Anda di halaman 1dari 27

PERDARAHAN ANTEPARTUM

Perdarahan antepartum disebut juga Antenatal Bleeding adalah perdarahan


jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu. Karena perdarahan antepartum terjadi pada
kehamilan di atas 28 minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada
trisemeter ketiga. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada trimester
ketiga, akan tetapi tidak jarang juga terjadi sebelum kehamilan 28 minggu karena
sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi,
dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus,
pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh
plasentayang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dindinguterus.
Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan (Wiknjosastro, 2005).
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan
plasenta. Hal ini disebabkan perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta
biasanya lebih banyak, sehingga dapat mengganggu sirkulasi O2 dan CO2 serta
nutrisi dari ibu kepada janin. Sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada
kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya relatif tidak berbahaya. Oleh
karena itu, pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu
dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta (Wiknjosastro, 2005)
Perdarahan antepartum diklasifikasikan menjadi :
1) Plasenta Previa
Plasenta terletak atau menutupi atau sangat dekat dengan os interna.
2) Solusio Plasenta
Lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya pada
kehamilan yang berusia di atas 28 minggu
3) Abortus
Berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram
atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau janin belum mampu
untuk hidup diluar kandungan

PLASENTA PREVIA
Definisi
Plasenta previa adalah plasenta terletak atau menutupi atau sangat dekat
dengan os interna. Keadaan lain yang disebut vasa previa adalah keadaan dengan
pembuluh-pembuluh janin berjalan melewati selaput ketuban dan terdapat di os
interna. Kondisi ini merupakan penyebab perdarahan antepartum yang jarang dan
memiliki angka kematian janin yang tinggi. (F. Gary Cunningham, 2005).
Plasenta previa adalah implantasi plasenta di sekitar osteum uteri internum
yang dapat berakibat perdarahan pada kehamilan di atas 22 minggu (Manuaba dkk.,
2007).
Plasenta previa adalah plasenta yang implantasi atau letaknya tidak normal,
tumbuh pada segmen bawah rahim, pada zona dilatasi, sehingga menghubungkan
atau menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Plasenta yang
normal terletak atau berimplantasi lebih dari 2 cm dari ostium uteri internum.
Plasenta previa pada kehamilan prematur lebih bermasalah karena persalinan
terpaksa, perdarahan hebat, proses persalinan, ataupun oleh karena prematuritas itu
sendiri. Perdarahan akibat plasenta previa akan fatal bagi ibu jika tidak ada persiapan
darah atau komponen darah dengan segera (Wardana GA, Karkata MK. ,2007)
Berdasarkan letaknya, plasenta previa dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Plasenta previa totalis : seluruh pembukaan jalan lahir tertutup
plasenta (plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri intemum.)
2. Plasenta previa lateralis/parsialis : sebagian pembukaan jalan lahir
tertutup (plasenta plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
intemum).
3. Plasenta previa marginalis : pinggir plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan (plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum).
4. Plasenta letak rendah : plasenta yang letaknya abnormal pada
segmen bawah uterus, tapi belum sampai menutupi pembukaan
jalan lahir.

Klasifikasi plasenta previa berdasarkan beratnya dan juga penatalaksanaan yang


tepat, yaitu grade I sampai grade IV. Grade I dan II termasuk kriteria minor dan masih
memungkinkan persalinan pervaginam. Sementara itu Grade III dan IV termasuk
kriteria major yang tidak memungkinkan untuk persalinan pervaginam sehingga
dibutuhkan tindakan operasi. Pembagian plasenta previa berdasarkan grade ini adalah
sebagai berikut (Hamilton-Fairley D. 2004):
Grade Deskriksi

Epidemiologi
Angka kejadian plasenta previa sekitar 1 dari 200 persalinan. Insiden pada
multipara berkisar 1 dari 20 proses kelahiran. Di RS Parkland didapatkan prevalensi
plasenta previa 0,5%. Melaporkan prevalensi plasenta previa 0,3% dengan penelitian
prospektif menemukan 0,33% plasenta previa dari 25.000 wanita yang bersalin, di
Indonesia berkisar 2-7% [1]. Prevalensi plasenta previa di negara maju berkisar
antara 0,26 - 2,00 % dari seluruh jumlah kehamilan. Sedangkan di Indonesia

dilaporkan oleh beberapa peneliti berkisar antara 2,4 - 3,56 % dari seluruh kehamilan.
Angka kejadian plasenta previa relative tetap dalam tiga yaitu rata-rata 0,36-0,37 %,
tetapi pada dekade selanjutnya angka kejadian meningkat menjadi 0,48 %, mungkin
disebabkan karena meningkatnya faktor risiko terjadinya plasenta previa seperti umur
ibu hamil semakin tua, kelahiran secara bedah sesar, paritas yang tinggi serta
meningkatnya jumlah abortus yang terjadi,terutama abortus provokatus.
Di Amerika Serikat plasenta previa ditemukan kira-kira 5 dari 1000 persalinan
dan mempunyai tingkat kematian 0.03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997
plasenta previa tercatat didapat pada 2,8 kelahiran dari 1000 kelahiran hidup. Di
Indonesia, RSCM Jakarta mencatat plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara
200 persalinan. Antara tahun 1071-1975 terjadi 37 kasus plasenta previa diantara
4781 persalinan yang terdaftar atau kira-kira 1 dari 125 persalinan. Frekuensi plasenta
previa pada primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih
sering dibandingkan dengan pramigravida yang berumur kurang dari 25 tahun, pada
grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering
dibandingkan dengan grande multipara yang berumur kurang dari 25 tahun
(Wiknjosastro, 2005).

Patofisiologi

Faktor Resiko
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun
adabeberapa
teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya:

1. Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim, menyebabkan


plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan serviks.
2. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau jaringan
parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar atau aborsi).
3. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
4. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi.
5. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
6. Plasenta terbentuk secara tidak normal.
7. Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada
primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang
berkurang dan perubahan atrofi padadesidua akibat persalinan masa lampau.
Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya
sehingga menutupi pembukaan jalan lahir.
8. Ibu merokok atau menggunakan kokain.
William dkk menemukan risiko relatif kejadian plasenta previa meningkat 2-4
kali pada wanita yang merokok. Hal tersebut terjadi karena karbondioksida
yang terhisap mampu menyebabkan hipertrofi (pembesaran) dari plasenta
serta menyebabkan peradangan dan berkurangnya vaskularisasi (pendarahan)
plasenta sehingga mempengaruhi perkembangan dari plasenta.
9. Ibu dengan usia lebih tua.
Risiko plasenta previa berkembang 3 kali lebih besar pada perempuan di atas
usia 35 tahun dibandingkan pada wanita di bawah usia 20 tahun (Sheiner,
2001). Hasil penelitian Wardana (2007) menyatakan usia wanita produktif
yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Diduga risiko
plasenta previa meningkat dengan bertambahnya usia ibu, terutama setelah
usia 35 tahun. Plasenta previa merupakan salah

satu penyebab serius

perdarahan pada periode trimester ke III. Hal ini biasanya terjadi pada wanita
dengan usia lebih dari 35 tahun (Varney, 2006). Plasenta previa dapat terjadi
pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur dapat
meningkatkan kejadian plasenta previa (Manuaba, 2008). Hasil penelitian
Wardana (2007) menyatakan peningkatan umur ibu merupakan faktor risiko
plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan arteriole
miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata

sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih
besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.
10. Operasi Caesar
Melahirkan dengan operasi caesar mengakibatkan parut di dalam rahim.
Kejadian meningkat ada wanita yang sudah melakukan 2 kali atau lebih
operasi sesar.
Manifestasi Klinis
Perdarahan tanpa nyeri
Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun. Baru
waktu ia bangun, ia merasa bahwa kainnya basah. Biasanya perdarahan
karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh dan perdarahan
sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari abortus
(Martaadisoebrata, 2005).
Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan
dinding rahim. Setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding rahim karena
isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri. Akibatnya ismus uteri
tertarik menjadi bagian dinding korpus uteri yang disebut segmen bawah
rahim (Martaadisoebrata, 2005).
Perdarahan berulang. perdarahan bersifat berulang-ulang karena setelah
terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim, regangan dinding rahim
dan tarikan pada serviks berkurang. Namun, dengan ma junya kehamilan

regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru.


Warna perdarahan merah segar.
Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah.
Timbulnya perlahan-lahan.
Waktu terjadinya saat hamil.
His biasanya tidak ada.
Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi.
Denyut jantung janin ada.
Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina.
Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul.
Presentasi mungkin abnormal.

Jadi Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah pendarahan tanpa
nyeri biasanya baru terlihat setelah trimester kedua atau sesudahnya. Namun
demikian, banyak peristiwa abortus mungkin terjadi akaibat lokasi abnormal plasenta

yang sedang tumbuh. Penyebab pendarahan perlu ditegaskan kembali. Kalau plasenta
terletak pada ostium internum, pembentukan segmen bawah uterus dan dilatasi
ostium internum tanpa bias dielakkan akan mengakibatkan robekan pada tempat
pelekantan plasenta yang diikuti oleh pendarahan dari pembuluh- pembuluh darah
uterus. Pendarahan tersebut diperberat lagi dengan ketidakmampuan serabut- serabut
otot miometrium segmen bawah uterus untuk mengadakan kontaksi dan retraksi agar
bias menekan bembuluh darah yang rupture sebagaimana terjadi secara normal ketika
terjadi pelepasan plasenta dari dalam uterus yang kosong pada kala tiga persalinan.
Akibat pelekatan yang abnormal seperti terlihat pada plasenta akreta, atau akibat
daerah pelekatan yang sangat luas, maka proses perlekatan plasenta kadangkala
terhalang dan kemudian dapat terjadi pendarahan yang banyak setelah bayi
dilahirkan. Pendarahan dari tempat implantasi plasenta dalam segmen bahwa uterus
dapat berlanjut setelah plasentah dilahirkan, mengingat segmen bahwa uterus lebih
cendrung memiliki kemampuan kontraksi yang jelek dibandingkan korpus uteri.
Sebagai akibatnya, pembuluh darah memintas segmen bahwa kurang mendapat
kompresi. Pendarahan dapat terjadi pula akibat laserasi pada bagian bahwa uterus dan
serviks yang rapuh, khususnya pada usaha untuk mengeluarkan plasenta yang
melekat itu secara manual.
Pemeriksaan Diagnostik
USG (Ultrasonografi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta
melapisi cerviK.
Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian
tubuh janin.
Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di
dalam batas normal.
Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesudah 34
minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup
procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang

dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran
secara cesar.
Isotop Scanning Atau lokasi penempatan placenta.
Amniocentesis
Jika 35 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada
amniocentesis untuk

menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin /

spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin.


Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah
mature.
Penatalaksanaan
Semua penderita perdarahan antenatal tidak boleh dilakukan pemeriksaan
dalam kecuali kemungkinan plasenta previa telah disingkirkan atau diagnosa solusio
plasenta telah ditegakkan. Penatalaksanaan plasenta previa yang tercantum dalam
Standar Pelayanan Medik (2008), dibedakan menjadi perawatan konservatif dan
perawatan aktif.
a. Perawatan Konservatif
Dilakukan pada bayi prematur dengan TBJ <2500 gram atau umur kehamilan <37
minggu dengan syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
Cara perawatan:
Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam.
Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed
Red Cell) sampai Hb 10-11 gr%.
Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan
konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12
jam bila usia kehamilan <35 minggu atau TBJ < 2000 gram. o Bila perdarahan
telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan tirah baring

selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.


Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif.
Pemeriksaan USG, Hb, dan Hematokrit.
Bila selama tiga hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan pengawasan
konserpatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap
tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan
tidak boleh melakukan senggama.

Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita


dipulangkan dengan nasihat:
Istirahat
Dilarang koitus
Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
Kontrol tiap minggu
b. Perawatan Aktif
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan >500 cc
dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea
dengan memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan apabila:

Perdarahan aktif.
Perkiraan berat bayi > 2000 gram.
Gawat janin.
Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000 gram.

Tatalaksana plasenta previa

Asuhan Keperawatan
Pengkajian
A. Data umum
Biodata, identitas ibu hamil dan suaminya.
B. Keluhan utama
Keluhan pasien saat masuk RS adalah perdarahan pada kehamilan 28 minggu
C. Riwayat kesehatan yang lalu
D. Riwayat kehamilan
Haid terakhir
Keluhan
Imunisasi
E. Riwayat keluarga

Riwayat penyakit ringan


Penyakit berat
F. Keadaan psikososial
Dukungan keluarga
Pandangan terhadap kehamilan
G. Riwayat persalinan
H. Riwayat menstruasi

Haid pertama
Sirkulasi haid
Lamanya haid
Banyaknya darah haid
Nyeri
Haid terakhir

I. Riwayat Perkawinan
Status perkawinan
Kawin pertama
Lama kawin
Pemeriksaan Fisik
1. Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan ibu hamil.
a. Rambut dan kulit
Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea
nigra
Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha
Laju pertumbuhan rambut berkurang.
b. Wajah
Mata : pucat, anemis
Hidung
Gigi dan mulut
c. Leher
d. Buah dada / payudara
Peningkatan pigmentasi areola putting susu
Bertambahnya ukuran dan noduler
e. Jantung dan paru
Volume darah meningkat

Peningkatan frekuensi nadi


Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah

pulmonal.
Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
Diafragma meningga.
Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.

f. Abdomen
Palpasi abdomen :
Menentukan letak janin
Menentukan tinggi fundus uteri
g. Vagina
Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan (tanda
Chandwick)
Hipertropi epithelium
h. System musculoskeletal
Persendian tulang pinggul yang mengendur
Gaya berjalan yang canggung
Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan
diastasis rectal
2. Khusus

Tinggi fundus uteri


Posisi dan persentasi janin
Panggul dan janin lahir
Denyut jantung janin

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan radio isotopic
Ultrasonografi
Pemeriksaan dalam

Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan vaskuler berlebihan.
2. Perubahan perfusi jaringan utero plasenta b/d Hipovolemia.
3. Ansietas b/d Ancaman kematian pada diri sendiri, janin.

Intervensi
1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan vaskuler berlebihan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 masalah dapat teratasi
KH :
Mendemostrasikan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan yang
dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium
tepat dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual.
Intervensi :
1. Evaluasi, laporkan, dan catat jumlah serta jumlah kehilangan darah. Lakukan
perhitungan pembalut Timbang pembalut pengalas.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosa,
Setiap gram peningkatan berat pembalut sama dengan kehilangan kira-kira 1
ml darah.
2. Lakukan tirah baring. Instuksikan klien untuk menghindari Valsalva manuver
dan koitus.
Rasional : Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan
tekanan abdomen atau orgasme ( yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat
merangsang perdarahan.
3. Posisikan klien dengan tepat, telentang dengan panggul ditinggikan atau
posisi semi fowler. Hindari posisi trendelenburg.
Rasional : Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak; peninggian
panggul

menghindari

kompresi

vena

kava.

Posisi

semi-

fowler

memungkinkan janin bertindak sebagai tanpon.


4. Catat tanda tanda vital Penisian kapiler pada dasar kuku, warna menbran
mukosa/ kulit dan suhu. Ukur tekanan vena sentral, bila ada
Rasional : Membantu menentukan beratnya kehilangan darah, meskipun
sianosis dan perubahan pada tekanan darah, nadi adalah tanda-tanda lanjut
dari kehilangan sirkulasi atau terjadinya syok.
5. Hindari pemeriksaan rectal atau vagina.
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi, khususnya bila plasenta previa
marginal atau total terjadi.
6. Berikan larutan intravena, ekspander plasma, darah lengkap, atau sel-sel
kemasan, sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala-gejala
syok.

2. Perubahan perfusi jaringan utero plasenta b/d Hipovolemia


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah teratasi
KH :
Mendemonstrasikan perfusi adekuat, dibuktikan oleh DJJ dan aktivitas DBN
serta tes nonstres reaktif (NST).
Intervensi :
1. Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi, dan volume darah.
Rasional : Kejadian perdarahan potensial merusak hasil kehamilan ,
kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta.
2. Auskultasi dan laporkan DJJ , catat bradikardia atau takikardia. Catat
perubahan pada aktivitas janin (hipoaktivitas atau hiperaktivitas)
Rasional : Mengkaji berlanjutnya hipoksia janin . Pada awalnya , janin
berespon pada penurunan kadar oksigen dengan takikardia dan
peningkatan gerakan . Bila tetap defisit, bradikardia dan penurunan
aktivitas terjadi.
3. Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri.
Rasional : Menghilangkan tekanan pada vena kava inferior dan
meningkatkan sirkulasi plasenta/janin dan pertukaran oksigen.
4. Berikan suplemen oksigen pada klien
Rasional : Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.
5. Ganti kehilangan darah/cairan ibu.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk
transport oksigen.
6. Siapkan klien untuk intervensi bedah dengan tepat.
Rasional : Pembedahan perlu bila terjadi pelepasan plasenta yang berat,
atau bila perdarahan berlebihan , terjadi penyimpangan oksigen janin, dan
kelahiran vagina tidak mungkin.
3. Ansietas b/d Ancaman kematian pada diri sendiri, janin
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah dapat
berkurang
KH :

Mendiskusikan ketakutan mengenai diri, janin, dan masa depan kehamilan,


mengenai ketakutan yang sehat dan tidak sehat.
Mengungkapkan pengetahuan situasi yang akurat.
Melaporakan/menunjukkan berkurangnya ketakutan dan/atau perilaku yang
menunjukkan ketakutan.
Intervensi :
1. Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien dan
pasangan.
Rasional : Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa
yang terjadi.
2. Pantau respon verbal dan nonverbal klien/pasangan.
Rasional : Menandakan tingkat rasa takut yang sedang dialami
klien/pasangan.
3. Dengarkan masalah klien dan dengarkan secara aktif.
Rasional : Meningkatkan rasa control terhadap situasi dan memberikan
kesempatan pada klien untuk mengembangkan solusi sendiri.
4. Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tertulis dan beri kesempatan
klien untuk mengajukan pertanyaan. Jawab pertanyaan dengan jujur.
Rasional : Pengetahuan akan membantu klien mengatasi apa yang sedang
terjadi dengan lebih efektif.
5. Jelaskan prosedur dan arti gejala-gejala.
Rasional : Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan
meningkatkan rasa control terhadap situasi.
SOLUSIO PLASENTA
Definisi
Solutio Plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum
waktunya pada kehamilan yang berusia di atas 28 minggu. (Arif Mansjoer,
2001).
Solutio Plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable, dimana
plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korpus uteri)
terkelupas atau terlepas sebelum kala III. (Chrisdiono. M. Achadiat, 2003)
Solusio plasenta adalah Lepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang normal
implantasinya di atas 22 minggu dan sebelum lahirnya anak. (Sastra Winata
Sulaiman, 2003).
Epidemiologi

Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan.


Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio
plasenta berat 1 dalam 500- 750 persalinan (11). Slava dalam penelitiannya
melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di
sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena
adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya.
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus
dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas
tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua
kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi. Penelitian
retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619
kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil
Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam
4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan.
Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua
basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh
darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik
terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak
jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala
dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang
pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya
dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan
berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh
kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan
perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah
besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh
plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan
masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat

menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara


otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu
kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada
kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat
bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus
Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu
kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat
setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang
hebat.

Pathway:
Trauma

Perdarahan ke dalam desidual basalis

Terbelah & meninggal lapisan tipis pada miometrium

Terbentuk hematoma desidual

Penghancuran plasenta

Ruptur pembuluh arteri spinalis desidua

Hematoma retroplasenta

Pelepasan plasenta lebih banyak

Uterus tidak mampu berkontraksi optimal

Darah mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban

Syok hipovolemik

Faktor Resiko
Kausa primer solusio plasenta belum diketahui tetapi terdapat beberapa kondisi
terkait, sebagai berikut:

Ibu yang mempunyai riwayat preekalmsia


Usia di atas 30 tahun
Ketuban pecah dini
Hipertensi kronic
Riwayat sulusio plasenta

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardiorenovaskuler
2. Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi
pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi
yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung
berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu
3. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain:
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
4. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
5. Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara.
Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai

45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di


RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu
dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas
ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
6. Faktor usia ibu
Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi
frekuensi hipertensi menahun.
7. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio
plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung
leiomioma.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya Hal yang sangat penting dan
menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa
resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio
plasenta sebelumnya.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada
vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya
kehamilan, dan lain-lain.
Manifestasi Klinis
Gejala gejala umum yang serng terjadi pada solusio plasenta antara lain :
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga di luar his.
2. Anemi dan syok, sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
3. Rahim keras seperti papan dan nyeri pegang karena isi rahim bertambah
4.
5.
6.
7.
8.

dengan dengan darah


yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois).
Palpasi sukar karena rahim keras.
Fundus uteri makin lama makin naik.
bunyi jantung biasanya tidak ada.
Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim

bertambah).
9. Sering adanya proteinuri karena disertai preeklampsi.
10. Sedangkan berdasarkan klasifikasinya, gejala klinis solusio plasenta terbagi
menjadi :
Solusio Plasenta Ringan
Rupture sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang
tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu dan
janinnya. Apabila terjadi perdarahan per vagina, warnanya akan

kehitaman dengan jumlah yang sedikit. Perut mungkin terasa agak sakit,
atau agak tegang. Walaupun demikian bagian-bagian janin masih mudah
teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah
akan menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang terus menerus.
Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan
solusio plasenta ringan ialah perdarahan per vagina yang berwarna
kehitaman.
Solusio plasenta sedang
Plasenta terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum sampai dua
pertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahanlahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit
perut terus-menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan
perdarahan per vagina. Walaupun perdarahan per vagina tampak sedikit,
seluruh perdarahannya mungkin telah mencapai 1000ml. ibu jatuh dalam
keadaan syok, demikian juga keadaan janinnya yang gawat. Dinding
uterus teraba tegang dan nyeri tekan sehingga bagian-baian janin sulit
diraba. Apabila janin dalam keadaan hidup bunyi jantung sulit didengar
dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic.
Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua pertiga permukaannya. Terjadi
sangat tiba-tiba, biasanya ibu telah jatuh kedalam syok, dan janinnya
telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnose solusio
plasenta adalah:
1. Pemeriksaan laboratorium darah: Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, waktu
protrombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen
dan elektrolit plasma.
2. KTG untuk menilai kesejahteraan janin
3. USG untuk menilai letak plasenta,usia gestasi,dan keadaan janin. Dapat
mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta melapisi
cervik tidak biasa diungkapkan
4. Sinar X

Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian


tubuh janin.
5. Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesudah 34
minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup
procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang
dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran
secara cesar.
6. Isotop Scanning Atau lokasi penempatan placenta.
7. Amniocentesis
Jika 35 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada
amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin /
spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin.
Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah
mature.
Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi konservatif (ekspetatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan pertus
berlangsung spontan.Menurut cara ini perdarahan akan berhneti sendiri jika tekanan
intara uterin bertamba lama bertamba tinggi sehingga menekan pembuluh dara arteri
yang robek sambil menunggu atau mengawasi kita berikan:
a) Suntikan morfin subkutan
b) Stimulasi dengan kardiotonika seperti :coramine, cardisol, pentasol
c) Transfusi darah
2. Terapi aktif
Prinsip kita mencoba melakukan tindakan dengan maskud agar anak segera di
lahirkan dan perdarahan berhenti misalnya dengan operatif dan obstetric.Langkalangka:
a) Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin kemudian awasi
serta pimpin partus spontan.

b) Accouchementforce,pelebaran

dan

peregangan

serfiks

di

ikuti

denganpemasangan cunam wilet gausz atau fersibrakston-hicks.


c) Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap,dean kepala sudah turun
sampai hodge III-IV,maka bila hjanin hidu lakukan ekstrasi fakum atau forest
tetapi bila janin meninggal lakukanlah embriotomi.
d) Seksiosesarea biasanya di lakukan pada keadaan:
I.
Solusioplasenta dengan anak hidup,pembukaan kecil.
II.
Solusioplasenta dengan toksemia berat,perdarahan agak banyak,tetapi
III.
IV.

pembukaan masih kecil.


Solusioplasenta dengan panggul sempit atau letak lintang
Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau
hipofibrinogenemia dan kalo persediaan darah atau fibrinogen tidak
atau tidak cukup.selain itu juga ada coufilair uterus dengan kontraksi

V.

uterus yang tidak baik


Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi

VI.

reproduksi ingin di pertahankan


Pada hipofibrinogenemia,berikan darah segar beberapa kantong plasma
darah dan fibrinogen 4-6 gram.

Tindakan lainnya :
1. Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi .
2. Sebelum dirujuk , anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap ke kiri , tidak melakukan senggama , menghindari
eningkatan tekanan rongga perut .
3. Pasang infus cairan Nacl fisiologi . Bila tidak memungkinkan, berikan
cairan peroral .
4. Pantau tekanan darah & frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi
adanya hipotensi / syok akibat perdarahan . pantau pula BJJ &
pergerakan janin .
5. Bila terdapat renjatan , segera lakukan resusitasi cairan dan tranfusi
darah , bila tidak teratasi , upayakan penyelamatan optimal dan bila
teratsi perhatikan keadaan janin .
6. Setelah renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila janin masih
hidup atau persalinan pervaginam diperkirakan akan berlangsung lama
. bila renjatan tidak dapat diatasi, upayakan tindakan penyelamatan
optimal .

7. Setelah syok teratasi dan janin mati , lihat pembukaan . bila lebih dari
6 cm pecahkan ketuban lalu infus oksitosin . bila kurang dari 6 cm
lakukan seksio sesarea .
8. Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37 minggu /
taksiran berat janin kurang dari 2.500 gr . penganganan berdasarkan
berat / ringannya penyakit yaitu :
a)

Solusi plasenta ringan .


Ekspektatif , bila ada perbaikan ( perdarahan berhenti ,
kontraksi uterus tidak ada , janin hidup ) dengan tirah baring
atasi anemia , USG & KTG serial , lalu tunggu persalinan
spontan .
Aktif , bila ada perburukan ( perdarahan berlangsung terus ,
uterus berkontraksi , dapat mengancam ibu / janin ) usahakan
partus pervaginam dengan amnintomi / infus oksitosin bila
memungkinan . jika terus perdarahan skor pelvik kurang dari
5 / ersalinan masih lama , lakukan seksi sesarea

b)

Solusio plasenta sedang / berat .


Resusitasi cairan .
Atasi anemia dengan pemberian tranfusi darah.
Partus pervaginam bila diperkirakan dapat berkurang dalam 6
jam perabdominam bila tidak dapat renjatan , usia gestasi 37
minggu / lebih / taksiran berat janin 2.500 gr / lebih , pikirkan
partus perabdominam bila persalinan pervaginam diperkirakan
berlangsung lama.

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Wardana GA, Karkata MK. 2007. Faktor Resiko Plasenta Previa. Jakarta: Cermin
Dunia Kedokteran.
Wiknjosastro,Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Yayasan Bina Pustak
Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
Bagian obsteri dan ginekologi FK UNPAD. Obsteri Patologi
Prawirohardjo Sarwaono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta

REFERAT

PERDAHAN ANTEPARTUM

Disusun Oleh :
Elsya Erlangga
61110037
Pembimbing :
dr. Zufri, Sp.OG

BAGIAN OBSTERI DAN GINEKOLOGI

RUMKITAL DR. MIDIYATO SURATANI TANJUNG PINANG


2014

Anda mungkin juga menyukai