiplin seseorang
dapat dilakukan di rumah, di jalan raya, di masyarakat bahkan di
sekolah. Meskipun demikian, telaah yang dilakukan diperoleh
beberapa bentuk (macam) sikap disiplin yang dapat dikemukakan,

160 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
seperti disiplin waktu, pribadi, sosial dan kebangsaan (M. Furqon
Hidayatullah, 2010).
1) Disiplin waktu
Waktu adalah sesuatu yang paling berharga yang dimiliki
oleh seseorang. Meskipun demikian, tidak sedikit orang yang
mudah menyia-nyiakan waktunya. Setiap orang yang mudah
menyia-nyiakan waktunya bisa disebut sebagai pribadi yang
telah menyia-nyiakan hidupnya. Karena itu, waktu yang
begitu berharga dimiliki seseorang harus dikelola dengan baik,
sehingga hidupnya akan menjadi sangat berarti. Pengelolaan
waktu yang sangat berharga dapat menjadi kunci sukses
seseorang dalam mengarungi hidup dan kehidupan. Banyak
orang yang sukses disebabkan karena kebiasan disiplin dalam
mengelola waktu. Dengan demikian, disiplin terhadap waktu
merupakan sikap seseorang yang secara konsisten mengelola
dan menggunakan waktunya dengan baik. Disiplin waktu ini
dapat diwujudkan dalam banyak hal seperti belajar, beribadah
maupun bekerja.
2) Disiplin Pribadi
Setiap individu memiliki sejumlah cita-cita yang hendak
diraih. Kesadaran dan komitmen untuk mewujudkan cita-cita
mendorong seseorang untuk meneguhkan sikap disiplin pribadi.
Pribadi seperti ini akan terus fokus mengejar mimpi dengan
capaian yang terukur, sehingga setiap aktivitas kesehariannya
diarahkan untuk mewujudkan cita-cita yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pribadi yang sadar dan komitmen mengejar
cita-cita juga akan ketat (disiplin) untuk membatasi aktivitas-
aktivitas di luar capaian yang hendak diraihnya (Ariesandi,
2008).
3) Disiplin Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial akan terus berusaha hadir
dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
161
lingkungannya. Pribadi yang seperti ini menyadari bahwa hidup
manusia selalu bermasyarakat. Tidak ada manusia yang dapat
hidup sendirian di dunia ini, sehingga hal tersebut mendorong
seseorang untuk bersosialisasi dan berupaya menghormati
orang lain yang berbeda. Upaya seseorang dalam memberikan
kontribusi, bersosialisasi dan memberi penghormatan kepada
orang lain yang berbeda niscaya dilakukan dengan sikap
disiplin sosial. Pribadi yang memiliki disiplin sosial berupaya
untuk mengendalikan diri dalam pelaksanaan nilai-nilai,
norma-norma dan aturan-aturan yang tumbuh berkembang di
dalam lingkungan masyarakat.
4) Disiplin Kebangsaan
Setiap individu yang tercatat sebagai bagian dari bangsa ini
memiliki kewajiban utama dalam melaksanakan disiplin
kebangsaan. Dalam konteks ini, disiplin kebangsaan dapat
dimaknai sebagai suatu upaya individu sebagai bagian dari
warga negara yang penuh kesadaran untuk mengelola diri
sendiri demi menaati dan sekaligus melaksanakan peraturan
yang ditetapkan oleh negara. Pribadi seperti ini akan selalu
berusaha mengindahkan segala bentuk produk perundang-
undangan maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh negara.
Dengan demikian, disiplin kebangsaan adalah suatu sikap
utama yang ditunjukkan oleh warga negara dalam memberikan
kontribusi signifikan terhadap masa depan bangsanya. Pribadi
yang memiliki sikap disiplin kebangsaan akan terus berupaya
memberikan yang terbaik untuk kemajuan bangsa dan
negaranya (Thomas Lickona, 2013).
c. Manfaat kedisiplinan
Uraian yang dikemukakan di atas menggambarkan betapa sikap
kedisiplinan dapat memberikan manfaat sangat besar bagi diri
sendiri maupun orang lain. Apabila uraian tersebut dirinci, maka

162 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
dapat diketahui betapa manfaat dari sikap kedisiplinan (M. Furqon
Hidayatullah, 2010) adalah sebagai berikut:
a) Melahirkan pribadi yang sukses dalam mewujudkan cita-cita;
b) Melahirkan citra diri positif sebagai pribadi bertanggungjawab
dan berintegritas;
c) Melahirkan ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan
sehari-hari;
d) Menumbuhkan kepakaan sosial yang tinggi;
e) Menumbuhkan pribadi yang tenang, fokus dan penuh semangat;
f) Menumbuhkan kebiasaan untuk patuh terhadap produk
perundang-undangan yang sah.

3. Pembelajaran
1. Pendekatan: Student Active Learning / Cara Belajar Siswa Aktif
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode : tanya jawab
5. Asessment: pembiasaan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
163
KEDISIPLINAN
Konsep

Suatu usaha dalam membangun keteraturan dan ketertiban serta ketaatan


terhadap aturan
Aspek Subnilai Pengembangan Subnilai kedisiplinan
kedisiplinan Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Bisa Menjelaskan Memperhatikan Mampu menjawab
mengeksplorasi tujuan dan penjelasan guru pertanyaan guru
berbagai metode tentang tujuan Mampu menjawab
aktivitas yang pembelajaran. dan metode pertanyaan atau
menunjukkan Menayangkan pembelajaran. berkomentar
sikap disiplin video tentang Menyaksikan terhadap contoh
contoh sikap penayangan video sikap disiplin
disiplin dan tidak dengan cermat. dan tidak disiplin
disiplin. Menjawab dalam tayangan
Memberikan pertanyaan atau video
pertanyaan berkomentar Mampu
atau komentar terhadap contoh mempraktikkan
berdasarkan sikap disiplin diskusi tentang
tayangan video dan tidak disiplin manfaat sikap
tentang contoh dalam tayangan disiplin.
sikap disiplin dan video. Mampu
tidak disiplin. Membentuk menuliskan atau
Meminta siswa kelompok sesuai menceritakan
berkelompok dan pembagian pengalamannya
mendiskusikan guru dan dalam proses
manfaat mendiskusikan belajar.
sikap disiplin manfaat Mampu
berdasarkan sikap disiplin menunjukkan
tayangan video. berdasarkan sikap displin di
Meminta siswa tayangan video. sekolah
menuliskan atau Menuliskan atau
menceritakan menceritakan
pengalamannya pengalamannya
berdiskusi saat berdiskusi saat
pembelajaran. pembelajaran.

164 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
4. Atmosfir
Atmosfir Pendidikan Khas Kejogjaan merupakan situasi implementasi
kegiatan budaya Jawa di dalam lingkungan sekolah. Budaya Jawa yang
dimaksud terdiri dari budaya pikir, budaya tindak, dan budaya material.
1. Budaya Pikir
Ungkapan tradisional terkait dengan subnilai kedisiplinan
PAUD SD SMP
Baris urut kacang Taberi ‘rajin’ iku wekasan, Sapa gawe bakale
sebab ingkang salikur nganggo, sapa nandur
nora taberi, mesthi bakale ngundhuh
wudhar sedaya
Semut memiliki penutup, karena (jika) Semua perilaku ada
kedisiplinan tinggi yang dua puluh satu konsekuensinya
tidak disertai rajin pasti
terlepas semua

2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait sub-nilai kedisiplinan
orang Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Edukasi disiplin berlalu PBB siswa SD sebagai Membiasakan disiplin
lintas pada anak usia latihan dasar disiplin diri untuk mewujudkan
dini budaya belajar siswa
(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
165
3. Budaya Material
Budaya material yang merupakan hasil karya atau produk budaya
Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
https://www.yogyes.com/ https://id.images.search. https://www.detik.com/
id/yogyakarta-tourism- yahoo.com/search/ edu/sekolah/d-6336397/
object/arts-and-culture/ images?p=gamelan+jogja catat-ini-aturan-terbaru-
jemparingan/ seragam-sekolah-siswa-
sd-hingga-sma
Perilaku menabuh
gamelan harus
dilakukan dengan
menaati aturan
kedisiplinan, antara lain
(a) duduk bersila saat Pemerintah pada tahun
Jemparingan sebagai
menabuh gamelan, (b) 2022 telah menetapkan
budaya kraton
mengenakan pakain peraturan terbaru
Yogyakarta harus
yang sopan, (c) tidak tentang seragam.
dilakukan dengan
boleh melangkahi Peraturan ini ditujukan
kedisiplinan yang tinggi,
gamelan, (c) dilarang untuk menanamkan
seperti posisi duduk,
menduduki gamelan, (d) sikap nasionalisme,
menarik busur panah,
menabuh atau memukul kebersamaan,
konsentrasi dalam
sesuai dengan irama persatuan, serta
membidik sasaran.
(tekanan/kerasnya meningkatkan
pukulan), (e) kompak kedisiplinan siswa.
berirama dengan lainnya Pakaian seragam
nasional untuk siswa
SMP dan SMPLB adalah
atasan kemeja putih dan
bawahan celana atau
rok biru tua.

5. Refleksi
1) Proses pembelajaran kedisiplinan perlu dibiasakan dan ditanamkan
sejak usia dini.
2) Proses pembelajaran kedisiplinan menjadi dasar pembentukan citra
diri yang positif.
3) Proses pembelajaran kedisiplinan dapat dilakukan dengan
keteladanan.

166 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
6. Rangkuman
Pendidikan sebagai wahana pembentukan lingkungan yang kondusif dan
pelatihan yang terbaik tidak sekadar difungsikan untuk melakukan transfer
pengetahuan, tetapi juga internalisasi prinsip dan nilai-nilai utama bagi
kesuksesan siswa seperti kedisiplinan. Kedisiplinan tidak akan datang dengan
sendiri tetapi perlu dilatih dan dibiasakan sehingga siswa dapat mengindahkan
segala ketentuan yang berlaku. Upaya untuk melatih dan membiasakan siswa
agar bersikap disiplin dapat ditempuh melalui metode keteladanan. Karena itu,
guru atau orangtua perlu memberikan contoh atau keteladanan tentang sikap
disiplin, baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat.

F. KESOPANSANTUNAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Hamemayu hayuning bawana
2. Nilai : Sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh
3. Sub nilai : Kesopansantunan
4. Indikator :
a. Mempraktikkan perilaku sopan untuk menghormati
orang lain.
b. Menggunakan bahasa yang santun untuk menghormati
mitra bicara.

2. Konsep materi

1. Hamemayu Hayuning Bawana


Hamemayu hayuning bawana dapat diartikan mempercantik
kecantikan dunia, mempercantik kedamaian dunia, atau memperindah
kecantikan dunia. Hamemayu hayuning bawana mengacu pada pengertian
perilaku yang mendukung dan atau menciptakan kedamaian atau
keindahan dunia. Dunia yang indah dan damai memberikan kesejahteraan
dan kenyamanan manusia. Dunia yang aman, nyaman, damai, dan indah
memberikan peluang manusia untuk berkembang ke arah kemajuan secara
pasti.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
167
Dalam lingkup yang lebih kecil di sekolah, hamemayu hayuning
bawana mengarah pada sekolah damai (dalam implementasi Kurikulum
Merdeka). Sekolah damai membuat situasi sekolah aman dan nyaman
sehingga sangat kondusif untuk belajar siswa. Apalagi sekolah didukung
oleh keindahan secara fisik dan nonfisik. Keindahan fisik sekolah meliputi
bangunan dengan warna yang yang sesuai, utuh, dan kombinasi yang
selaras, pepohonan atau taman yang indah (misalnya Sekolah Adiwiyata),
bunga-bunga yang bermekaran. Keindahan nonfisik misalnya perilaku
(karakter) yang terpuji, berbudi pekerti luhur, saling menghormati dan
menghargai terhadap semua warga sekolah (kesopansantunan).
Sekolah yang bernuansa seperti tersebut merupakan realisasi
hamemayu hayuning bawana pada lokus sekolah. Sekolah menjadi damai,
aman, nyaman, kondusif untuk belajar, dan terjadi harmoni dalam etika
pergaulan antara pimpinan sekolah, guru, pegawai, dan siswa.

2. Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh


Untuk mewujudkan kesopansatunan, diperlukan kesatuan ‘sawiji’
tekad ‘greget’, kepercayaan diri ‘sengguh’ dan komitmen atau tanggung
jawab bersama ‘ora mingkuh’. Sawiji adalah kesatuan antara seluruh warga
sekolah. Dari kepala sekolah, guru, karyawan, hingga siswa menyatu
dalam kesatuan tekad untuk melaksanakan perilaku sopan santun.
Warga sekolah dapat melaksanakan rapat bersama pimpinan. Keputusan
disosialisasikan ke seluruh warga sekolah dan wali peserta didik. Setelah
warga sekolah dalam kesepakatan bersama, harus dibangun kemauan
atau tekad, sehingga menjadi kesatuan tekad untuk melaksanakan sopan
santun. Untuk menimbulkan kepercayaan diri ‘sengguh’, warga sekolah
perlu memahami hakikat nilai kesopansantunan. Maka, perlu diberikan
pencerahan, penjelasan, dan bila perlu diberikan simulasi peragaan. Jika
perlu implementasi nilai kesopansantunan dituangkan dalam bentuk
peraturan sekolah. Dengan adanya peratran sekolah, semua warga
bertanggung jawab atas kesuksesan kesopansantunan di sekolah.

168 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
3. Kesopansantunan
Kesopansantunan terdiri atas kata dasar sopan dan santun. Bisa pula
kita mendengar sopan santun. Sopan adalah sikap menghormati orang
lain, sedangkan santun adalah cara berbicara yang menghormati orang
lain. Untuk itu, Dewan Pendidikan bersama Dinas Pendidikan, Pemuda,
dan Olah Raga, dan Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan DIY telah
membuat gerakan masif kesopansantunan yang disebut NGAJENI.
NGAJENI memiliki arti menghormati dan menghargai kepada orang
lain. NGAJENI sebuah akronim
NGA : NGApurancang
JE : JEmpol
N : Nuwun sewu/ndherek langkung, Nyuwun Pangapunten, Matur Nuwun,
Mangga
I : Injih

(1) Ngapurancang adalah sikap berdiri dengan tangan kanan memenang


pergelangan tangan kanan kiri, dan diletakan di atas pusar. Sikap
ngapurancang berguna untuk menghormati kepada orang yang
dihadapi, misalnya kepala sekolah, guru, karyawan, pimpinan, atasan,
orang tua, kakek nenek, padkhe budhe, paklik bulik, atau kakak.
(2) Jempol atau njempol digunakan untuk menunjukkan barang yang
dekat, sedang, atau jauh; untuk unjuk jari kalau bertanya di dalam
pembelajaran; dan untuk mempersilakan.
(3) Nuwun sewu utawa ndherek langkung, nyuwun pangapunten, matur
nuwun, mangga; nuwun sewu atau ndherek langkung digunakan
pada saat kita melewati orang yang sedang duduk/berdiri. Nuwun
sewu juga dapat digunakan pada saat kita berjalan akan mendahului
orang lain. Nyuwun panganten digunakan untuk memohon maaf
ketika kita melakukan kesalahan. Matur nuwun digunakan ketika
kita menerima pemberian dari orang lain (barang, ucapan selamat).
Mangga digunakan untuk mengajak atau mempersilakan orang lain.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
169
(4) Injih digunakan untuk menghiyakan perkataan orang lain. Inggih
juga dapat untuk menjadi penghias percakapan. Katakan injih, injih,
injih di sela-sela percakapan dengan orang lain.
NGAJENI menjadi gerakan secara menyeluruh untuk siswa dan
kawula Ngayogyakarta Hadiningrat. NGAJENI dapat menjadi karakter
bagi siswa dan kawula Ngayogyakarta. Berikut ini tuturan ngajeni yang
dilakukan dengan senyum atau wajah sumringah ‘gembira’.
“AKU SISWA NGAYOGYAKARTA: NGAJENI”

“NGAJENI iku cekakan saka NGapurancang, Jempol, Nuwun sewu


utawa ndherek langkung, nyuwun pangapunten, matur nuwun,
mangga, inggih.”

“NGapurancang digunakake nalika ngadhep wong kang diurmati,


Jempol kanggo nuduhake papan utawa ngaturi marang wong liya utawa
ngacung ing kelas pamulangan, nuwun sewu utawa ndherek langkung
digunakake nalika ngliwati wong, nyuwun pangapunten menawa luput,
nalika diparingi ucapna matur nuwun, nalika ngaturi utawa ngajak
ucapna mangga! nalika pirembugan sisipana tuturan nganggo injih,
injih, injih,”

“AKU SISWA NGAYOGYAKARTA: NGAJENI”.

4. Jenis dan Karakteristik


Berikut ini karakteristik kesopansatunan.
Nilai Karakteristik
Sopan Bersikap ngapurancang pada saat menghadap orang yang dihormati.
Menunjukkan sesuatu atau unjuk jari (ngacung di kelas) dengan jempol.
Menghormati dan menghargai orang lain terlebih kepada yang lebih
tua (kepala sekolah, guru, karyawan, tamu)
Menerima sesuatu dengan tangan kanan,
Tidak meludah di sembarang tempat.
Pada saat diajak berbicara memperhatikan dan tidak tolah-toleh atau
malah memandang ke tempat lain.
Rendah hati atau tidak congkak atau sombong.
Menunjukkan sikap bersahabat.
Murah senyum.
Berpakain laras, resik, dan rapi. Laras berarti sesuai konteks.

170 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Nilai Karakteristik
Santun Menggunakan bahasa Jawa yang santun sesuai undha-usuk basa
Jawa (krama).
Mengucapkan nuwun sewu pada saat ingin mendahului orang yang
sedang berjalan.
Mengucap ndherek langkung pada saat melewati orang yang
sedang duduk atau berdiri.
Mengucap mangga pada saat mengajak atau mempersilakan orang lain.
Mengucapkan matur nuwun ketika diberi sesuatu.
Tidak berkata-kata dengan keras, nada tinggi sehingga tampak sombong.
Memberi salam dan sapa. Ingat 5 S (senyum, salam, sapa, sopan, santun).
Ringan mengucapkan nyuwun tulung, nyuwun pangapunten, matur
nuwun.
(biasa disebut budaya Tomat: tolong, maaf, terima kasih),

3. Pembelajaran
1. Pendekatan: Student Active Learning (SAL)
2. Strategi : deduktif
3. Metode : demontrasi, bermain peran
4. Asesmen : praktek dan pembiasaan.
KESOPANSANTUNAN
Konsep

Berperilaku dan bertutur kata secara hormat kepada oramg lain.


Aspek Subnilai Pengembangan Subnilai kedisiplinan
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: Pembiasaan
Kesopanan Memeragakan Memerakan Membiasakan NGAJENI
kesopanan. sikap sopan di di rumah, sekolah, dan
Bermain peran depan kelas. masyarakat.
berperilaku sopan. Bermain peran Membiasakan menerima
Menguraikan NGAJENI berperilaku sesuatu dengan tangan
sopan. kanan.
Menugasi siswa untuk Mempraktikkan
praktik NGAJENI di NGAJENI.
rumah, sekolah, dan
masyarakat.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
171
Kesantunan Membuat skenario Membagi peran Membiasakan NGAJENI
bermain peran siswa Berlatih Ramah (grapyak
menggunakan basa Bermain peran. semanak)
Jawa (ngoko dan atau Yen esuk sugeng enjing,
krama) Yen awan sugeng siyang,
Membuat teks Yen sore sugeng sonten,
bermain peran. Yen bengi sugeng dalu,
Diparingi matur nuwun,
Ditimbali matur dalem,
Yen liwat ndherek
langkung,
Yen lepat nyuwun
pangapunten.
(https://www.youtube.
com/watch?v=bnJuo-
a2N24)
atau
(https://www.
youtube.com/
watch?v=pNa0VDGLZfU)

4. Atmosfir
Atmosfir mengacu pada budaya pikir, tindak, dan material.
1. Budaya Pikir
Budaya pikir mengacu pada prinsip-prinsip hidup orang Jawa (yang
terkait dengan kesopansantunan. Di tempat-tempat ruang strategis di
sekolah dipasang idiom-idiom Jawa kesopansantunan seperti di bawah ini.
PAUD SD SMP
Berperilaku dan Sopan santuan adalah Contoh slogan
berbahasa hormat menghargai dan
menghormati.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

172 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
2. Budaya Tindak
Budaya tindak mengacu pada berperilaku dan bertutur hormat
kepada orang lain (unggah-ungguh basa lan tata krama).
PAUD SD SMP
Sungkem kepada ayah Bapak, Ibu kula nyuwun Ndherek langkung
ibu pangestu

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...).

3. Budaya material
Budaya material terkait dengan berbagai barang yang dapat
mendukung sopan santun, seperti busana, video, web.
PAUD SD SMP
Busana Jogja dari kanak-kanak, anak, dan menginjak remaja

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images;...) dan (koleksi PKJ)

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
173
5. Refleksi
1. Kesopansantan secara interaksi menghargai dan menghormati orang
lain. Namun sesungguhnya juga menghargai dan menghormati diri
sendiri.
2. Kesopansatunan menuju keselamatan diri.

6. Rangkuman
Kesopanan mengarah tindakan hormat, sedangkan kesantunan
mengarah pada berbicara hormat. Kesopanan mengacu pada tata krama
(cara bertindak), sedangkan kesantunan mengacu pada tata basa (undha-
usuk basa Jawa). Tata krama dan tata basa dalam budaya Jawa disebut
unggah-ungguh.

G. KESUSILAAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Sangkan paraning dumadi
2. Nilai : Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh
3. Sub Nilai : Kesusilaan
4. Indikator :
a. Menyebutkan ciri-ciri kesusilaan.
b. Mengindentifikasi tindak susila dan asusila yang harus
dicegah dan dihindari.

2. Konsep Materi

1. Sangkan Paraning Dumadi


Filosofi Sangkan paraning dumadi terdiri atas kata sangkan, paran,
dan dumadi. Sangkan berarti asal dari mana, paran berarti mau kemana,
dumadi berarti kejadian atau kehidupan manusia. Secara keseluruhan
filosofi tersebut berarti kejadian manusia berasal dari mana dan akan
kembali ke mana. Dengan kata lain sangkan paraning dumadi dapat pula
diartikan asal mula keberadaan manusia dan kembalinya manusia setelah

174 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
mati, asal mula tujuan kehidupan, manusia berasal dari Tuhan dan akan
kembali kepada Tuhan.
Sangkan paraning dumadi merupakan filosofi dasar pendidikan
khusus
Sangkan paraning dumadi merupakan nilai kepercayaan (core
biliefs), sedangkan keimanan manusia kepada Tuhan merupakan landasan
kehidupan manusia. Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang
diciptakan Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan (sangkan parening
dumadi). Manusia berasal dari Sang Pencipta dan akan kembali kepada
Sang Pencipta. Manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada
Tuhan.

2. Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh


Sawiji artinya manusia hendaknya selalu mengingat Tuhan Yang
Maha Esa. Greget artinya segala aktivitas dan nafsu dalam hidup harus
disalurkan melalui jalan Allah SWT. Sengguh dimaknai sebagai rasa bangga
karena dikenal sebagai makhluk paling sempurna. Ora mingkuh artinya
meski banyak kesulitan hidup, tetap beriman kepada Tuhan Yang Maha
Adil. Dalam sudut pandang kehidupan, sawiji berarti konsentrasi terhadap
suatu tujuan atau cita-cita hidup. Greget adalah dinamisme dan semangat
hidup yang harus diarahkan pada tujuan melalui jalur yang tepat. Sengguh
artinya mempunyai keyakinan penuh terhadap kemampuan diri untuk
mencapai suatu tujuan. Ora mingkuh harus tetap dijaga, walaupun dalam
perjalanan menuju tujuan (ideal) menemui kendala, tidak akan mundur
satu langkah pun.
Filsafat Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh dijadikan landasan
dalam membentuk karakter dermawan, berwawasan bangsa, bangsa dan
negara. Akhlak mulia dilandasi oleh idealisme dan komitmen terhadap
kebenaran dan keadilan mulia, integritas moral, dan hati nurani yang
bersih.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
175
3. Kesusilaan
Era globalisasi dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, informasi, dan komunikasi, ternyata sangat besar pengaruhnya
terhadap budaya yang berupa nilai-nilai luhur bangsa. Keberadaan nilai-
nilai budaya tersebut, membuat kita bangga sebagai bangsa. Nilai-nilai
tersebut akan membentengi diri kita agar tidak tergoyahkan ditengah-tengah
perubahan. Kita tetap dapat berdiri tegak dengan nilai budaya bangsa dan
tidak termasuk golongan yang merugi akibat perkembangan zaman yang
ada. Dengan nilai-nilai budaya tersebut kita bisa mengendalikan diri dalam
setiap tutur dan tindakan sehingga kesalahpahaman, perselisihan, bahkan
ketidakrukunan dapat terhindarkan. Dengan begitu, nilai-nilai budaya
bangsa menjadi bekal utama dalam menjalani kehidupan. Oleh karena itu
nilai-nilai budaya luhur bangsa harus terus dilestarikan. Nilai-nilai budaya
tersebut diupayakan agar tetap berkembang bersama perkembangan
zaman, tidak luntur bahkan hilang, tetap ada dan bersama-sama menjadi
bagian dari perubahan.
Tetapi pada kenyataannya, banyak yang terpengaruh dengan budaya
barat yang telah merusak nilai-nilai budaya luhur bangsa. Tidak sedikit anak-
anak sekolah yang semestinya menghormati guru bahkan orang tuanya,
sudah mulai berani membantah. Sikap-sikap yang berbau kekerasan dan
kebrutalan mulai merambah di dunia pendidikan. Tawuran antar pelajar
yang berbuntut pada kekerasan fisik dan juga tindakan-tindakan asusila
yang dilakukan siswa menjadi potret buram dalam kehidupan. Tindakan
asusila merupakan sebuah perilaku yang melanggar nilai-nilai kesusilaan
dalam masyarakat. Etika mengacu pada landasan moral.
Susila berasal dari kata Sansekerta su + sila. Sīla berarti perilaku. Su
artinya bagus. Susila artinya perilaku yang baik. Menurut Bams (2023)
https://pasla.jambiprov.go.id/norma-kesusilaan-pengertian-jalan-dan-
cepatnya/, nilai moral adalah standar perilaku yang dianggap baik dan
benar dalam kaitannya dengan moral dan nilai-nilai sosial yang diterapkan
dalam masyarakat. Norma etika menetapkan aturan atau prinsip yang dapat
membantu menjaga keharmonisan dan stabilitas sosial dalam masyarakat.

176 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Melalui penerapan etika, individu dapat membentuk citra positif
dirinya dan mendapatkan rasa hormat dari masyarakat. Nilai moral bersifat
universal dan dapat diterapkan dimana saja, kapan saja, tidak terbatas pada
wilayah atau waktu tertentu. Penting bagi setiap individu untuk memahami
dan menghormati standar kesusilaan sebagai bagian dari tanggung jawab
sosial dan etika dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai moral merupakan
peraturan sosial yang timbul dari kesadaran yang melahirkan tingkah
laku atau moralitas, sehingga seseorang dapat membedakan mana yang
dianggap baik dan mana yang dianggap buruk. Karena fitrah manusia,
kesadaran setiap manusia mempunyai nilai-nilai moral yang potensial,
walaupun harus diakui bahwa sebagian kecil dari kita sering menolak,
mengingkari atau melawan nilai-nilai tersebut.
Namun hal ini sebanding dengan hak asasi manusia yang dinikmati
setiap orang sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai moral yang
terpendam yang tersimpan dalam setiap hati manusia tidak terlepas dari
peraturan agama. Sesungguhnya nilai-nilai agama dan moral datangnya
dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, hubungan antara nilai moral
dan nilai agama memberikan pedoman kepada manusia tentang bagaimana
bersikap dan bertindak untuk memutuskan apa yang harus dilakukan, apa
yang harus dihindari, dan apa yang harus ditentang.
1) Jenis Kesusilaan dan Karakteristik
Nilai kesusilaan harus selalu dilaksanakan dalam bersosialisasi. Hal
ini disebabkan manusia sebagai makhluk sosial yang harus memiliki
tata krama dan selalu menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Berikut ini jenis-jenis kesusilaan.
a) Berkomunikasi dengan baik
Berkomunikasi dengan baik harus didasari rasa “urmat lan
ngajeni”. Seseorang yang berkomunikasi dengan baik akan
mengungkapkan ide-ide dan berdiskusi secara lisan dan tulisan,
dengan mengingat ungkapan jawa “ajining dhiri dumunung ing
lathi”. Dengan demikian tidak ada kata-kata kasar, hinaan,
bahkan perkelahian dan kekerasan. Mereka tidak sanggup

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
177
menyakiti dan melukai karena memiliki rasa hormat dan
menghargai. Seorang siswa akan menghormati guru yang telah
memberikan ilmunya dengan berkata santun, tidak berbohong,
tidak menghina, dan sebagainya. Sebaliknya seorang guru akan
menghargai segala karya yang dihasilkan siswa, memberikan
kebebasan yang sopan (perilaku) dan terarah untuk semua
pendapat atau usulan, dengan sabar dan tidak mengeluarkan
kata-kata yang menyinggung perasaan, dan selalu memberikan
pelayanan terbaik dengan penuh rasa iklas untuk membekali
siswa.
Begitu juga antara siswa satu dengan siswa yang lain. Walaupun
mereka adalah teman yang sudah mempunyai hubungan akrab
satu sama lain, berkomunikasi dengan baik harus tetap terjaga,
sehingga tidak ada saling mengejek dan tidak ada pertengkaran
atau tawuran. Mereka akan menahan diri untuk tidak emosi,
tidak berprasangka buruk, tidak akan salah paham atas semua
yang terjadi, yang ada hanyalah bersama-sama untuk mencari
ilmu sebagai bekalnya nanti. Komunikasi yang disampaikan
juga tidak mengarah kepada hal-hal yang saru, yang tidak
sepantasnya didengar oleh orang lain, yang menimbulkan
orang lain merasa dilecehkan, dan lain sebagainya. Dengan
demikian, dalam berkomunikasi hendaklah yang baik dengan
membiasakan slogan TOMAT (Tolong, Maaf, Terima Kasih).
Jika dalam bahasa Jawa dengan menggunakan kata nyuwun
tulung, nyuwun pangapunten, matur nuwun.
b) Bersikap dengan baik
Berkomunikasi dengan baik tentu saja harus disertai dengan
sikap yang baik pula. Seorang siswa ketika berbicara dengan
guru sudah menggunakan bahasa yang santun, dan tentu saja
harus disertai dengan sikap seperti tangan ngapurancang dan
kepala agak menunduk sebagai bentuk dari menghormati.
Lewat di depan orang dengan mengucapkan ndherek langkung

178 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
yang disertai dengan sikap badan yang agak menunduk dengan
tangan kanan sedikit berada di depan. Sikap-sikap lain seperti
berjabat tangan dengan saling menggenggam yang baik,
mempersilakan dengan jempol tangan yang agak condong,
bertanya dengan mengacungkan jempol terlebih dahulu,
mengetuk pintu dan matur keperluannya ketika memasuki
kelas atau ruang tertentu, memberikan dan menerima sesuatu
dengan tangan kanan, meringankan kerepotan orang lain
dengan membantunya seperti ketika guru sedang kerepotan
membawa buku maka siswa dengan segera menawarkan
bantuan untuk membawakannya, dan lain sebagainya.
Adapun jenis dan karakteristik nilai kesusilaan adalah sebagai
berikut.
No. Jenis Kesusilaan Karakteristik
1. Berkomunikasi Berbicara santun menghormati
dengan baik Berkata tidak kasar
Berbicara dengan nada tenang
Berkata jujur, tidak bohong
Perkataannya tidak saru
Perkataannya dapat dipercaya
Slogan TOMAT (tolong, maaf, terima kasih)
2. Bersikap dengan Tangan ngapurancang dan kepala agak menunduk
baik sebagai bentuk dari menghormati.
Sikap badan yang agak menunduk dengan tangan
kanan sedikit berada di depan.
Berjabat tangan dengan saling menggenggam yang
baik.
Mempersilakan dengan jempol tangan yang agak
condong.
Bertanya dengan mengacungkan jempol terlebih
dahulu.
Mengetuk pintu dan matur keperluannya ketika
memasuki kelas atau ruang tertentu.
Memberikan dan menerima sesuatu dengan tangan
kanan.
Meringankan kerepotan orang lain dengan segera
membantunya.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
179
PERGI BELAJAR
Ciptaan: Ibu Sud

Oh, ibu dan ayah,


selamat pagi
Kupergi sekolah sampai kan nanti

Selamat belajar nak penuh semangat


Rajinlah selalu tentu kau dapat
Hormati gurumu sayangi teman
Itulah tandanya kau murid budiman
(https://www.youtube.com/watch?v=lemTFcfhq8g)

2) Tujuan norma kesusilaan adalah:


1) Menyesuaikan tingkah laku manusia kaitannya dengan nilai-
nilai moral dan sosial yang diterapkan dalam masyarakat.
2) Membangun standar perilaku yang baik dan benar dalam
hubungan antara kewajiban, tanggung jawab dan hak individu
dalam masyarakat.
3) Masyarakat dapat mengedepankan nilai-nilai seperti
kesantunan, kejujuran, keadilan, kesederhanaan dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia dan martabat.
4) Membantu mencegah tindakan yang merugikan orang lain atau
merugikan lingkungan sosial.
5) Individu dapat membentuk citra dirinya yang positif dan
dihormati oleh masyarakat.
6) Dapat membantu menjaga keharmonisan dan stabilitas sosial
dalam masyarakat.

180 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
3. Pembelajaran
1. Pendekatan: SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode: demonstrasi
4. Asesmen: pembiasaan
BERKOMUNIKASI DENGAN BAIK
Konsep
Berbicara dengan santun
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kesusilaan
Kesusilaan Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
pembiasaan
Berkomunikasi Menayangkan video- Melihat video yang 1. Berbicara santun
dengan baik video perbincangan ditayangkan. menghormati.
antara beberapa Menjawab 2. Berkata tidak
orang. pertanyaan- kasar.
Melakukan tanya pertanyaan yang 3. Berbicara dengan
jawab sederhana disampaikan. nada tenang.
tentang video yang Mendengarkan 4. Berkata jujur, tidak
ditayangkan. penjelasan guru. bohong
Menjelaskan cara Menyebutkan cara- Perkataannya tidak
berkomunikasi yang cara berkomunikasi saru.
baik. yang baik. Perkataannya dapat
Menjelaskan Menyebutkan dipercaya.
manfaat dari manfaat dari Slogan TOMAT (tolong,
berkomunikasi yang komunikasi yang maaf, terima kasih)
baik. baik.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
181
BERSIKAP DENGAN BAIK
Konsep
Berperilaku menghargai dan menghormati orang lain.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kesusilaan
Kesusilaan Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan
Bersikap dengan Membacakan Mendengarkan Tangan ngapurancang dan
baik sebuah cerita cerita yang kepala agak menunduk
tentang salah disampaikan. sebagai bentuk dari
satu sikap baik. Menjawab menghormati.
Memberikan pertanyaan yang Sikap badan yang agak
pertanyaan diberikan. menunduk dengan tangan
sederhana Menyebutkan kanan sedikit berada di
seputar manfaat dari depan.
cerita yang sikap yang baik. Berjabat tangan dengan
disampaikan. Memraktikkan saling menggenggam yang
Menjelaskan sikap-sikap baik baik.
manfaat dalam sebuah Mempersilakan dengan
bersikap yang kelompok. jempol tangan yang agak
baik. condong.
Bertanya dengan
mengacungkan jempol
terlebih dahulu.
Mengetuk pintu dan matur
keperluannya ketika
memasuki kelas/ruang.
Memberikan dan menerima
sesuatu dengan tangan
kanan.
Meringankan kerepotan
orang lain dengan segera
membantunya.

4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.
1. Budaya Pikir
Berisi kearifan lokal dapat berupa idiom sebagai panduan hidup
kesusilaan orang Jawa Yogyakarta (way of life), antara lain:
a. Ajining dhiri gumantung lathi.
a. Ajining awak gumantung tumindak.

182 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
b. Ajining raga gumuntung ing busana.
c. Ngati-ati ing sabarang ucap, landhepe ngungkuli pedhang.
d. Kakehan omong pakarti kothong digeguyu wong.
e. Sapa salah kudu ngakoni.
2. Budaya Tindak
Mengimplementasikan cara berkomunikasi yang baik baik secara
lisan maupun tulisan, baik secara tatap muka maupun di dunia maya,
sebagai contoh mengimplementasikan slogan TOMAT (tolong, maaf,
terima kasih), mangga untuk mempersilakan, injih untuk menyetujui,
dan lain sebagainya.
3. Budaya Material
Memasang produk gambar-gambar bersikap yang baik seperti sikap
NGAJENI (Ngapurancang, Jempol, Nuwun Sewu/Ndherek Langkung,
Nyuwun Pangapunten, Matur Nuwun, Mangga, Injih).

5. Refleksi
Kesusilaan dapat menyelamatkan diri sendiri, menjunjung harga diri,
harkat dan martabat seseorang. Orang yang susila pasti dihormati dan
dihargai karena perilaku baik (berbudi pekerti luhur).

6. Rangkuman
Kesusilaan adalah standar perilaku yang dianggap baik dan benar
dalam kaitannya dengan nilai-nilai moral dan sosial yang berlaku di
masyarakat. Moralitas cenderung mengarah pada perbuatan (moral) yang
baik.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
183
BAB 5.
NILAI GOLONG GILIG
BAB 5.
NILAI GOLONG GILIG

A. KEADILAN
1. Materi
1. Filosofi, Nilai, Subnilai dan Indikator
a. Filosofi : Manunggaling Kawula gusti
b. Nilai : Golong Gilig
c. Subnilai : Keadilan
d. Indikator :
1) Menyebut arti kata adil dan keadilan
2) Menyebutkan 2 jenis keadilan
3) Menyebut makna kata ‘sama rata sama rasa’ Ki Hajar
Dewantara.
4) Memberi contoh perilaku orang yang ‘emban cindhe
emban siladan’.
5) Menyebutkan tindakan-tindakan yang adil, tidak
membedakan perlakuan karena keberagaman.

2. Konsep Materi
a. Manunggaling Kawula gusti
Kata gusti senagaja ditulis tidak menggunakan huruf capital,
karena gusti di sini bermakna guru, sedangkan kawula
bermakna siswa. Manunggaling kawula gusti berarti kesatuan
antara guru dan murid dalam perspektif pembelajaran.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
187
Dalam pembelajaran antara siswa dan guru harus manunggal
(menyatu), yakni manunggal dalam tujuan, materi, proses
pembelajaran, evaluasi, refleksi, dan tindak lanjut. Kesatuan
tujuan akan menghantarkan siswa dalam upaya mencapai
kompetensi yang harus dikuasai. Kesatuan materi merupakan
konten kompetensi yang akan dicapai. Proses pembelajar
merupakan kegiatan nyata interaksi antara siswa dengan
guru dalam upaya mencapai tujuan atau meraih kompetensi.
Evaluasi dilakukan oleh guru kepada siswa. Siswa mengerjakan
evaluasi sebagai pengukuran taraf ketercapaian tujuan dan
penguasaan materi pembelajaran. Refleksi adalah evaluasi diri
(pembelajaran, guru, dan siswa) dalam upaya mencapai tujuan.
Misalnya keunggulan dan kekurangan proses pembelajaran,
aktivitas siswa, aktivitas guru, dan alat evaluasi, cara penilaian,
dan pemberian balikan. Hasil refleksi ditindaklanjuti dalam
aktivitas lanjutan guru perbaikan percapaian tujuan atau
kegiatan belajar selanjutnya.
b. Golong Gilig
Dengan manunggal guru dan siswa, maka nilai golong gilig akan
lebih mudah dapat tercapai. Golong gilig adalah pengerahan
segenap sumber daya. Siswa harus memulainya dengan tekad
bulat dengan menyatukan segenap kemampuan cipta, rasa,
dan karsa. Dalam mengaktualisasikan nilai-nilai adiluhung
tersebut, siswa dan segenap masyarakat Yogyakarta harus selalu
berusaha keras bersatu padu dan bahu-membahu mengerahkan
segenap sumber daya baik yang aktual maupun yang masih
potensial dari semua pihak. Tua maupun muda, lelaki maupun
perempuan, atasan maupun bawahan, pemimpin maupun
rakyat.

188 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Berikut adalah makna kata golong gilig berdasar beberapa kamus.
Surinaams Javaans
Kamus Bhs.
Kamus Pepak Nederlands Kamus Lengkap,
Kata Jawa-Indonesia,
Basa Jawa Woordenboek, Hein Mangunsuwito
Prawiroatmodjo
Vruggink
golong nunggal, sehati, sega golong (107) glundhungan
kepelan sega, kumpulan (149) gedhe, kumpul
klompok (312) siji (59)
gilig dawa bunder bulat torak (143) cylindrisch rond dawa bunder (56)
(308) (103)

c. Adil dan Keadilan


Dalam kehidupan sehari-hari, siswa pasti sering mendengar
kata adil dan keadilan. Kata adil berasal dari bahasa Arab yang
berarti ada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Siswa yang
adil adalah siswa yang sesuai dengan standar hukum. Bersikap
tidak memihak kecuali pada kebenaran. Keadilan adalah
milik semua orang termasuk siswa (modifikasi dari https://
id.wikipedia.org/wiki/Adil).

3. Jenis dan Karakteristik


a. Jenis Keadilan
1) Keadilan Restoratif
Siswa mungkin kurang begitu familiar dengan istilah keadilan
restoratif. Keadilan restoratif merupakan jenis keadilan yang
berkaitan dengan tindakan pelanggaran sosial di dalam
masyarakat termasuk masyarakat sekolah tempat siswa belajar.
2) Keadilan dari sudut pandang agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
Keadilan ini tentu saja berdasar kitab sucinya masing-masing,
termasuk bagi pengikut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
b. Karakteristik Keadilan
Keadilan itu mempunyai karakteristik yang umum dan dinamis.
Keadilan bisa bersifat relatif bagi setiap individu atau siswa yang

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
189
berbeda. Keadilan merupakan sesuatu yang tidak pasti karena
maknanya hanya dimiliki oleh masing-masing siswa. (modifikasi
dari https://id.wikipedia.org/wiki/Keadilan).
Menurut Bapak pahlawan nasional di bidang pendidikan,
Ki Hajar Dewantara (dalam https://www.kompas.com/stori/
read/2022/09/22/173649679/) dinyatakan bahwa keadilan ada
hubungannya dengan sebutan sama rata sama rasa. Sama rata dalam
arti tidak membeda-bedakan antara orang satu dengan orang yang
lainnya. Namun demikian, sama rata itu belum tentu adil. Mengapa?
Suatu contoh, siswa PAUD dengan siswa SD dan dengan siswa SMP
dalam hal ukuran sepatu, tentu berbeda. Kalau ukuran sepatunya
diambil yang besar, yakni ukuran kaki siswa SMP, tentu aneh. Jika
orang tua membelikan sepatu untuk tiga anaknya dengan ukuran
kaki yang sesuai dengan ukuran kakinya, maka tentu saja orang tua
tidak bisa dikatakan emban cindhe emban siladan.

2. Pembelajaran dan Asesmen


1. Pendekatan: SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode dan Teknik: demonstrasi
4. Model: sintaks pembelajaran
5. Asesmen: pembiasaan

190 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
KEADILAN
Konsep
Adil itu harus sama, tetapi tidak harus sama.
Aspek Subnilai Pengembangan Subnilai Keadilan
Keadilan Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Bisa bertindak Menjelaskan Memperhatikan Bisa
adil kepada pengertian adil, penjelasan memraktekkan
teman saat keadilan. guru. bagaimana
pembelajaran. Memberikan Menuliskan bertindak adil di
contoh praktek cerita tentang sekolah.
orang bertindak pengalamannya Bisa berkomentar
adil. bertindak tentang
Meminta siswa adil saat keadilan yang
menuliskan atau pembelajaran. disaksikannya.
bercerita tentang Bisa menuliskan
pengalamannya pengalamannya
bertindak adil saat bertindak adil saat
pembelajaran. pembelajaran.

3. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.
1. Budaya Pikir
Ungkapan tradisional terkait dengan subnilai “Keadilan”
PAUD SD SMP
Emban cindhe emban Gupak pulute ora Beda-beda pandumaning
siladan. mangan nangkane. dumadi.
Tidak adil karena yang Ikut berjuang susah Tuhan memberikan
satu digendong dengan payah, tapi tidak ikut anugerah yang adil
jarit tetapi yang satunya menikmati hasilnya. kepada seluruh makhluk
pakai bilah bambu. ciptaan-Nya.

2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan subnilai
“Keadilan” orang Jawa Yogyakarta.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
191
PAUD SD SMP
Berteman kepada Bantu-membantu Menjalankan hak dan
siapapun tanpa orang lain yang sedang kewajiban dengan
memandang perbedaan. mengalami kesusahan. selaras atau seimbang
dengan penuh tanggung
jawab.

(Foto koleksi pribadi, Marsono)

3. Budaya Material
Hasil karya atau produk budaya Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Permainan congklak Siswa bermain benthik. Bangsal Ponconiti
atau dhakon ini https://budaya.jogjaprov. yang berada di tengah
mengajarkan bahwa jika go.id/artikel/detail/406- halaman merupakan
siswa mempunyai rejeki, dolanan-benthik bangunan utama di
dapat membaginya kompleks kraton.
untuk kebutuhan kita Dahulu (kira-kira sampai
sendiri satu per satu tahun 812 M.). Bangsal
(tidak perlu berlebih) ini digunakan untuk
yang diwakilkan mengadili perkara
ketika kita meletakkan dengan ancaman
satu biji ke lobang di hukuman mati. Sultan
sebelah kanannya dan sendiri yang memimpin
seterusnya. https:// pengadilan. encrypted-
budaya.jogjaprov.go.id/ tbn0. gstatic. com
artikel/detail/404-
dolanan-dhakon

192 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
4. Refleksi
1. Pembelajaran “keadilan” ditanamkan semenjak usia dini.
2. Pembelajaran “keadilan” mendasari budi pekerti yang baik.
3. Pembelajaran “keadilan” (afektif) mendasari pendidikan
psikomorik dan kognitif.
4. Asesmen pembelajaran “keadilan” dilakukan dengan
pembiasaan untuk menuju ke pembudayaan sehingga menjadi
karakter.
5. Pembelajaran “keadilan” (afektif) dilaksanakan secara praktis
dengan memraktikkannya (psikomotorik).

5. Rangkuman
Dalam mengaktualisasikan subnilai “keadilan”, siswa Yogyakarta
selalu berusaha keras bersatu-padu dan bahu-membahu mengerahkan
segenap sumber daya baik yang aktual maupun yang masih potensial.
Tidak pandang lelaki maupun perempuan, dan perbedaan lainnya. Semua
harus bersatu (golong gilig), sehingga seluruh sumber daya itu dapat
terkonsentrasi (sawiji) untuk didayagunakan meraih cita-cita dan hasil
yang direcanakan sebelumnya.

B. KEMASYARAKATAN
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Manunggaling kawula gusti
2. Nilai : Golong gilig
3. Sub Nilai : Kemasyarakatan
4. Indikator :
a. Mempraktikkan empan papan dalam budaya Jawa melalui
kegiatan budaya sesuai dengan tingkat usia.
b. Mengeksplorasi nilai kesetiakawanan sosial kanca bela
wani ing bener, guyub rukun dan gotong royong.
c. Menunjukkan berbagai aktivitas nilai harmoni
hamemangun karyenak tyasing sasama.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
193
2. Konsep Materi

1. Manunggaling kawula gusti


Manuggaling wawula gusti adalah salah satu idiom Jawa yang sering
diajarkan dalam budaya Jawa dan diterpakan oleh orang Jawa. Menurut
Poerwadarminta (1939: 75), dilihat dari arti kata yang ada, manunggal
berarti menyatu, kawula bisa berarti makhluk ciptaan, abdi, rakyat dan
kata gusti berarti penyebutan untuk Tuhan atau orang-orang luhur (wong
sing isih darahe para ratu sarta gedhe pangkate). Oleh orang Jawa idiom
mangguling kawula gusti dapat dimaknai dengan dua jalur, yaitu jalur
vertikal dan horizontal.
Jalur vertikal dimaknai sebagai hubungan antara manusia dengan
Tuhan. Secara harfiah istilah ini dimaknai sebagai bersatunya antara hamba
dengan Tuhan, yang dimaksudkan bersatu di sini bukanlah bersatunya zat
tetapi bersatunya kehendak manusia dengan kehendak Tuhan. Atau bisa
juga diartikan sebagai kehendak manusia harus sesuai dengan kehendak
Tuhan, sehingga apapun yang diperintahkan oleh Tuhan harus dijalankan
oleh hambaNya (manusia).
Jalur horizontal dimaknai sebagai hubungan antara seorang
pemimpin dengan bawahannya. Hal ini bisa dimanifestasikan hubungan
antara pemimpin negara (contoh raja) dengan rakyatnya, atau pada instansi
maupun organisasi lainnya. Bersatunya antara raja dan rakyatnya, yaitu
bersatunya kehendak raja dengan kehendak rakyatnya. Hal ini mengajarkan
bahwa seorang raja meskipun berkuasa tidak seharusnya semena-mena
mempunyai keputusan tanpa mempertimbangkan atau melihat kebutuhan
dan kepentingan rakyatnya. Hal tersebut juga bisa diterapkan dalam
perspektif hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin.
Dalam kehidupan bermasyarakat, bisa digambarkan seorang
pemimpin dengan warga masyarakatnya. Seluruh komponen yang ada di
dalam masyarakat harus manunggal (menyatu), yaitu manunggal dalam
pencapaian tujuan. Kesatuan dalam mencapai tujuan di dalam kehidupan

194 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
bermasyarakat, akan menghantarkan seluruh warga dan pimpinan untuk
bersama-sama bekerja sama yang dilandasi kerukunan.

2. Golong gilig
Dengan manunggal antara pimpinan dan seluruh warma masyarakat
yang ada, maka nilai golong gilig akan lebih mudah tercapai. Golong gilig
adalah pengerahan segenap sumber daya yang ada dengan kekuatan tekad
dan semangat untuk menyatukan segenap kemampuan cipta, rasa, dan
karsa manusia dalam mencapai tujuan yang sama di dalam bermasyarakat.
Dengan demikian akan tercipta sebuah keselarasan, keharmonisan, dan
kerukunan di dalam kehidupan bermasyarakat untuk bersama-sama
mewujudkan tujuan.

3. Kemasyarakatan
Secara umum masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan
satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai
kepentingan yang sama, seperti sekolah, keluarga, dan perkumpulan.
Masyarakat juga merupakan salah satu satuan sosial sistem sosial, atau
kesatuan hidup manusia. Istilah Inggrisnya adalah society, sedangkan
masyarakat itu sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu syakara yang berarti
ikut serta atau partisipasi. Masyarakat berarti saling bergaul yang istilah
ilmiahnya berinteraksi (Nurmansyah, 2019: 46).
1) Ciri-ciri Masyarakat
Adapun ciri-ciri masyarakat adalah sebagai berikut:
a) Manusia yang hidup berkelompok.
Orang-orang akan hidup bersama dan membentuk kelompok.
Kelompok ini nantinya akan membentuk sebuah perusahaan.
Mereka saling mengenal dan bergantung satu sama lain karena
manusia tidak dapat melanjutkan hidupnya tanpa bergantung
pada orang lain.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
195
b) Masyarakat yang melahirkan kebudayaan.
Tanpa masyarakat tidak ada kebudayaan dan sebaliknya.
Masyarakatlah yang menghasilkan kebudayaan, dan kebudayaan
ini juga diturunkan dari generasi ke generasi melalui berbagai
proses adaptif.
c) Masyarakat mengalami perubahan.
Seperti halnya kebudayaan, masyarakat juga mengalami
perubahan.
Suatu perubahan terjadi karena adanya faktor yang berasal
dari masyarakat itu sendiri. Penemuan baru akan membawa
perubahan dalam masyarakat.
Perubahan dapat mencakup perubahan nilai, norma, teknologi,
dan interaksi sosial.
d) Masyarakat adalah manusia yang berinteraksi.
Salah satu syarat terwujudnya masyarakat adalah adanya
hubungan dan kerjasama antar para ahli sehingga akan
menimbulkan interaksi.
Interaksi ini terjadi secara verbal atau nonverbal dan komunikasi
terjadi ketika orang saling bertemu. Terlihat bahwa dalam
masyarakat terdapat individu-individu yang saling berinteraksi
(terikat bersama), sehingga membentuk suatu kesatuan sosial
yang hidup.
e) Dalam masyarakat terdapat kepemimpinan.
Dalam hal ini pemimpin terdiri dari pimpinan keluarga,
pimpinan kampung, ketua/ pimpinan negara, dan lain
sebagainya.
f) Adanya stratifikasi sosial.
Stratifikasi sosial adalah suatu sistem pembedaan individu atau
kelompok dalam masyarakat, menurut suatu hierarki yang
menempatkan mereka dalam kelas sosial yang berbeda dan
memberikan hak dan kewajiban yang berbeda pula kepada

196 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
individu dari satu kelas dengan kelas lainnya. Stratifikasi
sosial, menempatkan seseorang pada posisi dan peran yang
harus dijalankannya dalam masyarakat. Masyarakat memang
menganut sistem adaptif (mudah menyesuaikan diri dengan
keadaan), karena masyarakat merupakan wadah bagi berbagai
kepentingan dan tentunya juga untuk kelangsungan hidup.
Dengan demikian di dalam bermasyarakat, seseorang akan bertemu
dengan orang lain dengan berbagai karakter yang dimilikinya. Nilai-
nilai baik seperti saling tolong menolong, gotong royong, empan
papan, guyub rukun, hamemangun karyenak tyasing sasama, dan
lain sebagainya harus tetap dijunjung tinggi. Sikap yang muncul
dari dalam diri kita seperti egois, mudah marah, cepat tersinggung,
sering berprasangka buruk, mudah mengeluarkan kata kasar, dan
sebagainya, harus segera diredam dan benar-benar dipikirkan
sebelum keluar dari mulut, tangan, dan tindakan.
2) Jenis Kemasyarakatan dan Karakteristik
Jenis dan karakteristik nilai kemasyarakatan adalah sebagai berikut.
a) Empan papan
Empan papan artinya seseorang harus peduli dengan situasi
dan kondisi.
Sebelum bertindak, masyarakat harus mempertimbangkan
situasi dan kondisi lingkungan sekitarnya. Inti dari kedelapan
tips tersebut adalah kita harus melihat konteksnya terlebih
dahulu. Papan empan jika dipahami secara luas dapat
membuat seseorang menjadi lebih bijak dalam berbagai situasi.
Masyarakat Jawa seringkali beranggapan bahwa keaslian sikap
dan tindakan hanya bersifat relatif. Artinya, apa yang benar
pada suatu waktu dan tempat, bisa jadi salah jika diterapkan
pada waktu dan tempat lain.
Banyak juga orang yang mendasarkan kebenaran sikap dan
tindakannya pada sebuah ungkapan, khususnya yang disebut

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
197
empan papan. Empan papan terdiri dari kata empan yang
berarti penerapan dan kata papan yang berarti tempat. Empan
papan merupakan suatu sikap tertentu agar sikap tersebut tidak
bertentangan dengan keadaan dan aturan yang terjadi di suatu
tempat dan waktu tertentu di tempat tinggal penjajah. Konsep
tabel ritme memerlukan kelenturan fisik dan mental untuk
beradaptasi dengan situasi dan kondisi tempat dan waktu
tertentu.
Sikap dan tindakan seseorang harus dipertimbangkan
berdasarkan tujuannya, khususnya kepada siapa, di mana,
bagaimana, dan sejauh mana tujuan tersebut dapat dicapai.
Pada hakikatnya empan papan merupakan upaya penyesuaian
diri di mana saja dan kapan saja dan dengan siapa saja.
Empan papan di lingkungan masyarakat akan mengajarkan
kepada seseorang bagaimana dia dapat menempatkan diri
sesuai tempat atau situasi dan kondisi yang tepat. Seseorang
yang bisa menempatkan dirinya dalam berbagai situasi dan
kondisi, maka akan sadar bahwa di sekitarnya banyak terjadi
perbedaan, baik dalam pendapat, keyakinan, tujuan, maupun
apa yang dilakukan seseorang. Dengan demikian orang
tersebut akan memiliki rasa menghormati yang tinggi terhadap
perbedaan yang ada di sekitarnya. Dia akan menyesuaikan diri
atau menempatkan diri dalam perbedaan yang dihadapinya.
Bukan berarti menyesuaikan diri lalu mengikuti dan meyakini
perbedaan dengan orang lain sebagai suatu keyakinan baru
kita, tetapi menghargai sebagai sebuah perbedaan yang akan
memupuk kerukunan bersama.
b) Tolong menolong
Tolong menolong adalah sebuah perbuatan yang memberikan
banyak manfaat untuk diri kita sebagai orang yang menolong
dan orang lain sebagai orang yang ditolong. Menolong berarti
memberikan bantuan berupa apa saja, barang, tenaga, atau

198 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
pikiran orang lain. Dengan menolong kita akan selalu dapat
bersyukur atas semua yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa
untuk kita. Dalam diri kita akan tumbuh jiwa kepedulian sosial
terhadap orang lain yang memerlukan bantuan, sehingga orang
tersebut akan lebih ringan beban yang ada dalam dirinya karena
terbantukan oleh kita. Hubungan soaial akhirnya menjadi lebih
baik sehingga akan memupuk persaudaraan dan kerukunan
sesama manusia.
c) Gotong royong
Hampir semua orang umumnya merasa tidak enak jika tidak
mengikuti kegiatan yang ada di dalam masyarakat seperti
kegiatan gotong royong, bahkan dalam masyarakat perkotaan.
Mereka akan menyatu dalam niat dan kehendak menjalin
kebersamaan untuk menjalankan suatu tugas sehingga dapat
dirasakan dengan lebih ringan. Karena apabila ada anggota
masyarakat yang tidak ikut dalam kegiatan masyarakat, akan
merasa tidak enak dan lama kelamaan akan terkucilkan
dalam masyarakat. Masyarakat akhirnya memiliki pengendali
sosial yang harus dipelihara keberlangsungannya, sehingga
hidup menjadi bersatu padu, tidak mengikuti kepentingannya
sendiri. Kepentingan pribadi dapat selalu diimbangi dengan
kepentingan kelompok dan gotong royong akan menjadi dasar
dalam bermasyarakat sehingga berjalan selaras, harmonis, dan
serasi.
d) Guyub Rukun
Seseorang harus berhati-hati dalam setiap tutur secara lisan
dan tulisan, serta tindakan. Seseorang yang tidak berhati-
hati atau tidak mengontrol ucapan dan tindakannya akan
mengakibatkan perselisihan. Sebagai contoh percakapan di
dunia media sosial, akan bermula dari berbalas komentar, lalu
berperang komentar, dan akhirnya menjadi pertengkaran. Oleh
karena itu dalam mengeluarkan kata-kata, sebaiknya dipikirkan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
199
terlebih dahulu, jangan sampai asal berbicara, jangan mudah
mengeluarkan kata-kata yang akan memancing orang lain
untuk mengomentarinya, apalagi dengan tingkah laku kita.
Jika semua orang memiliki sikap ngati-ati, pertengkaran dan
perselisihan, dapat dihindari yang akan berdampak pada guyub
rukun dalam bermasyarakat yang menyejukkan hati.
e) Sabar
Wong sabar iku luhur wekasane, artinya orang yang sabar akan
mendapatkan kemuliaan pada akhirnya. Seseorang yang sabar,
tidak akan mudah terpancing oleh kata-kata ataupun perbuatan
orang lain terutama yang tidak baik. Orang tersebut akan
menyikapi semuanya sebagai sebuah warna-warni kehidupan
yang memang harus terjadi bersamaan dengan kemajuan
zaman. Jika zamannya adalah media sosial dengan kecanggihan
teknologi dan semakin tambah kepandaian seseorang, maka
harus mengikutinya dengan kunci sabar. Seseorang tidak boleh
mudah terpancing atas situasi yang ada. Jangan mudah emosi
atau marah dengan ucapan dan tindakan yang kurang baik
terhadap kita, jangan terprovokasi dengan apa yang dilihat di
dunia maya maupun nyata, karena sabar adalah adalah kunci
dalam bermasyarakat.
f) Gupuh (segera, cepat)
Yang dimaksud gupuh adalah segera atau cepat bertindak dan
menyikapi sesuatu tetapi tidak grusa-grusu. Ketika seseorang
menginformasikan sesuatu yang baik, maka akan gupuh
merespon baik, apalagi ketika seseorang meminta pertolongan
kita, maka segera bertindak untuk menolongnya. Contoh kecil
sikap gupuh dalam menanggapi chat pribadi di whatsapp adalah
ketika ada yang masuk dan kita sudah siap untuk membacanya,
maka segera merespon baik dengan membalasnya. Gupuh juga
harus diterapkan dalam perbuatan. Ketika seseorang meminta
kita melakukan sesuatu kebaikan atau meminta pertolongan

200 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
kepada kita, maka kita segera melakukannya. Seseorang yang
meminta pertolongan kita tentu saja karena orang tersebut
memilih kita, kita dipilih karena bisa dan gupuh melakukannya.
Di samping itu, ketika orang lain meminta pertolongan kita
maka itu kesempatan emas untuk kita mendapatkan pahala.
Berikut adalah tabel jenis kemasyarakatan dan karakteristiknya:
No. Jenis Karakteristik
Kemasyarakatan
1. Empan papan mampu menempatkan dan membawakan diri dalam
perbedaan yang ada di sekitar.
mematuhi segala aturan yang berlaku di mana dia
berada.
mengendalikan ego dalam diri.
2. Tolong menolong menolong sesama yang membutuhkan.
membiasakan kata nyuwun tulung sebelum
meminta pertolongan.
mengucapkan terima kasih/matur nuwun setelah
selesai meminta pertolongan.
membiasakan bersedekah.
3. Gotong royong membersihkan lingkungan sekitar.
membantu tetangga yang sedang m.empunyai hajat.
ikut serta sambatan.
sepi ing pamrih rame ing gawe.
4. Guyub rukun berhati-hati dalam bertutur kata dan bertindak.
mendahulukan kepentingan bersama.
menghindari perselisihan dan pertengkaran.
menjalin silaturahmi dengan baik
5. Sabar berbicara dengan sopan/tidak kasar.
berbicara dengan tenang.
tidak cepat marah.
tidak ringan tangan.
6. Gupuh (segera, bertindak dan menyikapi sesuatu tidak dengan
cepat) grusa-grusu.
merespon dengan baik kejadian yang terjadi.
segera bergerak memberikan pertolongan.
peduli pada keadaan sekitar.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
201
3. Pembelajaran
1. Pendekatan : SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif)
2. Strategi : deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode: bermain peran
4. Asesmen: pembiasaan
EMPAN PAPAN
Konsep
Menempatkan dan membawakan diri sesuai dengan konteksnya
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kemasyarakatan
Kemasyarakatan
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan
Empan papan Menayangkan video Mendengarkan Menempatkan dan
tentang beberapa penjelasan. membawakan diri
tindakan yang Mengidentifikasi dalam perbedaan yang
mentaati aturan. manfaat empan ada di sekitar, seperti
Menjelaskan tentang papan. membantu kegiatan
empan papan. Mengidentifikasi keagamaan yang
Menjelaskan contoh- perilaku yang berbeda dengan agama
contoh perilaku menunjukkan yang dianut misalnya
yang menunjukkan empan papan. bergotong royong
empan papan. mempersiapkan tempat
kegiatan.
Mematuhi segala
aturan yang berlaku di
masyarakat.
Mengendalikan ego
dalam diri dengan
tidak memaksakan
kehendak atau kemauan
diri sendiri (mengikuti
pendapat dan keputusan
bersama).

202 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
TOLONG-MENOLONG
Konsep
Saling menolong sesama yang membutuhkan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kemasyarakatan
Kemasyarakatan
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
pembiasaan
Tolong menolong Bercerita tentang Mendengarkan cerita. Bersedekah.
tolong menolong.
Mengidentifikasi Kata nyuwun tulung
Menjelaskan manfaat tolong sebelum meminta
manfaat tolong menolong pertolongan.
menolong.
Bermain peran dengan Terima kasih/matur
tema tolong menolong nuwun setelah
antar sesama. selesai meminta
pertolongan.

GOTONG ROYONG
Konsep
Bekerja bersama-sama tanpa pamrih untuk mencapai tujuan yang sama.a
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kemasyarakatan
Kemasyarakatan
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
pembiasaan
Tolong menolong Bercerita tentang Mendengarkan cerita Bersedekah.
tolong menolong. yang disampaikan. Kata nyuwun tulung
Menjelaskan Mengidentifikasi sebelum meminta
manfaat tolong manfaat tolong pertolongan.
menolong. menolong Terima kasih/matur
Bermain peran dengan nuwun setelah
tema tolong menolong selesai meminta
antar sesama. pertolongan.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
203
GUYUB RUKUN
Konsep
Saling membantu, menghindari perselisihan dan pertengkaran sehingga tercipta situasi
yang harmonis.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kemasyarakatan
Kemasyarakatan
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
pembiasaan
Guyub rukun Bertanya tentang Menceritakan Berhati-hati dalam
kegiatan di kegiatan yang bertutur kata dan
masyarakat apa saja dilakukan di bertindak.
yang dilakukan selama masyarakat. Mendahulukan
ini. Mengidentifikasi kepentingan
Menjelaskan manfaat manfaat dari bersama.
dari kegiatan melakukan kegiatan Menghindari
kemasyarakatan. kemasyarakatan. perselisihan dan
Bertanya Menyebutkan pertengkaran.
tentang kegiatan kegiatan Menjalin silaturahmi
kemasyarakatan kemasyarakatan dengan baik
yang menumbuhkan yang menumbuhkan Grapyak sumanak.
kerukunan/guyub kerukunan/guyub
rukun antar sesama. rukun antar sesama.

SABAR
Konsep
Mampu menahan hawa nafsu untuk menghindari perselisihan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kemasyarakatan
Kemasyarakatan
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
pembiasaan
Sabar Menjelaskan tentang Memperhatikan Berbicara dengan
makna sabar. penjelasan. sopan/tidak kasar
Bertanya tentang Menjawab Berbicara dengan
contoh kesabaran pertanyaan. tenang.
dalam hal apa saja Menyebutkan Tidak cepat marah.
yang dimiliki masing- manfaat kesabaran. Tidak ringan tangan.
masing siswa. Menyebutkan
Bertanya tentang contoh-contoh
manfaat dari kegiatan sikap sabar dalam
kesabaran. bermasyarakat.
Bertanya tentang
contoh-contoh
kesabaran dalam
bermasyarakat.

204 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
GUPUH
Konsep
Sangat ramah dalam menyambut kehadiran orang lain (tamu).
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Kemasyarakatan
Kemasyarakatan
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
pembiasaan
Gupuh Menjelaskan makna Memperhatikan tidak grusa-grusu.
gupuh. penjelasan yang merespon baik
Menjelaskan manfaat disampaikan. kejadian yang terjadi.
gupuh. Menyebutkan segera bergerak
Memberikan contoh manfaat gupuh. memberikan
tindakan yang Menuliskan kegiatan pertolongan.
mencerminkan sikap yang mencerminkan peduli pada keadaan
gupuh. sikap gupuh. sekitar.
Bermain peran.

4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan budaya
material.
1. Budaya Pikir
Yaitu melaksanakan prinsip-prinsip hidup orang Jawa (way of life)
seperti:
a. gupuh, lungguh, suguh
b. wong sabar luhur wekasane
c. empan papan
d. rukun agawe santosa crah agawe bubrah
e. saiyeg saeka praya
f. sepi ing pamrih rame ing gawe
2. Budaya Tindak
a. Ikut serta dalam membantu tetangga yang sedang mempunyai
hajat (rewang) sebagai laden dan pekerjaan lainnya.
b. Bergotong-royong membersihkan lingungan sekitar.
c. Implementasi NGAJENI: ngapurancang, jempol, nuwun sewu/
ndherek langkung, injih, matur nuwun, mangga.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
205
d. Melakukan permainan-permainan tradisional di lingkungan
masyarakat.
3. Budaya Material
Berisi produk material (konkrit) budaya Jawa Yogyakarta, seperti
makanan-makanan tradisional khas Yogyakarta yang dijualbelikan
di lingkungan masyarakat, seperti:
1. 2. 3.

jadah tempe gebleg thiwul

4. 5 6.

kethak kipo geplak

7. 8. 9.

grontol growol gathot

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).

206 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
5. Refleksi
Di dalam bermasyarakat, seseorang akan bertemu dengan orang
lain dengan berbagai karakter yang dimilikinya. Pembiasaan-pembiasaan
baik seperti saling tolong menolong, gotong royong, empan papan,
guyub rukun, gupuh, sabar, dan lain sebagainya harus tetap dijaga, agar
di dalam bermasyarakat tercipta situasi dan kondisi yang nyaman, aman,
dan rukun. Pembiasaan tersebut harus ditanamkan sedini mungkin dan
dalam bebrbagai tempat. Peran orang tua dalam hal ini guru harus selalu
mengingatkan dan memberikan contoh baik sehingga pembiasaan yang
ditanamkan dapat membekas dan dilaksanakan.

6. Rangkuman
Pembelajaran dalam bermasyarakat perlu diketahui dan dipahami
oleh semua orang, dalam hal ini siswa di sekolah. Agar mereka memiliki
bekal dalam bertutur kata dan bersikap di dalam masyarakat. Bermain
peran atau menganalisis sebuah kasus, me rupakan salah satu pembelajaran
yang dapat diberikan. Dengan demikian pembelajaran kemasyarakatan
tetap memberdayakan siswa sebagai pusat pembelajaran (Student Centre
Learning) dan mengaktifkan siswa sebagai subjek belajar (Student Active
Learning).

C. TOLERANSI
1. Filosofi, Nilai, Subnilai, dan Indikator
1. Filosofi : Manunggaling kawula gusti
2. Nilai : Golong gilig
3. Sub Nilai : Toleransi
4. Indikator :
a. Mengidentifikasi peraturan tidak tertulis dan norma yang
berlaku di rumah, sekolah, dan masyarakat.
b. Menunjukkan sikap saling menghargai/menghormati
atas kebinekaan (agama, etnis, budaya, sekolah) hingga
tercapai damai sekolahku.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
207
2. Konsep Materi

1. Manunggaling kawula gusti


Pada filosofi manunggaling kawula gusti, penulisan kata gusti sengaja
ditulis tidak menggunakan huruf kapital. Dalam hal ini kata gusti bermakna
guru, sedangkan kawula bermakna siswa. Manunggaling kawula gusti
berarti kesatuan antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran adalah sebuah proses yang menyeluruh dan melibatkan
komponen-komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Jika
salah satu komponen tidak bisa berkaitan satu sama lain dan tidak berjalan
dengan baik, maka tujuan dari sebuah proses pembelajaran yang telah
direncanakan dan ditetapkan, tidak mendapatkan hasil yang optimal
(Mulyasa, 2008: 69). Dari berbagai komponen yang mendukung proses
pembelajaran, guru bertugas sebagai pengendali kegiatan belajar mengajar
(Suwarna, 2005: 99). Guru mempunyai tanggung jawab dalam mengatur
waktu, fasilitas, dan segala sumber yang dimanfatkan dalam pembelajaran.
Keberhasilan sebuah proses pembelajaran di kelas pada dasarnya tergantung
kepada bagaimana seorang guru memberikan materi pembelajaran bagi
siswanya yang aktif, kreatif, inovatif, menyenangkan, serta dapat mencapai
hasil yang maksimal.
Jadi dalam pembelajaran, antara guru dan siswa harus manunggal
“menyatu”, yaitu manunggal dalam tujuan, materi, proses pembelajaran,
evaluasi, refleksi, dan tindak lanjut. Yang semuanya akan menghantarkan
siswa dalam upaya mencapai kompetensi yang harus dikuasai, dan terbekali
dengan nilai-nilai sebagai bekal kehidupannya nanti.

2. Golong gilig
Golong gilig adalah pengerahan segenap sumber daya yang ada dengan
kekuatan tekad dan semangat untuk menyatukan segenap kemampuan
cipta, rasa, dan karsa manusia dalam mencapai tujuan yang sama. Dengan
manunggal antara guru dan siswa, maka nilai golong gilig akan lebih mudah
tercapai. Seorang guru akan dengan mudah memberikan berbagai wawasan,

208 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
ilmu, pengalaman, dan sebagainya kepada siswanya jika didukung oleh
tekad dan semangat siswa di dalam menerima semua yang telah diberikan
oleh guru. Sehingga apa yang menjadi tujuan bersama dapat dengan mudah
tercapai.

3. Toleransi
Kehadiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
informasi, dan komunikasi memang sangat memudahkan semua orang.
Tidak ada kendala jarak, ruang, dan waktu. Semua dapat dengan mudah
berkomunikasi menanyakan kabar teman dan sanak saudara, memberikan
informasi ataupun berita, menyampaikan undangan atau ajakan, dan
menyalurkan bantuan untuk menolong sesama yang sedang membutuhkan.
Komunikasi dengan teman yang sudah lama tidak bertemu akan terjalin
kembali, bahkan tali silaturahmi yang sudah terputus bertahun-tahun
dapat tersambung lagi. Semua sangatlah bisa dan mudah dilakukan. Tetapi
pada kenyataannya kemudahan tersebut berdampak pada nilai toleransi
seseorang. Banyak orang grusa-grusu, tanpa berfikir panjang apakah yang
dikatakan atau dilakukannya tersebut adalah sesuatu hal yang baik atau tidak
baik, bermanfaat atau merugikan, menghargai perbedaan/keanekaragaman
atau tidak, bahkan menciptakan kenyamanan dan kerukunan atau malah
menyebabkan kebencian dan permusuhan.
Hal-hal tersebut kadang kala terlupakan. Apa yang dikomunikasikan
dan dilakukan berasal dari apa yang ada di pikiran, langsung dituangkan
dalam obrolan dan tindakan, tidak terlebih dahulu dirasakan, tidak melihat
keanekaragaman, bagaimana situasi dan kondisi yang sedang terjadi, kapan
dan di mana komunikasi itu disampaikan, dengan siapa dan akhirnya angon
mangsa, empan papan ditinggalkan serta toleransi saling menghormati dan
menghargai sudah terlupakan.
Secara umum toleransi adalah sebuah perilaku manusia untuk
menghormati dan menghargai perbedaan yang ada, baik itu antar
individu maupun antar kelompok. Adanya sikap ini dalam diri seseorang
bisa memberikan rasa damai, aman, tentram, nyaman. Selain itu sikap

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
209
ini juga bisa memberikan pembelajaran indahnya suatu perbedaan
dalam kehidupan. Tentunya adanya sikap ini antar sesama manusia bisa
memperkecil terjadinya perpecahan, peperangan, permusuhan baik itu
antar individu maupun antar kelompok. Secara etimologi, toleransi berasal
dari bahasa latin yaitu tolerare yang memiliki arti sabar dan menahan diri.
Lalu secara terminologi, toleransi adalah sebuah sikap saling menghargai,
saling menghormati, menyampaikan pendapat, padangan, kepercayaan
kepada orang lain yang bertentangan dengan diri sendiri.
Toleransi adalah kemampuan individu untuk memperlakukan
seseorang dengan baik. Sikap toleransi ini membiarkan orang lain
punya pendapat berbeda dari kita. Toleransi menjadi sebuah kesadaran
untuk menerima dan menghargai perbedaan. Jadi, toleransi adalah cara
menghargai, membolehkan, membiarkan pendirian pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan yang bertentangan dengan pendiriannya. Sikap
toleransi akan menjaga kedamaian dan kerukunan di dalam masyarakat.
Kerukunan adalah keadaan yang serasi, penuh kerja sama, gotong royong,
dan jauh dari perselisihan karena adanya perbedaan atau keragaman.
Dalam kehidupan sosial, seorang anak akan belajar tentang toleransi
di dalam keluarganya. Antar sesama anggota keluarga ditanamkan agar
jangan bersikap cengkilingan karena cengkiling iku ngadohake saka rejeki.
Pertengkaran sesama saudara dalam sebuah keluarga karena perbedaan
yang ada, akan mengakibatkan anugrah rejeki masing-masing semakin
jauh (Suwardi, 2003: 85).
Ketika di dalam lingkungan sekolah juga demikian, harus
ditumbuhkan rasa toleransi menghargai perbedaan yang ada. Pergaulan
dengan sesama teman harus ditanamkan sikap kerukunan yang akan
membawa semangat kekancan salawase, yang artinya berteman selamanya
karena adanya toleransi yang membawa kerukunan di sekolah. Seorang
anak juga akan belajar banyak dalam masyarakat tentang bagaimana cara
bertoleransi terhadap perbedaan yang ada. Mereka akan berprinsip aja
nganti kepaten pasaban. Maksudnya jangan sampai kita kehilangan tempat

210 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
bergaul karena manusia sebagai makhluk sosial, untuk menciptakan
kerukunan, harus selalu menjalin silaturahmi yang baik dengan sesama
anggora masyarakat. Dalam bermasyarakat seharusnya kita berprinsip
pada luwih becik kelangan uwang tinimbang kalah uwong, yang artinya
lebih baik merelakan uang, daripada harus berselisih dengan tetangga.
Dari kesemuanya yaitu pergaulan dalam keluarga, sekolah, maupun
masyarakat, toleransi menghargai perbedaan atau keragaman adalah kunci
utama.

4. Jenis Toleransi dan Karakteristik


Sikap toleransi sebagai kunci utama dalam menghargai perbedaan
dan keanekaragaman, terdiri dari beberapa jenis. Toleransi tersebut harus
dilakukan di mana saja selama adanya interaksi antar individu maupun
kelompok, seperti di rumah, di sekolah, dan di lingkungan masyarakat dan
dalam hal beragama, berbudaya, pergaulan sehari-hari, bermedia sosial,
dan lain sebagainya. Adapun jenis-jenis toleransi adalah sebagai berikut.
a) Ngajeni
Ngajeni atau menghormati adalah salah satu nilai budaya bangsa yang
adi luhung. Keberadaannya sudah ada sejak zaman nenek moyang
kemudian diwariskan kepada anak cucunya sampai sekarang dan
menjadi sebuah budaya yang sangat dibanggakan. Nilai ini akan
menjadi gaman atau senjata ampuh dalam pergaulan di masyarakat.
Pergaulan yang didasari dengan ngajeni akan menyenangkan,
membuat hati menjadi tentram karena tanpa perselisihan, dan akan
tercipta suasana harmonis penuh kerukunan. Sikap ngajeni harus
tetap dipertahankan, dijaga jangan sampai pudar bahkan hilang.
Harus selalu disiram dan dipupuk seperti sebuah tanaman yang
berbunga sehingga tumbuh segar, berkembang, dan pada akhirnya
enak untuk dipandang. Seseorang yang melihatnya akan merasa
senang kemudian memetiknya untuk menjadikan bagian dari
miliknya yang akan dirawat dan dijaga.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
211
Ngajeni merupakan bentuk penghargaan seseorang kepada orang
lain melalui tutur kata yang dilisankan atau dituliskan dan tindakan
atau perbuatan. Ngajeni merupakan gambaran perilaku seseorang
yang harus dilakukan antara kedua belah pihak. Tidaklah bisa
ketika hanya diterapkan oleh salah seorang saja. Dalam penerapanya
harus ada kata saling, “jika kamu ingin kajen atau dihormati, maka
kamu harus ngajeni atau menghormati.” Sebagai contoh saling
menghormati antara anak dengan orang tua, siswa dengan guru,
atasan dengan bawahan, rakyat dengan pemerintah yang dilakukan
dengan cara masing-masing. Sikap ngajeni harus tertanam pada diri
sendiri, menjadi inspirasi atau teladan orang lain, akhirnya bersama-
sama membudayakan sikap ngajeni sehingga terwujud kehidupan
berbangsa yang penuh dengan keharmonisan dan kerukunan (Kusni
dkk., 2018: 19).
Dengan dasar sikap ngajeni dalam diri kita, maka akan menjadi salah
satu senjata untuk menghadapi perbedaan yang ada. Seseorang yang
memiliki sikap ngajeni terhadap perbedaan atau keanekaragaman
maka dirinya 1) menghargai dan menghormati agama yang dianut
oleh teman lain, 2) tidak mengganggu ibadah ataupun jalannya
kegiatan agama lain, 3) tidak melakukan tindakan penghinaan
dan merendahkan agama teman lain, 4) berteman dengan orang
pemeluk agama lain, 5) menghargai pendapat orang lain dan
sebisanya menghindari perdebatan yang berakhir pada permusuhan,
6) tidak berkata kasar, menghina, atau merendahkan apa yang telah
diucapkan atau dilakukan teman lain yang berbeda dengan kita, 7)
tidak mengucilkan atau pilih-pilih dalam bergaul dengan teman lain,
8) menghargai dan mempelajari budaya bangsa sendiri sebagai suatu
kebanggaan menggunakan dan melestarikan produk budaya bangsa
sendiri, 9) tidak menghina budaya teman lain yang berbeda dengan
budaya kita, 10) saling tolong menolong dalam kebaikan terhadap
siapa saja tanpa terkecuali.

212 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
b) Rendah Hati
Dalam pergaulan hendaknya seseorang dapat membawakan diri.
Tidak membanggakan diri melainkan bersikap rendah hati. Seseorang
yang memiliki sikap membanggakan dirinya sendiri biasanya
akan bersikap merendahkan orang lain. Seseorang tersebut tidak
akan mendengarkan apa yang disampaikan orang lain. Tidak akan
mengikuti apa yang dilakukan atau dikerjakan orang lain. Karena di
dalam dirinya rasa toleransi terhadap orang lain tidaklah ada. Dia
akan menganggap bahwa apa yang diucapkan dan dilakukannya
adalah yang paling baik, sehingga menganggap jelek, meremehkan,
bahkan menghina apa yang dilakukan orang lain.
Sikap membanggakan diri atau mentang-mentang, memang bisa
terjadi dalam pergaulan, seperti dalam lingkungan sekolah. Bisa
terjadi ada seorang siswa yang mengandalkan kekuatan, kekuaasaan,
dan kepandaiannya (adigang, adigung, adiguna). Oleh karena itu dia
akan bersikap menange dhewe (mencari kemenangannya sendiri),
sementara teman lain harus kalah dan dikalahkan dengan berbagai
cara. Sikap tersebut harus segera dihilangkan dalam hati, ucapan, dan
tindakan. Harus ditumbuhkan sikap rendah hati. Sikap rendah hati
adalah salah satu yang dapat menghargai orang lain dengan segala
perbedaan yang dimilikinya dengan yang kita miliki.
c) Tanggap
Situasi dan kondisi yang ada di sekitar kita tentu saja berbeda-
beda antara satu dengan yang lainnya bahkan dengan situasi dan
kondisi kita. Perbedaan tersebut janganlah dianggap sebagai sesuatu
penghalang atau bisa merusak kerukunan. Hakikat hubungan
dengan masyarakat Jawa adalah perwujudan pergaulan sosial yang
tanpa mementingkan diri sendiri. Kepentingan orang lain adalah
lebih penting. Itulah sebabnya kebersamaan sebagai suatu hal untuk
mempertahankan kebutuhan hidup agar tidak bercerai berai dan
selalu rukun dalam kebersamaan. Untuk mewujudkan hal tersebut
sebagai seorang individu harus selalu dalam situasi dan kondisi yang

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
213
tanggap. Seseorang tersebut akan selalu mengerti dan memahami
dengan keadaan orang lain yang tentu saja berbeda dengan
dirinya. Segera bertindak untuk memecahkan segala permasalahan
yang terjadi di sekitarnya, dengan berprinsip pada mewujudkan
kepentingan, kebaikan, dan kerukunan untuk semua. Orang yang
tanggap terhadap situasi dan kondisi, akan memiliki jiwa toleransi
yang sangat tinggi, karena orang tersebut akan segera mengerti
tentang perbedaan yang terjadi.
d) Deduga lan Prayoga
Deduga adalah berduga-duga atau mengukur dengan perkiraan yang
matang dan penuh pertimbangan, artinya tidak grusa-grusu. Deduga
yang dimaksud adalah pertimbangan antara mencari keutamaan
dengan akibat sebuah perbuatan. Tujuan dari pertimbangan tersebut
adalah mencari yang lebih baik atau prayoga. Seorang siswa yang sedang
bergaul dengan teman lainnya di sekolah, akan mempertimbangkan
apa yang diucapakan atau dilakukan kepada teman yang lain. Dia
akan sangat berhati-hati dan mempertimbangkan baik dan buruknya
terhadap apa yang akan dilakukan.
Seorang siswa juga akan melihat, mengamati kebiasaan atau sikap
yang dimiliki oleh teman lain yang tentu saja berbeda dengan dirinya,
sehingga akan sangat berhati-hati melakukan sesuatu sehingga
tidak menyinggung atau bertentangan dengan kebiasaan yang
telah dilakukan teman lain. Hal ini jika tidak dilakukan tentu akan
berdampak tidak baik yaitu terjadi perselisihan dengan teman lain.
Deduga lan prayoga di lingkungan sekolah juga berkaitan dengan
bagaimana mentaati semua peraturan atau tata tertib di lingkungan
sekolah. Dengan mentaatinya tentu saja akan tercipta suasana
sekolah yang kondusif, yang aman dan nyaman dalam menunjang
proses pembelajaran.

214 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
e) Tolong Menolong
Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain, dianjurkan untuk saling membantu terhadap
sesama manusia. Dengan membantu orang yang mengalami
kesusahan dan membutuhkan bantuan, kita telah melakukan
kewajiban sebagai manusia. Menolong orang lain bukan hanya dalam
bentuk harta atau materi saja, tetapi bisa dalam bentuk tenaga dan
fikiran. Dalam menolong tentu saja tidak mengharapkan imbalan
atau jasa dari orang yang kita tolong. Menolong harus dengan hati
yang iklas tanpa membeda-bedakan siapa yang kita tolong.
Tolong menolong akan memberikan banyak manfaat untuk diri kita
seperti kita akan seslalu dapat bersyukur atas semua yang diberikan
Tuhan Yang Maha Esa untuk kita. Dalam diri kita akan tumbuh jiwa
kepedulian sosial terhadap orang lain yang memerlukan bantuan,
sehingga orang tersebut akan lebih ringan beban yang ada dalam
dirinya karena terbantukan oleh kita. Dengan kita menolong orang
lain, dapat juga sebagai salah satu contoh kebaikan yang dapat
dilakukan oleh orang lain untuk yang lainnya, dengan demikian akan
terwujud saling tolong menolong. Selain itu dengan tolong menolong
akan memupuk persaudaraan dan kerukunan sesama manusia. Di
sekolah tolong menolong antara siswa dengan siswa lainnya, antara
siswa dengan guru atau sebaliknya, dan siswa dengan semua warga
sekolah, akan menjadi pondasi utama dalam menciptakan suasana
sekolah yang aman, nyaman, dan tentram. Hal ini merupakan wujud
dari toleransi atas perbedaan dan keragaman di lingkungan sekolah.
Dari jenis-jenis toleransi yang telah disampaikan, dapat disimpulkan
kembali dalam tabel di bawah ini, beserta karakteristiknya.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
215
No. Jenis Karakteristik
Toleransi
1. Ngajeni menghargai dan menghormati agama yang dianut oleh
teman lain.
tidak mengganggu ibadah ataupun jalannya kegiatan
agama lain.
tidak melakukan tindakan penghinaan dan merendahkan
agama teman lain.
berteman dengan orang pemeluk agama lain.
menghargai pendapat orang lain dan sebisanya
menghindari perdebatan yang berakhir pada permusuhan.
tidak berkata kasar, menghina, atau merendahkan apa
yang telah diucapkan atau dilakukan teman lain yang
berbeda dengan kita.
tidak mengucilkan atau pilih-pilih dalam bergaul dengan
teman lain.
menghargai dan mempelajari budaya bangsa sendiri
sebagai suatu kebanggaan menggunakan dan
melestarikan produk budaya bangsa sendiri.
tidak menghina budaya teman lain yang berbeda dengan
budaya kita.
saling tolong menolong dalam kebaikan terhadap siapa
saja tanpa terkecuali.
2. Rendah tidak membanggakan kelebihan yang dimilikinya
hati (kepandaiannya di kelas, prestasi dalam keterampilan yang
dimilikinya, keberadaan pangkat, jabatan, ekonomi orang
tuanya, keindahan fisik yang dimilikinya, dan lain-lain).
tidak meremehkan atau menghina keberadaan teman lain
yang berbeda dengan kita.
tidak menange dhewe yang artinya apa yang diucapkan
dan dilakukannya, tidak harus selalu diikuti atau menjadi
keputusan, tetapi mendengarkan dan melakukan pendapat
teman lain untuk dilaksanakan bersama-sama sebagai
sebuah keputusan untuk kebaikan.
grapyak lan sumanak membawakan diri dalam berteman
dengan sesama siswa maupun dengan guru dan warga
sekolah lainnya, walaupun berbagai perbedaan yang
dimiliki satu sama lainnya.
mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimilikinya.

216 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
No. Jenis Karakteristik
Toleransi
3. Tanggap mengerti dan memahami situasi dan kondisi yang terjadi.
segera bertindak untuk memecahkan segala
permasalahan yang terjadi di sekitarnya.
peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya dan segera
memberikan pertolongan.
4. Deduga lan berhati-hati dalam berucap dan bertindak.
prayoga penuh pertimbangan dalam memutuskan sesuatu atau
tidak grusa-grusu.
mengambil keputusan terbaik berdasarkan keputusan
bersama.
5. Tolong suka membantu yang berkesusahan.
menolong suka menolong yang membutuhkan.

3. Pembelajaran
1. Pendekatan: PBL (Problem based Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
2. Strategi: induktif
3. Metode: tanya jawab, diskusi
4. Asesmen: pembiasaan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
217
Ngajeni
Konsep
Tidak berkata kasar, menghina atau merendahkan apa yang telah diucapkan atau
dilakukan teman lain yang berbeda dengan kita.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Toleransi
Toleransi
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan
Ngajeni Bercerita tentang Memperhatikan Membiasakan slogan TOMAT
pentingnya cerita guru. (Tolong, Maaf, Terima Kasih).
menjaga ucapan Mengidentifikasi Membiasakan tutur kata dan
dan tingkah laku. ucapan baik sebagai perilaku yang tidak apus-
Memberi contoh bentuk ngajeni apus (berbohong), nyacad
ucapan yang orang lain. (mencemooh), saru (jorok),
baik. Mengidentifikasi misuh (berkata kasar), mangro
Menunjukkan ucapan larangan (bermuka dua), ndludur (kurang
sikap-sikap yang tidak boleh ajar), dan sebagainya.
ngajeni orang diucapkan. Membiasakan sikap
lain sebagai Mempaktikkan ngapurancang, mengangkat
bentuk toleransi. sikap-sikap ngajeni tangan/jempol ketika akan
Mendiskusikan orang lain. bertanya, menunjukkan
problem kasus- Berdiskusi problem jempol untuk mempersilakan,
kasus toleransi kasus-kasus membungkukkan badan ketika
hingga intoleran. toleransi hingga berjalan di depan orang,
intoleran. berjabat tangan yang baik
sebagai rasa hormat, dan
sebagainya.

Contoh gambar pembiasaan:

Berjabat tangan dengan Badan membungkuk Matur dengan tangan


baik ketika berjalan di depan ngapurancang dan
orang lain kepala agak menunduk

218 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Anak mengangkat Mengetuk pintu ketika Menunjukkan ibu jari
tangan sebelum akan masuk kelas agak condong untuk
bertanya mempersilakan
(Foto Koleksi pribadi, Siswa SMPN 4 Wates, Bethy Mahara)

Rendah Hati
Konsep
Tidak membanggakan diri sendiri dan meremehkan orang lain yang berbeda
dengan kita.
Aspek Pengembangan Nilai Toleransi
Nilai
Toleransi Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan

Rendah Memutarkan video Melihat tayangan Memberikan acungan


hati yang berisi tentang video. jempol kepada teman
seseorang yang Mengamati sikap- yang berprestasi.
memiliki sikap sikap rendah Memberikan kata-
rendah hati. hati yang ada di kata apresiasi atau
Memberikan tayangan video. sanjungan atas
pertanyaan seputar Menyebutkan prestasi teman seperti
isi tayangan video manfaat dari kata:
tentang manfaat sikap rendah hati. Kowe pancen pinter.
dari sikap rendah Bermain peran Kowe hebat tenan.
hati Kowe pancen jempol.
Membuat skenario Mengucapkan terima
bermain peran (ada kasih atas sanjungan
adegan memuji yang diberikan orang
kelebihan orang lain lain, dan kata-kata lain
karena kepandaian, yang menunjukkan
keterampilan, sikap rendah hati,
seperti:

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
219
Konsep
Tidak membanggakan diri sendiri dan meremehkan orang lain yang berbeda
dengan kita.
Aspek Pengembangan Nilai Toleransi
Nilai
Toleransi Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen: pembiasaan

prestasi, dan lain Menika sadaya awit


sebagainya serta donga pangestu bapak/
adegan menanggapi ibu.
pujian tersebut yang Sadaya awit
menunjukkan sikap pambiyantu bapak/ibu.
rendah hati). Wingi merga wis kok
ajari dadi aku bisa.
Merga kowe aku dadi
juwara.

Tanggap
Konsep
Mengerti, memahami, dan peduli pada situasi dn kondisi yang terjadi
Aspek Pengembangan Nilai Toleransi
Nilai Asesmen:
Toleransi Sintaks Guru Sintaks Siswa
pembiasaan
Tanggap Menjelaskan Mendengarkan Segera membantu
tentang tanggap. penjelasan. orang lain yang
Menjelaskan Mengidentifikasi manfaat membutuhkan.
manfaat tanggap. tanggap. Peduli dengan
Menjelaskan Mengidentifikasi perilaku keadaan sekitar.
contoh-contoh tanggap. Segera
perilaku tanggap. Praktik perilaku tanggap menyelesaikan
Memberikan (bermain peran sebagai permasalahan
kesempatan siswa dengan siswa, yang terjadi.
untuk guru dengan siswa,
mempraktikkan siswa dengan warga
perilaku tanggap. sekolah lainnya).

220 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Contoh gambar pembiasaan:

Menempatkan diri Tertib dan disiplin


dengan aktif dalam mengikuti upacara
proses diskusi dengan bendera atau kegiatan
teman lain. sekolah lainnya.

Ikut serta bergotong- Peduli lingkungan


royong dengan mengambil
sampah yang
berserakan

(Foto Koleksi pribadi, Siswa SMPN 4 Wates, Bethy Mahara)

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
221
Deduga lan prayoga
Konsep
Berhati-hati dalam berucap dan bertindak untuk meraih kebaikan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Toleransi
Toleransi Asesmen:
Sintaks Guru Sintaks Siswa
pembiasaan
Deduga lan Membacakan sebuah Menyimak Berteman baik
prayoga cerita yang berkaitan cerita yang dengan teman
dengan deduga lan disampaikan. lainnya.
prayoga. Menemukan Tidak bercanda yang
Menjelaskan manfaat manfaat dari berlebihan baik
dari perilaku yang deduga lan tutur kata maupun
deduga lan prayoga. prayoga. tindakan, yang
Meminta siswa Mengidentifikasi menyebabkan teman
untuk menceritakan perilaku yang lain tersakiti.
perilaku yang penuh penuh dengan Memutuskan
dengan deduga lan deduga lan sesuatu berdasarkan
prayoga. prayoga. kebermanfaatan
bersama.

Tolong Menolong
Konsep
Suka membantu yang kesusahan dan menolong yang membutuhkan.
Aspek Nilai Pengembangan Nilai Toleransi
Toleransi Asesmen:
Sintaks Guru Sintaks Siswa
pembiasaan
Tolong Menayangkan video Melihat tayangan Menolong teman
Menolong tentang tolong video dan warga
menolong. Mengapresiasi sekolah lainnya.
Meminta siswa tayangan video.
untuk memberikan Mendengarkan
komentar terhadap cerita
isi video yang Mengemukakan
ditayangkan. manfaat dari tolong
Menceritakan menolong.
tentang manfaat dari
tolong menolong.

222 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Contoh gambar pembiasaan:

Berbagi makanan Bergotong royong Bekerja sama dengan


dengan teman lain membersihkan teman lain dalam
lingkungan sekolah menyelesaikan tugas

Menawarkan bantuan Menawari makanan Menyisihkan uang infak


kepada orang lain yang kepada siapa saja untuk membantu teman
terlihat membutuhkan ketika kita makan di lain yang membutuhkan
pertolongan hadapannya

(Foto Koleksi pribadi, Siswa SMP N 4 Wates, Bethy Mahara)

4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.
1. Budaya Pikir
Berisi kearifan lokal dapat berupa idiom sebagai panduan hidup
toleransi orang Jawa Yogyakarta (way of life).

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
223
2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan toleransi orang
Jawa Yogyakarta.

Budaya senyum, sapa, Ndherek langkung Mengetuk pintu


salam

224 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Berteman dengan rukun Budaya antri Tangan ngapurancang

Mengalah, Menghormati teman lain


mempersilakan teman yang beribadah
lain
(Foto Koleksi pribadi, Siswa SMPN 4 Wates, Bethy Mahara)

3. Budaya Material
Memasang produk budaya seperti foto-foto bangunan penciri
Yogyakarta (seperti kraton, tugu, dan sebagainya).

5. Refleksi
1. Pembelajaran toleransi dengan sesama ditanamkan semenjak
usia dini.
2. Pembelajaran toleransi mendasari budi pekerti yang baik.
3. Pembelajaran toleransi (afektif) mendasari pendidikan
psikomotorik dan kognitif.
4. Asesmen pembelajaran toleransi dilakukan dengan pembiasaan
untuk menuju ke pembudayaan sehingga menjadi karakter.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
225
5. Pembelajaran toleransi (afektif) dilaksanakan secara praktis
dengan memraktikkan tindakan toleransi itu sendiri
(psikomotorik).

6. Rangkuman
Pembelajaran toleransi terhadap sesama dilaksanakan secara praktis
dengan memberdayakan siswa melalui bermain peran atau menganalisis
kasus. Dengan demikian pembelajaran toleransi tetap memberdayakan
siswa sebagai pusat pembelajaran (Student Centre Learning) dan
mengaktifkan siswa sebagai subjek belajar (Student Active Learning).

D. KERJA SAMA
1. Materi
1. Filosofi, Nilai, Subnilai dan Indikator
a. Filosofi : Manunggaling Kawula gusti
b. Nilai : Golong Gilig
c. Subnilai : Kerja Sama
d. Indikator:
1) Menyebut arti kerja sama atau gotong royong
2) Menyebutkan 3 jenis kerja sama yang sering terjadi di
rumah, lingkungan dan sekolah.
3) Menyebut manfaat gotong royong.
4) Memiliki sikap bersemangat untuk melakukan kerja
bareng ‘sepi ing pamrih rame ing gawe’.

2. Konsep Materi
a. Manunggaling Kawula gusti
Kata gusti senagaja ditulis tidak menggunakan huruf capital,
karena gusti di sini bermakna guru, sedangkan kawula bermakna siswa.
Manunggaling kawula gusti berarti kesatuan antara guru dan murid dalam
perspektif pembelajaran.
Dalam pembelajaran antara siswa dan guru harus manunggal
(menyatu), yakni manunggal dalam tujuan, materi, proses pembelajaran,

226 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
evaluasi, refleksi, dan tindak lanjut. Kesatuan tujuan akan menghantarkan
siswa dalam upaya mencapai kompetensi yang harus dikuasai. Kesatuan
materi merupakan konten kompetensi yang akan dicapai. Proses
pembelajaran merupakan kegiatan nyata interaksi antara siswa dengan
guru dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran atau meraih kompetensi.
Evaluasi dilakukan oleh guru kepada siswa. Siswa mengerjakan evaluasi
sebagai pengukuran taraf ketercapaian tujuan dan penguasaan materi
pembelajaran. Refleksi adalah evaluasi diri (pembelajaran, guru, dan siswa)
dalam upaya mencapai tujuan. Misalnya keunggulan dan kekurangan
proses pembelajaran, aktivitas siswa, aktivitas guru, dan alat evaluasi, cara
penilaian, dan pemberian balikan. Hasil refleksi ditindaklanjuti dalam
aktivitas lanjutan guru perbaikan percapaian tujuan atau kegiatan belajar
selanjutnya.

b. Golong Gilig
Dengan manunggal guru dan siswa, maka nilai golong gilig akan
lebih mudah dapat tercapai. Golong gilig adalah pengerahan segenap
sumber daya atau kemampuan. Siswa dan guru harus memulainya dengan
tekad bulat menyatukan segenap kemampuan cipta, rasa, dan karsa.
Dalam mengaktualisasikan nilai-nilai adiluhung tersebut, siswa dan
guru Yogyakarta selalu berusaha keras bersatu padu dan bahu-membahu
mengerahkan segenap sumber daya atau kemampuan. Sumber daya yang
aktual maupun yang masih potensial yang tidak memandang lelaki maupun
perempuan, pemimpin (guru) maupun rakyat (siswa).
Berikut adalah makna kata golong gilig berdasar beberapa kamus.
Surinaams Javaans
Kamus Bhs.
Kamus Pepak Nederlands Kamus Lengkap,
Kata Jawa-Indonesia,
Basa Jawa Woordenboek, Hein Mangunsuwito
Prawiroatmodjo
Vruggink
golong nunggal, sehati, kumpulan sega golong (107) glundhungan
kepelan sega, (149) gedhe, kumpul
klompok (312) siji (59)
gilig dawa bunder bulat torak (143) cylindrisch rond (103) dawa bunder
(308) (56)

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
227
c. Kerja Sama
Kerja sama adalah usaha bersama antarindividu atau antarkelompok
untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dilakukan sejak manusia
berinteraksi dengan sesamanya. Kebiasaan dan sikap mau bekerja sama
dimulai sejak kanak-kanak, mulai dalam kehidupan keluarga lalu meningkat
dalam kelompok sosial yang lebih luas. Kerja sama berawal dari kesamaan
orientasi. Dalam kerja sama, tugas-tugas yang dibebankan kepada tiap
individu dapat berbeda satu sama lain. Charles H. Cooley, (dalam detik.
com/edu/) sosiolog Amerika, berpendapat bahwa kerja sama akan muncul
jika ada kepentingan yang sama. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000: 554)
mendefinisikan kerja sama sebagai kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh
beberapa orang (lembaga, pemerintah, dan sebagainya) untuk mencapai
tujuan bersama.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kerja sama adalah
keinginan untuk bekerja secara bersama-sama dengan individu lain
secara keseluruhan dan menjadi bagian dari kelompok dalam mencapai
kepentingan bersama.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah sepi ing
pamrih, rame ing gawe. Ungkapan tradisional ini menjadi pemicu semangat
dalam bekerja sama. Mengapa? Karena dalam ungkapan tradisional ini
mempunyai makna bahwa dalam mengerjakan sesuatu, siswa, guru dan
semuanya mengedepankan kerja ihlas dan kerja yang sungguh-sungguh.
Dalam bahasa Jawa kita mengenal istilah gotong royong atau
patembayatan. Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa gotong royong
merupakan salah satu budaya Indonesia yang cukup khas dan dilakukan
hampir di seluruh wilayah.

d. Jenis dan Karakteristik Kerja Sama


Abu Ahmadi dalam Buku Sosiologi Pendidikan (dalam detik.
com/edu/detikpedia/d-5867133/apa-yang-dimaksud-kerja-sama-ini-
pengertian-tujuan-dan-bentuknya) menyebutkan bahwa ada 3 (tiga)

228 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
bentuk kerja sama yang didasarkan perbedaan di dalam organisasi, grup,
atau di dalam sikap grup, yaitu:
a. Kerja Sama Primer
Berdasar sudut pandang siswa, kerja sama primer adalah kerja
sama yang dilakukan dalam kelompok terdekat yaitu kelas. Di
dalam kelompok-kelompok ini, siswa secara individu cenderung
membaurkan diri dengan siswa lainnya di dalam kelompok, dan
setiap siswa selalu berusaha menjadi bagian dari kelompok yang
diikutinya.
b. Kerja Sama Sekunder
Berdasar sudut pandang siswa, kerja sama sekunder merupakan kerja
sama yang terjadi di lingkungan sekunder, seperti lingkungan kelas
secara paralel atau organisasi di dalam sekolah yakni Organisasi Intra
Sekolah (OSIS) atau organisasi lainnya misalnya di dalam lingkup
ekstrakurikuler. Sikap siswa dalam kerja sama sekunder lebih
individualis dibanding kerja sama primer karena lebih mementingkan
menyelesaikan pekerjaannya dibandingkan kedekatan antaranggota.
c. Kerja Sama Tersier
Bentuk kerja sama dalam kerja sama tersier bersifat longgar dan
mudah pecah. Hal ini dapat terjadi bila alat penyatu tidak membantu
masing-masing pihak dalam mencapai tujuannya. Contoh dari
kerja sama tersier adalah hubungan siswa yang ditengahi oleh guru
Bimbingan dan Konseling dengan orang tua siswa.

e. Landasan Karakter Kerja Sama dan Manfaat Kerja Sama


Ki Hajar Dewantara (dalam https://bobo.grid.id/read/083492087/
gotong-royong-mengenal-4-landasan-karakter-yang-diperlukan-manusia)
mengemukakan jenis landasan karakter kerja sama sebagaiu berikut.
a. Olah Hati
Olah hati merupakan karakter yang cinta kedamaian serta hidup
yang harmonis. Orang yang memiliki karakter bisa olah hati ini

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
229
akan memiliki rasa suka membantu teman, bersikap positif, dan
pandai bersyukur. Dengan memiliki karakter ini, teman-teman bisa
melakukan gotong royong dengan lebih mudah tanpa rasa beban.
b. Olah Pikir
Kemudian ada juga olah pikir yang merupakan karakter yang penuh
pertimbangan. Selain itu, memiliki karakter ini akan membuat
kita memiliki sikap hati-hati dan teliti. Dari karakter ini, kita akan
mempertimbangkan banyak hal dari banyak sudut pandang. Dengan
memiliki karakter ini, gotong royong atau kerja sama yang dilakukan
bisa jadi lebih terencana dan terarah.
c. Olah Raga
Ada juga karakter olah raga yang merupakan karakter yang bukan
hanya fisik tapi juga tekun dan disiplin. Karakter ini umumnya
dimiliki oleh para olahragawan atau atlet. Orang dengan karakter ini
akan memiliki sikap teguh dan bermental kuat. Dalam sebuah kerja
sama atau gotong royong, karakter ini akan membantu memperlancar
kegiatan yang dilakukan.
d. Olah Rasa dan Karsa
Terakhir adalah olah rasa dan karsa yang merupakan karakter
komunikatif. Selain itu, karakter ini juga memiliki sikap kreatif, serta
antusias dan sangat bersemangat. Jenis karakter ini juga membuat
orang mudah bergaul, bermasyarakat, dan bisa melakukan kerja
sama atau gotong royong dengan lebih baik.
Berdasar beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik simpulan
bahwa bentuk kerja sama sesuai dengan jenjang atau tingkat kedewasaan
berpikir adalah PAUD dan SD (Kerukunan, Primer), SMP (Sekunder,
Tersier)
Manfaat dari adanya kerja sama tentu saja banyak sekali, di antaranya
adalah cepat tercapainay tujuan yang ingin dicapai, menambah solidaritas,
mempertebal rasa tanggung jawab.

230 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
3. Pembelajaran dan Asesmen
1. Pendekatan: SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode dan Teknik: demonstrasi
4. Model: sintaks pembelajaran
5. Asesmen: pembiasaan
KERJA SAMA
Konsep

Suatu usaha bersama antara indiveidu atau kelompok sosial untuk mencapai tujuan
bersama.
Aspek Subnilai Pengembangan Subnilai Kerja Sama
Kerja Sama
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Bisa bekerja Menjelaskan tentang Memperhatikan Bisa memraktekkan
sama membantu tatacara berdiskusi. penjelasan guru diskusi di sekolah.
kesulitan Menayangkan foto tentang tatacara Bisa berkomentar
teman saat atau video tentang berdiskusi. tentang hasil
diskusi dalam diskusi. Menyaksikan diskusi.
pembelajaran. Memberikan penayangan foto atau Bisa menuliskan
pertanyaan video. pengalamannya
sederhana terkait Menjawab saat mengikuti
dengan tayangan pertanyaan diskusi.
video. sederhana terkait
Meminta siswa untuk dengan tayangan
berkomentar atau video.
berpendapat tentang Berkomentar atau
video tersebut. berpendapat tentang
Meminta siswa video tersebut.
menuliskan atau Menuliskan atau
bercerita tentang bercerita tentang
pengalamannya pengalamannya
berdiskusi saat berdiskusi saat
pembelajaran. pembelajaran.

4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah. Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan
budaya material.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
231
1. Budaya Pikir
Ungkapan tradisional terkait dengan subnilai “Kerja Sama”
PAUD SD SMP
Keplok ora tombok. Jalukan ora wewehan. Sepi ing pamrih rame
ing gawe.
ikut bergembira suka meminta tetapi sedikit permintaan tetapi
menikmati tetapi tidak tidak suka memberi banyak bekerjanya
ikut iuran/pendapat/
tenaga

2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan subnilai
“Kerja Sama” orang Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Andil dan tidak hanya Suka memberi, tidak Bekerja tanpa pamrih,
ikut menikmati saja. hanya meminta saja. misalnya saat kerja
bakti.

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).

232 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
3. Budaya Material
Hasil karya atau produk budaya Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Tugu Jogja, sebagai simbol Bangsal Srimanganti berfungsi Bangsal Kencono merupakan
manunggaling kawula gusti. sebagai persinggahan sultan tempat singgasana Sultan
https://wonderfulimages. pada saat akan kembali ke serta digelarnya berbagai
kemenparekraf.go.id/read/402/ Kedhaton. https://jogjacagar. upacara penting penting di
tugu-golong-gilig-yogyakarta jogjaprov.go.id/detail/166/ lingkungan kraton. Bangsal
kraton-bangsal-srimanganti Kencono dibangun oleh Sultan
Hamengku Buwono I pada
tahun 1719 tahun Jawa.
https://jogjacagar.jogjaprov.
go.id/detail/166/kraton-
bangsal-kencono

5. Refleksi
1. Pembelajaran “kerja sama” ditanamkan semenjak usia dini.
2. Pembelajaran “kerja sama” mendasari budi pekerti yang baik.
3. Pembelajaran “kerja sama” (afektif) mendasari pendidikan
psikomorik dan kognitif.
4. Asesmen pembelajaran “kerja sama” dilakukan dengan
pembiasaan untuk menuju ke pembudayaan sehingga menjadi
karakter.
5. Pembelajaran “kerja sama” (afektif) dilaksanakan secara praktis
dengan memraktikkannya (psikomotorik).

6. Rangkuman
Dalam mengaktualisasikan subnilai “kerja sama”, siswa Yogyakar-
ta selalu berusaha keras bersatu-padu dan bahu-membahu mengerah-
kan segenap sumber daya baik yang aktual maupun yang masih poten-

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
233
sial sehingga tercapai golong gilig, dapat terkonsentrasi (sawiji) untuk
didayagunakan meraih cita-cita dan hasil yang diinginkan.

E. BAHASA
1. Materi
1. Filosofi, Nilai, Subnilai dan Indikator
a. Filosofi : Manunggaling Kawula gusti
b. Nilai : Golong Gilig
c. Subnilai : Bahasa
d. Indikator :
1) Menyebut bahasa yang dipakai sehari-hari.
2) Menyebut bahasa yang lebih sering dipakai.
3) Menyebut 2 ragam bahasa Jawa.
4) Menyebut ragam bahasa Jawa yang lebih sering dipakai
5) Menggunakan unggah-ungguh bahasa Jawa sesuai
konteks.
6) Menulis cerita pengalaman menggunakan bahasa dalam
keseharian.
7) Mengapresiasi karya sastra Jawa.
8) Membaca aksara Jawa
9) Menulis aksara Jawa

2. Konsep Materi
a. Manunggaling Kawula gusti
Kata gusti sengaja ditulis tidak menggunakan huruf kapital,
karena gusti di sini bermakna guru, sedangkan kawula bermakna siswa.
Manunggaling kawula gusti berarti kesatuan antara guru dan murid dalam
perspektif pembelajaran.
Dalam pembelajaran antara siswa dan guru harus manunggal
(menyatu), yakni manunggal dalam tujuan, materi, proses pembelajaran,
evaluasi, refleksi, dan tindak lanjut. Kesatuan tujuan akan menghantarkan
siswa dalam upaya mencapai kompetensi yang harus dikuasai. Kesatuan

234 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
materi merupakan konten kompetensi yang akan dicapai. Proses pembelajar
merupakan kegiatan nyata interaksi antara siswa dan guru dalam upaya
mencapai tujuan atau meraih kompetensi. Evaluasi dilakukan oleh guru
kepada siswa. Siswa mengerjakan evaluasi sebagai pengukuran taraf
ketercapaian tujuan dan penguasaan materi pembelajaran. Refleksi adalah
evaluasi diri (pembelajaran, guru, dan siswa) dalam upaya mencapai tujuan.
Misalnya keunggulan dan kekurangan proses pembelajaran, aktivitas siswa,
aktivitas guru, dan alat evaluasi, cara penilaian, dan pemberian balikan.
Hasil refleksi ditindaklanjuti dalam aktivitas lanjutan guru perbaikan
percapaian tujuan atau kegiatan belajar selanjutnya.

b. Golong Gilig
Dengan manunggal antara guru dan siswa, maka nilai golong gilig
akan lebih mudah dapat tercapai. Golong gilig di sini adalah pengerahan
segenap sumber daya. Siswa dan masyarakat Yogyakarta harus memulainya
dengan tekad bulat menyatukan segenap kemampuan cipta, rasa, dan karsa.
Dalam mengaktualisasikan nilai-nilai adiluhung ini, siswa dan masyarakat
Yogyakarta selalu berusaha keras bersatu padu dan bahu-membahu
mengerahkan segenap sumber daya baik yang aktual tampak maupun yang
masih potensial tak tampak dari semua pihak. Tua maupun muda, lelaki
maupun perempuan, baik pemimpin maupun rakyat.
Berikut adalah makna kata golong gilig berdasar beberapa kamus.
Kata Kamus Pepak Kamus Bhs. Surinaams Javaans Kamus Lengkap,
Basa Jawa Jawa-Indonesia, Nederlands Mangunsuwito
Prawiroatmodjo Woordenboek,
Hein Vruggink
golong nunggal, kepelan sehati, sega golong (107) glundhungan
sega, klompok kumpulan (149) gedhe, kumpul
(312) siji (59)
gilig dawa bunder bulat torak (143) cylindrisch rond dawa bunder
(308) (103) (56)

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
235
c. Bahasa
Menurut KBBI bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi,
dan mengidentifikasi diri (https://kbbi.web.id/bahasa). Berkaitan dengan
fungsi bahasa, (Keraf, 2004:3 dalam https://repository.ump.ac.id/6396/3/
NOVIANA%20DWI%20ERMAWATI%20BAB% 20II.pdf) mengatakan
bahwa bahasa mempunyai empat fungsi yaitu:
(1) sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri,
(2) alat komunikasi,
(3) alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan
(4) alat mengadakan kontrol sosial.
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat berinteraksi dengan manusia,
alat untuk berfikir, serta menyalurkan arti kepercayaan di masyarakat.
Bahasa juga berfungsi sebagai identitas suatu suku atau bangsa karena
keunikannya. Karena setiap suku atau bangsa tentunya memiliki bahasa
yang berbeda.

d. Jenis Bahasa Jawa


Suku Jawa memiliki bahasa sendiri yakni bahasa Jawa. Secara garis
besar, kita rinci menjadi dua kategori berdasar kata dan kumpulan katanya.
Berdasar kata/ tembung, dibagi menjadi 2, yakni kata ngoko dan krama
(krama madya, krama inggil dan krama andhap). Dalam praktek penerbitan
buku, kata krama inggil dan krama andhap sering dijadikan satu kelompok
karena jumlah kata krama andhap hanya sedikit.
Berdasar kumpulan kata (yang kita sebut kalimat/ ukara), kita kenal
ada 2 yakni kalimat ngoko (terdiri ngoko lugu dan ngoko alus) dan kalimat
krama (terdiri krama lugu dan krama alus). Di sini, kita tidak terlalu
mengupas secara teoritis tetapi subnilai bahasa bersifat implementasi
sebagai suatu keterampilan bukan teori berbahasa about the language for
usage but use the language.

236 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Penekanan pada buku ini adalah pada fungsi komunikatif secara
praktis dengan tetap memperhatikan fungsi referensialnya agar kita tetap
memegang pedoman. Hal ini dapat dihubungkan dengan pernyataan
Mendiknas (A. Yahya Muhaimin, 2001), yakni fungsi referensial dan
komunikatif. Fungsi referensial kata adus dan siram, adalah sama yakni
pekerjaan membersihkan badan dengan air dan sabun. Sedangkan fungsi
komunikatif kata adus itu diterapkan untuk siswa. Fungsi komunikatif kata
siram, dipakai untuk orang tua atau yang dituakan.
Bagi siswa PAUD, sering kita dengan lagu Ayo Kondur. Syairnya
adalah Ayo kondur ayo kondur, kondur bebarengan, ana dalan ana ndalan,
ra pareng tukaran. Kalau dirasakan, isinya memang baik. Ajaran agar
kalau pulang itu bersamaan, berjalan bersama agar meningkatkan rasa
kebersamaan, rukun, jangan sampai ada perkelahian.
Dilihat dari pemakaian katanya, jelas kurang sesuai karena siswa
memakai kata jenis
krama inggil kondur, yang sebaiknya cukup memakai kata bali.
Lagu ini sudah terlanjur dipakai secara meluas dari dulu, sehingga
sudah tidak terasa jika itu ada kekurang sesuaian. Sudah menjadi hal yang
wajar. Dari sisi lain, tembang ini mempunyai maksud sbb.: 1) agar siswa yang
melagukan atau mendengarkan itu mulai menggunakan kata yang baik dan
halus terhadap orang lain, 2) pengarang mempunyai maksud agar siswa
sudah mulai menggunakan kata yang baik dan halus terhadap orang lain,
3) oleh karena itu, guru yang mengajarkannya harus bisa menerangkannya
kepada siswa. Guru bisa menerangkan jika siswa di rumah mengucapkan
kalimat Pak kula badhe kondur itu kurang sesuai, karena yang kondur itu
orang tua.
Bagi siswa SD dan SMP, sering menirukan niat puasa, misalnya niyat
ingsun pasa saking anekani.... Guru harus bisa menerangkan bahwa yang
sesuai adalah niyat aku pasa.... Namun karena sudah berjalan lama sekali,

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
237
maka ini sudah menjadi hal yang biasa dan sulit untuk dikembalikan
kepada unggah-ungguh bahasa yang sesuai.
Di bawah ini beberapa contoh kata ngoko sampai ke tataran krama
inggil.
KRAMA (K)
NGOKO (N)
MADYA (KM) ANDHAP (KA) INGGIL (KI)
(1) (2) (3) (4)
aba, akon, kon aken ngaturi, nyuwun dhawuh, ngutus,
tulung mundhut tulung

adoh tebih - -
akeh kathah - -
aku kula dalem, kawula ingsun
ake aken - -
ali-ali sesupe - -
anggo, nganggo angge, ngangge - agem, ngagem
bali wangsul - kondur
bapak bapak - rama
di dipun - -
e ipun - -
entek telas - -
iku menika - punika
kena pikantuk,angsal kepareng -
lagi nembe - -
lali supe - -
lan kaliyan - -
lanang jaler - kakung
lunga kesah - tindak
lungguh, linggih lungguh,linggih - lenggah, pinarak
mangan nedha/i - dhahar
ngaku ngaken - -
oleh-oleh angsal-angsal - -
omah griya - dalem
pasar peken - -

238 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
KRAMA (K)
NGOKO (N)
MADYA (KM) ANDHAP (KA) INGGIL (KI)
(1) (2) (3) (4)
rana rika - -
saka saking - -
seneng remen - rena
simbah simbah - eyang
teka dugi - rawuh
telu tiga - -
tuku tumbas - pundhut
tunggang tumpak - titih
turu tilem - sare
wadon estri - putri
watara watawis - -
weneh suka atur, caos paring

Di bawah ini adalah contoh rangkaian kata-kata dari tabel di atas, lalu
muncullah kalimat ngoko sampai kalimat krama alus, sebagai berikut.
UKARA NGOKO = (1) kabeh UKARA NGOKO ALUS = (1) + (3) / (4)
Nalika simbah lanang wadon teka, Nalika eyang kakung putri rawuh,
aku lagi mangan. dalem lagi mangan.
UKARA KRAMA = (2) kabeh UKARA KRAMA ALUS = (2) + (3) / (4)
Nalika simbah jaler estri dugi, Nalika eyang kakung putri rawuh,
kula nembe nedha. dalem nembe nedha.

UKARA NGOKO = (1) UKARA NGOKO ALUS = (1) + (3) / (4)


Aku diwenehi oleh-oleh simbah, Dalem diparingi oleh-oleh eyang,
dhuku lan salak. dhuku lan salak.
UKARA KRAMA = (2) kabeh UKARA KRAMA ALUS = (2) + (3) / (4)
Kula dipunsukani angsal-angsal Dalem dipunparingi angsal-angsal
simbah, dhuku kaliyan salak. eyang, dhuku kaliyan salak.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
239
UKARA NGOKO = (1) UKARA NGOKO ALUS = (1) + (3) / (4)
Woh-wohan iku dituku simbah ing Woh-wohan iku dipundhut eyang ing
pasar Beringharjo. pasar Beringharjo.
UKARA KRAMA = (2) kabeh UKARA KRAMA ALUS = (2) + (3) / (4)
Woh-wohan menika dipuntumbas Woh-wohan punika dipunpundhut
simbah ing peken Beringharjo. eyang ing peken Beringharjo.

Ayo, bocah-bocah, padha tanduk anggone mangan! Seharusnya: Ayo,


bocah- bocah, padha imbuh anggone mangan! Demikian juga Bocahe
dilolohi supaya enggal mari. Seharusnya Bocahe dijamoni supaya enggal
mari.

e. Wujud Sastra Jawa


Wujud karya sastra Jawa bermacam-macam. Dalam buku ini hanya
dibahas beberapa contoh saja sesuai perkembangan PAUD, SD dan SMP.
1) Dongeng (PAUD)
Dongeng yaitu cerita yang tidak ada kenyataannya. Dongeng hanya
berdasar kepandaian orang yang mereka-reka. Maka kata dongeng
diidentikkan dengan kata- kata dipaido keneng. Contoh dongeng
adalah: Kancil Nyolong Timun, Kancil karo Gajah, Kancil karo Baya,
Abu Nawas arep Mabur, Abu Nawas Gawe Kraton ing Langit, Abu
Nawas Bage Sedhekah.
2) Mithe (SD)
Mithe yaitu cerita yang berhubungan dengan kepercayaan adanya
makhluk halus misalnya jin, setan,. Contohnya: Crita Nyai Rara
Kidul, Crita Nyai Blorong, thuyul.
3) Geguritan (SMP)
Geguritan itu karangan yang tidak memakai aturan yang pasti. Hanya
berupa barisan kata-kata atau simbol tertentu. Contoh geguritan
(yang berisi tentang aksara Jawa) yang berjudul Nggegulang Aksara
Jawa dening Ngatilah.

240 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
f. Aksara Jawa
Aksara Jawa sangat kental dengan dongeng terjadinya aksara Jawa
seperti tersebut di bawah ini.
Dongeng Dumadine Aksara Jawa
Sawise ngalahake Prabu Dewatacengkar, Ajisaka banjur
jumeneng ratu ing Medhangkamulan utawa Medhangkamulyan.
Asmane dadi Prabu Widayaka utawa Prabu Ajisaka. Prabu
Ajisaka eling marang abdine sing aran Sembada kang ditinggal
ing Pulo Majethi supaya njaga pusakane kang dititipake. Prabu
Ajisaka dhawuh marang Dora supaya methuk Sembada karo
njupuk pusaka keris sing dititipake Sembada.
Dora njaluk pusaka lan ngajak Sembada sowan menyang
Medhangkamulan. Sembada ora gelem menehake pusakane
Ajisaka sebab biyen wis diweling yen sapa wae ora kena njupuk
pusaka mau kajaba Ajisaka dhewe. Kosok baline, Dora uga kudu
bisa ngrampungi dhawuhing ratu, bisa mrantasi gawe yaiku
njupuk pusaka.
Dora lan Sembada padha gelut rame, padha ampuhe, padha
sektine. Akire sampyuh, mati bareng. Sang Prabu ngenteni Dora
lan Sembada ora teka-teka, mula banjur tindak Majethi karo
abdi liyane yaiku Duduga lan Prayoga. Tekan Majethi, sang
Prabu dheleg- dheleg mirsani Dora lan Sembada wis padha dadi
bathang (mati). Saking tresnane marang Dora lan Sembada sarta
bisaa dadi pangeling-eling, Sang Prabu Ajisaka banjur ngarang
aksara Jawa ing ngisor iki (Parwoto, 1987: 53-54 dan https://www.
youtube.com/watch?v=hPX_32gfk_c)

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
241
(https://www.youtube.com/watch?v=hPX_32gfk_c)

Contoh penulisan adalah sebagai berikut.

Aksara Jawa diusahakan agar tetap lestari, berikut salah satu upaya
lewat lomba baca geguritan.

242 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
“Nggegulang Aksara Jawa” dening Ngatilah
Atur kula
Mugya katur bapa ibu guru Ingkang sampun nggegulang
dhateng kula
Duk nalika tangan kula kaku
Saha nalika pikiran kula kopong saking ngelmi Panjenengan
tuntun tangan kula puniki Nyepeng potelot, nyerat aksara Jawa
Ha, Na, Ca, Ra, Ka
Manah kula pitaken “Niki gambar napa aksara?” Namung boten
wantun matur
Amung kendel marikelu
Yekti bapa ibu guru nggegulang kula Nyered, nyerat aksara Jawa,
kebak raos tresna
Matur nuwun bapa ibu guru Ajuning jaman mbekta ewah-
ewahan
Sapunika aksara Jawa sampun saged dhigitalisasi Boten kaku
kados tangan kula jaman sewau
Kanthi teknologi modheren, kita junjung aksara Jawa gung
Kaloka ngrenggani lumahing bantala
Yekti aksara Jawa saged anjayeng bawana
(edit tata tulis oleh Marsono)

3. Pembelajaran dan Asesmen


1. Pendekatan: SAL (Student Active Learning), CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
2. Strategi: deduktif teknik modelling (pemberian contoh)
3. Metode dan Teknik: demonstrasi
4. Model: sintaks pembelajaran
5. Asesmen: pembiasaan

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
243
BAHASA
Konsep
Sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat
untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri
Aspek Subnilai Pengembangan Subnilai Bahasa
Bahasa
Sintaks Guru Sintaks Siswa Asesmen:
Pembiasaan
Bisa berbahasa Menjelaskan Memperhatikan Bisa berbahasa
Jawa dengan pengertian bahasa, penjelasan guru. Jawa dengan baik
baik saat jenis dan fungsinya. Memperhatikan saat pembelajaran.
pembelajaran. Menjelaskan contoh guru. Terbiasa
Bisa bersusastra pengertian sastra, dan Menulis cerita bersasstra Jawa
dengan baik. jenisnya. pengalamannya Terbiasa
Bisa menulis Menjelaskan dalam hal memanfaatkan
aksara Jawa. pengertian perihal berbahasa, aksara Jawa
Bisa membaca aksara Jawa. bersastra dan Terbiasa menulis
aksara Jawa. Memberikan contoh beraksara Jawa cerita pengalaman
berbahasa yang berdasar apa yang
baik. telah dialami dalam
Memberikan contoh berbahasa,
bersastra yang baik. bersastra, dan
Memberikan contoh beraksara Jawa.
beraksara Jawa yang
baik.
Meminta siswa
menuliskan atau
bercerita tentang
pengalamannya
dalam hal berbahasa,
bersastra dan
beraksara Jawa.
Memberikan contoh bersastra, dan
bersastra yang baik. beraksara Jawa.
Memberikan contoh
beraksara Jawa yang
baik.
Meminta siswa
menuliskan atau
bercerita tentang
pengalamannya
dalam hal berbahasa,
bersastra dan
beraksara Jawa.

244 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
4. Atmosfir
Atmosfir PKJ yang dimaksud adalah situasi pelaksanaan kegiatan
budaya di sekolah.
Budaya terdiri atas budaya pikir, budaya tindak, dan budaya material.
1. Budaya Pikir
Ungkapan tradisional terkait dengan subnilai “Bahasa”
PAUD SD SMP
Kenes ora ethes. Esuk dhele sore tempe. Ajining bangsa
gumantung saka budaya.
Kebanyakan bicara Tidak tetap Harkat dan martabat
tetapi tidak bisa pendiriannya. suatu bangsa
melakukan. tergantung pada
budayanya.

2. Budaya Tindak
Tindakan, perilaku, atau aktivitas yang terkait dengan subnilai
“Bahasa” orang Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Berbicara dengan hati-hati. Diskusi pentingnya satunya kata Berpakaian putih biru sesuai
dan perbuatan (https://www. ketentuan.
google.com/search?q=
gambar+siswa+SD+di+kelas)

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
245
3. Budaya Material
Hasil karya atau produk budaya Jawa Yogyakarta.
PAUD SD SMP
Museum Sonobudoyo Perpustakaan DIY Balai Bahasa
tempat baca (literasi tempat baca (literasi tempat baca (literasi
numerasi termasuk numerasi termasuk numerasi termasuk
aksara Jawa) aksara Jawa) aksara Jawa)

(https://id.images.search.yahoo.com/search/images...).

5. Refleksi
1. Pembelajaran “bahasa” ditanamkan semenjak usia dini.
2. Pembelajaran “bahasa” mendasari budi pekerti yang baik.
3. Pembelajaran “bahasa” (afektif) mendasari pendidikan
psikomorik dan kognitif.
4. Asesmen pembelajaran “bahasa” dilakukan dengan pembiasaan
untuk menuju ke pembudayaan sehingga menjadi karakter.
5. Pembelajaran “bahasa” (afektif) dilaksanakan secara praktis
dengan memraktikkannya (psikomotorik).
6. Rangkuman
Dalam mengaktualisasikan subnilai “bahasa”, siswa dan masyarakat
Yogyakarta harus selalu berusaha keras bersatu-padu dan bahu-membahu
mengerahkan segenap sumber daya baik yang aktual maupun yang masih
potensial dari semua pihak secara total golong gilig. Apalagi budaya bangsa
(termasuk bahasa) menentukan harga diri suatu bangsa sesuai dengan
ungkapan tradisional Ajining bangsa gumantung saka budaya.
Sehingga seluruh sumber daya itu dapat terkonsentrasi (sawiji) untuk
didayagunakan meraih cita-cita dan hasil yang didambakan.

246 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
BAB 6.
PENUTUP
BAB 6.
PENUTUP

J alma kang Utama merupakan modal terjadinya harmonisasi kehidupan


masyarakat Ngayogyakarta karena Jalma kang Utama berperilaku yang
senantiasa karyenak tyasing sasama. Karyenak tyasing sasama mengingatkan
kita pada Wong Agung ing Ngeksiganda atau Mataram, yakni Panembahan
Senapati pendiri Kerajaan Mataram Islam. Buku ini disusun dengan tetap
memuliakan para pendahulu, mengapresiasi pemimpin sekarang, dan
mengantisipasi masa depan. Dengan perilaku Jalma kang Utama tersebut
dapat dicapai manusia yang cerdas namun senantiasa menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan karena memiliki jiwa satriya.
Untuk membentuk jiwa satriya kawula Ngayogyakarta Hadiningrat,
PKJ memformulasikan inspirasi visioner Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta dan juga sebagai Raja Kraton Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X yang disebut Widya Saka
Tunggal. Widya Saka Tunggal sebagai sumber PKJ dengan penyangga
utama adalah Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningat dan
Kadipaten Pakualaman dan dilengkapi dengan Pendidikan Pesantren/NU,
Muhammadiyah, Taman Siswa, dan Pendidikan Modern).

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
249
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka

Ratna, D. 2016. Inilah Macam-Macam Jenis Keadilan Menurut Para Ahli.


https://www.merdeka.com/pendidikan/inilah-macam-macam-
jenis-keadilan-menurut-para-ahli.html.
Depdiknas. 2001. Pedoman Pendidikan Budi Pekerti pada Jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah. Buku I. Jakarta: Dijen Dikdasmen
_________. 2001. Pedoman Penciptaan Suasana Sekolah yang Kondusif
dalam Rangka Pembudayaan Budi Pekerti Luhur bagi Warga Sekolah
Buku II. Jakarta: Dijen Dikdasmen.
Padmopuspita, Asia, 1996. Pustaka Sumber Ajaran Budi Pekerti. Makalah
seminar, Yogyakarta: IKIP.
Pradipta, Budya. 1996. Pendidikan Budi Pekerti dalam Mualatan Lokal
Bahasa Jawa. Makalah seminar. Yogyakarta: IKIP.
Suwarna, 1999. Integrasi Pendidikan Budi Pekerti di SD. Makalah Seminar
Dinas P dan P. Yogyakarta
________. 2002. Pendidikan Budi Pekerti Melalui Strategi Belajar Mandiri.
Makalah Seminar Lustrum V SLTP Depok I. Yogyakarta: SLTP.
________. 2000. Media Pembelajaran Budi Pekerti. Makalah Seminar Budi
Pekerti MGMP Bahasa Jawa se-Kabupaten Sleman. Yogyakarta.
_______ 1996. Pendidikan Budi Pekerti dalam Lagu Dolanan Anak. Hasil
Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
253
_______. 2000. Pendidikan Afektif Terintegratif sebagai Peletak Dasar
Pendidikan Moral di TK daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil
Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian.
_______. 1999. Integrasi Pendidikan Budi Pekerti di SD. Makalah Seminar
Dinas P dan P. Yogyakarta
Asmaran As. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali Pers.
Jailani dkk. 1997. Identifikasi Kesulitan Guru SD dalam Pengembangan Aspek
Afektif pada Pengajaran Matematika. Yogyakarta: Puslit Dikdasmen,
Lemlit.
Pines, Maya.1998. “Kembangkan Juga Intelegensi Moral” dalam Mendidik
Anak. Jakarta: Mitra Utama.
Moeslichatoen R. 1999. Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta:
Rineka Cipta.
Suwarna. Dkk. 1996. Pendidikan Budi Pekerti dalam Lagu Dolanan Anak.
Penelitian. Yogyakarta: IKIP.
Suyanto, Slamet. 2001. Pendidikan Budi Pekerti secara Terpadu Melalui
Tematik Unit. Makalah. Yogyakarta: SLTP Muh. Colombo.
A. Yahya Muhaimin. 2001. Makalah Kongres Bahasa Jawa. Yogyakarta:
Kongres 3.
Abu, Munawar. 2007. Psikologi perkembangan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Adisusilo, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai-Karakter Konstruktivisme dan
Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter Di Sekolah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,
Apriyantono, A. 2014. Petuah Leluhur Jawa. Kota Depok: Vision03.
Ariesandi. Rahasia Mendidik Anak Agar Sukses dan Bahagia, Jakarta:
Gramedia, 2008
Asriyani, P. 2022. Sabar Sebagai Penguat hati dalam https://fpscs.uii.ac.id/
blog/2022/03/11/ sabar-sebagai-penguat-hati/.
Bams. 2023. Norma Kesusilaan: Pengertian, Tujuan, dan Contohnya.
https://pasla.jambiprov.go.id/norma-kesusilaan-pengertian-tujuan-
dan-contohnya/

254 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Care Ethics Maureen Sander-Staudt, The Internet Encyclopedia of
Philosophy, ISSN 2161-0002, http://www.iep.utm.edu/, 22/3/2016
Darusuprapta. 1988. Serat Wulang Reh. Surabaya: Citra Jaya Murti.
Hakim. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri, Jakarta: Puspa Swara.
Hein Vruggink. 2001. Surinaams Javaans Nederlands Woordenboek. Leiden:
KITLV Uitgeverij.
Henny Nurhendrayani. 2017. Disiplin di Rumah, di Sekolah dan di
Masyarakat http://pkbmdaring.kemdikbud.go.id/suka/content/
read/artikel/52/disiplin-di-rumah-di-sekolah-dan-di-masyarakat.
http://eprints.umpo.ac.id/7017/3/Skripsi%20Asli%20PDF-1-8.pdf
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/raudhah/article/view/785
(diakses maret 2023)
http://pkbmdaring.kemdikbud.go.id/suka/content/read/artikel/52/
disiplin-di-rumah-di-sekolah-dan-di-masyarakat.
http://yd.blog.um.ac.id/bunda-perlu-terapkan-5-hal-ini-untuk-
mengajarkan-sikap-rendah-hati-di-paud/ diakses Maret 2023
https://123dok.com/article/keadilan-ketertiban-kesejahteraan-masyarakat-
wujud-masyarakat-bermoral-mentaati.z132o7eq diakses maret 2023
https://bobo.grid.id/read/083492087/gotong-royong-
mengenal-4-landasan-karakter-yang- diperlukan-
manusia?page=all#:~:text=Tokoh%20pendidikan%20Ki%20
Hajar%20 Dewantara,dan%20olah% 20rasa%20dan%20karsa.
https://budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/404-dolanan-dhakon https://
budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/406-dolanan-benthik https://
encrypted-
https://dispendik.mojokertokab.go.id/relasi-tata-tertib-sekolah-dengan-
pendidikan-moral/ diakses maret 2023
https://id.wikipedia.org/wiki/Adil
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerja_sama
https://id.wikipedia.org/wiki/Memayu_hayuning_bawana

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
255
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengendalian_
diri#:~:text=Pengendalian%20diri%20adalah%20ke mampuan%20
seseorang,dan%20dapat%20diterima%20oleh%20lingkungannya.
https://jagad.id/pengertian-definisi-multimedia-jurusan-jenis-manfaat-
dan-contoh/).
https://lib.ummetro.ac.id/index.php?p=show_detail&id=8522 diakses
maret 2023
https://mediaindonesia.com/opini/272147/ etika-peduli-dan-peduli-etika
https://wonderfulimages.kemenparekraf.go.id/read/402/tugu-golong-
gilig-yogyakarta https://jogjacagar.jogjaprov.go.id/detail/166/
kraton-bangsal-srimanganti
https://www.gramedia.com/literasi/contoh-sikap-rendah-hati/ diakses
,Maret 2023
https://www.gramedia.com/literasi/nilai-moral/ diakses Maret 2023
https://www.idntimes.com/life/inspiration/peter-eduard/jenis-
pengendalian-diri-c1c2
https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/29/060000069/bahasa-
pengertian-fungsi-dan-manfaatnya?page=all#:~:text=Fungsi%20
utama%20bahasa%20adalah%20sebagai,menyalurkan%20arti%20
kepercayaan%20di%20masyarakat.&text=Selain%20sebagai%20
alat%20komunikasi%20maupun,pada%20lingkup%20bahasa%20
itu%20sendiri.
https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/22/173649679/irama-
pancasila-ki-hadjar- dewantara?page=all
https://www.silabus.web.id/pengertian-rendah-hati/ diakses Maret 2023
Kamus Besar Bahasa Indonesia KKBI)
Kartini Kartono. 2000. Psikologi Anak, Jakarta: Alumni.
Kementerian Pendidikan nasional. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan
Karakter. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional
Khalifa Bisma Sanjaya. 2020. Disiplin Berkesinambungan, Yogyakarta: Elex
Media Komputindo.

256 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
Kusni, dkk. 2018. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: CV Budi Utama.
M. Furqon Hidayatullah. 3020. Pendidikan Karakter: Membangun
Peradaban Bangsa, Surakarta: Yuma Pressindo.
Marsono, dkk. 2003. Kaloka Basa 1. Yogyakarta: Bela Pustaka.
Mohammad Mustari. 2014. Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Muhammad Yaumi. 2014. Pendidikan Karakter : Landasan, Pilar dan
Implementasi, Jakarta: Kencana.
Mulyasa. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muslikhin, Muslikhin (2022) Karakteristik sabar dalam
perkembangan kognitif, emosi dan sosial anak usia 3-6
tahun pada proses belajar menggunakan metode bercerita.
Bandung: UIN Sunan Gunung Djati
Nining Febriani, (2017) Membangun Karakter Disiplin dengan Nilai Moral.
https://berau.prokal.co/read/news/48908-membangun-karakter-
disiplin-dengan-nilai-moral.
Nining Febriani, https://berau.prokal.co/read/news/48908-membangun-
karakter-disiplin-dengan-nilai-moral. Diakses Maret 2023Henny
Nurhendrayani http://pkbmdaring.kemdikbud.go.id/suka/content/
read/artikel/52/disiplin-di-rumah-di-sekolah-dan-di-masyarakat
(diakses 16 Maret 2023)
Nurmansyah, Gunsu. 2019. Pengantar Antropologi. Lampung: Aura
Publisher.
Parwoto. 1987. Wulang Basa 2. Yogyakarta: Caraka.
Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Kamus Baoesastra Djawa. Batavia: J.B.
Wolters Uitgevers Maatschappij Groningen.
Putri Asriyani, Sabar Sebagai Penguat hati. https://fpscs.uii.ac.id/
blog/2022/03/11/sabar-sebagai-penguat-hati/ diakses Maret 2023)
Retno Listyarti. 2012. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif
dan Kreatif, Esensi,
Rizal Fadli, https://www.halodoc.com/artikel/pentingnya-pembelajaran-
moral-rendah-hati-pada-anak) diakses maret 2023.

Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar
257
S. Padmoseokotjo. 1967. Sarine Basa Djawa. Jakarta: Balai Pustaka.
S. Prawiroatmodjo. 1988. Kamus Bhs. Jawa-Indonesia. Jakarta: Haji
Masagung.
S.A. Mangunsuwito. 2002. Kamus Lengkap. Bandung: Yrama Widya.
Sudaryanto (editor). 2001. Kamus Pepak Basa Jawa. Yogyakarta: Badan
Pekerja Kongres Bahasa Jawa 3.
Sutami, Manusia Moralitas Dan Hukum, JURNAL HUKUM KAIDAH
Voume :18, Nomor : Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan
Masyarakat.
Suwardi. 2003. Budi Pekerti dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: PT Hanindita
Graha Widya.
Suwarna, dkk. 2005. Pengajaran Mikro. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Thomas Lickona. 2013. Mendidik untuk Membentuk Karakter: Bagaimana
Sekolah dapat Mengajarkan Sikap Hormat dan tanggungjawab,
Jakarta: Bumi Aksara.
www.wikipedia.org
Zakiah Daradjat. 1995. Kesehatan Mental, Jakarta: Masagung.

258 Buku Panduan Pendidikan Khas Kejogjaan


Pendidikan Dasar

Anda mungkin juga menyukai