Anda di halaman 1dari 58

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS

A. KAJIAN TEORI

1. Metode Mengajar

1.1 Hakekat Metode Mengajar

a. Metode

Metode menurut Piter Salim dan Yenny Salim (1991: 580)

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer adalah “Cara

yang teraturdan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud”. Metode

atau model adalah cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk

mencapai tujuan (Winarno Surakhmad, (1986:95).

Sedangkan Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 114)

menyatakan bahwa “Metode adalah cara-cara untuk mencapai

tujuantertentu”. Hal serupa dikatakan oleh IL. Pasaribu dan

Simanjuntak (1980:26) mengatakan “Metode adalah cara yang

sistematis yang digunakan untuk mencapai tujuan”. Cara yang

sistematis ini merupakan bentuk konkrit daripada penerapan petunjuk-

petunjuk umum pengajaran pada proses pengajaran tertentu. Metode

dalam bahasa Arab adalah Thariqah (Abdul Majid, 2007:133), yaitu

rencana menyeluruh tentang penyajian materi ajar secara sistematis

dan berdasarkan pendekatan yang ditentukan. Selain itu, metode

bersifat procedural.

9
10

Berdasarkan pendapat tersebut, maka metode adalah cara

yangteratur dan merupakan alat untuk mencapai maksud dan tujuan

tertentu.

b. Mengajar

Mengajar adalah membimbing kegiatan siswa belajar dengan

mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar

siswa, sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa

melakukan kegiatan belajar (Nana Sudjana, 1996:7). Selain itu,

mengajar dapat dikatakan proses menyampaikan ilmu pengetahuan

atau bahan pelajaran kepada siswa atau anak. Mengajar merupakan

suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup

berat. Mengajar berusaha membimbing siswa dalam kegiatan belajar

mengajar (Moh. Uzer Usman, 2001: 6). Mengajar menuntut

keterampilan tingkat tinggi karena harus dapat mengatur berbagai

komponen dan menyelaraskan untuk terjadinya proses belajar

mengajar yang efektif. Mengajar pada intinya adalah menanamkan

pemahaman yang mengarah pada timbulnya perubahan perilaku

belajar siswa. Teori menyatakan bahwa “Mengajar adalah aktivitas

mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya, sehingga

menciptakan kesempatan bagi anak untuk melakukan proses belajar

secara efektif” ( S. Nasution, 2000:4).

Definisi yang modern di negara-negara yang sudah maju

menyatakan teaching is the guidance of learning, mengajar adalah


11

bimbingan kepada anak dalam proses belajar mengajar (Roestiyah,

1989:13). Dalam definisi ini menunjukkan bahwa yang aktif adalah

anak yang mengalami proses belajar mengajar.

Sedangkan guru hanya membimbing, menunjukkan jalan

dengan memperhitungkan kepribadian anak. Biggs, seorang pakar

psikologi kognitif masa kini membagi konsep mengajar menjadi tiga

macam pengertian, yaitu:

a) Pengertian kuantitatif, mengajar berarti the transmission of

Knowledge atau penularan pengetahuan.

b) Pengertian institusional,mengajar berarti the efficient

orchestration of teaching skiil atau penataan segala

kemampuan mengajar secara efisien.

c) Pengertian kualitatif, mengajar berarti the facilitation of

learning atau upaya membantu memudahkan kegiatan belajar

siswa. (Muhibbin Syah, 2006: 183)

Konsep mengajar tersebut untuk lebih jelasnya dapat penulis

uraikan bahwa pengertian kuantitatif guru hanya dituntut untuk

menguasai materi kemudian menyampaikan kepada siswa tanpa

memperhatikan bagaimana hasil yang akan dicapai nanti. Perilaku

siswa menjadi tanggung jawab siswa sendiri karena guru dianggap

sudah melaksanakan tugas dengan baik. Dalam pengertian

institusional guru dituntut untuk menguasai berbagai teknik mengajar

untuk menghadapi sejumlah siswa yang berbeda karakteristik, dalam


12

hal kemampuan dan keinginannya. Pengertian ini lebih ideal dari pada

sebelumnya karena sudah ada perhatian dari pihak guru terhadap

kepentingan individu siswa. Sedangkan dalam pengertian kualitatif,

guru berinteraksi dengan siswa agar siswa belajar dalam arti

membentuk makna dan pemahamannya sendiri. Jadi, guru tidak

menjejalkan pengetahuan kepada murid, tetapi melibatkannya dalam

aktivitas belajar yang efisien dan efektif. Pengajaran ini berpusat pada

siswa (student centered).

Mengajar bukan merupakan hal yang statis, tetapi merupakan

interaksi yang dinamis antara kondisi sosial, tujuan pengembangan

berpikir, teori-teori belajar, teknologi yang mendukung terutama

dengan aspek personal dan intelektual dari pelajar. Menurut S.

Nasution (2000:8) “Mengajar adalah suatu usaha yang sangat

kompleks, sehingga sukar menentukan bagaimana mengajar yang

baik”.

Pengertian mengajar menurut Choiri Setiawan (2009) adalah

“Suatu keadaan untuk menciptakan situasi yang mampu merangsang

siswa untuk belajar”. Sedangkan pengertian metode mengajar menurut

Tardif dalam Muhibbin Syah (2006:201) berpendapat bahwa mengajar

adalah anyaction performed by an individual (the teacher) with

the intention, of facilitating learning in another individual (the

learner). Pendapat tersebut berarti bahwa mengajar adalah sejumlah


13

tindakan yang dilakukan oleh seorang individu (guru) dengan maksud

atau tujuan, memudahkan pembelajaran dengan individu lain.

Namun, ada beberapa pendapat yang terlampau sempit tentang

mengajar. Tafsiran yang kurang tepat tentang mengajar tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Mengajar adalah menyuruh anak menghafal.

b. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan.

c. Mengajar adalah menggunakan satu metode mengajar

tertentu.

(S. Nasution, 2000: 7)

Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa mengajar merupakan kegiatan mengorganisir dan mengatur

lingkunganyang ada di sekitar siswa, sehingga proses belajar mengajar

yang berupa menanamkan pemahaman untuk timbulnya perubahan

tingkah laku siswa dapat berjalan dengan efisien dan efektif.

c. Metode Mengajar

Metode mengajar terkadang disebut dengan teknik penyajian.

Menurut Slameto metode belajar mengajar mempunyai pengertian,

yaitu “Cara atau jalan untuk mencapai tujuan pengajaran”. Teknik

pengajaran menurut Roestiyah (2001:1) adalah “Teknik pengajaran

yang dikuasai oleh guru untuk mengajarkan atau menyajikan bahan

pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut

dapatditangkap, dipahami, dan digunakan oleh siswa dengan baik”.


14

Sedangkan metode mengajar dapat didefinisikan sebagai pedoman

perencanaan,pelaksanaan, pengajaran serta evaluasi belajar yang

direkayasa sedemikianrupa untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu

pengajaran. ( Muhibbin Syah,2006: 189 )

Dari berbagai pengertian di atas, maka hakekat metode

mengajar adalah cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan

situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung

bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak

yang memuaskan serta tercapainya tujuan pengajaran.

1.2 Pentingnya Kemampuan Guru dalam Memilih Metode Mengajar

Kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan metode

mengajar yang tepat merupakan suatu tuntutan kemampuan profesional

guru agar kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dapat berhasil

secara maksimal. Berdasarkan pendapat dari Mulyani Sumantri dan Johar

Permana (2001: 273) menyatakan bahwa: Untuk ketepatan pemilihan

suatu metode hendaknya guru mempertimbangkan betul kebangkitan

minat dan gairah serta kemampuan peserta didik dalam kegiatan belajar

yang akan dialami. Sudah barang tentu berbagai metode yang digunakan

secara bervariasiakan menunjang keberhasilan kegiatan pengajaran.

Namun demikian, kemampuan dan tersedianya berbagai fasilitas akan

turut pula menentukan pemilihan metode ini.

Pemilihan metode mengajar yang tepat oleh seorang guru atau

calon guru akan dapat membantu siswa belajar secara efektif dan efisien.
15

Untuk dapat memilih suatu metode mengajar yang sesuai, dengan

penguasaan tersebut pengetahuan yang dikuasai semakin luas, terutama

dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Lebih lanjut menurut Winarno

Surakhmad (1986:21) “Cara mengajar yang menggunakan teknik yang

beraneka ragam, penggunaannya disertai dengan pengertian yang

mendalam dari guru akan memperbesar minat belajar siswa-siswa dan

karenanya akan mempertinggi pula hasil belajar mereka”.

1.3 Kriteria Pemilihan Metode Mengajar yang Tepat

Dalam proses belajar, tentunya terdapat metode pembelajaran.

Metode pembelajaran merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk

menciptakan situasi pengajaran yang menyenangkan dan mendukung

kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar siswa yang

memuaskan.

Metode apapun yang digunakan oleh pendidik/guru dalam proses

pembelajaran, yang perlu diperhatikan adalah akomodasi menyeluruh

terhadap prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar ( Abdul Majid, 2007:

136-137 ).

Prinsip- prinsip tersebut dapat penulis uraikan yaitu: Pertama,

berpusat kepadaanak didik. Guru harus memandang anak didik sebagai

suatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang sama.

Kedua, belajar dengan melakukan ( Learning Doing ). Supaya proses

belajar itu menyenangkan, guru harus menyediakan kesempatan kepada


16

anak didik untuk melakukan apa yang akan dipelajarinya. Ketiga,

mengembangkan kemampuan sosial. Keempat, mengembangkan

keingintahuan dan imajinasi. Proses pembelajaran dan pengetahuan harus

dapat memancing rasa ingin tahu anak didik. Kelima, mengembangkan

kreativitas dan keterampilan memecahkan masalah. Proses pembelajaran

dan pendidikan yang dilakukan oleh guru seharusnya bagaimana

merangsang kreativitas dan daya imajinasi anak untuk menemukan

jawaban terhadap setiap masalah yang dihadapi anak didik.

Guru harus memperhatikan kriteria pemilihan metode mengajar

dengan memperhatikan faktor yang dapat menentukan ketepatgunaan

metode. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (1991: 117)

berpendapat bahwa Metode mengajar terdiri dari 4 hal yaitu:

1) Harus relevan dengan tujuan.

2) Harus relevan dengan bahan.

3) Harus relevan dengan kemampuan guru.

4) Harus relevan dengan sistem pengajaran.

Menurut Winarno Surakhmad terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi kualitas suatu metode mengajar. Faktor tersebut yang

dimaksud adalah “Murid, tujuan, situasi, fasilitas, pengajar atau guru”.

Perpaduan pengaruh faktor-faktor itulah yang menjadi pertimbangan

utama untuk menentukan metode mana yang paling baik untuk secara

optimal berpengaruh atas dan terhadap faktor-faktor tersebut. Slameto


17

(1991:98) dalam bukunya Proses Belajar Mengajar menyatakan bahwa

“Sekali suatu metode kita pilih maka itu berarti kita menerima

kelemahannya disamping keunggulannya”. Kriteria pemilihan metode

mengajar menurutnya adalah sebagat berikut :

1) Tujuan pengajaran.

2) Materi pengajaran.

3) Besar kelas (jumlah siswa).

4) Kemampuan siswa.

5) Kemampuan guru.

6) Fasilitas yang tersedia.

7) Waktu yang tersedia.

Sedangkan menurut Winarno Surakhmad (1990:97 ), bahwa

pemilihan dan penentuan metode mengajar dipengaruhi oleh beberapa

faktor, sebagai berikut: anak didik, tujuan, situasi, fasilitas, guru. Dalam

memilih metode juga harus memperhatikan pertimbangan- pertimbangan

sebagai berikut:

1) Selalu berorientasi pada tujuan.

2) Tidak hanya terikat pada satu alternatif.

3) Kerap digunakan sebagai suatu kombinasi dari berbagai metode.

4) Juga kerap digunakan berganti-ganti dari satu metode ke metode

lainnya.

(Suwarna dkk, 1993:39)


18

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa untuk memilih metode mengajar harus mempertimbangkan

beberapa faktor antara lain:

1) Ciri khas dari setiap metode.

2) Tujuan yang akan dicapai.

3) Kemampuan guru dalam menggunakan metode.

4) Keadaan siswa.

5) Waktu yang tersedia.

6) Sarana dan prasarana yang ada.

7) Bahan atau materi pelajaran

2. Pembelajaran

2.1 Pengertian Pembelajaran

Oemar Hamalik (2002: 27), menyatakan bahwa dalam proses

pendidikan di sekolah, tugas utama guru adalah mengajar sedangkan

tugas utama setiap siswa adalah belajar. Belajar merupakan suatu

proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Sedangkan

menurut Fontana seperti yang dikutip oleh Erman Suherman (2001: 8)

bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif

tetap sebagai pengalaman. Menurut Sardiman A. M. (2005:20), belajar

merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian

kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru

dan lain sebagainya. Dari pengertian-pengertian tentang belajar tersebut,

dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku


19

yang relatif tetap dan ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah

pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan,

kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada

individu yang belajar.

Menurut Sardiman A. M. (2005:47), belajar mengacu pada

kegiatan siswa dan mengajar mengacu pada kegiatan guru. Mengajar

pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau

sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk

berlangsungnya proses belajar. Menurut Wina Sanjaya (2005: 87),

tugas utama guru adalah mengajar sedangkan tugas utama siswa

adalah belajar. Lebih lanjut Wina Sanjaya (2005: 87) menyampaikan

bahwa keterkaitan antara belajar dan mengajar itulah yang disebut

sebagai pembelajaran. Menurut Erman Suherman (2001: 8),

pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi

nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.

Masih menurut Erman Suherman (2001: 8), peristiwa belajar yang

disertai proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik

daripada belajar yang semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan

sosial dalam masyarakat. Belajar dengan proses pembelajaran ada

peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif yang sengaja

diciptakan. Sedangkan menurut Moh. User Usman (2000:4),

pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian

perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
20

berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah serangkaian

kegiatan yang melibatkan guru, siswa, dan bahan ajar dalam

lingkungan yang kondusif untuk belajar secara optimal dalam rangka

mencapai tujuan tertentu.

2.2 Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran dilakukan secara sadar dan sengaja, oleh karena itu

pembelajaran pasti mempunyai tujuan. Pembelajaran diartikan sebagai

usaha untuk mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan siswa

dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar. Sistem

lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling

mempengaruhi yaitu tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang

diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan peranan serta ada

hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana

prasarana belajar dan mengajar yang tersedia (Usman,2000:6).

Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa

belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang

belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru

yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dank arena adanya usaha

(http:// krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/ Pengertian dan Ciri-ciri

Pembelajaran).
21

Menurut Smith (2009:29-30) ada 5 kategori utama pembelajaran,

yaitu:

1. Pembelajaran sebagai sebuah peningkatan pengetahuan kuantitatif.

Pembelajaran adalah mendapatkan informasi atau “mengetahui

banyak hal”.

2. Pembelajaran sebagai proses mengingat. Pembelajaran adalah

menyimpan informasi yang bisa diproduksi.

3. Pembelajaran sebagai proses mendapatkan fakta-fakta, keterampilan,

dan metode-metode yang bisa dikuasai dan digunakan sesuai

kebutuhan.

4. Pembelajaran sebagai proses memahami atau mengabstrasikan

makna. Pembelajaran melibatkan bagian-bagian yang berkaitan satu

sama lain dengan subjek permasalahan dan dengan dunia nyata.

5. Pembelajaran sebagai proses penafsiran dan pemahaman akan realitas

dalam sebuah cara yang berbeda. Pembelajaran melibatkan

pemahaman akan dunia dengan menafsirkan kembali pengetahuan.

Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan pengalaman

meliputi perubahan kemampuan berpikir, bertindak dan perasaan. Proses

belajar melibatkan berbagai aktivitas baik fisik, mental maupun perasaan

yang juga melibatkan berbagai komponen yang secara langsung maupun

tidak langsung ikut mempengaruhi proses dan hasil belajar. Pembelajaran

juga bisa diartikan sebagai sebuah proses kegiatan pelaksanaan kurikulum

suatu lembaga pendidikan yang telah ditetapkan (Nana Sudjana, 2001: 1).
22

Pembelajaran menurut Sugandi (2006:9) adalah seperangkat

peristiwa yang mempengaruhi si belajar sedemikian rupa sehingga si

belajar itu memperoleh kemudahan dalam interaksi berikutnya dengan

lingkungan.

Pembelajaran dilakukan secara sadar dan sengaja, oleh karena itu

pembelajaran pasti mempunyai tujuan. Tujuan pembelajaran adalah

membantu kepada siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan

dengan pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah, baik kualitas

maupun kuantitas. Tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan,

ketrampilan, dan nilai atas norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap

dan perilaku siswa (Darsono, 2005:25).

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi

unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur

yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik,

2003:57).

Pembelajaran juga diartikan sebagai usaha untuk mengorganisasi

lingkungan dalam hubungannya dengan siswa dan bahan pengajaran yang

menimbulkan proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-

komponen yang saling mempengaruhi yaitu tujuan instruksional yang

ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus

memainkan peranan serta ada hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan

yang dilakukan serta sarana prasarana belajar dan mengajar yang tersedia

(H. Usman, 2006:6).


23

a. Tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran ialah:

1. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material dan prosedur, yang

merupakan unsur-unsur pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.

2. Kesalingtergantungan (interpendence), antara unsur-unsur sistem

pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur

bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya

kepada sistem pembelajaran.

3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang

hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem

yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami (natural) (Oemar

Hamalik, 2008:65-66).

b. Ciri-ciri Pembelajaran

Ciri-ciri pembelajaran (TIM MKDK, 2000:2005) dapat dikemukakan

sebagai berikut:

1. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara

sistematis.

2. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa

dalam belajar.

3. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan

menantang bagi siswa.

4. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan

menyenangkan bagi siswa.


24

5. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu yang tepat dan

menarik.

6. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik

secara fisik maupun psikologis.

Tujuan pembelajaran merupakan deskripsi tentang perubahan

perilaku yang diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa

belajar telah terjadi.

Perumusan tujuan pembelajaran itu adalah, hasil belajar yang

diinginkan pada diri pembelajar, agak lebih rumit untuk diamati

dibandingkan dengan tujuan lainnya, karena tujuan pembelajaran tidak

dapat diukur secara langsung. Tujuan pembelajaran merupakan bentuk

harapan yang dikomunikasikan melalui pernyataan dengan cara

menggambarkan perubahan yang diinginkan pada diri pembelajar setelah

menyelesaikan pengalaman belajar. Untuk mengukur kemampuan

pembelajar di dalam mencapai tujuan pembelajaran tersebut diperlukan

adanya pengamatan kinerja pembelajar sebelum dan setelah pembelajaran

berlangsung, serta mengamati perubahan kinerja yang terjadi (Anni,

2004:5).

2.3 Komponen Pembelajaran

Komponen pembelajaran terdiri atas:

1. Siswa

Seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan

isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.


25

2. Guru

Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran

lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar

mengajar yang efektif.

3. Tujuan

Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik,

afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan

pembelajaran.

4. Isi Pembelajaran

Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan

untuk mencapai tujuan.

5. Metode

Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.

6. Media

Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk

menyajikan informasi kepada siswa.

7. Evaluasi

Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.
26

3. Pendidikan Kewarganegaraan

3.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

(PPKn) berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Mata

pelajaran Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan

pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, social, bahasa dan

suku bangsa untuk menjadikan warga Negara Indonesia yang cerdas,

terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD

1945.

Jadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata

pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang

memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk

menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter.

3.2 Hakekat Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata

pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari

segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi

warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan

oleh Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004).

Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang

sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral


27

Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang

terakhir pada Kurikulum 2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan.

Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana

untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang

berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan

dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai

individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Landasan Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah Pancasila

dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional

Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan zaman, serta Undang Undang

No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum

Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus Pengembangan

Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang diterbitkan

oleh Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan

Dasar Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

3.3 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

- Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan.
28

- Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak

secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara serta anti korupsi.

- Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup

bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

- Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia

secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan

tekhnologi informasi dan komunikasi.

3.4 Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

- Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam

perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia,

Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,

partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara

Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

- Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan

keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat,

peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional,

hukum dan peradilan internasional.


29

- Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak, dan

kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional

HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

- Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri

sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan

mengeluarkan pendapat, menghargai kep-itusan bersama, prestasi

diri, persamaan keduclukan warga negara.

- Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi

yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di

Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.

- Kekuasaan dalam politik, meliputi: pemerintahan desa dan

kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat,

demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi

menuju masyarakat madam, sistem pemerintahan, pers dalam

masyarakat demokrasi.

- Pancasila meliputi: Pancasila sebagai dasar negara dar ideologi

negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,

pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,

Pancasila sebagai ideologi terbuka.

- Globalisasi meliputi: globalisasi . di lingkungannya, politik luar

negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan

internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi

globalisasi.
30

3.5 Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Dikaitkan dengan pengertian pembelajaran, maka diperoleh

sebuah pengertian bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

adalah upaya membelajarkan siswa untuk dapat memahami hakikat

kewarganegaraan itu sendiri. Selain itu juga dapat menerapkan

pemahaman tentang kewarganegaraannya dalam kehidupan dirumah,

sekolah, dan masyarakat melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau

latihan.

4. Pembelajaran Konvensional

4.1 Pengertian Pembelajaran Konvensional

Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat

banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional.

Pembelajaran konvesional. Pembelajaran konvensional mempunyai

beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya:

a. Djamarah (1996), metode pembelajaran konvensional adalah

metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan

metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah

dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan

anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam

pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan

ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian

tugas dan latihan.


31

b. Freire (1999), memberikan istilah terhadap pengajaran seperti

itu sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber “gaya bank”

penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu

aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa,

yang wajib diingat dan dihafal.

4.2 Ciri-ciri Pembelajaran Konvensional

Secara umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah:

1. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa

menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya

sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai

dengan standar.

2. Belajar secara individual

3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

4. Perilaku dibangun atas kebiasaan

5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final

6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran

7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik

8. Interaksi di antara siswa kurang

9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi

dalam kelompok-kelompok belajar.

Namun perlu diketahui bahwa pengajaran model ini dipandang

efektif atau mempunyai keunggulan, terutama:


32

1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain

2. Menyampaikan informasi dengan cepat

3. Membangkitkan minat akan informasi

4. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan

5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan kelemahan pembelajaran ini adalah sebagai berikut:

1. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan

mendengarkan

2. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik

dengan apa yang dipelajari

3. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu

4. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas

5. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal

4.3 Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Menurut Ujang Sukandi (2003), mendefenisikan bahwa pendekatan

konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan

tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa

mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada

saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Disini

terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah proses

pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai

“pentransfer ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.


33

Sedangkan menurut Philip R. Wallace, pendekatan pembelajaran

dikatakan sebagai pendekatan pembelajaran yang konservatif apabila

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh

bagi muri-muridnya.

2. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat sangat kecil

3. Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan

masa depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi siswa di saat ini.

4. Penekanan yang mendasar adalah pada bagaimana pengetahuan dapat

diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang

menjadi tolak ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan

potensi siswa terabaikan

Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran,

penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan

modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating

(memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan

untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru

lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan

mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi

bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dair ketuntasannya

menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional

dapat dimaklumi sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak


34

berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke

siswa, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep

bukan kompetensi.

Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model

pembelajaran, dimana melalui model pembelajaran yang digunakannya

akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya

yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil

belajar yang optimal atau maksimal.

Memang, model pembelajaran konvensional ini tidak harus kita

tinggal, dan guru mesti melakukan model konvensional pada setiap

pertemuan, setidak-tidaknya pada awal proses pembelajaran dilakukan.

Atau kita memberikan kepada anak didik sebelum kita menggunakan

model pembelajaran yang akan dipergunakan.

5. Pembelajaran Diskusi Kelas Teknik Buzz Grups

5.1 Pembelajaran Diskusi

Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa-

siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang berupa pernyataan atau

pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan

bersama.

Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran

dimana guru memberi kesempatan kepada para siswa (kelompok-

kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna


35

mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun berbagai

alternatif pemecahan atas suatu masalah.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode diskusi

merupakan suatu cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa

dihadapkan pada suatu pertanyaan yang bersifat problematis yang

menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan

gagasannya dengan melakukan eksplorasi terhadap seluruh pengetahuan

yang telah dimiliki sebelumnya. Gagasan-gagasan yang muncul dari

eksplorasi tersebut, akan didebat oleh siswa lain dengan cara memberikan

masukan maupun mengkritik pendapat temannya berdasarkan

pengetahuan awal siswa. Dari hasil pengujian gagasan tersebut akan

dilakukan klarifikasi sehingga terbentuk suatu pengetahuan dan

pemahaman baru.

Dalam diskusi ini, guru berinteraksi dengan siswa untuk menggali

ide-idenya berdasarkan pengetahuan dan pemahaman maupun

pengalaman yang pernah dimiliki sebelumnya. Interaksi tersebut

dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan agar dapat

melakukan refleksi terhadap hal-hal yang tidak dipelajari. Hal ini dapat

membantu siswa untuk membangun konsep-konsep dan pengertian yang

dapat dipahaminya.
36

5.2 Macam-Macam Diskusi

Adapun macam-macam diskusi yang biasa dipakai dalam proses belajar

mengajar, adalah:

a. Diskusi Kelas

Guru mengajukan persoalan dan berfungsi sebagai pengatur,

pendorong, dan berfungsi sebagai pengarah pembicaraan. Persoalan

ditanggapi oleh siswa dan diakhir diskusi diajukan beberapa

kesimpulan.

b. Diskusi Kuliah

Seorang pembicara, guru atau seorang siswa berbicara

mengemukakan masalah selama sekitar 20 atau 30 menit. Setelah

itu diadakan pertanyaan-pertanyaan. Diskusi terbatas pada satu

persoalan sehingga diharapkan persoalan dibicarakan dan dipelajari

secara mendalam.

c. Symposium

Pada dasarnya hampir sama dengan diskusi kuliah, hanya dalam

symposium terdapat beberapa orang yang berbicara atau pengarah

persoalan. Persoalan ditinjau dari berbagai segi, karena itu dalam

symposium permasalahan dibahas secara meluas.

d. Diskusi panel

Terdapat beberapa orang yang membahas beberapa persoalan.

Biasanya 4 atau 5 orang pembicara. Diskusi hanya dilakukan oleh

orang yang ditunjuk, sedangkan siswa lainnya mendengarkan.


37

Untuk mengetahui apakah siswa mengetahui jalan diskusi, mereka

diberi tugas untuk memberi laporan tentang hasil diskusi.

e. Diskusi kelompok kecil

Guru memberikan permasalahan, dibagi menjadi kelompok-

kelompok kecil (3-7 orang). Mereka diberi tugas untuk

mendiskusikan persoalan yang diberikan kemudian wakil dari setiap

kelompok melaporkan hasil diskusinya.

Dari berbagai jenis diskusi tersebut, dalam prakteknya yang biasa

dan banyak digunakan guru dalam proses belajar mengajar adalah

diskusi kelas, diskusi kuliah, diskusi kelompok kecil. Hal ini benar

karena keterbatasan waktu yang ada sedangkan materi yang harus

disampaikan sangat banyak sehingga diskusi kelas, diskusi kuliah, dan

diskusi kelompok kecil paling banyak digunakan dalam proses belajar

mengajar.

5.3 Kegunaan Metode Diskusi Kelompok

Kegunaan metode diskusi kelompok sebagai metode mengajar

diskusi lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak:

a. Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa.

b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan

kemampuannya.

c. Mendapat balikan dari siswa, apakah tujuan telah tercapai.

d. Membantu siswa belajar berpikir kritis.


38

e. Membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri

maupun teman-temannya.

f. Membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai

masalah yang dilihat baik dari pengalaman sendiri maupun dari

pelajaran sekolah.

g. Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.

Sedangkan Pasaribu dan Simandjuntak menyebutkan berbagai

manfaat diskusi kelompok, yaitu:

a. Dalam diskusi anak belajar berpikir tentang suatu masalah.

b. Mereka mendapat latihan untuk mengemukakan pendapatnya.

c. Mempertahankannya, atau mendapat pendapat orang lain yang benar.

d. Mendapat kesempatan untuk berfikir tentang suatu masalah. Setiap

peserta dapat memberikan sumbangan berdasarkan pengetahuan dan

pengalamannya.

e. Dalam diskusi anak-anak belajar bersifat toleran terhadap pendirian

orang alain, lebih hati-hati, dan kritis terhadap pendiriannya sendiri.

Saling mengoreksi dan saling menerima.

f. Hasil belajar dengan diskusi akan lebih mantap daripada hanya dengan

hafalan. Anak akan mengemukakan pikirannya dan pengetahuannya

secara aktif dan efektif dalam menghadapi masalah.

Dari kedua pendapat diatas dikatakan bahwa metode diskusi sangat

cocok apabila guru hendak membantu siswa belajar untuk mengkonstruksi

pengetahuan mereka dengan bertukar pendapat dengan siswa lain. Hal ini
39

benar karean metode diskusi kelompok lebih banyak memberikan

kesempatan pada siswa untuk berpikir dan dapat melatih siswa untuk

mengemukakan pendapat, mempertahankan, menyanggah maupun

mendukung jawaban dari siswa lain.

5.4 Peranan Guru Dalam Diskusi Kelompok

Sehubungan dengan berbagai bentuk (tipe) diskusi dengan

bermacam-macam tujuan, maka peranan guru juga tidak sama dalam

diskusi yang berbeda-beda itu. Sudirman dalam bukunya menyebutkan

secara umum peranan guru dalam diskusi kelompok antara lain adalah:

a. Guru sebagai pengawas

Dalam pelaksanaanya suatu diskusi kelompok, guru tidak boleh

membiarkan siswa berdiskusi begitu saja. Guru sebaiknya mengawasi

pelaksanaan diskusi, baik dari segi teknis diskusinya, materi yang

dibicarakan dalam diskusi, aktivitas siswa dalam diskusi maupun arah

dan sasaran sesuai dengan tujuan diskusi yang diharapkan.

b. Guru sebagai ahli

Dalam diskusi yang hendak (belajar) memecahkan masalah, maka guru

dapat bertindak (berperan) sebagai ahli yang mengetahui lebih banyak

mengenai berbagai hal dari pada siswanya. Di sini guru dapat memberi

tahu, menjawab pertanyaan atau mengkaji (menilai) segala sesuatu

yang sedang didiskusikan oleh para siswa.


40

c. Guru sebagai penghubung kemasyarakatan

Dalam berdiskusi sering tidak lepas dari permasalahan yang berkaitan

dengan kehidupan masyarakat. Hal ini guru dituntut untuk menguasai

dan menunjukkan berbagai kemungkinan kearah pemecahannya sesuai

dengan perkembangan, kenyataan, dan nilai-nilai dalam masyarakat

d. Guru sebagai pendorong (fasilitator)

Pada peranan ini diutamakan bagi siswa-siswa yang belum cukup

mampau untuk mencerna pengetahuan dan pendapat orang lain

maupun merumuskan serta mengeluarkan pendapat sendiri. Agar

informasi ini dapat diselenggarakan dengan baik, guru masih perlu

membantu dan mendorong setiap (anggota) kelompok untuk

menciptakan dan mengembangkan kreativitas setiap siswa seoptimal

mungkin

Dari beberapa paranan guru diatas maka dapat disimpulkan bahwa

guru harus menjamin tata tertib, jangan sampai suasana menjadi tegang,

semua anggota diskusi harus aktif berpartisipasi, yang pemalu harap

dibimbing, murid-murid harus mengerti masalahnya sehingga diskusi tidak

menyimpang dari materi yang sedang dibicarakan. Dan setiap di akhir

diskusi harus ada kesimpulan.

5.5 Pembelajaran Diskusi Kelas

Pembelajaran diskusi kelas merupakan interaksi antara siswa dan

siswa atau siswa dengan guru untuk menganalisis, memecahkan masalah,


41

menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan. Tujuan

pembelajaran diskusi kelas adalah untuk memperbaiki cara berpikir dan

ketrampilan komunikasi siswa dan untuk menggalakkan keterlibatan siswa

di dalam pelajaran.

5.6 Prosedur Penggunaan Metode Diskusi

Prosedur penggunaan metode diskusi merupakan langkah-langkah,

tahapan atau cara dalam kegiatan proses belajar mengajar dengan

menggunakan metode diskusi. Menurut Moedjiono dan Moh Dimyati

(1991:58-59) mengungkapan bahwa prosedur pemakaian metode diskusi

secaraumum terbagi menjadi tiga tahapan, yakni “Tahapan sebelum

pertemuan,selama pertemuan dan setelah pertemuan”. Secara lebih jelas

dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tahapan sebelum pertemuan

Kegiatan yang harus dilaksanakan pada tahapan ini adalah:

a. Pemilihan topik diskusi, yakni suatu kegiatan yang

dimaksudkan untuk menentukan topik diskusi, untuk

melakukannya guru dan atau siswa menggunakan tujuan

yang ingin dicapai serta minat dan latar belakang siswa

sebagai kriteria;

b. Membuat rancangan garis besar diskusi yang akan

dilaksanakan (jikamemungkinkan bagi guru);

c. Menentukan jenis diskusi yang akan dilaksanakan;


42

d. Mengorganisasikan para siswa dan formasi kelas sesuai

dengan jenisdiskusinya.

2. Tahapan selama pertemuan

Selama pertemuan diskusi dilaksanakan, sejumlah kegiatan

yang harusdilaksanakan oleh guru dan para siswa ialah:

a. Guru memberikan penjelasan tentang tujuan diskusi, topik

diskusi, dankegiatan diskusi yang akan dilakukan;

b. Para siswa dan guru melaksanakan kegiatan diskusi (sesuai

jenisdiskusi yang digunakan);

c. Pelaporan dan penyimpulan hasil diskusi oleh siswa bersama

guru; dan

d. Pencatatan hasil diskusi oleh siswa.

e. Tahapan setelah pertemuan

Membuat catatan tentang gagasan-gagasan yang

belum ditanggapi dankesulitan yang timbul selama diskusi;

Mengevaluasi diskusi dariberbagai dimensi dan mengumpulkan

evaluasi dari para siswa sertalembaran komentar.

Selain itu, Tjokrodiharjo dalam Trianto (2007:125)

menguraikanlangkah-langkah guru dalam menyelenggarakan

diskusi dapat dilihat dalamtabel sebagai berikut:


43

Tabel. 1 Langkah-langkah Guru Menyelenggarakan Diskusi

Tahapan Kegiatan Guru

Tahap 1 - Guru menyampaikan tujuan

Menyampaikan tujuan dan pembelajarankhusus dan menyiapkan siswa

mengatur setting untuk berpartisipasi.

Tahap 2 - Guru mengarahkan fokus diskusi

Mengarahkan diskusi denganmenguraikan aturan-aturan dasar,

mengajukanpertanyaan-pertanyaan awal,

menyajikan situasiyang tidak dapat segera

dijelaskan/ menyampaikan isu diskusi.

Tahap 3 - Guru memonitor antar aksi,

Menyelenggarakan diskusi mengajukanpertanyaan, mendengarkan

gagasan siswa,menanggapi gagasan,

melaksanakan aturandasar, membuat catatan

diskusi, menyampaikangagasan kepada siswa

Tahap 4 - Guru menutup diskusi dengan merangkum

Mengakhiri diskusi ataumengungkapkan makna diskusi yang

telahdiselenggarakan kepada siswa

Tahap 5 - Guru menyuruh para siswa untuk

Melakukan tanya jawab memeriksaproses diskusi dan berpikir siswa.

singkat tentang proses diskusi

itu
44

Untuk dapat menjalankan peranan sebagai pemimpin interaksi

melalui diskusi, maka menurut Winarno Surakhmad (1986: 104) pada

umumnya guru sebagai pemimpin diskusi perlu memperhatikan tiga hal,

yaitu:

1. Pemimpin sebagai pengatur lalu lintas jalannya diskusi.

2. Pemimpin sebagai dinding penangkis (umpan balik).

3. Pemimpin sebagai petunjuk jalan dalam pemecahan masalah.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Trianto (2007:124) yang

menyatakan hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam

melakukan diskusi adalah:

a. Menetapkan aturan diskusi dan memfokuskan diskusi.

b. Melaksanakan diskusi.

c. Mengulas diskusi, mengulas jalannya diskusi yang

telah dilakukan

Sedangkan prosedur penggunaan metode diskusi menurut Surjadi

(1989: 63-65) adalah dengan cara membagi tugas antara pemimpin

dengan anggota diskusi, masing-masing mempunyai tugas dalam mendis

kusikan topik yang menjadi minat bersama.

Langkah-langkah penggunaan metode diskusi jenis Buzz Groups

menurut Hizyam Zaini, dkk (2007: 124) adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah dan strategi ini biasanya dimulai dengan memilih

orang yang akan melaporkan hasil diskusi atau juru bicara sekaligus

memimpin diskusi. Kemudian meminta kepada setiap anggota kelompok


45

untuk mengemukakan satu ide untuk menjawab pertanyaan atau

memecahkan masalah yang didiskusikan. Akhirnya mereka harus

menghasilkan satu ide yang disepakati bersama untuk dilaporkan kekelas

besar. Untuk strategi ini biasanya kelompok diberi batasan waktu seperti

lima menit, sepuluh menit atau lebih tergantung kompleksitas

masalahnya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prosedur

pelaksanaan metode diskusi pada penelitian ini menggunakan metode

diskusi kelompok tipe Buzz Groups dengan langkah pembelajaran

sebagai berikut:

1. Siswa dikelompokkan menjadi 4 kelompok, tiap kelompok

beranggotakan 6-7 siswa.

2. Masing-masing kelompok diberi kasus yang berbeda untuk

diselesaikan bersama.

3. Tiap kelompok memprentasikan hasil kelompok disertai dengan

tanya jawab.

4. Pada waktu mempresentasikan tiap kelompok diberi waktu 7-10

menit.

5. Guru mengevaluasi hasil diskusi bersama siswa.

5.7 Metode Kelompok Buzz (Buzz Groups)

Menurut Roestiyah (2001:9) Buzz Group adalah suatu kelompok

besar yang dibagi menjadi 2 (dua) sampai 8 (delapan) kelompok yang


46

lebih kecil sehingga jika diperlukan kelompok kecil ini diminta untuk

melaporkan hasil diskusi yang mereka lakukan kepada kelompok besar.

Menurut Surjadi (1989:34) kelompok Buzz (Buzz Groups) adalah

suatu kelompok yang dibagi kedalam beberapa kelompok kecil (sub-

groups) masing-masing terdiri dari 3-6 siswa dalam tempo yang singkat

untuk mendiskusikan suatu topik atau memecahkan suatu masalah.

Kelompok yang kecil itu akan melaporkan hasil dari kelompok mereka

kepada kelompok besar dan kemudian pada diskusi kelas.

Menurut Hasibuan, dan Moedjiono (2004:20) Buzz group adalah

suatu kelompok besar yang dibagi menjadi beberapa kelompok kecil,

terdiri atas 4-5 orang. Tempat diatur agar siswa dapat berhadapan muka

dan bertukar pikiran dengan mudah. Diskusi diadakan di tengah pelajaran

atau di akhir pelajaran dengan maksud menajamkan kerangka bahan

pelajaran, memperjelas bahan pelajaran atau menjawab pertanyaan-

pertanyaan. Hasil belajar yang diharapkan ialah agar segenap individu

membandingkan persepsinya yang mungkin berbeda-beda tentang bahan

pelajaran, membandingkan interprestasi dan informasi yang diperoleh

masing-masing. Dengan demikian masing-masing individu dapat saling

memperbaiki pengertian, persepsi, informasi, interpretasi sehingga dapat

dihindarkan kekeliruan-kekeliruan.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas, kelompok Buzz dapat

diartikan sebagai suatu metode pembelajaran yang membagi siswanya

dalam suatu kelompok besar yang terdiri dari 10 orang menjadi beberapa
47

kelompok kecil yang terdiri dari 2-3 orang, dan diskusi dilakukan dalam

tiga tahapan yaitu diskusi kelompok kecil, diskusi kelompok besar, dan

diskusi kelas. Setiap kelompok kecil mendiskusikan tugas yang diberikan

dan berkewajiban untuk melaporkan hasil diskusi pada kelompok besar

lalu kemudian kelompok besar mempersentasikan dalam diskusi kelas.

Setiap metode yang diterapkan oleh guru pada saat proses belajar

mengajar pasti memiliki keunggulan dan kelemahannya. Keunggulan dari

metode kerja kelompok Buzz ini adalah :

a. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan

keterampilan berdiskusi

b. Diskusi kelompok Buzz yang membagi kelompok besar menjadi

beberapa kelompok kecil membuat siswa lebih aktif dalam

mengemukakan pendapatnya dan lebih bertanggung jawab atas

tugas yang diberikan kepada mereka.

c. Diskusi yang dilakukan dalam beberapa tahap membuat siswa

lebih mengingat dan memahami apa yang telah mereka

diskusikan.

d. Belajar untuk saling membantu dan tolong-menolong dalam

kelompok untuk mencapai tujuan bersama

Tetapi disamping keunggulan dari metode kelompok Buzz

(Buzz Groups) juga memiliki kelemahan, antara lain yaitu :

a. Keberhasilan metode ini bergantung pada kemampuan siswa

untuk memimpin kelompok.


48

b. Dibutuhkan waktu yang lebih banyak dalam metode kelompok

Buzz.

Menurut Surjadi (1989:35) dalam pelaksanaan metode

kelompok Buzz (Buzz Groups) mempunyai langkah-langkah yang

harus diperhatikan. Sebelum memulai proses pembelajaran, guru telah

terlebih dahulu membentuk kelas menjadi 4 kelompok besar dan

memperkenalkan kepada siswa tentang metode ini. Berikut adalah

langkah-langkah dalam metode kelompok Buzz (Buzz Groups) adalah

a. Persentasi Guru

Pada tahap ini pembelajaran diawali dengan presentasi

kelas yang dilaksanakan oleh guru. Guru memberikan apersepsi

awal yang ada dalam kehidupan sehari-hari tentang topik atau

pokok bahasan yang akan dipelajari. Kemudian guru

menyampaikan konsep-konsep dasar pokok bahasan. Setelah itu

guru membentuk siswa dalam kelompok besar dan memilih satu

pemimpin dari kelompok besar. Setiap pemimpin diberikan tugas.

Adapun tugas dari pemimpin kelompok adalah:

1. Pemimpin kelompok dibantu guru memecah anggota

kelompoknya menjadi 3-4 kelompok kecil yang terdiri dari 2

atau 3 orang.
49

2. Pemimpin mengkoordinir anggota kelompoknya agar diskusi

kelompok kecil dan kelompok besar berjalan baik dan tepat

waktu.

3. Pemimpin juga ikut membantu setiap kelompok kecil dalam

menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

4. Memperingatkan setiap kelompok kecil dua menit sebelumnya

bahwa tugas mereka hampir berakhir.

5. Mengundang kelompok kecil itu untuk berkumpul lagi

menjadi kelompok besar.

6. Mempersilahkan tiap kelompok kecil untuk menyampaikan

hasil diskusi mereka.

7. Mempersilahkan anggota kelompok lain untuk memberikan

tanggapan.

8. Merangkum hasil diskusi kelompok besar.

b. Tahap diskusi kelompok kecil

Setelah pemimpin kelompok dibantu guru membagi

kelompok besar menjadi kelompok kecil, kemudian guru

memberikan tugas berupa LKS kepada setiap kelompok kecil.

Pada tahap ini setiap kelompok kecil berkewajiban menyelesaikan

LKS sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan berkewajiban

melaporkan hasil diskusi pada kelompok besar.


50

c. Tahap diskusi kelompok besar

Pada tahap ini pemimpin kelompok meminta setiap

kelompok kecil untuk bergabung kembali menjadi kelompok

besar. Pemimpin kelompok memimpin jalannya diskusi kelompok

besar sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Setiap kelompok

kecil menyampaikan hasil diskusinya kepada kelompok besar dan

pemimpin kelompok mempersilahkan anggota kelompok lainnya

untuk memberikan tanggapan. Pemimpin kelompok merangkum

hasil diskusi kelompoknya untuk dikumpulkan dan

dipresentasikan dalam diskusi kelas.

d. Tahap diskusi kelas

Guru mengecek pemahaman siswa dengan mempersilahkan

salah satu anggota kelompok besar untuk mempersentasikan hasil

diskusi. Jawaban anggota kelompok tersebut merupakan

perwakilan jawaban dari kelompok. Pada saat salah satu

perwakilan dari kelompok besar mempersentasikan hasil diskusi,

guru mempersilahkan kelompok lain untuk memberikan

tanggapan.

Adapun persamaan antara metode kelompok Buzz (Buzz

Groups) dengan model jigsaw yaitu sama-sama membagi kelas dalam

kelompok kecil tetapi dalam pelaksanaannya menurut Isjoni (2009:54)

dalam model jigsaw terdapat tim ahli yang diambil dari masing-

masing kelompok kecil untuk menguasai dan memahami suatu materi


51

kemudian setiap orang dalam tim ahli kembali lagi kedalam

kelompoknya untuk menjelaskan materi yang telah dipahaminya

kepada anggota kelompok kecil sedangkan kelompok Buzz (Buzz

Groups) tidak, sehingga antara metode kelompok Buzz (Buzz Groups)

dengan model jigsaw berbeda.

Setiap metode pembelajaran selalu mempunyai kelebihan dan

kekurangan. Adapun kelebihan dari metode buzz group antara lain:

a. Mendorong peserta yang malu-malu

b. Menciptakan suasana yang menyenangkan

c. Memungkinkan pembagian tugas kepemimpinan

d. Menghemat waktu

e. Memupuk kepemimpinan

f. Memungkinkan pengumpulan pendapat

g. Dapat dipakai bersama metode lainnya

h. Memberi variasi

Adapun kelemahan dalam diskusi buzz group yaitu :

a. Kemungkinan terjadi kelompok yang terdiri dari orang yang

tidak tahu apa-apa

b. Dapat memboroskan waktu, terutama bila terjadi hal-hal

yang bersifat negative

c. Perlu belajar apabila ingin memperoleh hasil yang maksimal

d. Kemungkinan mendapatkan pemimpin yang lemah


52

e. Laporan hasil diskusi kemungkinan tidak tersusun dengan

baik.

6. Hasil Belajar

6.1 Definisi Belajar


Belajar merupakan hal terpenting yang harus dilakukan manusia

untuk menghadapi perubahan lingkungan yang senantiasa berubah setiap

waktu, oleh karena itu hendaknya seseorang mempersiapkan dirinya

untuk menghadapi kehidupan yang dinamis dan penuh persaingan dengan

belajar, dimana didalamnya termasuk belajar menghadapi diri sendiri,

memahami perubahan dan perkembangan globalisasi. Sehingga dengan

belajar seseorang siap menghadapi perkembangan zaman yang begitu

pesat. Belajar merupakan suatu proses perubahan sikap dan perilaku yang

berdasarkn pengetahuan dan pengalaman pendapat tersebut didukung

oleh penjelasan Slameto (2010:2), bahwa:

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang


untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.

Djamarah (2002: 13) mengemukakan bahwa belajar adalah

serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi

dengan lingkungannya menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Menurut Winkel dalam Darsono (2000: 4) belajar adalah suatu aktivitas

mental/psikis dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang


53

menghasilkan perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan

dan nilai sikap.

Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar adalah suatu proses usaha

yang dilakukan oleh seseorang secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,

2003: 3).

Menurut Sardiman (2004: 21) belajar akan membawa suatu

perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya

berkaitan berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga

berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,

watak, dan penyesuaian diri. Moh.Uzer Usman dan Lilis Setiawati (2002:

4) mengartikan “Belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri

individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan

individu dengan lingkungan sehingga mereka lebih mampu berinteraksi

dengan lingkungannya”.

Sudjana (2000: 5) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses

yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan

sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk

seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,

ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain

yang ada pada individu belajar. Whittaker dalam Djamarah (2002: 12)
54

merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan

atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

Percival dan Ellington dalam Daryanto (2010: 59),

mengungkapkan “Belajar adalah perubahan yang terjadi karena hubungan

yang stabil antara stimulus yang diterima oleh organisme secara

individual dengan respon yang tersamar, dimana rendah, besar, kecil, dan

intensitas respon tersebut tergantung pada tingkat kematangan fisik,

mental dan tendensi yang belajar”. Belajar merupakan proses dasar dari

perkembangan hidup manusia. Belajar bukan hanya sekedar pengalaman,

belajar adalah suatu proses bukan suatu hasil. Oleh karena itu, belajar

berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai

bentuk perbuatan untuk mencapai tujuan (Soemanto, 2006: 112).

Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu

hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas

dari itu yaitu memahami (Hamalik, 2001: 27). Suhaenah (2001: 2),

”Belajar merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang

relatif permanen sebagai akibat dari upaya-upaya yang dilakukannya”.

Menurut Hamalik (2004: 27), belajar adalah modifikasi atau

memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar juga merupakan

suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri seseorang yang

dinyatakan dalam cara-cara tingkah laku yang baru sebagai hasil dari

pengalaman. Belajar adalah suatu usaha sungguh-sungguh, dengan

sistematis, mendayagunakan semua potensi yang dimiliki baik fisik,


55

mental, panca indra, otak atau anggota tubuh lainnya, demikian pula

aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi, bakat, minat, dan sebagainya.

Setiap individu pasti mengalamai proses belajar. Belajar dapat

dilakukan oleh siapapun, baik anak-anak, remaja, orang dewasa, maupun

orang tua, dan akan berlangsung seumur hidup. Dalam pendidikan

disekolah belajar merupakan kegiatan yang pokok yang harus

dilaksanakan. Tujuan pendidikan akan tercapai apabila proses belajar

dalam suatu sekolah dapat berlangsung dengan baik, yaitu proses belajar

yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

Djamarah (2002: 15-16) menjelaskan bahwa ciri-ciri belajar

sebagai berikut:

1. Perubahan yang terjadi secara sadar.

2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional.

3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.

4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.

5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.

6. Perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku.

Slameto (2010: 2) mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu

proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Berikut

ini ciri-ciri perubahan tingkah laku menurut Slameto (2010: 2):


56

1. Perubahan terjadi secara sadar.

2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional.

3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.

4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.

5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.

6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku pada

diri seseorang dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan

dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan,

kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi

manusia. Di dalam belajar terdapat prinsip-prinsip belajar yang harus

diperhatikan, Dalyono (2005: 51-54) mengemukakan prinsip-prinsip

belajar sebagai berikut:

1. Kematangan jasmani dan rohani

Salah satu prinsip utama belajar adalah harus mencapai kematangan

jasmani dan rohani sesuai dengan tingkatan yang dipelajarinya.

Kematangan jasmani yaitu setelah sampai pada batas minimal umur

serta kondisi fisiknya telah kuat untuk melakukan kegiatan belajar.

Sedangkan kematangan rohani artinya telah memiliki kemampuan

secara psikologis untuk melakukan kegiatan belajar.

2. Memiliki kesiapan
57

Setiap orang yang hendak belajar harus memiliki kesiapan yakni

dengan kemampuan yang cukup, baik fisik, mental maupun

perlengkapan belajar.

3. Memahami tujuan

Setiap orang yang belajar harus memahami tujuannya, kemana arah

tujuan itu dan apa manfaat bagi dirinya. Prinsip ini sangat penting

dimiliki oleh orang belajar agar proses yang dilakukannya dapat

selesai dan berhasil

4. Memiliki kesungguhan

Orang yang belajar harus memiliki kesungguhan untuk

melaksanakannya. Belajar tanpa kesungguhan akan memperoleh hasil

yang kurang memuaskan.

5. Ulangan dan latihan

Prinsip yang tidak kalah pentingnya adalah ulangan dan latihan.

Sesuatu yang dipelajari perlu diulang agar meresap dalam otak,

sehingga dikuasai sepenuhnya dan sukar dilupakan.

Dari uraian yang mengacu pendapat para ahli diatas dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha perubahan tingkah

laku yang melibatkan jiwa dan raga sehingga menghasilkan perubahan

dalam pengetahuan, pemahaman, nilai dan sikap yang dilakukan seorang

individu melalui latihan dan pengalaman dalam interaksinya dengan

lingkungan yang selanjutnya dinamakan hasil belajar.


58

6.2 Pengertian Hasil Belajar

Salah satu indikator tercapai atau tidaknya suatu proses

pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh

siswa. Hasil belajar merupakan cerminan tingkat keberhasilan atau

pencapaian tujuan dari proses belajar yang telah dilaksanakan yang pada

puncaknya diakhiri dengan suatu evaluasi. Hasil belajar diartikan sebagai

hasil ahir pengambilan keputusan tentang tinggi rendahnya nilai siswa

selama mengikuti proses belajar mengajar, pembelajaran dikatakan

berhasil jika tingkat pengetahuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya

(Djamarah, 2000: 25).

Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai oleh

murid dalam mengikuti program belajar mengajar, sesuai dengan tujuan

yang ditetapkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) hasil belajar

merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.

Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi

tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang

diberikan guru. Menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar

menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu

merupakan indikator adanya derajad perubahan tungkah laku siswa.

Sukmadinata (2007: 102) mengatakan hasil belajar merupakan

realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau

kapasitas yang dimiliki seseorang. Sedangkan hasil belajar menurut

Arikunto (2001:63) sebagai hasil yang telah dicapai seseorang setelah


59

mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi

dari proses belajar yang dilakukan.

Hasil belajar dapat dikatakan tuntas apabila telah memenuhi

kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan oleh masing-masing guru

mata pelajaran. Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat

luas yakni untuk bermacam-macam aturan terdapat apa yang telah dicapai

oleh murid, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes

lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, tes ahir catur wulan

dan sebagainya.

Setiap proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik akan

menghasilkn hasil belajar. Didalam proses pembelajaran, guru sebagai

pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab

yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta

didik dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor intern dari iswa itu

sendiri.

Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti

setiap peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik,

sebab hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam

mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalu proses

belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit

diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses


60

pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru

setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan.

6.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil pembelajaran. Ada

faktor yang dapat diubah (seperti cara mengajar, mutu rancangan, model

evaluasi, dan lain-lain), adapula faktor yang harus diterima apa adanya

(seperti: latar belakang siswa, gaji, lingkungan sekolah, dan lain-lain)

Suhardjono dalam Arikunto (2006: 55).

Menurut Slameto (2003: 54-60) faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar siswa antara lain.

1. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa)

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi tiga faktor,

yakni:

a. Faktor jasmaniah

1. Faktor kesehatan

2. Faktor cacat tubuh

b. Faktor psikologis, meliputi:

1. Intelegensi

2. Bakat

3. Motif

4. Kematangan.

5. Kesiapan.
61

c. Faktor kelelahan

1. Faktor kelelahan jasmani

2. Faktor kelelehan rohani

2. Faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa) Faktor yang berasal dari luar

diri siswa sendiri terdiri dari tiga faktor, yakni:

a. Faktor keluarga

1. Cara orang tua mendidik.

2. Relasi antar anggota keluarga

3. Suasana rumah

4. Keadaan ekonomi keluarga

b. Faktor sekolah

1. Metode mengajar

2. Kurikulum

3. Relasi guru dengan siswa

4. Relasi siswa dengan siswa

5. Disiplin sekolah

6. Alat pelajaran

7. Waktu sekolah

8. Standar pelajaran diatas ukuran

9. Keadaan gedung

10. Metode belajar

11. Tugas rumah


62

c. Faktor masyarakat

1. Kesiapan siswa dalam masyarakat

2. Mass media

3. Teman bergaul

4. Bentuk kehidupan masyarakat

Hasil belajar adalah suatu pencapaian yang diperoleh oleh siswa

dalam proses pembelajaran yang dituangkan dengan angka maupun dalam

pengaplikasian pada kehidupan sehari-hari atas ilmu yang didapat. Hasil

belajar yang tinggi atau rendah menunjukkan keberhasilan guru dalam

menyampaikan materi pelajaran dalam proses pembelajaran.

Suparno dalam Sardiman (2004: 38) mengatakan bahwa hasil

belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan

lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah

diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses

interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.

Djaali (2008: 99) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar antara lain sebagai

berikut.

a. Faktor Internal (yang berasal dari dalam diri)

1. Kesehatan

2. Intelegensi

3. Minat dan motivasi

4. Cara belajar
63

b. Faktor Eksternal (yang berasal dari luar diri)

1. Keluarga

2. Sekolah

3. Masyarakat

4. Lingkungan

Untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran dibagi atas

beberapa tingkatan taraf sebagai berikut:

1. Istimewa/maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai

oleh siswa.

2. Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar bahan pelajaran dapat

dikuasai 76%-99%.

3. Baik/minimal, apabila bahan pelajaran hanya dikuasai 60%-75%.

4. Kurang, apabila bahan pelajaran yang dikuasai kurang dari 60%.

(Djamarah,2006: 107).

Sehubungan dengan hal di atas, adapun hasil pengajaran dikatakan

betul-betul baik apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh

siswa.

2. Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik.

Pengetahuan hasil proses belajar mengajar itu bagi siswa seolah-

olah telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga

akan dapat mempengaruhi pandangan dan caranya mendekati suatu


64

permasalahan. Sebab pengetahuan itu dihayati dan penuh makna bagi

dirinya (Sardiman, 2008: 49).

Penilaian hasil belajar pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan

untuk mengukur perubahan prilaku yang telah terjadi pada diri peserta

didik. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua

bentuk yaitu peserta didik akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan

dan kelemahannya atas prilaku yang diinginkan dan mereka mendapatkan

bahwa prilaku yang diinginkan itu telah penampilan prilaku yang sekarang

dengan yang diinginkan.

Penilaian hasil bertujuan untuk mengetahui hasil belajar atau

pembentukan kompetensi peserta didik. Standar nasional pendidikan

mengungkapkan bahwa meningkat baik setahap atau dua tahap sehingga

timbul lagi kesenjangan antara penilaian hasil belajar oleh pendidik

dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan,

dan perbaikan hasil dalam bentuk penilaian harian, penilaian tengah

semester, penilaian akhir semester, dan penilaian kenaikan kelas.

Hasil belajar pada satu sisi adalah berkat tindakan guru, suatu

pencapaian tujuan pembelajaran. Pada sisi lain, merupakan peningkatan

mental siswa. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran

dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut sangat berguna bagi guru

dan juga siswa. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti

tertuang dalam angka rapot, sedangkan dampak pengiring adalah terapan


65

pengetahuan dan kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar

(Dimyati dan Mudjiono, 2006: 4).

B. KERANGKA BERFIKIR

Kerangka berpikir merupakan acuan di dalam melaksanakan

penelitian dan merupakan jawaban atas perumusan masalah berdasarkan

tinjauan pustaka. Adapun kerangka berpikir adalah sebagai berikut :

Guru diharapkan dapat memilih metode pembelajaran yang tepat

dalam mengajar. Metode mengajar yang digunakan sebaiknya tidak monoton

hanya dengan satu metode, tetapi dapat divariasikan. Metode pembelajaran

konvensional dan diskusi kelas teknik buzz group sebagai variabel bebas

merupakan metode yang menekankan hasil belajar siswa ( variabel terikat).

Namun, perbedaannya metode diskusi kelas teknik buzz group lebih

melibatkan setiap siswa dalam pembelajaran yang membawa konsekuensi,

meningkatkan penguasaan akademik, dan meningkatkan hasil belajar.

Sedangkan metode konvensional kurang begitu melibatkan seluruh siswa

karena metode tersebut lebih didominasi oleh guru ( theacer centered ).


66

C. PENGAJUAN HIPOTESIS

Hipotesis adalah kesimpulan atau pendapat yang bersifat sementara,

yang masih harus dibuktikan kebenarannya. Menurut Winarno Surakhmat

(2004:68) menyatakan “Hipotesis adalah suatu jawaban dugaan yang

dianggap benar kemungkinannya untuk menjadi jawaban benar”.

Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir, maka

hipotesis penelitian yang diajukan dirumuskan sebagai berikut.

Ha : Terdapat perbedaan antara hasil belajar Pendidikan

Kewarganegaraan antara siswa yang diajarkan melalui metode

konvensional dengan diskusi kelas teknik Buzz Groups.

Anda mungkin juga menyukai