Anda di halaman 1dari 55

CASE BASED DISCUSSION

“Plasenta Previa”

Oleh:

AMALIA KAMILA
014.06,0049

PEMBIMBING

dr. IGNM Wedagama, Sp. OG (K)

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH BANGLI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM

AL-ALZHAR MATARAM

2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar
di negara berkembang, sekitar 25 – 50% kematian di Negara tersebut disebabkan oleh
hal yang berkaitan dengan kehamilan. Tahun 1999 WHO (World Health Organization)
memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil dan bersalin.
Dimana 15% dari seluruh wanita hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang
berkaitan dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya dan janin yang
dilahirkannya.
Angka kematian ibu dan perinatal merupakan ukuran penting dalam menilai
keberhasilan pelayanan kesehatan dalam suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia
masih tergolong tinggi yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup. Jika perkiraan
persalinan di Indonesia sebesar 5.000.000 orang, maka akan terdapat sekitar 19.500 –
20.000 kematian ibu tiap tahunnya yang terjadi setiap 26 – 27 menit sekali. Dimana
sekitar 3 – 10% disebabkan oleh kasus komplikasi obstetrik, seperti kasus berat
pendarahan anterpartum (karena plasenta previa atau karena solusio plasenta),
pendarahan postpartum, kepala janin dan ruang panggul yang tak seimbang, ruptura
uteri serta malpresentasi letak janin (Manuaba, 1998). Plasenta previa sendiri
merupakan komplikasi yang terjadi pada kira-kira 1 dari 200 kehamilan dan merupakan
salah satu penyebab utama perdarahan pervaginam pada trimester ke 2 dan ke 3
Banyaknya faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta previa
disebabkan oleh faktor umur penderita, faktor paritas karena pada paritas yang tinggi
endometrium belum sempat tumbuh, faktor endometrium di fundus belum siap
menerima implantasi, endometrium, vaskularisasi yang kurang pada desidua, riwayat
plasenta previa. Hal tersebut jika dibiarkan begitu saja akan mengakibatkan terjadinya
komplikasi baik pada ibu maupun pada janinnya

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi


Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sedemikian rupa sehingga menutupi sebagian atau seluruh dari ostium uteri internum.
Klasifikasi :
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium
uteri internum
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari
ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2cm dianggap plasenta letak normal

Gambar 1. Plasenta Previa

3
Menurut de Snoo, berdasarkan keadaan pada saat pembukaan 4 -5 cm :
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta
menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis : bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi
oleh plasenta, dibagi 2 :
2.1 Plasenta previa lateralis posterior : bila sebagian menutupi ostea bagian belakang.
2.2 Plasenta previa lateralis anterior : bila sebagian menutupi ostea bagian depan.
2.3 Plasenta previa marginalis : bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang
ditutupi plasenta

2.2 Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan pada
usia diatas 30 tahun. Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insiden
plasenta previa berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di Negara maju insidensinya lebih
rendah yaitu kurang dari 1%, hal ini kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya
wanita hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasnografi dalam
obstetrik yang menungkinkan deteksi lebih dini insiden plasenta previa bisa lebih tinggi

2.3 Faktor Resiko


1) Operasi sesar sebelumnya. Pada wanita–wanita yang pernah menjalani operasi
sesar sebelumnya, maka sekitar 1% wanita tersebut akan mengalami plasenta
previa. Resiko akan makin meningkat setelah mengalami empat kali atau lebih
operasi sesar dimana 10% wanita tersebut akan mengalami plasenta previa.
2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi.
3) Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus, seperti dilatasi dan
kuretase atau aborsi medisinalis.
4) Multiparitas dan jarak kehamilan. Plasenta previa terjadi pada 1 dari 1500
wanita yang baru pertama kali hamil. Bagaimanapun, pada wanita yang telah 5
kali hamil atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1 diantara 20

4
kehamilan. Secara teori plasenta yang baru berusaha mencari tempat selain
bekas plasenta sebelumnya.
5) Usia ibu hamil. Diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19 tahun,
hanya 1 dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Satu dari 100 wanita yang
berusia lebih dari 35 tahun 3 kali lebih berisiko akan mengalami plasenta previa.
6) Kehamilan dengan janin lebih dari satu.
7) Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol. Pada perempuan
perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
8) Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik
dan inflamatorotik.
9) Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit
permukaan bagi penempelan plasenta.
10) Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan, tanpa
jaringan parut berisiko 0,26%. Terdapatnya jaringan parut bekas operasi
berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali lipat.
11) Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
12) Malnutrisi ibu hamil

2.4 Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui
secara pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah
segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain
mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak
memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia
lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya
berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya
dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas
bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok
dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon
mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai
upaya kompensasi. Plasenta yang mengalami hipertrofi akan mendekati atau menutupi

5
ostium uteri internum. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan
eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum

2.5 Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada timester ketiga dan mungkin
juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak
plasenta akan mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen
bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami
laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada
waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak
plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal
dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa
betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif
dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak
mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal,
dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna.
Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai
sinus yang besar dari plasenta yang akan mengakibatkan perdarahan yang berlangsung
lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan
berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang terjadinya
perdarahan. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan
terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih
dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau
mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak
pada perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di
bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke
atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah terjadi ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma

6
retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin
ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada
plasenta previa
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya plasenta melekat lebih
kuat pada dindig uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta,
bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus vesica
urinaria dan rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering
terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan
serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat
disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca
persalanan pada plasenta previa, misalnya dalam kala 3 karena plasenta sukar melepas
dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim
tidak dapat berkontraksi dengan baik

2.6 Manifestasi Klinis


1. Gejala klinis
a) Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab, tanpa rasa
nyeri, dan biasanya berulang. Darah biasanya berwarna merah segar.
b) Bagian terdepan janin tinggi (floating).
c) Sering dijumpai kelainan letak janin.
d) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,
kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat
dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding)
biasanya lebih banyak.
e) Janin biasanya masih baik.
2. Pemeriksaan in spekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum, adanya perdarahan yang berasal dari plasenta harus dicurigai.
3. Penentuan letak plasenta tidak langsung

7
Dapat dilakukan dengan radiografi, radiosotop dan ultrasonografi. Akan tetapi
pada pemerikasaan radiografi clan radiosotop, ibu dan janin dihadapkan pada bahaya
radiasi sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan USG tidak menimbulkan bahaya
radiasi dan rasa nyeri dan cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan letak
plasenta.
USG transbadominal dapat dilakukan untuk mengetahui letak implantasi
plasenta namun USG transabdominal kurang sensisitf dalam melihat bagian plasenta
posterior, karena kepala atau bagian terbawah janin dapat menutupi plasenta atau
hasil USG terhalangi oleh vesica urinaria yang penuh. Oleh karena itu USG
transvaginal lebih akurat dalam mendiagnosis plasenta previa. Selain itu, pada USG
transvaginal juga sangat sensitif untuk mengetahui jarak pinggir plasenta dari OUI
(sensitivitas 87,5% dan spesivitas 98,8%)

4. Penentuan letak plasenta secara langsung


Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan forniks. Mulai dari
forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara bagian terdepan
janin dan jari kita. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, jari di masukkan hati-hati
kedalam OUI untuk meraba adanya jaringan plasenta.

2.7 Penatalaksanaan

Semua penderita perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam


kecuali kemungkinan plasenta previa telah disingkirkan atau diagnosa solusio plasenta
telah ditegakkan. Penatalaksanaan plasenta previa dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Perawatan konservatif
2. Perawatan aktif

Perawatan konservatif

Dilakukan pada bayi prematur dengan umur kehamilan < 37 minggu dengan
syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
Cara perawatan :

8
a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed Red Cell)
sampai Hb 10-11 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan
konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila
usia kehamilan < 34 minggu
d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan tirah
baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
g. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita
dipulangkan dengan nasehat :
- Istirahat,
- Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
- Dilarang koitus dan kontrol tiap minggu

Perawatan aktif
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan > 500 cc
dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan
memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan apabila :
- Perdarahan aktif
- Perkiraan berat bayi > 2000 gram
- Gawat janin
- Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000 gram
Pada plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan mendekati
ostium uteri internum ataupun yang menutupi ostium uteri internum pada umur
kehamilan 18-24 minggu, evaluasi kembali diperlukan untuk mengetahui lokasi plasenta
pada trimester ke 3. Plasenta yang menutupi OUI lebih dari 15 mm sangat besar
kemungkinannya untuk megalami plasenta previa pada kehamilan aterm. Ketika pinggir
plasenta berada diantara 20 mm dari OUI dan menutupi sampai 20 mm dari OUI pada
umur kehamilan 26 minggu, USG sebaiknya diulangi dengan rutin bergantung pada
umur kehamilan, jarak dari OUI, dan gejala klinis seperti perdarahan, karena perubahan

9
posisi pada plasenta sangat memungkinkan. Overlap yang melebihi 20 mm atau lebih
pada OUI kapanpun pada trimester ke 3 sangat besar kemugkinan untuk dilakukan
seksio sesarea. Jarak antara OUI dan pinggir plasenta pada USG transvaginal setelah
umur kehamilan 35 minggu sangat bermanfaat untuk menentukan persiapan rute
kelahiran. Ketika pinggir plasenta berada lebih 20 mm dari OUI, maka dapat dilakukan
persalinan pervaginam dengan kemungkinan keberhasilan yang tinggi. Jarak pinggir
plasenta antara 0 sampai 20 mm dari OUI, rasio untuk dilakukan tindakan seksio sangat
tinggi, meskipun persalinan pervaginam masih memungkinkan bergantung pada
keadaan klinis. Dan pada derajat overlap pada 0 mm atau lebih pada usia kehamilan
lebih dari 35 minggu merupakan indikasi untuk dilakukannya seksio sesarea

2.8 Komplikasi
Komplikasi dari plasenta previa termasuk seksio sesarea, perdarahan post
partum, malpresentasi janin, kematian ibu akibat perdarahan uterus dan disseminated
intravascular coagulation (DIC).

2.9 Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasif dengan USG, disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada
di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan
terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat
tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas
tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah
penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian banyak komplikasi maternal dapat
dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran
prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio sesarea. Karenanya
kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif
diberlakukan.

10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Ny. IA
Usia : 36 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Hindu
Suku : Bali
Alamat : Kintamani, Bangli

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dalam keadaan sadar ke IGD RSUD Bangli mengeluhkan keluar
darah dari jalan lahir sejak 5 jam yang lalu, berwarna merah segar tapi tidak deras,
tidak bergumpal, lendir (-), tanpa disertai nyeri perut. Pasien menyangkal adanya
perdarahan sebelumnya. Darah merembes sampai menghabiskan ± 1 pembalut.
Pasien mengaku masih merasakan gerakan janinnya. Riwayat keluar air disangkal.
Pasien menyangkal adanya nyeri kepala, pandangan kabur, maupun nyeri ulu hati.
Pasien melakukan ANC dengan rutin dan 2 minggu yang lalu melakukan USG
dikatakan plasenta menutupi jalan lahir. Pasien tidak pernah menggunakan KB
karena suami bekerja di malaysia.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien menyangkal pernah menderita penyakit kandungan, tidak pernah
menjalani operasi apapun terkait dengan organ reproduksinya. Pasien pernah kuret
14 bulan yang lalu pada kehamilan keduanya. Riwayat penyakit hipertensi, jantung,
ginjal, kencing manis ataupun asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat keluarga memiliki tidak terdapat riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
asma, maupun penyakit berat lainnya disangkal.

11
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.

Riwayat Sosial :
Pasien menyangkal riwayat merokok dan minum alkohol.

Riwayat Obstetri
1. Spontan , 2013, 7 tahun
2. Abortus , kuret, 2019
3. Hamil Ini
Riwayat Mestruasi
Menarche : Usia 13 Tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 7-8 hari
Riwayat ANC : 4 kali

3.3 STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : E4V5M6
Tanda Vital
o Tekanan darah : 100/80 mmHg
o Frekuensi nadi : 80x/menit
o Frekuensi napas : 22 x/menit
o Suhu : 36,7oC
o Berat badan : 67 kg
o Tinggi Badan : 169 cm
o Lingkar lengan atas : 26,2 cm

Pemeriksaan Fisik Umum


- Mata : anemis -/-, ikterus -/-
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)

12
- Abdomen : bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+)
- Ekstremitas : edema - - akral hangat + +
- - + +

3.4 STATUS OBSTETRI


• Lepolod I : Teraba bagian bulat, lembek, kesan bokong
• Leopold II :Teraba bagian keras memanjang di sebelah kiri kesan punggung

teraba bagian kecil pada sebelah kanan kesan ekstremitas

• Leopold III : Teraba bagian bulat keras dan dan melenting


• Leopolod IV : Divergen
− TFU : 27 cm
− HIS : (-)
− DJJ : 155 x/menit
Inspekulo : Ø (-), Fluksus (+), flour (-)
OUE : perdarahan aktif (-)
Porsio: ukuran normal, licin, warna kemerahan, permukaan
erosi (-),massa (-), cavum douglas menonjol (-)
VT : Tidak dilakukan

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
- Hb : 12,6 g/dl
- WBC : 8,6 x 103/µL
- PLT : 320 x 103/µL

Pemeriksaan USG

- Janin tunggal/hidup/intrauterine,

- Plasenta : posterior – SBR (menutup Ostium Uteri Internum) sd IV

- BPD/AC : 30-32 minggu

13
- AFI : Cukup, jernih

- TBJ : 2272

- Kesan : Plasenta Previa Totalis

3.6 DIAGNOSIS
G3P1A1H1 T/H/ 30-32 minggu dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa
totalis + perdarahan aktif

3.7 TERAPI
- Observasi Perdarahan Per Vaginam
- Bedrest
- Injeksi Cefoperazone 1gr/12 jam
- Injeksi asam traneksamat 1A/8 jam
- Injeksi dexamethasone 12,5 mg/ 24 jam

14
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien seorang wanita usia 36 tahun berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan penunjang pasien kemudian didiagnosa dengan G3P1A1H1 T/H 30-32 minggu
dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa totalis + perdarahan aktif.
Diagnosa perdarahan antepartum (APB) ditegakkan karena pasien mengeluh
perdarahan pada umur kehamilan > 22 minggu. Perdarahan ini biasanya bersumber dari
kelainan plasenta yaitu plasenta previa atau solusio plasenta. Namun dari gejala klinis
yang dialami pasien lebih mendekati gejala plasenta previa dibandingkan gejala solusio
plasenta. Gejala klinis plasenta previa pada kasus ini antara lain, perdarahan dengan
warna darah merah segar yang tidak disertai nyeri perut, perdarahan tanpa sebab, jumlah
perdarahan sesuai dengan kondisi pasien, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas
panggul, dan kondisi janin dalam keadaan baik. Diagnosa ini dipertegas dengan hasil
pemeriksaan USG ditemukan adanya implantasi plasenta pada
Segmen Bawah Rahim menutupi ostium uteri internum. Perdarahan yang terjadi
pada pasien ini dikatakan tidak aktif karena pada pemeriksaan inspekulo di rumah sakit,
tidak didapatkan adanya darah yang keluar dari ostium uteri internum. Sehingga, pasien
ini di diagnosa dengan perdarahan antepartum e.c plasenta previa totalis.
Pada pasien ini dilakukan penanganan konsevatif karena usia kehamilan < 37
minggu dan berat janin < 2500 gram. Penanganan konservatif yang dilakukan berupa
observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam, perbaikan kondisi ibu dan pemberian
kortikosteroid. Setelah perawatan dan observasi selama 24 jam terjadi perbaikan kondisi
dan tidak adanya perdarahan lagi maka pasien dipulangkan dengan pemberian KIE. Jadi
penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat.
Berdasarkan kepustakaan penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui
secara pasti, namun kerusakan dari endometrium pada persalinan sebelumnya,
gangguan implantasi blastokista dan gangguan vaskularisasi desidua dianggap sebagai
mekanisme yang paling mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya plasenta previa
pada sebagian besar kasus.

15
Pada kasus ini kemungkinan blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim
belum diketahui penyebabnya secara pasti. Kemungkinan blastokista berimplantasi
secara kebetulan pada SBR.

16
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan

Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang yaitu USG yaitu G1P1A1H1 T/H/IU 30-32 minggu dengan
Antepartum Bleeding e.c plasenta previa totalis + perdarahan aktif. Penatalaksanaan
yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu terapi konservatif plasenta previa..

17
DAFTAR PUSTAKA

Chalik, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam Saifudin,
AB, Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Jakarta.
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: p. 495-503

Cunningham FG et al. 2003. Williams Obstetrics 21st edition, United States of


America: The McGraw-Hill Companies inc.

Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins Manual of
Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore, Maryland : Lippincott
Williams & Wilkins.

Gibbs, RS et. al, 2008. Danforth's Obstetrics and Gynecology, Ed 10th , Lippincott
Williams & Wilkins. New York

Hacker NF, Moore JG, Gambone JC, 2007. Essentials of Obstetrics & Gynecology 4E,
Elsevier Saunders, United States.

Hanafiah, TM. 2004. Plasenta Previa. USU Digital Library. Available at :


http://www.usu.ac.id/

Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC. Jakarta.

Oppenheimer, L et. al, 2007a. Diagnosis and Management of Placenta Previa. Society
of Obstetricians and Gynaecologists. Canada.

Oppenheimer L, 2007b. Diagnosis and Management of Placenta Previa. SOGC Clinical


Practice Guideline. J Obstet Gynaecol Can 2007;29(3):261-266.

Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. JHPIEGO. Jakarta.

18
CASE BASED DISCUSSION
PLASENTA PREVIA
DEFINISI

• Plasenta previa ialah plasenta yang


berimplantasi pada segmen bawah
rahim sedemikian rupa sehingga
menutupi sebagian atau seluruh
dari ostium uteri internum
KLASIFIKASI

Plasenta previa totalis

Plasenta previa parsialis

Plasenta previa marginalis

Plasenta letak rendah


EPIDEMIOLOGI

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas


tinggi, dan pada usia diatas 30 tahun. Pada beberapa rumah
sakit umum pemerintah dilaporkan insiden plasenta previa
berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%.
Operasi sesar sebelumnya.

Korpus luteum bereaksi lambat

Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus

Multiparitas dan jarak kehamilan.

Usia ibu hamil.

FAKTOR RESIKO Kehamilan dengan janin lebih dari satu.

Kebiasaan tidak sehat

Defek vaskularisasi desidua

Adanya gangguan anatomis/tumor

Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya.

Malnutrisi ibu hamil


blastokista menimpa
desidua di daerah segmen
bawah rahim

vaskularisasi desidua yang


tidak memadai, mungkin
sebagai akibat dari proses
radang atau atrofi.

Paritas tinggi, usia lanjut,


cacat rahim misalnya bekas
ETIOLOGI bedah sesar, kerokan,
miomektomi.

Cacat bekas bedah sesar

Pada perempuan perokok


PATOFISIOLOGI
pada timester ketiga oleh plasenta yang
karena telah mulai berimplantasi di situ sedikit
melebarnya isthmus uteri
terbentuknya segmen banyak akan mengalami
menjadi segmen bawah
bawah rahim, tapak laserasi akibat pelepasan
rahim, maka
plasenta akan mengalami pada desidua sebagai tapak
pelepasan plasenta.

Pada plasenta yang menutupi


Sebaliknya, pada plasenta
Perdarahan pertama seluruh ostium uteri internum
previa parsialis atau letak
biasanya sedikit tetapi perdarahan terjadi lebih awal
rendah, perdarahan baru
cenderung lebih banyak dalam kehamilan oleh karena
terjadi pada waktu
pada perdarahan segmen bawah rahim terbentuk
mendekati atau mulai
berikutnya lebih dahulu pada bagian terbawah
persalinan.
yaitu ostium uteri internum.
MANIFESTASI KLINIS
– Gejala klinis
– Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab, tanpa rasa
nyeri, dan biasanya berulang. Darah biasanya berwarna merah segar.
– Bagian terdepan janin tinggi (floating).
– Sering dijumpai kelainan letak janin.
– Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak
fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien
sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent
bleeding) biasanya lebih banyak.
– Janin biasanya masih baik.
– Pemeriksaan in spekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina.
– Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radiosotop dan ultrasonografi.
– Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan forniks. Mulai dari
forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara bagian
terdepan janin dan jari kita.
KONSERVATIF
TATALAKSANA
AKTIF
KONSERVATIF
– Cara perawatan :
– Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam
– Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed Red Cell)
sampai Hb 10-11 gr%
– Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan konservatif
gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila usia
kehamilan < 34 minggu
– Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan tirah
baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
– Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
– Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
– Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi
penderita dipulangkan dengan nasehat :
• Istirahat,
• Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
• Dilarang koitus dan kontrol tiap minggu
AKTIF
– Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan
aktif (perdarahan > 500 cc dalam 30 menit) dan diagnosa
sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan
memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif
dilakukan apabila :
• Perdarahan aktif
• Perkiraan berat bayi > 2000 gram
• Gawat janin
• Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat
bayi > 2000 gram
• Seksio sesarea, perdarahan post partum,
malpresentasi janin, kematian ibu akibat
Komplikasi perdarahan uterus dan disseminated
intravascular coagulation (DIC)

• Prognosis ibu dan anak pada plasenta


previa dewasa ini lebih baik jika
Prognosis dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini
berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasif dengan USG
IDENTITAS PASIEN

• Nama : Ny. IA
• Usia : 36 tahun
• Pekerjaan : Pedagang
• Agama : Hindu
• Suku : Bali
• Alamat : Kintamani, Bangli
ANAMNESIS
KELUHAN • Keluar darah dari jalan lahir
UTAMA
• Pasien datang dalam keadaan sadar ke IGD RSUD
Bangli mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir
sejak 5 jam yang lalu, berwarna merah segar tapi
tidak deras, tidak bergumpal, lendir (-), tanpa
disertai nyeri perut. Pasien menyangkal adanya
perdarahan sebelumnya. Darah merembes sampai
menghabiskan ± 1 pembalut. Pasien mengaku
masih merasakan gerakan janinnya. Riwayat keluar
RPS air disangkal. Pasien menyangkal adanya nyeri
kepala, pandangan kabur, maupun nyeri ulu hati.
Pasien melakukan ANC dengan rutin dan 2 minggu
yang lalu melakukan USG dikatakan plasenta
menutupi jalan lahir. Pasien tidak pernah
menggunakan KB karena suami bekerja di malaysia.
• Pasien menyangkal pernah menderita
penyakit kandungan, tidak pernah menjalani
Riwayat operasi apapun terkait dengan organ
reproduksinya. Pasien pernah kuret 14 bulan
Penyakit yang lalu pada kehamilan keduanya. Riwayat
Dahulu penyakit hipertensi, jantung, ginjal, kencing
manis ataupun asma disangkal.

Riwayat • Riwayat keluarga memiliki tidak


Penyakit terdapat riwayat hipertensi,
dalam diabetes mellitus, asma, maupun
Keluarga penyakit berat lainnya disangkal.
Riwayat • Alergi terhadap obat-obatan dan makanan
alergi disangkal.

Riwayat • Pasien menyangkal riwayat merokok dan minum


sosial alkohol

1.Spontan , 2013, 7 tahun


2.Abortus , kuret, 2019
Riwayat 3.Hamil Ini
obstetri - hpht: 1 maret 2020
- hpt: 6 desember 2020

Riwayat • Tidak ada


kontrasepsi
Riwayat Mestruasi
– Menarche : Usia 13 Tahun
– Siklus : 28 hari
– Lama : 7-8 hari
– Riwayat ANC : 4 kali
PEMERIKSAAN FISIK
3.1 STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : E4V5M6
Tanda Vital
- Tekanan darah : 100/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 80x/menit
- Frekuensi napas : 22 x/menit
- Suhu : 36,7oC

Pemeriksaan Fisik Umum


- Mata : anemis -/-, ikterus -/-
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)
- Abdomen : bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+)
•Ekstremitas : edema -, akral hangat semua ekstremitas
STATUS OBSTETRI

• Lepolod I : teraba bagian bulat, lembek, kesan bokong

• Leopold II : teraba bagian keras memanjang di sebelah kiri kesan punggung teraba

bagian kecil pada sebelah kanan kesan ekstremitas


• Leopold III : teraba bagian bulat keras dan dan melenting
• Leopolod IV : divergen

− TFU : 27 cm
− HIS : (-)
− DJJ : 155 x/menit
– Inspekulo : Ø (-), Fluksus (+), flour (-)
– OUE : perdarahan aktif (-)
– Porsio : ukuran normal, licin, warna kemerahan,
permukaan erosi (-),massa (-), cavum douglas menonjol (-)
– VT : Tidak dilakukan
pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan USG

• - Hb : 12,6 g/dl • Janin


• - WBC : 8,6 x 103/µL tunggal/hidup/intrauterine
• - PLT : 320 x 103/µL • Plasenta : posterior – SBR
(menutup Ostium Uteri
Internum) sd IV
• BPD/AC: 30-32 minggu
• AFI : Cukup, jernih
• TBJ : 2272
• Kesan: Plasenta Previa Totalis
DIAGNOSIS TINDAKAN

➢ G1P1A1H1 T/H/IU 30 - • Observasi Perdarahan


32 minggu dengan Per Vaginam
Antepartum Bleeding e.c • Bedrest
plasenta previa totalis + - Injeksi Cefoperazone
perdarahan aktif 1gr/12 jam
- Injeksi asam
traknesamat 1A/8 jam
- Injeksi dexamethasone
12,5 mg/ 24 jam
Apakah diagnosa dan
pemeriksaan pada kasus ini ?

– Diagnosaperdarahan antepartum (APB) ditegakkan karena


pasienmengeluh perdarahan pada umur kehamilan > 22
minggu.
–Gejala klinis plasenta previa pada kasus ini antara lain, perdarahan
dengan warna darah merah segar yang tidak disertai nyeri perut,
perdarahan tanpa sebab, jumlah perdarahan sesuai dengan kondisi
pasien, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul, dan
kondisi janin dalam keadaan baik. Diagnosa ini dipertegas dengan
hasil pemeriksaan USG ditemukan adanya implantasi plasenta pada
Segmen Bawah Rahim menutupi ostium uteri internum
– Perdarahan yang terjadi pada pasien ini
dikatakan tidak aktif karena pada pemeriksaan
inspekulo di rumah sakit, tidak didapatkan
adanya darah yang keluar dari ostium uteri
internum. Sehingga, pasien ini di diagnosa
dengan perdarahan antepartum e.c plasenta
previa totalis.
Apakah penatalaksanaan kasus
ini ?

– Pada pasien ini dilakukan penanganan konsevatif karena usia


kehamilan < 37 minggu dan berat janin < 2500 gram. Penanganan
konservatif yang dilakukan berupa observasi ketat di kamar bersalin
selama 24 jam, perbaikan kondisi ibu dan pemberian kortikosteroid.
Setelah perawatan dan observasi selama 24 jam terjadi perbaikan
kondisi dan tidak adanya perdarahan lagi maka pasien dipulangkan
dengan pemberian KIE.
Apa penyebab plasenta previa pada
kasus ini ?

– Kemungkinan blastokista berimplantasi secara kebetulan pada SBR,


atau dapat pula disebakan adanya faktor predisposisi.
Diagnosis pada pasien ini sesuai
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang yaitu USG
yaitu G1P0A0H0 T/H/IU 30 - 31 minggu
dengan Antepartum Bleeding e.c
plasenta previa totalis + perdarahan
aktif. Penatalaksanaan yang dilakukan
pada pasien ini sudah tepat yaitu terapi
konservatif plasenta previa..
TERIMA
KASIH
KOMITE KOORDINASI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
RUMAH SAKIT UMUM BANGLI
DI DEPARTEMEN THT

NOTULEN

AGENDA : Ujian Laporan Kasus (CBD)


HARI/TANGGAL : Jumat, 16 Oktober 2020
WAKTU : 08.00-09.45 WITA
TEMPAT : Dilakukan secara online/daring dengan aplikasi zoom.
PENYELENGGARA : Amalia Kamila (014.06.0049)

KEGIATAN
1. Pembukaan:

a. Ucapan Salam
b. Terima Kasih
c. Perkenalan Diri

2. Pembahasan :
Membahas kasus mengenai Plasenta Previa, berupa pemaparan tinjauan pustaka dan
laporan kasus pasien plasenta previa:

1. BAB I Pendahuluan
2. BAB II Tinjauan Pustaka
3. Definisi dan Klasifikasi
4. Epidemiologi
5. Faktor Risiko
6. Etiologi
7. Patofisiologi
8. Manifestasi Klinis
9. Penatalaksanaan
10. Komplikasi
11. Prognosis
12. BAB III Laporan Kasus
3. Diskusi

a. Bagaimana cara mencegah dari plasenta previa?


Jawaban:
Sebenarnya pencegahan plasenta previa belum diketahui sampai sekarang,
karena penyebabnya belum diketahui secara pasti juga. Tapi kalau sudah di
diagnosis mengalami plasenta previa dan mengalami perdarahan, jadi sebaiknya
bisa melakukan beberapa cara supaya dapat menjaga kesehatan kehamilan dan
memastikan kelancaran persalinan itu sendiri, seperti; sebaiknya tidak
berbuhungan seksual, tidak menggunakan tampon, sabun cuci vagina, dan tidak
melakukan pemeriksaan dalam; sering memonitor kesehatan janin; rawat inap
di rumah sakit untuk observasi.

b. Kenapa pada plasenta previa tidak bisa dilakukan pemeriksaan dalam?


Jawaban:
Sebaiknya kalau ada kecurigaan plasenta previa tidak dilakukan pemeriksaan
dalam karena dapat memprovokasi perdarahan yang lebih banyak.

c. Apa pemeriksaan USG yang sebaiknya dilakukan untuk plasenta previa, USG
transabdominal atau transvaginal?
Jawaban:
USG transbadominal dapat dilakukan untuk mengetahui letak implantasi
plasenta namun USG transabdominal kurang sensisitf dalam melihat bagian
plasenta posterior, karena kepala atau bagian terbawah janin dapat menutupi
plasenta atau hasil USG terhalangi oleh vesica urinaria yang penuh. Oleh
karena itu USG transvaginal lebih akurat dalam mendiagnosis plasenta previa.
Selain itu, pada USG transvaginal juga sangat sensitif untuk mengetahui jarak
pinggir plasenta dari OUI

d. Jika kehamilan kurang dari 20 minggu apakah bisa disebut dengan plasenta
previa?
Jawaban:
Posisi plasenta pada awal kehamilan trimester 1 atau 1-15 minggu dapat berada
pada bagian bawah, seiring bertambahnya usia dan pertambahan ukuran
rahim/uterus maka plasenta akan naik ke atas. Pada posisi plasenta yang tidak
bisa berubah setelah akhir trimester (usia kehamilan 28 minggu) atau pada
timester 3 (>28 minggu) makan disebut plasenta letak rendah atau plasenta
previa.

e. Apakah posisi tidur atau pergerakan dari seorang ibu dapat merubah letak
plasenta?
Jawaban:
Letak plasenta dapat diketahui dari hasil pemeriksaan USG. Letak plasenta
tergantung di mana hasil pembuahan melakukan implantasi di awal-awal
kehamilan. Pada awalnya plasenta mungkin bisa terlihat seperti segmen bawah
rahim, tapi seiring pertambahan ukuran rahim, plasenta yang normalnya
melekat di segmen atas rahim akan tampak di bagian atas. Posisi tidur tidak
mempengaruhi posisi perlekatan plasenta dan tidak dapat merubah posisi
plasenta.

f. Apakah ibu hamil yang mengalami plasenta previa dapat melahirkan secara
normal atau tidak?
Jawaban:
Ibu hamil yang mengalami plasenta previa sebenarnya masih dapat melahirkan
normal, asalkan letak plasenta tidak menutupi jalan lahir atau hanya menutupi
sebagian. Tapi jika plasenta menutupi seluruh jalan lahir, dokter akan
menyarankan operasi caesar.

4. Kesimpulan:
Pada pasien seorang wanita usia 36 tahun berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang pasien kemudian didiagnosa dengan G3P1A1H1 T/H 30-32
minggu dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa totalis + perdarahan aktif.
Diagnosa perdarahan antepartum (APB) ditegakkan karena pasien mengeluh
perdarahan pada umur kehamilan > 22 minggu. Perdarahan ini biasanya bersumber
dari kelainan plasenta yaitu plasenta previa atau solusio plasenta. Namun dari gejala
klinis yang dialami pasien lebih mendekati gejala plasenta previa dibandingkan gejala
solusio plasenta. Gejala klinis plasenta previa pada kasus ini antara lain, perdarahan
dengan warna darah merah segar yang tidak disertai nyeri perut, perdarahan tanpa
sebab, jumlah perdarahan sesuai dengan kondisi pasien, bagian terbawah janin belum
masuk pintu atas panggul, dan kondisi janin dalam keadaan baik. Diagnosa ini
dipertegas dengan hasil pemeriksaan USG ditemukan adanya implantasi plasenta pada

Segmen Bawah Rahim menutupi ostium uteri internum. Perdarahan yang terjadi
pada pasien ini dikatakan tidak aktif karena pada pemeriksaan inspekulo di rumah
sakit, tidak didapatkan adanya darah yang keluar dari ostium uteri internum. Sehingga,
pasien ini di diagnosa dengan perdarahan antepartum e.c plasenta previa totalis.

Berdasarkan kepustakaan penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui


secara pasti, namun kerusakan dari endometrium pada persalinan sebelumnya,
gangguan implantasi blastokista dan gangguan vaskularisasi desidua dianggap sebagai
mekanisme yang paling mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya plasenta previa
pada sebagian besar kasus.

Pada kasus ini kemungkinan blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim
belum diketahui penyebabnya secara pasti. Kemungkinan blastokista berimplantasi
secara kebetulan pada SBR.

5. Rencana Tindak Lanjut :

Pada pasien ini dilakukan penanganan konsevatif karena usia kehamilan < 37
minggu dan berat janin < 2500 gram. Penanganan konservatif yang dilakukan berupa
observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam, perbaikan kondisi ibu dan pemberian
kortikosteroid. Setelah perawatan dan observasi selama 24 jam terjadi perbaikan
kondisi dan tidak adanya perdarahan lagi maka pasien dipulangkan dengan pemberian
KIE.

Mataram, 16 Oktober 2020


Dosen Pembimbing Klinik Notulis

dr. IGNM Wedagama, Sp.OG (K) Amalia Kamila


NIP.

Anda mungkin juga menyukai